BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
A. Pengertian Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum Istilah pembebasan tanah sama halnya dengan pengertian pengambilan tanah yang diatur oleh hukum pencabutan hak atas tanah dan semakna juga dengan pengadaan tanah yang diatur oleh hukum pengadaan tanah. Kata pembebasan tanah sama artinya dengan kata pengadaan tanah (lahan), akuisisi tanah (lahan), perolehan tanah (lahan), pengambilalihan tanah (lahan). 12 Kata pengadaan tanah merupakan istilah asal mulanya atau istilah aseli sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan hukum, akan tetapi istilah ini menurut ketentuan yang diatur dalam Keputusan Mendagri lebih dikenal dengan sebutan istilah pembebasan. Arti pembebasan/pengadaan tanah banyak pendapat ilmuwan secara ilmilah maupun arti secara tekstual. 13 Pembebasan tanah juga disebutkan pelepasan hak atas tanah. Pelepasan hak atas oleh pemilik atau pemegang hak atas tanah kepada pihak atau Panitia pembebasan tanah yang memerlukan atau yang melakukan pembebasan tanah. 14 Pembebasan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan untuk melepaskan hubungan antara pemilik atau pemegang hak atas tanah dengan
12
Gunanegara, Hukum Administrasi Negara, Jual Beli dan Pembebasan Tanah, PT. Tatanusa, Jakarta, 2016, hal 9 13 Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Penerbit Permata Aksara, Jakarta, 2015, hal 1 14 Umar Said Sugiharto, Suratman dan Noorhudha Muchsin, Hukum Pengadaan Tanah : Pengadaan Hak atas Tanah untuk Kepentingan Umum Pra dan Pasca Reformasi, Malang : Penerbit Setara Press, 2015, hal 86
Universitas Sumatera Utara
pembayaran hrga atau dengan ganti kerugian. 15 Pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang terdapat di antara pemegang hak/pemilik/ penguasaan hak atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi atas tanah berdasarkan hasil musyawarah dengan pihak yang bersangkutan. 16 Pengertian tersebut mengandung arti bahwa pembebasan tanah merupakan tindakan sepihak dari pemerintah melalui panitia pengadaan tanah kepada hak atas tanah. Selain itu perbuatan hukum “melepaskan hubungan hukum” mempunyai arti bahwa yang dimaksud melepaskan hak atas tanah adalah pemilik/pemegang hak atas tanah, bukan kehendak pemerintah atau panitia dan seolah-olah pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah melepaskan tanahnya dengan sukarela tidak ada unsur pemaksaan atau keterpaksaan. 17 Pembebasan tanah ialah setiap perbuatan yang bermaksud langsung atau tidak langsung melepaskan hubungan hukum yang ada di antara pemegang hak, penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak /penguasa atas tanah itu. 18 Menurut hukum yang berlaku di Indonesia ada dua cara yang di tempuh pemerintah untuk melakukan pengambilan atas tanah yang dimiliki oleh warga masyarakat, yaitu cara pembebasan/pelepasan hak atas tanah (prijsgeving)
dan
cara
pencabutan
hak
atas
tanah
(onteigening). 19
Pembebasan/pelepasan hak atas tanah adalah pelepasan hubungan hukum antara seseorang dengan tanah yang dimilikinya dengan cara pemberian ganti rugi yang 15
Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Bandung : Penerbit Citra Aditya Bakti, 1993, hal 27 16 Abdurrahman, Op.Cit, hal 41 17 Umar Said Sugiharto, Suratman dan Noorhudha Muchsin, Op.Cit, hal 86 18 Sudaryo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal 79 19 Sf marbun dan Mahfud Md, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Penerbit liberty, Yogyakarta, 2013, hal 164
Universitas Sumatera Utara
besarnya di dasarkan pada musyawarah antara kedua pihak sedangkan pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara atas tanah milik seseorang yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau kelalaian dalam memenuhi kewajiban hukumnya. Dalam rangka pembebasan tanah ini, bila telah tercapai kata sepakat mengenai bentuk/besarnya ganti rugi, maka pembayaran harus dilaksanakan secara langsung oleh instansi yang bersangkutan dengan penyerahan/pelepasan hak atas tanahnya dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya empat orang anggota panitia pembebasan tanah, diantaranya kepala Kecamatan dan Kepala Desa yang bersangkutan. 20 Pembebasan tanah untuk kepentingan umum adalah salah satu bagian dalam pengaturan pertanahan di Indonesia. Didalamnya memiliki beberapa unsur strategis yang sangat penting untuk dicermati lebih jauh, daripada ‘proses pembebasan tanah’ semata, yaitu: 21 1. Pembebasan tanah untuk kepentingan umum sangat berkaitan dengan kemajuan atau peningkatan pembangunan, dalam hal ini pembangunan sarana infrastruktur dan proyek-proyek yang bertujuan memberikan manfaat yang besar pada publik dan secara finansial bernilai tinggi. Setiap kesulitan dalam pengadaan tanah, baik itu pada regulasi maupun praktek penerapannya, akan berimbas pada terhambatnya proyek-proyek pembangunan infrastruktur, dan pada akhirnya mengakibatkan manfaat dari sarana infrastruktur dimaksud tidak bisa segera dirasakan oleh masyarakat umum. Hal ini tentunya akan menghambat tujuan pembangunan untuk kepentingan masyarakat. 2. Proses pembebasan tanah untuk kepentingan umum berkaitan dengan masalah pelepasan dan pemutusan hak atas tanah dan objek di atas tanah dari pemiliknya. Hal ini akan berkaitan juga dengan perikehidupan pemilik hak atas 20
Sudaryo Soimin, Op.Cit, hal 80 Tine Suartina, Analisis Hukum Pada Kebijakan Pembebasan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia, Peneliti pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 10 No. 1 Tahun 2008. 21
Universitas Sumatera Utara
tanah dan benda di atasnya yang pada dasarnya merupakan hak asasi manusia. Unsur pelepasan tanah demi pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemilik hak, tentunya akan berbeda dengan pelepasan hak atas tanah yang memang menjadi kehendak pemilik hak apabila ia memang bermaksud melepaskan haknya- pada transaksi bebas. Hal di atas menyebabkan kebijakan dan pengaturan proses pembebasan tanah untuk kepentingan umum (pembangunan) harus selalu dihubungkan dengan usaha perlindungan hak atas properti dari pemilik hak. Posisi pemerintah dalam melakukan pembebasan tanah hendaknya tetap memiliki batasan dan kontrol untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. 3. Meskipun konsep dan pengaturan pembebasan tanah untuk kepentingan umum di Indonesia tidak membuka peluang keterlibatan pihak swasta terlibat didalamnya, saat ini terlihat adanya upaya untuk membuka peluang melalui peraturan perundangundangan kepada pihak swasta sebagai bentuk legitimasi untuk terlibat dalam proses pembebasan tanah atas nama kepentingan umum. 22 4. Keempat, lebih jauh, apabila ditinjau dari sudut pandang ekonomi dan politik, latar belakang pembebasan tanah untuk kepentingan umum dapat dirunut hingga ke persoalan pengaruh dan tekanan pihak internasional dalam penyusunan dan penentuan kebijakan. Proses pembebasan tanah untuk pembangunan untuk kepentingan, hal pokok yang jelas terlihat adalah posisi pemerintah yang dominan, karena dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan umum, pemerintah memiliki kuasa melakukan pembebasan tanah. Untuk membatasi kuasa pemerintah dan posisinya yang dominan supaya tidak terjadi penyalahgunaan, khususnya dalam peraturan perundang-undangan, mekanisme pencabutan hak yang sudah sepatutnya dihindari dan mengutamakan pada mekanisme lain. Solusi melalui mekanisme ‘membangun tanpa menggusur’ yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan dalam pembebasan tanah untuk kepentingan umum ini.
22
Untuk permasalahan ini, setiap negara memiliki kebijakan tersendiri dalam pengaturan keterlibatan pihak swasta, yang disesuaikan dengan kebijakan dan kondisi masing-masing Sebagai contoh, berbeda dengan Indonesia, Jepang mempergunakan metode seleksi dan kontrol yang sangat ketat bagi pihak swasta untuk berpartisipasi, sehingga hanya sedikit perusahaan swasta yang bisa memperoleh izin. Sementara di Amerika Serikat, negaranegara bagian memiliki kebijakan beragam untuk masalah ini.
Universitas Sumatera Utara
Berpijak pada batasan pembebasan tanah tersebut, dapat ditemukan dua hal pokok dalam pembebasan tanah, yakni pelepasan hak seseorang atas tanah demi kepentingan lain (kepentingan pembangunan untuk umum) dan pemberian ganti kerugian atau kompensasi atas pelepasan hak tersebut. Mengingat kedua hal tersebut begitu fundamental, maka pembebasan tanah harus dilakukan dengan cara yang seimbang. Pelaksanaan pembebasan tanah dilakukan dengan bantuan panitia pembebasan tanah. Panitia pembebasan tanah ini bekerja atas permintaan instansi yang memerlukan tanah. Membebaskan tanah adalah pihak pemerintah sediri, proyek-proyek yang dikerjakan adalah proyek pemerintah, direncanakan, dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah. Artinya, pembebasan tanah tidak boleh dilakukan untuk proyek yang mengakomodasi kepentingan swasta atau proyek pemerintah tidak boleh dilaksanakan ole pihak swasta.23 Dalam rangka pembebasan tanah ini, bila telah tercapai kata sepakat mengenai bentuk/bearnya ganti rugi, maka pembayaran harus dilaksanakan secara langsung oleh instansi yang bersangkutan dengan penyerahan/pelepasan hak atas tanahnya dengan disaksikan oleh sekurang-kurangya empat orang anggota panitia pembebasan tanah, diantaranya Kecamatan dan Kepala Desa yang bersangkutan. Masalah pembebasan tanah sangat rawan dalam hajat hidup orang banyak. Kalau dilihat daripada kebutuhan pemerintah akan tanah untuk keperluan berbagai macam pembangunan, dapat dimengerti bahwa tanah Negara yang tersedia sangatlah terbatas sekali. Maka satu-satunya jalan yang dapa ditempuh,
23
Berhard Limbong, Op.Cit, hal 167
Universitas Sumatera Utara
membebaskan tanah milik rakyat, baik yang dikuasai hokum adat ataupun hak-hak lainnya yang melekat di atasnya. 24 Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. Oleh karena itu pembebasan tanah juga disebut pelepasan hak atas tanah atau penyerahan hak atas tanah. 25 Arti pembebasan tanah secara tekstual yang tercantum Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan Prepres Nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pembebasan tanah ialah setiap perbuatan yang bermaksud langsung atau tidak langsung melepaskan hubungan hokum yan g ada di antara pemegang hak, penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak /penguasa atas tanah itu. 26 Menurut hukum yang berlaku di Indonesia ada dua cara yang di tempuh pemerintah untuk melakukan pengambilan atas tanah yang dimiliki oleh warga masyarakat, yaitu cara pembebasan/pelepasan hak atas tanah (prijsgeving)
dan
cara
pencabutan
hak
atas
tanah
(onteigening). 27
24
Sudaryo Soimin, Op.Cit, hal 81 Umar Said Sugiharto, Suratman dan Noorhudha Muchsin, Op.Cit, hal 86 26 Sudaryo Soimin, Op.Cit, hal 79 27 Sf Marbun dan Mahfud Md, Op.Cit, hal 164 25
Universitas Sumatera Utara
Pembebasan/pelepasan hak atas tanah adalah pelepasan hubungan hukum antara seseorang dengan tanah yang dimilikinya dengan cara pemberian ganti rugi yang besarnya di dasarkan pada musyawarah antara kedua pihak sedangkan pencabutan hak atas tanah adalah pengambilan tanah secara paksa oleh negara atas tanah milik seseorang yang mengakibatkan hak atas tanah itu menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan pelanggaran atau kelalaian dalam memenuhi kewajiban hukumnya. Masalah pembebasan tanah sekarang ini dapat di jumpai aturanya: 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDP) No. 15 tahun 1975 (tanggal 13 Desember 1975) tentang ketentuan-ketentuan mengenai tata cara pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah. 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 tahun 1976 tentang penggunaan acara pembebasan tanah untuk swasta. 3. Surat edaran Direktorat jendral agraria tanggal 28 februari 1978 No. BTU 2/268/1979 tentang PMDN No. 15 tahun 1975 tentang ketentuanketentuan mengenai tata cara pembebasan tanah. Dalam prakteknya sekarang ini ternyata UU No. 20 tahun 1961 jarang dipergunakan, artinya untuk pengaturan tanah dalam rangka pembangunan dan kepentingan umum prosedur yang di tempuh lebih banyak prosedur pembebasan tanah (PMDN No. 15 tahun 1975). Hal itu disebabkan proses pencabutan (UU No. 20 tahun 1961) akan memakan waktu relatif lebih lama dan lebih bersifat memaksa bagi pemilik tanah; sedangakan prosedur pembebasan (PMDN No. 15 tahun 1975) adalah lebih cepat dan dirasakan lebih menjamin tidak timbulnya keresahan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat karena untuk adanya pembebasan itu diharuskan ada musyawarah sehingga ada kata sepakat.28 Pembebasan hak atas tanah adalah suatu perbuatan hokum yang bertujuan untuk melepaskan hubungan antara pemilik atau pemegang hak atas tanah, dengan pembayaran harga atau dengan ganti kerugian. 29 Pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang terdapat di antara pemegang hak/pemilik/ penguasaan hak atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi atas tanah berdasarkan hasil musyawarah dengan pihak yang bersangkutan. 30 Berpijak pada batasan pembebasan tanah tersebut, dapat ditemukan dua hal pokok dalam pembebasan tanah, yakni pelepasan hak seseorang atas tanah demi kepentingan lain (kepentingan pembangunan untuk umum) dan pemberian ganti kerugian atau kompensasi atas pelepasan hak tersebut. Mengingat kedua hal tersebut begitu fundamental, maka pembebasan tanah harus dilakukan dengan cara yang seimbang. Pelaksanaan pembebasan tanah dilakukan dengan bantuan panitia pembebasan tanah. Panitia pembebasan tanah ini bekerja atas permintaan instansi yang memerlukan tanah. Membebaskan tanah adalah pihak pemerintah sediri, proyek-proyek yang dikerjakan adalah proyek pemerintah, direncanakan, dilaksanakan dan dibiayai oleh pemerintah. Artinya, pembebasan tanah tidak boleh dilakukan untuk proyek yang mengakomodasi kepentingan swasta atau proyek pemerintah tidak boleh dilaksanakan ole pihak swasta.31
28
http://refhie.blogspot.co.id/2012/11/pembebasan-dan-pencabutan-hak-atas-tanah.html Salindeho, Op.Cit, hal 27 30 Abdurrahman, Op.Cit, hal 42 31 Berhard Limbong, Op.Cit, hal 167 29
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka pembebasan tanah ini, bila telah tercapai kata sepakat mengenai bentuk/bearnya ganti rugi, maka pembayaran harus dilaksanakan secara langsung oleh instansi yang bersangkutan dengan penyerahan/pelepasan hak atas tanahnya dengan disaksikan oleh sekurang-kurangya empat orang anggota panitia pembebasan tanah, diantaranya Kecamatan dan Kepala Desa yang bersangkutan. Masalah pembebasan tanah sangat rawan dalam hajat hidup orang banyak. Kalau dilihat daripada kebutuhan pemerintah akan tanah untuk keperluan berbagai macam pembangunan, dapat dimengerti bahwa tanah Negara yang tersedia sangatlah terbatas sekali. Maka satu-satunya jalan yang dapa ditempuh, membebaskan tanah milik rakyat, baik yang dikuasai hukum adat ataupun hak-hak lainnya yang melekat di atasnya. 32 Kepentingan Umum adalah kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.33 Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang dibuat dengan undnag-undang. Di samping mekanisme pencabutan hak atas tanah, UUPA sesungguhnya juga menyebut istilah pelepasa hak atau penyerahan secara sukarela oleh pemegang hak atas tanahnya. 34 Di sisi lain, pengertian kepentingan umum untuk :”kepentingan masyarakat”, kata ini mempunyai arti yang bias seandainya ditafsirkan secara
32
Sudaryo Soimin, Op.Cit, hal 81 Prepres Nomor 71 tahun 2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, Pasal 1 angka 6 34 Mustofa dan Suratman, Op.Cit, hal 181 33
Universitas Sumatera Utara
legalistic
formalistic.
diselenggarakan
dalam
Kepentingan rangka
umum
memenuhi
dalam
masyarakat
kepentingan
Gambaran masyarakat ini adalah masyarakat perkotaan.
geselchafe
individu-individu. Kepentingan umum
“untuk rakyat banyak” secara sekilas sudah cukup jelas, namun kalau dipahami dengan berempati di lapangan akan timbul permasalahan. Kata “banyak” di atas mempunyai maksud berapa jumlah. 35 Arti kepentingan umum menurut Keppress Nomor Tahun 1993, kepentingan seluruh masyarakat. Perpres Nomor 36 Tahun 2006, kepentingan sebagian besar masyarakat. Perpres Nomor 65 Tahun 2006, kepentingan yang menyangkut seluruh lapisan masyarakat. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012, kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012, kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, negara dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebsar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kepentingan umum adalah suatu kepentingan yang menyangkut semua lapisan masyarakat tanpa pandang golongan, suku, agama, status sosial dan sebagainya. Berarti apa yang dikatakan kepentingan umum ini menyangkut hajat hidup semua orang bahkan termasuk hajat orang yang telah meninggal atau dengan kata lain hajat semua orang, dikatakan demikian karena orang yang meninggalpun masih memerlukan tempat pemakaman dari sarana lainnya. 36
35 36
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 72 Mudakir Iskandar Syah, Op.Cit, hal 13
Universitas Sumatera Utara
Memberikan batasan mengenai kepentingan umum bukanlah hal yang mudah mengingat penilaiannya sangat sebjektif dan terlalu abstrak untuk dipahami. 37 Selain itu, istilah kepentingan umum merupakan suatu konsep yang sifatnya begitu umum dan operasionalnya sesuai dengan makna yang terkandung di dalam istilah tersebut. 38 Akan tetapi, dalam rangka pengambilan tanah-tanah masyarakat, penegasan tentang kepentingan umum yang akan menjadi dasar dan kriterianya perlu ditentukan secara tegas sehingga pengambilana tanah-tanah dimaksud benar-benar sesuai dengan landasan hokum yang berlaku. 39 Jika tidak dirumuskan
atau
diberikan
criteria
dengan
harga,
dikhawatirkan
dapat
menimbulkan penafsiran yang beragam. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum dapat saja dikatakan untuk pekerluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada batasannya. 40 Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politk, psikologis dan hamkamnas atasa dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindakan ketahanan nasional serta wawasan nusantara. 41 Secara etimologis, sebagimana dijelaskan dalam Kamus Bahasa Indonesia, yang disusun oleh Tim Pusat Bahasa, frasa “kepentingan umum terdiri dari dua kata, yakni “kepentingan” dan “umum”. Kata “kepentingan” yang berasal dari akar 37
Achmad Rusyaidi, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum dan Perlindungan HAM,. http://prp.Makasar.wordpress-Com/2009/02/13, diakses tanggal 2 Maret 2017 38 A.A. Ok. Mahendra, Menguak Masalah Hukum Demokrasi dan Pertanahan, Cet. 1, Penerbit Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal 279 39 Abdurarahman, Op.Cit, hal 26 40 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Op.Cit, hal 6 41 John Salindeho, Op.Cit, hal 40
Universitas Sumatera Utara
kata “penting” mengandung pengertia sangat perlu, sangat utama (diutamakan), sedangkan kata “umum” mengandung pengertian “keseluruhan” untuk siapa saja, khalayak manusia, masyarakat luas dan lazim. 42 Pengertian menurut ilmu bahasa ini sudah barang tentu tisak dapat dijadikan pengertian yuridis dari frasa “kepentingan umum”, tetapi dapat dijadikan referensi untuk menemukan pengertian yangaa diinginkan sebab ilmu hokum (yuridische kunde) di dalam proses pembentukannya tidak dapat berdiri sendiri dan berjalan sendiri lepas dari ilmu social yang lainnya, tetapi saling mendukung, berjalan bersama dengan ilmu pengetahuan lain, termasuk ilmu bahasa (etimologi). 43 Kepentingan dalam arti luas diatikan sebagai “public benefit” sedangkan dalam arti sempit public use diartikan sebagai public access atau apabila public access tidak dimungkinka, maka cukup “if the entire public could use the product of the facility”. 44 Roscou Pound mengemukakan tentang social interest (kepentingan masyarakat). Pendapat pound tentang social interest ini berasal dari pemikiran Rudolf Van Ihering dan Jeremy Bentham. Yang dimaksud oleh Pound dengan social interest ini adalah suatu kepentingan yang tumbuh alam masyarakat menurut keperluan di dalam masyarakat itu sendiri. Pound membagi tiga kataegori interest,
42
Tim Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi keempat, Penerbit Puat Bahasa, Jakarta, 2008 43 Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 145 44 Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Penerbit Kompas, Jakarta, 2005, hal 200
Universitas Sumatera Utara
antara lain : public interest (kepentingan umum), social interest (kepentingan masyarakat) dan private interest (kepentingan pribadi). 45 Julius Stone dalam The Propinoe and Function of law, secara menyakinkan telah membukt ikan bahwa apa yang disebut dengan public interest melebur dalam social atau individual interest atau dalam usaha Negara mencari keseimbangan di antara interest ini. Kedua analisis ini mengasumsikan kepentingan umum dalam pandangan ilmu social hukum: kepentingan umum adalah suatu keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat, penguasa serta Negara. 46 JanGijssel
sebagaimana
dikutip
Gunanegara
berpendapat
bahwa
“kepentingan umum tidak mudah dirumuskan, karena kepentingan umum itu merurpakan pengertian yang kabur (vage begrif) sehingga tidak mungkin diinstusionalisasikan ke dalam suatu norma hukum, yang apabila dipaksakan akibatnya akan menjadi norma kabur (vage normen). 47 Hal senada pun diungkapkan J.J.H. Bruggink yang dikutip Gunanegara yang menyatakan bahwa kepentingan umum sebagai suatu pengertian yang kabut artinya suatu pengertian yang isinya tidak dapat ditetapkan secara tepat, sehingga lingkupnya tidak jelas. Arti kepentingan umum hanya dikenali dengan cara menemukan kriteria-kriteria dari kepetningan umum itu sendiri, dengan memberikan kriteria kepentingan umu yang tepat, maka kepentingan umum dalam pengadaan tanah tidak lagi berkembang atau dikembangkan sesuai kepentingan Negara semata. 48
45
Roscou Pound dalam Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 146 Julius Stone dalam Bernhard Limbong, Op.Cit, hal 146 47 Gunanegara, Op.Cit, hal 11 48 Ibid., hal 12 46
Universitas Sumatera Utara
Kepentingan umum dalah kepentingan yang harus didahulukan dari kepentingan-kepentingan yang lain dengan tetap memerhatkan proporsi proporsi pentingnya dan tetap menghormati kepentingan-kepentingan lain. Dalam hal ini, tidak berarti bahwa ada hierarki yang tetap antara kepentingan yang termasuk kepentingan umum dan kepentingan lainnya. Mengingat akan perkembangan masyarakat atau hukum maka apa yang pada suatu saat merupakan kepentingan umum, pasa saat lain bukan merupakan kepentingan umum. Makam merupakan bidang kepentingan umum pada suatu saat nanti dapat digusur untuk kepentingan umum yang lain. Seyogyanya, kepentingan umum dalam peraturan perundang-undangan tetap dirumuskan secara umum dan luas. 49 Kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama rakyat, dengan memperhatikan segi-segi social, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar asasasas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara. 50 Arti dari kepentingan umum, harus mencakup kepentingan sebagian besar masyarakat dan sebetulnya arti sebagian besar masyarakat itu sendiri termasuk kepentingan para korban yang terkena pembebasan tanah itu sendiri, sehingga dua kepentingan sudah tercakup, yaitu kepentingan antara pengguna tanah dalam hari ini pemerintah dan kepentingan korban pembebasan tanah dalam hal ini pemilik tanah yang terkena pembebasan.
49
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Revisi Ketiga, Penebit Liberty, Yogyakarta, 2007, hal 48 50 John Salindheo, Op.Cit, hal 40
Universitas Sumatera Utara
Kepentingan umum lebih menekankan kepada jenis dari kepentingan umum, maka berlakunya peraturan tentang pembebasan tanah tidak luwes artinya apabila pemerintah akan membutuhkan lahan untuk pembangunan kepentingan umum harus sesuai dengan apa yang disebutkan dalam ketentuan, dan kalau tidak disebutkan dalam jenis kepentingan umum tentu tidak bisa dilaksanakan karena akan bertabrakan dengan norma hukum, bahkan bisa dianggap perbuatan melanggar hukum. Sebaliknya dalam mengartikan kepentingan umum jangan berpatokan kepada jenis kepentingan disebutkan dalam ketentuan, melainkan harus lebih menitik beratkan kepada kategori atau definisi dari kepentingan umum itu sendiri. Masalah pengadaan tanah untuk kepentingan bisnis termasuk kepentingan umum, masalah ini masih perbincangan di masyarakat, karena masyarakat masih punya anggapan bahwa kepentingan bisnis bukanlah kepentingan umum, karena lebih mengutamakan sifat komersial, dari pada sifat yang sosialnya. Secara apriori bisnis memang bisa dikatakan ada unsur bersifat komersial. Prinsip kepentingan umum adalah kesejahteraan atau kenyamanan masyarakat luas. Sebetulnya bagi bisnis ada kaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi, sedangkan pertumbuhan ekonomi pasti akan berdapak kepada kesejahteraan umum. Dampak
pertumbuhan
perekonomian,
kesejahteraan
dan
segala
aktifitasnya pasti membawa kesejahteraan umum, dengan demikian kebutuhan bisnis bisa diklasifikasikan dalam kepentingan umum. Sehingga pengadaan lahan kepentingan untuk kepentingan bisnis semacam itu harus dikategorikan kepentingan umum. Tetapi kembali ke ketentuan tentang pengadaan tanah, apabila
Universitas Sumatera Utara
ternyata tidak disebutkan dalam ketentuan, maka tidak bisa diklasifikasikan kepentingan umum. Sekali lagi perumusan kepentingan umum, jenis kepentingan yang disebutkan dalam ketentuan secara rinci satu persatu saja. Di luar ketentuan yang telah disebutkan, walaupun setelah ditimbang sangat teapt masuk klasifikasi kepentingan umum, akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan, karena tidak disebutkan dalam jenis kepentingan umum. Kalau dalam mangartikan kepentingan umum di dasarkan kategori dan bukan arti dilihat kepentingan umum itu sendiri, maka akan lebih fleksibel dalam pengadaan tanah. Secara garis besar arti kepentingan umum yang berkaitan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum adalah yang menyangkut kepentingan sebagian besar atau seluruh lapisan masyarakat, sarana kepentingan umum yang tidak bisa ditunda-tunda lagi keberadaannya dan lokasi lahan tidak bisa dialihkanatau dipindahkan ke tempat lain. Seharusnya, untuk memberikan doktrin kepentingan umum harus dibuatkan rumusan yang definitif dan batasanbatasan yang dapat dipedomani sebagai petunjuk yang bersifat umum (general guide) dan dijabarkan dalam bentuk daftar kegiatan pembangunan yang diperlukan baik yang bersifat eksklusif maupun non eksklusif. Kepentingan pada prinsipnya ada dua macam yaitu pertama kepentingan pribadi atau golongan dan gabungan dari kedua kepentingan tersebut yang sudah menjadi suatu kesatuan yang bulat disebut kepentingan umum/bersama, dari kedua kepentingan ini sekali tempo bisa saja bertabrakan. Kalau sampai terjadi tabrakan dua kepentingan antara kepentingan pribadi/golongan dengan kepentingan umum, pasti yang akan diutamakan secara yuridis adalah kepentingan umum. Arti dari
Universitas Sumatera Utara
diutamakan kepentingan umum ini disebetulnya bukan berarti mengutamakan kepentingan umum dengan demikian arti kepentingan umum dalam pembebasan tanah yang tepat adalah mengutamakan kepentingan umum/bersama dengan memperhatikan kepentingan pribadi dengan pemberian konsekuensi. Kepentingan umum merupakan kumpulan daripada berbagai kepentingan baik baik itu berupa kepentingan pribadi, atau golongan yang telah menjadi satu kesatuan yang bulat dan sebaliknya kumpulan dari kepentingan pribadi yang belum satu kesatuan yang bulat belum bisa dikategorikan sebagai kepentingan umum. 51
B. Dasar Hukum Pengadaan Tanah Dasar hukum yang digunakan sebagai sarana pengadaan tanah meliputi: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. 52 Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat di mana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah. 53 Segala usaha bersama dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama
51 52
Ibid, hal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
Pasal 7 53
Ibid, Pasal 11 ayat (2)
Universitas Sumatera Utara
dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong royong lainnya. 54 Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang. 55 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya Dalam hal tersebut maka Menteri Agraria dapat mengeluarkan surat keputusan yang memberi perkenan kepada yang berkepentingan untuk menguasai tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan. Keputusan penguasaan tersebut akan segera diikuti dengan Keputusan Presiden mengenai dikabulkan atau ditolaknya permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu. 56 Jika telah dilakukan penguasaan atas dasar surat keputusan tersebut, maka bilamana kemudian
permintaan
pencabutan
haknya
tidak
dikabulkan,
yang
berkepentingan harus mengembalikan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan dalam keadaan semula dan/atau memberi ganti-kerugian yang sepadan kepada yang mempunyai hak. 57 Biaya pengumuman tersebut ditanggung oleh yang berkepentingan. 58 Setelah ditetapkannya surat keputusan pencabutan hak tersebut setelah dilakukannya pembayaran ganti-kerugian kepada yang berhak, maka tanah yang haknya dicabut itu menjadi tanah yang
54
Ibid, Pasal 12 ayat (1) Ibid, Pasal 18 56 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda yang Ada Diatasnya, Pasal 6 ayat (2) 57 Ibid, Pasal 6 ayat (3) 58 Ibid, Pasal 7 ayat (2) 55
Universitas Sumatera Utara
dikuasai langsung oleh Negara, untuk segera diberikan kepada yang berkepentingan dengan suatu hak yang sesuai. 59 3. Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan. 60 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak. 61
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk Kepentingan Umum. 62
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menjamin
tersedianya pendanaan untuk Kepentingan Umum. 63 Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.64 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan oleh Pemerintah. 65 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana
59
Ibid, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 2 61 Ibid, Pasal 3 62 Ibid, Pasal 4 ayat (1) 63 Ibid, Pasal 4 ayat (2) 64 Ibid, Pasal 5 65 Ibid, Pasal 6 60
Universitas Sumatera Utara
Pembangunan Nasional/Daerah, Rencana Strategis; dan Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah. 66 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan. 67 Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan
antara
kepentingan
pembangunan
dan
kepentingan
masyarakat.68 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil. 69 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil. 70
Instansi yang memerlukan
tanah membuat perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. 71 Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis, Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan. 72 Instansi yang memerlukan tanah bersama pemerintah provinsi berdasarkan dokumen perencanaan
Pengadaan
Tanah
melaksanakan
pemberitahuan
rencana
66
Ibid, Pasal 7 ayat (1) Ibid, Pasal 7 ayat (3) 68 Ibid, Pasal 9 ayat (1) 69 Ibid, Pasal 9 ayat (2) 70 Ibid, Pasal 13 71 Ibid, Pasal 14 ayat (1) 72 Ibid, Pasal 14 ayat (2) 67
Universitas Sumatera Utara
pembangunan, pendataan awal lokasi rencana pembangunan dan Konsultasi Publik rencana pembangunan. 73 4. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyeraha hasil. 74 Setiap Instansi yang memerlukan tanah bagi Pembanguna Untuk Kepentingan Umum membuat rencana Pengadaan Tanah yag didasarkan padaRencana Tata Ruang Wilayah; dan Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Stategis dan Rencana Kerja Pemerintah Instansi yang bersangkutan. 75 Rencana Pengadaan Tanah dapat disusun secara bersama-sama oleh Instansi yang memerlukan tanah bersama dengan instansi terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh Instansi yang memerlukan tanah. 76Pelaksanaan Pengadaan Tanah diselenggarakan
oleh
Kepala
BPN. 77
Pelaksanaan
Pengadaan
tanah
dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku ketua pelaksana Pengadaan Tanah.
78
Pendanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dapat bersumber terlebih dahulu dari dana Badan Usaha selaku Instansi yang memerlukan tanah yang mendapatkan kuasa berdasarkan perjanjian, yang bertindak atas nama 73
Ibid, Pasal 16 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 2 75 Ibid, Pasal 3 ayat (1) 76 Ibid, Pasal 3 ayat (2) 77 Ibid, Pasal 49 ayat (1) 78 Ibid, Pasal 49 ayat (2) 74
Universitas Sumatera Utara
lembaga
negara,
kementerian,
lembaga
pemerintah
nonkementerian,
pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota. 79 Pendanaan Pengadaan Tanah oleh Badan Usaha dibayar kembali oleh lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota melalui APBN dan/atau APBD setelah proses pengadaan tanah selesai. 80 Proses Pengadaan Tanah yang belum selesai tetapi telah mendapat Penetapan Lokasi pembangunan atau Surat Persetujuan Penetapan Lokasi Pembangunan (SP2LP) atau nama lain yang dimaksudkan sebagai Penetapan Lokasi pembangunan, proses Pengadaan Tanah dapat diselesaikan berdasarkan tahapan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini. 81 Proses Pengadaan Tanah dimulai dari tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah. 82 Seluruh dokumen yang telah ada dalam rangka Pengadaan Tanah, berupahasil pengukuran, inventarisasi, dan identifikasi, hasil musyawarah terkait bentuk dan besaran ganti kerugian atas bidang tanah yang sudah disepakati sebelumnya dengan Pihak yang Berhak, pemberian ganti kerugian dan pelepasan hak; dan/atau dokumen terkait lainnya. 83 5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah Pelaksana Pengadaan Tanah
menetapkan keputusan tentang
susunan
keanggotaan pelaksana pengadaan tanah untuk setiap kegiatan pelaksanaan
79
Ibid, Pasal 117A ayat (1) Ibid, Pasal 117 A ayat (2) 81 Ibid, Pasal 123B ayat (1) 82 Ibid, Pasal 123B ayat (2) 83 Ibid, Pasal 123B ayat (3) 80
Universitas Sumatera Utara
pengadaan tanah dan secretariat. 84Penyiapan pelaksanaan pengadaan tanah dituangkan dalam rencana kerja paling kurang membuat agenda rapat pelaksanaan, menyiapkan administrasi yang diperlukan mengajukan kebutuhan anggaran operasional pelaksanaan pengadaan tanah, inventarisasi dan identifikasi,
kendala-kendala
teknis
yang
terjadi dalam pelaksanaan,
merumuskan strategi dan solusi terhadap hambatan dan kendala dalam pelaksanaan, menyiapkan langkah koordinasi ke dalam maupun ke luar di dalam pelaksanaan, menetapkan Penilai, penilaian, musyawarah penetapan ganti kerugian,
pemberian/penitipan ganti kerugian,
pelepasan objek
Pengadaan Tanah dan pemutusan hubungan hokum, penyerahan bukti perolehan/penguasaan dari Pihak yang Berhak, membuat dokumen hasil pelaksanaan Pengadaan Tanah, penyerahan hasil Pengadaan Tanah. 85 Dalam hal terdapat sisa dari bidang tanah tertentu sudah terdaftar yang terkena pengadaan tanah dan tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, bidang tanah tersebut diukur dan dipetakan secara utuh dan diberikan ganti kerugian atas dasar permintaan Pihak yang Berhak. 86 Atas dasar permintaan Pihak yang Berhak dilakukan verifikasi oleh Pelaksana Pengadaan Tanah. 87 Dalam hal hasil verifikasi menunjukan bahwa sisa tanah tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya Instansi yang memerlukan tanah memberikan Ganti Kerugian. 88
84
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah, Pasal 4 ayat (1) 85 Ibid, Pasal 6 ayat (3) 86 Ibid, Pasal 11 ayat (1) 87 Ibid, Pasal 11 ayat (2) 88 Ibid, Pasal 11 ayat (3)
Universitas Sumatera Utara
C. Aspek-Aspek Yang Penting Dalam Pengadaan Tanah Ada tiga aspek-aspek hukum yang harus diperhatikan dalam pengadaan tanah untuk infrastruktur yaitu : 1. Prinsip Keseimbangan Di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ditegaskan bahwa tanah wajib tersedia bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pasal 4 UU No. 2 Tahun 2012 mengatur bahwa pemerintah menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum. Tak hanya itu, pendanaannya pun dijamin oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Nyatanya, acapkali proyek pembangunan mangkrak akibat penolakan masyarakat untuk melepaskan hak atas tanahnya. UU No. 12 Tahun 2012 menganut prinsip keseimbangan. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum
harus
memperhatikan
keseimbangan
antara
kepentingan
pembangunan dan kepentingan masyarakat. Tetapi mungkin, kurang tersosialisasikan bahwa masyarakat juga memiliki kewajiban untuk melepaskan haknya. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2012 mengamanatkan kepada pihak yang memiliki hak atas tanah wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Hanya saja, ia menjelaskan bahwa pelepasan hak itu tidak serta merta. Setidaknya harus ada pemberian ganti kerugian atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Universitas Sumatera Utara
2. Keterlibatan Masyarakat Ada empat tahapan yang harus dilalui dalam proses pembebasan lahan untuk infrastruktur. Pertama, pihak perencana proyek harus secara rinci memberikan data lokasi yang akan digunakan kepada Pemerintah Provinsi. Kedua, melakukan konsultasi publik. Ketiga, penetapan lokasi. Keempat, Kementerian ATR/BPN melakukan pengadaan tanah yang dilakukan dengan melakukan penilaian, musyawarah hingga pelepasan. Dalam rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pengadaan tanah dari tahap perencanaan sampai dengan tahap penyerahan hasil, keterlibatan masyarakat menjadi unsur yang penting. Dalam tahap persiapan pengadaan tanah, hasil konsultasi publik menentukan apakah lokasi yang direncanakan bisa dieksekusi atau instansi harus menentukan lokasi lain. Kalau ada keberatan dari konsultasi publik yang dilakukan, harus ada konsultasi publik ulang. Kalau kemudian ada gugatan, jika dikabulkan pengadilan maka pengadaan tanah tidak bisa dilakukan di lokasi itu. 3. Pemberian Ganti Rugi Pasal 9 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2012 menjamin bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil. Menurut Aslan, ganti kerugian adalah pemberian konpensasi yang sepadan, bahkan lebih maju agar bekas pemilik bisa memiliki kehidupan yang lebih baik. Sehingga, menurutnya wajar jika konpensasi yang diterima oleh bekas pemilik tidak hanya sebatas harga pasar tanah yang dimilikinya.
Universitas Sumatera Utara
Dibalik kewenangan pemerintah untuk mebebaskan areal bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum terkandung kewajiban untuk membuat kehidupan yang lebih baik bagi bekas pemegang haknya seperti diatur Pasal 1 angka 1 Pepres No. 36 Tahun 2005 jo. Pasal 1 angka 3 Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Namun, sering kali dalam proses negosiasi antara panitia pengadaan lahan dengan masyarakat tak tercapai kesepakatan. Untuk mengantisipasi masalah yang bisa menghambat pelaksanaan pembangunan dapat ditempuh upaya konsinyasi. Konsinyasi atau ganti kerugian dari pemerintah yang dititipkan ke pengadilan negeri setempat, diatur di dalam Pasal 42 UU No. 2 Tahun 2012. Konsinyasi berlaku bagi warga yang menolak ganti kerugian sesuai hasil musyawarah. Konsinyasi tidak berarti merampas hak atas tanah. Jadi, membutuhkan pendekatan lebih lanjut dari panitia agar tidak menjadi kendala. Pengadaan tanah pada dasarnya merupakan suatu usaha menyediakan tanah dalam rangka pemenuhan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan Beberapa pengaturan yang berhubungan dengan aspek kepentingan umum dalam pengadaan tanah yaitu: 1. Pengadaan tanah menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti
Universitas Sumatera Utara
Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.89 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku
kepentingan. 90
Penyelenggaraan
Pengadaan
Tanah
untuk
Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat. 91 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil. 92 2. Kepentingan umum menurut Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Kepentingan
Umum
masyarakat yang harus
adalah
kepentingan
bangsa,
negara,
dan
diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. 93 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui tahapan perencanaan;, persiapan, pelaksanaan; dan penyerahan hasil. 94 Setiap
Instansi
yang
memerlukan tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum membuat rencana Pengadaan Tanah yang didasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah; dan Prioritas Pembangunan yang tercantum dalam
89
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 5 90 Ibid, Pasal 7 ayat (3) 91 Ibid, Pasal 9 ayat (1) 92 Ibid, Pasal 9 ayat (2) 93 Perpres Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 angka 6 94 Ibid., Pasal 2
Universitas Sumatera Utara
Rencana Pembangunan Jangka Menengah, Rencana Strategis dan Rencana Kerja PemerintahInstansi yang bersangkutan. 95 Rencana Tanah
dapat
disusun
secara
bersama-sama
oleh
Pengadaan
Instansi
yang
memerlukan tanah bersama dengan instansi teknis terkait atau dapat dibantu oleh lembaga profesional yang ditunjuk oleh Instansi yang memerlukan
tanah. 96 Maksud
dan
tujuan
rencana
pembangunan,
menguraikan maksud dan tujuan pembangunan yang direncanakan dan manfaat pembangunan untuk kepentingan umum. 97 D. Kepentingan Umum dan Ganti Kerugian Yang Menjadi Dasar Dalam Pengadaan Tanah Kepentingan umum dapat dijabarkan melalui dua cara. Pertama, berupa pedoman umum yang
menyebutkan bahwa pengadaan tanah dilakukan
berdasarkan alasan kepentingan umum melalui barbagai istilah. Karena berupa pedoman, hal ini dapat mendorong eksekutif secara bebas menyatakan suatu proyek memenuhi syarat kepentingan umum. Kedua, penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan. Dalam praktik kedua cara itu sering ditempuh secara bersamaan. 98 Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (3) UUPA yang merupakan aturan pelaksanaan dari Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa wewenang negara yang bersumber pada hak menguasai SDA oleh negara itu digunakan untuk
95
Ibid., Pasal 3 ayat (1) Ibid., Pasal 3 ayat (2) 97 Ibid., Pasal 5 ayat (2) 98 Sumardjono, Maria. Kriteria penentuan Kepentingan Umum dan Ganti Rugi dalam Kaitannya dengan Penggunaan Tanah. Makalah pendukung pada seminar Pertanahan dalam Rangka Peringatan Tri Dasawarsa UUPA, Diselenggarakan oleh BPN. Jakarta. 1990, hal 107 96
Universitas Sumatera Utara
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Semua kebijakan pemerintah di bidang agraria yang dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, harus dapat meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan rakyat Indonesia seluruhnya. Kebijakan pemerintah di bidang agraria yang hanya menguntungkan segelintir orang (investor) dan merugikan rakyat banyak, tidak dapat dibenarkan. Karena merupakan salah satu bentuk dari kepentingan umum, maka tujuan dari diadakannya fasilitas umum tentu sama dengantujuan diadakannya kepentingan umum yakni untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, sama seperti tujuan pokok yang diatur dalam Pasal 2 ayat (3) UUPA. Pengadaan tanah untuk membangun fasilitas umum yang hendak dilakukan di atas tanah yang telah dilekati hak atas tanah harus dilakukanmelalui prosedur dan ketentuan yang menjamin keadilan dan memberikan perlindungan bagi pemilik hak. Konsep fungsi sosial dalam Pasal 6 tersebut juga didukung oleh Pasal 18 UUPA, bahwa “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”. Pasal ini merupakan jaminan bagi rakyat mengenai hak-haknya atas tanah. Pencabutan hak dimungkinkan, tetapi diikat dengan syarat-syarat, misalnya harus disertai pemberian ganti kerugian yang layak. Pasal 6 UUPA memuat pernyataan penting mengenai hak-hak atas tanah dalam konsepsi yang mendasari hukum tanah positif. Penjelasan pasal tersebut menyebutkan bahwa tidak hanya hak milik yang mempunyai fungsi sosial, melainkan semua hak atas tanah. Pasal ini merumuskan secara singkat hak-hak
Universitas Sumatera Utara
perorangan atas tanah menurut konsepsi hukum tanah nasional yang pada hakikatnya adalah konsepsi hukum adat. Kegiatan untuk mendapatkan tanah dimulai dari pihak Instansi yang membutuhkan tanah mengajukan permohonan kepada Panitia Pengadaan Tanah untuk melaksanakan pembebasan tanah, dilanjutkan dengan proses penyuluhan kepada masyarakat yang terkena rencana pembebasan tanah sampai dengan musyawarah dimana sebagai mediatornya adalah Panitia Pengadaan Tanah, setelah disepakati besarnya ganti rugi, selanjutnya dibuatkan pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah tersebut dengan mencantumkan besarnya uang ganti rugi sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Bentuk ganti kerugian yang ditawarkan seharusnya tidak hanya ganti kerugian fisik yang hilang, tetapi juga harus menghitung ganti kerugian non fisik seperti pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dipindahkan kelokasi yang baru. Sepatutnya pemberian ganti kerugian tersebut harus tidak membawa dampak kerugian kepada pemegang hak atas tanah yang kehilangan haknya tersebut melainkan membawa dampak pada tingkat kehidupan yang lebih baik atau minimal sama pada waktu sebelum terjadinya kegiatan pembangunan. 99 Ganti rugi yang diberikan oleh instansi pemerintah hanya diberikan kepada factor fisik semata. Seharusnya patut pula dipertimbangkan tentang adanya ganti rugi faktor-faktor non fisik (immaterial). Dalam hal ini ganti kerugian hanya diberikan kepada orang-orang
yang
hak aas tanahnya terkena proyek
pembangunan. Pada kenyataannya, masyarakat disekitar proyek tersebut juga
99
Maria S.W. Sormardjono, Op.Cit, hal 200
Universitas Sumatera Utara
terkena dampak, baik yang positif maupun negatif, seperti kehilangan akses hutan, sungai dan sumber mata pencaharian lainnya. Bentuk ganti kerugian komunal harus diperhatikan berdasarkan hukum adat komunitas setempat. Perlu juga dikembangkan bentuk ganti kerugian dalam pola kemitraan jangka panjang yang saling menguntungkan antara pemilik modal (swasta) atau pemerintah dengan masyarakat pemilik hak atas tanah. Pada peraturan sekarang hanya ditentukan penggantian kerugian terbatas bagi masyarakat pemilik tanah ataupun menggarap tanah, berarti ahli warisnya. Ketentuan ini tanpa memberikan perlindungan terhadap warga masyarakat yang bukan pemilik, seperti penyewa atau orang yang mengerjakan tanah, yang menguasai dan menempati serta untuk kepentingan umum, masyarakat kontribusi dari pembangunan itu, serta rekognisi sebagai ganti pendapatan, pemanfaatan dan penguasaan hak ulayat mereka yang telah digunakan untuk kepentingan. 100 Pasal 33 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyebutkan bahwa Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai. Pasal 34 ayat (1), (2) dan (3) menyebutkan bahwa nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum. Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan
100
Berhard Limbong, Op.Cit, hal 174-175
Universitas Sumatera Utara
dengan berita acara. Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai menjadi dasar musyawarah penetapan Ganti Kerugian. Pasal 35 bahwa dalam hal bidang tanah tertentu yang terkena Pengadaan Tanah terdapat sisa yang tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukan dan penggunaannya, Pihak yang Berhak dapat meminta penggantian secara utuh atas bidang tanahnya. Pasal 36 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menegaskan bahwa pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Pasal 38 ayat (1) Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan Ganti Kerugian. Penjelasan Pasal 36 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum disebutkan bahwa Permukiman kembali adalah proses kegiatan penyediaan tanah pengganti kepada Pihak yang Berhak ke lokasi lain sesuai dengan kesepakatan dalam proses Pengadaan Tanah. Bentuk ganti kerugian melalui kepemilikan saham” adalah penyertaan saham dalam kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum terkait dan/atau pengelolaannya yang didasari kesepakatan antar pihak. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak misalnya gabungan dari 2 (dua) atau lebih bentuk Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali dan kepemilikan saham.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 37 ayat (1) dan (2) menegaskan bahwa Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian. Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan. Pasal 38 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, Pihak yang Berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan Ganti Kerugian. Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Pasal 39 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum bahwa dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti Kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu karena hukum Pihak yang Berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya Ganti Kerugian. Pasal 40 bahwa pemberian Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah diberikan langsung kepada Pihak yang Berhak. Penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum bahwa Pemberian Ganti Kerugian pada prinsipnya harus diserahkan langsung kepada
Universitas Sumatera Utara
Pihak yang Berhak atas Ganti Kerugian. Apabila berhalangan, Pihak yang Berhak karena hukum dapat memberikan kuasa kepada pihak lain atau ahli waris. Penerima kuasa hanya dapat menerima kuasa dari satu orang yang berhak atas Ganti Kerugian. Yang berhak antara lain pemegang hak atas tanah, pemegang hak pengelolaan, nadzir, untuk tanah wakaf, pemilik tanah bekas milik adat, masyarakat hukum adat,pihak yang menguasai tanah negara dengan itikad baik, pemegang dasar penguasaan atas tanah dan/atau pemilik bangunan, tanaman atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. Pada ketentuannya, Ganti Kerugian diberikan kepada pemegang Hak atas Tanah. Untuk hak guna bangunan atau hak pakai yang berada di atas tanah yang bukan miliknya, Ganti Kerugian diberikan kepada pemegang hak guna bangunan atau hak pakai atas bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dimiliki atau dipunyainya, sedangkan Ganti Kerugian atas tanahnya diberikan kepada pemegang hak milik atau hak pengelolaan. Ganti Kerugian atas tanah hak ulayat diberikan dalam bentuk tanah pengganti, permukiman kembali, atau bentuk lain yang disepakati oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Pihak yang menguasai tanah negara yang dapat diberikan Ganti Kerugian adalah pemakai tanah negara yang sesuai dengan atau tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya, bekas pemegang hak yang telah habis jangka waktunya yang masih menggunakan atau memanfaatkan tanah yang bersangkutan, pihak yang menguasai tanah negara berdasarkan
sewa-menyewa,
atau
pihak
lain
yang
menggunakan
atau
memanfaatkan tanah negara bebas dengan tidak melanggar ketentuan peraturan
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan. Yang dimaksud dengan “pemegang dasar penguasaan atas tanah” adalah pihak yang memiliki alat bukti yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang membuktikan adanya penguasaan yang bersangkutan atas tanah yang bersangkutan, misalnya pemegang akta jual beli atas Hak atas Tanah yang belum dibalik nama, pemegang akta jual beli atas hak milik adat yang belum diterbitkan sertifikat, dan pemegang surat izin menghuni. Bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah yang belum atau tidak dipunyai dengan Hak atas Tanah, Ganti Kerugian diberikan kepada pemilik bangunan, tanaman, atau benda lain yang berkaitan dengan tanah. Pasal 41ayat (1), (2), (4) dan (5) menyatakan bahwa ganti kerugian diberikan kepada Pihak yang Berhak berdasarkan hasil penilaian yang ditetapkan dalam musyawarah dan/atau putusan pengadilan negeri/Mahkamah Agung. Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib melakukan pelepasan hak dan menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan. Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau kepemilikan yang diserahkan. Tuntutan pihak lain atas Objek Pengadaan Tanah yang telah diserahkan kepada Instansi yang memerlukan tanah menjadi tanggung jawab Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian. Pasal 42 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum menyatakan bahwa dalam hal Pihak yang Berhak menolak bentuk dan/atau besarnya Ganti
Universitas Sumatera Utara
Kerugian
berdasarkan
hasil
musyawarah
atau
putusan
pengadilan
negeri/Mahkamah Agung Ganti Kerugian dititipkan di pengadilan negeri setempat.Penitipan Ganti Kerugian selain juga dilakukan terhadap Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian tidak diketahui keberadaannya atau
Objek
Pengadaan Tanah yang akan diberikan Ganti Kerugian sedang menjadi objek perkara di pengadilan, masih dipersengketakan kepemilikannya, diletakkan sita oleh pejabat yang berwenang atau menjadi jaminan di bank. Pasal 43 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ditegaskan bahwa pada saat pelaksanaan pemberian Ganti Kerugian dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan atau pemberian Ganti Kerugian sudah dititipkan di pengadilan negeri kepemilikan atau Hak Atas Tanah dari Pihak yang Berhak menjadi hapus dan alat bukti haknya dinyatakan tidak berlaku dan tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Pasal 44 ayat (1) dan (2) bahwa pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian atau Instansi yang memperoleh tanah dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dapat diberikan insentif perpajakan. Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif perpajakan diatur oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Pasal 46 ayat (2) dan (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dinyatakan bahwa Ganti Kerugian atas Objek Pengadaan Tanah diberikan dalam bentuk tanah dan/atau bangunan atau relokasi. Ganti Kerugian atas objek Pengadaan Tanah dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali,
Universitas Sumatera Utara
kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Pasal 48 ayat (1) menyatakan bahwa lembaga pertanahan menyerahkan hasil Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah setelah pemberian Ganti Kerugian kepada Pihak yang Berhak dan Pelepasan Hak telah dilaksanakan dan/atau pemberian Ganti Kerugian telah dititipkan di pengadilan negeri. Ganti kerugian tersebut bisa berdiri sendiri tiap unsur ataupun gabungan dari beberapa unsur yang diberikan sesuai dengan nilai komulatif ganti kerugian yang nominalnya sama dengan nilai yang ditetapkan oleh penilai (appraisal). Bentuk dan jenis ganti rugi lain yang disepakati bersama bisa dilaksanakan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan di atas, dan untuk menentukan jenis ganti rugi yang akan dipilih sepeuhnya diserahkan kesepakatan bersama antara panitia pengadaan tanah dengan para pemilik. Bentuk ganti rugi untuk didaerah perkotaan pada umumnya akan lebih dominan berbentuk uang, karena pada umumnya pemilik tanah cari yang simpel. 101
101
Mudakir Iskandar Syah, Op.Cit, hal 20
Universitas Sumatera Utara