IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI TINJAU DARI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN (Studi Kasus di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo) Rudi Prihantoro Mahasiswa Program Magister Hukum Fakultas Hukum UNS e-mail :
[email protected] M. Madalina, SH., M.Hum. Dosen Fakultas Hukum UNS e-mail :
[email protected] Abstract for public interest that could give law protection for the right-to-land holder, the implementation of Law Number 2 of 2012 about Land Procurement for Development for Public Interest viewed from Development Number 2 of 2012 about Land Procurement for Development.The result of research on the procedure of land procurement for the implementation of development for public interest that could give law protection to the right-to-land holder included Planning, Preparation encompassing the information of development plan, preliminary registration of development plan location, consultation public concerning of Holding, Ownership, Use, and Land Utilization, Reimbursement Assessment, Discussion to Establish Reimbursement Assessment, Compensation Giving, and Land Procurement Result Giving. The problem 2012 about land Procurement for Development for Public Interest viewed from Developmental Legal Theory included: pros and cons within the society about the land procurement keeping still existing and Keywords: Public Interest, Land Procurement, Development Law.
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tata cara pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah, Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan serta Permasalahan yang dihadapi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Wonosobo dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan. Hasil penelitian Tata cara Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang dapat memberikan Perlindungan Hukum bagi Pemegang Hak Atas Tanah meliputi tahapan yaitu Perencanaan, Persiapan meliputi pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan, Konsultasi publik rencana pembangunan serta Pelaksanaan Pengadaan Tanah meliputi Inventarisasi dan Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian, Pemberian Ganti Kerugian serta Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah. Permasalahan yang dihadapi Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Wonosobo dalam Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan antara lain: Prokontra masyarakat dalam pengadaan tanah tetap ada serta sulitnya menentukan harga setempat sesuai dengan lokasi. Kata Kunci: Kepentingan Umum, Pengadaan Tanah, Hukum Pembangunan.
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Implementasi Undang-Undang ....
99
A. Pendahuluan Pembangunan nasional untuk kepentingan umum seperti ini diperlukan lahan yang luas dan pemiliknya sangat banyak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tanah tersebut dilakukan pem bebasan tanah yan g pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah nasional 1 . Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat 2. Hak menguasai negara tersebut, memberikan wewenang kepaa negara, diantaranya untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa3. Pembentuk Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa hukum tanah yang dibangun itu harus didasarkan pada nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia sendiri, yaitu hukum adat, secara teoretik, hukum tanah yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat 4, dan pencabutan hak atas tanah oleh negara untuk kepentingan umum harus dilakukan dengan pemberian ganti rugi yang layak dan sebaiknya harus diperoleh melalui musyawarah, maka pengambilan hak atas tanah untuk kepentingan umum, seharusnya akan diterima dan dipatuhi oleh masyarakat, 5 sehingga sengketa akan relatif jarang terjadi. Akan tetapi kenyataannya, pengadaan tanah untuk kepentingan umum, ternyata banyak menimbulkan sengketa 6, antara pemerintah dengan pemilik tanah baik sebagai perseorangan maupun badan hukum yang terkena proyek pembebasan tanah. Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia, yaitu karena kehidupan
1 2 3 4 5
6
manusia sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas tanah (bermukim) dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah. Manusia akan hidup senang serba kecukupan kalau mereka dapat menggunakan tanah yang dimilikinya sesuai dengan hukum alam yang berlaku, dan manusia akan dapat hidup tenteram dan damai kalau mereka dapat menggunakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan batas-batas tertentu dalam hukum yang berlaku untuk mengatur kehidupan manusia itu dalam masyarakat. Tanah dipergunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara lahir, batin, dan merata, di sisi lain perlu dijaga kelestariaannya. Tanah merupakan karunia Tuhan yang dapat digunakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat bangsa Indonesia, maka perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya ditulis UndangUndang Dasar 1945) yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat “. Dari bunyi Pasal tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan bumi (tanah), air dan kekayaan alam yang terkandung didalam harus dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 merupakan suatu penjabaran dari Pancasila, maka dengan sendirinya kesejahteraan yang dimaksud adalah kesejahteraan lahir batin, adil, dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Melihat materi dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 di atas maka tujuan negara di sini merupakan tujuan dari negara Republik Indonesia yang bersifat mendasar dan abadi, juga bersifat
Penjelasan Umum Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 33 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Pasal 3 ayat (2) huruf a. Freiderich Carl Von Savigny, menyatakan bahwa hukum itu bukan hanya dikeluarkan oleh penguasa publik dalam bentuk perundang, namun hukum adalah jiwa bangsa (volgeist). Satjipto Rahardjo, “Membedah Hukum Progresif”, Jakarta, Kompas Media Nusantara, 2006, hlm. 164. Harbermas mengatakan bahwa validitas hukum ditentukan oleh konsensus yang dibuat oleh elemen-elemen masyarakat. ia tidak melihat nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi acuan validitas hukum itu sebagai nilai- nilai obyektif, karena itu, maka nilai-nilai itu harus ditemukan melalui concencus bersama, Rezaa A.A Wattimena, Melampaoi Negara hukum Klasik, Locke Rausseau Harbermas, Yogyakarta: Kanisius, 2007, hlm. xvi-xvii. Darwin Ginting, Kapita Selekta Hukum Agraria, Jakarta: Fokussindo Mandiri, 2013, hlm. 122
100 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Implementasi Undang-Undang ....
7 . Dengan demikian, antara dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Artinya, dikuasainya bumi (tanah), air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya oleh negara, semata-mata dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan elit tertentu dari instansi pemerintah yang memerlukan tanah tersebut.8
Sebagai implementasi dari Pasal 33 ayat (3) Undang-UndangDasar 1945, pada tanggal 24 September 1960 pemerintah mengundangkan Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria yang termuat dalam Lembaran Negara No. 104 tahun 1960. Menurut hukum adat, manusia dengan tanah mempunyai hubungan magis religius selain hubungan hukum. Hubungan itu tidak hanya antara individu dengan tanah tetapi juga antar kelompok anggota masyarakat suatu persekutuan hukum adat (Rechtgemeenschap) di dalam hubungan dengan hak ulayat9.Di satu sisi tanah dipergunakan dan dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara lahir, batin, dan merata, di sisi lain perlu dijaga kelestariaannya. Tanah merupakan karunia Tuhan yang dapat digunakan untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat bangsa Indonesia, maka perlu adanya campur tangan pemerintah untuk mewujudkan hal tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya ditulis UUD 1945) yang berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat“. Dari bunyi Pasal tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan bumi (tanah), air dan kekayaan alam yang terkandung didalam harus dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya ditulis UUPA) menegaskan, bahwa kewenangan negara terkait hak menguasai tanah dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah: 1. M e n g a t u r d a n m e n y e l e n g g a r a k a n peruntukan, penggunaan, persediaan atau pemeliharaannya; 2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas bagian (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu; dan 3. Menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa, segala sesuatunya dengan tujuan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam masyarakat adil dan makmur. Menurut Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 Juncto Pasal 2 ayat (3) Juncto Pasal 6 UUPA, maka terkait hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, negara perlu melakukan berbagai ragam kebijakan dan kegiatan yang memerlukan berbagai macam ketrampilan dan keahlian, termasuk mengatur penggunan tanah bagi kepentingan umum dalam pengadaan tanah untuk pembangunan, di mana tujuan utamanya tetap harus untuk kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Sebagaimana dalam Pasal 18 UUPA dinyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-Undang. Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah yang membutuhkan tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam pelaksanaanya h a r u s m e m p e rt i mb a n g k a n b a n y a k h a l . Argumentasinya, menurut Imam Koeswahyono yang mengutip pendapat Soemarjono dan Oloan Sitorus, bahwa pengadaan tanah harus berdasarkan atau mencangkup prinsip10 : 1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus ada landasan haknya;
7 8
Mohammad Hatta, Hukum Tanah Nasional dalam Perspektif Negara Kesatuan. Media Abadi. Yogyakarta, 2005, hlm.1 Achmad Rubaeie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk KepentinganUmum , Bayumedia Publishing, Malang, 2007, hlm. 2 9 Ibid, hlm.40 10 Imam Koeswahyono, Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah untuk KepentinganPembangunan Bagi Umum”, dimuat dalam Artikel Jurnal Konstitusi. Vol.1 Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2008. hlm. 5
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Implementasi Undang-Undang ....
101
2.
3.
4.
Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa (ini kaitannya dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Juncto Pasal 1 dan 2 UUPA); Cara untuk memperoleh tanah yang sudah dimiki haknya oleh seseorang atau badan hukum harus melalui kata sepakat antar pihak yang bersangkutan (kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia ( selanjutnya ditulis UU HAM));dan Dalam keadaan yang memaksa artinya jalan lain yang ditempuh gagal, maka presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan hak tanpa persetujuan subyek hak menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (selanjutnya ditulis UU No. 20 Tahun 1961).
Pemilikan tanah oleh individu sebagaimana diuraikan dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA sewaktuwaktu dapat digugurkan karena berhadapan dengan pembangunan bagi kepentingan umum. Adapun di lain pihak sebagian dari masyarakat memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencahariannya. Bilamana hal tersebut diambil begitu saja dan dipergunakan untuk keperluan pembangunan, maka dapat berdampak mengesampingkan kepentingan perseorangan yang dikhawatirkan akan menghilangkan hak perseorangan untuk hidup secara layak. Secara tegas Hak Milik telah mendapatkan perlindungan yang kuat dalam pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945, dinyatakan “Setiap orang berhak mempunyai milik pribadi dan Hak Milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun”. Pasal 36 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Hak Asasi Manausia, menyatakan: “(1) Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum. (2) Tidak seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang dan secara melawan hukum”. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diadakan oleh Pemerintah, apabila melalui pembebasan tanah tidak bisa tercapai maka melalui pencabutan hak milik. Hal demikian diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 20 Tahun
1961, menyatakan bahwa: “Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya”. Terkait dengan pelaksanaan pencabutan hak atas tanah, terkadang organ Pemerintah melakukan perbuatan yang melanggar hukum (onrechmatige overheidsdaad) publik, seperti dalam hal pelaksanaan pencabutan Hak Milik. Pelanggaran hukum tersebut seperti dalam hal11: 1. Penetapan ganti rugi oleh panitia penaksir telah ditetapkan dengan tidak mengindahkan dasar-dasar pertimbangan yang layak, sehingga dirasa sangat mustahil untuk diterima oleh yang bersangkutan;dan/atau 2. Daerah penampungan yang dit unjuk Pemerintah ternyata tidak memenuhi persyaratan hidup untuk dihuni berhubung tiada sumber air atau air yang terdapat di daerah itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena adanya pencemaran lingkungan. Apabila kita ikuti kasus-kasus seputar pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang kebanyakan pemicunya terkait dengan pemberian ganti rugi, baik dalam bentuk, pelaksanaan pembayarannya maupun besarnya ganti rugi. Pembayarannya terkadang tidak langsung tunai dan diundur-undur dan besarnya ganti rugi tidak ganti rugi baik mengenai bentuk maupun besarnya harus ditetapkan berdasarkan musyawarah antara kedua belah pihak yang mempunyai kedudukan sama dan sederajad, sehingga antara pihak pemerintah dengan pemegang hak atas tanah terjadi keseimbangan. Dengan demikian kebijakan pemerintah, akan berjalan dengan baik karena mendapat dukungan dari masyarakat, termasuk dalam hal pengadaan tanah untuk pembangunan. Kebijakan pemeriantah yang dilakukan dalam waktu ke waktu tentunya mengalami perkembangan, yang pada intinya bertujuan demi perbaikan. Pemerintah tidak akan mengeluarkan kebijakan yang tentunya tidak sesuai harapan. Seperti yang disampaikan oleh Owen Hughes dalam Pan S. Kim.12
11
Marmin M.Roosadijo. Tinjauan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Ghalia Indonesia, Jakarta,1979, hlm. 31 12 Pan S. Kim, Civil Service reform in Japan and Korea toward Competitiveness and competency, International Rteview of Administrative Science. Vo. 68
102 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Implementasi Undang-Undang ....
“ S u m m a r i z e d f o r t h i s g r o u p : “ Th e administrative paradigma in is terminal stages and unlikely to be revbuved...(It is being replaced by) a new paradigm of public management which pust forward a different relationship betwen government, the public service aand the public”. (Paradigma administrasi berada pada tahap akhir dan tidak mungkin dibangkitkan kembali... (hal ini digantikan oleh) sebuah paradigma baru tentang manajemen pemerintah yang mengusulkan suatu hubungan yang berbeda antara pemerintah, pelayanan masyarakat dan masyarakat). Pengad aan tan ah b agi pela ksan aan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah harus memperhatikan peran tanah dalam kehidupan manusia dan dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah. Pemerintah tidak boleh mengambil atau mencabut hak atas tanah sewenang-wenang dengan berdalih untuk kepentingan umum tanpa mempertimbangkan prinsip penghormatan hak atas tanah. Termasuk pengadaan tanah untuk kepentinganm umum yang terjadi di Wilayah Hukum Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo yaitu pengadaan tanah untuk sarana pendidikan yang dipergunakan untuk pendirian Kampus yang memerlukan lahan seluas 90 hektar. Penelitian ini mengkaji tentang Prosedur dan Implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan. B. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten13. Penelitian ini termasuk penelitian termasuk jenis penelitian hukum sosiologis atau non doktrinal. Konsep hukum yang digunakan adalah konsep hukum yang ke-5, yaitu hukum yang ada dalam benak manusia. Penelitian ini menggunakan jenis data Primer dan data Sekunder dengan menggunakan sumber data Primer dan Sumber data Sekunder berupa berupa bahan hukum Primer, Sekunder maupun
Tertier. Cara Pencarian data dengan studi pustaka dan wawancara Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif yaitu model analaisis data yang dilaksanakan dengan menggunakan tiga tahap/komponen berupa reduksi data, sajian data serta penarikan kesimpulan/ verivikasi dalam suatu proses siklus antara tahaptahap tersebut sehingga data terkumpul akan berhubungan satu dengan lainnya secara oromatis14. C. Hasil dan Pembahasan 1.
P r os e d u r P e ng a d a a n Ta n a h Ba gi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan. Prosedur pengadaan tanah yang ada pada Undang-Undang ini adalah hanya untuk pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hal tersebut sudah disebutkan secara limitatif dalam Undang-Undang ini. Diluar dari yang disebutkan oleh Undang-Undang ini tidak dapat dilaksanakan menurut Undang-Undang ini, namun dilaksanakan menurut peraturan perundang-undangan lainnya. P el a k s an a a n Pe n g a d a a n Ta n a h Untuk Kepentingan Umum di Kabupaten Wonosobo diketuai oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten yang diangkat oleh Kepala Kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa tengah dengan mempertimbangkan efisiensi, efektifitas, Kepala Kantor pertanahan Kabupaten sebagai ketua Pelaksana Pengadaan Tanah betugas melaksanakan tahapan pelaksanaan pengadaan tanah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan: 1) Und ang-U ndang Nom or 2 Tah un 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; 2) Peraturan Presiden Republik Indonesia N o m o r 7 1 Ta h u n 2 0 1 2 t e n t a n g Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; 3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah;
13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 42 14 HB. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press, 2002, HLM. 86
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Implementasi Undang-Undang ....
103
4) Dokumen pengadaan tanah berdasarkan kepada keputusan Gubernur Jawa tengah tentang penetapan lokasi pengadaan tanah untuk pembangunan; 5) Ketentuan lain yang terkait dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dokumen tanahapan pelaksanaan pengadaan tanah dalam pembangunan Kampus di Kabupaten Wonosobo antara lain meliputi : a. Penyiapan pelaksanaan; c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Penetapan penilai; Musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian; Pemberian ganti kerugian; Pemberian ganti kerugian dalam keadaan khusus; Penitipan ganti kerugian; Pelepasan obyek pengadaan tanah; Pemutusan hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan objek pengadaan tanah; Pendokumentasi peta bidang, daftar nominative dan data administrasi pengadaan tanah; dan Penyerahan hasil pengadaan tanah.
Pelaksanaan pengadaan tanah di Kabupaten Wonosobo saat ini terhadap program pengadaan tanah yang sedang berjalan atau belum selesai setelah lahirnya Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 masih menggunakan aturan lama yaituPerpres No. 36 Tahun 2005 jo Perpres No. 65 Tahun 2006 jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 2007, yang berlaku sampai tahun 2014, tapi bagi program pengadaan tanah yang dibuat sejak Januari 2012 telah menggunakan ketentuan baru. Tahapan dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui 4 tahapan, yaitu: a. Perencanaan b. Persiapan c. Pelaksanaan d. Penyerahan hasil (vide Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil wawancara selama penelitian yang dilakukaan dengan Santosa, SH. MKn selaku Kepala 104 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo pada tanggal 6 Januari 2015. Pada intinya Perencanaan Pengadaan Tanah Perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum didasarkan atas rencana tata ruang wilayah dan prioritaspembangunan yang tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah, rencana strategis, rencana kerja pemerintah instansi yang bersangkutan (vide Pasal 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Perencanaan tersebut disusun dalam bentuk dokumen perencanaan pengadaan tanah yang paling sedikit memuat: a. M a k s u d d a n t u j u a n r e n c a n a pembangunan b. Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana pembangunan nasional dan daerah. c. Letak tanah d. Luas tanah yang dibutuhkan e. Gambaran umum status tanah f. P e r k i r a a a n w a k t u p e l a k s a n a a n pengadaan tanah g. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan h. Perkiraaan nilai tanah i. Rencana penganggaran Penyusunan dokumen perencanaan pengadaan tanah dapat dilakukan secara bersamasama oleh instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi teknis terkait atau dapat dibantu oleh lembaga professional yang ditunjuk oleh instansi yang memerlukan tanah. Dokumen perencanaan pengadaan tanah disusun berdasarkan studi kelayakan yang ditetapkan oleh instansi yang memerlukan tanah dan mencakup: diserahkan kepada pemerintah provinsi. Studi kelayakan : a. Survey sosial ekonomi b. Kelayakan lokasi c. Analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat d. Perkiraan nilai tanah e. Dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat dari pengadaan tanah dan pembangunan, dan f. Studi lain yang diperlukan (vide Pasal 15 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).
Implementasi Undang-Undang ....
Persiapan Pengadaan Tanah, Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan pengadaan tanah melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan dan konsultasi publik rencana pembangunan. (videPasal 16 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Pemberitahuan rencana pembangunan disampaikan kepadamasyarakat pada rencana lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, baik langsung (sosialisasi, tatapmuka atau surat pemberitahuan) maupun tidak langsung (melalui media cetak atau media elektronik). (vide Pasal 17 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Pe n da t a an a wa l l ok as i re nc an a pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Pendataan awal tersebut dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan konsultasi publik rencana pembangunan. (vide Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Konsultasi publik rencana pembangunan dilaksanakan untuk mendapatkan kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak. Dalam konsultasi publik, instansi yang memerlukan tanah menjelaskan anatara lain menegenai rencana pembangunan dan cara penghitungan ganti kerugian yang akan dilakukan oleh penilai. Konsultasi publik tersebut dilakukan dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat yang terkena dampak serta dilaksanakan di tempat rencana pembangunan kepentingan umum atau ditempat yang disepakati. Keterlibatan pihak yang berhak dapat dilakukan melalui perwakilan dengan surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan. Kesepakatan lokasi rencana pembangunan dari pihak yang berhak dituangkankedalam bentuk berita acara kesepakatan. atas dasar kesepakatan, instansi yang memerlukan tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada gubernur. Gubernur menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 hari terhitung sejak diterimanya pengajuan permohonan penetapan olehinstansi yang memerlukan tanah. (vide Pasal 19 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Dalam hal konsultasi ulang masih terdapat pihak yang keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan, instansi yang memerlukan tanah melaporkan keberatan dimaksud kepada gubernur setempat. Untuk menanggapi keberatan rencana lokasi pembangunan tersebut, Gubernur membentuk tim yang terdiri atas : a. Sekretaris Daerah Propinsi atau pejabat yang ditunjuk sebagai ketua merangkap anggota. b. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional sebagai sekretaris merangkap anggota. c. Instansi yang menangani urusan di bidang perencanaan pembangunan sebagai anggota. d. Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM sebagai anggota. e. Bupati/Walikota atau pejabat yang ditunjuk sebagai anggota. f. Akad em isi seba gai an ggo ta Tim yang dibentuk oleh gubernur tersebut mempunyai tugas menginventarisasi masalah yang menjadi keberatan dan dengan pihak yang keberatan, serta membuat rekomendasi diterima atau di tolaknya keberatan. Hasil dari kajian tim berupa rekomendasi diterima atau ditolaknya keberatan rencana lokasi pembangunan dalam waktu 14 hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan oleh gubernur. Gubernur dengan berdasar rekomendasi tersebut, mengeluarkan surat diterima atau ditolaknya keberatan atas rencana lokasi pembangunan. (vide Pasal 21 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Dalam hal gubernur mengeluarkan keputusan menolak keberatan atas rencana lokasi pembangunan maka gubernur menetapkan lokasi pembangunan. Sebaliknya apabila diterima, gubernur memberitahukan kepada instansi yang memerlukan tanah untuk mengajukan rencana lokasi pembangunan di tempat lain. (vide Pasal 22 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umumdiberikan dalam waktu diberikan dalam waktu 2 tahun dan dapat diperpanjang paling lama 1 tahun. Dalam hal jangka waktu penetapan lokasi tersebut tidak terpenuhi, penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan Implementasi Undang-Undang ....
105
proses ulang terhadap sisa tanah (tanah yang belum dilepaskan haknya dari pihak yang berhak sampai jangka waktu penetapan berakhir) yang belum selesai pengadaannya. Terhadap sisa tanah, apabila instansi yang memerlukan tanah tetap membutuhkan tanah tersebut, proses pengadaan tanah harus diajukan dari awal. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin keabsahan pengadaan tanah sisa. (vide Pasal 25 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Gubernur bersama dengan instansi yang memerlukan tanah mengumumkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini dimaksudkan untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di lokasi tersebut akan dilaksanakan pembanguna untuk kepentingan umum. (vide Pasal 26 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). P el a k s an a a n Pe n g a d a a n Ta n a h berdasarkan penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan pengadaan tanah kepada l embaga pert anahan. Pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah tersebut meliputi :
2) 3) 4) 5)
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penilaian ganti kerugian. Musyawarah penetapan ganti kerugian. Pemberian ganti kerugian. Pelepasan tanah instansi.
Setelah penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum, pihak yang berhak hanya dapat mengalihkan hak atas tanahnya kepada instansi yang memerlukan tanah melalui lembaga pertanahan. Beralihnya hak tersebut dilakukan dengan memberikan ganti kerugian yang nilainya ditetapkan saat nilai pengumuman penetapan lokasi. Yang dimaksud dengan nilai pengumuman penetapan lokasi ialah bahwa penilai dalam menentukan ganti kerugian didasarkan nilai objek pengadaan tanah pada tanggal pengumuman penetapan lokasi. (vide Pasal 27 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan t a na h i nv en t ar isa si da n i d en t if i ka si dilaksanakan untuk mengetahui pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah meliputi kegiatan : 106 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
a. b.
Pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah, dan Pengumpulan data pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah Inventarisasi penggunaan dan pemanfaatan tanah dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari kerja. (vide Pasal 28 UndangUndang No. 2 Tahun 2012).
Hasil inventarisasi dan identifikasi memuat daftar nominasi pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Pihak yang berhak meliputi nama, alamat, dan pekerjaan pihak yang menguasai/memiliki tanah. Objek pengadaan tanah meliputi letak, luas, status serta jenis pengguanaan dan pemanfaatan tanah. Hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan dan tempat pengadaan tanah dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari kerja. Hasil pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah wajib diumumkan secara bertahap, parsial atau keseluruhan meliputi subjek hak, luas, letak dan peta bidang tanah objek pengadaan tanah. (Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Penilaian Ganti K erugian, dalam hal ini lembaga pertanahan menetapkan penilai sesuai dengan ketentuan mengenai pengadaan barang/jasa instansi pemerintah dan mengumumkan penilai yang telah ditetapkan untuk melaksanakan penilaian objek pengadaan tanah. (vide Pasal 31 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi: Tanah, Ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/ atau Kerugian lain yang dapat dinilai (kerugian uang, misalnya kerugian karena kehilangan usaha atau pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi dan nilai atas properti sisa). (vide Pasal 33 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk : Uang, Tanah Pengganti, Permukiman kembali (Proses kegiatan penyediaan tanah pengganti kepada pihak yang berhak ke lokasi lain sesuai dengan kesepakatan dalam proses pengadaan Implementasi Undang-Undang ....
tanah), Kepemilikan saham (penyertaan saham dalam kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum terkait dan/atau pengelolaannya yang didasari kesepakatan antar pihak) serta bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak (vide Pasal 36 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Selain itu Lembaga pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 haru kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada lembaga pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian. Hasil kesepakatan dalam musyawarah tersebut, menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak dalam berita acara kesepakatan. (vide Pasal 37 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012).
1) 2)
3)
4)
Pada tahap akhirnya adalah Pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan oleh pemerintah. Pemantauan dan evaluasi hasil penyerahan pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang telah diperoleh dilakukan oleh lembaga pertanahan. (vide Pasal 51 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Hal tersebut diatas merupakan tata cara pengadaan Tanah Untuk Pembangunan demi kepentingan Umum berupa tempat Pendidikan (Kampus) di Kabupaten Wonosobo, tepatnya di desa Sidorejo, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo yang menghabiskan lahan seluas 90 Ha. 2.
b.
Sosialisasi merupakan upaya p en g en a la n ke pa d a m as ya ra ka t tentang kegiatan pengadaan tanah Pemerintah daerah untuk pembangunan Sarana Pendidikan di Kabupaten Wonosobo. Sosialisasi yang dilakuan dalam pengadaan tanah untuk sarana pendidikan di Kabupaten Wonosobo dengan cara :
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Sasaran sosialisasi pada kegiatan pengadaan tanah pemerintah Daerah untuk pembangunan Sarana Pendidikan di Ka bup at e n Won oso bo ad al ah masyarakat di Desa Sidorejo Kecamatan Selomarto. Kegiatan sosialisasi ini akan menimbulkan damapak terjadinya persepsi dan sikap masyarakat yang terpolarisasi di desa tersebut. Tentu ada sebagaian warga masyarakat yang sangat antusias terhadap kegiatan ini, sementara ada juga yang merasa khawatir. Pembebasan Lahan. Pembebasan lahan pada kegiatan pengadaan tanah pemerintah Daerah untuk pembangunan Sarana Pendidikan di Kabupaten Wonosobo digunakan untuk pembangunan kampus yang memerlukan lahan seluas 90.000 m 2 atau 9 Ha.
Implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ditinjau dari Teori Hukum Pembangunan. Dalam pengimplementasiannya UndangUndang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan ada beberapa tahapan, sebagaimana dalam ketentuan pengadaan tanah untuk pembangunan pada umumnya. Tahapan pengimplementasiannya dalah meliputi : a. Sosialisasi.
Pemasaangan papan pengumuman di lokasi calon kampus. Pemasangan pengumuman melalui spanduk, ditempatkan pada ruas jalan yang relatif banyak dilewati orang. Tatap muka langsung dengan masyarakat dengan cara mengumpulkan warga masyarakat, khususnya mereka yang lahannya dibutuhkan untuk pembangunan. Menginformsikan melalui perangkat desa untuk disampaikan kepada warga masyarakat.
c.
Pembebasan lahan ini tentunya juga selalu mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Masyarakat diberi pengertian serfta ganti rugi sesuai dengan kesepakatan serta ketentuan yang berlaku. Pemasangan Patok Bat as Lokasi Kampus. Luas lahan yang dibebaskan untuk pembangunan kampus Sarana Pendidikan di Kabupaten Wonosobo mencapai 9 Ha. Pada lahan peruntukan kampus ini perlu dibuat batas lokasi dengan lahan milik pihak lain. Dengan membuat pagar keliling di samping dengan membuat patok batas lokasi kampus.
Implementasi Undang-Undang ....
107
d.
Pengaturan Pemanfaatan Lahan. Lahan peruntukan pembangunan sa ra na p en d id ka n d i Won o sob o mencapai 9 Ha. Lahan seluas itu tidak serta merta dibangun kampus sekaligus, sehingga masih tersisa lahan yang belum dibangun. Agar terhindar dari lahana tidur, lahan tersebut tetap digarap dengan model kemitraan yaitu melibatkan petani di sekitar lokasi kampus.
Pada prinsipnya pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Dalam UndangUndang ini pengadaan tanah adalah untuk kepentingan Umum, artinya menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum pihak yang berhak. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh Pemerintah. Pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah pemberian ganti kerugian yang layak dan adil atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tanah yang selanjutnya dibangun sesuatu untuk kepentingan umum akan menjadi milik Pemerintah/Pemerintah Daerah. Sehubungan dengan teori hukum pembangunan, bahwa hakikat pembangunan dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi segala segi dari kehidupan masyarakat dan tidak terbatas pada satu segi kehidupan. Masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan sehingga peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur. Perubahan yang teratur demikian dapat dibantu oleh perundang-undangan atau keputusan pengadilan atau bahkan kombinasi dari kedua-duanya, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum menjadi suatu alat yang tidak dapat diabaikan dalam proses pembangunan. Adapun masalah-masalah dalam suatu masyarakat yang sedang membangun yang harus diatur oleh hukum secara garis besar dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu : Pertama, masalah-masalah yang langsung mengenai kehidupan pribadi seseorang dan erat hubungannya dengan kehidupan budaya dan spiritual masyarakat, Kedua, masalah-masalah yang bertalian 108 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
dengan masyarakat dan kemajuan pada umumnya dikaitkan dengan faktor-faktor lain dalam masyarakat terutama faktor ekonomi, sosial dan kebudayaan, serta bertambah pentingnya peranan teknologi dalam kehidupan masyarakat modern. Jika dikaji secara substansial, maka teori hukum pembangunan merupakan hasil Law as a tool of social enginering yang di negara Barat yang dikenal sebagai aliran Pragmatig legal realism yang kemudian diubah menjadi hukum sebagai sarana pembangunan. Hukum sebagai sarana pembangunan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan disamping fungsi hukum untuk menjamin adanya kepastian dan ketertiban (order). Pengembangan teori hukum sebagai sarana pembangunan masyarakat di Indonesia memiliki jangkauan dan ruang lingkup yang lebih lebih luas jika dibandingkan dari tempat asalnya sendiri karena beberapa alasan, yaitu : Pertama, bahwa dalam proses pembaruan hukum di Indonesia lebih menonjolkan pada perundang-undangan walaupun yurisprudensi juga memegang peranan, berbeda dengan keadaan di Amerika dimana Teori Roscoe Pound ditujukan pada pembaruan dari keputusan-keputusan pengadilan khususya Supreme Court sebagai mahkamah tertinggi. Kedua, bahwa dalam pengembangan di Indonesia, masyarakat menolak pandangan aplikasi mechanistis yang teradapat pada konsepsi Law as a tool of social engineering yang digambarkan dengan kata tool yang akan mengakibatkan hasil yang tidak banyak berbeda dengan penerapan legisme dalam sejarah hukum yang dahulu pernah diterapkan oleh Hindia Belanda, namun masyarakat Indonesia lebih memaknai hukum sebagai sarana pembangunan serta dipengaruhi pula oleh Northrop dan pendekatan Policy oriented. Ketiga, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya telah menjalankan asas hukum sebagai alat pembaruan, sehingga pada hakikatnya konsepsi tersebut lahir dari masyarakat Indonesia sendiri berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan dipengaruhi faktor-faktor yang berakar dalam sejarah masyarakat bangsa Indonesia. Implementasi Undang-Undang ....
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran dari teori hukum pembangunan yang telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa teori hukum pembangunan didukung oleh Yunani hingga sekarang yaitu : hukum itu berlaku universal dan abadi, aliran hukum positif (Positivisme hukum) yang berarti hukum sebagai perintah penguasa, hukum itu tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama masyarakat (living law),hukum harus memberikan perlindungan bagi masyarakat golongan rendah serta hukum dapat mencerminkan nilai sosial budaya masyarakat dan mengadung sistem nilai. Namun ada hambatan-hambatan yang dihadapi teori hukum pembangunan adalah sebagai berikut : a. Sukarnya menentukan tujuan dari pembangungan hukum (pembaruan); b. Sedikitnya data empiris yang dapat digunakan untuk mengadakan suatu analisis dekriptif dan prediktif; c. Sukarnya mengadakan ukuran yang obyektif untuk mengukur berhasil/ tidaknya usaha pembaharuan hukum. Hal ini tentu relevan dengan pemikiran Mochtar Kusumaatmaja dengan Teori Hukum Pembangunan. Pokok-pokok pikiran Mochtar terkait dengan dari Teori Hukum Pembangunan dapat dikatakan bahwa dasar pijakan Filsafat Pancasila digunakan sebagai landasan fundamental untuk menggantikan posisi teori-teori dari pemikir asing, seperti Northrop, Pound, Lassswell, dan McDougal yang sebelumnya diakui Mochtar sempat mempengaruhi pandangannya. Ia mulai menulis dan menggunakan istilah Cita Hukum Pancasila, Filsafat Hukum Pancasila, dan Negara Hukum Pancasila. Mochtar tetap setuju bahwa tujuan utama hukum pada umumnya adalah ketertiban dan keadilan. Tujuan keadilan ini dikaitkan Mochtar dengan tujuan hukum dalam suatu Negara hukum Pancasila. Dalam setiap Negara hukum, kekuasaan diatur dan oleh karena itu, harus pula tunduk pada hukum. Tujuan keadilan ini mencakup di dalamnya keadilan sosial (Sila Kelima dari Pancasila). Pengadaan tanag yang diperuantukkan bakgi pembangunan tentu berpijak pada prinsip keadilan dan ketertiban umum. Hal ini tentu tidak terlepas adanya tujuan dari pembangunan itu sendiri. Selain itu keadilan sebagai tujuan hukum juga berkaitan dengan kedudukan dan hak yang sama bagi semua orang di dalam Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
hukum. Hal ini dapat dihubungkan dengan sila kerakyatan dalam Pancasila (asas persamaan). Apabila tujuan hukum dalam Negara pancasila pada analisis di atas adalah keadilan sosial, maka fungsi hukum jadinya adalah untuk mewujudkan tujuan atau citacita dalam kenyataan. Teori Pembangunan ada penekanan, tahap pertama pembangunan yang diberikan pada upaya pelembagaan (institutionalization) pada usaha-usaha besar pembinaan bangsa (a great nation building effort). Pada tahap pertama memang tekanan diberikan pada pelembagaan usaha-usaha atau proses ini, sehingga orang perorangan mungkin terdesak, namun hal ini tidak berarti individualitas dari orang perorangan tersebut tidak boleh diberi kesempatan untuk berkembang, mengingat analisis terakhir terhadap satua-satuan masyarakat itu akan berujung pada individu juga.Persoalan manusia di dalam pembangunan Indonesia tersebut didasarkan pada asumsi penerimaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai suatu kenyataan dan landasan berpikir dan bertindak manusia Indonesia. Pembangunan manusia Indonesia harus dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagi berikut : Selain percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, juga harus percaya pada kemampuan diri sendiri dan pada hari dpan Indonesia yang lebih baik, sebagai insan politik, harus committed pada sistem politik Negara yang pada titik puncaknya telah menerima pancasila sebagai asas tunggal yang cocok bagi bangsa Indonesia; dan Sadar pada hak dan kewajiban, baik sebagai orang perorangan maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga pengertian individu tidak bisa dilepaskan dari pengertian masyarakat tempat individu itu mendapat kesempatan berkembang sepenuhnya. Teori Hukum Pembangunan telah memberi inspirasi bagi para ahli hukum Indonesia agar mau menukik kepada pencarian teori dan Pada fase kedua ini Teori Pembangunan telah beranjak dari pemikir teoretikan menuju pemikir filosofikal. Dengan mengambil demikian, semua pikirannya tentang berbagai persoalan (hukum, ekonomi, politik, dan sebagainya) telah dipengaruhi sudut pandang
Implementasi Undang-Undang ....
109
tidak cukup hanya menganalisisnya dari sudut pandangan yang menyeluruh tentang aspek kehidupan lainnya. D. Simpulan Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Kantor Pertanahan Kabupaten Wonosobo, khususnya pengadaan tanah untuk pendidikan yang terletak di Desa Sidorejo, Kecamatan Selomarto, Kabupaten Wonosoboterdiri dari tahapan yaitu Perencanaan, Persiapan meliputi pemberitahuan rencana pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan, konsultasi publik rencana pembangunan, Pelaksanaan Pengadaan Tanah Pemilikan, Penggunaan, Pemanfaatan Tanah, Penilaian Ganti Kerugian, Musyawarah Penetapan Ganti Kerugian, Pemberian Ganti Kerugian serta Penyerahan Hasil Pengadaan Tanah. Pengimplementasian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, bahwa hakikat pembangunan dalam arti seluas-luasnya yaitu meliputi segala segi dari kehidupan masyarakat dan tidak terbatas
pada satu segi kehidupan. Masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan sehingga peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara yang teratur yang diawali dengana Persiapan, Perencanaan, Pelaksanaan Pengadaan Tanah, Pemantauan dan Evaluasi yang diimplementasikan melalui Sosialisasi, Pembebasan Lahan, Pemasangan Patok Batas Lokasi Kampus serta Pengaturan Pemanfaatan lahan dengan tujuan untuk kesejahteraan bagi masyarakat sesuai dengan tujuan dan cita-cita Pancasila, seperti halnya pijakan dari Teori hukum Pembangunan. E.
Saran
Kepada Pemerintah perlu melakukan sosialisasi secara maksimal tentang UndangUndang Nomor 2 Tahun 2012, baik terhadap panitia pelaksanan maupun terhadap masyarakat, sehingga terdapat suatu persamaan persepsi mengenai pengertian, makna, tujuan, dan prosedur pengadaan tanah untuk pembangunan demi kepentingan umum. Selain itu Perlu ada Pelatihan bagi Pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait dengan Proses Penanganan Kasus-kasus pembebasn tanah yang berpijak pada Hak Asasi Manusia.
Daftar Pustaka Achmad Rubaie. 2007. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Malang : Bayumedia Publishing. Ari Purwadi. “Implikasi Pencabutan Hak Atas Tanah terhadap Perlindungan Hak Asasi Manusia”Dimuat dalam Jurnal Legality. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/legality/article/view/295 Boedi Harsono. 2005. Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Agraria, Isi dan Pelaksanaannya edisi Revisi). Jakarta : Djambatan. Darwin Ginting, 2013, Kapita Selekta Hukum Agraria, Jakarta: Fokussindo Mandiri H. B. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press. Harry Stephan, dkk. 2014. “Land Acquisitions in Africa: A Return to Franz Fanon?”. Tawarikh: International Journal for Historical Studies. 2(1) 2014. Imam Koeswahyono. “Melacak Dasar Konstitusional Pengadaan Tanah untuk KepentinganPembangunan Bagi Umum”, dimuat dalam Artikel Jurnal Konstitusi. Vol.1 Hlm 5. Jakarta : Mahkamah Konstitusi RI. KitabUndang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). Lili Rasjidi. 1988. Filsafat Hukum Apakah Hukum Itu?. Bandung: Remaja Karya. Marmin M. Roosadijo. 1979. Tinjauan Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Jakarta : Ghalia Indonesia. 110 Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Implementasi Undang-Undang ....
Pan S. Kim, Civil Service reform in Japan and Korea toward Competitiveness and competency, International Review of Administrative Science. Vol. 68. Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press. Urip Santosa. 2010. Pendaftaran dan Perolehan Hak Atas Tanah. Jakarta : Kencana. Undang-Undang Dasar Republik Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Republik Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006.
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Edisi 5 Jan-Juni 2015
Implementasi Undang-Undang ....
111