Beberapa Aspek dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Bambang Prabowo Soedarso Endra Wijaya Fadlan Arifa Rahman Retno Kusumaningsih Rizza Zia Agusty Rocky Marbun Rr. Restisari Joeniarto Editor: Deni Bram dan Putri Ayu Maharani
i
Judul: Beberapa Aspek dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Penulis: Bambang Prabowo Soedarso Endra Wijaya Fadlan Arifa Rahman Retno Kusumaningsih Rizza Zia Agusty Rocky Marbun Rr. Restisari Joeniarto Editor: Deni Bram Putri Ayu Maharani Kover dan tata letak: Endra Wijaya Diterbitkan atas kerja sama antara:
Alamat Lentera Hukum Indonesia: Jln. Bukit Duri Utara, No. 31, RT. 010, RW. 001 Bukit Duri, Tebet. Jakarta Selatan, 12840. Tlp.: 021-34723369. E-mail:
[email protected] Hak cipta pada penulis. Cetakan ke-1: Maret 2013. ISBN: 978 – 602 – 18033 – 6 – 3 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Sebagian atau seluruh isi buku ini dilarang untuk diperbanyak dalam bentuk atau dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali untuk keperluan pengutipan untuk membuat karya tulis ilmiah dengan menyebutkan buku ini sebagai sumbernya. Isi buku tidak menjadi tanggung jawab pihak penerbit.
ii
SAMBUTAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT PADA ACARA KONSULTASI PUBLIK: “KONSEP RESTORATIVE JUSTICE VS. HIDDEN AGENDA KONGLOMERAT”
Pertama-tama, marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas rahmat, taufik dan hidayah yang dianugerahkan-Nya kepada kita semua, sehingga kita dimungkinkan berkumpul di tempat ini dalam kondisi sehat wal’afiat untuk bersama-sama menghadiri acara konsultasi publik: “Konsep Restorative Justice Vs. Hidden Agenda Konglomerat,” di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Para hadirin yang saya hormati. Restorative justice atau sering diterjemahkan sebagai keadilan restoratif merupakan suatu model pendekatan yang muncul pada era tahun 1960-an dalam upaya penyelesaian perkara pidana. Berbeda dengan pendekatan yang dipakai pada sistem peradilan pidana konvensional, pendekatan ini menitikberatkan adanya partisipasi langsung dari pelaku, korban dan masyarakat dalam proses penyelesaian perkara pidana. Terlepas dari kenyataan tersebut, bahwa pendekatan ini masih diperdebatkan secara teoretis, namun demikian pandangan ini pada kenyataannya juga berkembang dan banyak mempengaruhi kebijakan hukum dan praktik di berbagai negara. Apalagi kalau dibandingkan dengan adanya hidden agenda dari konglomerat, di mana diakui atau tidak hidden agenda ini akan selalu kita jumpai dalam setiap proses pembangunan, terutama yang dilakukan oleh para pemilik modal besar di manapun, di negara manapun, termasuk di Indonesia. Sehingga apabila dalam konsultasi publik ini dipilih tema “Konsep Restorative Justice Vs. Hidden Agenda Konglomerat,” maka saya berharap Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta mampu ikut membantu merumuskan konsep kebijakan yang dapat meminimalkan hidden agenda untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh bangsa dan Negara Indonesia.
iii
Hadirin yang saya hormati. Rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah telah tercatat sebagai salah satu hak asasi manusia warga negara Indonesia. Melalui keikutsertaan Kementerian Perumahan Rakyat di dalam Panitia Rencana Aksi Hak Asasi Manusia Nasional diharapkan hal ini dapat mendorong perkembangan pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Mencermati perkembangan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di Indonesia yang demikian pesat serta kebutuhan akan perumahan yang semakin meningkat, maka ini memberikan tugas baru kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah pada khususnya dalam hal penyediaan tanah untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sektor perumahan dan kawasan permukiman telah menjadi salah satu sektor penting dalam perekonomian nasional. Peran penting sektor perumahan dan permukiman dalam perekonomian nasional terkait dengan efek multiplier yang dapat diciptakan, baik terhadap penciptaan lapangan kerja maupun terhadap pendapatan nasional. Namun demikian, permasalahan yang menghadang perkembangan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman di Indonesia ialah keterbatasan lahan yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan perumahan. Kondisi itu mengakibatkan kebutuhan perumahan bagi utamanya masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin sulit dipenuhi tanpa campur tangan Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah serta pemangku kepentingan yang lain. Hadirin yang saya hormati. Keterbatasan lahan dalam rangka pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah tersebut merupakan tantangan bagi Pemerintah terutama Pemerintah Daerah, terlebih setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mengamanatkan urusan perumahan menjadi urusan wajib Pemerintah Daerah. Hal ini artinya bahwa Pemerintah Daerah harus menjadikan urusan penyediaan rumah bagi warganya sebagai program prioritas. Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah telah menerbitkan 2 (dua) undangundang sebagai dasar penyelenggaraan bidang perumahan dan kawasan permukiman di Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan Undang-Undang iv
Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, di mana kedua undangundang tersebut telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hadirin yang saya hormati. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, ini menegaskan kembali peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum. Kepentingan umum yang dimaksud di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tersebut salah satunya ialah digunakan untuk pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, sebagaimana diamanatkan di dalam Pasal 10 huruf o beserta penjelasannya. Hal ini kemudian memberikan arti bahwa Pemerintah dan negara haruslah memperhatikan kebutuhan akan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang tersandung pada permasalahan lahan. Selain untuk memberikan kepastian lahan yang dapat digunakan sebagai lokasi pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah tersebut, pengaturan ini juga sebagai upaya perlindungan bagi masyarakat dari adanya hidden agenda pihak konglomerat yang biasanya melakukan land banking untuk kepentingan pribadi dan golongan. Terkait dengan land banking oleh konglomerat yang biasanya melakukan “pengumpulan tanah” dalam skala besar yang pada akhirnya tidak diberdayakan sesuai izinnya, Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar telah berupaya meminimalisasi hal tersebut. Maksud dan tujuan dari upaya meminimalisasi itu ialah agar pendayagunaan tanah dapat digunakan sebesar-besarnya bagi warga negara Indonesia. Pasal 15 Peraturan Pemerintah itu menyebutkan pula bahwa tanah-tanah yang terlantar didayagunakan untuk kepentingan masyarakat melalui reforma agraria dan program strategis negara, yang antara lain dapat digunakan sebagai pengembangan sektor perumahan. Pengaturan tersebut di atas merupakan perwujudan kesungguhan Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah, dan merupakan bentuk kepedulian serta perlindungan Pemerintah terhadap warga negara Indonesia dari tindakan oknum-oknum yang melakukan upaya pengayaan pribadi melalui akuisisi tanah dan lahan strategis. v
Hadirin yang saya hormati. Implementasi dari kebijakan Pemerintah mengenai penyediaan tanah untuk kepentingan umum tidak sepatutnya dijadikan alat untuk menguasai tanah demi kepentingan pribadi dan/atau golongan, akan tetapi seyogianya menjadi dasar bagi para pemangku kepentingan untuk lebih peduli kepada terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh warga negara Indonesia, utamanya masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dalam praktiknya, pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum memerlukan perhatian, kontrol, dan pengawasan dari berbagai pihak agar cita-cita yang diamanatkan dapat tercapai. Konsultasi publik merupakan proses komunikasi dialogis atau musyawarah antarpihak yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Untuk itulah, acara konsultasi publik ini diharapkan dapat memberikan secercah harapan dan kesamaan persepsi mengenai pengadaan tanah serta pengaturannya dalam memerangi perilaku menyimpang dari oknum yang tidak bertanggung jawab (hidden agenda). Akhirnya, dengan mengucap bismillahirahmannirahim, saya buka acara konsultasi publik yang mengangkat tema “Konsep Restorative Justice Vs. Hidden Agenda Konglomerat” ini. Semoga Allah SWT bersama dan melindungi kita selalu. Wallaahul muwaafiq Ilaa aqwaamit thariq, wassalamualaikum warrakhmatullah wabarakaatuh.
Jakarta, 13 Desember 2012 Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz
vi
SAMBUTAN PENERBIT LENTERA HUKUM INDONESIA
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan suatu masalah yang banyak mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, termasuk kalangan dari bidang hukum. Dalam sistem hukum di Indonesia, masalah pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah diatur melalui beberapa peraturan perundang-undangan, dan yang terakhir ialah melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tersebut tidak luput pula dari kritik dan tanggapan dari beberapa pihak. Kritik terhadap undangundang itu, antara lain, tertuju pada keberadaan unsur kepentingan umum yang diatur di dalamnya, yang oleh sebagian pihak dianggap berpotensi menjadi “kendaraan kaum pemilik modal” untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis melalui kepemilikan atas lahan tertentu. Masalah tersebut di atas tentunya cukup menarik apabila dikaji lebih lanjut. Kesempatan untuk mengkaji itulah yang kemudian tidak disia-siakan dan diambil oleh Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. Melalui rangkaian kegiatan Dies Natalis ke-52 Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, kampus ini menyelenggarakan sebuah diskusi ilmiah yang mengambil tema “Konsultasi Publik Pertanahan: Konsep Restorative Justice Vs. Hidden Agenda Konglomerat,” yang diadakan di kampus Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta pada tanggal 13 Desember 2012. Untuk lebih menyebarluaskan materi yang didiskusikan dalam acara tersebut, kemudian Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta bekerja sama dengan Lentera Hukum Indonesia berinisiatif untuk menerbitkan beberapa makalah yang telah dipresentasikan dalam diskusi ilmiah tadi dalam bentuk buku. Buku itulah yang kini hadir di hadapan pembaca sekalian. Lentera Hukum Indonesia sangat menyambut baik upaya penerbitan buku ini. Ucapan terima kasih tentunya perlu pula kami sampaikan kepada pihak Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945
vii
Jakarta yang telah bersedia bekerja sama melakukan penerbitan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat. Selamat membaca!
Jakarta, Maret 2013 Ketua Yayasan Lentera Hukum Indonesia, Djunaedi Sikumbang, S.H.
viii
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA
Tanah merupakan objek penting yang sekaligus sering menjadi rebutan bagi banyak pihak, baik itu pihak masyarakat, pemerintah, ataupun pengusaha (pelaku bisnis). Benturan kepentingan antara pihakpihak itu terkait dengan objek berupa tanah sering pula menjadi sengketa hukum yang akhirnya harus diselesaikan melalui jalur pengadilan. Oleh karena potensi konfliknya sangat besar, maka wajar apabila kemudian masalah pertanahan ini menjadi objek yang diatur oleh peraturan perundang-undangan. Salah satu peraturan perundangundangan yang mengatur masalah pertanahan ini ialah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Secara garis besar, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 mengatur objek tanah dalam hubungannya dengan proses pembangunan untuk kepentingan umum. Walaupun demi pembangunan untuk kepentingan umum, tetapi dalam praktiknya di lapangan, prosesnya justru sering menghadapi kendala. Kendala tersebut, salah satunya, ialah disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan di antara pihak-pihak yang terkait dengan objek tanah dimaksud. Misalnya saja, di satu sisi, anggota masyarakat yang memiliki sebidang tanah tentu menginginkan agar tanahnya yang akan dijadikan sebagai lahan pembangunan diberikan ganti kerugian dengan harga yang tinggi. Namun di sisi yang lain, bisa saja pihak pemerintah justru keberatan dengan tuntutan ganti kerugian yang diminta oleh masyarakat. Bahkan, tidak menutup kemungkinan juga pihak pelaku bisnis (pemilik modal) ikut serta dalam konflik kepentingan terkait dengan objek tanah tersebut, mengingat tanah ialah salah satu aset yang harganya dapat terus meningkat sehingga sangat menguntungkan dari sisi bisnis. Permasalahan tersebut di atas tentunya menarik untuk dikaji secara akademis. Sebagai institusi pendidikan, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta merasa perlu untuk mengambil peran sebagai pengkaji permasalahan tanah dalam kaitannya dengan proses ix
pembangunan untuk kepentingan umum. Untuk hal itulah, maka pada tanggal 13 Desember 2012, bertepatan dengan peringatan Dies Natalis ke-52, Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta telah menyelenggarakan kegiatan diskusi dan konsultasi publik dengan tema “Konsultasi Publik Pertanahan: Restorative Justice Vs. Hidden Agenda Konglomerat.” Selanjutnya, materi-materi presentasi para narasumber pada kegiatan diskusi dan konsultasi publik tersebut, yang ditambah dengan beberapa tulisan ilmiah pelengkap, telah disatukan dalam bentuk buku yang berjudul Beberapa Aspek dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, yang kini sudah pula hadir di hadapan pembaca sekalian. Buku ini diterbitkan atas kerja sama antara Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dan Lentera Hukum Indonesia. Untuk itu, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta, saya menyampaikan terima kasih kepada pihak Lentera Hukum Indonesia atas kerja samanya yang baik. Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Jakarta, Maret 2013 Dekan, Budianto, S.H.,M.H.
x
DAFTAR ISI
Sambutan Menteri Perumahan Rakyat pada Acara Konsultasi Publik: “Konsep Restorative Justice Vs. Hidden Agenda Konglomerat”
iii
Sambutan Penerbit Lentera Hukum Indonesia
vii
Sambutan Dekan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
ix
Daftar Isi
xi
Politik Hukum Pertanahan di Indonesia ~ Bambang Prabowo Soedarso
1
Tanah dalam Sistem Hukum di Indonesia ~ Fadlan Arifa Rahman
7
Konsep Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah untuk Pembangunan ~ Rizza Zia Agusty
18
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ~ Rr. Restisari Joeniarto
26
Unsur Kepentingan Umum di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum dalam Kaitannya dengan Hak Gugat yang Dimiliki oleh Masyarakat ~ Endra Wijaya 41 Kajian Yuridis Terhadap Sistem Konsinyasi dalam Sengketa Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Tinjauan Perspektif Utilitarianisme dan Critical Legal Studies) ~ Retno Kusumaningsih dan Rocky Marbun
48
Lampiran
69
xi