IMPLIKASI METODOLOGIS DARI TEORI EKRANISASI GEORGE BLUESTONE DALAM BUKU NOVELS INTO FILM Christopher Allen Woodrich Universitas Gadjah Mada
Abstract The theory offered by George Bluestone in his book Novels into Film (1957) is one of the most influential in the field of adaptation studies, both domestically and internationally. However, this theory has yet to be discussed in detail in Indonesian; as such, its application has often been found lacking. In this article, we discuss the fundamental aspects of Bluestone’s theory of adaptation as well as its philosophical basis and methodological implications. Bluestone writes that, in the adaptation process, it is impossible for there to not be any changes, as the differences in media between novels (as a language medium) and film (as a plastic medium) demands transformations, which can be classified as additions, subtractions, and deletions. Because of this difference in media, characters in films adapted from novels become simpler, scenes are added, subtracted, or deleted, and symbols used in the narrative undergo transformation. As such, Bluestone opines that films based on novels should be judged qua film; comparing films with their source novels is of as (little) value as comparing a work of architecture with a song. Keywords: Screen adaptation, George Bluestone, Novels, Films
dari fenomena yang diteliti, biarpun
Latar Belakang Setiap peneliti yang melakukan penelitian
pasti
memiliki
dan
dalam konteks yang berbeda-beda; sebuah
teori
mengenai
sastra,
menggunakan teori, yaitu serangkaian
misalnya, harus valid dalam konteks
variabel, konsep, dan dalil yang saling
sastra Indonesia, sastra Arab, sastra
berhubungan yang digunakan secara
Yunani, dan sebagainya; kalau ia
sistemetis
ternyata tidak mampu, maka teori
dapat
menjelaskan
hubungan antar variable, konsep, dan dalil
dalam
proses
menjelaskan
tersebut dianggap kurang valid. Teori
yang
digunakan
eksplisit maupun implisit. Teori ini
implikasi metodologis. Hal ini tidak
bersifat
terbatas
sehingga
diharapkan dapat menjelaskan esensi
hanya
juga
dan
fenomena sosial, baik itu secara
universal,
peneliti
dimiliki
pada
memiliki
tata
cara
menghubungkan variable satu dengan
variable lain, tetapi juga termasuk
ada tulisan yang menjelaskan dua hal
pengertian sumber data, satuan data
tersebut
yang dicari, variable, konsep, dalil,
Kenyataan ini, bahwa belum ada
dan hipotesis. Implikasi metodologis
pemaparan yang jelas mengenai teori
ini merupakan konsekuensi logis dari
ekranisasi
teori yang dimiliki peneliti serta
sebenarnya sangat merugikan dunia
filsafat dan asumsi yang menjadi dasar
akademik, mengingat bahwa dalam
teori
metode
sepuluh tahun terakhir sudah ada lebih
penelitian kerap tidak disampaikan
dari lima puluh naratif novel yang
secara eksplisit, sehingga sebelum
diangkat menjadi film (Woodrich,
suatu teori dapat digunakan oleh
2013), dan bahwa semakin banyak
peneliti lain, implikasi metodologisnya
tulisan
harus dicari.
Nurizzati, Nasution, 2014; Isnaniah,
tersebut.
Karena
Namun,
itu,
tulisan
yang
2015;
dengan
memuaskan.
dan
implikasinya,
ilmiah
(misalnya
Woodrich,
memaparkan secara eksplisit suatu
membahas
teori, lengkap dengan metode yang
fenomena tersebut.
2015)
pelbagai
sudut
Afri,
yang dari
diimplikasikannya, sangat dibutuhkan,
Dengan demikian, tulisan ini
dan memang buku sedemikian rupa
dimaksud untuk memaparkan salah
sering ditulis dan diterbitkan untuk
satu teori ekranisasi yang cukup
(calon)
untuk
berpengaruh dan mendasar, yaitu teori
mengenai
ekranisasi George Bluestone yang
ekranisasi1—pengangkatan cerita dari
dimuat dalam buku Novels into Film.
sumber naratif (novel, karya drama,
Tulisan
legenda, dsb.) menjadi film—belum
pertanyaan berikut:
bidang
akademisi.
Namun,
penelitian
ini
akan
menjawab
tiga
1. Apakah filsafat dan asumsi 1
Istilah ekranisasi, yang setidaknya sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1978 (Eneste, 1978), digunakan di sini karena istilah alih wahana, yang juga sering digunakan dalam bahasa Indonesia, dinilai kurang tepat. Istilah alih wahana mensuposisikan bahwa yang berubah ketika suatu naratif difilmkan hanyalah medianya saja. Namun, sebagaimana dikemukakan Bluestone, yang berubah ketika suatu naratif difilmkan bukan hanya medianya saja, tetapi juga tata bahasa, konvensi, pencitraan, dan bahkan esensi penceritaannya.
yang
mendasari
teori
ekranisasi Bluestone? 2. Apakah dasar
konsep-konsep dalam
ekranisasi Bluestone?
teori
3. Apakah
implikasi
metodologis
dari
teori
(2006) menyebut Bluestone sebagai salah satu dari “two accepted pillars of the field”, dan Geraghty (2008, 1)
ekranisasi Bluestone?
beranggapan
bahwa
penelitian
ekranisasi (adaptation theory) dimulai
Bluestone dan Novels into Film Teori yang diangkat dalam
dari Novels into Film. Vicaka (2014,
tulisan ini teori yang dimuat dalam
11)
Novels into Film, sebuah buku yang
Bluestone
ditulis oleh George Bluestone, seorang
kritikus sastra dan film yang tak
guru besar di Boston University. Buku
terhingga
yang dianggap “seminal work of film
karya Bluestone bukan tanpa kritiknya
theory” (JHUP, 2015) ini pertama kali
(misalnya, Leitch [2003] beranggapan
diterbitkan
oleh
bahwa
California
Press
University di
of
Berkeley,
menulis
bahwa
tampak
“bayangan
dalam
jumlahnya”.4
teori
karya
Meskipun
Bluestone
terlalu
kategoris dan esensialis), tidak dapat
California, pada tahun 1957. Sampai
ditolak
kenyataan
bahwa
teori
sekarang, buku Novels into Film sudah
Bluestone sangat berpengaruh dan
dicetak ulang sebanyak tujuh kali,
dapat diterapkan sampai sekarang.
yaitu pada tahun 1961, 1966, 1968,
Dalam buku yang setebal 237
1971, 1973 (edisi revisi), 1980, dan
halaman ini, Bluestone menggunakan
2003 (WorldCat, 2015), dan kini
teorinya
diterbitkan
perubahan (penambahan, penciutan,
oleh
Johns
Hopkins
University Press.
untuk
melihat
proses
dan penghapusan) teks novel ketika
Menurut Google Scholar, buku
novel tersebut diangkat menjadi film.
ini dalam pelbagai cetakannya sudah
Buku Bluestone terdiri atas tujuh bab.
dirujuk sebanyak 667 kali,2 termasuk
Pada bab pertama teori dan metode
dalam
sejumlah
buku
lain
yang
membahas teori ekranisasi.3 Bane 2
3
Nomor yang sebenarnya sudah barang tentu lebih tinggi, mengingat bahwa nomor rujukan menurut Google Scholar belum termasuk rujukan dalam artikel yang tidak diindeks oleh Google sendiri. Misalnya, Madsen (1973), Andrew (1984) dan Bane (2006). Di Indonesia, Eneste (1991) merujuk buku Bluestone dalam
bukunya Novel dan Film. Ia berpegang pada banyak prinsip yang dikemukakan Bluestone, terutama bahwa ada perbedaan yang mutlak dan teknis antara novel dan film. Seperti halnya Bluestone, ia menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada gunanya untuk mengkritik adanya perubahan dalam cerita novel ketika cerita tersebut difilmkan. 4 Asli: “Bluestone’s shadow has been present in countless works of literary and film critics.”
Bluestone dijelaskan secara semi-
sebagainya. Novel dan film, menurut
eksplisit; meskipun Bluestone sangat
Bluestone, memiliki perbedaan yang
teliti dalam menjelaskan sebagian
mendasar, sehingga dua jenis narasi
besar konsepnya, metodenya lebih
ini sulit dijembatani: novel lebih
sering diungkapkan secara implisit.
menitikberatkan state of consciousness
Enam bab berikut dikhususkan untuk
(keadaan kesadaran), sementara film
setiap novel dan film yang menjadi
tidak terlepas dari observed reality
objek penelitian dan sumber data
(realitas
Bluestone, yaitu The Informer (novel
kamera).
Liam O'Flaherty yang difilmkan oleh
Bluestone sebenarnya tidak ada novel
John
Ford
yang
dapat
ditangkap
Akibatnya,
menurut
pada
tahun
1935)
yang menjadi film; yang difilmkan
Heights
(novel
Emily
adalah parafrasa atau ringkasan dari
Brontë yang difilmkan oleh William
novel, sehingga sutradara sebenarnya
Wyler pada tahun 1939), The Grapes
tidak harus membaca novel yang
of Wrath (novel John Steinbeck yang
menjadi dasar cerita film.
difilmkan oleh John Ford pada tahun
Kenyataan
Wuthering
bahwa
buku
1940), Pride and Prejudice (novel
Bluestone ini sudah ditanggapi dengan
Jane Austen yang difilmkan oleh
baik oleh komunitas ilmuwan, sering
Robert Z. Leonard pada tahun 1940),
dicetak ulang, dan sering dirujuk oleh
The Ox-Bow Incident (novel Walter
ilmuwan lain menunjukkan bahwa
Van Tilburg Clark yang difilmkan
teori
oleh William A. Wellman pada tahun
meskipun diformulasi lebih dari lima
1943), dan Madame Bovary (novel
puluh
Gustave Flaubert yang difilmkan oleh
berpengaruh dan tepat dirujuk untuk
Vincente Minnelli pada tahun 1949).
penelitian dengan objek yang mirip,
Bluestone bahwa
novel
menyimpulkan sebenarnya
yaitu
dalam
tahun
untuk
Novels
yang
into
lalu,
penelitian
Film,
cukup
terhadap
tidak
perubahan dalam ekranisasi. Namun,
diadaptasi menjadi film, melainkan
sebelum ia dapat diterapkan dalam
memiliki eksistensi sebagai hal yang
penelitian, implikasi metodologisnya
berbeda sama sekali; ia tidak memiliki
harus
tata bahasa yang sama, pencitraan
supaya
yang sama, kiasan yang sama, dan
dijelaskan
secara
bisa
diterapkan
eksplisit, secara
konsisten; hal ini akan lebih menjamin
secara
sederhana
validitas hasil penelitian.
nuansa-nuansa tertentu. Ontologi juga bersifat
maupun
menyeluruh;
dengan
pengertian
Dasar Filsafat Bluestone
ontologis
Ontologi
jawabannya, dapat digunakan untuk
Ontologi merupakan cabang dari metafisika yang mempertanyakan sifat
keberadaan,
realitas
serta
eksistensi, berusaha
ada,
serta
menjelaskan apa pun—dari meja atau semut hingga roh atau Tuhan.
dan untuk
mengenai
Dalam bukunya Novels into Film,
Bluestone
menjelaskan dan mengelompokkannya
ontologi
(Blackburn, 1994: 261). Antara lain, ia
anomalous monism (meskipun istilah
berusaha untuk menjawab pertanyaan
tersebut
“Apakah ‘ada’ itu?”, “Bagaimanakah
Bluestone
sesuatu menjadi ada?”, “Bagaimana
Anomalous monism, yang pertama
keadaannya
kali dirumuskan secara eksplisit oleh
“Bagaimana
sesuatu
tersebut?”,
membayangkan
belum
muncul
menulis
ketika
bukunya).
sesuatu
Donald Davidson, merupakan ontologi
yang lain?”
yang memandang bahwa peristiwa
Ontologi bersifat universal; apa yang
mental (mental events) harus memiliki
ada menurut suatu ontologi tidak akan
ontologi fisik, tetapi tidak dapat
berubah-ubah. Idealisme murni tidak
direduksi
menjadi
akan
Karena
argumen
tersebut
hubungannya
yang
menunjukkan
dengan hal
memahami
materi
sebagai
peristiwa fisik. ontologi
sesuatu yang ada, dan materialisme
memusatkan
murni tidak akan memahami ide
apabila semua unsur fisik dari suatu
sebagai
Dua
hal itu sama, semua unsur mental akan
pendirian ontologis yang disebut di
sama pula. Peristiwa mental (yang
atas, yaitu materialisme murni dan
dipahami
sebagai
pikiran
idealisme murni, cukup mendasar.
sapient)
dapat
mempengaruhi
Dalam perkembangannya, ada pula
peristiwa
fisik,
ontologi yang menggabungkan kedua
peristiwa fisik dapat mempengaruhi
pendirian
peristiwa mental (Yalowitz, 2012).
sesuatu
yang
ini,
ada.
dengan
menyetarakannya menitikberatkan
atau salah
satu,
baik
materialisme,
ini
dan
Ontologi mempengaruhi
maka
yang
sebaliknya
Bluestone semua
definisi
konseptual
yang
digunakannya,
mempengaruhi pikiran audiens dengan
termasuk definisi mengenai novel dan
cara yang tidak dapat direproduksi
film sendiri. Meskipun novel dan film
oleh novel. Perubahan juga dapat
dapat memiliki pengaruh mental dan
terjadi
unsur-unsur yang dipahami sebagai
rasionalisme
unsur mental (metafora, semantik, dan
pembuat film, misalnya). Namun, hal
sebagainya)
ini
pada
dasarnya
kedua
karena
pikiran
atau
(adanya
keinginan
sekunder.
Yang
dari
paling
media itu dipahami sebagai sesuatu
mempengaruhi perubahan yang terjadi
yang fisik: novel merupakan media
dalam
yang dibangun atas dasar bahasa yang
perubahan fisik dari media itu sendiri.
proses
ekranisasi
tetaplah
memiliki sifat fisik (sebagai kata, paragraf, dan sebagainya) sementara
Epistemologi
film merupakan media yang dibangun
Berbeda
dari
ontologi,
atas dasar film (sebagai bentuk fisik).
epistemologi
Karena sifat fisik dari dua media ini
filsafat yang mempertanyakan sifat
berbeda, maka implikasinya ialah
pengetahuan. Ia bertanya bagaimana
bahwa sifat mental dari kedua media
pengetahuan dapat diperoleh dan apa
(kesan, maksud, dsb.) ini akan berbeda
sifat kebenaran (Blackburn, 1994:
pula. Yang dimaksud sebagai sifat
118). Audi (2005: 1) menemukan lima
mental ini pun tidak dapat direduksi
cara yang digunakan manusia dalam
menjadi unsur fisik (gerakan electron
memperoleh
dan neuron dalam benak otak) belaka;
melalui persepsi (pengamatan atau
tetap ada yang membedakan.
pengalaman,
yang
Sifat bahasa sebagai sesuatu
pengetahuan
fisik
(ingatan,
conceptual Bluestone,
tapi
diterima
apprehension,
melalui menurut
memungkinkan
dia
merupakan
cabang
pengetahuan,
yang
menghasilkan
empiris), yang
yaitu
memori
menghasilkan
pengetahuan memorial), introspeksi (yang
menghasilkan
pengetahuan
mempengaruhi pikiran audiens dengan
introspektif), refleksi
cara yang tidak dapat direproduksi
menghasilkan pengetahuan rasionalis),
oleh film. Sebaliknya, film sebagai
dan testimoni (pernyataan dari orang
media fisik memiliki ciri khasnya
lain, yang menghasilkan pengetahuan
sendiri
testimonial). Dalam kata lain, manusia
sehingga
ia
mungkin
(rasio,
yang
bisa memperoleh pengetahuan dengan
cenderung positif dan muncul bersama
melihat atau mendengar dunia sekitar,
dengan
mengingat
Pengetahuan memiliki sifat yang fixed
hal
yang
pernah
objek
yang
diketahuinya, berpikir tentang diri
dan
sendiri,
hal-hal
pengarang dalam karya tertentu adalah
abstrak, atau dapat pula diberi tahu
A, misalnya, harus dilihat sebagai
sesuatu oleh orang lain.
sesuatu yang sepenuhnya benar atau
berpikir
tentang
Epistemologi
juga
absolut.
diteliti.
Bahwa
maksud
berusaha
sepenuhnya salah; Bluestone tidak
untuk mendefinisikan dan memahami
beranggapan bahwa kebenaran yang
kebenaran.
lain dimungkinkan. Suatu pengetahuan
Menurut
Wellek
dan
Warren (1949: 157–158) ada tiga jenis
hanya
kebenaran,
yaitu
Namun,
relativisme,
dan
Absolutisme
beranggapan
absolutisme, perspektivisme. bahwa
bersifat ini
benar
tidak
dapat diganggu gugat; kebenaran tidak
dikategorikan
pernah berubah (Blackburn, 1994: 3).
pengetahuannya,
Sementara
melalui
beranggapan bahwa semua kebenaran bersifat
relatif
pada
situasi
bahwa
yang dapat diketahui mungkin saja berbeda.
relativisme
berarti
salah.
pengetahuan itu tunggal. Setiap hal
kebenaran bersifat mutlak dan tidak
itu,
atau
Namun,
ia
dapat
berdasarkan lalu
jenis
dipahami
peraturan-peraturan
atau
kaidah-kaidah yang bersifat umum.
atau
Untuk
memperoleh
keadaan tertentu, sehingga benar atau
pengetahuan
tidaknya sesuatu tergantung pada latar
mengutamakan
belakang orang yang menyatakan
sendiri yang harus membaca novel,
bahwa hal tersebut benar atau tidak
membaca skenario, dan menonton film
(Blackburn, 1994: 314). Lain lagi,
yang diteliti, lalu membandingkan
perspektivisme beranggapan bahwa
ketiganya sehingga dapat memperoleh
sesuatu bisa menjadi benar atau tidak
pengetahuan yang dicarinya. Ia tidak
benar menurut bagaimana manusia
sekedar mengingat apa yang pernah
melihat atau menilainya (Wellek dan
dibaca
Warren, 1949: 157–158).
memorial),
Pengetahuan,
menurut
Bluestone, merupakan sesuatu yang
tersebut,
Bluestone
empirisme. Peneliti
sebelumnya atau
(pengetahuan
tergantung
pada
ringkasan yang dihasilkan oleh orang lain
(pengetahuan
testimonial).
Kalaupun
jenis
pengetahuan
(terutama
rasionalisme)
lain
digunakan
Apakah
perbedaan
antara
media novel dan film tersebut? Yang
dalam penelitian, itu hanya sebatas
paling
mendukung
mengkaitkan
mempengaruhi keseluruhan pengertian
pengetahuan empiris yang dihasilkan
Bluestone mengenai proses ekranisasi,
oleh peneliti dengan sesuatu yang lain.
ialah bahwa novel berbentuk media
atau
mendasar,
dan
yang
linguistik, sementara film bersifat media
Teori Bluestone Bluestone,
seperti
visual.
Karena
itu,
novel
halnya
bersifat konseptual dan diskursif—ia
banyak penulis lain yang menguraikan
diterima dengan pikiran dan renungan
teori ekranisasi (lihat Bane [2006]),
(sebab tanpa pikiran bahasa tidak ada
membangun
asumsi
arti), dan membentuk cerita dengan
bahwa novel dan film merupakan
pemaknaan oleh pembaca—sementara
media yang berbeda dan memiliki ciri
film
yang
presentasional—ia diterima melalui
teorinya
tidak
atas
dapat
disamakan.
bersifat
indra
novel dan film memiliki audiens dan
penglihatan; suara bersifat subsidiary)
pencipta yang berbeda, yang paling
dan memaparkan apa yang hendak
ditekankan olehnya adalah perbedaan
disampaikan melalui gambar. Karena
teknis antara kedua media tersebut,
ada perbedaan mendasar antara novel
yang menuntut adanya perubahan
dan film, perubahan dalam bentuk dan
dalam teks dalam proses ekranisasi;
tema mungkin dinilai tidak berbeda
film,
dari perubahan media.
meninggalkan
Bluestone,
indra
novelistik
Di mana novel menciptakan
sehingga sebenarnya yang difilmkan
dunia melalui bahasa, sehingga ia
bukanlah novel sendiri, melainkan
mudah
cerita
mimpi
novel
sifat-sifat
(terutama
dan
Meskipun Bluestone mengakui bahwa
menurut
manusia
perseptual
yang
sudah
menunjukkan atau
napak
(misalnya) tilas,
film
diparafrasakan. Akibatnya, Bluestone
menciptakan dunia melalui apa yang
bahkan beranggapan bahwa kebiasaan
dilihat oleh kamera, yang tidak dapat
sutradara untuk mengekranisasi novel
memilih apa yang ditampakkan dan
tanpa membaca novel tersebut wajar-
apa yang tidak ditampakkan, sehingga
wajar saja.
segala sesuatu yang tampak di depan
kamera akan direkam dalam media
cerita sendiri (bahwa sesuatu terjadi di
film. Yang memilih apa yang akan
masa lampau atau masa depan, atau
tampak di depan kamera, dan karena
bersifat kondisional).
itu apa yang akan direkam dalam
Bluestone
menulis
bahwa,
media film, adalah manusia—juru
dalam film, ada sistem konvensi yang
kamera, sutradara, dan sebagainya.
menciptakan metafora dan trope yang
Sejumlah
digunakan
berbeda dari metafora dan trope dalam
untuk menciptakan makna dengan
novel. hal ini terjadi karena sifat literal
kamera: kamera dapat digerakkan, di-
film tidak bisa ditinggalkan atau
zoom, dioles dengan minyak sehingga
dihilangkan;
gambar menjadi blur, dan seterusnya.
tuntutan realitas yang ditangkap oleh
teknik
Makna
dapat
konvensional
film
dibatasi
oleh
juga
kamera. Makna metafora dalam film
diciptakan dalam film melalui proses
harus memiliki harus tumbuh secara
penyuntingan, yang dinamakan oleh
alami dan memiliki hubungan logis
Bluestone sebagai “tata bahasa” film.
dengan apa yang digunakan sebagai
Dengan penyuntingan, pembuat film
simbol:
dapat
berdentang dalam film secara logis
menunjukkan
(misalnya)
suatu
jam dinding
pencarian yang berdurasi berbulan-
dapat
bulan hanya dalam beberapa detik
kehabisan waktu, tetapi kurang tepat
melalui montage, atau adegan orang
digunakan
jatuh dari atas gedung pencakar langit
(misalnya) kefanaan dunia. Ada pula
dapat
dengan
kemampuan untuk mengungkapkan
menggabungkan adegan orang jatuh
perasaan yang berbeda dalam film.
dari pinggir atap dan adegan orang
Karena
jatuh ke tanah, sehingga penonton
sehingga dapat mengambil close-up
mengisi tempat kosong (meaningful
shot,
interval) itu dengan asumsi bahwa
menunjukkan
tokoh
ekspresi
diciptakan
tersebut
benar-benar
jatuh.
menandakan
bahwa
yang
untuk
kamera
maka
melambangkan
dapat
bergerak,
pemeran perasaan
muka;
tokoh
dapat dengan
ia
tidak
harus
dialog
atau
narasi
Melalui penyuntingan, pembuat film
menggunakan
dapat melakukan pelbagai hal seperti
deskriptif untuk menyampaikan bahwa
menekankan sesuatu, mempersingkat
tokoh tersebut sedang marah, sedih,
waktu, atau menunjukkan tenses dari
atau sebagainya.
Namun, film juga memiliki keterbatasan
yang
muncul
medianya
yang
Misalnya,
berbeda
tersendiri, yang hanya menggunakan
akibat
cerita novel sebagai model; dalam kata
bersifat
visual.
lain,
dari
bahasa,
novel
menurut
“bahan
hanyalah
Bluestone
mentah”
yang
gambar (dan, karena itu, film) “tidak
dikelola oleh pembuat film untuk
memiliki
dirinya
menjadi film yang matang. Menurut
sendiri; apa yang tampak di layar
Bluestone, perbedaan antar-media dan
selalu “sedang terjadi”. Bahkan napak
antar-konvensi tidak memungkinkan
tilas yang ditunjukkan dengan teknik
adanya
tertentu
oleh
perubahan: selalu akan ada yang
konvensi) sebenarnya tidak memiliki
dikurangi, diciut, atau dihapus, baik
tenses: teknik suntingan menyatakan
pada skala naratif secara keseluruhan
bahwa penonton “sedang kembali ke
maupun dalam unsur-unsur naratif
masa lampau”, lalu adegan-adegan
seperti penokohan, peristiwa, atau
napak tilas terus dipaparkan sebagai
dialog. Karena itu, pernyataan bahwa
sesuatu yang sedang terjadi.
Film
suatu hasil ekranisasi “merusak” novel
kurang
sebenarnya tidak berguna: film yang
pikiran
dihasilkan ekranisasi harus dilihat
tokoh. Berbeda dari novel, yang dapat
sendiri, sebab ia merupakan narasi
memaparkan internal monolog atau
yang harus mengikuti konvensi yang
pikiran tokoh lain dengan bahasa,
berbeda dari konvensi novel.
juga,
tenses”
(yang
ditentukan
menurut
mampu
dengan
Bluestone,
mengungkapkan
sistem gambar film tidak mampu
hasil
Di
atas,
sudah
sendirinya. Yang muncul hanyalah
audiens dan pencipta yang berbeda;
sebuah
pikiran
meskipun dua hal ini tidak dominan
tersebut, seperti benda atau warna
dalam pengertian Bluestone mengenai
simbolik, atau teknik voice-over untuk
perbedaan novel dan film, ia tetap
sebuah solilokui.
berpengaruh dalam analisis. Novel
Karena media
adanya
tersebut,
Bluestone, tersendiri.
Ia
ada
memiliki
perbedaan
(menurut Bluestone) merupakan suatu
menurut
konstruksi bahasa yang dihasilkan
integritas
oleh satu orang dengan pikiran dan
film,
memiliki
film
disebutkan
bahwa
dari
dan
tanpa
menyampaikan pikiran tokoh dengan
aproksimasi
novel
ekranisasi
sebagai
benda
pendirian
tertentu,
sehingga
audiensnya terdiri dari orang lain yang
atas,
mampu
membaca
mengungkapkan
dapat
dan
berusaha
penyebab
gagasan
tersebut;
berpengaruh
disimpulkan
perubahan (meski
bahwa
yang
paling
bukan
satu-
karena itu, ia memiliki audiens yang
satunya) menurut Bluestone adalah
lebih terbatas daripada film—kerap
medianya, dalam pengertian teknis,
hanya kelompok tertentu. Sementara
dan implikasinya. Novel dipahami
itu, menurut Bluestone film dihasilkan
sebagai media yang, biarpun ia dicetak
oleh
film
di atas kertas, berupa bahasa; apabila
dan
novel disunting, maka yang diubah
kelompok
(sutradara,
pembuat
produser,
aktor)
bersifat komersial. Karena itu, ia harus
bahasanya,
dapat ditonton dan dipahami oleh
Sementara itu, film (sebagai naratif)
sebanyak-banyaknya
dipahami sebagai media film (sebagai
orang.
Untuk
bukan
mencapai audiens yang paling luas, ia
benda)
kerap menyederhanakan pikiran yang
(sebagai naratif) disunting, maka film
terkandung di dalam cerita novel
(sebagai benda)
supaya tidak mengasingkan penonton
digabung-gabung,
dari
Karena
kalangan
tertentu.
Karena
itu
kertasnya.
sendiri;
itu,
apabila
film
dipotong-potong, dan
sebagainya.
meskipun
masih
perbedaan audiens itu, tidak jarang ada
dimungkinkan
kasus (seperti dalam The Informer;
(seperti
dalam
informasi
pemain), sebab utama dari perubahan
mengenai sejarah Perang Saudara
dalam ekranisasi adalah media itu
Irlandia yang tidak ikut diekranisasi)
sendiri; novel tidak dikonversi, tapi
ketika sesuatu yang kontroversial atau
diapropriasi.
novelnya,
ada
ada
pengaruh
lain
keinginan
sutradara
atau
sulit dipahami oleh audiens akhirnya dihapus ketika cerita novel difilmkan. Bluestone membahas
teori
tidak
banyak
mengenai
proses
Implikasi Metodologis Masalah Penelitian Masalah penelitian merupakan
perubahan yang terjadi ketika novel
pertanyaan-pertanyaan
diekranisasi; sebagian besar bukunya
dijawab atau masalah yang hendak
justru digunakan untuk mendukung
dipecahkan
konsep-konsep di balik teorinya itu.
penelitian (Ahimsa-Putra, 2009: 9);
Namun, berdasarkan uraian teorinya di
masalah
oleh
yang
peneliti
penelitian
ini
ingin
melalui
dapat
dirumuskan sebagai satu atau lebih
Assalamualaikum
pertanyaan, atau dijelaskan dalam
difilmkan?
suatu uraian. Dalam penguraiannya, Bluestone
menjelaskan
2. Apa
bahwa
saja
sebab
penambahan,
Beijing
dari
penciutan,
penelitiannya dimaksud untuk mencari
dan
penambahan,
yang terjadi ketika cerita
penciutan,
dan
penghapusan
penghapusan (additions, subtractions,
novel
and deletions) kunci yang terjadi
Beijing difilmkan?
ketika cerita novel difilmkan dalam
kunci
Assalamualaikum
3. Apa saja implikasi dari
enam karya yang diteliti. Ia juga
penambahan,
berusaha untuk mengemukakan apa
dan
sebabnya penambahan, penciutan, dan
yang terjadi ketika cerita
penghapusan
novel
tersebut,
sehingga
implikasinya dapat dijelaskan.
penciutan,
penghapusan
kunci
Assalamualaikum
Beijing difilmkan?
Dengan demikian, penelitian yang menggunakan teori Bluestone
Hipotesis
akan berusaha untuk memecahkan dua
Hipotesis
merupakan
masalah, yaitu apa saja penambahan,
kesimpulan sementara atas masalah
penciutan, dan penghapusan kunci
yang diteliti, yang hendak dibuktikan
yang
novel
melalui penelitian. Dengan demikian,
difilmkan, serta sebab dari perubahan-
hipotesis merupakan pernyataan yang
perubahan
tersebut.
paling abstrak dari apa yang hendak
seandainya
ada
ekranisasi
novel
Beijing
terjadi
yang
ketika
cerita
Karena
penelitian
itu, proses
Assalamualaikum
menggunakan
teori
dibuktikan
melalui
penelitian.
Hipotesis dapat berupa hipotesis kerja, yaitu
kesimpulan
bahwa
ada
Bluestone, maka pertanyaan penelitian
keterkaitan antara fenomena tertentu
dapat dirumuskan sebagai berikut:
atau hipotesis nol, yaitu kesimpulan
1. Apa
saja
penciutan,
penambahan, dan
bahwa tidak ada keterkaitan antara fenomena tertentu (Faruk, 2012: 21).
penghapusan kunci yang terjadi ketika cerita novel
Dalam teori Bluestone, ada sebuah
hipotesis
positif
yang
digunakan, yang dapat dirumuskan
sebagai
berikut:
ekranisasi,
“Dalam
ada
proses
penambahan,
(yang dapat dikategorikan tetapi tidak dapat dijadikan angka).
penciutan, dan penghapusan tertentu
Ada sejumlah variable dalam
yang terjadi karena sebab tertentu dan
teori Bluestone yang harus disadari
dengan implikasi tertentu.” Apabila
oleh
contoh rumusan masalah untuk proses
bersifat
ekranisasi Assalamualaikum Beijing di
menjadi variable bebas berpengaruh
atas
menyusun
adalah jenis perubahan naratif yang
sebuah hipotesis, maka hipotesis akan
terjadi dalam proses ekranisasi, yang
berbunyi “Dalam proses ekranisasi
memiliki tiga klasifikasi: additions,
Assalamualaikum
ada
subtractions,
dan
dalam bahasa Indonesia, penambahan,
penghapusan tertentu yang terjadi
penciutan, dan penghapusan. Dari
karena sebab tertentu dan dengan
variable ini muncul dua variable lain,
implikasi tertentu.”
yaitu
digunakan
penambahan,
untuk
Beijing, penciutan,
peneliti, variable
kesemuanya
kualitatif.
dan
alasan
tertentu Variable
yang
deletions,
mengapa
terjadi
Yang
atau,
perubahan
(misalnya,
karena
alasan teknis, adanya perubahan lain,
Menurut Faruk (2012: 22),
tuntutan sensor, tuntutan audiens,
variable merupakan konsep yang dapat
tuntutan waktu, dan seterusnya) dan
mewujud ke dalam dua atau lebih
implikasi
satuan dari variasi hitungan atau
tersebut (misalnya, perubahan maksud
ukuran.
menyatakan
pengarang,
bahwa ada sejumlah jenis variable,
pengarang,
termasuk variable bebas (variable
suksesnya film, dan seterusnya).
yang
Ia
kemudian
penggolongannya
terikat
penggolongannya
perubahan
reproduksi suksesnya
naratif
maksud film,
tidak
tidak
ditentukan oleh variable lain) dan variable
dari
(variable
yang
ditentukan
oleh
Data Data, menurut Ahimsa-Putra (2009:
12),
merupakan
informasi
variable lain), variable berpengaruh
“yang relevan, yang berkaitan secara
dan
serta
logis dengan masalah yang ingin
variable kuantitatif (fakta-fakta yang
dijawab atau masalah penelitian, dan
dikuantifikasi) dan variable kualitatif
dengan kerangka teori atau paradigma
variable
dipengaruhi,
yang
digunakan
untuk
menjawab
sering
dirujuk
masalah tersebut”. Mengingat bahwa
analisisnya,
salah
penciutan,
satu
masalah
yang
diteliti
Bluestone
ialah dan
dalam
penambahan,
penghapusan
lain;
dengan teori Bluestone ialah apa saja
misalnya, kalau tokoh Si A dihapus
penambahan,
dan
dari cerita film, maka dialog tokoh
penghapusan kunci yang terjadi saat
Si A yang dibutuhkan secara naratif
cerita novel difilmkan, dan bahwa
akan turun ke tokoh lain, seperti
jawaban
tersebut
misalnya Si B atau Si C. Jenis data
untuk
pelengkap terakhir untuk memecahkan
penciutan,
atas
pertanyaan
kemudian
digunakan
menemukan mengapa penambahan,
masalah
ini,
yang
penciutan, dan penghapusan tersebut
digunakan Bluestone, ialah faktor-
terjadi, maka satuan data yang paling
faktor
mendasar dalam penelitian Bluestone
mempengaruhi
adalah setiap penambahan, penciutan,
penciutan, dan penghapusan, seperti
dan penghapusan yang terjadi saat
selera audiens dan tuntutan sensor.
cerita novel difilmkan; ia bukanlah
Data
satuan bahasa seperti kata, kalimat,
adalah data kualitatif.
sosial
yang
lebih
yang
jarang
mungkin penambahan,
diutamakan
Bluestone
atau paragraph, melainkan satuan
Meskipun segala perubahan
naratif seperti tokoh, watak tokoh,
yang terjadi dalam proses ekranisasi
peristiwa, atau dialog.
dicatat, yang digunakan dalam analisis
Sementara, ada sejumlah jenis
oleh Bluestone (dan, karena itu, yang
data pelengkap yang dapat digunakan
bersifat
untuk memecahkan masalah penelitian
penambahan,
kedua, yaitu mengapa penambahan,
penghapusan yang mengimplikasikan
penciutan, dan penghapusan terjadi.
penambahan,
Yang pertama, dan yang paling sering
penghapusan lain atau yang memiliki
diangkat
sendiri,
implikasi tertentu. Dalam analisisnya,
adalah perbedaan media antara film
Bluestone tidak sekedar menulis daftar
dan novel: tuntutan waktu, framing,
penambahan,
ekonomi,
dalam
penghapusan, melainkan menjelaskan
dan
sejumlah perubahan yang memiliki
oleh
Bluestone
keterbatasan
menyampaikan
pikiran,
sebagainya. Data lain, yang juga
implikasi.
signifikan)
adalah
setiap
penciutan,
penciutan,
penciutan,
Misalnya,
ketika
dan
dan
dan
ia
membahas film Wuthering Heights,
mengenai apa yang disampaikan ke
Bluestone mulai dengan menyebut
audiens. Namun, yang paling sering
bahwa separuh novel Emily Brontë
digunakan
tersebut dihilangkan oleh pembuat
pembahasannya hanyalah novel dan
film. Ia tidak mencatat setiap dialog
film;
atau adegan yang ikut dihilangkan,
sebagai sumber data apabila ada
melainkan
perbedaan
melihat
apa
yang
dihilangkan sebagai satu kesatuan. Ia
tersebut,
hanya
yang
digunakan
signifikan
antara
Data
mengenai
sebabnya
lain
terjadi perubahan sedemikian rupa
bahwa cerita harus berakhir sebelum
dapat berasal dari berbagai sumber.
masuk generasi tokoh ketiga (Hareton
Sumber
dan Cathy) dan karena itu tokoh
mengenai
Hareton
ikut
digunakan sebagai sumber informasi
penghapusan
mengenai (antara lain) sensor, resepsi
separuh novel ini memiliki implikasi
masyarakat terhadap film, dan resepsi
naratif, maka ia dianggap signifikan.
kritikus
dan
difilmkan.
antara
skenario
dalam
skenario dan film yang dirilis.
kemudian menjelaskan implikasi dari penghapusan
Bluestone
Cathy
Karena
tidak
sekunder,
misalnya
sejarah
terhadap
buku
perfilman,
film.
Informasi
mengenai motif penulis skenario dan Sumber Data Dalam
sutradara bukunya,
Bluestone
melakukan
penambahan,
atau
penciutan, penghapusan
menyatakan bahwa ada tiga sumber
diperoleh dari penulis skenario dan
data utama, yaitu novel, skenario, dan
sutradara
film.
pengarang
Dengan
tersebut.
demikian,
adanya
penciutan,
atau
didasarkan karyanya juga bersumber
penghapusan dalam teks novel dapat
pada pengarang tersebut, meskipun
dilacak
informasi ini tidak menjadi data
penambahan,
dengan
menawarkan
baik:
informasi
novel mengenai
mengenai
Pendapat film
yang
pokok.
dasar cerita yang difilmkan, skenario menawarkan informasi mengenai apa yang semulanya direncanakan oleh sutradara,
sementara
film
Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan
data
yang
adalah cara yang digunakan peneliti
akhirnya dirilis menawarkan informasi
untuk mengumpulkan informasi “yang
relevan” untuk memecahkan masalah
terjadi perubahan sedemikian rupa
penelitian. Untuk data yang berkaitan
dilakukan
dengan
beberapa
dengan penambahan, penciutan, dan
Sebagian
besar
datanya
penghapusan yang terjadi ketika cerita
dihasilkan
dari
novel difilmkan, Bluestone sebenarnya
misalnya asumsi bahwa perubahan
sangat
eksplisit
tertentu akan menuntut terjadinya
teknik
yang
mengungkapkan
dan
justru rasio,
ia
perubahan lain lagi, atau asumsi
yang
digunakan
bahwa durasi film lebih terbatas
cerita,
membaca
daripada durasi novel, sehingga ada
skenario yang dihasilkan dari cerita
yang harus dihilangkan. Selain itu,
tersebut, dan menonton film yang
yang paling pokok ialah dengan
sudah
proses
penelitian pustaka, yaitu membaca
Bluestone kemudian
buku yang berkaitan dengan sebab-
membaca sebagai
digunakannya:
teori
cara.
novel sumber
mengalami
penyuntingan.
melakukan perbandingan:
sebab yang dimungkinkan; Bluestone
“Passages in the book
merujuk sejumlah tulisan, misalnya
which in no way appear on
disertasi Lester Asheim yang berjudul
the screen were deleted;
“From
descriptive scenes which
menjelaskan
show up in the film were
mungkin
bracketed. Dialogue which
ekranisasi. Ia menggunakan teknik
was carried over into the
wawancara
film
informasi mengenai motif penulis
was
underlined,
Book
to
Film”,
konteks
sosial
mempengaruhi
untuk
yang proses
memperoleh
added characters noted in
skenario
the margin, and so on
melakukan perubahan, serta untuk
(Bluestone, 1957: xi).”
mengetahui pendapat pengarang novel
Dengan
melakukan
ini,
mengenai
dan
untuk
film
sutradara
yang
untuk
didasarkan
Bluestone beranggapan bahwa ia dapat
karyanya serta maksud pengarang
menghasilkan
ketika menulis novel; hal ini dapat
penambahan,
catatan
mengenai
penciutan,
dan
membantu mencari implikasi dari
penghapusan yang akurat dan objektif.
perubahan naratif yang terjadi ketika
Pengumpulan
data
yang
berkaitan dengan alasan mengapa
cerita novel difilmkan.
Teknik Analisis
dikelompokkan
Teknik “cara
analisis
untuk
merupakan
memilah-milah,
mengelompokkan
data
…
perubahan;
berdasarkan
ia
melihat
jenis apakah
perubahan itu berbentuk penambahan
agar
ke cerita novel, penciutan dari cerita
kemudian dapat ditetapkan relasi-
novel, atau penghapusan dari cerita
relasi tertentu antara kategori data
novel. Dari hasil kategorisasi ini,
yang satu dengan data yang lain”
dapat diketahui apa saja penambahan,
(Ahimsa-Putra, 2009: 15). Ini harus
penciutan, dan penghapusan yang
dibedakan dari penelitian; apabila
terjadi
penelitian
untuk
Penentuan kategori ini memungkinkan
menemukan data, analisis bertugas
rasio penambahan, penciutan, dan
untuk menemukan hubungan antara
penghapusan dalam proses ekranisasi
data yang satu dengan data yang lain.
dilihat (seandainya dianggap perlu). Ia
Faruk (2012: 25) menyebutkan bahwa
juga
hubungan antar-data ini dapat bersifat
perubahan dari kategori tertentu untuk
(antara
menemukan
hanya
lain)
hubungan
dimaksud
hubungan
fungsional,
genetik, hubungan
dalam
proses
memungkinkan
data
ekranisasi.
dibandingkan
yang
paling
signifikan di antara sekian banyak
disposisional, hubungan intensional,
perubahan yang terjadi.
hubungan kausal, dan sebagainya.
Setelah
kategorisasi
Hubungan antar-data yang ditemukan
dilakukan,
inilah yang kemudian merupakan hasil
analisisnya dengan mencari hubungan
analisis,
membuahkan
kausal antara data yang satu dan data
yang
dapat
(atau data pelengkap) yang lain.
merupakan “pengetahuan mengenai
Hubungan kausal ini dicari dengan
aturan
yang
pengetahuan
atau
ilmiah
Bluestone
ini
melanjutkan
mekanisme
yang
logika dan rasio, berdasarkan satu
keadaan
dan
asumsi dasar: sebagaimana sudah
terjadinya peristiwa-peristiwa empirik
dinyatakan di atas, penyebab utama
yang menjadi sumber data”.
untuk perubahan adalah perbedaan
memungkinkan
Dalam teori Bluestone, data
media antara novel dan film, baik
terutama dikategorikan berdasarkan
perbedaan fisik maupun perbedaan
jenisnya. Data primer, yaitu perubahan
konseptual (pencipta, audiens, tata
yang terjadi dalam proses ekranisasi,
bahasa, metafora, dan sebagainya).
Karena itu, yang menjadi titik mula
Teori
Bluestone,
untuk pencarian hubungan kausal
berdasarkan
adalah perbedaan media itu serta
monism dan epistemologi positif yang
perubahan lain yang terjadi dalam
mengandalkan pengetahuan empiris
proses ekranisasi. Kalau perubahan
dan rasionalis, menekankan bahwa
tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan
selalu
media
(penambahan,
antara
novel
dan
film,
ontologi
yang
akan
anomalous
terjadi
perubahan
penciutan,
dan
implikasinya, atau perubahan lain
penghapusan) ketika sebuah novel
yang terjadi dalam proses ekranisasi,
mengalami proses ekranisasi. Hal ini
baru dicari penyebab lain.
terjadi karena perbedaan teknis antara media novel dan film: karena novel merupakan
Kesimpulan
media
pikiran
yang
Buku George Bluestone yang
dibangun melalui bahasa, sementara
berjudul Novels into Film sudah
film dipahami sebagai media visual
menjadi “seminal work of film theory”
yang dibangun melalui film sebagai
selama hampir 60 tahun. Dalam waktu
objek fisik, dua media itu tidak
itu,
ekranisasi
memiliki
kali
dan
audiens, ataupun pencipta yang sama.
mempengaruhi sejumlah teori lain.
Metaforanya berbeda. Tata bahasanya
Karena itu, meskipun teori tersebut
berbeda. Novel dapat mengungkapkan
sudah lama dirumuskan, ia sebenarnya
pikiran yang tidak dapat diungkapkan
masih
film, dan lebih mampu menunjukkan
teorinya
sudah
mengenai
dirujuk
dapat
ratusan
digunakan
dalam
konvensi,
penelitian mengenai proses ekranisasi.
mengalirnya waktu pula.
Hal ini menjadi semakin penting
Terjadinya
mengingat
maraknya
tindakan
dapat
dihindari;
kemampuan,
perubahan bahkan
tidak
maksud
ekranisasi serta penelitian mengenai
individual pengarang dapat berubah
ekranisasi
dalam
dalam ekranisasi. Karena itu, melalui
beberapa tahun terakhir. Karena itu,
teorinya Bluestone berupaya untuk
dalam tulisan ini telah dirumuskan
mencari
implikasi
teori
tersebut, sebabnya, serta implikasinya.
Bluestone, supaya teori tersebut lebih
Penelitian yang menggunakan teori
muda diterapkan dalam penelitian.
Bluestone
yang
dilakukan
metodologis
dari
perubahan-perubahan
akan
berusaha
untuk
membuktikan hipotesis bahwa “Dalam
yang
proses ekranisasi, ada penambahan,
perubahan yang berpengaruh pada
penciutan, dan penghapusan tertentu
cerita; data pelengkap seperti konteks
yang terjadi karena sebab tertentu dan
sosial digunakan untuk mendukung
dengan implikasi tertentu”, dengan
analisis dari data utama. Data ini
menggunakan
dikumpulkan dari novel, skenario film,
(yang
variable
merupakan
berpengaruh),
serta
perubahan
variable sebab
bebas dan
dan
dapat
film
perbandingan,
dipahami
sebagai
dengan
metode
kemudian
dianalisis
implikasi (yang merupakan variable
dengan cara mengkategorikan data dan
terikat). Satuan data dalam teori
menghubungkannya secara kausal.
adalah perubahan yang signifikan,
Daftar Pustaka Afri, Putri Nadia, Nurizzati Nurizzati, dan Muhammad Ismail Nasution. 2014. “Transformasi Novel ke Film Bidadari-Bidadari Surga: Kajian Ekranisasi”. Jurnal Bahasa dan Sastra. 2:3. Hal 13–26. Ahimsa-Putra, Heddy Shri. “Paradigma Ilmu Sosial-Budaya: Sebuah Pandangan”. Makalah disampaikan pada tanggal 7 Desember 2009 di Universitas Pendidikan Indonesia. Diunduh dari http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDO NESIA/197911162008012AFI_FADLILAH/MHand_out_Met.Pen.Ling_Paradigma_Penelitian_Ilmu_Hu maniora.pdf pada tanggal 9 Oktober 2015. Andrew, Dudley. 1984. Concepts in Film Theory. Oxford: Oxford University Press. Audi, Robert. 2005. Epistemology: A Contemporary Introduction to the Theory of Knowledge. London: Taylor & Francis e-Library. Bane, Charles. 2006. “Viewing Novels, Reading Films: Stanley Kubrick and the Art of Adaptation As Interpretation”. Disertasi. Louisiana State University. Blackburn, Simon. 1994. The Oxford Dictionary of Philosophy. Oxford: Oxford University Press. Bluestone, George. 1957. Novels into Film. Berkeley: University of California Press. Eneste, Pamusuk. 1978. “Ekranisasi: Kasus Anak Perawan di Sarang Penyamun, Salah Asuhan, dan Atheis”. Tifa Sastra. VII:38–39. Hal. 17–20. . 1991. Novel dan Film. Ende: Nusa Indah. Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Geraghty, Christine. 2008. Now a Major Motion Picture: Film Adaptations of Literature and Drama. Lanham: Rowman & Littlefield Publishers. Google. 2015. “Novels into Film”. Google Scholar. Diunduh dari https://scholar.google.ca/scholar?hl=en&q=%22Novels+into+Film%22&btnG = pada tanggal 25 November 2015. Isnaniah, Siti. 2015. “Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film”. Kawistara 5:1. Hal. 23–35.
Johns Hopkins University Press (JHUP). 2015. “Novels into Film”. Johns Hopkins University Press. Diunduh dari https://jhupbooks.press.jhu.edu/content/novelsfilm pada tanggal 25 November 2015. Leitch, Thomas. “Twelve Fallacies in Contemporary Adaptation Theory”. Criticism. 45:2, 149–171. Madsen, Roy Paul. 1973. The Impact of Film: How Ideas are Communicated through Cinema and Television. New York: Macmillan. Vicaka, Inese. 2014. McCarthy and the Coens: The Novel versus the Film No Country for Old Men: The Moral Framework of the Novel and the Film. Hamburg: Anchor. Wellek, René, and Austin Warren. 1949. Theory of Literature. New York: Harcourt, Brace, and Company. Woodrich, Christopher. 2013. "Ekranisasi: Adapting Novels to the Silver Screen in Indonesia." Makalah disampaikan di International Indonesia Forum, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 22 Agustus. . 2015. Ekranisasi Awal: Adapting Films to the Silver Screen in the Dutch East Indies. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. WorldCat. 2015. “Novels into Film”. WorldCat. Diunduh dari http://www.worldcat.org/title/novels-intofilm/oclc/330684/editions?editionsView=true&referer=br pada tanggal 25 November 2015. Yalowitz, Steven. 2012. “Anomalous Monism”. Stanford Encyclopedia of Philosophy. Diunduh dari http://plato.stanford.edu/entries/anomalous-monism/ pada tanggal 5 Desember 2015.