Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SEJAK BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2012 DI KABUPATEN BANYUWANGI RUDI MULYANTO
[email protected] ABSTRAK
Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum sejak berlakunya undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dalam hal ini membahas tentang pengadaan tanah yang dilakukan di Kabupaten Daerah tingkat II Banyuwangi, yaitu Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Wiroguno. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis maka kesimpulan yang diperoleh adalah Pelaksanaan Tugas Panitia Pengadaan Tanah bagi pelaksanaan pembangunan kepentingan umum (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Wiroguno) di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi ternyata berjalan secara baik dan efektif serta lebih maju dari sebelumnya yang hanya berkesan mengutamakan formalitas dan realitas. Karena para pemegang hak atas tanah yang terkena Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Wiroguno dilibatkan secara langsung di dalam proses pengambilan keputusan. Dan didalam proses berlangsungnya musyawarah antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah berlangsung secara kekeluargaan dan persamaan hak dan kedudukan tanpa ada intimidasi. Kedudukan kedua belah pihak secara sejajar dan saling berbicara, mendengar untuk menerima usul saran dan pendapat. Selain itu dalam hal suatu bentuk ganti kerugian yang diberikan kepada pemilik hak atas tanah dan tanaman adalah berupa uang, dan dalam perhitungan ganti kerugian tidak didasarkan atas dasar Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan tahun terakhir, sehingga pemberian ganti kerugian dianggap cukup baik dan tidak merugikan berkas pemegang hak atas tanah yang terkena Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Wiroguno. ABSTRAC Procurement of land for the implementation of development undertaken by the government for public use since the enactment of Law No. 2 the year of Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
130
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
2012 on land acquisition for public purposes, in this case discusses the land acquisition is done at the Regional District level II Banyuwangi, namely Blimbingsari airport Project and Wiroguno bus station. Based on research conducted by the authors conclusions are obtained Implementation Task Land Acquisition Committee for the implementation of a common interest development (Blimbing sari airport Project Development and Wiroguno bus station) in the Regency of Banyuwangi it runs smoothly and effectively as well as more advanced than before the only memorable prioritizing formality and reality. Because the holders of rights to the land affected by the Blimbing Sari Project Development and Wiroguno bus station directly involved in the decision-making process. And in the ongoing process of consultation between the government agencies requiring the land to the holders of land rights took place between ourselves and equal rights and status without any intimidation. The position of the two sides is parallel to each other and talk, listen to accept the proposal of suggestions and opinions. In addition, in the event of a form of compensation given to the owner of the land and the plants are in the form of money, and in the calculation of compensation is not based on the basis of the Tax Object Sales Value(Nilai Jual Objek Pajak) Land and Building last year, so the compensation payment is considered good enough and do not harm the land rights holder files affected Blimbingsari airport project and and l Wiroguno bus station. 1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan dalam rangka amanat Pembukaan UUD 45, dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu jumlah penduduk terus bertambah, dan sejalan dengan se makin meningkatnya pembangun an dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat dan beragam pula ke butuhan penduduk itu. Termasuk dalam kegiatan Pem bangunan Nasional itu adalah pembangunan untuk kepentingan umum. Pembangunan kepentingan umum ini harus terus diupayakan
pelaksanaannya seiring dengan ber tambahnya jumlah penduduk yang disertai dengan semakin meningkat nya kemakmurannya. Penduduk yang semakin ber tambah dengan tingkat kemakmur an yang semakin baik, tentunya membutuhkan berbagai fasilitas umum seperti : jaringan/transport tasi, fasilitas pendidikan, peribadat an, sarana olahraga, fasilitas komu nikasi, fasilitas ke selamatan, sarana umum dan sebagainya. Pembangunan fasilitasfasilitas umum seperti tersebut di atas, memerlukan tanah sebagai
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
131
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
wadahnya. Dalam hal persediaan tanah masih luas, pembangunan fasilitas umum tersebut tidak me nemui masalah. Tetapi persoalan nya tanah merupakan sumber daya alam yang sifatnya terbatas, dan tidak pernah bertambah luas nya, tanah yang tersedia sudah banyak yang dilekati dengan hak (tanah hak), dan tanah negara sudah sangat terbatas persediaannya. Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pem bangunan untuk kepentingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluar yang ditempuh adalah dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil” tanah (oleh pemerintah dalam rangka pelaksana an pembangunan untuk kepentingan umum) inilah yang kemudian di sebut dengan pengadaan tanah (Undang-undang No.2 tahun2012). Kegiatan pengadaan tanah ini sudah sejak lama dilakukan, bahkan sudah dikenal sejak zaman Hindia Belanda dahulu melalui Onteigenings Ordonannatie (staatsblad 1920 nomor 574). Undang-undang Pokok Agraria sendiri melalui pasal 16 memberikan landasan hukum bagi pengambilan tanah hak ini dengan menentukan, “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah
dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak menurut cara yang diatur dengan Undangundang”. Maka dengan adanya Undang -Undang Pokok Agraria yang diatur di dalam pasal 16 yang memberikan suatu pengertian tentang landasan hukum yang jelas dalam hal peng ambilan tanah hak yang berhubung an dengan kepentingan umum ter masuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan rakyat. Se lanjutnya menurut undang-undang ini ke giatan pembangunan untuk ke pentingan umum tidak hanya ter batas pada kegiatan yang dilaku kan pemerintah tapi juga oleh swasta, asal usaha itu benar-benar untuk kepentingan umum, sebagaimana pada penjelasan angka (4) huruf b. Inpres nomor 9 tahun 1973 beserta lampirannya memberikan pedoman-pedoman dalam pe laksanaan pencabutan hak dan benda-benda yang ada diatasnya, juga memberikan arti kepentingan umum secara luas dengan me nambah daftar bidang kegiatan yang mempunyai sifat kepentingan umum, namun masih membuka penafsiran lebih lanjut (Pasal 1 ayat 1 dan 2). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 tahun 1975 tidak memberikan batasan yang jelas tentang kepentingan umum, dan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
132
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
berdasarkan Permendagri Nomor 2 tahun 1976 yang dikeluarkan ke mudian, ketentuan mengenai acara pembebasan tanah untuk kepenting an pemerintah, menurut Permen dagri nomor 15 tahun 1975, diber lakukan juga untuk kepentingan swasta. Keluarnya Undang-undang No. 2 tahun 2012, membawa peng aturan yang jauh berbeda dengan yang diatur dalam peraturan-per aturan perundangan sebelumnya, baik tentang pengertian kepentinan umum, proses musyawarah maupun tentang bentuk dan cara penentuan besarnya ganti kerugian. Undang-undang tersebut me nganut pendekatan yang sempit dengan memberikan definisi yang ketat tentang kepentingan umum, diikuti dengan 14 contoh kegiatan yang tidak membuka penafsiran lebih lanjut lagi1) (pasal 5(1)). Undang-undang ini me nentukan tiga kriteria bagi suatu kegiatan untuk dapat dikategorikan sebagai kepentingan umum yaitu: (1) dilakukan oleh pemerintah, (2) dimiliki oleh pemerintah, serta (3) tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Lebih lanjut ditentukan juga bidang-bidang kegiatan yang masuk kategori kepentingan umum dengan kemungkinan Presiden menentukan bidang kegiatan lain di luar yang
disebut itu, asal memenuhi tiga kriteria tersebut. Proses musyawarah juga ditentukan secara tegas yaitu dilaku kan secara langsung antara pe megang hak atas tanah dan instansi Pemerintah yang memerlukan tanah, dengan di pimpin oleh ketua Panitia Pengadaan Tanah. Bentuk dan dasar perhitung an ganti kerugian juga ditentukan secara lebih tegas dan lebih adil yaitu didasarkan atas nilai nyata dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak yang terakhir untuk tanah yang bersangkutan. Lebih lanjut undang-undang ini menentukan bahwa untuk kegiat an kepentingan umum yang me merlukan tanah kurang dari 1 (satu) ha, pengadaan tanahnya dilakukan secara langsung (tanpa melalui Panitia Pengadaan Tanah) oleh instansi Pemerintah yang memerlu kan tanah dengan para pedagang hak atas tanah dengan jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak (Pasal 23). Berlakunya undang-undang ini, maka permendagri nomor 15 tahun 1975, dan nomor 2 tahun 1976 serta nomor 2 tahun 1985 yang mengatur tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan swasta dinyatakan tidak berlaku lagi (Pasal 24).
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
133
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
Untuk melaksanakan undangundang tersebut tersebut telah di keluarkan pula Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Per tahanan Nasional Nomor 1 tahun 1994 tentang Ketentuan Pelaksana an Undang-Undang No. 2 Tahun 2012. Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 ini sebagai suatu peraturan yang relatif baru, maka perlu sekali dilakukan penelitian, sejauh mana Undang-undang ter sebut dilaksanakan dalam praktek. Dalam hal ini penulis meng ambil Kabupaten Banyuwangi se bagai lokasi penelitian, karena dari hasil prapenelitian yang penulis lakukan, dan berdasarkan informasi dari Pejabat Kantor Pertahanan Kabupaten Banyuwangi bahwa di Kabupaten Banyuwangi telah dilaku kan pengadaan tanah untuk pem bangunan kepentingan umum be rupa sarana tanggul penanggulang an bahaya banjir, berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 2012 meliputi Kecamatan Genteng seluas 2,0513 Ha dan kecamatan Muncar seluas 1,6037 Ha. Sehubungan dengan itu pemberian ganti kerugi an kepada para pemilik hak atas tanah yang terkena lokasi pem bangunan kepentingan umum pun kenyataannya belum sesuai dengan Undang-undang No. 2 Tahun 2012, karena itu perlu dilakukan peneliti
an, maka penulis ingin mengadakan penelitian dengan judul: "Pengada an Tanah Bagi Pelaksanaan Pem bangunan Untuk Kepentingan Umum Sejak Berlakunya UndangUndang No. 2 Tahun 2012 Untuk Kepentingan Umum Di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi." 2. Pengertian Tentang Ke pentingan Umum “Hampir tak ada kegiatan pembangunan (sektoral) yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pem bangunan” (Pertahanan dalam pem bangunan Indonesia, Departemen Penerangan Republik Indonesia, 1982, Hal. 165). Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang kehidupan baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan swasta selalu membutuhkan tanah sebagai wadah untuk diletakkan pembangun an itu. Kini pembangunan terus meningkat dan persediaan tanahpun semakin sulit (terbatas). Keadaan seperti ini dapat menimbulkan konflik karena ke pentingan umum dan kepentingan perorangan saling berbenturan. Kondisi seperti ini diperlukan upaya dan pengaturan yang bijaksana guna menghindari konflik-konflik yang
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
134
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
lebih meresahkan masyarakat banyak. Agar kepentingan umum tidak terhambat dalam arti dapat dilaksanakan dan kepentingan per oranganpun tidak diabaikan. maka diperlukan adanya musyawarah antara masing-masing pihak untuk melaksanakan kepentingan umum. Pembangunan kepentingan umum hanya dapat dilaksanakan jika ada tanah yang telah tersedia. Untuk itu perlu melakukan peng adaan tanah (pengambilan) tanah hak masyarakat. Proses pengambilan tanah hak masyarakat untuk kepentingan umum ini sudah dilakukan sejak dahulu (zaman Hindia Belanda) yang dikenal dengan Onteigenings Ordonnantie (Stb. 1920 Nomor 574) dengan peraturan pelaksana anya yaitu Bijblad Nomor 11372 yo 12746 mengatur mengenai aparat pembebasan dan pemberian ganti kerugian atas tanah yang diperlu kan. Tetapi peraturan warisan Hindia Belanda tersebut telah di cabut masing-masing dengan UU nomor 20/1961 tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda di atasnya dan Permendagri nomor 15 tahun 1975 tentang ketentuanketentuan mengenai tata cara pem bebasan tanah.
Sejak berlakunya UndangUndang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut UUPA, mem berikan dasar hukum bagi pelaksana an pembebasan (pengadaan) tanah atau pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum. Dalam Pasal 18 UUPA menentukan bahwa untuk ke pentingan umum, termasuk ke pentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Ber dasarkan Pasal 18 UUPA ini di keluarkan. Undang-Undang nomor 20 tahun 1961 tentang pencabutan hakhak atas tanah dan benda-benda di atasnya. Di dalam Pasal 1 me nentukan bahwa : “untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan bersama dari rakyat demikian pula ke pentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan yang me maksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakim an dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya”. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan kepentingan umum
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
135
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
pencabutan hak-hak atas tanah dapat dilakukan tetapi pemberian ganti kerugian juga harus diberikan kepada bekas pemilik tanah. Se lanjutnya Sudargo Gautama me ngatakan bahwa : Pencabutan hak-hak atas tanah dimungkinkan tetapi ada syarat-syarat yang perlu dipenuhi terlebih dahulu. Salah satu syarat yang terpenting adalah bahwa perlu diadakan penggantian kerugian (Sudargo Gautana; 1990). Undang-Undang nomor 20 tahun 1961 ini mengatur dua hal yaitu : a. Mengenai kepentingan umum b. Mengenai pencabutan hak atas tanah. Kegiatan pelaksanaan pem bangunan untuk kepentingan umum selalu mendesak, maka pengadaan/ pengambilan tanah hak masyarakat ini harus dilakukan guna pem bangunan kepentingan umum. Proses pengambilan tanah hak masyarakat untuk kepentingan umum ini menurut Maria S.W. Sumardjono bahwa : “kepentingan pembangunan yang dengan memanfaatkan tanahtanah hak perseorangan harus dapat dirasakan manfaatnya oleh masya rakat secara keseluruhan dalam hal ini kepentingan pem bangunan itu ditujukan untuk mewujudkan ke pentingan umum”. Kepentingan
umum sering diper masalahkan di masa lalu karena hal itu dapat diperalat oleh pihak ter tentu untuk kepentingan yang bukan termasuk kepentingan umum. Ini disebabkan karena rumus an pengertian kepentingan umum yang diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 1961 itu terlalu luas. Seperti dalam Pasal 1 memberi pengertian kepentingan umum yaitu : 1. Kepentingan bangsa dan negara 2. Kepentingan bersama pem bangunan 3. Kepentingan pembangunan. Pengertian tersebut tanpa ada batas yang jelas dan terperinci dengan demikian kepentingan umum dapat ditafsir secara lain. Dalam penjelasan umum angka 4 huruf b pun dijelaskan bahwa kegiatan kepentingan umum tidak hanya terbatas pada kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh pihak swasta, asal usaha itu benar-benar untuk ke pentingan umum. Inpres nomor 9 tahun 1973 serta lampiranya dalam Pasal ayat (1) dan ayat (2) memberikan pe doman-pedoman mengenai pe laksanaan pencabutan hak atas yanah dan benda-benda yang ada di atasnya, juga memberikan makna kepentingan umum secara luas dan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
136
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
menambah daftar bidang kegiatan yang bersifat kepentingan umum, tetapi masih dapat memberi peluang untuk dapat diinterpretasikan secara lain lagi. Kemudian dikeluarkan Per aturan Menteri Dalam Negari No 15 tahun 1975 tentang ketentuanketentuan mengenai tata cara pem bebasan tanah. Ketentuan ini pun tidak memberikan suatu pengertian kepentingan umum secara jelas tetapi hanya secara luas, bahkan Permendagri ini selain di gunakan untuk pengadaan tanah bagi ke pentingan pemerintah, juga dapat di gunakan oleh pihak swasta berdasar kan Pemendagri nomor 2 tahun 1976. Sejalan dengan itu proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum tidak selamanya berjalan lancer, karena pemberian ganti ke rugian kadang-kadang tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Lebih lanjut menurut Boedi Harsono, bahwa mengenai besarnya ganti kerugian yang harus ditetap kan atas dasar persetujuan bersama, ada suatu azaz yang bersifat universal, yaitu, bahwa dengan penyerahan tanahnya bekas yang empunya tanah kedudukan ekonomi dan sosial tidak boleh menjadi mundur (Budi Harsono, 1994). Kebutuhan atas tanah pun terus meningkat, padahal persediaan
tanah bagi pelaksanaan pembangun an semakin terbatas. Oleh karena terbatasnya persediaan tanah dan banyak hambatan yang dialami dalam proses perolehan tanah yang telah dihaki olh masyarakat untuk kepentingan umum, pemerintah terus berupaya menyempurnakan perangkat peraturan perundangundangan untuk dapat dipakai se bagai dasar hukum bagi kegiatan pelaksanaan pengadaan tanah. 2.1 Pengertian tentang peng adaan tanah bagi pelaksana an pembangunan untuk ke pentingan umum Mengenai hal-hal pokok yang berkaitan dengan pengadaan tanah bagi pelaksaan pembangunan untuk kepentingan umum, baik mengenai pengertian kepentingan umum, proses musyawarah mampu bentuk dan cara penetapan besarnya ganti kerugian. Dalam Undang-undang ter sebut kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum “dibatasi”2) pada tiga kriteria atau unsur yaitu : 1. Pembangunan harus dilaku kan oleh Pemerintah. 2. Pembangunan harus di miliki oleh Pemerintah. 3. Tidak digunakan untuk men cari keuntungan. Pengadaan tanah bagi pe laksanaan pembangunan kepenting an umum dilakukan melalui
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
137
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
musyawarah (Pasal 9). Ganti kerugi an dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan pem bangunan diberi kan juga untuk : 1. Hak atas tanah. 2. Bangunan. 3. Tanaman. 4. Benda-benda lain yang ber kaitan tentang tanah. Demikian juga ganti kerugi an disebutkan dalam pasal 13 dapat berupa: 1. Uang 2. Tanah pengganti 3. Pemukiman kembali 4. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian a, b, dan c, dan 5. atau bentuk lain yang di sepakati para pihak. Selain itu dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah yang di bentuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I (Pasal 6 ayat (1)), dan Panitia Pengadaan tanah dibentuk di setiap Kabupaten atau Kotamadya Daerah Tingkat II (Pasal 6 ayat (2)). 2.2. Lahirnya Aturan Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan umum Pengadaan tanah untuk ke pentingan umum sudah dikenal sejak masa pemerintahan Kolonial Belanda dahulu. Istilah pengadaan
tanah masa itu lebih dikenal dengan istilah pencabutan hak (onteigen ings). Oleh karena itu uraian tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat diawali dari masa sebelum dan sesudah keluarnya UUPA hingga masa ber lakunya Undang-undang No. 2 Tahun 2012. 2.3. Masa sebelum keluarnya Undang-undang Pokok Agraria Pengaturan pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada masa sebelum keluarnya Undangundang Pokok Agraria dapat di tinjau dari masa sebelum merdeka (masa kolonial) dan masa sesudah merdeka. a) Masa Sebelum Merdeka (Masa Kolonial) Pada masa sebelum merdeka kegiatan menyediakan tanah lebih dikenal dengan istilah pencabutan hak yang lazim ; disebut Onteigenings. Hal itu diatur dengan berbagai peraturan perundangundangan yang dikeluarkan oleh pe merintah Kolonial Belanda sebagai dasar hukum. Peraturan-peraturan dimaksud sebagai berikut : a. Agrarische Wet 1870 (Staasblad 1870 nomo 55). b. Staatsblad 1947 nomor 574 tentang Onteigenings Ordon nantie.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
138
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
c. Staatsblad 1947 nomor 96 tentang perubahan atas staatsblad 1920 nomor 574 tentang Onteigenings Oron nantie. d. Bijblad nomor 11372 jo nomor 12746 tentang Panitia Pembalian Tanah Untuk Ke perluan Dinas. Pengalaman sejarah per jalanan Bangsa Indonesia telah me nunjukkan bahwa Bangsa Indonesia pernah Menjadi Koloni Belanda selama 350 tahun. Adanya Kolonial Belanda itu berpengaruh sangat besar terhadap sendi dan tatanan ke hidupan bangsa Indonesia dalam se gala bidang yaitu dalam bidang : politik, budaya, hankam, social, dan ekonomi, termasuk di dalamnya ke beradaan hukum agrarian Indonesia yang masih berdasarkan hukum adat pada waktu itu. Demikian pada waktu itu hukum Agraria di Indonesia bersifaf dualistis, yaitu bahwa di samping hukum agraria adat, berlaku hukum tanah barat. Hukum tanah adat ialah hukum atau peraturan yang tidak tertulis, se dangkan hokum barat ialah hukum atau peraturan-per aturan tertulis. Menurut Sudikno Merto kusumo (1998:3), bahwa “yang dimaksud dengan hukum adat ialah adat kebiasaan yang mempunyai akibat hukum. Hukum adat itu terdiri dari peraturan-peraturan yang
tidak tertulis, sedangkan hukum barat itu terdiri dari peraturanperaturan yang ter tulis.” Hukum agraria barat yang berlaku pada masa kolonial dan yang terpenting adalah Agrarische wet 1870 yang termuat dalam Staatsblad 1870 nomor 55, yang ter diri dari lima ayat, yang isi lengkap nya sebagai berikut : a. Menurut ketentuan, yang di tetapkan dengan ordonansi, maka tanah-tanah diberikan dengan erfpacht, untuk waktu tidak lebih dari tujuh puluh lima tahun. b. Gubernur Jenderal harus men jaga jangan sampai setiap pemberian tanah itu me langgar hak-hak Bangsa Indonesia. c. Tanah-tanah yang dibuka oleh Bangsa Indonesia untuk di gunakan sendiri atau sebagai tempat penggembala an umum atau karena salah satu sebab termasuk tanah desa, tidak di kuasai Gubernur Jenderal kecuali untuk kepentingan umum dan untuk tanamantanaman yang di perintahkan oleh penguasa menurut per aturan-peraturan yang ber sangkutan dengan ganti ke rugian yang patut. d. Tanah yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dengan hak
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
139
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
pakai perseorangan turun temurun (erfeilijk individueel gebruik), diberikan atas pe milik yang berhak dengan eigendom kepadanya dengan pembatasan-pembatasan yang perlu yang ditetapkan dengan ordonansi dan dinyatakan dalam surat eigendom, ter hadap kewajiban terhadap Negara dan desa dan we wenang menjual kepada bukan Bangsa Indonesia. e. Penyewaan atau menyuruh memakai tanah oleh Bangsa Indonesia kepada bukan Bangsa Indonesia ber langsung menurut ketentuan yang ditetapkan dengan ordonansi. Agrarische wet atau “Undang-undang Agraria” 1870 itu kemudian ditambahkan pada pasal 62 regerings reglement (R.R) se hingga menjadi delapan ayat. Kemudian pada tahun 1925 R.R. itu diubah menjadi “indische staat sregeling” (I.S.), dan Pasal 62 R.R. berubah menjadi Pasal 51 I.S. sedangkan isinya tetap delapan ayat. Dalam Agrarische wet tampak bahwa dasar pengaturan pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah diisyaratkan. Hal itu ternyata dalam ayat (3), agrarische wet atau ayat (6)(IS), pada isi pokoknya menyebutkan bahwa :
tanah-tanah milik rakyat Indonesia tidak dikuasai oleh Gubernur Jenderal kecuali untuk kepentingan umum dengan pemberian ganti kerugian yang patut. Maksud yang terkandung dalam Agrarische wet tersebut di atas adalah memberikan kesempat an kepada perusahaan swasta asing untuk berkembang dan mem peroleh tanah dan memberi per lindungan terhadap hak-hak rakyat atas tanah. Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan, bahwa maksud daripada Undang-Undang Agraria tahun 1870 itu pada pokoknya : 1. Kemungkinan perkembangan perusahaan partikelir asing dengan memberi kesempatan untuk memperoleh tanah yang diperlukan. 2. Melindungi dan memperkuat hak rakyat atas tanah. Sedangkan isi pokok dari pada Undang-Undang Agraria 1870 ialah seperti berikut : 3. Memungkinkan pemberian hak erfpacht untuk tujuh puluh lima tahun dan sewa menyewa kepada bangsa Indonesia 4. a) Pemberian tanah tidak boleh mendesak hak rakyat. b) Bila pemerintah mengambil tanah rakyat harus hanya
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
140
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
untuk kepentingan umum dan untuk tanaman-tanaman yang diperintahkan oleh pe nguasa dengan pembayaran kerugian. c) Kepada Bangsa Indonesia diberi kesempatan mendapat hak tanah dengan hak milik agraria d) Diadakan peraturan sewa me nyewa tanah rakyat Indonesia kepada orang asing. Maksud dan isi dari Undang -Undang Agraria 1870 menunjuk kan bahwa hak-hak rakyat atas tanah perlu dihormati. Bila pemerintah mengambil tanah rakyat asal dengan syarat bahwa harus hanya untuk kepentingan umum dan dengan pemberian ganti kerugian yang layak kepada pemiliknya. Hak-hak rakyat atas tanah menurut hukum adat ialah hak ulayat, hak milik dan hak komunal, dan Agrarische Eigendom sedang kan hak-hak atas tanah menurut hukum barat (KUHPerdata Barat) ialah hak eigendom, hak erfpacht, dan hak opstal. Hak-hak tersebut yang dimiliki rakyat atas tanah baik secara perorangan maupun secara berkelompok (komunal) itu harus dihormati eksistensinya. Apabila kepentingan umum menghendaki dan persediaaan tanah negara relatif tidak tersedia maka
hak-hak atas tanah tersebut dapat dibeli atau dengan pencabutan hak (onteigenings) dengan pemberian ganti kerugian yang layak. Hak barat seperti hak Eigendom adalah hak yang paling luas. Hak Eigendom tersebut diatur dalam Pasal 570 BW, adalah suatu hak kebendaan, artinya orang yang mempunyai Eigendom itu mem punyai wewenang untuk : a. Mempertahankan atau me nikmati benda itu sepenuhpenuhnya. b. Menguasai benda itu seluasluasnya. Tetapi dengan syarat bahwa : 1.Tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang umum. 2.Tidak boleh mengganggu hak orang lain, dengan perkecuali an yang ditetapkan secara tegas bahwa untuk kepentingan umum, pemerintah dapat meng adakan pencabutan hak (onteigenings) tetapi harus untuk kepentingan umum dan harus berdasarkan peraturan hukum. Lebih lanjut Eddy Ruchiyat (1995) menyatakan, bahwa pen cabutan hak dan syarat-syaratnya yang mengikat pemerintah telah ditetapkan, yaitu : a. Onteigening itu harus untuk keperluan umum.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
141
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
b. Yang mempunyai Eigendom harus diberi ganti kerugian yang layak (pantas) c. Sub a dan b hurus dijelaskan menurut peraturan-peraturan hukum. Berarti bahwa hak eigendom yang merupakan hak kebendaan yang seluas-luasnya telah men dapatkan perlindungan hukum. Pelaksanaan lebih lanjut mengenai pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut dalam UndangUndang Agraria 1870 baru diatur 50 tahun kemudian yaitu dalam Staatsblad 1920 nomor 574 yang lebih dikenal dengan istilah "Onteigenings Ordonnantie" atau peraturan pencabutan hak. Peraturan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 September 1920, yang kemudian setelah kemerdekaan diubah dan ditambah, yang terakhir dengan Staatsblad 1947 nomor 96, guna menyesuaikan dengan perubahan keadaan dan kebutuhan Bangsa Indonesia. Di dalam Staatsblad 1920 nomor 574 tersebut tidak dijelaskan mengenai pengertian pencabutan hak atas tanah dimaksud. Guna kelancaran pelaksana an pembangunan fasilitas kepenting an umum maka pencabutan hak tanah harus dilakukan oleh karena tanah yang tersedia untuk pelaksana an pembangunan fasilitas kepenting
an umum belum tersedia. Pencabut an hak atas tanah untuk kepentingan umum dimaksud melibatkan dua pihak. Pihak-pihak yang terlibat di dalam kegiatan pencabutan tanah adalah : 1. Pemilik tanah (yang empunya tanah) 2. Pihak yang membutuhkan tanah. Pencabutan tanah yang di lakukan berdasarkan Staatsblads 1920 nomor 574 itu tidak didasar kan pada azaz musyawarah tapi hanya perintah penguasa apabila ada suatu rencana kegiatan yang diperuntukan kepentingan umum. Demikian pula kepentingan umum itu bukan untuk masyarakat luas tetapi untuk kelompok tertentu terutama penguasa yang juga merangkap pengusaha pada waktu itu. Selain pencabutan hak di kenal juga pembelian tanah untuk keperluan Dinas diatur dalam Bijblad Nomor 11372 jo Nomor 12746 (Governents Besluit 1927 Nomor 7 jo Nomor 23 tahun 1932). Bijblad tersebut sebagai per aturan pelaksanaan ontaigenings ordonnatie (stb. 1920 Nomor 574). Mengenai kepentingan umum yang disebutkan dalam ayat (3) Undang-undang Agraria 1870 dan ontaigenings ordanantie 1920
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
142
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
(stb 1920 Nomor 547) tidak diberi kan suatu definisi yang jelas dan pembatasan secara terperinci dengan tegas tetapi hanya disebut kan secara umum. Hal ini dapat dimaklumi bahwa tujuan politik Agraria barat adalah mencari ke untungan yang sebesar-besarnya. Berdasarkan staasblad 1920 Nomor 547 tersebut dan berdalih kepentingan umum rakyat diper daya dengan cara-cara yang tidak adil dan manusiawi hanya demi me ngeruk keuntungan pribadi dan golongan sendiri Tujuan politik hukum Agraria barat yang sangat ber tentangan dengan realita kehidupan Bangsa Indonesia pada waktu itu, menurut Imam Soetiknjo bahwa : “sebab dasar dari pada politik Agraria kolonial adalah prinsip dagang, yaitu mendapatkan hasil bumi/bahan mentah dengan harga yang serendah mungkin, untuk kemudian dijual dengan harga yang setinggi mungkin. Tujuannya tidak lain dari mencari keuntungan sebesar mungkin, bagi diri penguasa kolonial yang me rangkap menjadi pengusaha “. Jadi jelas bahwa kepenting an umum bukan menjadi tujuan pencabutan tanah pada waktu itu melainkan kepentingan pribadi dan golongan yang diutamakan.
b) Masa Sesudah Merdeka (Masa Kolonial) Masa sesudah merdeka pe ngaturan pencabutan hak belum dapat diatur dengan peraturan perundangundangan secara khusus. karena situasi politik dalam negeri yang masih dalam proses peralihan ke daulatan sebagai Negara merdeka (RI). Karena itu peraturan per undang-undangan yang mengatur soal pencabutan hak masih me ngacu pada peraturan perundangundangan Kolonial Belanda. Ke cuali Undang-undang Dasar Republik Indonesia. Peraturan perundang-undang an yang menjadi dasar hukum pencabutan tanah pada masa itu adalah sebagai berikut : a. Pasal II aturan peralihan Undang-undang dasar 1945. b. Pasal 26 KRIS jo pasal 27 UUDS 1950. c. Wet 1870 (Staasblad 1870 Nomor 55). d. Staasblad 1920 Nomor 574 tentang ontaigenings ordonantie. e. Bijblad Nomor 11372 Nomor 12746 mengenai panitia pem belian tanah untuk keperluan Dinas. Pada tanggal 17 Agustus 19545 Bangsa Indonesia mem proklamirkan kemerdekaannya. Sehari setelah itu maka pada,
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
143
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan nya Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945). Kemerdekaan tersebut berarti dalam segala bidang kehidup an Negara, falsafat yang menjadi dasar tujuan yang hendak dicapai, termasuk juga dasar dan tujuan politk Agraria sudah berbeda. Artinya dasar dan tujuan Negara dan juga dasar dan tujuan politik agrarian Indonesia tidak sama dengan dasar tujuan poltik agrarian pemerintah belanda, tetapi sudah sesuai dengan Undang-undang dasar 1945. Konkritnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum, atau pencabut hak (Ontaigenings) pada masa setelah kemerdekaan peng aturannya tidak dijumpai dalam Undang-undang Dasar 1945. Walau pun demikian dalam Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa : “segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut undang-undang ini.”Atas dasar Pasal II Aturan Peralihan UndangUndang Dasar 1945 ter sebut maka semua peraturan perundang-undang an termasuk juga peraturan per undang-undangan agrarian pe ninggalan Pemerintah Belanda masih tetap berlaku di wilayah Negara Republik Indonesia, se belum ada peraturan baru yang
menggantinya. Karena itu maka Staatsbald 1920 nomor 574 tentang onteigenings ordonnantie atau per aturan pencabutan hak atas tanah dengan peraturan pelaksanaanya yaitu bijblad nomor 11372 yo nomor 12746 mengenai panitia pembelian tanah untuk keperluan dinas dan pemberian ganti kerugian atas tanah yang diperlukan masih tetap berlaku di Indonesia. Jika ditinjau lebih lanjut tentang pengaturan pencabutan hak atas tanah dalam empat Undang Undang Dasar yang pernah berlaku di Republik Indonesia masingmasing : 1.Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) berlaku 18-8-1945 s/d 27-12-1949 (kurun waktu I); 2.onstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) berlaku 27 Desember 1949 s/d 17 agustus 1950; 3.Undang-Undang Dasar Semen tara (UUDS 1950) berlaku 17 Agustus 1950 s/d 5 juli 1959; 4.Undang-Undang Dasar 1945 (berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 s/d sekarang (kurun waktu II). Maka pengaturan pencabut an hak atas tanah dapat dijumpai dalam dua Undang-Undang Dasar yang tersebut pada nomor 2 (dua) dan 3 (tiga) di atas yaitu KRIS dan UUDS 1950 mengatakan : pecabut
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
144
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
an hak milik (oenteigening) untuk kepentingan umum atas suatu benda atau hak tidak dibolehkan kecuali dengan mengganti kerugian dan menurut aturan-aturan undangundang. berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut berarti bahwa peraturan dasar yang diprelukan untuk dapat dipakai sebagai dasar hukum bagi sahnya suatu perbuatan pencabutan hak milik / pengadaan tanah,yaitu yang dirumuskan dalam suatu undang-undang secara yuridis formil sudah terpenuhi. Dalam ketentuan pasal ter sebut dapat diketahui bahwa ada unsur-unsur yang perlu diperhatikan yaitu kepentingan umum meng hendaki pencabutan hak, pencabut an harus disertai ganti kerugian, perbuatan pencabutan hak harus dengan undang-undang. Hal ter sebut menurut pendapat Marmin M. Roosadijo bahwa : Dari ketentuan pasal tersebut diatas, dapatkah kita temukan (tiga) unsur pokok yaitu : a. Kepentingan umum mem butuhkan diadakannya pen cabutan hak milik itu. b. Terhadap pencabutan hak milik ini harus disertai dengan pemberian ganti kerugian ke pada yang berhak. c. Tindakan tersebut harus di dasarkan atas ketentuan undang-undang yang meng aturnya.
Unsur-unsur pokok tersebut satu diantaranya yang terpenting ialah pencabutan hak untuk ke pentingan umum harus di dasarkan undang-undang yang mengaturnya. 2.4 Masa Sesudah Keluarnya Undang-Undang Pokok Agraria Setelah berlakunya undangundang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang disebut undang-undang pokok agrarian atau disingkat UUPA, maka masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum mulai mendapat perhatian dan pengaturan, sesuai dengan hukum agrarian nasional. Berdasarkan UUPA itu maka agrarische Wet (Staasblad 1870 nomor 55) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi di wilayah RI. Kecuali staasblad 1920 nomor 574 dengan bijblad nomor 11372 jo 12746, tetap berlaku sesuai ketenyuan peraturan per alihan UUPA pasal 58 yang me nyebutkan, selama peraturan pe laksanaan UUPA belum ada maka peraturan-peraturan yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UUPA. Di dalam pasal 18 UUPA, disebutkan senagai berikut : untuk kepentingan umum, termasuk ke pentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut,
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
145
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
dengan member ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Ketentuan tersebut pada satu pihak memberikan landasan hukum bagi penguasa untuk dapat mem peroleh tanah yang diperlukannya guna menyelenggarakan kepenting an umum. Pada lain pihak ketentuan itu memberikan jaminan bagi rakyat mengenai hak-haknya atas tanah ter hadap tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Pencabutan hak untuk kepentingan umum di mungkinkan, tetapi dengan syaratsyarat tertentu, yaitu selain yang ditetapkan dalam pasal 18 tersebut diatas juga dalam suatu undangundang yang akan mengatur caracara melakukan pencabutan hak. Ketentuan pasal 18 UUPA itu pada hakiktanya merupak pelaksana an dari azas dalam pasal 6 UUPA yaitu semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Berdasarkan pada ketentuan pasal 18 itu maka pencabutan tanah untuk kepentingan umum mulai diatur dalam berbagai peraturan peundang-undangan baik berupa undang-undang, maupun berupa Per aturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan Peraturan Menteri hingga Undang-undang ter sendiri yang mengatur tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepenting
an Umum yaitu Undang-undang No. 2 Tahun 2012. 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang diguna kan oleh penulis dalam penelitian ini adalah penelitian metode kuali tatif ialah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisistis yaitu apa yang dinyata kan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga prilakunya yang nyata yang diteliti dan yang di pelajari sebagai sesuatu yang utuh dengan metode sebagai berikut: penelitian yuridis sosiologis atau sering disebut penelitian hukum yang sosiologis ber dasarkan madzhab socio logical yurisprudence. Peneliti an ini berbasis pada ilmu hukum normatif (peraturan per undangan), tetapi bukan meng kaji mengenai sistem norma dalam aturan perundangan, namun mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang ter jadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat. penelitian sosiologi tentang hukum (sociological of law) berpijak pada ilmu sosiologi yang mendapatkan hukum se bagai perilaku sosial yang ter legitimasi. 3.2. Waktu dan Tempat
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
146
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
Penelitian dengan judul "Pengadaan Tanah Bagi Pelaksana an Pembangunan Untuk Kepenting an Umum Sejak Berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Kabupaten Daerah Tingkat Ii Banyuwangi" ini dilaksanakan sejak bulan April 2012 sampai dengan Oktober 2012, di Kecamatan Banyuwangi dan Kecamatan Genteng, serta Kantor Badan Petanahan Negara Kabupaten Banyuwangi. Lokasi penelitian ini diperlu kan bagi penelitian hukum terutama bagi penelitian hukum empiris, sehingga sesuai dengan judul dan rumusan yaitu : a. Di Kecamatan Banyuwangi dan Genteng. b. Badan Pertahanan Negara Kabupaten Banyuwangi. 3.3. Sumber Data Adanya jenis data yang dikenal dalam suatu penelitian hukum yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam peneliti an hukum adalah data yang di peroleh terutama dari hasil peneliti an empiris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung dalam masya rakat. Sedangkan data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh dari hasil pe nelaahan kepustakaan atau pe
nelaahan terhadap berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau menteri pe nelitian yang sering disebut sebagai bahan hukum. 3.4. Metode Pengumpulan Data Manusia memiliki ke cenderungan untuk melihat apa yang ingin dilihat, mendengar apa yang ingin didengar dan melakukan apa yang menjadi keinginannya. Teknik mengumpulkan data secara menyeluruh adalah bukan sesuatu hal yang mudah, baik dalam bentuk kuntitatif maupun kualitatif. Semua itu membutuhkan waktu yang relatif lama. Suatu penelitian harus di lakukan terhadap obyek yang ber kaitan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pokok masalah. Penelitian tersebut harus dilakukan secara benar, obyektif, serta akurat. Dengan adanya keterbatasan penulis, maka penulis hanya membatasi pada 2 (dua) teknik penelitian,yaitu : 1. Wawancara Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna men capai tujuan tertentu, dan tujuan ini dapat bermacam-macam, antara lain, untuk diagnosa dan treatment seperti yang dilakukan oleh psikonalis dan dokter, atau untuk keperluan mendapat berita seperti
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
147
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
yang dilakukan oleh wartawan dan untuk melakukan penelitian (Burhan Ashofa, 2007). Wawancara dimaksudkan melaku kan tanya jawab secara langsung antara peneliti dengan responden, narasumber, atau informan untuk mendapatkan informasi. 2. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan adalah teknik mengumpulkan data dengan cara membaca buku kepustakaan, dengan literature-literature yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau sumber data didalam pem buatan skripsi. Dengan adanya hal tersebut, maka kita akan mendapat kan pengertian secara umum maupun khusus tentang pokok masalah. Adapun data sekunder dalam studi kepustakaan mengguna kan beberapa buku atau literature yang terkait dan beberapa peraturan perundangan diantaranya : 1. Undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah. 2. Undang-undang nomor 20 tahun 1961 tentang pen cabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda di atasnya. 3. Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang disebut UUPA.
4. Undang-undang nomor 12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan. 5. Inpres nomor 9 tahun 1973 memberikan pedoman-pedom an dalam pelaksanaan pen cabutan hak dan benda-benda yang ada di atasnya. 6. Juga memberikan arti ke pentingan umum secara luas dengan menambah daftar bidang kegiatan yang mem punyai sifat kepentingan umum. 7. Peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 1975 tentang ketentuan mengenai acara pembebasan tanah untuk kepentingan pemerintah. 8. Peraturan menteri Negara agrarian nomor 1 tahun 1994 tentang ketentuan pelaksanaan undang-undang nomor 2tahun 2012. 3.5. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara kualitatif berdasarkan metode ber fikir deduktif dan induktif. Metode deduktif ialah suatu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang ber sifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus, sedangkan metode induktif ialah suatu cara berfikir yang diawali dari hal-hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
148
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kabupa ten Daerah Banyuwangi 1. Letak Geografis 1) Luas wilayah Banyuwangi 5.782,50 km2 merupakan daerah kawasan hutan. Area kawasan hutan ini mencapai 183.396,34 ha atau sekitar 31,17%, persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44%, per kebunan dengan luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21% permukiman dengan luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04% sisanya diperguna kan untuk jalan, ladang dan lain-lainnya. 2) Panjang garis pantai sekitar 175,8 km 3) Jumlah pulau, 10 buah. 4) Letak geografis Di ujung timur pulau jawa. Wilayah datarannya terdiri atas datar an tinggi berupa pegunung an yang merupakan daerah penghasil produk perkebun an. Dan dataran rendah dengan berbagai potensi produk hasil pertainan serta daerah sekitar garis pantai yang mem bujur dari arah utara keselatan yang merupa kan daerah penghasil ber bagai biota laut.
5) Bataswilayah Sebelah Utara adalah Kabupaten Situbondo Sebelah Timur adalah Selat Bali Sebelah Selatan adalah Samudera Indonesia dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso. 6) 6.Batas koordianat 7º 43’ 8º 46’ Lintang Selatan dan 113º 53’ - 114º 38’ Bujur Timur. 7) Topografi Bagian barat dan utara pada umumnya merupakan pe gunungan, dan bagian selatan sebagian besar me rupakan dataran rendah. Tingkat kemiringan rata-rata pada wilayah bagian barat dan utara 40º, dengan rata-rata curah hujan lebih tinggi bila disbanding dengan bagian wilayah lainnya. Dataran yang datar sebagian besar mempunyai tingkat kemiring an kurang dari 15º, dengan rata-rata curah hujan cukup memadai se hingga bias menambah tingkat kesuburan tanah. Dataran rendah yang ter bentang luas dari selatan hingga utara dimana didalamnya terdapat banyak sungai yang selalu mengalir disepanjang tahun. Di Kabupaten Banyuwangi tercatat 35 DAS, se hingga dapat mengairi hamparan sawah yang sangat luas juga ber
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
149
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
pengaruh positif terhadap tingakat kesuburan tanah. Disamping potensi di bidang pertanian, Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah produksi tanam an perkebunan dan kehutanan, serta memiliki potensi untuk dikembang kan sebagai daerah pengahasil ternak yang merupakan sumber pertumbuhan baru perekonomian rakyat. Dengan bentangan pantai yang cukup panjang, dalam per spektif kedepan, perkembangan sumberdaya kelautan dapat di lakukan dengan berbagai upaya intensifikasi dan diversify kasi pengelolaan kawasan pantai dan wilayah perairan laut. 8) Penentian batas wilayah Didasarkan atas beberapa dokumen penting antara lain: Java rens Besoeki 1924 Blad : XXCIII C topo grafische Inrinchiting, Batavia 1924, Pengukuran tahun 1917 – 1918 dan 1922 Penggambaran tahun 1922 Skala 1:50.000; Java rens Besoeki 1924 Blad : XCIV A topogra fische Inrinchiting, Batavia 1925, Pengukur an tahun 1920 dan 1922 Penggambaran tahun 1922-1923, Skala 1:50.000; Java rens Besoeki 1924 Blad : LXXXVIII B (Alg. No.XLIII58B) topog rafische
Inrinchiting, Batavia 1925, Pengukuran tahun 1917 – 1918, Penggambaran tahun 1922, Skala 1:50.000. 2. Pengadaan Tanah Bagi Pe laksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Berdasarkan Undangundang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, maka pengadaan tanah ber skala besar diperlukan bantuan Panitia Pengadaan Tanah. 1. Panitia Pengadaan Tanah yang menyangkut tanah milik per orangan. 2. Panitia Pengadaan Tanah yang menyangkut tanah milik desa. Pengadaan tanah untuk ke pentingan umum yang me nyangkut tanah milik desa harus diikutserta kan Panitia Pengawas dari Unsur Instansi terkait pada Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi yang ditetapkan dalam keputusan Gubernur mengenai Pembentuk an Panitia tersebut di atas. Susunan keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi adalah : a. Panitia Pengadaan Tanah yang menyangkut tanah milik per orangan terdiri dari :
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
150
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
1. Bupati Kepala Daerah Tingkat II Banyuwangi sebagai ketua merangkap anggota; 2. Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Banyuwangi se bagai wakil ketua me rangkap anggota; 3. Kepala Kantor Pertahanan Pajak Bumi dan Bangunan se bagai anggota; 4. Kepala Dinas PU. atau Kepala Dinas Pemerintah sebagai anggota; 5. Camat yang wilayahnya me liputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan pembangunan akan berlang sung sebagai anggota ; 6. Asisten Sekretaris Wilayah Daerah Bidang Tata Praja atau Kepala Bagian Tata Pe merintahan pada Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi sebagai Sekre taris I bukan anggota; 7. Kepala Seksi Hak-Hak Atas Tanah pada Kantor Pertanah an Kabupaten Banyuwangi sebagai Sekretaris II bukan anggota. b. Panitia Pengadaan Tanah yang menyangkut tanah milik desa/ kelurahan terdiri dari : 1. Bupati Kepala Daerah Tingkat II Banyuwangi se bagai Ketua merangkap anggota;
2. Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Banyuwangi se bagai Wakil Ketua me rangkap Anggota; 3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai anggota; 4. Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Kepala Dinas Pertanian sebagai anggota; 5. Kepala Bagian Pemerintahan Desa pada Kantor Pe merintahan Kabupaten Banyuwangi sebagai ang gota; 6. Camat yang wilayahnya me liputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan pem bangunan akan berlang sung sebagai anggota; 7. Lurah/Kepala Desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah di mana rencana dan pelaksanaan pembangunan akan berlangsung sebagai anggota. Susunan keanggotaan Panitia Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi bagi pelaksanaan pem bangunan kepentingan umum yang menyangkut tanah milik baik per orangan maupun milik desa pada pripsipnya sama. Kecuali Panitia yang menyangkut tanah milik desa hanya terdiri dari 1 (satu) orang sekretaris saja.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
151
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
Kemudian ditambah lagi dengan Panitia pengawas yang susunan keanggotaannya sebagai berikut : 1. Gubernur Jawa Timur sebagai Pelindung; 2. Sekretaris Wilayah Daerah Propinsi Jawa Timur sebagai penasehat; 3. Asisten I (Bidang Ketata prajaan) sebagai ketua me rangkap anggota; 4. Kepala Inspektorat Wilayah Propinsi Jawa Timur sebagai Wakil Ketua merangkap anggota; 5. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional Propinsi Jawa Timur sebagai anggota; 6. Kepala Biro Tata Pemerintah an Setwilda Propinsi Jawa Timur sebagai anggota; 7. Kepala Biro Pemerintahan Desa pada Setwilda Propinsi Jawa Timur sebagai anggota; 8. Kepala bidang Hak-Hak Atas Tanah pada Kantor Wilayah Badan Pertahanan Nasional Propinsi Jawa Timur sebagai Sekretaris merangkap ang gota. Adanya panitia pengawasan dalam pengadaan tanah yang me nyangkut tanah milik desa tersebut dapat memberikan pengawasan ter hadap peralihan tanah milik desa yang dialihfungsikan itu dapat
berjalan secara tertib, terkendali dan sesuai prosedur hukum yang ber laku. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi, dengan mengambil lokasi sampel di Kecamatan Rogojampi dan Genteng bahwa instansi pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan umum, Direktorat Jendral Peng airan, Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari, dan Lapangan Genteng Wiroguno telah melakukan pengadaan tanah untuk pembangun an kepentingan umum di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Kepentingan Umum itu berupa Lapangan Terbang Blimbingsari dan Terminal Genteng Wiroguno. Kegiatan pengadaan tanah tersebut seluas 3,6550 ha meliputi Kecamatan Blimbingsari seluas 2,0513 ha dan Kecamatan Genteng seluas 1,6037 ha. Prosedur pelaksaan peng adaan tanah tersebut dilakukan sebagai berikut : Instansi pe merintah yang memerlukan tanah (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari, dan Lapangan Genteng Wiroguno) mengajukan permohonan ijin prinsip/penetapan lokasi kepada Bupati Kepala Daerah Tingakat II Banyuwangi untuk memperoleh persetujuan.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
152
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
Dalam surat permohonan tersebut diuraikan mengenai : a. Lokasi tanah yang diperlu kan. b. Penggunaan tanah pada saat permohonan diajukan. c. Uraian rencana proyek yang akan dibangun. d. Luas dan gambar kasar lokasi tanah yang dimaksud. Dari Surat Permohonan ter sebut Bupati Kepala Daerah Tingkat II Banyuwangi mengajukan per mohonan kepada Gubernur Propinsi Jawa Timur. Karena tanah kas desa adalah asset pemerintah desa yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pengalihan tanah itu harus men dapat ijin terlebih dahulu dari Gubernur Kepala Daerah, sehingga administrasi pengalihan tanah kas desa itu menjadi jelas dan tertib. Sehubungan dengan itu Bupati Kepala Daerah Tingkat II Banyuwangi memerintahkan Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Banyuwangi selaku wakil ketua panitia untuk meng koordinasikan dengan dinas instansi yang terkait untuk bersama-sama melakukan penelitian kelokasi tanah dimaksud, yang terletak masingmasing : (1) Di Kecamatan Rogojampi. Luas tanah: 2,0513ha. Status pemilikan : Tanah hak milik.
Jumlah pemilik : 20 (dua puluh) orang. (2) Di Kecamatan Genteng Luas tanah : 1,6037 ha. Jenis tanah : sawah. Status ke pemilikan : Tanah Kas Desa. Jumlah pemilik : 3 (tiga) orang. Mengenai kesesuaian rencana pembentukan tanah yang dimohon dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ada. Menurut keterangan dari seorang Pejabat Ditjen Pengairan (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari, Dan Lapangan Genteng Wiroguno) bahwa setelah memperoleh persetujuan ijin prinsip/penetapan lokasi dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Banyuwangi maka berdasarkan surat persetujuan tersebut, instansi pemerintah (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari, Dan Lapangan Genteng Wiroguno) mengajukan permohonan pengadaan tanah ke pada Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Banyuwangi untuk me lakukan pengadaan tanah bagi pe laksanaan pembangunan kepenting an umum dimaksud. Petugas-petugas khusus yang ditugaskan terdiri dari : 1) Petugas Pertahanan Kabupaten Daerah Tingakat II Banyu wangi. Bertugas melaku kan pengukuran dan pemetaan, pe nyelidikan riwayat penguasaan
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
153
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
dan penggunaan tanah, guna me ngetahui luas, status pe megang ha katas tanah yang bersangkutan. 2) Petugas Kantor Dinas Per tanian Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Ber tugas melakukan pendataan terhadap jenis tanaman yang terkena pembangunan ke pentingan umum guna me ngetahui pemilik, jenis, umur dan koordinasi tanaman di lokasi tanah yang ber sangkutan. Petugas-petugas tersebut di atas adalah merupakan satu tim dan melaksanakan tugasnya secara se rentak, di bawah koordinasi dari panitia. Petugas Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi telah ber hasil menginventarisir berbagai tanam tumbuh yang ada di atas lokasitanah yang terkena pem bangunan kepentingan umum. Hasil kerja itu seperti : Jumlah, jenis, umur, pemilik dan kondisi tanaman yang ada di lokasi masing-masing di Kecamatan Rogojampi dan Genteng. Laporan hasil inventarisasi tim terpadu tersebut ditandatangani masing-masing petugas yang me laksanakan tugas dan dilegalisir oleh atasannya dan pimpinan instansi yang bersangkut an dan
selanjutnya diserahkan kepada panitia. Laporan hasil inventarisasi itu oleh panitia diumumkan di Kantor Pertahanan Kabupaten Banyuwangi, Kec. Rogojampi dan Genteng selama 1 (satu) bulan. Menurut keterangan seseorang pejabat Kantor Pertahanan Kabupaten Banyuwangi bahwa pengumuman hasil inventarisasi tersebut dengan maksud agar memberikan kesempatan kepada masyarakat luas yang merasa sebagai pemilik hak atas tanahtanah yang bersangkutan dapat mengajukan keberatannya secara tertulis dengan bukti-bukti yang berkaitan dengan tanah itu kepada panitia guna diadakan perubahanperubahan seperlunya. Namun selama pengumuman berlangsung nya tidak ada pihak yang lain merasa berkeberatan atas lokasi tanah yang terkena Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari, dan Lapangan Genteng Wiroguno. 2.1. Proses Musyawarah Antara Instansi Pemerintah yang Memerlu kan Tanah Dengan Pemegang Hak Atas Tanah. Pengadaan tanah bagi pe laksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten Banyuwangi dilakukan melalui musyawarah. Kegiatan musyawarah antara instansi pemerintah (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari,
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
154
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
3.
dan Lapangan Genteng Wiroguno) dan para pemegang hak atas tanah dipimpin oleh Wakil Ketua Panitia Kabupaten Banyuwangi. Proses berlangsungnya mu syawarah sebagai berikut : Se telah panitia bersama instansi pemerintah melakukan penyuluhan kepada para pemegang hak atas tanah yang terkena pembangunan kepentingan umum, dan para pemilik hak atas tanahsudah menerima baik rencana pembangunan yang dimaksud, maka panitia mengundang lagi instansi pemerintah (Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari, dan Lapangan Genteng Wiroguno) dan pemegang hak atas tanah itu untuk melakukan musyawarah. Tempat dilangsungkanya musyawarah di tentukan oleh panitia dalam surat undangan. Kegiatan musyawarah di lakukan di 3 (tiga) tempat yaitu : 1. Di Kantor Kepala Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi. 2. Di Kantor Kepala Desa Genteng, Kecamatan Genteng. Di Kantor Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Dalam kegiatan musyawa rah antara kedua belah pihak yang berkepentingan yang dipimpin oleh wakil ketua panitia itu harus dihadiri langsung oleh para pe megang hak atas tanah. Menurut
keterangan dari para prmegang hak milik atas tanah (23 orang responden) demikian pula para nara sumber bahwa para memilik tanah secara langsung mengikuti mu syawarah dengan instansi pe merintah (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari, dan Lapangan Genteng Wiroguno). Musyarawah tersebut dilakukan 2 (dua) kali dan menghasilkan kesepakatan diantara para pihak yang bermusyawarah, yaitu bersedia menyerahkan ha katas tanahnya kepada instansi pemerintah (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari, dan Lapangan Genteng Wiroguno), guna pe laksanaan pembangunan kepenting an umum dengan menerima ganti kerugian dari pihak Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari, dan lapangan Genteng Wiroguno se bagai imbalannya. Mengenai ganti kerugian yang dimusyawarahkan haris mem perhatikan hal-hal sebagai berikut : a) Nilai tanah berdasarkan niai nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bumi dan Bangun an tahun terakhir untuk tanah yang terkena proyek Gunung Merapi. b) Faktor-faktor yang mem pengaruhi harga tanah : 1. Lokasi tanah; 2. Jenis ha katas tanan;
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
155
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
3. Status penguasaan tanah; 4. Peruntukan tanan; 5. Kesesuaian tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW); 6. Prasaranan yang tersedia; 7. Fasilitas dan utilitas; 8. Lingkungan; 9. Lain-lain yang mempeng aruhi harga tanah. c) Nilai taksiran tanah/bangunan. Hal-hal tersebut duatas yang dijelaskan Panitia kepada para pihan untuk dimusyawarahkan, se dangkan bentuk dan jumlah ganti kerugian adalah merupakan ke hendak dan kewenangan dari para pihak yang bersangkutan utuk dimusyawarahkan. Factor factor tersebut di atas, pada saat penulis melakukan penelitian ternyata bahwa : 1. Lokasi tanah : terletak di pinggir sungai; 2. Status penguasaan tanah : pemilik; 3. Peruntukan : tanah pertanian; 4. Prasaranan yang tersedia : berupa listrik. Kedudukan para pihak yang bermusyawarah adalah sama atau sejajar tanpa ada perbedaan. Musyawarah berlangsung harus se cara kekeluargaan untuk saling mendengar dan menerima pendapat. Menurut keterangan dari pejabat Ditjen Pengairan (Proyek Pem
bangunan Lapter Blimbingsari, dan Lapangan Genteng Wiroguno) bahwa para pemegang hak diberi kesempatan untuk secara bebas mengemukakan pikiran dan pen dapat berupa pertanyaan usul saran mengenai pengadaan tanah dan pemberian ganti kerugiannya. Para pemegang ha katas tanah meng usulkan agar penetapan besarnya ganti kerugian didasarkan pada harta pasaran umum setempat yaitu Rp 15.000,00 sampai Rp 20.000,00 permeter persegi. Sebaliknya pihak instansi pemerintah (Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari, dan Lapangan Genteng Wirogumo) ber hak memberikan tanggapan atas usul saran dan pendapat para pe megang hak atas tanah yang terkena lokasi pembangunan kepentingan umum. Pemberian tanggapan itu pada mengenai jumlah ganti kerugian dengan pertimbangan atas kemampuan dana yang tersedia, demikian juga arti pentingnya pembangunan fasilitas kepentingan umum bagi masyarakat luas baik sekitar lokasi pembangunan itu maupun masyarakat Banyuwangi dan sekitarnya. Demikian pula me nurut keterangan yang diperoleh dari pemilik hak atas tanah yang diteliti sebanyak 23 orang respon den atau 100% me nyatakan bahwa, musyawarah di lakukan tanpa ada unsure pemaksaan dari pihak
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
156
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
manapun. Karena itu para pemilik hak atas tanah yang bersangkutan tidak keberatan apabila tanahnya diambil oleh instansi pemerintah untuk kepentingan umum asal pemberian ganti kerugian di musyawarahkan. Mengenai penetap an jumlah ganti kerugian yang dimusyawarahkan itu para pe megang hak atas tanah meng hendaki didasarkan pada nilai nyata atau sebenarnya yaitu harga pe masaran setempat. Harga pe masaran umum di lokasi itu sebesar Rp 15.000,00 sampai Rp20.000,00 permeter perseginya. Menurut ke terangan dari narasumber (Pejabat Ditjen Pengairan) Kabupaten Banyuwangi bahwa dasar penetapan ganti kerugian di dasarkan pada harga pemasaran (umum) setempat. Tetapi karena permintaan terlampau tinggi maka dasar penetapan jumlah ganti kerugian didasarkan dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) bumi dan bangunan tahan terakhir untuk tanah yang bersangkutan dengan pertimbangan terhadap dana yang tersedia (pada proyek pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Wirogumo). Musyawarah yang di lakukan oleh kedua belah pihak itu berhasil menetapkan harga tanah sebesar 3.500,00 (Tiga Ribu Lima Ratus Rupiah) permeter persegi untuk tanah kas desa dan Rp
6.500,00 (Enam Ribu Lima Ratus Rupiah) permeter persegi untuk tanah milik perorangan sesuai dengan letak lokasi, status hak atas tahan dan kelas tanah tersebut. Penetapan besarnya ganti kerugian tersebut diatas diterima oleh para pemilik hak atas tanah yang terkena pembangunan ke pentingan umum. Hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap 23 responden sebagai pemilik hak atas tanah yang terkena pembangunan kepentingan umum diperoleh ke terangan mengenai sikap mereka terhadap pengadaan tanah dimaksud bahwa secar umum kehadiran pem bangunan fasilitas kepentingan umum itu diterima dengan baik. Para responden tersebut di atas menyatakan meneriman dengan sukarela atas hasil musyawarah. Setelah musyawarah antar kedua belah pihak sepakat menetapkan besar dan bentuk buntuknya ganti kerugian maka panitia menuangkan hasil musywarah tersebut dalam Keputusan Panitia tentang bentuk dan besarnya ganti kerugian sesuai kesepakatan tersebut. Kemudian keputusan panitia tersebut disampai kan kepada kedua belah pihak untuk dilaksanakan. 2.2 Bentuk Ganti Kerugian Yang Diberikan Dan Dasar Yang Dipakai Dalam Perhitungan Ganti Rugi Kerugian.
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
157
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
a) Bentuk ganti rugi yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dalam rangka pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk Lapangan Blimbingsari Dan Terminal Genteng Wirogumo di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi ternyata bahwa untuk bentuk ganti kerugian yang diberikan oleh instansi pemerintah yang memerlu kan tanah (proyek pembangunan Lapter Blimbingsari Dan Terminak Genteng Wirogumo) kepada para pemegang hak atas tanah itu berupa uang saja.Cara pembayaran ganti rugi kerugian para pemegang hak atas tanah yang bersangkutan se bagai berikut : Berdasarkan Keputusan Panitia tentang hasil musyawarah maka instansi pemerintah (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari Dan Terminal Genteng Wirogumo) membuat daftar normatif pemberian ganti kerugian sesuai hasil inventaris dari tim terpadu yang ditugaskan Panitia. Kemudian meng undang para pemilik hak atas tanah yang bersangkutan untuk hadir di Kantor Kepala Desa Blimbingsari untuk Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari dan Kantor Kepala Desa Genteng untuk Pembangunan Terminal Wirogumo, guna me nerima pembayaran ganti kerugian,
menurut keterangan penulis perolehan selama melaku kan penelitian di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi, baik dari instansi Pemerintah (Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo) maupun dari para pemegang hak atas tanah yang bersangkutan bahwa pembayaran ganti kerugian yang dilakukan sevara langsung kepada dan diterima oleh para pe megang hak atas tanah yang ber sangkutan. Pemegang hak atas tanah yang telah meninggal dunia maka ahli warisnya harus menunjukkan surat keterangan kematian yang diketahui oleh Kepala Desa dan Kepala Kecamatan, serta menunjuk kan identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari ahli waris yang bersangkutan. Pihak instansi pemerintah (Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo) men jelaskan bahwa pemberian ganti kerugian kepada pemegang hak atas tanah yang berhak itu sebanyak 23 orang (100%) dibayar lunas dan diterima secara langsung oleh yang bersangkutan. Jadi tidak ada yang keberatan atas pembayaran ganti kerugian itu dan pada pihak ketiga. Kemudian dari para pe megang hak atas tanah sebanyak 23 orang (100%) menyatakan bahwa
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
158
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
telah menerima pembayaran ganti kerugian pada pihak instansi Pe merintah (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo) dengan baik dan penuh tanpa ada pemotongan. Ganti kerugian secara keseluruhan dalam bentuk uang, ganti kerugian tersebut diberikan untuk tanah dan tanaman saja. Karena diatas tanah yang dibangun Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo tidak terdapat bangunan atau benda lain selain tanaman. Pemberian ganti kerugian itu disaksikan pula oleh anggotaanggota Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi. Untuk tanah kas Desa di Kecamatan Genteng, pemberian ganti kerugian selain disaksikan oleh anggota-anggota Panitia Peng adaan Tanah Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi sebagai Panitia pelaksana, juga disaksikan oleh anggota-anggota Panitia peng awas pembayaran ganti kerugian dalam bentuk uang kepada pe megang hak atas tanah yang terkena pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi tersebut diatas dibukti kan dengan tanda penerimaan. Bersamaan dengan pemberi an ganti kerugian tersebut diatas disebut juga surat pernyataan atas
penerimaan ganti kerugian dan pelepasan hak atas tanah dari para pemegang hak atas tanah yang ter kena lokasi pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo. Pernyataan pelepasan haka atas tanah dari para pemegang hak atas tanah yang bersangkutan kepada instansi pemerintah (Proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo) tersebut selain ditandatangani oleh kedua belah pihak, ditandatangani juga oleh semua anggota panitia termasuk anggota panitia pengawas. Pada saat yang sama itu pula asli surat-surat yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan oleh pe megangnya diserahkan kepada panitia. Selesainya berita acara pe nyerahan hak atas tanah tersebut dibuat maka instansi pemerintah (Ditjen Pengairan/Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo) ber kenaan mengajukan permohonan sesuatu hak atas tanah untuk mem peroleh sertifikat atas nama instansi induknya yaitu Departemen Pekerja an Umum sesuai dengan hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA (UU Nomor 5 tahun 1960) b) Dasar yang dipakai dalam perhitungan ganti kerugian tersebut. Dasar perhitungan ganti ke rugian atas tanah yang terkena
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
159
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
Proyek Pembangunan Lapter Blimbingasari dan Terminal Genteng Wirogumo didasarkan atas nilai jual obyek Pjak Bumi dan Bangunan tahun tarakhir sesuai kesepakatan dalam musyawarah. Nilai jual obyek pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru, atau niali jual beli obyek pajak pengganti (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang pajak Bumi dan Bangunan). Untuk me ngetahui NJOP harus menetap kan klasifikasi tanah terlebih dahulu. Karena NJOP sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : 1) Lokasi tanah : terletak pada pinggir sungai, jauh dari jalan raya. 2) Jenis hak atas tanah : hak milik adat (belum berser tifikat). 3) Status pemilik tanah : pemilik. 4) Peuntukan tanah : pertanian. 5) Prasarana yang tersedia : listrik. 6) Kesesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah (RT/RW). 7) Fasilitas dan utilitas. 8) Lingkungan. 9) Lain-lain yang mempengaruhi harga tanah.
Menurut keterangan yang diperoleh dari salah seseorang anggota Panitia Kabupaten Banyuwangi selama melakukan pe nelitian bahwa untuk menentukan “yang menjadi dasar“ yaitu dipakai dalam perhitungan ganti kerugian permeter persegi atas tanah adalah mengklasifikasikan kelas tanah terlebih dahulu berdasar kan faktorfaktor pengaruh tersebut diatas, atau kata lain untuk pelaksanaan pe nilaian tanah sebelumnya harus dibuat nilai area tanah yang disebut Zona nilai tanah (Zonita) atau ZNT sebagai acuan untuk tanah dan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) untuk menilai bangunan selanjutnya dilakukan perbandingan dan penyesuaian terhadap faktorfaktor tertentu yang distandarsasi kan. Atas dasar klasifikasi itu maka dapat diketahui harga atau nilai jual obyek Pjak Bumi dan Bangunan permeter persegi pada lokasi Proyek Pem bangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo sesuai standar yang berlaku sebagai acuan. Penetapan kelas dan standar nilai jual obyek pajak itu menunjuk kan lokasi proyek Pembangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo berada pada kelas terendah yaitu kelas 40 dan 39 dengan penggolongan nilai jual bumi masing-masing Rp. 2.900.,00 sampai dengan Rp. 4.100,00 sampai
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
160
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
dengan Rp. 5.900,00, maka masingmasing kelas itu ditentukan nilai obyek Pajak Bumi dan Bangunan permeter persegi adalah Rp. 6.500,00 (Enam Ribu Lima Ratus Rupiah). Demikian maka cara penghitungannya adalah jumlah luas tanah dalam meter persegi (M2) dikalikan dengan harga satuan permeter persegi. Harga satuan yang disepakati bersama dalam musyawarah adalah Rp. 3.500,00 (Tiga Ribu Lima Ratus Rupiah) untuk kelas desa dan Rp. 6.500,00 (Enam Ribu Lima Ratus Rupiah) untuk tanah milik perseorangan, sedangkan ganti rugi kerugian untuk tanaman penghitungannya didasarkan pada standar yang ada pada Dinas Tingkat II Banyuwangi. Ternyata penghitungan ganti ke rugian berdasarakan NJOP itu cukup baik sesuai dengan letak dan kondisi setempat dan tidak me rugikan para pemegang hak atas tanah yang terkena proyek pem bangunan Lapter Blimbingsari dan Terminal Genteng Wirogumo. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab terdahulu dan hasil penelitian serata pemahasan tentang peng adaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum di Kabupaten Daerah
Tingkat II Banyuwangi, dapat di simpilkan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan tugas Panitia Pengadaan tanah bagi Pe laksanaan pembangunan ke pentingan umum (Proyek Lapter Blimbingsari dan Ter minal Genteng Wirogumo) di Kabupaten Daerah Tingkat II Banyuwangi ternyata berjalan secara baik dan efektif serta lebih maju dari sebelum nya yang hanya berkesan meng utamakan formalitas dan realitas. Karena para pe megang hak atas tanah yang ter kena Proyek Pembangunan Lapter dan Termainal Genteng Wirogumo dilibatkan secara langsung di dalam proses peng ambilan keputusan. 2. Bahwa proses berlangsungnya musyawarah antara instansi pe merintah yang memerlukan tanah dengan pemegang hak atas tanah berlangsung secara kekeluargaan dan persamaan hak dan kedudukan tanpa ada intimidasi. Kedudukan kedua belah pihak adalah sejajar dan saling berbicara, mendengar untuk menerima usulan saran dan pendapat. 3. bentuk ganti kerugian yang diberikan kepada pemilik hak atas tanah dan tanaman adalah berupa uang, dan dalam peng
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
161
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
hitungan ganti kerugian didasar kan atas dasar Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan tahun terakhir, se hingga pemberian ganti kerugi an itu dianggap cukup baik dan tidak merugikan bekas pe megang hak atas tanah yang terkena Proyek Pem bangunan Lpater Blimbingsari dan Ter minal Genteng Wirogumo. 5.2. Saran 1. Disarankan agar Pemerintah Daerah Tingkat II Banyu wangi khususnya Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuwangi berkewajiban mamasyarakat kan UndangUndang No.12 Tahun 2012 melalui pembinaan pe nyuluhan hukum, khususnya hukum pertnahan (Agraria) baik kepada aparat Pe merintah Kecamatan, Desa/ Kelurahan, maupun tokoh antar masyarakat secara intensif, sehingga pelaksana anya lebih baik lagi dimasa yang akan datang. 2. System pengadaan tanah untuk pembangunan ke pentingan umum dilakukan Pemerintah Daerah Tingkat II Banyuwangi dengan sukses itu dapat dicontoh oleh daerah-daerah lain baik Wilayah Kabupaten
Banyuwangi dan sekitarnya maupun di luar Kabupaten Banyuwangi. DAFTAR PUSTAKA Boedi Harsono, 1994, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Penyusunan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Hukum Tanah Nasional, Jilid I, Djambat; Departemen Dalam Negeri, 1982, Pertanahan Dalam Pem bangunan Indonesia, Departe men Penerangan Republik Indonesia Djambat, 1971, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pe nyusun an UUPA, Isi dan Pelaksana annya, Hukum Tanah Nasional, Jilid II; Eddy Ruchiyat, 1995, Politik Pertanahan Sebelum dan Sesudah Berlakunya UUPA, Alumni Bandung; Iman Soetiknyo, 1994, Politik Agraria Nasional, Gajah Mada University Yogyakarta; Sugiono, 1994, Kebijakan Umum Pengadaan Tanah untuk Pem bangunan, Makalah Seminar Nasional Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Kon sepsi Hukum Permasalahan dan Kebijaksanaan Dalam Pemecahannya), Kerjasama
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
162
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum……. __________________________________________________________________________
Fakultas Hukum Universitas Trisakti Dengan Badan Per tanahan Nasional, Jakarta; Maria S.W. Sumardjono, 1994, Tinjauan Yuridis PERPRES NOMOR 36 TAHUN 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pem bangunan Untuk Kepenting an Umum dan Pelaksanaan nya, Seminar Nasional Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Kon sepsi Hukum, Permasalahan dan Kebijaksanaan Dalam Pemecahan nya), Kerjasama Fakultas Hukum University Trisakti Dengan Badan Per tanahan Nasional, Jakarta; Soerjono Soekanto, 1986, Peng antar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta Sudargo Gautama, 1986,Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung Sudikno Mertokusumo, 1988, Per undang-Undangan Agraria, Liberty, Yogyakarta;
________, Kasus-kasus Pengadaan Tanah Dalam Putusan Peng adilan, Makalah Seminar Nasional Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (Konsepsi Hukum Per masalahan dan Kebijaksana an Dalam Pemecahannya), Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Trisakti Dengan Badan Pertanahan Nasional, Jakarta 1994; _________, Antara Kepentingan Pembangunan dan Keadilan Forum Diskusi Alternatif, University Atmajaya, Yogyakarta, 1994; ___________, Anatomi PERPRES NOMOR 36 TAHUN 2005, SKH Kompas 24-7-1993; ___________, Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah, SKH Kompas, 24-3-1994;
Jurnal Ilmiah PROGRESSIF,Vol.10 No.30, Desember 2013
163