IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR) “TARUNA JAYA” TEBET JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Di susun Oleh: SITI JUMARTINA 1110054100044
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 11 November 2014
Siti Jumartina NIM: 1110054100044
ABSTRAK Siti Jumartina 1110054100044 Implementasi Rehabilitasi Sosial Bagi Anak Jalanan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” Tebet Jakarta Selatan. Anak jalanan merupakan fenomena sosial yang tidak dapat dilepaskan dengan kemiskinan di perkotaan. Terlebih untuk di daearah DKI Jakarta, anak jalanan banyak ditemukan. DKI Jakarta merupakan daerah yang paling banyak terdapat masalah sosial anak jalanan. Anak jalanan tidak memperoleh hak-haknya yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, pemeliharaan kesehatan, akses terhadap pendidikan, perlindungan atas identitas dan rasa aman, serta pengembangan potensi diri. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat melalui pelayanan dan rehabilitasi sosial, baik dengan sistem panti maupun diluar panti. Rehabilitasi dilakukan untuk mengatasi permasalahan, dalam meningkatkan kesejahteraan sosial. Tinjauan perubahan sosial terencana pada level mikro (intervensi mikro) menjadi pendekatan alternatif dalam pelaksanaan proses rehabilitasi. Pendekatan ini, tidak memisahkan individu dari keluarga dan kelompok kecil karena unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Rehabilitasi dan perubahan sosial yang dilakukan pada level mikro (intervensi mikro) memberikan dampak perubahan kepada warga binaan sosial dalam aspek biologis, psikologis, sosial (biopsikososial), dan spiritual. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana implementasi rehabilitasi sosial warga binaan sosial anak jalanan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” Tebet Jakarta Selatan. Lembaga tersebut adalah lembaga yang memberikan pelayanan rehabilitasi sosial. Selain itu, bertujuan untuk mengetahui bagaimana rehabilitasi sosial dapat membantu anak jalanan dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi mereka di jalanan. Berdasarkan program rehabilitasi yang didapat oleh anak jalanan di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” tersebut, diantaranya adalah: tahapan pendekatan awal, tahapan penerimaan, tahapan perawatan, pemeliharaan serta asuhan dan perlindungan sosial, tahapan assesment, tahapan pemberian pembinaan fisik dan kesehatan, mental, sosial, pelatihan keterampilan kerja usaha kemandirian, tahapan resosialisasi, tahapan pembinaan lanjut. Temuan lapangan yang menarik di PSBR “Taruna Jaya” adalah dampak dari program rehabilitasi sosial yang terkait dari aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual anak jalanan, sehingga mereka berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan memiliki bekal keterampilan. Kata Kunci: Rehabilitasi Sosial dan Biopsikososial Spiritual.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa skripsi ini, dengan judul Implementasi Rehabilitasi Sosial Bagi Anak Jalanan di PSBR “Taruna Jaya” Tebet Jakarta Selatan, yang disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Apa yang telah penulis lakukan ini, tentunya tidak terlepas dari berbagai saran, bantuan dan peran serta berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Suparto M.Ed Ps.D, MA selaku Pudek I, Bapak Dr. Jumroni M.Si, MA selaku Pudek II, dan Bapak Dr. H. Sunandar, MA selaku Pudek III. 2. Ibu Siti Napsiyah, MSW selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang turut memotivasi dan memberikan kontribusi atas saran-sarannya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
ii
3. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial yang terus memotivasi dan memberikan saran masukan untuk penulis. 4. Ibu Tuti Alawiyah, MSSW. Ph.D, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan saran, masukan, arahan, dan waktu luangnya untuk penulis sehingga selesainya pembuatan skripsi ini. 5. Segenap Dosen yang tidak dapat penulis sebutkan semua satu persatu , yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan hingga selesainya perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Ilmu komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Kepada kedua orangtua dan keluarga yang selalu mendo’akan dan memberikan dukungan motivasi baik dalam bentuk materi maupun imateri, yang selalu menjadi penyemangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Seluruh pihak dan staf perpustakaan, baik perpustakaan utama maupun perpustakaan fakultas Dakwah dan Ilmu komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mencari bahan-bahan buku dan meminjam buku yang berkaitan dengan penelitian penulis. 8. Bapak Syaiman, AKS. M.si, selaku Kepala Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” yang telah memberikan izin, dan kesempatan untuk penulis melakukan penelitian skripsi ini hingga selesai. 9. Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST, selaku Pekerja Sosial di PSBR “Taruna Jaya” yang telah banyak membantu penulis selama penulis melakukan penelitian,
iii
dan banyak meluangkan waktu untuk membantu penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.si, selaku Ketua Seksi Bimbingan dan Pelatihan di PSBR “Taruna Jaya” yang telah membantu penulis selama penulis melakukan penelitian di panti. 11. Seluruh staf dari PSBR “Taruna Jaya”, Bapak Abdul Salam, S.ST. M.si, selaku Ketua Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut, Ibu Eni Sumiaty, S.ST, selaku staf seksi penyaluran dan bina lanjut, Bapak Mujiono, AKS selaku Ketua Subbagian Tata Usaha, semua instruktur keterampilan, dan Bapak satpam PSBR “Taruna Jaya”, dan staf lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, serta Anes dan David selaku warga binaan sosial yang menjadi informan terima kasih atas waktu, bimbingan dan izinnya sehingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini. 12. Rekan-rekan Kesejahteraan Sosial angkatan 2010. 13. Sahabat Fifi Nurmagfiroh, Ika Nurjayanti, Isnaniyah, Pipit febrianti, dan Putera Mahesa yang selama ini kita bersama-sama berjuang mencari bahanbahan penulisan skripsi dan seminar proposal skripsi bersama terima kasih untuk semua waktu luang kalian, dan motivasi kalian sehingga penulis bisa selalu terus bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. 14. Sahabat Lusi Melani, Noviyani Muslikhah, Prapti Anggorowati, dan Shabrina Dwi Pitarini terima kasih banyak atas do’a dan dukungan kalian.
iv
Akhirnya kepada Allah SWT jualah segalanya penulis serahkan, dengan harapan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan khasanah ilmu pengetahuan dimasa mendatang, Amin. Jakarta, 11 November 2014 Penulis
SITI JUMARTINA NIM: 1110054100044
v
DAFTAR ISI ABSTRAK............................................................................................... i KATA PENGANTAR............................................................................ ii DAFTAR ISI........................................................................................... vi DAFTAR TABEL................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................ 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................ 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................. 7 D. Metodologi Penelitian................................................ 8 E. Pedoman Penulisan Skripsi........................................ 16 F. Tinjauan Pustaka.................................................. ..... 16 G. Sistematika Penulisan................................................ 17 BAB II KAJIAN TEORI A. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan..................................... 19 2. Ciri-Ciri Anak Jalanan........................................ 21 3. Kategori Anak Jalanan........................................ 21 4. Model Penanganan Anak Jalanan....................... 22 5. Faktor Penyebab Anak Turun ke Jalanan........... 24 6. Hak-Hak Anak Menurut UU............................... 26 7. Pengaruh Menjadi Anak Jalanan Terhadap Biopsikososial Spiritual...................... 28 B. Program Rehabilitasi 1. Pengertian Rehabilitasi....................................... 29 2. Jenis Rehabilitasi................................................ 33 3. Perangkat Rehabilitasi........................................ 35 C. Metode Perubahan Sosial Terencana Mikro dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial 1. Perubahan Sosial Terencana di Level Individu................................................. 38 2. Perubahan Sosial Terencana di Level Keluarga...........................................…. 43 3. Perubahan Sosial Terencana di Level Kelompok Kecil.................................... 44 D. Assesmen Biopsikososial Spiritual 1. Assesmen Biologis (fisik)................................... 47 2. Assesmen Psikososial.......................................... 49 3. Assesmen Spiritual.............................................. 53 BAB III PANTI SOSIAL BINA REMAJA “TARUNA JAYA” TEBET JAKARTA A. Profil dan Sejarah PSBR Taruna Jaya....................... 57 B. Visi............................................................................ 60 C. Misi........................................................................... 60 vi
D. E. F. G.
Struktur Organisasi................................................... Deskripsi Pekerjaan.................................................. Sumber Daya Manusia............................................. Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan........................................... H. Landasan Hukum..................................................... I. Kedudukan Tugas Pokok dan Fungsi...................... J. Sasaran Garapan...................................................... K. Persyaratan Menjadi WBS...................................... L. Proses Pelayanan Rehabilitasi Sosial...................... M. Data WBS............................................................... N. Program Prioritas dan Unggulan............................. O. Sarana dan Prasarana.............................................. P. Sumber Dana.......................................................... Q. Kemitraan dengan Pihak Luar................................ BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA A. Biopsikososial Informan Anak Jalanan.................. B. Program Rehabilitasi Sosial................................... C. Implementasi Rehabilitasi Sosial Dalam Intervensi Mikro…………………………………. D. Tahapan (Pelaksanaan) Rehabilitasi Sosial..................................................................... E. Perubahan Biopsikososial Spiritual Anak Jalanan......................................................... F. Analisis Program Rehabilitasi............................... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan............................................................ B. Saran...................................................................... DAFTAR PUSTAKA........................................................................ LAMPIRAN
vii
61 61 65 66 67 67 70 70 71 76 76 77 77 77 80 106 120 130 158 161 164 166 168
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 4.1
Rancangan Penelitian Sumber Daya Manusia (SDM) Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan Jumlah Data Warga Binaan Sosial PSBR “Taruna Jaya” Angkatan 89 Tahun 2014 Jumlah WBS Yang Dijadikan Informan
viii
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar serta memperoleh
perawatan, pelayanan, asuhan, dan perlindungan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraannya. Anak juga berhak atas peluang dan dukungan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri dan kemampuannya. Tidak semua keluarga dapat memenuhi seluruh hak dan kebutuhan anak. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ekonomi.1 Dalam pandangan Islam dijelaskan bahwa anak adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah SWT kepada setiap orang tua. Berbagai cara dan upaya dilakukan orang tua agar dapat melihat anak-anaknya tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Namun, seringkali harapan tidak sesuai dengan kenyataan entah karena terhambatnya komunikasi atau minimnya pengetahuan orang tua dalam memperlakukan anak sesuai dengan proporsinya. Berikut juga tertera dalam ayat al-qur’an mengenai perlindungan dan kesejahteraan anak. Allah SWT berfirman dalam Q.S An-Nisa surat 4 ayat 9:
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
1
Triyanti, Maria April Astuti Anny, Pemberdayaan Anak Jalanan di DKI Jakarta (Depok: Universitas Indonesia Program Studi Sosiologi, 2002), h. 3. 1
2
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”2 Penjelasan diatas, diperkuat dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Undang-undang tentang kesejahteraan anak mengutamakan kelangsungan hidup anak dengan memenuhi kebutuhan, mengasuh, membimbing, serta merawat anak dengan sebagaimana mestinya. Undang-undang tentang perlindungan anak menitikberatkan perlindungan anak dan hak-haknya dari ancaman bahaya seperti kekerasan fisik (penyiksaan atau penganiayaan), kekerasan seksual, dan kekerasan batin yang berkaitan langsung dengan hukum. Pada kenyataannya anak-anak justru tidak mendapatkan pemenuhan hak dan kebutuhan yang tertera di UU. Hal ini yang menjadi faktor utama anak hidup di jalanan, yang biasa juga disebut dengan anak jalanan. Anak Jalanan merupakan salah satu masalah sosial kompleks. Pada umumnya mereka bekerja sebagai pengemis, pengamen, pengelap kaca mobil, pedagang asongan, joki 3 in 1, dan parkir liar. Permasalahan yang dihadapi anak jalanan diantaranya kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar seperti pendidikan, perlindungan, kasih sayang, kesehatan, makanan, minuman dan pakaian. Selain itu mereka dapat melakukan tindakan penyimpangan diantaranya pergaulan bebas seperti free sex (seks bebas), rentan terjadi hamil diluar nikah dalam usia yang terlalu dini akibat seks bebas,
2
Al Quran Online Surat An-nisa Ayat ke-9,” artikel diakses pada 13 Maret 2014 dari http://www.dudung.net/2014/1413/quran-online/indonesia.html
3
konsumsi napza, dan rentan terhadap pelecehan seksual, kekerasan fisik maupun seksual dari teman sebaya maupun orang dewasa. Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada dijalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua, atau atas dasar pilihannya sendiri 3. Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu; 1) Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan, mereka yang hidup di jalan melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang secara berkelompok; 2) Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan dan masih pulang ke rumah orang tua. Untuk bertahan hidup ditengah keterbatasan ekonomi, anak jalanan biasanya melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal yang legal maupun yang illegal di mata hukum. Ada yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah, mengamen di perempatan lampu merah, tukang lap mobil, dan tidak jarang pula ada anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan berbau kriminal seperti memalak (merampas atau meminta secara paksa), mencuri bahkan menjadi bagian dari komplotan perampok. Dalam banyak kasus, anak jalanan sering hidup dan berkembang dibawah stigma atau cap sebagai pengganggu ketertiban. Perilaku mereka sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial dan keterasingan mereka dalam masyarakat. Tidak ada yang berpihak kepada mereka, dan justru perilaku mereka
3
Elly Kuntjorowati, Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial: Pemberdayaan Anak Jalanan Studi Kasus Pada Sanggar Alang-Alang Surabaya dan Yayasan Peduli Anak Lombok Barat,” no. 3 (September 2011): h. 379.
4
sebenarnya mencerminkan cara masyarakat memperlakukan mereka, serta harapan masyarakat terhadap perilaku mereka.4 Fenomena perkembangan anak jalanan di Indonesia, meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Jumlah keseluruhan anak jalanan di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 420.000. Menurut Pusat Data dan Informasi Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak Kementerian Sosial RI pada tahun 2011 DKI Jakarta menempati posisi pertama yang paling tertinggi jumlah anak jalanannya sebanyak 5.022, diikuti urutan kedua oleh daerah Jawa Barat 4.943, urutan ketiga NTT 3.872, dan urutan keempat NTB 3.766 serta dikuti oleh daerah lain.5 Dari beberapa daerah di Indonesia yang sudah disebutkan diatas, yang menjadi fokus penelitian ini adalah wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan data dari Dinas DKI Jakarta yang dikutip oleh Agus Widiantoro jumlah anak jalanan meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 sebanyak 3.724, kemudian tahun 2010 meningkat menjadi 5.650 dan tahun 2013 juga meningkat menjadi 6.631 anak.6 Oleh karena itu, anak jalanan sangat membutuhkan penanganan secara serius baik dari pemerintah maupun lembaga-lembaga yang peduli terhadap permasalahan ini. Sebagai elemen dalam masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memiliki peran penting dalam menangani masalah anak jalanan. Hal ini terbukti dengan salah satu
4
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 189. Rekap data Anak Jalanan Pusat Data dan Informasi Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak Kementerian Sosial RI. Perincian per provinsi adalah sbb: DKI Jakarta 5.022, Jabar 4.943, NTT 3.872, NTB 3.666, Jatim 2.870, Banten 881, Sumbar 805, Sumut 454, Lampung 445, Jateng 375, Kalsel 277, Kalbar 216, Riau 200, Aceh 197, Yogya 189, Sulsel 70, Maluku 53, Sumsel 45 6 Agus Widiantoro, “Jumlah Anak Jalanan Meningkat Signifikan,” artikel diakses pada 24 Agustus 2011 dari http://megapolitan.kompas.com/2011/08/1124/read.html 5
5
bentuk intervensi sosial yang dilakukan yaitu menyediakan rumah singgah yang tersedia di setiap daerah. Selain intervensi organisasi sosial, pemerintah juga memiliki respon yang positif terhadap anak jalanan dan memberikan intervensi sosial untuk anak jalanan. Dinas sosial (Dinsos) dan Kementerian Sosial (Kemensos) memiliki program khusus untuk anak jalanan. Program-program tersebut diantaranya adalah program kesejahteraan sosial anak dengan memberikan subsidi dana yang dialokasikan untuk pembangunan rumah singgah, panti sosial khusus untuk menangani anak jalanan. Salah satu lembaga sosial yang khusus menangani permasalahan anak jalanan adalah Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya”. PSBR “Taruna Jaya” ini merupakan salah satu panti sosial yang berada di bawah naungan Dinas Sosial DKI Jakarta (Dinsos DKI Jakarta). Bentuk rehabilitasi sosial yang diberikan diantaranya memberikan pelayanan dan perawatan dalam bentuk pembinaan (bimbingan) fisik, mental, sosial, serta pelatihan keterampilan kerja, resosialisasi dan pembinaan lanjut bagi para anak jalanan agar mereka mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dengan baik di masyarakat. Mereka juga diharapkan mampu bekerja mandiri dan dapat hidup bermasyarakat. Rehabilitasi sosial ini adalah salah satu contoh dalam menangani pengaruh negatif berada di jalanan dalam aspek fisik, psikologis, sosial (biopsikososial) dan spiritual. Rehabilitasi sosial ini ditujukan agar anak jalanan yang dibina di panti dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya yang sebelumnya tidak terpenuhi, lalu mereka juga mendapatkan pendidikan serta keterampilan yang nantinya dapat
6
berguna serta bermanfaat dalam kehidupannya setelah mereka selesai dibina di panti. Timbulnya anak jalanan ini disebabkan karena kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi dengan baik. Organisasi sosial dan Pemerintah melakukan intervensi sosial dengan menyediakan rumah singgah dan panti sosial serta menjalankan program rehabilitasi sosial untuk mereka. Berdasarkan latar belakang diatas penulis bermaksud mengkaji secara lebih mendalam rehabilitasi sosial di PSBR Taruna Jaya dengan mengajukan judul skripsi “Implementasi Rehabilitasi Sosial Bagi Anak Jalanan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Taruna Jaya.” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dengan melihat latar belakang masalah diatas, maka penulis membatasi permasalahan penelitian terkait dengan tahapan rehabilitasi sosial, metode perubahan sosial terencana mikro (metode intervensi sosial pada level mikro), dan dampak intervensi sosial mikro terhadap anak jalanan dari aspek biologis psikologis, sosial (biopsikososial), dan spiritual sebagai Impementasi Rehabilitasi Sosial Bagi Anak Jalanan di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”. 2. Perumusan Masalah Untuk lebih memfokuskan penelitian dan berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka beberapa pertanyaan rinci yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
7
1. Bagaimana implementasi rehabilitasi sosial bagi anak jalanan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya”? 2. Bagaimana perubahan biologis, psikologis, sosial (biopsikososial), dan spiritual anak jalanan dari pelaksanaan rehabilitasi sosial di PSBR “Taruna Jaya”? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui implementasi rehabilitasi sosial bagi anak jalanan di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya”. b. Untuk mengetahui perubahan biopsikososial spiritual anak jalanan dari pelaksanaan rehabilitasi sosial di PSBR “Taruna Jaya”. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Praktis Hasil pengetahuan ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan implementasi Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” dalam melaksanakan rehabilitasi sosial
yang dapat
diaplikasikan dalam praktik pekerjaan sosial. Khususnya dalam penanganan masalah anak jalanan dan memberi masukan kepada pekerja sosial, staf petugas, tenaga pengajar maupun tenaga kesejahteraan sosial dalam menjalankan kewajibannya atau tugas di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”, serta memberikan masukan kepada lembaga-lembaga untuk mengimplementasikan
8
kebijakan sosial agar pekerja sosial, staf petugas, tenaga pengajar, maupun tenaga kesejahteraan sosial bisa menjalankan tugasnya dengan efektif dan efisien. 2. Manfaat Akademik Secara akademis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada Jurusan Kesejahteraan Sosial, dan pengetahuan baru kepada ilmu kesejahteraan sosial mengenai anak jalanan, khususnya yang berhubungan dengan implementasi rehabilitasi sosial di panti sosial dalam penanganan masalah sosial anak jalanan dan juga dapat memperkaya serta mengembangkan kajian ilmu kesejahteraan sosial. D. Metodologi Penelitian Metodologi penelitian merupakan suatu proses yang harus dilalui dalam suatu penelitian agar hasil yang diinginkan dapat tercapai. Metodologi penelitian ini kemudian dibagi menjadi: 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan penelitian deskriptif, seperti perkataan orang dan perilaku
yang
diamati.
Penelitian
kualitatif
dieksplorasi
dan
diperdalam dari fenomena sosial atau lingkungan sosial yang terdiri atas pelaku, kejadian, tempat, dan waktu. Latar sosial tersebut
9
digambarkan sedemikian rupa sehingga dalam melakukan penelitian kualitatif mengembangkan pertanyaan dasar.7 Penelitian kualitatif secara garis besar dibedakan menjadi penelitian kualitatif interaktif yaitu merupakan studi yang mendalam dengan mengunakan teknik pengumpulan data langsung dari subjek dalam lingkungan alamiahnya. Penelitian interaktif mendeskripsikan konteks dari studi, mengilustrasikan pandangan yang berbeda dari fenomena, dan secara berkelanjutan merevisi pertanyaan berdasarkan pengalaman di lokasi penelitian. Penelitian non-interaktif disebut juga penelitian analitis, penelitian non-interaktif menganalisis dokumen. Peneliti
menghimpun,
mengidentifikasi,
menganalisis,
dan
mengadakan sintesis data untuk kemudian memberikan interpretasi terhadap konsep, kebijakan, dan peristiwa yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat diamati. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian, karena peneliti berharap dengan menggunakan penelitian ini, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data akurat, dan digambarkan
secara
jelas
dari
kondisi
sebenarnya
mengenai
implementasi rehabilitasi sosial bagi anak jalanan di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angkaangka, hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, 7
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 25.
10
selain itu, semua yang dikumpulkan mungkin menjadi kunci apa yang telah diteliti. Dengan demikian, laporan hasil penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut, mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video tape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Penulisan laporan demikian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya.8 2. Lokasi dan waktu penelitian Lokasi penelitian ini adalah Panti sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” Tebet Barat Raya No. 100 Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2014 sampai Agustus 2014. 3. Informan Teknik yang digunakan untuk pemilihan informan dalam pengertian ini, adalah teknik purposive sampling (tujuan) dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.9 Informan penelitian ini terdiri dari 1 orang pekerja sosial, 6 staf petugas (kasie bimlat, kasie penyaluran bina lanjut, pendamping asrama, dokter, pramusosial, dan instruktur keterampilan), dan 5 orang klien anak jalanan. (Lihat Tabel 1.1)
8
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 65. 9 Soehartono Irawan, Metode Penelitian Sosial Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 62.
11
Konsep sample dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana memilih informan, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang diteliti.10 Penelitian ini menggali data seluas-luasnya dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”, pihak-pihak tersebut antara lain: pekerja sosial yang berperan sebagai pendamping sosial, staf petugas yang terlibat dalam pelayanan rehabilitasi sosial, dan klien anak jalanan. Tabel Informan 1.1 No. Informan 1. Pekerja Sosial
2. PStaf petugas e
3. Klien Anak Jalanan
Informasi yang dicari Pelayanan assesment serta intervensi dan pendampingan seperti apa yang diberikan, lalu program apa saja yang telah dijalankan untuk anak jalanan Seberapa penting peran dan fungsi panti sosial untuk anak jalanan dan rehabilitasi sosial apa yang diberikan untuk anak jalanan serta apa saja tindak lanjut pelayanan yang akan datang untuk anak jalanan Dampak perubahan biopsikososial spiritual dari pelaksanaan rehabilitasi sosial
Jumlah 1 Orang
6 Orang
5 Orang
4. Data Sumber Data yang didapatkan dalam penelitian ini terbagi dua yaitu : 1. Data Primer
10
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), Cet. Ke-5, h. 54.
12
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara mendalam dan terbuka, serta observasi langsung dari penelitian yang dilakukan. Informan dalam data primer ini antara lain pekerja sosial 1 orang, staf petugas 6 orang, dan 5 orang klien anak jalanan (Lihat Tabel 1.1). 2. Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah sumbersumber pendukung yang berupa catatan atau dokumen yang diambil dari berbagai literatur, buku-buku, internet, tulisan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, seperti brosur, arsip, dan lain-lain. 5. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain: a. Observasi Metode observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Dalam melakukan pengamatan, peneliti terlibat secara pasif artinya peneliti tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan subjek penelitian dan tidak berinteraksi dengan mereka secara langsung. Peneliti
13
hanya mengamati interaksi sosial yang mereka ciptakan, baik dengan sesama subjek penelitian maupun dengan pihak luar.11 Dalam penelitian ini teknik observasi digunakan oleh peneliti dengan mengunjungi, meninjau lokasi penelitian yaitu Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Tebet Jakarta, serta mengamati segala bentuk kegiatan yang berlangsung dan proses rehabilitasi sosial dan pelaksanaan program untuk anak jalanan di lokasi penelitian dengan hasil pengamatannya digunakan sebagai sumber data. b. Wawancara Mendalam dan Terbuka Wawancara merupakan alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama.12 Selain menggunakan teknik wawancara mendalam, digunakan juga teknik wawancara terbuka yaitu
11
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 165. 12 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), h. 133.
14
wawancara yang dilakukan dengan subjek menyadari dan tahu tujuan dari wawancara.13 Dalam
penelitian
yang
dilakukan,
wawancara
ini
merupakan metode yang terpenting karena dalam penelitiannya peneliti melakukan wawancara dengan pekerja sosial, beberapa klien anak jalanan, dan staf-staf petugas di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”, guna memperoleh data yang diperlukan. Adapun metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam, wawancara terbuka, dan wawancara terstruktur dimana peneliti sudah membuat pertanyaan wawancaranya terlebih dahulu. c. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku yang berkaitan mengenai pendapat, teori, maupun hukum dan lain-lain. Oleh sebab itu dalam setiap penelitian tidak dapat dilepaskan dari literatur-literatur ilmiah, sehingga kegiatan kepustakaan ini menjadi sangat penting.14 Penerapan studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah peneliti mengkaji dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan guna dijadikan sebagai sumber penelitian. 6. Analisis Data Seluruh informasi dan keterangan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis deskriptif. Dimana, analisis 13
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001), h. 155. 14 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almansur, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 133.
15
deskriptif ini adalah mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan wawancara. Nasir mengemukakan analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dengan analisis data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian.15 Dalam analisa data juga digunakan keabasahan data untuk memastikan keakuratan data yang didapat, bahwa dalam keabsahan data dianalisa oleh 2 teknik yaitu teknik kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan), dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (triangulasi). Hal ini dicapai dengan jalan; (a) membandingkan dokumen dari Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”
dengan
hasil
wawancara
dengan
anak
jalanan;
(b)
membandingkan antara jawaban yang diberikan pekerja sosial, staf petugas dengan jawaban anak jalanan mengenai rehabilitasi sosial. Kriteria kepastian, menurut Scriven yang dikutip oleh Lexy . J Moloeng (2004) yaitu memeriksa keabsahan data dengan melihat objektivitas subyek penelitian dan implementasi rehabilitasi sosial yang
dipercaya,
berdasarkan
kenyataan
(faktual)
dan
dapat
dipastikan.16 Dalam penelitian ini, peneliti dapat membuktikan datadata ini terpercaya berdasarkan hasil wawancara terhadap subyek penelitian. Adapun dari segi faktual dengan melihat implementasi 15
Moh Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h. 405. Lexy. J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosydakarya, 2004), Cet.Ke-20, h. 326. 16
16
rehabilitasi sosial yang dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”. Dalam hal ini peneliti dapat memastikan, bahwa kepastian implementasi rehabilitasi sosial Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” melalui hasil wawancara terhadap subyek penelitian. E. Pedoman Penulisan Skripsi Untuk tujuan mempermudah, teknik penulisan yang dilakukan dalam skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh CeQda UIN Jakarta 2007. F. Tinjauan Pustaka Setelah penulis melakukan studi kepustakaan, terdapat buku dan beberapa artikel dari internet yang berhubungan dengan masalah anak jalanan, antara lain; Bagong Suyanto yang berjudul Masalah Sosial Anak; Arif Gosita yang berjudul Masalah Perlindungan Anak; artikel upaya pemberdayaan anak jalanan. Penulis juga melakukan studi kepustakaan terhadap beberapa skripsi terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan terutama yang melakukan penelitian mengenai anak jalanan: 1. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Keterampilan di Panti Sosial Asuhan Anak Putra V Duren Sawit Jakarta Timur, oleh: Roudhotunnajah. 2. Strategi Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Pendidikan Luar Sekolah (Studi Kasus di Yayasan Bina Insan Mandiri, Depok) oleh: Muhamad Najib Kailani.
17
3. Implementasi Program Kelas Belajar Rumah Baca Paguyuban Terminal (PANTER) Dalam Pengembangan Kapasitas Anak Jalanan Melalui Pendidikan Non-Formal di kota Depok oleh: Ni’matul Farida. 4. Pemberdayaan Keterampilan Otomotif Bagi Remaja Putus Sekolah di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Taruna Jaya” Tebet DKI Jakarta oleh: Dony Ismail. Inti dari perbedaan skripsi yang penulis buat dengan skripsi diatas terletak pada organisasi dan lokasi penelitiannya serta kelompok sampel (informan) yang diteliti yaitu anak jalanan, pekerja sosial, dan staf PSBR Taruna Jaya. Salah satu skripsi PSBR Taruna Jaya yang saya kutip lebih fokus terhadap pemberdayaan keterampilan, sedangkan skripsi penulis lebih fokus pada pelaksanaan rehabilitasi sosial dan dampak biopsikososial spiritual anak jalanan. G. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu : BAB I
Pendahuluan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Pembatasan
Masalah,
Perumusan
Masalah,
Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan. BAB II
Dalam bab ini akan membahas tinjauan teoritis yang digunakan adalah teori-teori yang berkaitan dengan: rehabilitasi sosial, metode perubahan sosial terencana dalam ilmu kesejahteraan sosial, biopsikososial spiritual, dan anak jalanan.
18
BAB III
Dalam bab ini yang akan dipaparkan adalah mengenai profil Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” yang mencakup: Sejarah Berdirinya Panti sosial, Visi dan Misi, Struktur Organisasi, Deskripsi Pekerjaan, Sumber Daya Manusia, Landasan Hukum, Kedudukan, tugas pokok, dan fungsi, Sasaran Garapan, Persyaratan menjadi WBS, Proses Pelayanan Rehabilitasi Sosial, Sarana dan Prasarana, Sumber Dana serta Kerjasama Panti sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”.
BAB IV
Hasil temuan dan analisa mengenai implementasi, tahapan, dan dampak perubahan biopsikososial dari program rehabilitasi sosial bagi anak jalanan di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”.
BAB V
PENUTUP Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan Definisi anak jalanan menurut Pusat Data Informasi (Pusdatin) Departemen Sosial Republik Indonesia, adalah “anak yang berusia antara 5 sampai 18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.”1 Anak jalanan dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu: 1. Mereka yang selama 24 jam hidupnya berada di jalan. 2. Mereka yang bekerja di jalan, namun masih mempunyai rumah dan keluarga. 3. Mereka yang rentan turun ke jalan, karena orangtuanya sudah terlebih dahulu turun ke jalan.2 UNICEF memberikan batasan definisi anak jalanan, yaitu: “Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life” (anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan
1
Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, Petunjuk Pelaksanaan Pelayanan Sosial Anak Jalanan (Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005), h. 5. 2 Murdiyanto, Pengaruh Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Terhadap Persepsi Stakeholder Pada Anak Jalanan di Palembang (Yogyakarta: Citra Media, 2008), Cet. Ke-1, h. 14-15.
19
20
masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya.3 Berdasarkan definisi anak jalanan diatas, terdapat perbedaan usia pada anak jalanan, menurut pusdatin anak tersebut dikatakan anak jalanan sejak mereka berusia 5 sampai 18 tahun, sedangkan menurut UNICEF dibawah 16 tahun. Meskipun terdapat pendapat yang menyatakan perbedaan usia anak jalanan, namun aktivitas yang mereka lakukan sama. Mereka hidup di jalanan, mencari nafkah, dan bahkan ada yang sudah terpisah dari keluarganya. Marginal, rentan, dan tereksploitasi adalah istilah-istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang karirnya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan. Dikatakan rentan karena risiko yang harus ditanggung akibat jam kerja sangat panjang, sehingga berpengaruh negatif terhadap kesehatan dan kehidupan sosial mereka. Adapun disebut tereksploitasi karena mereka biasanya memiliki posisi tawar menawar yang sangat lemah, tersubordinasi, dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab.4
3
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus Untuk Anak Jalanan (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), h. 9. 4 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak (Jakarta: Kencana, 2010), h. 186.
21
2. Ciri-Ciri Anak Jalanan Secara umum ciri khas dari anak jalanan yang biasa terdapat di sekitar perkotaan memiliki kesamaan, antara lain:5 1. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, dan tempat hiburan) selama 3 sampai 24 jam sehari. 2. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah sedikit sekali yang tamat SD). 3. Berasal dari keluarga tidak mampu atau broken (urban, tidak jelas keluarganya, serta keluarga pecah). 4. Melakukan aktivitas ekonomi seperti pengasong, dan pengamen. 3. Kategori (Klasifikasi) Anak Jalanan Berdasarkan hasil kajian di lapangan yang dilakukan oleh Bagong Suyanto secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu:6 1. Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya. Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya. 2. Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih 5
Elly Kuntjorowati, Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial: Pemberdayaan Anak Jalanan Studi Kasus Pada Sanggar Alang-Alang Surabaya dan Yayasan Peduli Anak Lombok Barat,” no. 3 (September 2011): h. 379. 6 Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 186.
22
mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu, banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab biasanya terjadi kekerasan pada anak-anak tersebut lalu mereka lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukan bahwa anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosialemosional, fisik maupun seksual. 3. Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala resikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah bukti nyata kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia, kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api. 4. Model Penanganan Anak Jalanan Menururt Edi Suharto7, model penanganan anak jalanan berbeda-beda, dan sangat beragam disesuaikan dengan kondisi anak jalanan. Model-model yang diterapkan untuk anak jalanan tidak lepas dari visi dan misi suatu lembaga. Namun, secara umum terdapat dua tujuan dalam penanganan anak jalanan, yakni melepaskan anak jalanan untuk dikembalikan kepada keluarga asli, keluarga pengganti atau rumah singgah, dan juga untuk penguatan anak di jalanan
dengan
memberikan
alternatif
pendidikan,
pekerjaan,
keterampilan. 7
Edi Suharto, Pembangunan, Kebijakan Sosial, dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran (Bandung: Lembaga Studi Pembangunan STKS, 1997), h. 233.
dan
23
Faktor utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah pada perlindungan sosial. Oleh karena itu, model pertolongan terhadap anak jalanan bukan sekedar
menghapus
anak-anak
dari
jalanan,
melainkan
harus
bisa
meningkatkan kualitas hidup mereka atau sekurang-kurangnya melindungi mereka dari situasi-situasi yang eksploitatif dan membahayakan. Mengacu pada prinsip-prinsip profesi kesejahteraan sosial, maka kebijakan dan program perlindungan sosial mencakup bantuan sosial, asuransi kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial, dan pemeberdayaan sosial yang dikembangkan berdasarkan right based initiatives, memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak dasar anak sesuai dengan aspirasi terbaik mereka (the best interest of the children). Strategi intervensi pekerjaan sosial tidak bersifat parsial, melainkan holistik dan berkelanjutan. Dalam garis besar, alternatif model penanganan anak jalanan mengarah kepada 4 jenis model, yaitu:8 Pertama, street centered intervention. Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di jalan dimana anak-anak jalanan bisa beroperasi. Tujuannya agar dapat menjangkau dan melayani anak di lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan. Kedua, family centered intervention. Penanganan anak jalanan yang difokuskan pada pemberian bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga sehingga dapat mencegah anak-anak agar tidak menjadi anak jalanan atau menarik anak jalanan kembali ke keluarganya.
8
Suharto, Pembangunan, Kebijakan Sosial, dan Pekerjaan Sosial: Spektrum Pemikiran, h.
235.
24
Ketiga, institutional centered intervention. Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di lembaga (panti), baik secara sementara (menyiapkan reunifikasi dengan keluarga) maupun permanen (terutama jika anak jalanan sudah tidak memiliki orangtua atau kerabat). Pendekatan ini juga mencakup tempat berlindung sementara (drop in), “Rumah Singgah” atau “Open House” yang menyediakan fasilitas panti, dan asrama adaptasi bagi anak jalanan. Keempat, community centered intervention. Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di sebuah komunitas. Melibatkan program-program community development untuk memberdayakan masyarakat atau penguatan kapasitas lembaga-lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat. Pendekatan ini juga mencakup Coorporate Social Responcibility (tanggung jawab sosial). Pendekatan yang bersifat memberdayakan adalah pendekatan yang paling tepat dalam mengatasi persoalan pekerja anak termasuk anak jalananyang merupakan pekerja anak dalam sektor informal. 5. Faktor Penyebab Anak Turun ke Jalanan Berikut beberapa faktor yang menyebabkan anak turun ke jalan menurut Bagong Suyanto, yaitu:9 1. Kesulitan keuangan keluarga (tekanan kemiskinan/keterbatasan ekonomi). 2. Tingkat urbanisasi yang tinggi, sehingga menyebabkan anak tidak bisa bertahan hidup dan bersaing di tengah kota.
9
Suyanto, Masalah Sosial Anak, h. 196.
25
3. Ketidakharmonisan rumah tangga orang tua sehingga terjadinya tindakan kekerasan yang menyebabkan keretakan dalam rumah tangga orang tua. 4. Masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua. 5. Pengaruh teman atau kerabat. Menurut Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), ada tiga hal yang menyebabkan munculnya fenomena anak jalanan, yaitu:10 1. Tingkat Mikro, yaitu faktor yang berhubungan dengan situasi anak dan keluarga sehingga menjadi anak jalanan artinya bahwa penyebab menjadi anak jalanan sebagai akibat terjadinya gesekan atau perselisihan antara anak dengan keluarga (keluarga broken home), atau keluarga miskin yang tidak dapat mendidik dan merawat anaknya dengan baik, serta tidak memiliki tempat tinggal. 2. Tingkat Messo, yaitu faktor-faktor yang ada di masyarakat tempat anak dan keluarga berada. Dalam hal ini dapat diartikan, bahwa faktor keberadaan anak dan keluarga pada lingkungan yang kondusif menjadi anak jalanan, misalnya kondisi lingkungan yang kumuh, dan berada di dekat jalan raya. 3. Tingkat Makro, yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan struktur makro dari masyarakat, seperti ekonomi, politik, dan kebudayaan. Artinya bahwa keberadaan anak tergantung pada tatanan suatu Negara, misalnya masalah ekonomi yang terjadi 10
Murdiyanto, Pengaruh Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Terhadap Persepsi Stakeholder, h. 20.
26
karena krisis ekonomi sehingga rakyat menjadi miskin, pemutusan hubungan kerja terjadi di mana-mana sehingga mengakibatkan banyaknya pengangguran, dan pada akhirnya berdampak pada meningkatnya jumlah anak jalanan. Selain itu, secara terperinci keberadaaan anak jalanan didorong pula oleh kondisi keluarga dan ekonomi, seperti: mencari pekerjaan, terlantar, ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, kondisi psikologis seperti ditolak oleh orangtua, salah perawatan atau kekerasan di rumah, kesulitan dalam berhubungan dengan keluaraga atau tetangga, bertualang, dan lari dari kewajiban keluarga.11 6. Hak-Hak Anak Menurut Perundang-Undangan di Indonesia Dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak pasal 2 disebutkan: (1) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, (2) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warganegara yang baik dan berguna, (3) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan, (4) Anak berhak atas perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
11
Murdiyanto, Pengaruh Penyuluhan dan Bimbingan Sosial Terhadap Persepsi Stakeholder, h. 21.
27
dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.12 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak lebih terinci lagi diatur tentang hak anak, yaitu pada Bab III mulai dari pasal 4 hingga 18. Pasal 16 sekedar diketahui berbunyi: (1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, (2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum, (3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Pada UU No.23 Tahun 2002 di atas, dirinci 4 (empat) pasal mengenai hal tersebut, yaitu pasal 21 sampai 24. Pasal 22 misalnya berbunyi: Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.13 UU mengenai perlindungan dan kesejahteraan anak yang sudah tertera diatas apabila dikaitkan dengan fenomena anak jalanan, jelas UU tersebut tidak berfungsi dengan baik, sebab apa yang tertera pada UU tersebut disetiap pasalnya tidak didapatkan oleh anak jalanan. Pada kenyataannya mereka justru tidak mendapatkan pemenuhan hak dan kebutuhan yang tertera di UU, melainkan hak dan kebutuhan mereka terabaikan.
12
Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), Cet. Ke-1, h. 152-153. 13 Departemen Sosial Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Jakarta: Perpustakaan Depsos RI, 2005), Cet. Ke-4, h. 12-13.
28
7. Pengaruh Menjadi Anak Jalanan Terhadap Biopsikososial Spiritual Menjadi seorang anak jalanan itu tidaklah mudah, karena mereka harus berjuang keras untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka, yang justru kebutuhan hidup mereka terabaikan sehingga berpengaruh kepada biologis, psikologis, sosial, dan spiritual mereka.14 1. Aspek biologis Dalam aspek biologis ini, anak jalanan tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis/fisik mereka, sebab penampilan anak jalanan itu sendiri selalu identik dengan kotor, kumuh. Mereka tidak terlihat bersih secara fisik, karena mereka sering menghabiskan waktu mereka di jalan sehingga mereka tidak merawat diri mereka dengan baik, mereka jarang mandi dan makan seadanya. 2. Aspek psikologis Dalam aspek psikologis ini, anak jalanan adalah anak-anak yang pada taraf tertentu tidak memiliki pembentukan mental emosional yang kokoh. Sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. 3. Aspek sosial Dalam aspek sosial ini berkaitan dengan aspek psikologis yang berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental anak jalanan yang ditunjang dengan penampilan kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagaian besar masyarakat terhadap anak jalanan 14
Albert R. Roberts dan Gilbert J. Greene, Buku Pintar Pekerja Sosial Jilid 1. Penerjemah Juda Damanik dan Cynthia Pattiasina (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2008), h. 96.
29
yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, dan sampah masyarakat yang harus diasingkan.15 4. Aspek spiritual Dalam aspek spiritual ini, keadaan mental anak jalanan sangat tidak terpantau oleh dewasa, mereka cenderung melakukan hal sesuka mereka, sehingga penanaman mengenai ajaran agamapun juga jarang dan bahkan tidak mereka dapatkan karena mereka sibuk menghabiskan waktu mereka unutk bekerja di jalanan. Sebagian besar pengetahuan mereka mengenai agama sangat minim sekali bahkan mereka juga tidak menjalankan kewajban yang harus mereka lakukan dalam ajaran agama yang mereka anut. B. Program Rehabilitasi 1. Pengertian Rehabilitasi Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu, perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat. 16 Menurut
Departemen
Sosial
RI,
rehabilitasi
adalah
proses
refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para penyandang masalah kesejahteraan sosial mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan dan
15
Armai Arief, “Upaya Pemberdayaan Anak Jalanan”, artikel diakses pada 15 Juni 2004 dari http://anjal.blogdrive.com/2004/0415/archive/11.html 16 Departemen Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 940.
30
penghidupan bermasyarakat dan bernegara17, pada dasarnya rehabilitasi merupakan upaya mengembalikan keberfungsian sosial seseorang dengan menawarkan
optimisme
serta
harapan
yang
kuat.
Rehabilitasi
mempertemukan tenaga-tenaga ahli dan berbagai disiplin ilmu. Tenaga ahli tersebut mengupayakan upaya rehabilitasi secara komprehensif dan segi medis, psikologis, dan sosial dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya di masyarakat. Rehabilitasi sosial adalah suatu upaya yang dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melakukan fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi sosial dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.18 Dalam pelaksanaannya rehabilitasi
sosial
diberikan
kepada
para
penyandang
masalah
kesejahteraan sosial dalam bentuk; pemberian motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan pengasuhan, pelatihan vokasional dan pembinaan, bimbingan mental spiritual, bimbingan fisik, Bimbingan sosial dan konseling psikososial, pelayanan aksesibilitas, bantuan dan asistensi sosial, bimbingan resosialisasi, bimbingan lanjut, dan rujukan. Rehabilitasi sosial dapat dilakukan dalam lembaga seperti panti maupun di luar lembaga (luar panti/berbasis masyarakat). Sasaran rehabilitasi sosial adalah mereka yang mengalami hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik seperti para penyandang cacat,
17
Balitbang Departemen Sosial RI, Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Balitbang Departemen Sosial RI, 2003), h. 3. 18 Pusat Penyuluhan Sosial Departemen Republik Indonesia, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Departemen Sosial RI, 2009), h. 45.
31
anak nakal, anak bermasalah sosial (anak terlantar, anak putus sekolah, anak
jalanan,
dan
anak
berhadapan
dengan
hukum)
korban
penyalahgunaan NAPZA, WTS (Wanita Tuna Susila), serta penderita HIV/AIDS atau ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).19 Proses rehabilitasi sosial terutama dalam panti harus melalui pendaftaran (registrasi), kontrak layanan (intake), pengungkapan dan pemahaman masalah (assesment), menyusun rencana pemecahan masalah (planning), pemecahan masalah (intervensi), evaluasi, terminasi, dan pembinaan lanjut. Rehabilitasi sosial di dalam panti tersebut menggunakan pendekatan praktik pekerjaan sosial.20 Pelayanan rehabilitasi sosial di dalam pembangunan sosial, khususnya dalam dimensi pelayanan kesejahteraan sosial, memiliki kedudukan yang cukup penting, karena kegiatan rehabilitasi sosial bertujuan memulihkan kemampuan-kemampuan seseorang sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal memberikan kontribusi yang besar dan cukup berarti dalam mewujudkan tujuan pembangunan sosial. Tujuan rehabilitasi sosial itu sendiri yaitu untuk memulihkan kondisi psikologis dan kondisi sosial serta fungsi sosial seseorang sehingga dapat hidup, tumbuh, dan berkembang secara wajar di masyarakat serta menjadi sumber daya manusia yang berguna, produktif, dan berkualitas, berakhlak mulia serta menghilangkan label (stigma) masyarakat negatif terhadap
19
Pramuwito, Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1997), h. 76. 20 Pusat Penyuluhan Sosial Departemen Republik Indonesia, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (Jakarta: Departemen Sosial RI, 2009), h. 46.
32
seseorang yang menghambat tumbuh kembang untuk berpartispasi dalam hidup dan kehidupan masyarakat.21 Fungsi rehabilitasi dalam dunia pekerjaan sosial diartikan sebagai proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang masalah kesejahteraan sosial mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan proses refungsionalisasi karena kegiatan rehabilitasi ini mendasarkan diri pada asumsi bahwa para penyandang masalah kesejahteraan sosial itu karena masalah yang dideritanya mereka kehilangan kemampuannya untuk berfungsi sosial. Berdasarkan atas asumsi itu usaha kesejahteraan sosial berusaha mengembalikan kemampuan mereka untuk berfungsi sosial. Itulah sebabnya usaha kesejahteraan sosial ini dikatakan melaksanakan refungsionalisasi atau memberfungsikan kembali. Menurut Pramuwito usaha kesejahteraan sosial yang berfungsi merehabilitasi mempunyai tiga tujuan yaitu:22 (1) memelihara kemampuan orang baik sebagai individu, kelompok maupun sebagai anggota masyarakat untuk mempertahankan hidupnya, (2) memulihkan kembali mereka-mereka yang karena sesuatu hal terganggu kemampuannya untuk berfungsi sosial kembali dan mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk berfungsi sosial, (3) menunjang dan menjaga keluarga untuk melaksanakan fungsi sosialisasi terhadap generasi muda yang bersifat mencegah agar seseorang tidak terasing dari kehidupan bersama. 21
Direktur Jenderal Pelayanan Rehabilitasi Sosial, Pedoman Operasional Pelayanan dan Reahabilitasi Sosial bagi Anak Nakal di Panti Sosial (Jakarta: Departemen Sosial RI, 2004), h. 8. 22 Pramuwito, Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1997), h. 75.
33
2. Jenis-Jenis Rehabilitasi Rehabilitasi pada tataran praktik, mempertemukan berbagai disiplin ilmu mulai dari medis, psikologis, sosial, bahkan pendidikan multidisipliner tersebut menghasilkan proses rehabilitasi yang saling terkait dan mendukung upaya pengembalian fungsi sosial, sehingga individu
dapat
menjalankan
perannya
sesuai
dengan
tuntutan
lingkungannya. Pada perkembangannya, rehabilitasi terbagi menjadi empat jenis rehabilitasi sebagai berikut:23 a. Rehabilitasi Medis Rehabilitasi
medis merupakan
upaya
menyembuhkan
atau
memulihkan kesehatan pasien melalui layanan-layanan kesehatan, baik itu dilakukan oleh seorang dokter dalam praktek pribadinya maupun di rumah sakit umum. Biasanya di rumah sakit umum dilengkapi dengan layanan psikologis yang dilakukan oleh psikolog, dan layanan sosial atau sosial medis yang dilakukan oleh pekerja sosial medis. Pada setting rumah sakit yang melaksanakan kegiatan rehabilitasi medis, layanan psikolog dan pekerja sosial merupakan layanan penunjang. b. Rehabilitasi Pendidikan Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya pengembangan potensi intelektual klien penyandang cacat yang dilaksanakan pada setting sekolah luar biasa (SLB), misaln52ya di Indonesia SLB A untuk penyandang cacat netra, SLB B untuk penyandang cacat rungu wicara, SLB C untuk penyandang cacat mental, dan SLB D untuk penyandang cacat tubuh. 23
Edi Suharto, ed., Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Pengembangan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia, 2004), h. 186.
34
Profesi yang dominan pada setting sekolah luar biasa ini adalah guru sekolah luar biasa, adapun profesi dokter, psikolog, dan pekerja sosial merupakan profesi penunjang. c. Rehabilitasi Vokasional Rehabilitasi vokasional merupakan upaya memberikan bekal keterampilan kerja bagi klien, sehingga dapat mandiri secara ekonomi di masyarakat, pada setting ini, diperlukan tenaga-tenaga yang menguasai keterampilan kekaryaan khusus. Pekerja Sosial pada setting ini, diharapkan menguasai keterampilan kekaryaan tersebut disamping keterampilan dan keahliannya di bidang psikososial. PSBR Taruna Jaya memberikan program-program keterampilan diantaranya keterampilan tata rias kecantikan (salon), menjahit, otomotif (motor dan mobil), las, komputer, ac (pendingin), service handphone. d. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi Sosial merupakan upaya yang bertujuan untuk mengintegrasikan seseorang yang mengalami masalah sosial ke dalam kehidupan masyarakat dimana dia berada. Pengintegrasian tersebut dilakukan melalui upaya peningkatan penyesuaian diri, baik terhadap keluarga, komunitas maupun pekerjaannya. Dengan demikian, rehabilitasi sosial merupakan pelayanan sosial yang utuh dan terpadu, agar seseorang dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara optimal dalam hidup bermasyarakat. Pada jenis rehabilitasi sosial ini, profesi pekerjaan sosial memegang peran utama. Profesi-profesi lain berperan sesuai dengan kebutuhan yaitu sebagai penunjang.
35
3. Sarana dan Prasarana Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada kondisi yang semula, agar dapat mencapai tujuan tersebut, rehabilitasi memerlukan serangkaian sarana dan prasarana sebagai penunjang berlangsungnya proses rehabilitasi yang integratif dan komprehensif. Sarana dan prasarana yang menunjang proses rehabilitasi yaitu:24 a. Program Rehabilitasi Program rehabilitasi mencakup pelaksanaan prosedur rehabilitasi yang terencana, terorganisir, dan sistematis. Umumnya program rehabilitasi menjadi bagian dan sebuah kegiatan organisasional lembaga baik lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Jangkauan program dapat meliputi lingkup lokal, nasional, dan regional. Keterkaitan dan kerjasama antara lembaga-lembaga menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan hal penting mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri, dimana tujuan dan fokus rehabilitasi akan tergantung pada kebijakan lembaga dan dapat bervariasi pada lembaga lain seperti pada lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi bagi remaja putus sekolah dan anak jalanan yang mengkhususkan pada program rehabilitasinya saja. b. Pelayanan Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas-aktivitas khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintegrasikan 24
Edi Suharto, ed., Isu-Isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan Strategi (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia, 2004), h. 187189..
36
berbagai pendekatan, disiplin ilmu, dan tenaga-tenaga profesional untuk mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut. c. Sumber Daya Manusia (SDM) Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya sumber daya manusia sebagai pelaksana proses tersebut. Pelaksana rehabilitasi melibatkan tenaga-tenaga profesional dari berbagai latar belakang pendidikan dan keterampilan-keterampilan khusus, seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, konselor, terapis, edukator, pengajar vokasional, dan lain sebagainya. Sumber daya manusia memegang peranan utama dalam pelaksanaan rehabilitasi. d. Fasilitas Sarana dan Prasarana Penunjang Rehabilitasi Fasilitas sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan rehabilitasi meliputi fasilitas tempat sebagai wadah pelaksanaan rehabilitasi, seperti Instansi Rehabilitasi Medis (IRM) pada rumah sakit, panti sosial binaan pemerintah, dan lembaga sosial yang menyelenggarakan program dan layanan rehabilitasi, pusat latihan kerja, lembaga atau sekolah luar biasa. Selain tempat pelaksanaan, fasilitas penunjang lainnya adalah peralatan rehabilitasi. Jenis dan jumlah peralatan tersebut, tergantung pada program, dan layanan rehabilitasi yang diselenggarakan. e. Peralatan Penunjang rehabilitasi Peralatan yang dipergunakan merupakan bagian penting dari kelengkapan kegiatan rehabilitasi untuk kelancaran proses rehabilitasi, sifat dari perlatan dapat manual atau menggunakan teknologi tinggi.
37
Jenis dan jumlahnya tergantung pada banyaknya profesi yang terlibat dalam proses rehabilitasi. C. Metode Perubahan Sosial Terencana dalam Ilmu Kesejahteraan Sosial Metode perubahan sosial terencana (metode intervensi sosial) dalam ilmu kesejahteraan sosial pada dasarnya dapat dikelompokkan antara lain berdasarkan level intervensinya ataupun berdasarkan fokus kelompok sasaran intervensi. Menurut Isbandi Rukminto secara sederhana level intervensi dibagi 2 yaitu:25 1. Perubahan sosial terencana di level mikro (individu, keluarga, dan kelompok kecil). 2. Perubahan sosial terencana di level makro. Pada perubahan sosial terencana di level makro ini dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu: a. Perubahan sosial terencana di tingkat makro yang lebih rendah atau lebih dikenal dengan nama level mezzo. Pada level ini agen perubah dalam hal ini praktisi kesejahteraan sosial melakukan perubahan sosial terencana pada tingkat organisasi dan komunitas lokal. Biasanya dilakukan dengan berbagai model intervensi komunitas atau dikenal dengan nama community work/community practice. b. Perubahan sosial terencana di tingkat makro yang lebih luas atau sering disebut dengan perubahan sosial di tingkat makro. Di sini perubahan diarahkan pada upaya merubah masyarakat secara lebih 25
Isbandi Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Depok: FISIP UI Press, 2005). h. 141.
38
luas, biasanya dilakukan melalui pengembangan kebijakan sosial maupun perundang-undangan sosial. 1. Perubahan Sosial Terencana (intervensi mikro) di Level Individu Dalam tulisan ini yang menjadi fokus penelitian adalah intervensi mikro individu, keluarga, dan kelompok kecil. Metode perubahan sosial terencana pada individu, keluarga, dan kelompok kecil dikenal juga sebagai metode intervensi sosial pada level mikro, sedangkan metode intervensi dalam ilmu kesejahteraan sosial sendiri pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memperbaiki keberfungsian sosial dari kelompok sasaran perubahan dalam hal ini, individu, keluarga dan kelompok kecil. Keberfungsian sosial dalam kasus ini, secara sederhana dapat dikatakan sebagai kemampuan individu, keluarga, ataupun kelompok kecil untuk menjalankan peran sosialnya sesuai dengan harapan lingkungannya. Menurut Isbandi Rukminto26, metode perubahan sosial terencana di level mikro ini pada dasarnya merupakan upaya untuk mengatasi masalah. Dikatakan sebagai masalah disebabkan oleh adanya ketidakmampuan individu atau kadangkala patologi yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk memenuhi tuntutan lingkungannya. Dalam kasus individu, stress
pada
individu
seringkali
disebabkan
oleh
tekanan
dari
lingkungannya dan bukan disebabkan oleh faktor internal individu, karena itu dalam melakukan terapi peran lingkungan sosial menjadi memainkan
26
Isbandi Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Depok: FISIP UI Press, 2005). h. 143.
39
peranan penting dalam upaya penyembuhan individu yang sedang mengalami masalah keberfungsian sosial tersebut. Pada perubahan sosial terencana mikro (intervensi mikro) ini dilakukan terapi yang dikenal dengan nama casework atau dikenal nama lain social casework. Proses terapi dalam casework menurut Skidmore, Thackeray, dan Farley yang dikutip oleh Isbandi Rukminto proses konseling melalui metode casework dari sudut pandang klien, menjadi 4 tahapan, yaitu:27 1. Tahap penelitian Pada tahap ini klien menjalin relasi dengan caseworker. Di tahap inilah proses penjalinan relasi (engagement) antara klien dan caseworker mulai dikembangkan. Dalam proses engagement ini, caseworker harus menjelaskan dan menanamkan pengertian bahwa dalam proses terapi yang akan ia jalani dirinyalah yang banyak menentukan hasil yang akan dicapai. Fungsi caseworker antara lain adalah: Pada tahap penelitian ini, klien harus menentukan pilihan apakah ia akan melanjutkan proses terapi ini atau tidak. Apapun yang menjadi pilihan klien haruslah tetap dihormati oleh caseworker. Bila klien memutuskan untuk melanjutkan relasi dengan caseworker maka caseworker dapat mencoba mencari data yang lebih mendalam dengan mengumpulkan data sejarah kehidupan klien dengan memilah-milah data mana yang mempunyai keterakaitan dengan masalah yang sedang 27
Isbandi Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Depok: FISIP UI Press, 2005). h. 149.
40
dihadapi klien, dan data mana yang tidak terkait permasalahannya, disinilah peran sebagai peneliti yang sedang memilah-milah data menjadi penting sehingga tahap ini dinamakan tahap penelitian. 2. Tahap pengkajian (assesment phase) Dari pengkajian (assesment) yang dilakukan diharapkan akan menghasilkan berbagai macam bentuk terapi ataupun treatment tergantung pada kebutuhan dan keunikan masing-masing klien, karena itu prinsip individualisasi dalam proses pengkajian masalah dan kebutuhan klien sangatlah penting untuk diterapkan. Proses pengkajian ini diawali dengan pernyataan masalah apa yang dihadapi oleh klien sebagai langkah awal untuk memahami permasalahan apa yang sebenarnya dihadapi oleh klien tersebut. Hasil dari pengkajian yang mendalam tentang masalah klien, penyebab terjadinya masalah, serta cara menanggulangi masalah yang dihadapi klien merupakan langkah awal untuk merancang bentuk terapi yang cocok untuk mengatasi permasalahan klien. Dalam proses pengkajian ini, tercapainya hasil pengkajian yang relatif tepat sangat dipengaruhi oleh relasi dan kerjasama antara praktisi dengan klien. Jadi disini prinsip partisipasi, tetap harus didorong untuk berkembang dalam relasi antara praktisi dengan klien. 3. Tahap intervensi Intervensi pada dasarnya dikembangkan berdasarkan kebutuhan dari klien. Caseworker dalam proses terapi yang dikembangkan melakukan proses diskusi untuk melakukan pemilihan alternatif
41
pemecahan masalah bersama kliennya. Di sini klien didorong untuk mengembangkan kemampuan untuk mengatasi permasalahan sesuai dengan pertimbangan kemampuannya. Upaya caseworker untuk mengembangkan motivasi klien untuk menyembuhkan dan memilih alternatif dalam proses penyembuhan sangat diperlukan, dan dukungan positif dari caseworker akan dapat membantu berkembangnya kemampuan
menentukan
pilihan
sendiri
pada
klien
(self
determination). Dalam kaitan dengan hal ini, ada beberapa keterampilan intervensi yang perlu dimiliki oleh caseworker, antara lain keterampilan untuk melakukan wawancara khususnya wawancara untuk intervensi, melakukan pencatatan (recording) kasus, dan melakukan proses rujukan bila diperlukan. 4. Tahap terminasi Tahap ini merupakan tahapan dimana relasi antara caseworker dan klien akan dihentikan. Penghentian proses terapi juga harus dipahami dengan makna yang sama antara caseworker dan klien, terutama dalam kaitan dengan pencapaian dari tujuan terapi tersebut. Selain proses terapi yang diakhiri atas dasar kesepakatan bersama karena sudah tercapainya suatu kemampuan tertentu dari klien, terminasi juga dapat terjadi secara sepihak misalnya kerena tidak terbentuknya relasi yang baik antara caseworker dengan klien , maka dalam hal ini terminasi yang terjadi adalah terminasi tanpa tercapainya bentuk perilaku yang
42
diharapkan akan dapat membantu klien mengatasi permasalahan yang ada. Menurut Edi Suharto28, selain proses konseling yang berlangsung berdasarkan sudut pandang klien, proses konseling juga berlangsung berdasarkan perspektif pekerja sosial yang dilakukan melalui tiga tahap, yakni: 1. Membangun relasi (building a relationship) Tahap ini melibatkan engagement (pertemuan awal) antara pekerja sosial dengan klien (warga binaan sosial). Pekerja sosial dituntut untuk membangun suasana yang kondusif dan menyenanangkan, sehingga klien tidak memiliki keraguan atau bahkan ketakutan dalam mengemukakan masalahnya. Pekerja sosial perlu menunjukkan sikap penerimaan, respect, dan perhatian kepada klien, dan pekerja sosial tidak boleh bersikap arogan, sombong, bersikap moralistik, melainka harus tenang, tidak tertawa, dan tidak menilai (non-judgement) manakala klien mulai membuka percakapan. 2. Menggali masalah secara mendalam Pada tahap ini pekerja sosial dan klien terlibat dalam penggalian informasi secara lengkap dan mendalam mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami klien. Dimensi masalah yang perlu digali pada tahap ini berkisar pada jenis masalah yang dialami klien, tingkat masalahnya, lama masalah tesebut telah terjadi, penyebabnya, perasaan klien mengenai masalah tersebut, dan kekuatan serta kemampuan fisik dan
28
Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 28.
43
mental klien dalam menghadapi masalah yang dialaminya. Pekerja sosial jangan tergesa-gesa untuk segera memberikan solusi sesaat setelah masalah klien teridentifikasi. 3. Menggali solusi alternatif Setelah masalah diyakini telah terungkap secara mendalam, tahap berikutnya yang perlu dilakukan pekerja sosial dan klien adalah menggali berbagai kemungkinan yang dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah. Peran pekerja sosial pada tahap ini umumnya mengidentifikasi beberapa alternatif untuk kemudian menggalinya bersama klien guna mencari kecocokan, kelebihan dan keterbatasan dari setiap alternatif-alternatif tersebut. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam tahap ini bahwa klien memiliki hak menentukan nasibnya sendiri, yakni utnuk memilih beberapa alternatif yang paling sesuai dengan aspirasi dan keadaannya. Tugas pekerja sosial adalah membantu
klien
memahami
dan
memperjelas
konsekuensi-
konsekuensi dari masing-masing alternatif yang tersedia, dan umumnya bukan member saran atau pilihan secara sepihak kepada klien. 2. Perubahan Sosial Terencana (intervensi mikro) di Level Keluarga Disamping intervensi pada tingkat individu, metode casework juga melakukan intervensi di level keluarga. Intervensi pada level ini sering disebut
family casework. Menurut Zastrow yang dikutip oleh Isbandi
Rukminto29, melihat keluarga sebagai suatu sistem yang anggotanya saling
29
Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 155.
44
berinteraksi dan saling ketergantungan satu sama lain, karena itu masalah yang dihadapi oleh individu biasanya dipengaruhi oleh dinamika yang ada di keluarga mereka. Zastrow juga mengemukakan alasan lain untuk menempatkan keluarga sebagai fokus perhatian, karena partisipasi dari anggota keluarga biasanya diperlukan dalam proses penyembuhan klien. Salah satu metode penyembuhan yang digunakan untuk mengatasi masalah dalam keluarga adalah terapi eksperensial. Terapi eksperensial ini mengaplikasikan teori-teori yang berkembang dalam terapi individu ke terapi keluarga yang berfokus pada perkembangan diri dan penentuan terbaik untuk klien. Terapi ini lebih memfokuskan pada masalah yang terjadi saat ini. Bentuk pendekatan yang dilakukan dalam terapi ini disesuaikan dengan pola perilaku dan keunikan masalah/konflik keluarga.30 3. Perubahan Sosial Terencana (intervensi mikro) di Level Kelompok Kecil Menurut yang disarikan oleh Isbandi Rukminto31, dalam upaya mengembangkan keberfungsian kelompok ataupun anggota kelompok, metode perubahan sosial terencana pada kelompok kecil sering disebut dengan nama metode “Groupwork”. Intervensi sosial di level kelompok kecil adalah suatu upaya mengembangkan individu sebagai anggota dari suatu kelompok melalui kekuatan kelompok itu sendiri. Tujuan dari groupwork yaitu agen perubah berupaya memfasilitasi anggota kelompok untuk terlibat secara aktif dan berkolaborasi dalam 30
Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 155. Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 163.
31
45
proses pemecahan masalah melalui kelompok. Berikut terdapat tiga persprektif yang berkembang dalam groupwork yang dikemukakan oleh Benjamin dan Wants seperti dikutip oleh isbandi Rukminto:32 1. Perspektif yang berorientasi penyembuhan adalah bentuk groupwork yang didesain untuk memperbaiki atau menyembuhkan suatu disfungsi sosial. Tujuan dari metode groupwork dengan perspektif ini adalah membantu seseorang untuk belajar berbuat sesuatu yang dapat digunakan untuk memperbaiki atau mengatasi masalah yang dihadapi. 2. Perspektif respirokal dikenal juga dengan orientasinya yang bersifat transisional yang menjembatani perspektif remedial dan perspektif tujuan sosial. Disebut transisional karena pada satu sisi perspektif ini terkait dengan upaya mengatasi masalah yang dihadapi individu, disisi lain pendekatan ini juga mengarah pada upaya perubahan sosial. 3. Perspektif yang berorientasi pada tujuan sosial, merupakan metode groupwork yang berorientasi politis atau pembangunan progresif yang diarahkan pada upaya pembentukan kesadaran sosial masyarakat. Dalam kelompok ini juga seringkali terdapat asumsi bahwa kelompok yang mereka kembangkan mempunyai tanggung jawab sosial untuk melakukan perubahan sosial ke arah kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan teori yang sudah penulis sarikan mengenai intervensi mikro diatas, dapat disimpulkan bahwa intervensi mikro ditujukan untuk individu, keluarga dan kelompok kecil. Bentuk intervensi mikro yang diberikan melalui terapi individu (konseling) dan terapi kelompok
32
Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, h. 163.
46
(dinamika kelompok). Adapun fungsi dari terapi tersebut untuk menyelesaikan masalah dan mengembalikan keadaan atau kondisi seseorang yang mengalami disfungsi menjadi berfungsi kembali secara wajar. Oleh karena itu, intervensi mikro sangat erat kaitannya dan memiliki peran penting dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial. D. Assesmen Biopsikososial Spiritual Pekerja sosial profesional menggunakan pendekatan-pendekatan sistematis berdasarkan sejumlah pengetahuan dan penelitian. Pendekatan biopsikososial spiritual dalam pekerjaan sosial menawarkan suatu perspektif yag luas dalam perilaku manusia. pendekatan ini digunakan untuk mengkases berbagai situasi dalam konteks komunitas, keluarga, dan lingkungan sosial yang lebih luas. Situasi dipahami sebagai gabungan antara faktor-faktor fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Dengan kata lain kebutuhan manusia dan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhan tersebut dipandang sebagai kesatuan yang saling terkait.33 Manusia
adalah
makhluk
biopsikososial
yang
unik
dan
menerapkan sistem terbuka serta saling berinteraksi. Definisi dari biopsikososial adalah berkaitan dengan interaksi antara gejala-gejala biologis dengan gejala-gejala sosial, keduanya bersifat sosial dan biologis secara alami.
33
Albert R. Roberts dan Gilbert J. Greene, Buku Pintar Pekerja Sosial Jilid 1. Penerjemah Juda Damanik dan Cynthia Pattiasina (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2008), h. 97.
47
a. Asesmen Biologis/Fisik 1. Pertumbuhan fisik Secara tidak langsung pertumbuhan dan perkembangan fisik seorang
anak
akan
mempengaruhi
keterampilan
anak
dalam
bergerak:34 a. Tinggi tubuh Anak-anak seusia sebaya dapat memperlihatkan tinggi tubuh yang sangat berbeda, tetapi pola pertumbuhan tinggi mereka tetap mengikuti aturan yang sama, misalnya bayi yang baru dilahirkan akan berukuran 42 sampai 52 cm, dalam 2 tahun kemudian pertumbuhan tinggi badan anak akan terjadi dengan cepat. Pada usia 8 bulan berukuran 65 sampai 70 cm, dan pada usia 1 tahun sudah berukuran 70 sampai 75 cm. Pada saat anak berusia 2 tahun tinggi tubuhnya sudah mencapai 80 sampai 85 cm, dan usia 5 tahun tinggi badannya sudah 2 kali ketika lahir. b. Berat tubuh Rata-rata berat bayu ketika dilahirkan adalah 3 sampai 4 kg, tetapi ada juga yang beratnya 1,5 sampai 2 kg, dan bahkan ada beberapa bayi yang beratnya ketika dilahirkan 8 kg. Pada waktu berusia 2 sampai 3 tahun berat tubuh anak akan bertambah 1,5 sampai 2,5 kg setiap tahunnya. Setelah anak berusia 3 tahun, nampaknya berat tubuh tidak lagi bertambah dengan cepat, bahkan cenderung, perlahan sampai saatnya nanti ia memasuki usia remaja. Pada usia 5 tahun, seorang anak yang normal akan memiliki tubuh lima kali beratnya ketika 34
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak. Penerjemah Dra. Istiwidiyanti. Drs. Soedjarwo (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 1980), Cet. Ke-6, h.117-118.
48
dilahirkan, nanti pada usia remaja ia akan memiliki berat tubuh yang berkisar 40 dan 45 kg. Rata-rata anak yang berusia 15 tahun mempunyai berat tubuh 46 kg, sedangkan anak laki-laki usia 12 tahun rata-rata mempunyai berat tubuh 38 kg dan nanti pada usia 16 tahun, ketika pertumbuhan tahap remajanya sudah hampir matang tubuhnya mencapai 48 kg. c. Kondisi yang mempengaruhi ukuran tubuh, diantaranya: a. Pengaruh keluarga, yang dimaksud disini adalah faktor keturunan. b. Gizi, anak-anak yang memperoleh gizi cukup biasanya akan lebih tinggi tubuhnya dan sedikit lebih cepat. c. Gangguan emosional, anak yang terlalu sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya strode adrenal yang berlebihan, dan ini akan menyebabkan berkurangnya pembentukan hormon pertumbuhan di kelenjar pituitary. d. Jenis kelamin, anak laki-laki biasanya tumbuh lebih tinggi dan lebih berat daripada perempuan, kecuali pada usia 12 dan 15 tahun anak perempuan biasanya akan sedikit lebih tinggi dan berat daripada laki-laki. Terjadinya perbedaan berat dan tinggi tubuh ini karena bagun tulang dan otot pada anak laki-laki memang berbeda dari anak perempuan. e. Suku bangsa, perbedaan berat badan dan tinggi tubuh, mungkin saja berkaitan dengan latar belakang suku bangsa.
49
f. Kecerdasan, hampir selalu sama, anak yang kecerdasannya tinggi biasanya lebih gemuk dan berat daripada anak yang kecerdasannya rendah. g. Status sosial ekonomi, anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi rendah, cenderung akan lebih kecil daripada anak-anak lainnya. h.
Kesehatan, anak-anak yang sehat dan jarang sakit, biasanya akan memiliki tubuh yang lebin berat daripada anak yang sakit.
b. Asesmen Psikososial 1. Pengertian Psikososial Psikologi adalah ilmu tentang perilaku manusia, oleh karena itu psikologi adalah ilmu yang paling dekat dengan diri kita semua.35 Psikologi sosial adalah psikologi dalam konteks sosial. Psikologi seperti yang kita ketahui adalah ilmu tentang perilaku, sedangkan sosial disini berarti interaksi antar individu atau antar kelompok dalam masyarakat. Jadi psikologi sosial adalah psikologi yang dapat diterapkan dalam konteks keluarga, sekolah, teman, kantor, politik, Negara, lingkungan, organisasi, dan sebagainya.36 Kata Psikososial itu sendiri menggarisbawahi suatu hubungan yang dinamis antara efek psikologis dan sosial, yang mana masingmasingnya saling mempengaruhi. Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal dirinya dengan orang
35
Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Mainarno, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 3. 36 Sarlito W. Sarwono dan Eko A. Mainarno, Psikologi Sosial (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 11.
50
lain, keamanan dirinya dan orang lain, hubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian di sekitarnya.37 2. Faktor Psikososial Menurut Daniel Goelman ada beberapa hal yang termasuk faktor psikososial, yaitu:38 a. Stimulus, hal ini merupakan faktor yang penting dalam menunjang
perkembangan
anak.
Anak
yang
mendapat
stimulasi atau rangsangan yang terarah dan teratur akan lebih cepat mempelajari sesuatu karena lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang tidak mendapatkan banyak stimulasi. b. Motivasi
dalam
mempelajari
sesuatu,
motivasi
yang
ditimbulkan dari sejak usia awal akan memberikan hasil yang berbeda pada anak dalam menguasai sesuatu. Dorongan yang bersifat membangun daya pikir dan daya cipta anak, akan membuat anak termotivasi untuk melakukan yang lebih baik lagi.
Pemberian
kesempatan
pada
anak
pun
dalam
mengeksplorasikan sesuatu merupakan salah satu cara dalam memotivasi anak belajar. Hal ini dapat dilakukan terhadap pihak institut pendidikan pra sekolah maupun dari pihak keluarga. Anak di motivasi untuk menjelajah, meneliti, berkarya, atau memegang sesuatu untuk memuaskan rasa ingin
37
Departemen Sosial, Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migran (Jakarta: Departemen Sosial RI, 2004), h. 2. 38 Daniel Goeleman’s, “Emotional Intellegence,” artikel diakses pada 29 Agustus 2014 dari http://www.businessballs.com/2014/1429/eq.html
51
tahunya merupakan hal yang dibutuhkan anak usia dini. Bila terlihat hal yang dilakukan mengandung unsur bahaya, hal yang dapat dilakukan adalah member pengertian namun bukan untuk melarang atau menghapuskan rasa ingin tahunya dengan kemarahan. c. Pola asuh dan kasih sayang dari orang tua. Orang tua merupakan keluarga yang terdekat pada anak, anak sangat memerlukan kasih sayang, rasa aman, sikap dan perlakuan yang adil dari orang tua. Cara pengasuhan orang tua yang diberikan pada anak bersifat permisif atau serba boleh, otoriter yang tidak memperbolehkan anak berbuat apapun. Pola asuh ini sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi anak terhadap orang tua. Pembentukan karakter/watak dan sikap anak ditentukan dari pembiasaan yang terjadi di rumah. Hal inilah yang mendasari anak untuk mengembangkan dirinya. 3. Perkembangan Psikososial Perkembangan
dapat
dibagi
menjadi
perkembangan
fisik,
perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, dan perkembangan psikososial.
Perkembangan
psikososial
merupakan
pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk meyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi serta bekerjasama.
52
Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya. Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras), dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono menyatakan bahwa hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat dimana anak berkembang, juga tergantung dari usia dan tugas perkembangannya.39 Faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak menurut Soetarno yang dikutip oleh Syamsul Yusuf:40 a. Faktor keluarga Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Diantara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan status sosial, ekonomi, keluarga, kebutuhan keluarga, sikap. dan kebiasaan orang tua.
39
Syamsul N. Yusuf dan Nani M. Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2007), h. 50. 40 Ibid., h. 51.
53
b. Faktor lingkungan luar keluarga Pengalaman sosial awal di luar rumah melengkapi pengalaman di dalam rumah dan merupakan penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya. Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial anak. Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan, dan sikap mereka. Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik. Fungsi bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity dalam setiap pelajaran. c. Asesmen Spiritual Manusia adalah makhluk unik yang tidak pernah sama, individu yang identik (sama) yang dibesarkan dalam suatu kondisi lingkungan yang sama pula. Manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuuhan dasar hidupnya. Dalam mencapai kebutuhannya tersebut, manusia mencoba belajar menggali dan menggunakan sumber-sumber yang diperlukan berdasarkan potensi dengan segala keterbatasannya. Manusia secara terus menerus menghadapi berbagai perubahan lingkungan dan selalu berusaha
54
menyesuaikan diri agar tercapai kesinambungan dan interaksi dengan lingkungan serta menciptakan hubungan antar manusia secara serasi. Dalam teori keperawatan sering memandang manusia sebagai manusia holistik. Pendekatan holistik merupakan pendekatan yang bersifat secara menyeluruh terhadap individu dalam kontak biopsikososial, kultural, spiritual, dimana sebagai makhluk dengan dasar spiritual, manusia memiliki keyakinan dan kepercayaan serta menyembah Tuhan atau sembahyang.41 Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa, Pencipta tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai
komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep
kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya dan suatu sistem ibadah yang terorganisir dan teratur. Menurut Payne dan Malcom seperti dikutip oleh Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Dyawati Fuaida42, menjelaskan bahwa spiritualitas merupakan elemen penting bagi praktik pekerjaan sosial. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah bahwa pekerjaan sosial
41
Christina Lia Uripni, dkk, Komunikasi Kebidanan (Jakarta: Kedokteran EGC, 2003), h.
71.
42
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 82.
55
dipraktikkan dalam masyarakat di mana agama dan spiritualitas sebagai bagian integral dari kehidupan mereka, kebutuhan untuk menjawab hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan kelompok suku minoritas, perhatian politis dalam hal keyakinan dan keimanan di mana masjid atau gereja memiliki kontribusi yang besar untuk mengorganisasi distribusi pelayanan sosial kemasyarakatan sehingga sangat berkontribusi dalam mewujudkan stabilitas sosial, kritisisme terhadap matrealisme dan konsumerisme yang muncul di masyarakat barat dalam menyikapi berbagai hal dengan alasan ekonomi, sehingga dibutuhkan suatu penyeimbang untuk menemukan makna dan hakikat hidup. Pekerjaan sosial merupakan aktivitas profesional untuk menolong individu,
kelompok,
dan
masyarakat
dalam
meningkatkan
atau
memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial, dan menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan dimaksud. Sebagai suatu aktivitas profesional, pekerjaan sosial dilandasi dengan fundamen utama berupa kerangka pengetahuan (knowledge), kerangka keahlian (skill), dan kerangka nilai (value). Dari ketiga kerangka utama tersebut, spiritualitas masuk dalam penjelasan nilai yang memiliki peranan penting dalam praktik pekerjaan sosial. Nilai merupakan landasan praktik dan menjadi prinsip profesi pekerjaan sosial, yaitu menolong orang agar mampu menolong dirinya sendiri, penentuan nasib sendiri, bekerja dengan masyarakat dan bukan bekerja untuk masyarakat. Dalam konteks pemberian pertolongan kepada individu, kelompok maupun masyarakat, nilai dalam spiritualitas berfungsi sebagai penuntun
56
klien secara transenden mampu memaafkan kejadian yang menyakitkan dan traumtis dalam kehidupannya, oleh karena itu, spiritualitas dipandang sebagai jalan aternatif bagi intervensi pekerjaan sosial karena berlandaskan kepada nilai-nilai universal yang humanis, demokratis, dan berkeadilan. Jadi spiritualitas adalah pencarian manusia akan makna dan tujuan hidup, sehingga memiliki keseluruhan kepribadian dari sejumlah pengalaman hidup yang beragam.43 Assesmen
biopsikososial
spiritual
adalah
konsep
yang
dikembangkan dalam ilmu kesejahteraan sosial. Assesmen ini digunakan dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi anak jalanan. Pada aspek fisik mengkaji keadaan fisik (seputar kesehatan) yang bermasalah kemudian diberikan terapi untuk penyembuhannya. Aspek psikologis mengkaji keadaan jiwa yang dialami, aspek sosial mengkaji seputar relasi (hubungan sosial) dengan individu, keluarga,
dan
masyarakat.
Aspek
spiritual
berhubungan
dengan
agama/kepercayaan yang dianut.
43
Siti Napsiyah Ariefuzzaman dan Lisma Diawati Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 83.
BAB III PANTI SOSIAL BINA REMAJA (PSBR) TARUNA JAYA TEBET BARAT JAKARTA A. Profil dan Sejarah Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Pada tahun 1960, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial RI: HUK/7/5/57 tanggal 2 November 1959 Departemen Sosial bersama-sama dengan UNICEF mengadakan penelitian yang disebut dengan nama “Accesment Planning Community of Indonesian Children Needs Survey yang disingkat APS ke daerah lokasi Tebet Jakarta Selatan yang pada waktu itu merupakan daerah yang padat penduduknya dan tingkat perekonomiannya termasuk rendah. Dari masyarakat tersebut ditemukan banyak sekali remaja yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi (putus sekolah), dari hasil penelitian tersebut pada tahun 1962 di daerah Tebet Jakarta Selatan, didirikanlah pusat kursus dengan nama “pusat keterampilan serba guna” yang memberikan berbagai macam keterampilan seperti: montir, menjahit, mengetik, bahasa inggris, dan sebagainya karena banyaknya peserta kursus maka dilaksanakan pagi dan sore hari dan bersifat umum tidak terbatas pada remaja putus sekolah saja. Pada tanggal 20 Mei 1970, pusat keterampilan serba guna yang disingkat PKS diganti namanya menjadi karang taruna dan merupakan proyek laboratories karang taruna Departemen Sosial Republik Indonesia, pada tahun 1974, nama karang taruna tebet diubah menjadi Panti Karya Taruna, yang disingkat PKT, dan merupakan wadah pelayanan
57
58
kesejahteraan sosial serat memusatkan kegiatan untuk remaja putus sekolah. Pada tahun 1979, bersama dengan terbitnya Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor: 41.HUK/KEP/IX/1979, tentang struktur organisasi dan tata kerja panti dan sasana, maka nama Panti Karya Taruna mengalami perubahan menjadi Sasana Penyantunan Anak (SPA) Tebet, pada tahun 1980 panti-panti yang pengelolaannya semula berada di bawah ditjen RPS Departemen Sosial dilimpahkan kepada kantor wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta bersama-sama dengan 10 panti dan sasana lainnya dan merupakan unit pelaksana teknis dari kantor wilayah Departemen Sosial DKI Jakarta. Pada tahun 1994, berdasarkan Surat Keputusan Menteri sosial Republik Indonesia Nomer: 14 tahun 1994, tanggal 23 April 1994, tentang perubahan penamaan unit pelaksana teknis pusat/sasana di lingkungan Departemen Sosial Republik Indonesia, nama Sasana Penyantunan Anak Tebet diubah menjadi Panti Sosial Bina Remaja Tebet. Pada tahun 1995, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor: 22/HUK/95 tanggal 2 April 1995, tentang organisasi dan tata kerja, Panti Sosial Bina Remaja Tebet mengalami perubahan dari yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia sebelumnya yaitu adanya perampingan jabatan struktural dan adanya kelompok fungsional jabatan pekerja sosial. Kemudian pada tahun 1998 dan 1999 gedung Panti Sosial Bina Remaja Tebet melalui dana pinjaman (Loan Jepang) dipugar dan didirikan bangunan baru.
59
Namun, sejak tanggal 28 Maret 2000 Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” Tebet, menjadi salah satu lembaga atau unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Sosial DKI Jakarta dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta.1 PSBR merupakan satu-satunya lembaga pemerintah di Provinsi DKI Jakarta yang memberikan pelayanan langsung kepada remaja bermasalah sosial (putus sekolah, terlantar, dan anak jalanan) untuk dibina dan dilatih dengan model sistem panti selama 6 bulan, sehingga menjadi remaja yang berkualitas, mandiri, bermoral, dan dapat berfungsi sosial secara normatif, di PSBR terdapat tujuh keterampilan yang bisa dipilih oleh WBS ( Warga Binaan Sosial) sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki oleh WBS. Ketujuh keterampilan itu adalah: a. Otomotif (bengkel mobil dan motor). b. Las (listrik dan karbit). c. Menjahit (pakaian pria dan wanita). d. Salon (kecantikan dan tata rias). e. AC (air conditioner)/pendingin, meliputi service perakitan dan kedepannya akan dikembangkan AC Central. f. Komputer, meliputi perakitan, service, dan program basic. g. Service Handphone (HP). Kemudian, sejak keluarnya Perda nomor 3 tahun 2001, tanggal 21 Agustus 2001, tentang bentuk susunan organisasi dewan perwakilan daerah Provinsi DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah
1
Power Point Presentasi PSBR Taruna Jaya, 2014.
60
Khusus Ibukota Jakarta nomor 41 tahun 2002 tanggal 7 Maret tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta, maka nama Dinas Sosial berubah menjadi Dinas Bintal dan Kessos Provinsi DKI Jakarta, selanjutnya dengan keluarnya Keputusan Gubernur No. 163 tahun 2002, tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Dinas Bintal dan Kessos Provinsi DKI Jakarta, maka sejak tanggal 13 November 2002 PSBR “Taruna Jaya” Tebet menjadi UPT Dinas Bintal dan Kessos Provinsi DKI Jakarta dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Bintal dan Kessos Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan Perda No. 10 Tahun 2008 dan Pergub No. 104 Tahun 2009 nama Dinas Sosial Bina Mental dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta menjadi Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, dan selanjutnya berdasarkan Pergub No. 70 Tahun 2010 di bentuk Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya Jakarta sampai dengan sekarang.2 B. Visi Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Taruna Jaya Jakarta memiliki visi, yaitu: “Menyelamatkan remaja dari ketelantaran agar dapat tumbuh kembang secara wajar dan mampu hidup mandiri yang kondusif.” C. Misi Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Taruna Jaya Jakarta mempunyai misi, yaitu:
2
Brosur PSBR Taruna Jaya Tebet, 2013.
61
1. Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap anak putus sekolah/anak jalanan dan terlantar yang ada di lingkungan masyarakat DKI Jakarta. 2. Membentuk remaja berkepribadian, berdedikasi, percaya diri, dan memiliki keterampilan untuk dapat mandiri. 3. Memberikan pembinaan meliputi; fisik, mental, sosial, spiritual, dan keterampilan kerja. 4. Meresosialisasikan remaja menuju perilaku normatif. D. Struktur Organisasi
Kepala Panti Syaiman, Aks. M.si Kasubag Tata Usaha Mujiono, Aks
Kasie Bimbingan dan Pelatihan
Kasie Penyaluran dan Bina Lanjut
Dra. Wiwik Widiyati, M.si
Abdul Salam, S.ST. M.si
Sub. Kelompok Jabatan Fungsional 1. Pekerja Sosial 2. Pramu Sosial; Tenaga Pendamping Pembinaan WBS, dan Tenaga Pendamping Perawatan WBS 3. Instruktur Keterampilan
E. Deskripsi Pekerjaan Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Taruna Jaya menurut Peraturan daerah Provinsi DKI Jakarta, tentang bentuk susunan organisasi dan tata
62
kerja berada dalam lingkup Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan bertanggung jawab pada Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai struktur organisasi terdiri dari satu bidang tata usaha yang dipimpin oleh kepala Subbagian Tata Usaha, Kepala Seksi Bimbingan dan Pelatihan, Kepala Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut. ketiga Seksi ini, dipimpin oleh masing-masing seorang Kepala Seksi dan satu bidang Subkelompok Jabatan Fungsional yang keseluruhannya bertanggung jawab kepada Kepala Panti. a. Kepala Panti mempunyai tugas: 1. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi panti. 2. Mengkoordinasikan
pelaksanaan
tugas
Subbagian,
Seksi,
dan
Subkelompok Jabatan Fungsional. 3. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan SKPD, UPD. 4. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi panti. b. Tata Usaha mempunyai tugas: 1. Menyusun bahan Rencana Kerja Anggaran (RKA) panti sesuai dengan lingkup tugasnya. 2. Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) panti sesuai dengan lingkup tugasnya. 3. Mengkoordinasikan penyusunan RKA dan DPA serta rencana strategis panti.
63
4. Melaksanakan monitoring, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan DPA panti. 5. Melaksanakan kegiatan surat menyurat dan kearsipan. 6. Melaksanakan pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang serta ruang rapat. 7. Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan inventaris kantor dan rumah tangga panti. 8. Melaksanakan pengelolaan teknologi informasi panti. 9. Menjaga keamanan, ketertiban, keindahan, dan kebersihan kantor panti. 10. Menghimpun, menganalisa, dan mengajukan kebutuhan inventaris peralatan/perlengkapan kantor dan rumah tangga panti. 11. Menerima, menyimpan, dan mendistribusikan perlengkapan/peralatan/ inventaris kantor dan rumah tangga panti. 12. Melaksanakan koordinasi penghapusan barang dengan Dinas Sosial. 13. Mengkoordinasikan penyusunan laporan kegiatan, keuangan, kinerja, dan akuntabilitas panti. 14. Menyiapkan bahan laporan panti yang berkaitan dengan tugas Subbagian Tata Usaha. 15. Melaporkan
dan
mempertanggunjawabkan
pelaksanaan
tugas
Subbagian Tata Usaha. c. Bimbingan dan Pelatihan mempunyai tugas: 1. Melaksanakan terapi sosial perorangan, kelompok, dan masyarakat.
64
2. Melaksanakan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi, identifikasi, motivasi, dan seleksi. 3. Melaksanakan
penerimaan
meliputi
registrasi,
persyaratan,
administrasi, dan penempatan dalam panti. 4. Melaksanakan
assesmen
meliputi
peneleaahan,
pengungkapan
masalah, pemahaman masalah dan potensi. 5. Melaksanakan pembinaan fisik, bimbingan mental, sosial, dan kepribadian. 6. Melaksanakan
bimbingan
pelatihan
keterampilan
kerja
usaha
kemandirian. 7. menyiapkan bahan laporam panti yang berkaitan dengan tugas seksi bimbinga dan pelatihan. d. Penyaluran dan Bina Lanjut mempunyai tugas: 1. Melaksanakan resosialisasi meliputi praktek belajar kerja, reintegrasi dengan lingkungan kehidupan dalam keluarga dan masyarakat. 2. Melaksanakan persiapan dan pelaksanaan penyaluran. 3. Melaksanakan pemberian bantuan stimulasi kerja usaha kemandirian. 4. Melaksanakan bina lanjut meliputi monitoring, konsultasi, asistensi, pemantapan, dan terminasi. 5. Menyiapkan bahan laporan panti yang berkaitan dengan tugas seksi penyaluran dan bina lanjut. 6. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas seksi penyaluran dan bina lanjut.3
3
Power Point Presentasi PSBR Taruna Jaya, 2014.
65
F. Sumber Daya Manusia (SDM) Tabel 3.1 No.
18.
Nama NIP/NRK Syaiman, AKS. M.si 196206051983021002/126106 Mujiono, AKS 196506211989031006 Dra. Wiwik Widiyati, M.Si 196009221981032005/125205 Abdul Salam, S.ST., M.Si 196709191991031007/126361 Roida Butar Butar 195903271986032007/126972 Larmi Istiati 196409061989032004/112432 Wessy La Riza, S.sos 198306142010012037/177958 Dirah 196407031986032005/126002 Imam Kanapi 197902282007011015/168333 Heru Sapto Gutomo 196706202007011032/168702 Jalmo Susanto 197303092007011025/166097 Tarmuzi 196610181989031007/112118 Een Rohaeni 196709062007012025/168738 Zahrotun Nasiha 198202162007012008/168294 Sutini 197208102007012031/168287 Yatinah 197709152007012026/168218 Malik Margono 198201142007011006/167126 Eko Andriyanto
19.
Gatot Sudarmanto
-
20.
Asti Rahayu
-
21.
Nardi Suwoto
-
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Gol
Jabatan
Pendidikan
IV/b Kepala PSBR Taruna Jaya
S2
III/d Kasubag Tata Usaha
D IV
IV/a Kasie Bimbingan dan Pelatihan
S2
III/d Kasie Penyaluran dan Lanjut III/b Staf Sie Bimbingan Pelatihan III/b Staf Subag Tata Usaha
Bina
S2
dan
SMPS SMPS
III/a Staf Sie Penyaluran dan Bina Lanjut II/d Staf Sie Bimbingan dan Pelatihan II/b Staf Subag Tata Usaha
SLTA
II/b
SLTA
II/b
Staf Sie Bimbingan dan Pelatihan Staf Sie Bimbingan dan Pelatihan Staf Sie Penyaluran dan Bina Lanjut Staf Sie Penyaluran dan Bina Lanjut Staf Subag Tata Usaha
I/d
Staf Subag Tata Usaha
SLTA
I/d
Staf Sie Penyaluran dan Bina Lanjut Staf Sie Penyaluran dan Bina Lanjut Tenaga Pendamping Pembinaan WBS Tenaga Pendamping Pembinaan WBS Tenaga Pendamping Perawatan WBS Tenaga Pendamping Perawatan
SLTA
II/b II/b II/b
I/d -
S1
S1
SLTA SLTA SLTA S1
SMU SLTA STM SLTA SMP
66
22.
Dwi Mujoko
-
23.
Wahyu Suseno
-
24.
Dede Supriadi
-
25.
Ika Kurniatun
-
26.
Martin Luter Sebayang
-
27.
Jani Haryati
-
28.
Ambar Sultoni
-
29.
Ninik Puji Rahayu, S.ST
-
30.
Eni Sumiaty, S.ST
-
WBS Tenaga WBS Tenaga WBS Tenaga WBS Tenaga WBS Tenaga WBS Tenaga WBS Tenaga WBS Tenaga WBS Tenaga WBS
Pendamping Perawatan
SLTA
Pendamping Perawatan
SMA
Pendamping Pembinaan
SMA
Pendamping Perawatan
S1
Pendamping Perawatan
SMA
Pendamping Perawatan
SLTA
Pendamping Perawatan
SMA
Pendamping Pembinaan
DIV
Pendamping Pembinaan
S1
G. Komposisi Pegawai Menurut Kedudukan dan Jabatan Tabel 3.2 No. 1. 2. 3. 4.
5. 6. 7.
8. 9. 10. 11.
Kedudukan Kepala Panti Kasubbag TU Kasie Bimlat Kasie 1 Penyaluran dan Binjut Staff Subbag TU Staf Sie Bimlat Staf Sie Penyaluran dan Binjut Pekerja Sosial Pramu Sosial Koordinator Keterampilan Instruktur keterampilan
Struktural Fungsional Jumlah 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang
4 orang
4 orang
4 orang 5 orang
4 orang 5 orang
2 orang 11 orang 1 orang
2 orang 11 orang 1 orang
14 orang
14 orang
67
H. Landasan Hukum Landasan hukum dalam pembentukan PSBR Taruna Jaya adalah: 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Konvensi Hak Anak. 3. Undang-Undang No. 6/1974 tentang Ketentuan-Ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial. 4. Undang-Undang No.4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. 5. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. 6. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Pertimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Jo Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi. 7. Keputusan Gubernur No. 163 Tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Tertib Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Dinas Bintal dan Kessos Provinsi DKI Jakarta. 8. Peraturan Daerah No. 104 Tahun 2008 dan Peraturan Gubernur No. 104 Tahun 2009 tentang perubahan nama Dinas Bintal dan Kessos Provinsi DKI Jakarta menjadi Dinsos Provinsi DKI Jakarta. 9. Peraturan Gubernur No. 70 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya Jakarta. I. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi a. Kedudukan Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya merupakan:
68
1. Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial dalam pelaksanaan pembinaan remaja bermasalah sosial. 2. Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya dipimpin oleh seorang Kepala Panti yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Sosial. 3. Dalam Pelaksanaan tugas dan fungsinya, Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya dikoordinasikan oleh Sekretaris Dinas Sosial. b. Tugas pokok PSBR Taruna Jaya Tebet DKI Jakarta adalah: Melaksanakan pembinaan remaja yang bermasalah sosial. c. Fungsi PSBR Taruna Jaya Tebet DKI Jakarta adalah: 1. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Panti. 2. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) PAnti. 3. Penyusunan rencana strategi panti. 4. Pelaksanaan Pendekatan awal meliputi; penjangkauan, observasi, identifikasi, motivasi, dan seleksi.. 5. Pelaksanaan
penerimaan
meliputi;
registrasi,
persyaratan
administrasi, penempatan dalam panti. 6. Pelaksanaan
perawatan,
pemeliharaan,
serta
asuhan
dan
perlindungan sosial. 7. Pelaksanaan assesmen meliputi; penelaahan, pengungkapan dan pemahaman masalah dan potensi.
69
8. Pelaksanaan pemberian pembinaan fisik dan kesehatan, bimbingan mental,
sosial,
dan
pelatihan
keterampilan
kerja
usaha
kemandirian. 9. Pelaksanaan resosialisasi meliputi; praktek belajar kerja, reintegrasi dengan kehidupan dalam keluarga dan masyarakat, persiapan dan pelaksanaan penyaluran, dan bantuan kemandirian. 10. Pelaksanaan pembinaan lanjut meliputi; monitoring, konsultasi, asistensi pemantapan dan terminasi. 11. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan. 12. Pelaksanaan pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang. 13. Pengelolaan teknologi informasi panti. 14. Penyiapan bahan laporan Dinas yang berkaitan dengan tugas dan fungsi panti. 15. Pelaporan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi.4 Sedangkan tujuan dari pelayanan yang dilakukan PSBR adalah: 1. Terhindarnya remaja dari berbagai masalah sosial sebagai akibat putus sekolah dan terlantar. 2. Terwujudnya kemandirian remaja atas dasar kekuatan dan kemampuan sendiri dalam memilih, menetapkan dan memutuskan cara terbaik terhadap berbagai upaya pemecahan masalah yang dihadapinya.
4
Brosur PSBR Taruna Jaya Tebet, 2013.
70
3. Terwujudnya
kemampuan
mengembangkan
berbagai
dan
kekuatan
potensi
yang
remaja
dalam
dimiliki,
yang
memungkinkan bersangkutan dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara memadai.5 J. Sasaran Garapan Sasaran garapan di PSBR Taruna Jaya Tebet DKI Jakarta adalah para remaja putus sekolah tingkat SLTP/SLTA terlantar dari keluarga kurang mampu, dan anak jalanan baik yang datang langsung maupun yang dikirim melalui Suku Dinas Sosial Lima Wilayah Kota Administrasi, Seksi Sosial Kecamatan (SSK), Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), Tokoh Masyarakat dan hasil penertiban dari wilayah Provinsi DKI Jakarta.6 K. Pesryaratan menjadi Warga Binaan Sosial (WBS) di PSBR Taruna Jaya Tebet Barat Jakarta a. Laki-laki ataupun perempuan, usia 15-21 tahun b. Sehat jasmani dan rohani, bebas narkoba yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter setempat. c. Belum pernah menikah/foto copy KTP d. Pas foto 2x3= 2 lembar dan 4x6= 2 lembar e. Putus sekolah (belum bekerja/menganggur) f. Surat pengantar dari RT/RW, Lurah setempat (keterangan tidak mampu, domisili, dan tidak terlibat kriminal) g. Surat
rujukan
dari
institusi
pelayanan
kesejahteraan
(pemerintah/swasta) 5
Pedoman Penyelenggaraan Panti Sosial Bina Remaja (PSBR), Departemen Sosial Republik Indonesia, 2002, h. 15. 6 Brosur PSBR Taruna Jaya Tebet, 2013.
sosial
71
h. Bersedia mengikuti aturan dan tata tertib di PSBR “Taruna Jaya” Tebet DKI Jakarta. i. Bersedia diasramakan selama 6 bulan.7 L. Proses Pelayanan Rehabilitasi Sosial Proses rehabilitasi sosial yang diberikan oleh PSBR Taruna Jaya bagi para Warga Binaan Sosial (WBS) merupakan sebuah proses yang mencakup:8 1. Tahap pelaksanaan pendekatan awal Pendekatan awal merupakan tahap awal untuk mengadakan kontak dengan pihak yang akan dilibatkan dalam setiap pelayanan yang diberikan PSBR Taruna Jaya: a. Orientasi dan Konsultasi, yaitu kegiatan pengenalan program pelayanan untuk mendapatkan pengakuan yang resmi dari instansi teknis atau pilar-pilar usaha kesejahteraan sosial. b. Penjangkauan, yaitu proses pemberian informasi pelayanan yang tersedia di PSBR Taruna Jaya kepada sasaran potensial maupun masyarakat, dan proses penjangkauan ini meliputi: 1. Datang sendiri. 2. Rujukan dari panti-panti sosial dan rumah singgah. 3. Rujukan dari PSM, Karang Taruna, Organisasi Sosial (Orsos). 4. Rujukan dari Seksi Sosial Kecamatan (SSK), Sudin Bintal 5 wilayah. 5. Rujukan dari instansi terkait. 6. Penyerahan dari kepolisian. 7 8
Brosur PSBR Taruna Jaya Tebet, 2013. Brosur PSBR Taruna Jaya Tebet, 2013.
72
c. Observasi, melakukan pendekatan sosial kepada: perorangan/ individu, keluarga, dan masyarakat. d. Identifikasi: 1. Kelengkapan administrasi. 2. Interview/wawancara. 3. Tes fisik, tes kemampuan dasar. e. Motivasi. f. Seleksi. 2. Tahap pelaksanaan rekrutmen/penerimaan, meliputi: a. Registrasi, registrasi dilaksanakan kepada Warga Binaan Sosial yang telah memenuhi persyaratan kelayakan WBS di PSBR berdasarkan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak PSBR Taruna Jaya Tebet Jakarta. b. Persyaratan administrasi/tahap persyaratan kelayakan calon warga binaan sosial menurut PSBR Taruna Jaya, meliputi: 1. Usia 15 s/d 21 tahun. 2. Surat pengantar dari RT/RW/Lurah. 3. Berbadan sehat dari puskesmas. 4. Foto copy ijazah SD/SLTP atau raport terakhir. 5. Pas foto ukuran 3x4 dan 4x6 masing-masing 3 lembar. 6. Belum menikah. 7. Bersedia diasramakan selama 6 bulan. c. Penempatan dalam panti atau pengasramaan langsung bagi WBS yang bukan anak jalanan, bagi WBS anak jalanan biasanya tidak langsung
73
pengasaramaan langsung tetapi ditempatkan di ruang penyesuaian (ruang isolasi/adaptasi) terlebih dahulu selama 2 minggu setelah itu baru ditempatkan diasrama. d. Pelaksanaan MOS. 3. Tahap
Pelaksanaan
perawatan,
pemeliharaan
serta
asuhan,
dan
perlindungan sosial. 4. Tahap pelaksanaan assesment: a. Konsultasi. b. Penelaahan c. Pengungkapan dan pemahaman masalah dan potensi. d. Penentuan jurusan. 5. Tahap pelaksanaan pemberian pembinaan (bimbingan) fisik dan kesehatan, meliputi: a. Kebersihan lingkungan. b. Kebersihan diri (mandi). c. Senam kesegaran jasmani (SKJ). d. Olah raga (futsal, volley/basket, bulu tangkis) e. Outbond f. Apel pagi g. Pelatihan baris-berbaris (PBB). h. Tata cara upacara bendera. i. Praktek pemadam kebakaran. j. Praktek pembuatan bipori.
74
k. Pemeriksaan kesehatan rutin setiap bulan 2 minggu sekali yang biasa dilakukan pada hari jum’at. 6. Pembinaan (bimbingan) mental dan spiritual meliputi: a. Etika sosial (budi pekerti). b. Kesadaran hukum (Kadarkum). c. Pemberian teori pemadam kebakaran. d. Hafalan janji WBS (janji siswa). e. Bimbingan spiritual/keagamaan; solat berjama’ah, mengaji, selama bulan ramadhan solat tarawih berjama’ah dan kultum, khusus untuk agama nasrani dilaksanakan bimbingan rohani di ruang bimsos setiap hari sabtu dan minggu sore. f. Rekreasi 7. Pembinaan (bimbingan) sosial: a. Wawasan kebangsaan/pendidikan kewarganegaraan (PKN). b. Kewirausahaan. c. PKK. d. Karang taruna. e. Bimbingan perorangan (konseling, pemberian motivasi). f. Bimbingan kelompok (pemberian motivasi) g. Dinamika kelompok. h. Diskusi kelompok (pembuatan yel-yel, lagu, puisi). i. Kesenian: seni musi (band), seni tari (dance), marawis. 8. Pembinaan (bimbingan) pelatihan keterampilan kerja usaha kemandirian, berdasarkan masing-masing jurusan:
75
a. Otomotif (bengkel motor dan mobil). b. Las (listrik dan karbit). c. Menjahit (pakaian pria dan wanita). d. Salon kecantikan/tata rias. e. AC pendingin. f. Service handphone, dan g. Komputer. 9. Tahap Pelaksanaan resosialisasi, meliputi: a. Praktek belajar kerja (PBK), Praktek kerja lapangan (PKL/magang). b. Reintegrasi dengan kehidupan dalam keluarga, dan masyarakat (kembali kepada keluarga dan masyarakat). c. Persiapan dan pelaksanaan penyaluran dan bantuan kemandirian. d. Bekerja. e. Wirausaha. f. Menikah. g. Kembali ke daerah asal. 10. Tahap Pelaksanaan pembinaan lanjut, meliputi: a. Monitoring (pemantauan dan pendampingan). b. Evaluasi c. Konsultasi. d. Asistensi. e. Pemantapan, dan f. Terminasi (tahap pengakhiran), pada tahap ini adalah tahap pemutusan hubungan semua proses rehabilitasi sosial dan pelayanan panti kepada
76
WBS, karena telah tercapai/hidup mandiri, karena pada tahap terminasi semuanya telah selesai maka, diharapkan untuk kedepannya WBS menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab, dapat hidup secara layak, normatif, dan mandiri, serta bertanggung jawab kepada Tuhan YME. M. Data Warga Binaan Sosial9 Tabel 3.3 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Keseluruhan
Jumlah 62 38 100
N. Program Prioritas dan Unggulan di PSBR Taruna Jaya a. Program Prioritas yang meliputi pembenahan fisik (sarana dan prasarana, WBS, SDM, dan kerjasama), terdiri dari: 1. Workshop keterampilan. 2. Laoratorium komputer dan handphone. 3. Renovasi gedung kantor dan rumah dinas. 4. Pengecatan gedung. 5. Pemeliharaan dan perawatan taman. b. Program Unggulan Prioritas tahun 2014 terdiri dari: 1. Meningkatkan standarisasi semua peralatan keterampilan. 2. Melaksanakan penunjang pendidikan WBS remaja putus sekolah melalui program kejar paket A,B, dan C.10
9
Power Point Presentasi PSBR Taruna Jaya, 2014. Power Point Presentasi PSBR Taruna Jaya, 2014.
10
77
O. Sarana dan Prasarana serta Fasilitas yang tersedia di PSBR Taruna Jaya Tebet Barat Jakarta11 a. Luas Tanah
= 11.383 m²
b. Luas Bangunan
= 4.802 m²
c. Gedung asrama putra 3 lantai
= 2.870 m²
d. Gedung asrama putri 2 lantai
= 1.408 m²
e. Ruang belajar (teori dan praktek) f. Dapur dan ruang makan g. Rumah dinas pegawai h. Lapangan olah raga (Lapangan volley, basket, dan bulu tangkis) i. Lapangan upacara j. Aula (ruang pertemuan sekaligus ruang bimbingan sosial) k. Kendaraan operasional 1 buah P. Sumber Dana Dana operasional Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya, Tebet Barat Jakarta berasal dari anggaran pendapatan belanja daerah pemerintah provinsi DKI Jakarta setiap tahunnya, karena PSBR Taruna Jaya merupakan panti dibawah naungan pemerintah provinsi DKI Jakarta dan anggaran tersebut tertuang dalam dokumentasi pelaksanaan anggaran (DPA). Jumlah anggaran dana pada tahun 2013 adalah Rp 5.112.840.000, sedangkan pada tahun 2014 Rp 8.385.000.000. Q. Kemitraan dengan Pihak Luar a. Hubungan Lembaga dengan Masyarakat
11
Brosur PSBR Taruna Jaya Tebet, 2013.
78
Pengakuan masyarakat terhadap keberadaan panti sangat menerima dan masyarakat yang ada disekitar panti pun menerima dengan baik keberadaan WBS yang berada di PSBR Taruna Jaya. b. Kerjasama dan Jaringan Lembaga Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya bekerja sama dengan beberapa pihak-pihak (instansi) terkait dalam dunia kerja (praktek belajar kerja) biasa disebut dengan istilah magang, yang terdiri dari: a. Keterampilan Otomotif, PSBR bekerja sama dengan:12 1. AHAS 1007 Mandala Motor. 2. Lestari Motor. 3. AHASS 06504 Tunas Dwipa Matra. 4. AHASS Cililitan. 5. KIA Motor. b. Keterampilan Ac/pendingin bekerja sama dengan: 1. PT. Morida Adhydharma. 2. Mega Cool. 3. PT. Chang Hong Electric Indonesia. 4. CV. Citra Sarana Mandiri. 5. PT. Indo Cool. c. Keterampilan Las bekerja sama dengan: 1. PT. IRMC. 2. PT. Tiga Karya Pemuda Perkasa. 3. PT. Razaqi.
12
Power Point Presentasi PSBR Taruna Jaya, 2014.
79
d. Keterampilan Salon bekerja sama dengan: 1. Sari Salon & Day Spa. 2. May May Salon. 3. Karota Salon. 4. Rudi Hadi Suwarno. 5. One Piece Hair Studio. 6. Wulan Guritno. e. Keterampilan Menjahit bekerja sama dengan: 1. PT. Rocomoro (Jahit Garmen PIK Cakung). Untuk keterampilan komputer dan service handphone karena kedua keterampilan ini termasuk keterampilan baru maka, untuk penyaluran praktek kerja lapangan masih dalam proses mencari kerjasama dengan pihak luar panti, untuk sementara warga binaan sosial yang praktek ditempatkan di toko service milik instruktur keterampilan. Selain kerjasama dalam bidang keterampilan/dunia kerja, PSBR Taruna Jaya juga bekerja sama dengan Puskesmas Tebet dalam rangka rujukan perawatan kesehatan, Polsek Tebet dalam rangka pembinaan kadarkum (kesadaran hukum), Rumah sakit/Lembaga kesehatan milik pemerintah maupun swasta, Satpol PP dalam penertiban calon warga binaan, Lembaga atau Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 1,2,3 dalam penerimaan (penampungan) warga binaan sosial sementara sebelum disalurkan ke panti sosial yang sesuai dengan latar belakang masalah yang dialami oleh warga binaan sosial, PSM, Tokoh masyarakat, Perguruan tinggi.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA A. Biopsikososial Spiritual Anak Jalana di PSBR “Taruna Jaya” 1.1 Profil Anak a. Identitas informan 1 Nama Lengkap
: Andriansyah
Nama Inisial
: “A”
Tempat Tanggal Lahir
: Sukabumi 23 April 1993
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl. Tagok Padalarang Kab. Bandung Barat
Umur
: 21 tahun
Pendidikan Terakhir
: SMP
Agama
: Islam
Asal
: Padalarang
Tanggal Masuk PSBR “Taruna Jaya”
: 24 Mei 2014
b. Gambaran fisik anak “A” memiliki bentuk tubuh yang normal. Ciri fisik yang menonjol yaitu terdapat bekas tindikan di telinga sebelah kiri. Bentuk muka oval warna rambut hitam dan pendek warna kulit sawo matang dengan tinggi badan 170 cm dan berat badan 65 kg. c. Penampilan anak “A” termasuk orang yang ramah dan mudah mencari perhatian dengan orang yang baru dikenal. Cara berbicara “A” menggunakan bahasa
80
81
keseharian yang sopan dan mudah dimengerti. “A” juga termasuk orang yang berkepribadian tenang dan santai. d. Identitas keluarga anak “A” masih memiliki orang tua yang tinggal di Padalarang. Ayah “A” yang bernama Riky (almarhum) sudah meninggal pada usia 45 tahun. Sebelum Ayahnya meninggal, bekerja serabutan dengan pengahsilan yang tidak menentu dan pendidikan terakhir tamatan SD. Ibu “A” bernama Siti Aisah berusia 40 tahun berpendidikan terakhir SMK, bekerja sebagai kasir toko. “A” merupakan anak tunggal, status rumah “A” milik sendiri dengan keadaan rumah semi permanen. e. Status kesehatan “A” belum pernah mengalami sakit keras, dan tidak memiliki kelainan pada fisik maupun organ tubuhnya. Kesehatan “A” cukup terjaga dengan baik karena pihak panti memberikan pemenuhan gizi yang baik dengan memberikan makan teratur dari pagi sampai malam kemudian pihak panti juga memberikan pelayanan kesehatan kepada “A” dengan pemeriksaan rutin oleh dokter yang di datangkan dari Puskesmas Kecamatan Tebet setiap 2 minggu sekali, apabila sakit dan harus memerlukan penanganan serius pihak panti juga segera merujuk ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan da penanganan lebih lanjut dengan peralatan yang lengkap. Pihak panti juga memberikan kegiatan senam dan olahraga agar stamina kesehatan “A” tetap terjaga.
82
1.2 Psiko Anak a. Gambaran emosi anak “A” merupakan orang yang mudah bergaul dan ramah kepada teman sebayanya, petugas panti maupun kepada orang yang baru dikenalnya. Ketika berbicara “A” sangat bertutur kata santun. Kondisi emosionalnya cukup stabil. Meskipun kadang klien mudah bosan. Biasanya dia meluapkan masalah dan emosinya dengan cukup memendam sendiri apa yang dirasakannya jika ia merasa ingin meluapkan emosi dan masalahnya ia segera sharing dan konseling dengan pekerja sosial maupun petugas panti lainnya. “A” cukup dewasa dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya dan selalu diselesaikan dengan kepala dingin. b. Kesehatan jiwa “A” dalam keadaan sehat dan nomal, tidak memiliki gangguan jiwa sedikit pun dan kondisi kesehatannya baik. 1.3 Sosial Anak a. Riwayat masalah “A” datang ke Jakarta ingin berkunjung kerumah saudaranya dengan cara mengamen bersama temannya. Selama di jalan “A” bergabung dengan komunitas anak punk dan bekerja sehari-hari sebagai pengamen dari angkutan umum ke angkutan umum lainnya dan nongkrong bersama teman-temannya. “A” banyak menghabiskan waktu sehari-harinya di jalan dari makan sampai tidur pun juga dilakukan di jalan. Hasil dari mengamen “A” gunakan untuk kebutuhan makan sehari-hari dengan penghasilan yang didapat dari mengamen per harinya Rp. 5.000. “A” termasuk perokok aktif
83
rokok yang sering dikonsumsi adalah filter. Selama hidup di jalan “A” pernah mengkonsumsi minuman keras (miras) jenis tuak. Setibanya di Jakarta baru seminggu “A” terkena penertiban oleh petugas Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta di Pasar Rebo Jakarta Timur sedang istirahat sehabis mengamen pada hari jum’at tanggal 23 Mei 2014 pukul 11.00 WIB. Setelah terkena penertiban “A” ditempatkan di Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 Cipayung Jakarta Timur untuk diidentifikasi oleh petugas. “A” berpendidikan terakhir lulusan SMP, dan ia tidak melanjutkan lagi pendidikannya karena tidak ada biaya. “A” memilih jurusan keteampilan otomotif karena berminat ingin belajar dan ingin memiliki keterampilan dalam bidang otomotif. Keaktifan “A” didalam kelas juga kurang hal ini terbukti pada saat peneliti melakukan penelitian “A” tidak masuk kedalam kelas berada di dalam kamar asrama dan memilih untuk tidur pekerja sosial sudah memerintahkan untuk segera turun dan masuk kelas tetapi ia susah diatur dan memilih untuk tidur. b. Hubungan anak dengan teman sebaya Hubungan “A” dengan teman sebayanya sangat baik dan akrab. Hal ini terbukti dengan keramahan yang dimiliki oleh “A”. “A” merupakan pribadi yang ramah dan mudah bergaul dengan orang-orang disekitarnya termasuk dengan orang yang baru dikenalnya. c. Hubungan dengan pendamping asrama Hubungan “A” dengan pendamping asrama kurang baik, sebab “A” jarang berinterksi dan jarang terjalin komunikasi.
84
d. Hubungan dengan pihak lain Hubungan “A” dengan pihak lain terjalin dengan baik karena sifat “A” mudah bergaul dan akrab. Hal ini terlihat pada saat peneliti sedang melakukan penelitian dan ikut serta dalam kegiatan bimbingan sosial penyuluhan kesehatan, “A” menyambut kedatangan peneliti dengan ramah, sopan, dan senang hati sebab dengan hadirnya orang baru bagi “A” memberikan suasana baru dan terbukti juga pada saat peneliti sedang melakukan wawancara dan mengobrol “A” sangat nyaman. 1.4 Spiritual Anak Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan “A” dan pihak PSBR “Taruna Jaya” agama yang dianut “A” adalah islam. Selama “A” hidup di jalan bersama komunitas anak punk ia tidak melaksanakan kewajibannya melaksanakan ibadah solat 5 waktu karena “A” malas dan sudah terbiasa tidak melakukannya yang diakibatkan dari pengaruh pergaulan bebas dan jauh dari keluarga sehingga tidak ada yang memantau keadaanya dan tidak ada yang memberikan pemahaman mengenai agama kepada “A”. Setelah “A” tinggal di panti pun ia juga jarang mengikuti kegiatan bimbingan rohani, ketika peneliti wawancara “A” merasa malas dan belum ada niat yang tulus untuk mempelajari dan memperdalam ilmu agama yang dianutnya meskipun pihak panti sudah memberikan kegiatan bimbingan rohani setiap malam memasuki waktu solat magrib sampai sehabis isya dengan memberikan bekal ilmu pengetahuan agama (solat berjama’ah, mengaji dan penyampaian ceramah) melalui pemimbing agama yang datang ke panti.
85
2.1 Profil Anak a. Identitas informan 2 Nama Lengkap
: David Igo Prasetyo
Nama Inisial
: “DIP”
Tempat Tanggal Lahir
: Magetan 24 Maret 1997
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Desa Candirejo Dukuh Jejeruk Rt02/Rw04 Jawa Timur
Umur
: 17 tahun
Pendidikan Terakhir
: SD
Agama
: Islam
Asal
: Magetan Jawa Timur
Tanggal Masuk PSBR “Taruna Jaya”: 12 Januari 2014 b. Gambaran fisik anak “DIP” memiliki bentuk tubuh kurus dan normal. Bentuk muka oval warna kulit sawo matang rambut pendek berwarna hitam dengan tinggi badan 170 cm dan berat badan 42 kg. c. Penampilan anak “DIP” termasuk anak yang pemalu dan tidak mudah terbuka dengan orang lain. Hal ini terlihat saat peneliti pertama kali melakukan wawancara dan ia terlihat sangat kaku dan hanya menjawab seperlunya saja. d. Identitas keluarga anak “DIP” masih memiliki kedua orang tua yang lengkap. Ayahnya bernama Subarni berusia 53 tahun pendidikan terakhir tamatan SD dan bekerja
86
sebagai buruh tani. Ibu “DIP” bernama Widi berusia 50 tahun pendidikan terakhir SMP pekerjaan sehari-harinya berdagang. “DIP” merupakan anak kelima dari 6 bersaudara, kakak pertamanya bernama Lili Perempuan beruasia 30 tahun sudah menikah dan sebagai ibu rumah tangga, kakak keduanya bernama Andi laki-laki berusia 28 tahun sudah bekerja, kakak ketiganya bernama Anis perempuan berusia 25 tahun sudah bekerja juga, kakak keempatnya bernama Nadi laki-laki berusia 20 tahun sudah bekerja, dan Adiknya bernama Dwi laki-laki berusia 13 tahun. e. Status kesehatan “DIP” tidak memiliki riwayat medis yang parah apabila sakit hanya mengalami sakit biasa saja seperti flu, batuk saja. Selama “DIP” menjalani rehabilitasi di panti catatan perkembangan kesehatannya baik yang selalu diperiksa rutin setiap 2 minggu sekali oleh dokter dari Puskesmas Kecamatan Tebet. Pemeriksaan tersebut dilakukan di panti karena dokter setiap 2 minggu sekali tepatnya hari jum’at selalu datang ke panti untuk memberikan penyuluhan kesehatan dan memeriksa kesehatan masingmasing anak. Pemeriksaan kesehatan meliputi pengukuran berat dan tinggi badan, kemudian tensi darah, memeriksa keadaan mata (daya lihat dan radang mata), telinga (daya dengar/radang/kelainan), kulit (terinfeksi jamur/panu), pencernaan (terdapat gangguan pencernaan atau tidak), saluran pernapasan (terjangkit ISPA atau ada penyakit pernapasan yang lebih spesifik), gangguan emosi, kesulitan belajar, periksa tinja untuk mengetahui kecacingan atau tidak, periksa hemoglobin darah untuk mengetahui anemia atau tidak, masalah perilaku, dan kebugaran jasmani.
87
2.2 Psiko Anak a. Gambaran emosi anak “DIP” merupakan anak yang pendiam tidak aktif di dalam kelas keterampilan maupun di kelas saat melakukan bimbingan sosial. Kondisi emosionalnya sangat stabil karena “DIP” termasuk anak yang tertutup sehingga sangat sulit bagi orang lain untuk mengetahui apa yang dirasakannya. b. Kesehatan jiwa “DIP” tidak memiliki gangguan jiwa sedikit pun ia dalam keadaan sehat, normal dan kondisi kesehatannya baik. 2.3 Sosial Anak a. Riwayat masalah “DIP” datang dari desa untuk mencari ibunya yang berada di Tangerang. Setibanya di Jakarta belum ada 1 hari ia terkena penertiban oleh petugas Dinas Sosial saat sedang berjalan kaki didekat rel kereta api kebayoran lama pada hari minggu 10 Januari 2014 pukul 14.00 WIB. “DIP” di Jakarta tidak memiliki tempat tinggal dan tidak memiliki sanak saudara. Ia hanya bermodal nekat pergi ke Jakarta untuk mencari ibunya di tangerang. “DIP” pergi dari rumah menuju Jakarta karena selama di Desa ia selalu dituduh mencuri oleh keluarga dan tetangga di sekitar rumahnya padahal bukan “DIP” yang melakukan tindakan tersebut dan ia merasa kesal sudah dituduh seperti itu sebab ia merasa keluarganya tidak mempercayainya dan memutuskan untuk pergi meninggalkan desa ke Jakarta. Pendidikan terakhir “DIP” lulusan SD dan ia tidak melanjutkan lagi ke jenjang
88
pendidikan berikutnya dikarenakan tidak ada biaya. “DIP” pernah bekerja di pabrik sandal di desanya. Selama di panti “DIP” tidak pernah berbuat onar atau membuat masalah karena ia sangat patuh menaati tata tertib yang berlaku dan tidak bertindak sesukanya. “DIP” mengikuti bimbingan keterampilan las (listrik dan karbit), dan ia sudah selesai melaksanakan pkl. b. Hubungan anak dengan teman sebaya Hubungan “DIP” dengan teman sebayana baik, meskipun ia termasuk anak yang menutup diri dan pendiam namun ia sering berinteraksi dengan teman sebayanya. “DIP” termasuk anak yang harus sering untuk diajak berinteraksi karena dengan begitu lama-kelamaan “DIP” menjadi mudah akrab dengan orang lain maupun teman sebayanya. c. Hubungan dengan pendamping asrama Hubungan “DIP” dengan pendamping asrama kurang terlalu dekat karena “DIP” jarang berinteraksi sangat pendiam sekali. “DIP” termasuk anak yang apabila tidak ditegur atau diajak berinteraksi ia akan diam saja dan tertutup. d. Hubungan dengan pihak lain Hubungan “A” dengan pihak lain yaitu instruktur keterampilan las dan pekerja sosial sangat baik. Hal ini terbukti saat instruktur keterampilan memerintahkan ia untuk mengerjakan praktek las ia kerjakan dengan baik dan ia termasuk anak yang patuh dan miliki nilai yang baik dalam skill keterampilan las karena kemampuan yang dimilikinya. 2.4 Spiritual Anak
89
“DIP” menganut agam islam dan ia berasal dari Magetan Jawa Timur. Selama menjalani rehabilitasi di panti, ia jarang melaksanakan ibadah solat 5 waktu karena menurut pengakuan darinya ia malas dan belum ada niat yang sungguh-sungguh untuk melakukannya. Hal ini juga terbukti pada saat peneliti melakukan penelitian di bulan Ramadhan “DIP” tidak menjalankan ibadah puasa dengan alasan memiliki sakit maag dan memutuskan untuk tidak melaksanakannya. 3.1 Profil Anak a. Identitas informan 3 Nama Lengkap
: Dedi Sumantri
Nama Inisial
: “DS”
Tempat Tanggal Lahir
: Gunung Sari 29 Juli 1989
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl. Raden Intan Rt03/Rw05 Gunung Sari Bandar Lampung Tanjung Karang
Umur
: 25 tahun
Pendidikan Terakhir
: SMP
Agama
: Islam
Asal
: Lampung
Tanggal Masuk PSBR “Taruna Jaya”: 15 September 2014 a. Gambaran fisik anak “DS” memiliki bentuk tubuh sedang dan normal. Bentuk muka oval warna kulit sawo matang rambut pendek berwarna hitam dengan tinggi badan
90
160 cm dan berat badan 55 kg. Ciri fisik yang menonjol pada “DS” terdapat tato pada tangan kiri dan terdapat bekas tindikan di belakang telinga. b. Penampilan anak “DS” termasuk anak yang pendiam, namun ia sangat ramah dan terbuka apabila sudah dekat dengan orang yang dikenal maupu baru dikenal. Hal ini terlihat saat peneliti pertama kali melakukan wawancara dan ia terlihat sangat menerima kehadiran peneliti dan mau menceritakan semua permasalahan dan mengenai dirinya tanpa ragu-ragu. c. Identitas keluarga anak “DS” seorang anak yatim, karena ayahnya nsudah meninggal. Ayah “DS” bernama almarhum Hermanto beliau wafat pada usian 53 tahun. Pendidikan terakhir ayah “DS” tamatan SMA. Ibu “DS” bernama Nurmalawati berusia 48 tahun pendidikan terakhir SMP pekerjaan sehariharinya adalah seorang ibu rumah tangga. “DS” merupakan anak pertama dari 4 bersaudara. Ketiga adik “DS” perempuan semua yaitu Lilis Suryani berusia 20 tahun, Euis Cahyanti berusia 13 tahun, dan yang terakhir Nicken Putri berusia 9 tahun. Status rumah “DS” milik sendiri dengan bagunan rumah permanen. d. Status kesehatan “DS” belu pernah mengalami sakit keras apabila sakit hanya sakit biasa saja seperti batuk, flu, dan demam saja biasanya disembuhkan dengan meminum obat yang tersedia di panti. Selama “DS” menjalani rehabilitasi di panti catatan perkembangan kesehatannya baik yang selalu diperiksa
91
rutin setiap 2 minggu sekali oleh dokter dari Puskesmas Kecamatan Tebet dan “DS” termasuk orang rajin mengikuti kegiatan senam dan olahraga agar tetap terjaga kesehatan tubuhnya dan tidak mudah terserang penyakit. 3.2 Psiko Anak a. Gambaran emosi anak “DS” merupakan anak yang pendiam, namun dibalik sisi pendiamnya tersebut “DS” termasuk orang yang mudah ramah kepada orang-orang terdekat disekitarnya dan mudah menyesuaikan diri pada lingkungan baru. Kondisi emosionalnya cukup stabil karena “DS” sudah dewasa dalam menyikapi segala hal maupun masalah yang terjadi pada dirinya bahkan ia juga sering membantu memotivasi teman sebaya atau maupun teman yang usianya dibawah “DS” agar tetap bertahan menjalani rehabilitasi di panti sampai batas waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan awal. b. Kesehatan jiwa “DS” tidak memiliki gangguan jiwa sedikit pun ia dalam keadaan sehat, normal dan kondisi kesehatannya baik. 3.3 Sosial Anak a. Riwayat masalah “DS” berada di PSBR “Taruna Jaya” karena rujukan dari Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 02 Cipayung Jakarta Timur. “DS” berasal dari keluarga pra-sejahtera. Ayahnya sudah wafat pada usia 53 tahun. Pekerjaan ayahnya sebelum wafat adalah serabutan yang tdiak tetap dan penghasilannya pun juga tidak menentu per hari. “DS” tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA karena keterbatasan biaya sehingga ia terjun
92
ke jalan bergabung dengan komunitas anak jalanan. Aktifitas yang dilakukan “DS” selama di jalan yaitu mengamen, dan joki. Awal mula “DS” turun ke jalanan karena ia kabur dari rumah yang disebabkan oleh faktor keluarga, bersumber pada orang tuanya yang ingin bercerai sedangkan “DS” tidak menghendaki perceraian kedua orang tuanya dan pada akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari rumah kemudian mencoba merantau ke daerah Jakarta dengan modal ijazah lulusan SMP dan cobacoba saja. Setibanya di Jakarta ia tidur di monas dari jalan ke jalan lalu mengamen disekitar monas bersama teman-temannya dengan penghasilan perharinya tidak mementu kadang Rp 50.000 sampai Rp. 100.000 dan pengahsilan tersebut dibagi 4 dengan teman-temannya. “DS” juga kehilangan ijazahnya ketika ia baru sampai di Jakarta, ijazah tersebut ia bawa karena ia ingin mencoba melamar bekerja di Jakarta, selain ijazah yang hilang ia juga kehilangan handphone dan pakaian di dalam tasnya sehingga menyebabkan ia terlantar hidup di jalanan dan sampai saaat ini orang tuanya belum mengetahui keberadaanya “DS” meninggalkan rumah dan kelurganya sudah 7tahun dan belum pernah kembali pulang. Selama di Jakarta ia pernah mengontrak bersama teman-temannya di daerah Pasar Pagi dekat ITC Mangga Dua dengan biaya perbulannya Rp. 170.00 patungan bersama teman-temannya. Selama hidup di Jalan, akibat pengaruh pergaulan “DS” pernah mengkonsumsi minuman keras jenis vodka napza jenis shabu. “DS” juga termasuk perokok aktif ia juga pernah memakan makanan sisa bekas orang lain akibat terlantar hidup di jalan. Selama menjalani rehabilitasi di PSBR “Taruna Jaya” ia bersedia
93
mengikuti bimbingan dan pelatihan dengan alasan untuk mencari wawasan dan ingin belajar semua kegiatan yang ada di PSBR “Taruna Jaya”. “DS” ini memiliki potensi berkeinginan untuk merubah hidup, hal ini terbukti ketika ia dirujuk ke PSBR “Taruna Jaya” serta berkeinginan untuk belajar sangat besar. “DS” mengikuti keterampilan jurusan AC, sebab ia sangat berminat ingin lebih banyak belajar pada jurusan ini dan menurut “DS” mulsi banyak rumah yang memasang AC sehingga tenaga teknisi AC sangat dibutuhkan mengiringi adanya pemanasan global saat ini. b. Hubungan anak dengan teman sebaya Hubungan “DS” dengan teman sebayana baik, meskipun ia termasuk anak yang pendiam namun ia cukup berinteraksi dengan teman sebayanya. “DS” termasuk anak yang harus sering untuk diajak berinteraksi karena dengan begitu “DS” terlihat riang dan tidak hanya diam saja. c. Hubungan dengan pendamping asrama Hubungan “DS” dengan pendamping asrama kurang terlalu dekat karena “DS” jarang berinteraksi sebab ia pribadi yang pendiam tidak aktif untuk memulai sebuah percakapan. “DS” termasuk anak yang apabila tidak ditegur atau diajak berinteraksi ia akan diam saja. d. Hubungan dengan pihak lain Hubungan “DS” dengan pihak lain yaitu instruktur keterampilan las dan pekerja sosial cukup baik. Hal ini terbukti dengan kepatuhan “DS” mengikuti kegiatan di panti dengan tertib.
94
3.2 Spiritual Anak “DS” menganut agam islam dan ia berasal dari Lampung. Selama menjalani rehabilitasi di panti, ia jarang melaksanakan ibadah solat 5 waktu karena menurut pengakuan darinya belum ada niat dan panggilan dari hati, dan menurut pengakuannya juga apabila ia sedang mengalami stress/gelisah atau sedang menghadapi masalah ia tidak bisa melaksankan solat karena hati dan pikirannya sedang dalam keadaan/susasana yang tidak baik. 4.1 Profil Anak a. Identitas informan 4 Nama Lengkap
: Sahnaz Tri Andriawati
Nama Panggilan
: Anes
Nama Inisial
: “ANS”
Tempat Tanggal Lahir
: Cirebon 17 September 1999
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Jl. Pejompongan Rt004/Rw007 Bendungan Hilir Tanah Abang Jakarta Pusat
Umur
: 15 tahun
Pendidikan Terakhir
: SD
Agama
: Islam
Asal
: Jakarta (Betawi) Cirebon Jawa Barat (Sunda)
Tanggal Masuk PSBR “Taruna Jaya”: 26 November 2013
95
a. Gambaran fisik anak “ANS” memiliki bentuk tubuh agak gemuk dan normal. Bentuk muka oval warna kulit sawo matang rambut panjang berwarna hitam dengan tinggi badan 160 cm dan berat badan 52 kg. Ciri khusus pada “ANS” terdapat tahi lalat di hidung. b. Penampilan anak “DS” termasuk anak yang ramah dan mudah akrab dengan orang-orang disekitarnya termasuk orang baru. Hal ini terlihat saat peneliti pertama kali melakukan pendekatan dengan mengajak mengobrol sekaligus wawancara ia terlihat sangat menerima kehadiran peneliti dan termauk anak yang periang karena ia terkadang suka mengajak bercanda. Saat Dari segi berpakaian “ANS” cukup rapi dan selalu mengenakan pakaian yang sopan ia juga sering mengikat rambutnya. c. Identitas keluarga anak “ANS” masih memiliki orang tua, namun ayahnya sudah meninggal akibat sakit pada usia 37 tahun. Ayah “DS” bernama almarhum Afandi, sebelum ayahnya wafat bekerja sebagai buruh dan pendidikan terakhir tamatan SMA. Ibu “ANS” bernama Setiawati berusia 37 tahun tahun pendidikan terakhir SMA pekerjaan sehari-harinya adalah seorang ibu rumah tangga. “ANS” merupakan anak ketiga (terakhir) dari 3 bersaudara. Kakak pertama bernama Syahrul Fadilah berusia 20 tahun, Kakak kedua bernama Aef Faturohman berusia 19 tahun. Ibu “ANS” menikah kembali dengan Sunarko (ayah tiri “ANS”) dan memiliki seorang anak perempuan bernama Matah Saskya Bellamy berusia 5 tahun. Ayah tiri “ANS” berusia
96
54 tahun selisih 17 tahun dengan usia ibunya, pendidikan terakhir tamatan SMA dan bekerja sebagai karyawan swasta. Status rumah keluarga “ANS” mengontrak. d. Status kesehatan “ANS” belum pernah mengalami sakit keras/parah. Riwayat medis yang didapatkan dari buku berobat selama di PSBR “Taruna Jaya” “ANS” pernah mengalami sakit pada ulu hati sampai kebawah, kemudian sakit gigi dan cabut gigi. 4.2 Psiko Anak a. Gambaran emosi anak “ANS” merupakan anak yang periang, mudah berkomunikasi, dan mudah menyesuaikan diri pada lingkungan maupun orang-orang baru. Awal “ANS” berada di PSBR ia termasuk anak yang sulit diatur, berontak, keras kepala suka berbicara kasar dengan nada yang tinggi dan emosi yang meledak-ledak (emosinya dalam keadaan tidak stabil), namun para petugas dan pekerja sosial dengan sabar selalu menasehati dan memperlakukan ia dengan baik, sehingga lama-kelamaan selama menjalani rehabilitasi kondisi emosionalnya sudah dapat dikendalikan dengan baik dan cukup stabil, kemudian ia juga sudah mau mendengarkan nasihat orang lain dan sudah bisa berbicara dengan santun. b. Kesehatan jiwa “ANS” tidak memiliki gangguan jiwa sedikit pun ia dalam keadaan sehat, normal dan kondisi kesehatannya baik.
97
4.3 Sosial Anak a. Riwayat masalah “ANS” putus sekolah hanya lulus tingkat SD saja dikarenakan tidak ada biaya sehingga ia turun ke jalan dan banyak menghabiskan waktunya di jalan untuk bekerja membantu perekonomian keluarga. “ANS” terkena penertiban oleh petugas Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta di Tosari Hotel Indonesia pada hari rabu tanggal 20 November 2013 pukul 09.00 WIB saat sedang menjadi joki 3 in 1. Pendapatan dari joki perharinya Rp. 15.000, selain menjadi joki “ANS” juga mengamen dari angkutan umum ke angkutan umum lainnya. Selama ia hidup di jalan ia bergabung dengan teman-teman komunitas anak jalanan yang juga sama-sama mengamen. Akibat ia bergaul dengan anak jalanan “ANS” mudah terpengaruh oleh pergaulan temannya hal ini terbukti bahwa ia merokok, pernah mencoba minuman keras jenis anggur, napza jenis tramadol, dextro, ciu dan double h. Selama menjalani rehabilitasi di PSBR “Taruna Jaya” “ANS” sering mengalami masalah diantaranya berdasarkan catatan kejadian sehari-hari pada tanggal 4 januari 2014 ia diduga mengambil sabun Linda Boy (teman satu asrama) penanganan yang dilakukan pekerja sosial ditegur dan assesmen untuk memperoleh informasi mengenai apa motif ia mencuri, hasilnya adalah “ANS” anak yang keras kepala sehingga seringkali tidak mendengarkan dan memperhatikan nasihat petugas. 16 Januari ia kembali diduga mengambil dan menjual detergen serta shampoo milik Usi Agustini (teman satu asrama) menurut pengakuan yang diperoleh dari ibu pemilik warung di depan PSBR telah menyebutkan ciri-ciri “ANS” menjual
98
detergen dan shampoo kepadanya, pekerja sosial memberikan teguran dan nasihat dengan hasil “ANS” masih keras kepla dan tidak mendengarkan peringatan petugas, ia masih tetap tidak mengakui kesalahannya. 20 Januari 2014 “ANS” diduga mengambil hp milik Usi Agustini yang ada di bawah bantal kamar asrama. Kejadiannya berawal dari kegiatan makan malam ketika sema anak-anak sudah turun ke meja makan ada seorang anak (WBS) melihat “ANS” mondar mandir di bawah tangga. Penanganan yang dilakukan “ANS” dipanggil dan diberi peringatan oleh petugas identifikasi, hasilnya adalah “ANS” masih keras kepala dan tidak mau mengakui kesalahannya. 22 Januari 2014 ‘ANS” berbicara kasar kepada Nuraeni (teman satu asrama) karena salah faham. Pennganan yang dilakukan diberi peringatan lisan, hasilnya “ANS” diam dan amarahnya mereda setelah diberi pengertian oleh pekerja sosial. 29 januari 2014 berkelahi dan cekcok mulut dengan Holisah dan Linda Boy di kelas salon (teman kelas keterampilan salon dan teman asrama). Penanganannya diberi peringatan dan dilerai agar tidak terjadi konflik berkepanjangan, hasilnya “ANS” diam dan tidak panas (marah) lagi. Ketika tiba di PSBR “ANS” bersedia mengikuti bimbingan dan pelatihan dengan alasan ingin belajar keterampilan. Jurusan keterampilan yang dipilih yaitu salon/tata rias rambut alasannya ingin bisa belajar merias pengantin. Saat “ANS” melaksanakan pkl ia ternyata jarang masuk, sering bolos, dan diketahui bahwa ia malas serta ketahuan berpacaran terus, namun pihak salon tetap merekrut ia untuk bekerja kembali sebab menurut penuturan yang disampaikan oleh pekerja sosial bahwa ada pelakuan khusus dari
99
pihak salon kepada anak-anak panti memaklumi akan kelakuan yang dilakukan oleh anak-anak panti. b. Hubungan anak dengan teman sebaya Hubungan “ANS” dengan teman sebayana baik, karena ia termasuk anak yang mudah bergaul dan mudah akrab dengan siapapun. Hal ini terbukti bahwa “ANS” sering terlihat berinteraksi dengan teman-teman satu kamar asramanya. c. Hubungan dengan pendamping asrama Hubungan “ANS” dengan pendamping asrama cukup dekat karena ia cukup sering berinteraksi dengan pendamping. Seorang pendampinglah yang mengetahui kejadian sehari-hari yang dilakukan “ANS” mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. d. Hubungan dengan pihak lain Hubungan “ANS” dengan pihak lain baik. Hal ini terbukti saat peneliti melakukan wawancara ia menerima kehadiran peneliti dengan baik, sopan, dan ramah, kejadian lainnya ia juga termasuk anak yang aptuh apabila diperintahkan oleh pekerja sosial atau petugas lain untuk melakukan sesuatu hal, seperti membuat lamaran kerja sendiri. 4.4 Spiritual Anak “ANS” menganut agam islam dan ia berasal dari Jakarta dan Cirebon (Jawa Barat). Selama menjalani rehabilitasi di panti, ia jarang melaksanakan ibadah solat 5 waktu karena menurut pengakuannya bahwa ia tidak bisa melakukannya karena tidak tahu cara mengerjakan solat tidak hafal bacaan solat serta tidak bia mengaji. Hal ini juga terbukti pada saat peneliti
100
melakukan penelitian di bulan Ramadhan “ANS” tidak menjalankan ibadah puasa dengan alasan memiliki sakit maag dan memutuskan untuk tidak melaksanakannya. 5.1 Profil Anak a. Identitas informan 5 Nama Lengkap
: Setyo Andreas M
Nama Inisial
: “SA”
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta 13 Maret 1998
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Jl. Cacing Rt010/Rw011 Semper Timur Cilincing Tanjung Priuk Jakarta
Umur
: 16 tahun
Pendidikan Terakhir
: SMP
Agama
: Kristen Protestan
Asal
: Jakarta
Tanggal Masuk PSBR “Taruna Jaya”: 15 September 2014 a. Gambaran fisik anak “SA” memiliki bentuk tubuh kurus dan normal. Bentuk muka oval warna kulit sawo matang rambut pendek berponi kesamping berwarna hitam dengan tinggi badan 165 cm dan berat badan 41 kg. b. Penampilan anak “SA” termasuk anak yang pendiam, namun ia mudah akrab dengan orang lain. Hal ini terlihat saat peneliti pertama kali melakukan wawancara dan
101
ia terlihat tidak banyak bicara dan hanya menjawab seperlunya saja, serta merasa tidak nyaman akan kehadiran peneliti sebagai orang baru. c. Identitas keluarga anak “SA” masih memiliki kedua orang tua yang lengkap. Ayahnya bernama Bankit Abimanyu berusia 5o tahun pendidikan terakhir tamatan SMK dan bekerja sebagai buruh. Ibu “SA” bernama Setio Urati berusia 48 tahun pendidikan terakhir D3 pekerjaan sehari-harinya sebagai pembantu rumah tangga. “SA” merupakan anak pertama dari 3 bersaudara adik keduanya perempuan bernama Juanakarti berusia 8 tahun dan adik ketiganya juga perempuan bernama Jenifer Ghister berusia 6 tahun. Status kepemilikan rumah “SA” milik sendiri dengan bagunan rumah permanen. d. Status kesehatan “SA” tidak memiliki riwayat medis yang parah apabila sakit hanya mengalami sakit biasa saja sepert pusing. Selama “SA” menjalani rehabilitasi di panti catatan perkembangan kesehatannya cukup baik, tidak menandakan bahwa ia terjangkit penyakit keras ataupun kelainan. Kesehatannya dalam keadaan normal meskipun “SA” seringkali merasakan pusing dan harus mengkonsumsi obat secara terus menerus yang mengakibatkan ketergantungan berkepanjangan. 5.2 Psiko Anak a. Gambaran emosi anak “SA” merupakan anak yang pendiam tidak terlalu aktif di dalam kelas keterampilan maupun di kelas saat melakukan bimbingan sosial dan bimbingan rohani. Kondisi emosionalnya labil, kejadian ini terjadi saat
102
“SA” baru tiba di PSBR ingin kabur karena merasa tidak betah, tidak nyaman dan merasa asing dengan lingkungan barunya. Alasan “SA” ingin kabur dari panti karena ia merasa tidak ceria berada di panti dan berpikir bahwa dengan cara ia kabur akan mengembalikan lagi keceriaannya. Ia belum bisa mengendalikan emosi dan keinginannya sendiri. “SA” termasuk anak yang pelupa dan sulit untuk berkonsenterasi akibat efek dari konsumsi obat-obatan terus menerus yang ketergantungan. b. Kesehatan jiwa “SA” tidak memiliki gangguan jiwa sedikit pun ia dalam keadaan sehat dan kondisi kesehatannya baik. 5.3 Sosial Anak a. Riwayat masalah “SA” berasal dari keluarga kurang mampu dan putus sekolah karena tidak ada biaya. Pekerjaan sehari-harinya “SA” sebagai tukang parkir liar di jalanan, yang hasil pendapatannya ia gunakan untuk membantu perekonomian keluarga. “SA” memiliki pengalaman organisasi di lingkungan tempat tinggalnya, ia pernah bergabung menjadi anggota karang taruna dan kegiatan yang pernah diikuti yaitu membantu membangun jembatan. “SA” terkena penertiban oleh petugas satpol pp kemudian diantar ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 02 Cipayung Jakara Timur, lalu dikirim ke PSBR ‘Taruna Jaya” agar ia bisa menjalani rehabilitasi dan mendapatkan bekal ilmu keterampilan. Awal kedatangan “SA” di PSBR ia sempat ingin kabur karena ia belum terbiasa dengan lingkungan barunya, namun akhirnya ia memutuskan untuk tetap tinggal di
103
panti dan bersedia menjalani rehabilitasi karena ada salah satu temannya bernama Dedi terus memotivasi untuk tetap bertahan di panti agar ia bisa memiliki masa depan yang baik. “SA” memilih jurusan keterampilan las karena ia ingin belajar lebih lanjut dan agar tidak kembali ke jalan lagi. b. Hubungan anak dengan teman sebaya Hubungan “SA” dengan teman sebayana baik, meskipun ia termasuk anak yang menutup diri dan pendiam namun ia sering berinteraksi dengan teman sebayanya. “SA” termasuk anak yang harus sering untuk diajak berinteraksi agar ia tidak merasa bahwa dirinya tidak ceria. c. Hubungan dengan pendamping asrama Hubungan “SA” dengan pendamping asrama kurang terlalu dekat karena “DIP” jarang berinteraksi. Hal ini terbukti dengan sifat pendiam yang “SA” miliki, ia juga termasuk anak yang apabila tidak ditegur atau diajak berinteraksi ia akan diam saja dan tertutup. d. Hubungan dengan pihak lain Hubungan “SA” dengan pihak lain baik. Hal ini terbukti saat instruktur keterampilan memerintahkan ia untuk mengerjakan praktek las ia kerjakan dengan baik dan ia termasuk anak yang mematuhi tata tertib di panti dan rajin masuk kelas keterampilan. 5.4 Spiritual Anak “SA” menganut agam Kristen Protestan dan ia berasal dari Jakarta. Selama menjalani rehabilitasi di panti, ia selalu mengikuti kelas bimbingan rohani setiap hari sabtu dan minggu dan selalu rajin masuk kelas bimbingan rohani.
104
6.1 Profil Pekerja Sosial a. Identitas Pekerja Sosial Nama
: Ninik Puji Rahayu, S.ST
Tempat Tanggal Lahir
: Solo 9 April 1991
Umur
: 23 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan Terakhir
: D IV (STKS)
Agama
: Islam
Asal
: Solo, Jawa Tengah
Lama kerja
: PSBR “Taruna Jaya” 11 bulan
Identitas informan pekerja sosial memberikan pelayanan dan bertugas mendampingi warga binaan sosial, serta berperan sebagai mediator, fasilitator, broker, dan motivator. Kak Ninik adalah seorang pekerja sosial di PSBR “Taruna Jaya” lulusan dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) di Bandung, setelah lulus, beliau langsung disalurkan bekerja oleh pihak STKS di Dinas Sosial tepatnya di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya’ yang berlokasi di Tebet. Kebetulan pada saat itu memang Dinas Sosial sedang membuka lowongan pekerjaan dan membutuhkan pekerja sosial yang baru lulus kemudian diterimalah Kak Ninik dan langsun bekerja pada bulan Januari sampai sekarang.
105
Tabel 4.1 Jumlah wbs yang dijadikan informan NO Asrama Nama WBS JUMLAH WBS (Informan yang penulis teliti) 1 Diponegoro 0 2 Imam Bonjol 0 3 Pattimura Klien A, DIP, DS, 4 SA 4 Cut Nyak Dien Klien ANS 1 5 R.A Kartini 0 Berdasarkan temuan lapangan PSBR “Taruna Jaya” pekerja sosial melakukan assesmen biopsikososial spiritual kepada WBS melalui laporan perkembangan WBS yang dinilai dari skala penilaian dari angka terendah 1 sampai angka terbesar 5 dimana angka penilaian tersebut menunjukan penilaian angka 1 sangat baik, angka 2 baik, angka 3 cukup baik, angka 4 kurang baik, dan angka 5 tidak baik. Bagian penilain tersebut meliputi beberapa aspek diantaranya: 1. Aspek
fisik
terdiri
dari;
menjaga
kebersihan
diri,
menjaga
kebersihan/kerapihan kamar/lingkungan, keaktifan mengikuti SKJ, dam keadaan stamina tubuh. 2. Aspek Psikologis terdiri dari’ kemampuan mengendalikan emosi, dorongan mengekspresikan perasaan atau keinginan, sikap toleransi memahami perasaan orang lain, kematangan dalam mengambil keputusan, kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan, penguasaan teori pelatihan keterampilan, penguasaan praktek pelatihan keterampilan, kedisplinan dalam mengerjakan tugas, dan tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Aspek sosial terdir dari; kemampuan berinteraksi dengansesama wbs, kemampuan interaksi dengan petugas, kemampuan menyampaikan
106
keinginan kepada orang lain, etika sopan santun dalam berperilaku, hubungan dalam keluarga, keaktifan dalam mengikuti kegiatan, dan kemampuan dalam memecahkan masalah. 4. Aspek spiritual terdiri dari’ keaktifan dalam melaksanakan ibadah, sikap toleransi terhadap keyakinan orang lain, menghargai dan menghormati pendapat orang lain, serta keaktifan dalam perayaan hari besar keagamaan. B. Program Rehabilitasi Sosial Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya Program pemantapan
rehabilitasi taraf
mengupayakan
kesejahteraan
proses
warga
refungsionalisasi
binaan
sosial
dan
dengan
menyelenggarakan berbagai jenis rehabilitasi kepada warga binaan sosial. Melihat dari sisi jenis rehabilitasi, maka pada pelaksanaannya Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” menyelenggarakan 4 jenis rehabilitasi secara efektif sesuai dengan teori yang dibahas pada BAB II, yaitu: 1. Rehabilitasi Medis Rehabilitasi medis pada dasarnya mengupayakan penyembuhan/ pemulihan fisik/kesehatan warga binaan sosial. Rehabilitasi medis mempertemukan warga binaan sosial melalui layanan-layanan kesehatan, yang dilakukan oleh para tenaga ahli seperti dokter, psikolog, pekerja sosial medis, maupun tenaga ahli konselor. Berdasarkan temuan lapangan, Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” tidak secara langsung menyelenggarakan
rehabilitasi
medis,
tetapi
menerima
rujukan
rehabilitasi medis dari Puskesmas Kecamatan Tebet. Rujukan yang dimaksud PSBR “Taruna Jaya” tidak menyediakan layanan pemeriksaan rutin kesehatan dengan sendiri melainkan bekerja sama dengan pihak
107
Puskesmas Kecamatan Tebet dengan mendatangakan dokter untuk memeriksa kesehatan WBS, memeriksa perkembangan kesehatan, dan memberikan penyuluhan kesehatan. Jadi PSBR “Taruna Jaya” memiliki program rehabilitasi pembinaan fisik dan kesehatan yang dikombinasikan dengan program pelayanan kesehatan dari pihak Puskesemas Kecamatan Tebet. Program rehabilitasi medis bekerja sama dengan Dinas Kesehatan yaitu
Puskesmas
Kecamatan
Tebet.
PSBR
“Taruna
Jaya”
menyelenggarakan rehabilitasi medis melalui kegiatan assesmen. Kegiatan assemen yang dilakukan dengan menilai aspek fisik/kesehatan WBS seperti menjaga kebersihan diri, menjaga kebersihan/kerapihan kamar /lingkungan, keaktifan mengikuti senam kesegaran jasmani (SKJ), dan keadaan stamina tubuh. Hal ini dilakukan agar warga binaan sosial yang mengalami gangguan kesehatan dapat mengoptimalkan kembali fungsi kesehatannya.1 2. Rehabilitasi pendidikan Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya pengembangan potensi intelektual warga binaan sosial.Rehabilitasi jenis ini mengandalkan tenaga pendidikan/tenaga
pengajar,
khususnya
yang
menekuni
bidang
keterampilan. Rehabilitasi pendidikan yang dilaksanakan di PSBR “Taruna Jaya” sangat berbeda dengan pengertian rehabilitasi pendidikan pada BAB II dimana rehabilitasi pendidikan diuupayakan untuk pengembangan
1
potensi
intelektual
klien
penyandang
Observasi Pelaksanaan Rehabilitasi Medis, Tebet, Kamis 3 Juli 2014
cacat
yang
108
dilaksanakan pada setting sekolah luar biasa (SLB), sedangkan untuk di PSBR ‘Taruna Jaya” rehabilitasi pendidikan diupayakan bagi warga binaaan sosial (WBS) putus sekolah dilaksanakan pada setting informal, melalui sistem kejar paket pendidikan A,B, dan C.2 3. Rehabilitasi vokasional Rehabilitasi
vokasional
merupakan
upaya
memberikan
bekal
keterampilan kerja bagi warga binaan sosial sehingga dapat hidup mandiri secara
ekonomi
di
masyarakat.
PSBR
“Taruna
Jaya”
juga
menyelenggarakan rehabilitasi vokasional melalui program keterampilan kerja yang terapat 7 jurusan keterampilan, diantaranya keterampilan salon, menjahit, komputer, las, otomotif, service handphone, dan ac/pendingin. Masing-masing kelas keterampilan dibimbing oleh 2 orang instruktur keterampilan yang profesional ahli pada bidangnya masing-masing.3 4. Rehabilitasi Sosial Rehabilitasi sosial merupakan jenis rehabilitasi untuk memulihkan kembali fungsi sosialnya di masyarakat. Berdasarkan hasil temuan lapangan, Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” menyelenggarakan rehabilitasi sosial melalui media konseling karena melalui konseling ini mengupayakan partisipasi warga binaan sosial, dan keluarga yang tidak terpisahkan dalam upaya pemulihan fungsi sosial warga binaan sosial. Dengan upaya tersebut, warga binaan sosial dapat memulihkan fungsi sosialnya kembali dengan lebih cepat dan lebih baik dari sebelumnya.
2
Observasi Pelaksanaan Rehabilitasi Pendidikan, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014 Observasi Pelaksanaan Rehabilitasi Vokasional, Tebet, Jum’at 4 Julai 2014
3
109
Bukti rehabilitasi sosial yang dilakukan PSBR “Taruna Jaya” kepada WBS yaitu dengan menempatkan mereka di tempat penyaluran praktek belajar kerja diluar panti yang memungkinkan hubungan sosial antara warga
binaan
sosial
dan
masyarakat
sekitar
terbuka
dengan
luas.Rehabilitasi sosial ini juga mengupayakan peningkatan hubungan sosial
antara
warga
binaan
sosial
dengan
masyarakat,
dengan
melaksanakan berbagai kegiatan di bidang musik, olah raga, dan lain sebagainya.4 Selain Jenis-jenis rehabilitasi, terdapat pula sarana dan prasarana rehabilitasi sebagai berikut: a.
Sarana dan Prasarana Rehabilitasi Sarana dan prasarana rehabilitasi merupakan alat untuk mengatasi masalah-masalah ketidakmampuan atau cacat. Sarana dan Prasarana di PSBR “Taruna Jaya”, diantaranya: 1. Program Rehabilitasi Program rehabilitasi yang ada di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”adalah program rehabilitasi khusus untuk anak remaja putus sekolah tingkat SLTP/SLTA terlantar dari keluarga kurang mampu dan anak
jalanan.Program
rehabilitasi
dilakukan
secara
terencana,
terorganisir dan sistematis berdasarkan pada kondisi dan kebutuhan warga binaan sosial. Program rehabilitasi tersebut memiliki jaringan yang cukup luas, baik dengan lembaga lingkup regional maupun nasional.
4
Observasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial, Tebet, Jum’at 11 Juli 2014
110
2. Pelayanan Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” menyelenggarakan pelayanan berupa aktifitas-aktifitas alternatif yang membantu warga binaan sosial dalam mengatasi kondisi-kondisi sebagai dampak dari kehidupan mereka sebelumnya.Terlebih lagi khusus bagi anak jalanan untuk
mengatasi
dampak
dari
kehidupan
mereka
selama
hidup/tinggal/menghabiskan sebagaian besar waktunya dijalanan. Pelayanan tersebut, terdiri dari pelayanan konseling, bimbingan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan kerja, pelayanan sandang (pakaian),
pangan
sementara/tempat rehabilitasi).5
(makanan), berlindung
Pada
tahap
dan
papan
selama pelaksanaan
dipanti
(tempat
tinggal
melaksanakan
pelayanan
tersebut
mengimplementasikan pendekatan intervensi mikro kepada individu, dan keluarga. 3. Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber Daya Manusia di Panti Sosial Bina Remaja sangat lengkap, masing-masing pekerjaan memiliki staf-staf terampil dan profesional sesuai dengan bidang pendidikan dan jabatannya masingmasing.Jabatan/kedudukan pekerjaan disesuaikan dengan tingkat pendidikan, tingkat golongan jabatannya masing-masing berdasarkan kualitas yang para staf miliki masing-masing, dan penempatan jabatan/kedudukan pekerjaaan pun sangat tepat, para staf juga bekerja
5
Observasi Pemberian Pelayanan, Tebet, Senin 7 Juli 2014
111
sesuai dengan keahliannya masing-masing dengan manajemen waktu yang baik. 4. Fasilitas Penunjang Fasilitas dalam sarana dan prasarana rehabilitasi merupakan sesuatu yang memperlancar setiap tindakan, pelaksanaan atau kegiatan rehabilitasi, namun pada kenyataannya PSBR “Taruna Jaya” tidak memiliki fasilitas sarana dan prasarana penunjang yang mencukupi, seperti ruangan khusus untuk konseling tidak tersedia, karena memang pihak panti tidak menyediakan ruangan tersendiri khusus untuk layanan konseling, kemudian beberapa peralatan di kelas keterampilan yang kurang memadai. Meskipun terdapat beberapa kekurangan fasilitas dan peralatan penunjang rehabilitasi PSBR “Taruna Jaya” melakukan kerjasama dengan para pekerja medis seperti dokter dari Puskesmas Kecamatan Tebet, psikolog dari RS.Kanker Dharmais dalam memberikan konseling dan pelayanan kesehatan kepada WBSserta para Instruktur keterampilan dalam memberikan pelatihan dan bekal ilmu keterampilan untuk WBS yang didatangkan dari Balai Latihan Kerja. Fasilitas penunjang lain seperti mobilitas sudah mencukupi, seperti penempatan Praktek Belajar Kerja PSBR “Taruna Jaya”
bekerjasama
dengan
perusahaan/instansi
terkait
untuk
penyaluran kerja bagi WBS. Dilihat dari sarana dan prasarana rehabilitasi yang ada di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” terdapat beberapa kendala pada fasilitas penunjang pelaksanaan program rehabilitasi tersebut. Kendala-
112
kendala yang terjadi, yaitu tidak tersedianya ruangan konseling khusus tersendiri, kelengkapan alat keterampilan yang kurang di kelas keterampilan salon, komputer, dan kelas menjahit.6 b. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Dalam Bentuk Pelayanan Bentuk pelayanan yang diberikan PSBR “Taruna Jaya”, disesuaikan dengan
hak-hak
anak
yang
telah
diatur
dalam
undang-undang
perlindungan anak. Bentuk pelayanan tersebut diantaranya adalah: 1. Pelayanan Pengasaramaan Pelayanan pengasramaan sesuai dengan undang-undang RI nomor 23 tentang perlindungan anak pada pasal 4 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh berkembang secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan diskriminasi. Pelayanan pengasramaan yang diberikan oleh PSBR “Taruna Jaya” telah menyediakan 8 kamar yang luas, yang difasilitasi dengan Air Conditioner (AC) untuk dikamar asrama warga binaan sosial kamar Cut Nyak Dien, meskipun tidak semua kamar difasilitasi dengan AC maupun kipas angin, lemari masing-masing warga binaan sosial, dan tempat tidur, dan bisa terisi sebanyak 20 orang dalam satu kamar.7 2. Pelayanan Kebutuhan Pangan Pada pasal 4 dijelaskan bahwa anak memiliki hak untuk hidup dan tumbuh kembang secara wajar, dalam penjelasan tersebut PSBR
6
Observasi Fasilitas Panti, Tebet, Senin, 14 Juli 2014 Observasi keadaan kamar pada saat penelitian, Tebet, Jum’at 15 Agustus 2014
7
113
“Taruna Jaya” memberikan pelayanan kebutuhan pangan sebagai pemenuhan kebutuhan terhadap anak. Pelayanan kebutuhan pangan merupakan pelayanan pemberian makan kepada anak jalanan dan warga binaan sosial lain. Jadwal pemberian makan PSBR “Taruna Jaya” dilakukan 3 kali dalam sehari diantaranya pada waktu pukul 07.00 makan pagi, pukul 12.30 makan siang, dan pukul 19.30 makan malam dengan berbagai menu yang bervariasi dan memenuhi kelayakan standar gizi yang baik.8 Selama bulan ramadhan untuk sahur dilakukan pada pukul 03.00 dan berbuka puasa pada pukul 18.00.Pelayanan kebutuhan pangan ini sangat terlihat jelas bahwa warga binaan sosial mendapatkan pemenuhan kebutuhan makan yang baik dan warga binaan sosial teratur dalam makan khusus bagi anak jalanan. Hal ini merupakan salah satu perubahan yang diterima bagi dirinya sebab selama mereka di jalanan belum tentu mereka bisa makan teratur seperti yang diberikan oleh pihak PSBR kepada warga binaan sosial, menurut informan yang penulis wawancarai ia bisa makan biasanya dalam sehari hanya sekali saja dan itupun juga kalau bisa menemukan makanan, kalau tidak menemukan ia tidak makan.9 3. Pelayanan Konseling Pelayanan konseling yang terdapat di PSBR “Taruna Jaya” diantaranya adalah: a. Pelayanan Konseling Individu (casework) 8
Observasi ruang makan, Tebet, Jum’at 15 Agustus 2014 Wawancara Pribadi dengan Klien Anak Jalanan, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014
9
114
1. Konseling dan Konsultasi psikologis Konseling dan konsultasi psikologi diberikan kepada warga binaan
sosial
yang
mengalami
ketidakseimbangan
psikologisnya.Konseling dan konsultasi yang dilakukan anak dibicarakan kepada para pendamping anak-anak tersebut termasuk pekerja sosial. 2. Pendampingan Anak Setiap anak yang menjadi warga binaan sosial di PSBR “Taruna Jaya” mendapat pendamping untuk memantau perkembangan anak.Satu orang pendamping memiliki 4 sampai 6 anak dampingan. b. Pelayanan Kelompok 1. Terapi dan Konseling Kelompok (groupwork) Terapi
dan
konseling
kelompok
diberikan
untuk
meminimalisir terjadinya konflik antar kelompok ataupun konflik yang terjadi di dalam kelompok, membangun kerjasama kelompok, role play (pergantian peran), dan pemecahan permasalahan secara bersama-sama.Terapi dan konseling ini diberikan oleh pendamping tiap-tiap kelompok. “Terapi kelompok ini biasanya melalui dinamika kelompok dengan mengadakan permainan (games) dan kelompok diskusi misalnya game kapal pecah nanti diakhir sama-sama diskusi apasih yang didapat dari game ini kan itu mendidik mereka bahwa ternyata kita tuh harus bekerja sama kita tuh harus kompak satu sama lain, hal ini pekerja sosial berperan sebagai edukator
115
karena kita memberikan edukasi kepada mereka melalui game dari dinamika kelompok tersebut.”10 2. Pendampingan Kelompok Pendampingan
kelompok
dilakukan
agar
adanya
pengontrolan di tiap-tiap kelompok, adapun peran pendamping sebagai mediator (penengah) di dalam kelompok apabila dalam pembagian kelompok tugas terjadi konflik, dan membantu warga binaan sosial untuk bisa diajak bekerjasama dalam kelompok. 3. Pelayanan Kesehatan Pelayanan di PSBR “Taruna Jaya” diberikan sebagai wujud dari pemenuhan kebutuhan hak anak untuk memperoleh kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Hal tersebut sesuai dengan UU Perlindungan Anak Pasal 8. Pelayanan kesehatan yang tersedia di PSBR “Taruna Jaya” adalah pelayanan pencegahan terhadap penyakit terutama penyakitpenyakit menular melalui penyuluhan kesehatan diantaranya penyuluhan mengenai bahaya rokok, napza, dan HIV/AIDS, pemeriksaan kesehatan rutin setiap dua minggu sekali bagi warga binaan sosial yang menderita sakit maupun tidak, serta perujukan dan pengobatan ke puskesmas atau ke rumah sakit bagi warga binaan sosial yang menderita sakit yang parah untuk hal tersebut PSBR “Taruna Jaya” meyediakan persedian obat-obatan khusus 10
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 18 juli 2014
116
untuk sewaktu-waktu apabila ada WBS yang menderita sakit jadi bisa segera diberikan obat dahulu untuk penanganan sementara sebelum ditangani oleh medis. “Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada anak-anak disini kami selaku dokter memberikan pembelajaran kepada mereka mengenai perilaku hidup sehat, penyuluhan umum mengenai kesehatan seperti bahaya dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza), dampak dan bahaya merokok, serta HIV/AIDS, serta pemeriksaan kesehatan rutin setiap jum’at.”11 4. Pelayanan Pendidikan Pelayanan pendidikan yang diberikan PSBR “Taruna Jaya” dengan memberikan pemenuhan kebutuhan pendidikan kejar paket A, B, dan C. Hal ini dilakukan karena sebagian besar anak-anak yang berada di PSBR “Taruna Jaya” pendidikannya terlantar, maka pihak PSBR “Taruna Jaya” membantu memenuhi kebutuhan tersebut meskipun tidak sekolah formal tetapi mereka bisa mengikuti pendidikan mereka yang terputus dengan kejar paket tersebut, hal ini juga dilakukan agar saat mereka selesai melaksanakan praktek belajar kerja bisa segera mendapatkan ijazah kejar paket tersebut yang nantinya digunakan untuk melamar kerja di luar lingkungan panti apabila sudah melakukan terminasi. 5. Pelayanan Keterampilan Pelayanan keterampilan ini disediakan untuk memberikan suatu keterampilan kepada anak jalanan dan warga binaan sosial lain, guna untuk memberikan keahlian kepada mereka, sehingga setelah
11
Wawancara Pribadi dengan Dokter Fadhlina, Tebet, Jum’at 18 juli 2014
117
mereka keluar dari panti ini diharapkan mereka memiliki keahlian masing-masing
dan
dapat
mengembangkannya
untuk
mencari
pekerjaan atau untuk bewirausaha membuka usaha mandiri yang sesuai dengan keahlian yang mereka miliki yang didapatkan selama mengikuti kegiatan keterampilan di PSBR “Taruna Jaya”. Pelayanan keterampilan ini, juga merupakan serangkaian usaha yang ditujukan kepada warga binaan sosial untuk mengetahui, mendalami, dan menguasai suatu bidang keterampilan kerja, sehingga diharapkan mereka bisa menjadi tenaga yang ahli dan terampil dalam bidang keterampilan yang dimilikinya yang memungkinkan untuk mendapatkann pekerjaan dan penghasilan yang layak. Adapun program keterampilan yang disediakan di PSBR “Taruna Jaya” adalah salon, menjahit, komputer, las, ac, otomotif, dan service hp. Pelayanan keterampilan ini memberikan dampak/pengaruh/perubahan yang sangat positif bagi informan anak jalanan. Hal ini diungkapkan oleh Anes sebagai berikut: “Anes jadi dapet ilmu dan punya keahlian baru, sekarang anes jadi tau gimana caranyacreambath yang benar dari cuci rambut, keramas, dibilas dilap pake handuk setelah itu rambut dipakein cream sampe rata dipijat di kulit kepala, massage (dipijat) sampe punggung pake minyak khusus massge, abis itu di steamer selama 5 menit, dibilas, dikasih hair tonic sama vitamin rambut, dikeringin pake hair dryer terus diblow. Anes jadi ngerti dandan udah bisa dandan dikit-dikit, make-up in orang juga udah bisa tapi baru bisa pake bedak blush on sama mascara aja kalo make-up saya belum terlalu bisa karena tanganny masih kaku belum terbiasa, rebonding, smoothing, catrambut juga udah bisa, refleksi kaki sama massage (pijat) lengan. Kalo buat nail art saya belum bisa karena susah belajarnya dan butuh kesabaran yang lebih. Tapi kalo buat ngecat rambut disini cat rambutnya ngga ada jarang tersedia, kalo misalkan ada
118
yang mau ngecat disini harus modal bawa cat sendiri nanti disini tinggal dicatin aja.”12 6. Pelayanan Bimbingan Mental Pelayanan
bimbingan
mental
merupakan
bentuk
pemenuhan hak-hak anak yang terdapat dalam pasal 8 yang menyatakan setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Pelayanan ini disediakan untuk pemenuhan perkembangan mental dan perubahan mental, spiritual pada anak jalanan dengan merubah sikap normatif mereka agar lebih baik.Kegiatan bimbingan mental ini merupakan kegiatan wajib bagi semua warga binaan sosial yang ada di PSBR “Taruna Jaya”. Kegiatan bimbingan mental ini diantaranya kegiatan kesadaran hukum (kadarkum) ini ditujukan untuk merubah anak jalanan agar bersikap disiplin dalam kehidupannya dan agar tercipta kesadaran diri mereka untuk taat pada peraturan dan hukum
serta
tertib
dalam
melakukan
apapun
dalam
kehidupannya.Dengan diberikan pemahaman tersebut diharapkan anak jalanan bisa bersikap normatif dengan wajar, dan memiliki rasa takut untuk tidak bersikap/bertingkah laku diluar peraturan yang berlaku di panti maupun di masyarakat, agar mereka bisa bersikap sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
12
Wawancara Pribadi dengan Klien (Informan Anak Jalanan), Tebet, Jum’at 18 juli 2014
119
Bimbingan agama islam dengan melaksanakan solat berjama’ah, mengaji, dan ceramah oleh ustadz. Bagi yang beragama
nasrani
kegiatan
bimbingan
rohani
juga
tetap
dilaksanakan setiap hari sabtu dan minggu dengan mendatangkan pembimbing agama dari luar lingkungan panti. 7. Pelayanan Rekreasi dan Hiburan Kegiatan rekreasi dan hiburan diberikan kepada warga binaan sosial agar tidak mengalami kejenuhan/kebosanan ketika WBS menjalani program rehabilitasi, dan hal tersebut dilakukan sesuai dengan pemenuhan hak anak dalam pasal 11, bahwa setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasan dan pengembangan diri. Kegiatan rekreasi biasanya dilakukan setiap setahun sekali sebelum warga binaan sosial melaksanakan praktek belajar kerja. Kegiatan rekreasi tersebut biasanya melaksanakan outbond yang bertujuan untuk membangun kerjasama antara WBS
dan
membangun kepercayaan diri WBS, kunjungan wisata sekedar jalan-jalan ke tempat wisata untuk sekedar refreshing bagi WBS setelah menjalani rutinitas rehabilitasi di PSBR “Taruna Jaya”. “Kegiatan outbond dan rekreasi dilakukan setiap satu angkatan sekali, kalau tahun kemarin ke Bogor di Jungle Land, kalau tahun ini ke Taman Safari bulan Agustus ini sebelum anak-anak pkl.” 13 13
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014 dan Jum’at 15 Agustus 2014
120
Pengisian waktu luang dengan bermain, bergaul dengan sesama WBS, mengisi waktu luang dengan hal positif dengan menonton tv, bermain musik (band), bermin bola, atau belajar di lab/kelas keterampilan komputer.14 Kegiatan tersebut dilakukan untuk menghilangkan kejenuhan dan stress yang dialami oleh WBS. Selain itu dalam kegiatan ini diizinkan bagi WBS untuk pulang kerumah masing-masing yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada WBS bertemu dengan keluarga, sebagai bentuk pemenuhan hak anak untuk mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtua mereka.Biasanya izin pemulangan dalam rangka libur awal puasa, dan libur pada hari raya lebaran. C. Implementasi
Rehabilitasi
Sosial
Dalam
Intervensi
Mikro/Terapi
Individu) Kepada Warga Binaan Sosial Anak Jalanan Implementasi intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi di Panti sosial Bina Remaja ‘Taruna Jaya” sangat terlihat pada proses pemberian pelayanan konseling kepada warga binaan sosial. Selain itu, pendekatan ini juga terlihat pada penyelenggaraan berbagai jenis pelayanan rehabilitasi. 1. Proses Intervensi Mikro Individu Intervensi mikro merupakan proses yang membantu warga binaan sosial membangkitkan kembali potensi, motivasi, dan asa dalam diri mereka. Intervensi ini menggunakan metode casework melalui proses layanan konselingkepada warga binaan sosial anak jalanan oleh pekerja sosial. Konseling mengenai masalah anak jalanan media paling efektif 14
Observasi kegiatan luang Warga Binaan Sosial di PSBR Taruna Jaya selama penelitian, Tebet, Juli-Agustus 2014
121
dalam upaya mencapai tujuan dan program rehabilitasi. Pekerja sosial dalam hal ini dituntut untuk menjalankan prinsip dasar kesejahteraan sosial yaitu menerima apapun keluh kesah warga binaan sosial dan menerima apa adanya ke anak jalanan tersebut, dengan demikian pekerja sosial mampu memahami apa yang terjadi pada warga binaan. Melalui konseling, pekerja sosial dapat menggali informasi dari warga binaan sosial mengenai permasalahan yang dialami. Dimana masalah yang dialami warga binaan sosial alami selama menjadi anak jalanan, antara lain: a. Membantu perekonomian keluarga b. Anak korban percerain kedua orangtuanya c. Anak dari keluarga mampu yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang kedua orang tuanya karena kedua orang tuanya sibuk bekerja tidak pernah meluangkan waktu untuk anaknya d. Merasa jenuh dan tertekan karena selalu dikekang oleh kedua orangtuanya e. Ingin hidup bebas tanpa aturan dan paksaan dari siapapun Warga binaan sosial mengungkapkan kondisi-kondisi tersebut selama proses konseling berlangsung. Proses konseling tersebut berlangsung dalam bagan berikut:15
15
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014
WBS datang sendiri menemui langsung pekerja sosial/pekerja sosial 122 mendatangi WBS Melalui konseling, WBS mengungkapkan dan menceritakan semua permasalahan yang dihadapi
Pekerja Sosial mengadakan wawancara terhadap klien dan keluarganya dan pemberian motivasi serta penguatan-penguatan kepada WBS Pekerja Sosial memberikan terapi yang diperlukan melalui assesmen, rencana intervensi, pelaksanaan evaluasi, evaluasi sampai terminasi termasuk pengubahan perilaku melalui pemberian penghargaan seperti pemberian pujian dan pemberian hukuman kepada WBS yang melanggar aturan dan berbuat salah serta menerapkan token ekonomi dengan memberikan bintang Bagan diatas, menjelaskan proses konseling yang berlangsung berdasarkan dari sudut pandang klien dan sudut pandang pekerja sosial yang digabungkan menjadi satu. Proses intervensi mikro itu sendiri memiliki tahapan-tahapan yang diaplikasikan pada proses konseling anak jalanan oleh pekerja sosial. Tahapan-tahapan tersebut antara lain: a. Tahapan Penelitian Tahapan ini pekerja sosial menggali informasi kepada warga
binaan
sosial
mengenai
kondisi,
kebutuhan,
dan
permasalahan yang terjadi. Tahapan penelitian menjadi tahapan awal dimana pekerja sosial mengadakan kesepakatan dengan WBS, mengenai kegiatan apa saja WBS akan lakukan bersama pekerja sosial. Sikap penerimaan dan menjaga kerahasiaan yang pekerja sosial lakukan kepada WBS akan memperkuat relasi yang terjalin antara mereka.
123
Pada tahapan ini WBS juga mengungkapkan keinginan, kondisi, dan tujuan menjalani proses rehabilitasi. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Eni Sumiaty, S.ST sebagai berikut: “Kita memulai dengan proses konseling awal dengan menggali informasi dari mereka, keinginan/harapan mereka, dan kondisi mereka sepertia apa. Kita juga melakukan kesepakatan terlebih dahulu mau ngapain aja jadi kita sudah jelaskan dari awal apa saja yang mau kita lakuin di kesepakatan awal itu ya ada yang mau untuk lanjut ada yang ngga bersedia.”16 b. Tahapan Asesmen Pada
tahapan
ini,
pekerja
sosial
mengidentifikasi
permasalahan yang dialami oleh WBS, sehingga pekerja sosial akan mendapatkan pemahaman yang menyeluruh terhadap permasalahan WBS. Pekerja sosial memberikan layanan konseling pada semua WBS baik anak yang berlatar belakang masalah sosial karena putus sekolah, terlantar dari keluarga tidak mampu, dan anak jalanan.WBS anak jalanan berasal dari status sosial dan ekonomi yang kebanyakan mereka tingkat perekonomiannya rendah. Hal ini diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Masalah yang dihadapi anak jalanan memang umumnya karena ekonomi yang kurang sehingga mereka memutuskan untuk membantu perekonomian keluarga dengan turun ke jalan ngamen, jadi joki, dan selalu mengahbiskan waktu mereka di jalan, kalau kiranya uang yang dihasilkan sudah cukup mereka pulang kerumah untuk ngasih hasil kerja mereka di jalan ke orang tua.”17
16
Wawancara Pribadi dengan Staf Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut, Tebet, Senin 14 Juli
2014 17
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014
124
c. Tahapan Intervensi Pelaksanaan program rehabilitasi, pekerja sosial sudah melakukan intervensi yang efektif sejak kontak awal.Pekerja sosial mengembangkan intervensi awal melalui sikap menerima dan menjaga rahasia WBS yang optimal terhadap permasalahan maupun perasaan klien, pada tahapan ini pekerja sosial memberikan masukan saran dan ataupun terapi yang sesuai dengan kebutuhan permasalahan WBS.Dalam tahapan ini pekerja sosial juga memberikan rujukan mengenai alternatif kegiatan penting yang tersedia di dalam panti untuk WBS, seperti bimbingan sosial dan keterampilan. Setelah WBS mengetahui alternatif
tersebut
WBS memutuskan alternatif apa yang akan diambil dan dijalankan. Hal ini diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Intervensi ini biasanya diberikan seperti pemberian saran, masukan, dan motivasi untuk WBS khusunya anak jalanan harus pinter-pinternya kita cari cara supaya mereka nyaman sama kita jadi mereka bisa mau terima saran, masukan, dan motivasi, selain itu juga bantu untuk mengikutsertakan mereka ikut kegiatan bimsos dan keterampilan karena kan kedua kegiatan itu paling penting dan merupakan salah satu cara untuk melakukan perubahan kepada mereka.”18 d. Tahapan Terminasi Tahapan terminasi terjadi keika WBS sudah dapat melakukan aktifitas rutinnya dengan mandiri.Dalam hal ini, WBS telah menjalani layanan bimbingan sosial dan keterampilan dengan baik. Terminasi juga terjadi ketika WBS telah mencapai kekuatan,
18
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014
125
dan kembalinya kepercayaan diri mereka di tahap ini WBS juga menentukan langkah-langkah apa saja yang harus ia ambil dan tidak harus diambil. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Eni Sumiaty, S.ST sebagai berikut: “Kalau terminasi disini ya kita melihat semua pencapaian WBS dirasa mampu mandiri dalam memutuskan untuk dirinya sendiri yang menurutnya itu tepat dan baik untuk dirinya, serta percaya dirinya sudah kenbali dengan begitu kita putuskan untuk mengakhiri pelayanan.”19 Pada pelaksanaannya, tahapan terminasi tidak berlangsung formal dan kaku, tetapi berlangsung dengan santai. Diharapkan setelah
proses
terminasi
berakhir
tidak
menimbulkan
ketergantungan kepada WBS karena apabila WBS mengalami ketergantungan dengan pekerja sosial akan sulit untuk lepas dan mandiri seperti yang diharapka pekerja sosial, dengan begitu tahapan terminasi menjadi tidak jelas implementasinya. Selain menerapkan proses intervensi mikro individu dengan efektif, pekerja sosial juga melaksanakan proses tersebut dengan menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Menerima WBS apa adanya, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan WBS, dengan begitu pekerja sosial dapat memahami apapun kondisi WBS, dan membantu WBS memahami dan menerima kondisinya. b. Partisipasi WBS, Pekerja sosial mengajak WBS untuk ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang menunjang proses rehabilitasi 19
Wawancara Pribadi dengan Staf Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut, Tebet, Senin 14 Juli
2014
126
melalui pembinaan fisik/kesehatan, mental, sosial, dan pelatihan keterampilan kerja. c. Menyerahkan keputusan pada WBS, pekerja sosial hanya memberikan saran/rujukan/alternatif kegiatan kepada WBS, dan pekerja sosial tidak boleh memaksakan kehendak kepada WBS untuk melakukan rujukan tersebut. d. Individualisasi WBS, pekerja sosial menyadari bahwa kondisi, kebutuhan, dan permasalahan setiap WBS secara individual berbeda, sehingga mengakibatkan permasalahan WBS yang berbeda juga. e. Terjalinnya relasi dengan WBS, melalui konseling
pekerja
sosial mengadakan kesepakatan dengan WBS dan menjaga rahasia WBS sehingga hal tersebut dapat memperkuat jalinan relasi, WBS pun percaya dan merasa nyaman kepada pekerja sosial
dan
dengan
leluasa
dapat
menceritakan
semua
permasalahan yang dialaminya. Prinsip ini merupakan salah satu prinsip yang paling penting dalam keberlangsungan proses rehabilitasi. f. Kerahasiaan, pada prinsip ini tidak terdapat ruangan khusus program rehabilitasi untuk konseling, menyebabkan kerahasiaan WBS sulit terjagasehingga proses konseling sangat mudah terlihat, karena dilakukan diruangan terbuka. Meskipun konseling dilakukan diruangan terbuka pekerja sosial tetap menjaga apapun yang menjadi permasalahan WBS karena
127
prinsip ini merupakan salah satu kode etik pekerja sosial yang harus diterapkan dan dipegang teguh oleh pekerja sosial. 2. Proses Intervensi Mikro Keluarga Keluarga sebagai lingkungan terdekat WBS menjadi sumber kekuatan tersendiri bagi WBS.Keluarga merupakan faktor penting yang
dapat
menunjang
rehabilitasi
meskipun
WBS
banyak
mengahabisakan waktu di panti.Program rehabilitasi tidak hanya menyelenggarakan konseling kepada WBS secara individual saja melainkan juga melakukan konseling kepada keluarga WBS.Terutama bagi orang tua yang memiliki anak jalanan. Konseling keluarga ini menggambarkan implementasi dari proses intervensi miko keluarga dengan proses yang menerapkan mode eksperensialmenitikberatkan pada pengalaman-pengalaman yang keluarga alami pada saat timbulnya masalah. Permasalahan umum yang mereka alami adalah: a. Tuntutan ekonomi sehingga anak memutuskan untuk membantu perekonomian keluarga dengan bekerja turun ke jalan b. Belum mengetahui bagaimana cara mengasuh dan menangani anak dengan baik c. Mencemaskan masa depan anak Selain melalui konseling keluarga, program rehabilitasi juga mengupayakan proses intervensi keluarga melalui kunjungan rumah (home visit), konsultasi keluarga. Sebelum mengadakan kunjungan rumah, pekerja sosial terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap WBS, identifikasi yang dilakukan adalah untuk menentukan WBS
128
mana saja yang membutuhkan layanan kunjungan rumah.Setelah identifikasi, pekerja sosial membuat jadwal kunjungan dan menjalin komitmen dengan keluarga WBS.Tahapan-tahapan intervensi mikro keluarga tidak jauh berbeda dengan tahapan-tahapan pada intervensi mikro terdiri dari tahapan penelitian, asesmen, dan intervensi. Kunjungan rumah (home visit) dilakukan untuk beberapa kepentingan, diantaranya untuk kebutuhan pada saat proses asesmen, saat warga binaan sosial mengalami masalah, dan untuk mempererat tali silaturahmi antara pihak panti dengan keluarga warga binaan sosial, serta menyamakan persepsi pelayanan dan penanganan WBS selama di panti. Kegiatan ini berlangsung setiap satu tahun kepada 60 anak dalam jangka waktu yang tidak menentu.Adapun kegiatan kunjungan rumah (home visit), yaitu: 1. Melakukan penjajakan dan kunjungan ke rumah WBS untuk mencari tahu keadaan rumah keluarga, ekonomi keluarga, perkembangan anak-anak mereka, menceritakan anak mereka selama menjalani rehabilitasi sosial di panti serta mencari tahu tentang anak mereka selama tinggal bersama keluarga di rumah apa yang dilakukan anak dalam kesehariannya di rumah. 2. Mendalami dan menggali informasi yang bermanfaat dan menunjang proses konseling itu sendiri. 3. Memberikan penyuluhan atau informasi kepada keluarga sebagai lingkungan/sistem sumber terdekat WBS, karena WBS tidak
129
dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan butuh keluarga yang harus ikut serta dalam upaya menyelesaikan masalah WBS. Sedangkan konsultasi keluarga merupakan kegiatan saling sharing atau tukar pikiran dengan orang tua WBS, pekerja sosial dan staf lain yang berhubungan langsung dengan pelaksanaan program rehabilitasi kepada WBS. Dalam hal ini pekerja sosial berperan sebagai mediator, edukator, dan fasilitator. Peran konsultasi keluarga ini sangat penting dalam membantu orang tua WBS bertukar informasi dan mendapatkan pembelajaran untuk meningkatkan fungsi-fungsi keluarga dalam pengasuhan anak, peningkatan relasi yang wajar antara orangtua dan anak, pemenuhan kebutuhan dan hak-hak anak seperti kelangsungan hidup, tumbuh kembang, dan perlindungan. Hal ini diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Kegiatan konsultasi keluarga ini merupakan salah satu problem solving yang kita lakukan dengan mengundang para orang tau untuk sama-sama memecahkan permasalahan anak mereka, saling menceritakan masalah anak mereka masing-masing, dan mempertemukan mereka dalam satu forum karena anak-anak mereka yang ada di panti ini semuanya megalami masalah sosial. Kegiatan konsultasi keluarga ini dilakukan setiap 3 bulan sekali.”20 3. Proses Intervensi Mikro Kelompok Kecil Dalam kelompok kecil ini, pembentukan kelompok yang terbentuk secara alami dalam PSBR “Taruna Jaya” yaitu kelompok rekreasi, kelompok olah raga, kelompok penggemar futsal, dan kelompok penggemar musik band. Dalam proses intervensi kelompok kecil ini menggunkan metode groupwork melalui dinamika kelompok. Adapun
20
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014
130
tujuan dari dinamika kelompok yang dilakukan psikolog dan pekerja sosial, dikemukakan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Untuk mengajarkan warga binaan sosial bekerjasama, memahami orang lain, bergaul, menjalin relasi, cara berkomunikasi yang baik dengan teman. Peran yang dilakukan pekerja sosial dalam dinamika kelompok sebagai fasilitator dan edukator yang menyediakan fasilitas dan memberikan pengetahuan atau pembelajaran kepada warga binaan sosial.”21 D. Tahapan Rehabilitasi Rehabilitasi sosial anak jalanan dilaksanakan melalui suatu rangkaian proses yang mengacu pada tahapan pertolongan pekerja sosial kepada klien yaitu anak jalanan.Klien atau anggota penerima rehabilitasi sosial adalah para anak jalanan hasil dari motivasi dan seleksi yang dilakukan oleh para pekerja sosial dan pegawai PSBR “Taruna Jaya” Tebet, serta hasil penangkapan dari petugas satuan polisi pamong praja. Rehabilitasi sosial ini diberikan kepada warga binaan sosial yang tertarik untuk mengikutinya dan bagi mereka yang tidak berminat, pihak PSBR “Taruna Jaya” tidak memaksa, karena jika mereka dipaksa akan percuma sebab mereka bisa kabur. Mereka yang mengikuti pelayanan di PSBR “Taruna Jaya” ini berdasarkan kemauan diri sendiri dan ada juga beberapa hasil dari jangakaun dari lembaga lain ataupun dari jangkauan satpol pp. Mereka mengikuti pelayanan di PSBR “Taruna Jaya” kebanyakan adalah remaja yang putus sekolah, terlantar, bermasalah sosial, dan anak jalanan.
21
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014
131
Pendamping atau pembimbing yang memberikan rehabilitasi sosial di PSBR Taruna Jaya ini adalah mereka yang disebut sebagai pekerja sosial (peksos) baik yang lulusan STKS Bandung, PTN/S maupun lulusan tingkat SMA/SMK jurusan pekerjaan sosial. Rehabilitasi sosial yang diberikan PSBR “Taruna Jaya” ini berlangsung selama 6 (enam) bulan dan paling lamanya selama 1 tahun, mereka diberikan berbagai macam jenis-jenis rehabilitasi dalam bentuk pelayanan antara lain; pelayanan pengasramaan, pelayanan kebutuhan pangan, pelayanan konseling, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan keterampilan, pelayanan bimbingan mental, pelayanan rekreasi dan hiburan. Pemberian rehabilitasi sosial di PSBR “Taruna Jaya”, memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Pendekatan Awal Pada tahap pendekatan awal ini adalah serangkaian kegiatan untuk mendapatkan pengakuan atau bantuan, dan peran serta dalam pelaksanaan
program,
termasuk
upaya
memperoleh
gambaran
potensialitas sumber-sumber pelayanan, pasar usaha, kerja keras serta untuk mendapatkan calon klien. Tahapan Pendekatan awal yang dimaksud,
meliputi
kegiatan-kegiatan
orientasi,
penjangkauan,
observasi, identifikasi, motivasi, dan seleksi dengan rincian sebagai berikut:
132
a. Orientasi dan Konsultasi Orientasi yaitu kegiatan pengenalan program pelayanan kepada instansi-instansi teknis, dan pilar-pilar partisipan usaha kesejahteraan sosial yang terkait untuk mendapatkan pengesahan/pengakuan/ dukungan/bantuan/kemudahan bagi kelancaran pelaksanaan program/ kegiatan, serta untuk mendapatkan gambaran tentang studi kelayakan permasalahan. Orientasi dan konsultasi ini dilaksanakan di dalam masyarakat dan pelaksanaannya adalah para petugas dari Lembaga Kesejahteraan Sosial yang mempunyai program, selain itu orientasi dan konsultasi ini dapat dilaksanakan dalam bentuk pertemuan dengan tokoh masyarakat serta pimpinan wilayah setempat, misalnya Camat, Kepala Desa, RT, RW, PKK, serta organisasi-organisasi sosial yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial yang ada di wilayah tersebut. b. Penjangkauan Penjangkauan merupakan suatu upaya strategi untuk menjangkau individu atau kelompok (klien) didalam masyarakat yang tidak mampu mengakses pelayanan sosial. Pendekatan awal pertama kali dilakukan oleh PSBR Taruna Jaya dalam bentuk orientasi dan konsultasi, serta penjangkauan . Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST, selaku Pekerja Sosial sebagai berikut: “Jadi proses penjangakuan itu kita melakukan sosialisasi programprogram yang ada di panti ke sudin, sudin tenaga kerja sub dinas sosial, lsm, tksk (tenaga kesejahteraan sosial kecamatan), psm (pekerja sosial masyarakat), dan masyarakat untuk kita rekrut anak-
133
anak tersebut (calon wbs) yang sebelumnya memang sudah mendapatkan pelayanan dari rumah singgah ataupun panti lain yang sebelumnya menampung mereka. Selain itu kita juga menjangkau wilayah yang terdapat anak-anak yang dirasa dari keluarga tidak mampu, putus sekolah untuk kita rekrut kesini buat ngejalanin program-program yang ada disini. Untuk penjangkauan lebih diutamakan untuk wilayah DKI Jakarta karena kan panti sosial ini punya pemda (pemerintah daerah).”22 c. Observasi Observasi ialah kegiatan untuk melakukan pengamatan dengan upaya untuk mengumpulkan data yang yang tepat dan sebenarnya terkait untuk untuk mendapatkan warga binaaan sosial yang perlu dibina di PSBR Taruna Jaya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Observasi disini yang lebih kita lakukan itu bersamaan saat kami melakukan penjangkauan jadi penjangkauan dan observasi itu keduanya dilakukan secara bersamaan kita sekaligus mengamati dan turun langsung ke lapangan mencari anak-anak yang butuh akan pelayanan dan rehabilitasi sosial di PSBR yang sesuai dengan kriteria atau persyaratan yang sudah ditentukan di PSBR sendiri. Tujuan observasi ini sendiri juha berupaya agar kita bisa lebih teliti dan detail untuk bisa menentukan mana anak yang benar-benar sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial yang butuh ditempatkan di tempat semestinya dan layak mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial untuk memenuhi kebutuhan mereka agar kelar mereka bisa menjadi mandiri. kalau untuk observasi itu jadi kita datang ke rumah langsung (home visit) kirakira anak-anak itu banyak menghabiskan waktu dimana kita disana observasi juga.”23 d. Identifikasi Identifikasi ialah kegiatan upaya untuk memperoleh data yang lebih rinci tentang diri anak jalanan serta potensi lingkungan, termasuk sumber-sumber pelayanan dan pasaran kerja usaha, fasilitas.Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang 22
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4, Juli 2014 Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014
23
134
data permasalahan guna penetapan calon warga binaan sosial.Tahap (pelaksanaan) identifikasi ini meliputi kegiatan mulai dari kelengkapan administrasi, interview/wawancara, dan tes fisik serta tes kemampuan dasar. Dengan rincian sebagai berikut: a. Kelengkapan administrasi adalah memenuhi atau melengkapi semua persyaratan untuk menjadi warga binaaan sosial di PSBR Taruna Jaya. b. Interview/wawancara merupakan tanya jawab antara petugas pekerja sosial dengan calon warga binaan sosial untuk melengkapi data calon warga binaan sosial yang meliputi data diri calon warga binaan sosial (biodata), data orang tua/wali, data saudara kandung, serta pemilihan jenis keterampilan di awal, dan apabila nanti sudah menjalankan keterampilan yang dipilih diawal apabila warga binaan sosial tidak cocok atau sesuai dengan potensi minat dan bakatnya maka, warga binaan sosial bisa mengajukan pemindahan jurusan keterampilan lain kepada pekerja sosial. c. Tes fisik merupakan test kesehatan jasmani atau kebugaran tubuh calon warga binaan sosial. Terdiri dari tes kemampuan berlari, push up, sit up, dan scoot jump dalam waktu 2 menit. Setelah tes kebugaran tubuh tersebut semuanya dilakukan, kemudian tahap akhir adalah pencacatan hasil penentuan calon warga binaan sosial, yang lolos test karena memenuhi syarat
135
fisik atau tidak lolos test karena tidak memenuhi syarat fisik atau bisa juga diterima dengan catatan khusus. Setelah test fisik selesai dilakukan, test berikutnya adalah test kemampuan dasar untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
mereka
mengenai
pendidikan
dan
untuk
mengetahui tingkat intelegensi calon warga binaan sosial. Test kemampuan dasar ini terdiri dari 9 soal pilihan ganda campuran pelajaran pendidikan kewarganegaraan, etika sosial, teori keterampilan yang ada di PSBR Taruna jaya, dan soal matematika, dan dalam mengerjakannya calon warga binaan sosial hanya diberikan waktu selama 10 menit. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Identifikasi itu assesment jadi anak-anak yg kesini itu kita wawancara dulu, kita assesment dulu kayak gimana sih latar belakang keluarganya, masa lalunya kayak gimana apa dia dari keluarga broken, putus sekolah kalau untuk identifikasi ini sih lebih ke assesment itu wawancara, jadi identifikasi itu lebih ke assesment awalnya dimulai dari intake (pertemuan awal ataun kontak), kontrak, sampai ke proses pelayanan berikutnya, setelah wawancara ada tes fisik, tes kemampuan dasar, psikotest yang dilakukan oleh psikolog, dan kelengkapan administrasi yang berupa semua persyaratan kelayakan untuk menjadi warga binaan sosial di PSBR Taruna Jaya, kemudian motivasi dan seleksi.”24
24
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014
136
Dalam melaksanakan identifikasi kepada anak jalanan terdapat hambatan. Hal ini juga diungkapkan oleh Kak Ninik Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Identifikasi terhadap anak jalanan kita melakukan triangulasi karena mereka suka bohong dan karakter mereka suka beralasan bahkan untuk inisial nama saja mereka suka bohong dan mereka juga tidak mempunyai kartu keluarga dan ijazah karena mereka sehari-harinya hidup di jalan.Cara yang kita lakukan dengan terus melakukan wawancara beberapa kali kita tanya-tanya berkali-kali, kemudian mengakrabkan anak pinter-pinternya kita menggunakan tehnik dan pendekatan ke anak, pemberkasan (case record).”25 e. Motivasi Motivasi ialah kegiatan program pengenalan kepada anak jalanan untuk menumbuhkan keinginan atau kemauan dan dorongan yang tinggi dalam mengikuti, melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial.Cara pelaksanaannya dapat dilaksanakan dalam bentuk
penyuluhan
secara
lisan,
langsung,
persuasif,
dan
meyakinkan.Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.Si, sebagai berikut: “Motivasi yang dimaksud itu kegiatan pengenalan program kepada penyandang masalah kesejahteraan sosial untuk menumbuhkan kemauan atau keinginan dan semangat untuk menjadi warga binaan sosial atau klien di panti ini, itulah tujuan motivasi yang kita lakukan di PSBR ini. Motivasi yang kita lakukan ini dimaksudkan agar terciptanya kelancaran pelaksanaan kegiatan operasional terutama dalam rangka mendapatkan calon warga binaan sosial yang benar-benar memiliki kesadaran sendiri maupun hasil dari penertiban dan titipan dari panti lain untuk
25
Wawancara pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014
137
memperbaiki kualitas hidupnya lebih baik lagi di masyarakat umum.”26 Ketika kami melakukan motivasi kepada calon warga binaan sosial di PSBR Taruna Jaya yang disampaikan kepada mereka, yaitu: “Kita memperkenalkan sekaligus menawarkan programprogram pelayanan dan rehabilitasi sosial yang ada di Panti ini, misalnya dari awal mereka masuk dan sudah berada disini kita pasti melakukan kegiatan mos untuk anak-anak baru, bimbingan fisik, bimbingan mental, dan bimbingan sosial sampai keterampilan itu kita kasih tau ke mereka dan kita ajak mereka untuk bisa ikut serta di semua kegiatan yang sudah kami programkan untuk mereka, apalagi anakanak yang ada disini kan anak yang bermasalah sosial semua entah dia karena putus sekolah, terlantar, dan anak jalanan, apalagi anak jalanan lebih baik mereka tinggal disini kan disini mereka bisa hidup layak dan berkecukupan kebutuhan dasar mereka, mereka disini jadi lebih bersih dan banyak yang bertahan disini, meskipun mereka disini hanya enam bulan saja, tetapi minimal mereka dapat baru ilmu atau pelajaran baru yang mungkin sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan terlebih lagi dengan pemberian keterampilan yang kami berikan itu juga menjadi salah satu modal untuk mereka bisa bekerja diluar dan mandiri setelah mereka selesai menjalani semua bentuk pelayanan dan rehabilitasi sosial di PSBR ini.”27 f. Seleksi Seleksi ialah kegiatan pengelompokkan penyandang masalah kesejahteraan sosialterutama yang sudah dimotivasi.Adapun tujuan dari seleksi untuk menetapkan calon yang definitif sebagai penerima pelayanan.Hasil selesksi di PSBR Taruna Jaya ini dilakukan berdasarkan hasil wawancara, tes pengetahuan umum (tes kemampuan dasar), dan tes fisik yang sudah dilakukan di tahap identifikasi
26
Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Bimbingan dan Pelatihan, Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.Si, Tebet, Senin 14 Juli 2014 27 Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Bimbingan dan Pelatihan, Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.Si, Tebet, Senin 14 Juli 2014
138
sebelumnya.Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.Si sebagai berikut: “Seleksi yang kita lakukan disini itu seperti ada undangan langsung untuk anak-anak yang tinggal diluar DKI Jakarta seperti anak-anak yang berasal dari Kepulauan Seribu, Pulau Untung Jawa, maupun pulau kelapa yang memang mereka semua anak-anak yang sesuai dengan persyaratan atau anak-anak yang hasil dari penjangkauan sebelumnya seperti anak jalanan yang sebelumnya sudah mendapat pelayanan di rumah singgah setelah kita lakukan penjangkauan kesana kita bisa langsung merekrut mereka untuk kita ajak tinggal di PSBR ini untuk bisa menjalankan program-program disini.”28 2. Tahapan Penerimaan Tahap
Penerimaan
administratif
maupun
ini teknis
merupakan meliputi
serangakaian registrasi,
kegiatan
persyaratan
administrasi, penempatan warga binaan sosial dalam panti dan penempatan dalam program pelayanan yang dilaksanakan pada saat calon penerima pelayanan hasil seleksi secara sah diterima sebagai swarga binaan sosial di panti. Kegiatan penerimaan tersebut adalah sebagai berikut: a. Registrasi Adalah kegiatan administrasi pencatatan dalam buku registrasi dan buku induk penerima pelayanan dan memberikan berbagai formulir isian untuk diisi sendiri oleh penerima pelayanan lengkap dengan segala informasi termasuk biodatanya.Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan peserta pelayanan yang definitif serta tersedianya informasi yang menyeluruh tentang kondisi obyektif mengenai 28
Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Bimbingan dan Pelatihan, Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.Si, Tebet, Senin 14 Juli 2014
139
penerima pelayanan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Cara pelaksaanan registarsi ini dengan menggunakan formulir isian registrasi yang telah disiapkan sesuai dengan jenis/sistem pelayanan dilengkapi rekomendasi hasil proses sebelumnya, melalui wawancara dengan peserta penerima pelayanan guna melengkapi daftar isian registrasi, bagi wbs yang dengan kesadaran diri mau melaksanakan rehabilitasi di panti bisa langsung mendaftarkan diri sedangkan registrasi bagi wbs anak jalanan hasil dari penertiban dan penitipan dari panti sebelumnya dibantu oleh petugas untuk mengisi formulir registrasi.Tahap pelaksanaan penerimaan meliputi registrasi ini yang pertama anak sampe sini kita daftar dulu juga ada buku registrasinya, buku induknya. Jadi di registrasi ini kan kita juga udah punya form sendiri jadi nanti mereka yg isi sendiri, terus selanjutnya administrasi kalau administrasinya itu terdiri dari yang pertama foto copy ijazah terakhir kalau ada (pendidikan terakhir), foto copy kk kalau bisa sih ini khusus untuk yang berdomisili di Jakarta soalnya kan ini panti milik pemerintah Jakarta, terus sktm dari kelurahan, foto copy ktp org tua atau yg bersangkutan yg sudah punya ktp kan anak remaja sudah 17 tahun keatas, terus pas foto 4x6 sebanyak 3 lembar, cek kesehatan terakhir surat keterangan sehat dari puskesmas atau rumah sakit.”29 b. Penempatan warga binaan sosial dalam panti dan program pelayanan rehabilitasi sosial Adalah kegiatan pengelompokan warga binaan sosial berdasarkan dari latar belakang jenis penyandang masalah kesejahteraan sosial.Bagi warga binaan yang berlatar belakang masalah putus sekolah, terlantar dari keluarga tidak mampuyang
bukanmerupakan hasil dari
penertiban, melainkan titipan dari keluarga ataupun datang sendiri ke panti, bisa langsung ditempatkan di asrama. Sedangkan bagi warga binaan sosial yang berlatar belakang dari jalanan atau biasa yang
29
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014
140
disebut anak jalanan merupakan hasil penjangkauan atau penertiban oleh satpol pp dan rujukan dari Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya. Pada saat datang ke PSBR Taruna Jaya, anak jalanan tersebut harus
ditempatkan
di
ruangan
khusus,
yaitu
kamar
isolasi/adaptasi/penyesuaian terlebih dahulu selama 1minggu sampai 2 minggu setelah itu baru mereka bisa diturunkan langsung ke asrama bergabung bersama dengan anak-anak lainnya. Selanjutnya penempatan warga binaan sosial dalam program pelayanan yaitu mengelompokkan bakat dan minat para warga binaan sosial dipadukan dengan program bimbingan.Khususnya program keterampilan kerja praktis yang sudah diprogramkan (sesuai dengan inventarisasi pasaran usaha/kerja) untuk menggali potensi keahlian yang dimiliki dan memperkaya keahlian agar terampil dan bisa menjadi mandiri. Dalam proses penerimaan setelah registrasi dilakukan oleh petugas registrasi yaitu pekerja sosial kemudian penempatan dalam program rehabilitasi sosial. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menetapkan pengelompokan warga binaan sosial pada jenis program pelayanan. Penetapan penegelompokan warga binaan sosial ini sesuai dengan hasil penelaahan dan pengungkapan masalah dan penetapan jenis program disesuaikan dengan minat dan bakat mereka. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Penempatan dalam panti atau pengasramaan jadi anakanak yang berasal dari PSBI itu kan anak-anak yang murni dari jalanan hasil penertiban jadi jadi sementara waktu dulu mereka datang kesini terus diassesment mereka tinggalnya
141
ngga langsung disatuin sama anak-anak yang lain nanti ada namanya itu kamar ruangan penyesuaian (adaptasi) dulu mereka dari seminggu sampai dua minggu adaptasi disitu dulu soalnya kalau anak-anak yg kayak gitu kan cenderung keras. Kemudian pelaksaan kegiatan MOS setelah itu anak dikenalkan dengan kegiatan-kegiatan di panti, diikutsertakan dan kegiatan MOS dilaksanakan selama 10 hari dari mulai pukul setengah 5 pagi sampai pukul setengah 8 istirahat malam”30 3. Pelaksanaan Perawatan, Pemelihaaan serta Asuhan dan Perlindungan Sosial Adalah upaya untuk memberikan pemenuhan kebutuhan kebada warga binaan sosial terutama kebutuhan dasar warga binaan sosial seperti sandang, pangan, dan papan yang dipadukan dengan pemberian program bimbingan fisik, bimbingan mental spiritual (rohani), dan bimbingan sosial serta bimbingan keterampilan. Perlindungan sosial yang diberikan PSBR “Taruna Jaya” ini sebagai perangkat kebijakan dan program yang sudah dirancang untuk mengurangi anak-anak yeng bermasalah sosial, kemiskinan, dan kerentanan dengan memberdayakan mereka.Mengikutsertakan mereka kedalam program bimbingan keterampilan, bimbingan sosial, mental, dan fisik agar mereka bisa memiliki keahlian dan bisa berfungsi sosial kembali di kehidupan keluarga dan masyarakat.PSBR “Taruna Jaya” juga melindungi warga binaan sosial dari bahaya yang dapat mengancam diri warga binaan sosial, dan menjamin keselamatan warga binaan sosial. Hal ini diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut:
30
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014
142
“Tahap perawatan dan pemeliharaan dimulai dari yang tadi awal dari mulai makan terus anak dapat pelayanan pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti sabun, pakaian layak pakai seperti seragam putih hitam, kaos olahraga training, seragam batik, pakaian dalam kami yang memfasilitasi.Pokoknya kalau misalkan perawatan pemeliharaan ini juga ada tes kesehatan dari bangun tidur, terus makan, terus kegiatan.”31 4. Pelaksanaan Assesment (Pengungkapan dan Pemahaman Masalah) Ialah upaya untuk menelusuri, menggali data warga binaan sosial.Mencari tahu faktor-faktor penyebab masalahnya, tanggapannya, serta kekuatan-kekuatan yang dimiliki dirinya dalam upaya membantu dirinya sendiri.Mengetahui kelemahan-kelemahan yang menjadi faktor penghambat yang dapat menjadi sumber masalah pada dirinya untuk bisa tumbuh dan berkembang dengan layak dan baik, sertamenggali potensi minat bakat yang dimilikinya. Pada tahap assesment ini juga meliputi kegiatan konsultasi permasalahan yang sedang dialami oleh warga binaan sosial, penelaahan masalah, pengungkapan dan pemahaman masalah serta potensi. Dalam tahap ini, bagi warga binaan yang memiliki masalah dengan jurusan keterampilan yang dijalankan, boleh dilakukan penentuan jurusan kembali atau pemindahan jurusan, dibantu oleh pekerja sosial dengan menggali sumber masalah yang membuat warga binaan menentukan kembali jurusan keterampilan atau pindah ke jurusan lain. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan permasalahan yang jelas tentang kondisi obyektif permasalahan, tingkat kecacatan, minat 31
Wawancara Pribadi dengan pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014
143
dan bakat dari warga binaan sosial guna menetapkan jenis atau program pelayanan. Adapun cara pelaksanaannya yaitu, mengadakan persiapan
teknis
penelaahan
dan
pengungkapan
masalah,
melaksanakan penelaahan dan pengungkapan masalah melalui pertemuan pembahasan kasus (case conference) dan konsultasi dengan ahli sesuai dengan bidang pelayanan terkait. Penetapan jenis bagi penerima pelayanan disesuaikan dengan hasil penelaahan dan pengungkapan masalah berdasarkan permasalahan, minat dan bakat warga binaan sosial. Kegiatan pembahasan kasus (case conference) adalah suatu kegiatan pembahasan mengenai perkembangan anak selama di panti serta pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kepentingan warga binaan sosial yang dibahas dalam rapat case conference. Hal ini dapat dikaji, dianalisa dan diolah melalui konsultasi untuk membantu upaya rehabilitasi sosial, dan resosialisasi warga binaan sosial. PSBR “Taruna Jaya” mengadakan case conference apabila WBS mengalami masalah dan membutuhkan penanganan khusus. Adapun orang-orang yang terkait dalam kegiatan pembahasan kasus adalah pekerja sosial, psikolog, WBS yang bermasalah, dokter, dan pendamping asrama. Dalam kegiatan Case Conference pekerja sosial berperan sebagai broker yang bertujuan untuk menghubungkan klien dengan pelayanan dan sumber daya yang tepat, serta memfasilitasi klien dengan sumber daya
komunitasnya.
Sebagai
seorang
broker
pekerja
sosial
mengidentifikasi kebutuhan klien, mengakses motivasi dan kapasitas
144
klien, dan membantu klien mendapatkan akses ke berbagai sumber daya yang tepat. Pekerja Sosial juga berperan sebagai mediator yang bertujuan untuk menjadi perantara antara klien dengan sistem sumber dan lingkungan, kemudian pekerja sosial juga berperan sebagai guru dengan membekali klien dengan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan
dalam
mencegah
masalah
keberfungsian
sosial,
memberikan saran, mengidentifikasi alternatif yang ada, menjadi panduan berperilaku, dan mengajarkan teknik pemecahan masalah. Pekerja sosial juga berperan sebagai advokat bertujuan membantu klien dalam mempertahankan hak mereka dalam menerima sumber daya dan pelayanan. Pada saat pengungkapan masalah (assesment) biasanya yang dilakukan oleh pekerja sosial untuk memahami masalah warga binaan sosial di PSBR Taruna Jaya ini dengan menggali permasalahannya, dan merupakan proses intervensi mikro (casework). Hal ini diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Tahap pelaksanaan assesment di tahap assesment ini kita melakukan konsultasi yang lebih dikenal dengan istilah konseling, dari konseling itu nanti kita sekaligus melakukan pengungkapan dan pemahaman masalah apa sebenarnya yang dirasakan dan dialami oleh wbs kemudian kita telaah dan terus kita dalami inti permasalahan pokok dari si anak itu apa saja selain menggali permasalahan wbs kita juga menggali potensi yang dipunya dari wbs itu sendiri entah itu kelebihan yang dimiliki ataupun kekurangan yang dimilikinya juga, jadi di assesment ini kita tidak hanya melakukan penggalian atau pemahaman masalah saja melainkan semua aspek yang ada di diri wbs kita gali dan kita cari tahu harus dilakukan tindak lanjut apa yang tepat untuk anak dan anak harus ditempatkan dimana yang sesuai dan cocok dengan potensi yang dimiliki si anak, setelah itu kita mulai menentukan wbs untuk ke jurusan keterampilan
145
yang sudah tersedia di PSBR Taruna Jaya ini berdasarkan dari keinginan yang diminati oleh wbs.”32 Dalam melakukan assesment sering kali pekerja sosial mengalami hambatan atau kesulitan untuk menggali dan mengungkapkan masalah yang mereka alami khusus untuk warga binaan sosial anak jalanan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Mereka kadang suka bohong sama alasan mereka, karena memang anak jalanan kan identik dengan kebohongan, dan karakter mereka itu suka beralasan satu-satunya cara kita harus pinter melakukan pendekatan yang baik biar si anak merasa nyaman sama kita dan terus mecari tau permasalahan mereka berulang kali sampai kita dapat hasil yang benar sesuai dengan masalah yang dihadapi si anak. Assesment dilakukan dilakukan beberapa kali tergantung dari intensitas masalah si anak.”33 5. Tahapan
(Pelaksanaan)
Pemberian
Pembinaan
yang
Meliputi
Bimbingan Fisik dan Kesehatan, Mental, Sosial, dan Bimbingan Keterampilan Adalah serangkaian kegiatan teknis operasional yang diarahkan memberfungsionalkan kembali warga binaan sosial yang sebelumnya mengalami disfungsi sosial di masyarakat, dengan
kembali
memulihkan harga diri, kepercayaan diri, disiplin, kemampuan integrasi, kesadaran, dan tanggung jawab sosial, serta kemampuan penyesuaian diri dan penguasaan satu atau lebih jenis keterampilan kerja sebagai modal dan bekal untuk dapat mencari pekerjaan layak dalam tatanan kehidupan masyarakat. Rincian kegiatan ini meliputi sebagai berikut: 32
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014 Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014
33
146
a. Bimbingan Fisik dan Kesehatan Adalah kegiatan bimbingan/tuntutan untuk pengenalan dan praktek berbagai cara perilaku hidup sehat secara teratur dan disiplin agar kondisi fisik dan kesehatan mereka selalu dalam keadaan sehat. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kemampuan pemeliharaan kondisi fisik, dan kesehatan yang meliputi kesehatan jasmani artinya disini adalah kebutuhan untuk tidak menderita sakit jasmani dan juga tidak mengalami kecacatankecacatan jasmani, kesehatan rohani artinya disini disamping tidak mengalami/menderita sakit jiwa juga tidak mengalami cacat mental/lemah ingatan, dan yang terakhir kesehatan sosial yang artinya disamping ada kemampuan untuk mengadakan identifikasi (penyesuaian
diri)
dengan
masyarakat
tetapi
juga
tidak
mengalami/menderita sikap anti sosial. Dalam pembinaan fisik, PSBR “Taruna Jaya” memberikan pelayanan makanan bergizi secara teratur, olah raga, senam kebugaran, pengecekan kesehatan, dan pengobatan agar warga binaan sosial dapat melaksanakan aktivitas keseharian, memenuhi kebutuhan,dan memecahkan masalahnya.34 PSBR Taruna Jaya mengadakan beberapa jenis bimbingan fisik. Hal ini diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut diantaranya: “Tahap pemberian pembinaan (bimbingan) fisik, pemerikasaan kesehatan biasanya rutin setiap 2 minggu 34
Observasi pada saat penelitian di PSBR “Taruna Jaya”, Tebet 2014
147
sekali nanti ada pemeriksaan kesehatan kayak tensi darah, tinggi badan, berat badan, terus anak-anak yang sakit diperiksa, anak-anak diikutsertakan olahraga seperti senam, apel pagi (upacara), pelatihan baris-berbaris, outbond (rekreasi).”35 b. Bimbingan Mental (spiritual/rohani) Ialah kegiatan bimbingan atau tuntutan untuk memahami diri sendiri, dan orang lain dengan belajar tentang keagaaman, cara berfikir positif, beretika sosial dengan baik, disiplin, dan keinginan untuk berprestasi. Selain belajar tentang agama ada pelajaran mengenai kesadaran hukum dan etika sosial yang dapat membawa dampak untuk perubahan perilaku warga binaan sosial menjadi warga binaan sosial yang lebih disiplin, taat pada peraturan dan tertib dalam melakukan hal apapun saat didalam panti maupun nanti apabila sudah keluar dari panti. Kegiatan ini bertujuan untuk pemulihan harga diri dan kepercayaan diri.Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.Si sebagai berikut: “Pembinaan mental tes psikologi (psikotes) oleh psikolog bimbingan spiritual (agama) setiap malam solat berjama’ah, ceramah, dan mengaji, selama bulan ramadhan sering diadakan buka puasa bersama, solat tarawih berjama’ah, kultum, khusus untuk agama non muslim bimbingan rohani dilaksanakan pada hari sabtu dan minggu sore hari.”36 c. Bimbingan Sosial Ialah serangkaian bimbingan ke arah tatanan kerukunan dan kebersamaan hidup masyarakat dengan memberikan pelayanan sosialisasi, rehabilitasi sosial, perlindungan, dan pendampingan
35
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014 Wawancara pribadi dengan Kepala Seksi Bimbingan dan Pelatihan, Tebet, Jum’at 4 Juli
36
2014
148
agar warga binaan sosial dapat menjalin interaksi sosial yang baik dengan orang di lingkungan panti, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat luas. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab sosial serta memulihkan kemauan dan kemampuan guna menyesuaikan diri dan kerja sama dalam kelompok lingkungan secara bertanggung jawab. Berbagai macam bimbingan sosial yang diberikan oleh pekerja sosial kepada warga binaan sosial karena bertujuan agar timbul sebuah kesdaran dalam diri WBS dan tanggung jawab sosial. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Setelah itu anak terus dibimbing-dibimbing ikut ke kegiatan bimbingan sosial yang terdiri dari kewrirausahaan, kewarganegaraan, kadarkum, nilai etika.”37 Berikut hasil pengamatan langsung (observasi) peneliti pada saat menjalankan penelitian, pernah mengikuti kegiatan bimbingan sosial penyuluhan materi kesehatan mengenai bahayanya virus HIV dan AIDS yang disampaikan oleh kedua dokter dari puskesmas Tebet kepada warga binaan sosial. Penyuluhan berlangsung dengan pemaparan materi dalam bentuk slide power point yang ditampilkan di layar proyektor. Dokter menjelaskan semua isi materi satu persatu dengan detail dan jelas dan dengan cara penyampaian yang mudah dimengerti oleh warga binaan sosial. Kegiatan penyuluhan tersebut
37
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 juli 2014
149
berlangsung dengan santai agak sedikit berisik karena ada beberapa warga binaan sosial yang tidak fokus yang sibuk mengobrol dengan temannya dan bermain handphone. Bagi anak yang ketahuan bermain handphone saat bimbingan sosial berlangsung, maka wajib untuk dokter menegur dan menyita handphone mereka saat kegiatan berlangsung dan dikembalikan setelah kegiatan selesai. Dalam kegiatan penyuluhan, juga diadakan tanya jawab antara dokter dengan warga binaan sosial. Sebelum kegiatan pemaparan materi disampaikan, terlebih dahulu Dokter Dewi membagikan selebaran kertas kuesioner mengenai beberapa pernyataan mengenai HIV/AIDS kepada warga binaan sosial untuk mengisi pernyataan tersebut dengan dua pilihan jawaban
ya atau tidak.Setelah selesai, kuesioner tersebut
dikembalikan kepada dokter Dewi. Pada saat Ibu dokter Fadhlina menyampaikan materi, dokter Dewi sambil memanggil satu per satu nama warga binaan sosial untuk mengambil kembali selebaran kerta kuesioner yang nantinya dikerjakan kembali setelah dikoreksi oleh dokter Dewi. Setelah pemaparan materi selesai yang berlangsung selama satu jam, maka kegiatan pun berakhir.Warga binaan sosial segera mengumpulkan kembali selebaran kertas kuesioner untuk segera dikoreksi kembali dan diberitahukan hasilnya dipertemuan
150
berikutnya, setelah itu warga binaan segera keluar meninggalkan ruangan bimbingan sosial.38 d. Bimbingan keterampilan Adalah serangkaian usaha yang diarahkan kepada warga binaan sosial untuk mengetahui, mendalami, dan menguasai suatu bidang keterampilan kerja tertentu, sehingga menjadi tenaga yang yang terampil dibidangnya masing-masing yang memungkinkan mereka mampu memperoleh kelayakan pekerjaan dan penghasilan yang layak sebagai hasil dari pendayagunaan keterampilan kerja yang mereka miliki. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kak Ninik Puji Rahayu, S.ST sebagai berikut: “Pembinaan keterampilan dilaksananakan setelah selesai bimbingan sosial lalu WBS masuk kelas keterampilan, bimbingan keterampilan yang ada di PSBR ini 7 jurusan salon, jahit, las, ac, service hp,otomotif, dan komputer. Kelas keterampilan dimulai dari jam 10.00-12.00 istirahat makan siang masuk lagi jam 14.00-16.00 dari seninsabtu.”39 Pada saat saya melakukan penelitian saya sudah mengikuti 7 kegiatan keterampilan yang ada di PSBR Taruna Jaya dan melihat langsung apa yang sebenarnya dikerjakan dan diajarkan instruktur keterampilan kepada warga binaan sosial. Dalam penyelenggaraan keterampilan di PSBR Taruna Jaya terdapat hambatan atau kendala pada saat kegiatan keterampilan berlangsung. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Rima instruktur keterampilan menjahit:
38
Observasi kegiatan bimbingan sosial pada saat penelitian, Tebet, Jum’at 15 Agustus
2014 39
Wawancara Pribadi dengan Pekerja Sosial, Tebet, Jum’at 4 Juli 2014
151
“Hambatannya kalau persediaan bahan untuk menjahit sudah habis agak lama untuk nunggu persediaan dari kantor, seperti kertas coklat untuk membuat pola kalau sudah habis kita biasanya pakai koran untuk membuat pola sebagai pengganti kertas coklat, listrik yang suka mati jadi menghambat aktivitas anak-anak apabila anak-anak sedang praktek menjahit menggunakan mesin jahit.”40 Mas Rozal instruktur keterampilan las: “Hambatan untuk di kelas las kalau untuk penyampaian teori ada beberapa anak yang susah untuk paham karena mereka tidak bisa baca dan tulis, jadi satu-satunya cara buat ngatasin anak yang tidak bisa baca tulis biasanya saya lebih utamakan dalam memberikan praktek langsung lebih banyak di prakteknya, dan kedisiplinan mereka masuk kelas kurang karena kadang suka telat masuk.”41 Ibu Yatinah instruktur keterampilan komputer: “Hambatannya kalau untuk di kelas komputer sendiri itu kurang unit komputer, komputer cuma ada 3 unit sedangkan anak yang belajar ada 25 anak, jadi ganti-gantian untuk pakai komputernya, kadang kalau saya ada laptop saya bawa laptopnya untuk bantu menambah perlengkapan, hambatan lainnya itu anak yang moodian kalo lagi mau serius belajar ya belajar kalo engga biasanya ngga ikut belajar dikelas, tapi kalo moodnya udah bagus masuk kelas lagi serius belajar. Jadi selaku pembimbing saya harus sabar dan terus membimbing mereka dalam menghadapi mereka, dan listrik yang suka mati karena dayanya kurang besar juga menghambat anak-anak yang lagi praktek.”42 6. Pelaksanaan resosialisasi Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang mempersiapkan warga binaan sosial untuk paktek belajar kerja di instansi diluar panti, reintegrasi dengan kehidupan keluarga dan masyarakat secara normatif. Adapun tujuan resosialisasi ini agar masyarakat bisa menerima, memperlakukan, 40
dan mengikutsertakan dalam kegiatan
Wawancara Pribadi dengan Instruktur Keterampilan Menjahit, Ibu Rima, Tebet, Senin 11 Agustus 2014 41 Wawancara Pribadi denga Instruktur Keterampilan Las, Mas Rozal, Tebet, Selasa 22 Juli 2014 42 Wawancara Pribadi dengan Instruktur Keterampilan Komputer, Ibu Yatinah, Jum’at 15 Agustus 2014
152
masyarakat. Mempersiapkan warga binaan sosial untuk bekerja dan hidup mandiri dengan menikah, berwirausaha atau kembali ke daerah asal mereka. Inti dari kegiatan resosialisasi ini yaitu kegiatan mempersiapkan warga binaan sosial agar mau dan mampu bersosialisasi, menyesuaikan diri, dan beradaptasi dengan keluarga maupun lingkungan sosial, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Adapun kegiatan resosialisasi meliputi: a. Praktek Belajar Kerja Adalah kegiatan penyaluran pelatihan kerja yang diberikan pihak panti kepada warga binaan sosial yang dipilih berdasarkan kriteria penilaian dari petugas bagian penyaluran dan instruktur kelas keterampilan atas kelayakan dari warga binaan sosial yang sudah bisa dipekerjakan diluar lingkungan panti. Kegiatan praktek belajar kerja ini biasa disebut dengan praktek kerja lapangan (pkl) dimana pihak panti sudah bekerja sama dengan perusahaan atau instansi terkait dengan program keterampilan kerja yang diberikan panti kepada WBS. “Tahap praktek belajar kerja ini adalah menempatkan siswa binaan di tempat kerja sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, tujuannya untuk menyatukan anak dengan dunia usaha sehingga nanti ada ketertarikan dari mereka untuk mengembangkan keterampilan yang dimiliki melalui tempat dimana dia praktek kerja.”43
43
Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut Bapak Abdul Salam, S.ST, Tebet, Jum’at 18 Juli 2014
153
b. Reintegrasi dengan kehidupan dalam keluarga dan dalam masyarakat Adalah kegiatan untuk penyatuan kembali warga binaan sosial ke dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini terkait dengan dua hal, yaitu: 1. Bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat Kegiatan
ini
bertujuan
mengembangkan
kemauan
untuk
menumbuhkan
masyarakat
untuk
dan
menerima
kembali kehadiran warga binaan sosial yang telah selesai mendapatkan
pelayanan
rehabilitasi
di
tengah-tengah
lingkungan sosialnya. 2. Bimbingan sosial hidup masyarakat. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para penerima pelayanan untuk menyesuaikan diri dan melakukan kegiatan-kegiatan dalam kehidupan kemasyarakatan. “Reintgrasi adalah mencoba mengembalikan lagi anak kepada masyarakat dan kepada orang tuanya, karena selama mereka di panti menjalani masa pembinaan full time, sehingga perlu dilakukan suatu upaya menyatukan kembali anak kepada masyarakat, kepada keluarga, dan dunia usaha.”44 c. Persiapan dan pelaksanaan penyaluran Adalah
serangkaian
kegiatan
yang
diarahkan
untuk
mengembalikan warga binaan sosial ke dalam kehidupan dan penghidupan di masyarakat secara normatif baik di lingkungan keluarga, masyarakat, daerah asal dan menempatkan warga binaan 44
Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut, Tebet, Jum’at 18
Juli 2014
154
sosial pada lapangan pekerjaan/usaha mandiri (wirausaha) sesuai dengan keterampilan yang dimiliki dan perangkat yang tersedia. d. Bantuan kemandirian Adalah kegiatan memberikan bantuan berupa barang atau modal kepada warga binaan sosial yang dianggap sudah mampu mandiri. 7. Pelaksanaan pembinaan lanjut (Bina Lanjut) Adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diarahkan kepada warga binaan sosial dan masyarakat untuk lebih memantapkan, meningkatkan, dan mengembangkan kemandirian warga binaan sosial dalam kehidupan serta kehidupan yang layak. Pada tahap pembinaan (bimbingan lanjut) ada tiga tahap kegiatan yang harus dilaksanakan, yaitu: 1. Bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat dan peran serta dalam pembangunan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan memantapkan integrasi warga binaan sosial dalam kehidupan bermasyarakat guna berperan serta dalam kegiatan-kegiatan masyarakat dan kegiatan pembangunan. Kegiatan ini dilakukan melaluibimbingan sosial kelompok (groupwork), bimbingan sosial perseorangan (casework), pengintegrasian warga binaan sosial dengan kehidupan masyarakat dalam usaha mengembangkan kemampuan untuk berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan.
155
2. Bantuan
pengembangan
usaha/bimbingan
peningkatan
keterampilan kerja. Kegiatan ini bertujuan untuk memantapkan dan mengembangkan usaha/kerja secara kelompok, dengan cara memberikan paket stimulant permodalan/peralatan kerja sebagai pengembangan dana. 3. Bimbingan merupakan
pemantapan/peningkatan kegiatan
terakhir
usaha.
sebelum
Kegiatan
diadakan
ini
kegiatan
pemutusan hubungan dengan warga binaan sosial (terminasi). Kegiatan ini bertujuan memantapkan dan mengembangkan usaha atau kerja secara berdaya guna dan berhasil guna. “Tahap bina lanjut tetap dilakukan kepada warga binaan sosial selama dia masih di dalam proses belajar maupun setelah mereka bekerja. Adapun tujuan dilakukan bina lanjut ini yag pertama untuk mengetahui perkembangan siswa itu sendiri. Kalau selama dia bekerja, apakah ditemui kendala atau masalah sehingga hal ini nantinya menjadi bahan masukan laporan supaya hal-hal semacam ini jangan sampai terjadi lagi, yang kedua adalah memonitor secara langsung jadi petugas-petugas kami memonitor secara langsung sehingga petugas kamipun bisa berkenalan secara tatap muka dengan tempat dimana anak-anak itu pbk, didampingi dengan volume sebulan sekali, seminggu sekali atau tiga minggu sekali jadi tidak setiap hari di damping.”45 Setelah Warga binaan sosial selesai mengikuti semua bentuk pelayanan rehabilitasi sosial dan kegiatan di PSBR ini, tidak dilepas atau dilakukan pemutusan atau pengakhiran bantuan begitu saja, melainkan ada bimbingan lanjut yang diberikan oleh PSBR Taruna Jaya. Pada tahap bimbingan lanjut secara operasional PSBR Taruna Jaya melakukan kegiatan sebagai berikut:
45
Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut, Tebet, Jum’at 18
Juli 2014
156
a. Monitoring Adalah pemantauan proses dan keberhasilan pemberian program pelayanan yang dilakukan pada setiap tahap. b. Evaluasi Adalah pengidentifikasian atau pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan pemberian pelayanan secara menyeluruh. PSBR “Taruna Jaya” melakukan kegiatan ini untuk memastikan apakah proses pelayanan dan rehabilitasi sosial anak jalanan berlangsung sesuai rencana yang telah ditetapkan dan evaluasi ini wajib dilakukan terhadap setiap tahapan (pelaksanaan) proses yang dilalui dan kemudian diambil kesimpulan apakah secara keseluruhan proses telah berjalan baik dan dapat dilakukan pengakhiran pelayanan. Sebenarnya tujuan evaluasi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan, faktor penghambat dan pendukung dan langkah apa yang perlu diambil guna perbaikan lebih lanjut c. Konsultasi, asistensi dan pemantapan Bentuk pelayanan yang berkaitan dengan adaptasi warga binaan sosial kepada masyarakat dan dunia usaha. “Konsultasi dan asistensi dilakukan ketika mereka selesai kita berikan bimbingan sosial untuk konsultasi berkaitan dengan bagaimana mereka beradaptasi dengan masyarakat ataupun dunia usaha.Kalau mereka dianggap mampu, mereka diberikan motivasi bagimana berusaha lebih baik lagi terkait dengan jenis keterampilan yang dimiliki. Asistensi itu adalah bantuanberupa barang atau modal terkait dengan toolkit katakan si A mengikuti keterampilan jahit, maka nanti dia akan mendapatkan toolkit berupa mesin jahit.”46 46
Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut, Tebet, Jum’at 18
Juli 2014
157
d. Terminasi Pengakhiran semua bentuk pelayanan ataupun kegiatan dan rehabilitasi sosial.Terminasi dilaksanakan untuk memastikan hasil evaluasi umum terhadap warga binaan sosial yang sudah menjalankan fungsi sosialnya secara wajar.Dimana pemutusan pelayanan tidak menimbulkan konflik psikologis yang dapat menganggu warga binaan sosial. Disamping itu agar administrasi penanganan kasus berlangsung dengan tertib, dibuatkan surat pemberitahuan formal bahwa proses pelayanan warga binaan sosial telah berakhir, kepada sistem sumber pelayanan ataupun pihak-pihak terkait. “Terminasi atau penghentian pemutusan layanan kepada warga binaan sosial panti dilakukan selama satu tahun setelah keluar. Pada tahap terminasi ini WBS keluar dari panti kembali kepada masyarakat, kemudia di monitor melalui pembinaan lanjut selama satu tahun itu dilaksanakan dan hasilnya pun tidak ada masalah, maka diputuslah hubungan itu melalui berita acara terminasi bahwa hari ini telah dilaksanakan terminasi kepada WBS karena dianggap sudah mandiri.”47 Dari tahapan demi tahapan (pelaksanaan) proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dijabarkan diatas, PSBR Taruna Jaya khususnya para petugas dan pekerja sosial menaruh harapan besar kepada warga binaan sosial untuk dapat memanfaatkannya dan dapat hidup kembali normal secara normatif di kehidupan masyarakat setelah mendapatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial di PSBR Taruna Jaya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.Si sebagai berikut: 47
Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut, Tebet, Jum’at 18
Juli 2014
158
“Harapan saya khusus untuk anak jalanan yang menjalankan rehabilitasi sosial disini agar mereka bisa mandiri,punya kehidupan yang jelas, dapat membantu keluarga kelak kalau sudah dewasa bisa lebih dari orang tuanya, punya masa depan yang bagus dan bisa hidup normatif kembali.”48 E. Perubahan Biologis, Psikologis, Sosial (BioPsikoSosial), dan Spiritual Anak Jalanan dari Pelaksanaan Program Rehabilitasi Pelaksanaan
program
rehabilitasi
ini
memberikan
dampak
perubahan bagi informan anak jalanan.Dampak perubahan tersebut, diantaranya: 1. Aspek Biologis Sebagian besar orang mengatakaan, memandang, dan beranggapan bahwa anak jalanan bau, kotor, dekil, dan suka bertindak negatif,namun PSBR “Taruna Jaya” merubah stigma tersebut.WBS yang dahulu berasal dari jalanan yang terlihat kotor, kurus, bau, dekil, dan tidak terawat setelah menjalani rehabilitasi penampilan fisik mereka berubah dan mereka sekarang rapih dan terawat jauh lebih baik dari sebelumnya. Selama menjalani rehabilitasi WBS dibiasakan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat dengan mandi teratur, menjaga kebersihan diri mereka dengan baik, berpakaian rapi dan bersih. Hal ini sangat terlihat jelas pada informan anak jalanan, mereka terlihat sehat dan bersih selain itu mereka juga mendapatkan pelayanan makan yang teratur sehingga gizi mereka pun tercukupi dengan baik, kemudian senam kesehatan jasmani juga diberikan kepada mereka agar mereka sehat 48
Wawancara Pribadi dengan Kepala Seksi Bimbingan dan Pelatihan, Tebet, Senin 14 Juli
2014
159
jasmaninya, pemeriksaan kesehatan mereka yang rutin juga diberikan kesehatan fisik mereka lebih terjaga. 2. Aspek Psikologis Informan yang sebelumnya berbicara dengan kasar, tidak sopan dan suka melawan kepada sesama WBS dan staf di panti, sekarang informan sudah berubah berbicara lembut, sopan santun, dan patuh tidak melawan lagi apabila diberi arahan.Informan juga sudah berubah yang sebelumnya tidak bisa mengontrol emosi yang selalu mudah marah dan sensitif sekarang informan sudah bisa mengontrol emosinya dengan baik dan bisa menjadi pribadi yang lebih sabar lagi dalam menyikapi hal apapun dari sebelumnya. Informan yang sebelumnya pendiam, terlihat malu-malu berbicara dengan orang lain sekarang juga sudah berubah sudah mau terbuka kepada siapapun dan percaya diri. Perubahan dalam aspek ini terjadi karena semua hasil dari pemberian rehabilitasi yang diberikan PSBR “Taruna Jaya” kepada WBS, dan motivasi yang sering dilakukan dengan sabar dan rutin. 3. Aspek Sosial Selama melaksanakan rehabilitasi di PSBR “Taruna Jaya” aktifitas mereka dijalanan otomatis tidak dilakukan, karena berdasarkan kontrak penerimaan WBS di panti, WBS harus bersedia dan mau mengikuti semua peraturan yang ada di panti dan menjalankan rehabilitasi sampai masa rehabilitasi itu selesai dan bersedia untuk tinggal di panti selama masa waktu yang ditentukan oleh pihak panti. Informan mulai bisa
160
membuka diri dan mudah bergaul dan beradaptasi dengan baik di lingkungan panti, karena sebelumnya mereka merupakan pribadi yang suka menyendiri dan takut kepada orang baru. 4. Aspek Spiritual Aktifitas informan yang mencari uang dan pengaruh pergaulan di jalanan memberikan dampak yang negatif kepada mereka.Mereka tidak memiliki waktu untuk beribadah, karena mereka sibuk mencari uang dan asyik bermain, serta menghabiskan sebagian besar waktunya hanya di jalanan.Berdasarkan hasil temuan lapangan yang penulis dapatkan dari hasil wawancara dengan informan anak jalanan, informan tidak bisa melaksanakan ibadah solat 5 waktu dan mengaji karena tidak bisa, tidak mengerti bacaan solat. Saat bulan puasa pun mereka juga tidak melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim menjalankan puasa, mereka beralasan bahwa tidak kuat menjalankan puasa karena memiliki penyakit maag. Hal tersebut membuat peneliti untuk mencari tahu kebenaran jawaban mereka dengan menanyakan kepada pekerja sosial.Bahwa hal tersebut merupakan salah satu alasan yang tidak tepat karena sebenarnya mereka tidak terbiasa. Secara umum dari aspek spiritual terdapat kelemahan pada informan
anak
jalanan.
Informan
belum
bisa
menjalankan
kewajibannya, meskipun pihak panti sudah memberikan bimbingan spiritual dengan menghadirkan ustadz untuk menyampaikan ceramah dan mengaji bersama.
161
F. Analisis Program Rehabilitasi Sosial Kepada Anak Jalanan
Secara umum, rehabilitasi berfungsi mengembalikan keberfungsian sosial seseorang, dengan menawarkan optimisme dan harapan yang besar bagi warga binaan sosial.Optimisme dan harapan tersebut dapat tercapai melalui upaya pemulihan kondisi mental dan fungsi sosial. Hal ini terbukti bahwa informan anak jalanan yang semula merasa putus asa, kehilangan harapan dan semangat, merasa tidak memiliki bekal ilmu pengetahuan bahkan tidak bisa bersosialisasi dengan baik kepada keluarga dan masyarakat.Melalui pemulihan tersebut kini mereka kembali memiliki
semangat,
harapan,
dan
kepercayaan
diri.Mereka
juga
mendapatkan banyak pembelajaran ilmu pengetahuan dan bimbingan keterampilan (keahlian) yang sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan serta dapat bersosialisasi dengan baik kepada keluarga dan masyarakat. Dalam melaksanakan program rehabilitasi sosial kepada warga binaan sosial, PSBR Taruna Jaya melakukan intervensi mikro (perubahan sosial terencana level individu, keluarga, dan kelompok kecil). Pelaksanaan program rehabilitasi sosial sudah berjalan cukup lama. Jenis program rehabilitasi sosial PSBR Taruna Jaya ada 4 macam, yaitu rehabilitasi medis, pendidikan, vokasional, dan sosial. Pada umumnya program ini bersifat jangka pendek (6 bulan sampai 1 tahun). Jenis-jenis
rehabilitasi
sosial
yang
disinergikan
dengan
pelaksanaan intervensi mikro, merupakan satu kesatuan program untuk membantu menyelesaikan masalah pada individu, keluarga, dan kelompok kecil.Bentuk intervensi mikro ini dilaksanakan dalam rehabilitasi sosial
162
melalui terapi casework dan groupworkyang diaplikasikan melalui konseling dan dinamika kelompok. Terapi casework dan groupwork dilaksanakan melalui beberapa tahapan yaitu; penelitian, assesmen, intervensi, dan terminasi.Pelaksanaan intervensi mikro tingkat individu, bertujuan untuk membantu warga binaan sosial menyelesaikan masalahnya dengan membangkitkan kembali potensi dan minat mereka.Oleh karena itu pekerja sosial berkewajiban untuk memberikan konseling. Pelaksanaan intervensi mikro tingkat keluarga bertujuan untuk mencari tahu permasalahan yang dihadapi keluarga dan warga binaan, melalui konseling dan home visit.Pelaksanaan intervensi mikro tingkat kelompok kecil bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada warga binaan untuk saling berbaur bersama memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kelompok, melalui dinamika kelompok. Program rehabilitasi sosial dan intervensi mikro ini memberikan dampak perubahan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual kepada informan anak jalanan.Dampak perubahan biologis, terlihat jelas dari penampilan fisik mereka yang rapi dan bersih dari sebelumnya, keadaan psikologis mereka sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya.Mereka sudah bisa mengatur emosi pada dirinya masing-masing, bersikap sopan, dan berbicara (bertutur kata) santun. Dampak perubahan sosial yang dialami yaitu mereka sudah bisa bersosialisasi dengan baik kepada masyarakat, mereka mampu berbaur dan menyesuaikan diri mereka di lingkungan panti, keluarga, maupun di
163
masyarakat luar lingkungan panti.Spiritual, nyatanya tidak memberikan perubahan kepada informan anak jalanan karena adanya kelemahan pada informan
anak
jalanan
yang
belum
bisa
menjalankan
kewajibannya.Meskipun pihak panti sudah memberikan pengetahuan dan pendalaman kegiatan keagamaan yang cukup intens diberikan. Dari uraian tersebut, dampak perubahan dari pelaksanaan rehabilitasi sosial dan intervensi mikro sudah terlaksana sesuai dengan pengertian rehabilitasi yang mengupayakan pemulihan keberfungsian sosial
untuk
mendapatkan
kesejahteraannya.
Meskipun
realitanya
rehabilitasi sosial akan sulit diperoleh jika kesadaran dan keseriusan informan belum tumbuh. Jika informan bersungguh-sungguh ingin memperbaiki aspek spiritual mereka, pihak PSBR Taruna Jaya dengan senang hati akan memberikan bantuan sesuai dengan kemampuannya dan merasa bangga atas perubahan yang dialami oleh informan. Dengan adanya dampak perubahan positif dari pelaksanaan intervensi mikro di PSBR Taruna Jaya ini merupakan contoh positif yang bisa diteliti dari 2 informan dan dari wawancara mendalam dengan staf terkait. Keberhasilan ini mungkin saja tidak berdampak pada informan lain. Fakor utamanya adalah selain rehabilitasi sosial informan juga harus bersungguh-sungguh memperbaiki berbagai aspek biopsikososial spiritual.
BAB V PENUTUP Berdasarkan penelitian terhadap Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya” untuk melihat implementasi dan tahapan rehabilitasi sosial serta dampak biologis psikologis, sosial, dan spiritual pada anak jalanan, maka dapat disimpulkan: A. Kesimpulan 1. Metode perubahan sosial terencana dalam level mikro (intervensi mikro) terlihat implementasinya dalam proses pelaksanaan program rehabilitasi di Panti Sosial Bina Remaja “Taruna Jaya”. Program rehabilitasi tersebut mengimplementasikan intervensi mikro individu dengan sangat khas, yaitu melalui terapi konseling (metodecasework) kepada warga binaan sosial anak jalanan oleh pekerjasosial. Konseling yang dilakukan kepada warga binaan sosial anak jalanan dengan memberikan alternatif dalam bentuk pembinaan (bimbingan) fisik, mental, sosial, dan pelatihan keterampilan kerja usaha mandiri dengan mengimplementasikan
prinsip-prinsip intervensi mikro individu
dengan baik. Intervensi mikro keluarga juga terliha timplementasinya melalui konselingkeluarga, kunjunganrumah konsultasi
keluarga.Intervensi
kelompok
(home visit), dan kecil
terlihat
implementasinya dengan menggunakan metode gropwork melalui pelaksanaan dinamika kelompok. 2. Pelaksanaan rehabilitasi sosial di PSBR “Taruna Jaya” melalui beberapa tahapan diantaranya, tahapan pendekatan awal, tahapan penerimaan, tahapan perawatan, pemeliharaan serta asuhan dan
164
165
perlindungan sosial, tahapan assesment, tahapan pemberian pembinaan fisik dan kesehatan, mental, sosial, pelatihan keterampilan kerja usaha kemandirian, tahapan resosialisasi, tahapan pembinaanlanjut. 3. Dampak perubahan yang dialami informan dari pelaksanaan program rehabilitasi pada aspek biopsikososial spiritual diantaranya adalah penampilan fisik mereka sekarang terlihat rapi, dan sehat jauh dari sebelum mereka ada di panti. Before (sebelum)
After (sesudah) Andriansyah
Informan tidak bersedia di foto
David Igo Prasetyo
Dedi Sumantri
166
Sahnaz Tri Andriawati
Setyo Andreas M
Informan tidak bersedia di foto
Keadaan psikologis mereka sekarang menjadi lebih baik yaitu, dapat mengontrol emosi dengan baik, bersikap dan bertutur kata sopan santun kepada semua orang yang berada di panti maupun di luar panti. Hubungan sosial mereka dengan pihak panti dan masyarakat sangat baik. Mereka mudah bergaul dengan siapapun dan ramah. Namun, pada aspek spiritual tidak menunjukan perubahan kepada informan dikarenakan terdapat kelemahan pada diri informan untuk merubah spiritual mereka. B. Saran 1. Peraturan yang ada di panti agar lebih diperketat dan dipertegas lagi untuk kebaikan proses pelayanan rehabilitasi sosial yang diberikan kepada warga binaan sosial sehingga mereka terbiasa dapat menjalankan apa yang sudah menjadi aturan secara baik dan disiplin,
167
tidak semaunya dan seenaknya saja agar kedepannya mereka mengalami perubahan. 2. Perlu diadakan evaluasi terhadap pelayanan bimbingan rohani. 3. Lebih ditingkatkan lagi sarana dan prasarana di panti.
HASIL OBSERVASI Waktu
: Pukul 12.00
Hari/Tanggal : Jum’at/18 Juli 2014 Observasi Kegiatan Bimbingan Sosial Observasi yang peneliti lakukan pada hari ini adalah kegiatan bimbingan sosial. Peneliti ikut seta dalam kegiatan bimbingan sosial. Kegiatan bimbingan sosial ini dilakukan di ruang bimbingan sosial lantai 2 satu
gedung dengan
asrama warga binaaan sosial laki-laki. Kegiatan bimbingan sosial ini yaitu melakukan penyuluhan materi kesehatan mengenai bahayanya virus HIV dan AIDS yang disampaikan oleh kedua dokter dari puskesmas Tebet kepada warga binaan sosial. Penyuluhan berlangsung dengan pemaparan materi dalam bentuk slide power point yang ditampilkan di layar proyektor dan dokter menjelaskan semua isi materi satu persatu dengan detail dan jelas dan dengan cara penyampaian yang mudah dimengerti oleh warga binaan sosial. Kegiatan penyuluhan tersebut berlangsung dengan santai agak sedikit berisik karena ada beberapa warga binaan sosial yang tidak fokus sibuk mengobrol dengan temannya dan ada juga yang bermain handphone. Bagi anak yang ketahuan bermain handphone saat bimbingan sosial berlangsung, maka wajib untuk pembimbing atau menegur dan menyita handphone mereka saat kegiatan berlangsung dan dikembalikan setelah kegiatan selesai. Dalam
kegiatan penyuluhan juga diadakan
tanya jawab
antara
pembimbing yang menyampaikan materi dengan warga binaan sosial. Sebelum kegiatan pemaparan materi disampaikan, terlebih dahulu Dokter Dewi membagikan selebaran kertas kuesioner mengenai beberapa pernyataan mengenai HIV/AIDS kepada warga binaan sosial untuk mengisi pernyataan tersebut dengan dua pilihan jawaban ya atau tidak, setelah selesai kuesioner tersebut dikembalikan ke dokter Dewi dan pada saat Ibu dokter Fadhlina menyampaikan materi dokter Dewi sambil memanggil satu per satu nama warga binaan sosial untuk mengambil
kembali selebaran kerta kuesioner yang nantinya dikerjakan kembali setelah dikoreksi oleh dokter Dewi. Setelah pemaparan materi selesai, yang berlangsung selama satu jam, maka kegiatan pun berakhir. Warga binaan sosial segera mengumpulkan kembali selebaran kerta kuesioner untuk segera dikoreksi kembali dan diberitahukan hasilnya dipertemuan berikutnya. Setelah itu warga binaan segera keluar meninggalkan ruangan bimbingan sosial. Waktu
: 13.05
Hari/Tanggal : Jum’at 15 Agustus 2014 Observasi Pelayanan Makanan Pelayanan kebutuhan pangan merupakan pelayanan pemberian makan kepada anak jalanan dan warga binaan sosial lain. Jadwal pemberian makan PSBR “Taruna Jaya” dilakukan 3 kali dalam sehari diantaranya pada waktu pukul 07.00 makan pagi, pukul 12.30 makan siang, dan pukul 19.30 makan malam dengan berbagai menu yang bervariasi dan memenuhi kelayakan standar gizi yang baik. Keadaan ruangan makan bersih, rapi, dan teratur. Pada saat makan berlangsung dengan tertib, apabila ingin masuk ruang makan harus melepas sandal terlebih dahulu dengan tujuan agar ruang makan tetap terjaga kebersihnnya.
Warga
binaan sosial diberikan makanan menggunakan wadah khusus seperti tempat makan yang sudah diatur porsi makanannya. Setelah selesai makan para warga binaan sosial mencuci peralatan makan mereka masing-masing. Di ruang makan terdapat jadwal piket kebersihan yang dilakukan oleh WBS. Bagi yang mendapat giliran untuk piket, maka diwajibkan untuk membersihkan dan merapikan ruang makan terlebih dahulu. Waktu
: 12.07
Hari/Tanggal : Jum’at/18 Juli 2014 Observasi Kegiatan Keterampilan Salon Peneliti, mengamati kegiatan keterampilan di kelas salon yang dilakukan oleh informan. Informan tidak terlihat aktif di dalam kelas saat kegiatan
keterampilan berlangsung. Informan hanya duduk saja sambil memperhatikan temannya praktek. Infrorman juga terlihat diam saja tidak seperti teman-teman di kelas yang berinteraksi dengan teman yang lain. Keadaan di kelas keterampilan salon sangat ramai dan cara warga binaan sosial belajar praktek santai, sambil mendengarkan musik dari hendpone mereka. Instruktur keterampilan pun sambil mengamati warga binaan sosial yang sedang praktek creambath, massage punggung dan lengan serta refleksi kaki. Apabila dilihat dari cara praktek salah, maka instruktur memberitahukan dan memberikan contoh langsung kepada warga binaan sosial cara praktek yang benar. Instruktur juga menyampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan sangat sabar mengajari mereka. Waktu
: 13.30
Hari/Tanggal : Selasa/22 Juli 2014 Observasi Kegiatan Keterampilan Las Peneliti mengamati kegiatan keterampilan di kelas las yang dilakukan oleh informan. Keadaan di kelas keterampilan sangat bising karena bunyi mesin las yang berisik. Informan terlihat sedang praktek mengelas besi. Informan termasuk anak yang rajin dan taat pada peraturan di kelas. Informan juga merupakan anak yang patuh terhadap instruksi yang diberikan oleh instruktur keterampilan. Informan sangat fokus, serius, dan sungguh-sungguh saat melaksanakan praktek di kelas. Kegiatan keterampilan las ini informan dan para warga binaan sosial lain mengenakan seragam khusus yang disebut werpak dan sepatu besar khusus untuk di kelas las. Keterampilan las ini berlangsung selama 2 sesi, sesi pertama dilakukan pada pagi hari pukul 10.00 sampai siang jam 12.00, dan dilanjutkan sesi kedua pada pukul 14.00 sampai pukul 16.00.
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan (Pekerja Sosial) I. Waktu : Hari dan Tanggal : Tempat : II. Identitas Informan Nama : Jenis Kelamin : Agama : Pendidikan : III. Pertanyaan : 1. Apa tugas pokok dan fungsi kakak sebagai pekerja sosial dalam melakukan rehabilitasi kepadaWBS anak jalanan? 2. Sudah berapa lama anda bekerja di panti ini? 3. Bagaimana dengan program rehabilitasi sosial yang diberikan panti kepada WBS? 4. Berapa lama WBS di rehabilitasi di panti ini? 5. Apa tujuan yang ingi dicapai dalam kegiatan rehabilitasi sosial ini? 6. Pelayanan assesment dan intervensi apa yang diberikan kepada WBS anak jalanan? 7. Bagaimana cara anda melakukan pendekatan kepada WBS? 8. Bagaimana cara anda menerapkan terapi individu (intervensi mikro) konseling kepada WBS? 9. Jenis rehabilitasi sosial apa yang diberikan untuk WBS? 10. Kendala atau hambatan apa yang dihadapi dalam menjalankan tugas sebagai seorang peksos di panti ini?
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan (Kasie Bimbingan dan Pelatihan) I. Waktu : Hari dan Tanggal : Tempat : II. Identitas Informan Nama : Jenis Kelamin : Agama : Pendidikan : III. Pertanyaan: 1. Apa tugas pokok dan fungsi bimlat dalam melakukan rehabilitasi sosial untuk WBS? 2. Seberapa penting peran dan fungsi panti sosial ini untuk anak jalanan? 3. Program rehabilitasi apa saja yang diberikan kepada anak jalanan? 4. Sudah berapa lama bekerja di panti ini? 5. Program serta pelayanan apa saja yang diberikan oleh bimlat kepada WBS? 6. Kendala apa saja yang dihadapi dalam memberikan pelyanan rehabilitasi sosial kepada WBS? 7. Tujuan apa yang ingin dicapai pada program bimlat untuk WBS? 8. Apa harapan anda kepada WBS setelah menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini?
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan (Kasie Penyaluran dan Bina Lanjut) I. Waktu : Hari dan Tanggal : Tempat : II. Identitas Informan Nama : Jenis Kelamin : Agama : Pendidikan : III. Pertanyaan: 1. Apa tugas pokok dan fungsi penyaluran dan bina lanjut dalam melakukan rehabilitasi sosial untuk WBS? 2. Seberapa penting peran dan fungsi panti sosial ini untuk anak jalanan? 3. Program rehabilitasi apa saja yang diberikan kepada anak jalanan? 4. Apakah ada ketentuan syarat/kriteria khusus untuk menyalurkan WBS melaksanakan PBK/magang diluar? 5. Butuh waktu berapa lama untuk WBS bisa segera dislurkan untuk PBK? 6. Berapa lama waktu yang harus dijalankan oleh WBS saat PBK? 7. Tujuan apa yang ingin dicapai pada program penyaluran dan bina lanjut untuk WBS? 8. Apa harapan anda untuk WBS?
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan (Instruktur Keterampilan) I. Waktu : Hari dan Tanggal : Tempat : II. Identitas Informan Nama : Jenis Kelamin : Agama : Pendidikan : III. Pertanyaan: 1. Sudah berapa lama bertugas di panti ini? 2. Pembelajaran apa saja yang diajarkan/diberikan kepada WBS? 3. Apabila ada WBS baru yang baru bergabung di kelas keterampilan, tindakan apa yang dilakukan/pemberian motivasi seperti apa yang diberikan? 4. Teori apa saja yang diajarkan kepada WBS? 5. Praktek apa saja yang diberikan kepada WBS? 6. Kendala apa saja yang dihadapi anda dalam memberikan keterampilan kepada WBS? 7. Dilihat dari aspek apa saja agar WBS bisa magang? 8. Berapa lama waktu belajar di kelas? 9. Apakah pemahaman WBS terhadap teori dan praktek cepat diterima? 10. Perubahan apa saja yang terlihat dari WBS setelah diberikan keterampilan? 11. Bagaimana tanggapan anda mengenai David selama belajar di kelas keterampilan? 12. Apa saja harapan anda kepada WBS?
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan (Dokter) I. Waktu : Hari dan Tanggal : Tempat : II. Identitas Informan Nama : Jenis Kelamin : Agama : Pendidikan : III. Pertanyaan: 1. Program pelayanan apa saja yang diberikan kepada WBS? 2. Pemeriksaan medis apa yang diberikan kepada WBS? 3. Berapa kali melakukan pemeriksaan kesehatan di panti ini? 4. Biasanya sakit apa yang sering diderita oleh kebanyakan WBS? 5. Selama bertugas di panti ini sudah pernah/belum menemukan penyakit/virus yang diderita parah oleh WBS? 6. Apa saja suka dan duka bertugas di panti ini? 7. Kendala apa saja saat melaksanakan tugas di panti ini? 8. Apa harapan anda untuk WBS?
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan (Pendamping Asrama) I. Waktu : Hari dan Tanggal : Tempat : II. Identitas Informan Nama : Jenis Kelamin : Agama : Pendidikan : III. Pertanyaan: 1. Tugas pokok dan fungsi apa yang anda jalankan untuk WBS? 2. Program pelayanan apa saja yang diberikan untuk WBS? 3. Bagaimana Proses rehabilitasi yang dijalankan untuk WBS? 4. Bagaimana dampak perubahan yang dialami oleh WBS setelah menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini? 5. Seberapa penting peran dan fungsi rehabilitasi untuk WBS? 6. Kendala apa saja yang dihadapi saat menjalankan tugas di panti ini? 7. Apa harapan anda terhadap WBS di panti ini?
PEDOMAN WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan (Klien) I. Waktu : Hari dan Tanggal : Tempat : II. Identitas Informan Nama : Jenis Kelamin : Agama : Pendidikan : III. Pertanyaan: 1. Sudah berapa lama anda berada di panti ini dan menjalani rehabilitasi sosial? 2. Apa yang mendorong anda menjadi PMKS (anak jalanan)? 3. Aktivitas apa saja yang anda lakukan selama di jalan? 4. Bagaimana kehidupan anda selama di jalanan? 5. Bagaimana anda bisa tertangkap dalam penertiban? 6. Apakah anda mengetahui alasan anda ditertibkan? 7. Program rehabilitasi sosial dan pembinaan apa saja yang diberikan di panti ini? 8. Bagaimana tanggapan anda mengenai program rehabilitasi sosial di panti ini? 9. Dampak apa saja yang anda dapatkan rasakan sebelum menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini dan setelah menjalankan reshsos di panti ini? 10. Mengikuti keterampilan apa anda? 11. Kenapa memilih keterampilan ini? 12. Bagaimana pengaruh rehabilitasi sosial dalam kehidupan anda? 13. Kegiatan apa saja yang dilakukan di panti ini dalam peningkatan kemandirian kamu? 14. Apa harapan kamu setelah selesai menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini?
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: KakNinik Puji Rahayu, S.ST (Pekerja Sosial)
Waktu
: 11.37
Hari/Tanggal : Jum’at/4 Juli 2014 Tempat
: Ruang kantor PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Perempuan Agama
: Islam
Pendidikan
: D IV
No. Pertanyaan 1. Apa tugas pokok dan fungsi kakak sebagai pekerja sosial dalam melakukan rehabilitasi kepadaWBS anak jalanan? 2. Sudah berapa lama anda bekerja di panti ini? 3. Bagaimana dengan program rehabilitasi sosial yang diberikan panti kepada WBS?
Jawaban Tugas pokok dan fungsi saya disini sebagai seorang pekerja sosial mandampingi anak-anak, menangani assesment anak-anak dan tindak lanjut kepada mereka kemudian saya juga berperan sebagai fasilitator, mediator, motivator, broker, edukator dan di panti bagi warga binaan disini. Kalo saya disini baru dari bulan Januari sampe sekarang jadi udah 11 bulan. Program rehabilitasi sosial yang diberikan panti untuk warga binaan disini dimulai dari tahap awal penjangkauan, observasi saat penjangkauan langsung home visit, identifikasi itu lebih ke assesment awal melalui intake pertemuan awal, kontrak, wawancara, tahap seleksi kemudian penerimaan warga binaan sosial, setelah diterima mereka diikutsertakan dalam kegiatan mos selama 10 hari dimulai dari setengah lima bangun tidur sampe setengah delapan istirahat malam, setelah itu anak-anak dikenalkan dengan kegiatan-kegiatan 8ip anti dan diikutsertakan dalam kegiatan, pemeriksaan kesehatan rutin, tes psikologis (psikotest) sama psikolog setelah itu anak terus dibimbing-dibimbing ikut ke kegiatan bimbingan sosial, yang terdiri dari kegiatan kewirausahaan, kewarganegaraan, kadarkum, nilai etika diajarkan itu setelah itu nanti anak masuk kelas keterampilan yang ada 7 jurusan. Pemeriksaan kesehatan rutin setiap 2 minggu sekali kayak tensi, ngukur tinggi badan, berat badan, terus
4.
5.
anak-anak yang sakit diperiksa sama dokter. Tahap pelaksanaan penerimaan dimulai dari registrasi anak sampe panti kita daftar dulu kami juga ada buku registrasinya buku induknya, adminsitrasi kalau administrasinya itu terdiri dari foto copy ijazah pendidikan terakhir, foto copy kartu keluarga, kalau yang bisa sih ini didomisili di Jakarta soalnya kan ini panti milik pemerintah DKI Jakarta, surat keterangan tidak mampu dari kelurahan, foto copy ktp orang tua atau yang bersangkutan sudah punya ktp kan anak remaja 17 tahun keatas, pas foto 4x6 sebanyak 3 lembar, cek kesehatan terakhir surat keterangan sehat dari rumah sakit atau puskesmas terdekat jadi kalau registrasi ini kan kita udah punya form sendiri nanti mereka yang isi. Tahap pelaksanaan, pemeliharaan, dan perawatan ini dimulai dari yang awal dari makan, anak dapet pelayanan seperti pemenuhan kebutuhan sehariharinya seperti sabun, pakaian layak pakai seragam, kaos olah raga training, pakaian dalam kami yang memfasilitasi. Pokoknya kalau perawatan ini ada pemeriksaan kesehatan terus dari anak-anak bangun tidur makan. Tahap resosialisasi praktek belajar kerja mereka nanti di pklin 6 bulan-1 tahun, kalo anak yang cepet nangkep 6 bulan sudah bisa di pklin mereka langsung di pklin, tapi kalo misalkan anaknya belum mampu itu nanti kan dilihat dari beberapa di panti juga misalkan anak rajin dikelaskah, gimana perilaku anak diluar, tingkah lakunya suka berkelahi atau apa, masuk kelas engga itu semua jadi bahan pertimbangan. Rata-rata anak disini untuk cepat pkl itu di panti karena ada juga anak yang susah nerima materi kayak anak jalanan yang cuma ikut-ikutan temen aja, bahkan yang kemampuan baca tulisnya masih kurang juga ada, banyak juga anak-anak kalau dikelas bagus tapi tingkah lakunya diluar kurang baik nah itu nanti juga dipertimbangin sama instruktur masing-masing kelas dan pendamping anak. Tahap akhir bina lanjut dan terminasi. Berapa lama WBS di 6 bulan sampai 1 tahun. rehabilitasi di panti ini? Apa tujuan yang Ingin anak-anak mandiri dalam artian mereka sudah ingin dicapai dalam mampu melakukan apapun sendiri tidak bergantung kegiatan rehabilitasi lagi dengan pihak panti, agar mereka bisa diterima sosial ini? kembali di masyarakat dengan baik, agar mereka memiliki bekal keahlian untuk nantinya bekerja di
6.
Pelayanan assesment dan intervensi apa yang diberikan kepada WBS anak jalanan?
7.
Bagaimana cara anda melakukan pendekatan kepada WBS? Bagaimana cara anda menerapkan terapi individu (intervensi mikro) konseling kepada WBS?
8.
9.
Jenis rehabilitasi sosial apa yang diberikan untuk WBS?
10.
Kendala atau hambatan apa yang dihadapi dalam menjalankan tugas sebagai seorang peksos di panti ini?
luar, karena keahlian ini kan sebagai modal mereka buat bekerja. Kalau untuk assesment dan intervensi ini kita melakukan konseling, dari konseling itu nanti kita sekaligus melakukan pengungkapan dan pemahaman masalah apa sebenarnya yang dirasakan dan dialami oleh wbs kemudian kita telaah dan terus kita dalami inti permasalahan pokok dari si anak itu apa saja selain menggali permasalahan wbs kita juga menggali potensi yang dipunya dari wbs itu sendiri entah itu kelebihan yang dimiliki ataupun kekurangan yang dimilikinya juga, jadi di assesment ini kita tidak hanya melakukan penggalian atau pemahaman masalah saja melainkan semua aspek yg ada di diri wbs kita gali dan kita cari tahu harus dilakukan tindak lanjut apa yang tepat untuk anak dan anak harus ditempatkan dimana yang sesuai dan cocok dengan potensi yang dimiliki si anak, setelah itu kita mulai menentukan wbs untuk ke jurusan keterampilan yang sudah tersedia di PSBR Taruna Jaya ini berdasarkan dari keinginan yang diminati oleh wbs. Pendekatannya biasanya sering ngobrol, sering masuk kamar mereka nanya lagi ngapain kalo engga sambil bawa makanan ngobrolnya biar lebih asik. Biasanya anak datang sendiri ke kami para petugas, kemudian menceritakan masalahnya, setelah itu saya lakukan assesment, melakukan pendekatan, pemberian masuka atau motivasi, penguatanpenguatan kepada wbs, pengubahan perilaku mereka dengan memberikan penghargaan atau pujian, hukuman dan token ekonomi (pemberian bintang). Rehabilitasi medis berkaitan dengan fisik mereka kesehatan mereka, rehabilitasi pendidikan melalui kejar paket, rehabilitasi vokasional yaitu keterampilan yang kita berikan untuk mereka, rehabilitasi sosial melalui kegiatan bimbingan sosial. Hambatan yang saya alami saat saya melakukan assesment kepada wbs anak jalana mereka kadang suka bohong sama alasan mereka, karena memang anak jalanan kan identik dengan kebohongan, dan karakter mereka itu suka beralasan, dan sulit untuk bisa mendapatkan data yang benar tentang mereka. Satu-satunya cara kita harus pinter melakukan pendekatan yang baik biar si anak merasa nyaman sama kita dan terus mecari tau permasalahan mereka berulang kali sampai kita dapat hasil yang benar
sesuai dengan masalah yang dihadapi si anak. Kalau masa remaja kan masa peralihan terus maunya membangkang kalo dikasihtauin malah nyeramahin, terus mereka memang dari anak jalanan yang suka bohong jadi harus beberapa kali melakukan pendektan-pendekatan, apalagi wbs disini banyak ada 100 jadi kadang saya merasakan kejenuhan kalo assesment banyak.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Ibu Dra. Wiwik Widiyati, M.Si (Kepala Seksi Bimbingan dan Pelatihan)
Waktu
: 13.58
Hari/Tanggal
: Senin/14 Juli 2014
Tempat
: Ruang kantor PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan
: S2
No. Pertanyaan 1. Apa tugas pokok dan fungsi bimlat dalam melakukan rehabilitasi sosial untuk WBS?
Jawaban Tupoksi dalam seksi bimlat ini dimulai dari tahap awal, melakukan identifikasi, dan assessment, serta memberikan pemenuhan kebutuhan kepada warga binaan. Sangat penting sekali ya mbak, karena anakanak seperti mereka memang seharusnya dibina diberikan bimbingan, pelayanan, dan rehabilitasi. Adapun fungsi panti ini sebagai tempat singgah sementara untuk mereka sekaligus memberdayakan mereka melalui program keterampilan yang tercakup dalam program rehabilitasi sosial. Rehabilitasi sosial, yang dilakukan dengan memberikan pembinaan fisik, bimbingan mental (rohani), bimbingan keterampilan 7 jurusan; salon, jahit, komputer, las, otomotif motor dan mobil, ac, hp, dan bimbingan sosial dari dokter memberikan penyuluhan kesehatan, kesadaran hukum (kadarkum) dari pihak kepolisian, etika sosial, kewirausahaan, dan pendidikan kewarganegaraan. Saya bekerja disini sudah 6 tahun.
2.
Seberapa penting peran dan fungsi panti sosial ini untuk anak jalanan?
3.
Program rehabilitasi apa saja yang diberikan kepada anak jalanan?
4.
Sudah berapa lama bekerja di panti ini? Program serta pelayanan apa saja Program identifkasi dan assesment warga yang diberikan oleh bimlat binaan sosial, penempatan anak ke dalam kepada WBS? asrama dan jurusan kelas keterampilan, pemberian kebutuhan dasar seperti obat-obatan, perlengkapan mandi, dan pakaian serta selalu memberikan motivasi yang positif kepada
5.
6.
Kendala apa saja yang dihadapi dalam memberikan pelyanan rehabilitasi sosial kepada WBS?
7.
Tujuan apa yang ingin dicapai pada program bimlat untuk WBS?
8.
Apa harapan anda kepada WBS setelah menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini?
warga binaan. Kendalanya itu susah ngatur anak-anak karena mereka kalo dikasarin berontak tapi kalo dilembutin juga anak-anak ngga ngerti, kalo disuruh bangun pagi itu susahnya minta ampun, untuk ikut kegiatan bimsos juga susah harus disuruh-suruh dulu. Untuk merubah sikap, mental anak-anak menjadi disiplin, memberikan bekal keterampilan yang nantinya bisa dipergunakan mereka sebagai keahlian untuk bekerja, supaya nantinya mereka bisa mandiri, dan untuk mengentaskan sikap atau perilaku mereka dari yang tidak normatif menjadi normatif kembali di keluarga dan masyarakat, dan agar mereka bisa diterima dengan baik di masyarakat. Harapan saya untuk anak-anak binaan disini agar mereka bisa mandiri, punya kehidupan yang jelas setelah selesai menjalani rehabilitasi sosial disini, membantu keluarga kelak kalau sudah tua bisa jadi lebih dari orang tuanya, memiliki masa depan yang yang baik terutama untuk warga binaan anak jalanan bisa kembali hidup normatif di keluarga dan di masyarakat.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Bapak Abdul Salam, S.ST., M.Si (Kepala Seksi Penyaluran dan Bina Lanjut)
Waktu
: 14.06
Hari/Tanggal : Jum’at/18 Juli 2014 Tempat
: Ruang kantor PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama
: Islam
Pendidikan
: S2
No. Pertanyaan 1. Apa tugas pokok dan fungsi penyaluran dan bina lanjut dalam melakukan rehabilitasi sosial untuk WBS? 2. Seberapa penting peran dan fungsi panti sosial ini untuk anak jalanan?
3.
Jawaban Menyalurkan warga binaan sosial untuk praktek belajar kerja (PBK) di dunia usaha, memonitor secara langsung pada saat mereka melaksanakan PBK, memberikan bantuan kemandirian, dan melakukan terminasi. Tentu peran panti ini sangat penting bagi mereka, sebab kami pihak panti memberikan program pelayanan rehabilitasi sosial untuk mereka. Disini panti dan kami selaku pihak panti memiliki fungsi untuk membantu mereka dengan memberikan pelayanan kesehatan, makanan kemudian sebagai wadah untuk mereka bisa mendapatkan bekal ilmu pengetahuan dan keterampilan, lalu membina mereka untuk terlibat dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial yang dimulai dari pendekatan awal menjangkau mereka, mengidentifikasi, assesment, menerima dan menempatkan mereka dalam asrama, memberikan pembinaan fisik, mental, sosial, keterampilan, resosialisasi dengan menyatukan dan mengembalikan mereka kepada keluarga dan masyarakat, memberikan kesempatan kepada mereka untuk praktek belajar kerja di masyarakat sampai ke tahap akhir terminasi (pemutusan hubungan atau pengakhiran masa rehabilitasi sosial kepada warga binaan). Program rehabilitasi apa Rehabilitasi sosial, kemudian kami juga saja yang diberikan melakukan rehabilitasi fisik melalui medis,
kepada anak jalanan?
4.
Apakah ada ketentuan syarat/kriteria khusus untuk menyalurkan WBS melaksanakan PBK/magang diluar?
5.
Butuh waktu berapa lama untuk WBS bisa segera disalurkan untuk PBK?
6.
Berapa lama waktu yang harus dijalankan oleh WBS saat PBK? Tujuan apa yang ingin dicapai pada program penyaluran dan bina lanjut untuk WBS?
7.
8.
rehabilitasi vokasional dengan memberikan pembinaan keterampilan, dan rehabilitasi pendidikan memberikan pendidikan non formal melalui kejar paket pendidikan A setara SD, B setara SMP, dan C setara SMA/SMK. Kriteria khusus yang diperlukan warga binaan sosial untuk melaksanakan magang yaitu dilihat dari keaktifan mereka di dalam kelas, disiplin masuk kelas, skala penilaian, sikap, perilaku di kelas, di asrama maupun di tempat lain. Terkait dengan penguasaan materi dan praktek peran instruktur keterampilan dan pendamping dikombinasikan dan dicocokkan lalu muncul perangkingan. Selain itu dilihat juga dari beberapa aspek diantaranya aspek keterampilan, aspek perilaku, aspek sosial, aspek psikologis, aspek lingkungan, dan aspek fisik. Sebab beberapa aspek tersebut yang menjadi ukuran anak layak untuk praktek belajar kerja, karena saat PBK sikap dan perilaku dijaga dan dunia usaha pun menuntut hal itu, anak-anak juga dituntut harus rajin, disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Hal ini tergantung dari kriteria PBK, apabila anak tersebut sudah mampu dan layak untuk disalurkan maka kami secepatnya menyalurkan mereka ke dunia usaha. 1 bulan.
Tujannya menyatukan anak dengan dunia usaha, agar mereka bisa diterima bekerja di tempat praktek kerja dengan mengembangkan keterampilan yang sudah dimiliki, serta menyatukan kembali anak kepada keluarga dan masyarakat. Apa harapan anda untuk Saya berharap mereka bisa mandiri sudah WBS? mampu bekerja sendiri, diterima kembali oleh keluarga dan masyarakat.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Mas Rozal (Instruktur Keterampilan Las)
Waktu
: 14.30
Hari/Tanggal : Selasa/22 Juli 2014 Tempat
: Ruang kelas keterampilan las PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
No. Pertanyaan 1. Sudah berapa lama bertugas di panti ini? 2. Pembelajaran apa saja yang diajarkan/diberikan kepada WBS? 3.
Apabila ada WBS baru yang baru bergabung di kelas keterampilan, tindakan apa yang dilakukan/pemberian motivasi seperti apa yang diberikan?
4.
Teori apa saja yang diajarkan kepada WBS?
5.
Praktek apa saja yang diberikan kepada WBS? Kendala apa saja yang dihadapi anda dalam memberikan keterampilan kepada WBS?
6.
Jawaban Saya kerja disini sudah 3 tahun, tahun depan udah 4 tahun. Pembelajaran awal yang diberikan untuk anakanak itu mengenai pengukuran meteran, pengenalan mesin las, tehnik pengelasan yang baik. Biasanya untuk anak-anak yang baru gabung, kita berikan teori terlebih dahulu selama 2 minggu, nanti diliha perkembangannya selama pemberian teori itu anak paham atau tidak kalau sekiranya anak paham, langsung diikutsertakan untuk praktek langsung mengelas. Motivasi biasanya saya berikan masukan atau semangat kepada anak-anak kalau disini kamu harus betah dan bertahan karena selama kamu tinggal disini ngga akan sia-sia kamu dapat banyak pembelajaran khususnya pemebelajaran keterampilan, kamu nanti bisa punya bekal keahlian buat masa depan. Kalau untuk teori yang diajarkan itu mengenai pengukuran besi berapa diameter, tehnik-tehnik pengelasan. Pengelasan mobil, pengelasan pager, tralis, kanopi, pengelasan besi. Kendalanya itu pada saat menyampaikan materi kepada anak-anak, ada beberapa anak yang baca tulisnya kurang jadi susah untuk saya bisa menyampaikan materinya, tapi untuk mengatasi anak-anak yang baca tulisnya
7.
Dilihat dari aspek apa saja agar WBS bisa magang?
8.
Berapa lama waktu belajar di kelas?
9.
Apakah pemahaman WBS terhadap teori dan praktek cepat diterima? Bagaimana tanggapan anda mengenai David selama belajar di kelas keterampilan?
10.
11.
Perubahan apa saja yang terlihat dari WBS setelah diberikan keterampilan?
12.
Apa saja harapan anda kepada WBS?
kurang saya lebih utamakan kepada mereka pada prakteknya, karena anak-anak seperti itu tidak terlalu butuh teori yang banyak, melainkan praktek langsung, agar mereka lebih mudah paham dan mahir dalam mengembangkan keahlian mereka. Disiplin anak-anak yang kurang pada saat masuk kelas, kadang waktunya udah harus masuk kelas anak-anak belum datang, kadang saya ikut nyamperin mereka ke kamar mereka diatas bangunin mereka terus dengan sabar saya ajak mereka untuk masuk kelas. Dilihat dari nilai mereka yang harus diatas ratarata dari temen, keahlian yang dimiliki, dan wawasan yang dimiliki anak. Waktu belajar ada 2 sesi, sesi pertama pagi dari jam 10 sampai jam 12, sesi siang masuk kembali setelah istirahat jam 2 sampai jam 4. Relatif sih, ada yang cepat menerima ada juga yang lama, tapi rata-rata mereka semua cepat paham dan bisa langsung praktek mengelas. Dari awal dia bagus saya akuin saya banggain itu mbak. Baru pertama kali masuk kelas, megang mesin las jenis GMAW itu dia bisa padahal ngga segampang itu bisa nyalain bisa ngidupin tapi dia satu kali pegang langsung bisa daripada yang lain. Keseringan dia itu anaknya harus nunggu disuruh dulu buat ngerjain sesuatu jadi dia itu anaknya ngga langsung mikirin apa yang harus dikerjain gitu. Anaknya memang cenderung diam dan tidak macem-macem. Pemahaman dia tentang teori dan praktek juga cepat nangkep, dia juga bisa baca tulis. Banyak perubahan yang dialami oleh anakanak, mereka yang awalnya sama sekali tidak bisa memegang mesin las, selama menjalani kelas keterampilas las mereka sekarang jadi mahir dalam mengelas. Harapannya mereka bisa mandiri bekerja di luar, bisa diterima di tempat kerja dengan baik, dan berharap keahlian yang mereka miliki sekarang dapat berguna untuk kedepannya.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Ibu Fadhlina (Dokter)
Waktu
: 12.00
Hari/Tanggal : Jum’at/18 Juli 2014 Tempat
: Ruang Tamu PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Perempuan Agama
: Islam
Pendidikan
: S1
No. Pertanyaan 1. Program pelayanan apa saja yang diberikan kepada WBS?
2.
3.
4.
5.
6.
Jawaban Pemerikasaan kesehatan, penyuluhan mengenai PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat), penyuluhan umum mengenai informasi seputar kesehatan seperti bahaya merokok, bahaya penggunaan NAPZA, dan bahaya HIV/AIDS. Pemeriksaan medis apa Pemerikasaan kesehatan rutin mereka melalui yang diberikan kepada kartu remaja sehat dengan mengukur tinggi badan, WBS? menimbang berat badan, tensi darah, dan memantau perkembangan gizi mereka melalui kartu tersebut. Berapa kali melakukan 2 minggu sekali setiap hari jum’at. pemeriksaan kesehatan di panti ini? Biasanya sakit apa Biasanya anak-anak disini menderita flu, radang yang sering diderita tenggorokan, demam, diare. oleh kebanyakan WBS? Selama bertugas di Pernah, tahun kemarin pernah ada salah satu anak panti ini sudah laki-laki disini menderita penyakit infeksi menular pernah/belum seksual (IMS) akibat dia pernah melakukan menemukan hubungan seks bebas. penyakit/virus yang diderita parah oleh WBS? Apa saja suka dan duka Sukanya saya senang bisa memberikan bantuan bertugas di panti ini? pemeriksaan kesehatan yang tidak dipungut biaya kepada mereka, berbagi ilmu dengan memberikan pengetahuan umum mengenai kesehatan dan pembelajaran penting cara hidup bersih dan sehat, dukanya anak laki-lakinya disini susah diatur,
7.
8.
jorok, ruangan bimsos bau rokok kotor kayak tadi saya harus bersih-bersih dulu ruangan sebelum dipake saya sapu, dan suka asal menaruh handuk dimana saja. Tapi kalau untuk anak-anak angkatan sekarang jauh lebih baik dari tahun kemarin sudah bisa lebih diatur. Kendala apa saja saat Kendalanya kalau saya sedang menyampaikan melaksanakan tugas di materi penyuluhan kesehatan, anak-anaknya suka panti ini? sibuk ngobrol sendiri dengan temannya, main handphone saat bimbingan sosial berlangsung. Apa harapan anda Harapan saya untuk anak-anak disni setelah keluar untuk WBS? dari panti bisa bersih dan sehat secara fisik, bukan hanya bisa normal kembali perilakunya. Saya juga sebenarnya berharap pihak panti bisa memberikan pemeriksaan NAPZA minimal tes 2 macam zat saja dengan tujuan agar diketahui mana anak yang mengkonsumsi NAPZA dan segera diberikan penanganan lebih lanjut untuk pencegahan dan penyembuhannya. Sebab kita kan ngga ada yang tahu kalau mereka dari luar kemudian kembali ke panti lagi apakah anak benar-benar bersih dari NAPZA atau tidak karena kan yang namanya anak remaja kita juga nggatau gimana pergaulan mereka di luar sana takutnya mereka kena pergaulan bebas terus konsumsi NAPZA.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Mas Dede (Pendamping Asrama)
Waktu
: 13.25
Hari/Tanggal : Rabu/16 Juli 2014 Tempat
: Ruang Tamu PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
No. Pertanyaan 1. Tugas pokok dan fungsi apa yang anda jalankan untuk WBS?
2.
3.
Jawaban Memantau kegiatan dan kejadian sehari-hari, perkembangan kesehatan, perkembangan warga binaan sosial di bidang bimlatnya bagaimana, sharing setiap hari bagaimana kendalanya dimana, kendala di panti gimana kendala dengan teman gimana. Kita setiap petugas diberikan file untuk mengamati dan mendampingi kegiatan sehari-hari yang dilakukan wbs di panti. File-file tersebut berisi pengamatan kesehatan WBS, pengamatan di kelas pada saat melaksanakan keterampilan, dicatat semua yang nantinya kalau terdapat anak yang bermasalah segera dilaporkan berkas catatan di file tersebut untuk segera dilakukan cc (case conference) kepada WBS tersebut. Program pelayanan apa saja Pelayanan rehabilitasi sosial dari awal wbs masuk yang diberikan untuk WBS? panti diidentifikasi, dilakukan assement, pelayanan perawatan dan pemeliharaan wbs mulai dari kegiatan bimbingan fisik seperti olah raga, bimbingan sosial, sampai kegiatan bimbingan pelatihan keterampilan kerja. Bagaimana Proses rehabilitasi Prosesnya mulai dari pendekatan awal penjangkauan, terus identifkasi dan assement, yang dijalankan untuk WBS? penerimaan warga binaan berdasarkan kriteria yang belaku, menempatkan mereka di asrama masingmasing, pembinaan fisik, mental, sosial, dan keterampilan, magang kerja di instansi yang sudah bekerja sama dengan pihak panti, setelah semuanya selesai diberikan dan dijalankan oleh warga binaan selama 6 bulan paling cepat dan lambatnya selama setahun apabila sudah mencapai masa itu warga
4.
Bagaimana dampak perubahan yang dialami oleh WBS setelah menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini?
5.
Seberapa penting peran dan fungsi rehabilitasi untuk WBS?
6.
Kendala apa saja yang dihadapi saat menjalankan tugas di panti ini? Apa harapan anda terhadap WBS di panti ini?
7.
binaan sudah selesai menjankan rehabilitasi disini. Perubahan yang mereka alami sangat bagus terlebih lagi bagi anak jalanan mereka berubah secara total mulai dari penampilan fisik yang terlihat bersih dan rapi dari sebelumnya, cara berfikir mereka sekarang sudah dewasa dan sudah mengerti apa yang harus dilakukan mana yang baik dan mana yang buruk, kemudian cara bersikap dan tingkah laku mereka yang baik santun dari sebelumnya, selalu ramah tamah dan saling tegur sapa keapada seluruh petugas disini maupun dengan teman sesama, atau dengan orang yang baru dikenalnya. Penting sekali ya mbak, karena panti ini kan khusus untuk menangani anak yang bermasalah sosial, anak jalanan maupun anak yang terlantar pendidikannya, panti beserta pihak yang ada di dalamnya membantu memberikan pelayanan untuk mereka agar mereka bisa menjadi orang yang berguna dan memiliki masa depan bagus. Sebagai contoh panti memberikan program keterampilan kerja tujuannya agar warga binaan bisa memiliki bekal keterampilan dan memiliki keahlian atau kemampuan yang nantinya dipergunakan untuk mereka bekerja atau usaha mandiri di luar panti, dengan begitu warga binaan bisa mendapatkan penghasilan untuk dirinya sendiri sehingga memudahkan untuk mencarai pekerjaan ataupun mengembangkan keahlian yang sudah dimiliki sebagai peluang usaha bagi mereka pribadi. Kendalanya menghadapi anak-anak remaja yang kadang susah diatur, suka semaunya sendiri, kalo udah dikasihtau kadang masih suka ngelawan. Harapan saya buat warga binaan sosial disini mudah-mudahan mereka semua bisa menjadi anakanak yang mandiri dan berguna bagi keluarganya dan masyarakat. Mudah-mudahan semua ilmu pembelajaran yang sudah mereka dapatkan di panti bisa terlaksana di kehidupan mereka setelah mereka selesai menjalani rehabilitasi disini.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Anes (Klien Anak Jalanan)
Waktu
: 12.07
Hari/Tanggal : Jum’at/18 Juli 2014 Tempat Jaya
: Ruang Tamu dan ruang kelas keterampilan salon PSBR Taruna
Jenis Kelamin : Perempuan Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
No. Pertanyaan 1. Sudah berapa lama anda berada di panti ini dan menjalani rehabilitasi sosial? 2. Apa yang mendorong anda menjadi PMKS (anak jalanan)? 3. Aktivitas apa yang anda lakukan selama di jalan? 4. Bagaimana kehidupan anda selama di jalanan?
5. 6.
7.
8.
Bagaimana anda bisa tertangkap dalam penertiban? Apakah anda mengetahui alasan anda ditertibkan?
Program rehabilitasi sosial dan pembinaan apa saja yang diberikan di panti ini? Bagaimana tanggapan anda mengenai program rehabilitasi sosial di panti ini?
Jawaban Saya disini udah 8 bulan kak.
Kemauan sendiri untuk bantu mama. Ngamen, joki 3 in 1, Ya begitu kak namanya di jalanan kan bebas, bisa ngapain aja ngga ada yang ngelarang, gampang kepengaruh juga sama temen. Saya pernah juga kena pengaruh temen ikut-ikutan minum anggur, tramadol, dextro, sama double h soalnya kalo saya minum itu saya bisa melek jadi biar bisa ngamen malem. Saya lagi ngamen tau-tau saya diajak sama satpol pp yaudah saya nurut aja. Awalnya saya nggatau kak tapi selama saya nurut dan ngikutin aturan saya jadi tau kalo saya ditertibkan karena saya kerja di jalanan. Bimbingan sosial, keterampilan, olah raga, rekreasi, dikasih makan yang teratur, periksa kesehatan, keagamaan. Sudah bagus dan baik karena saya selama disini merasa nyaman dan enak, saya bisa dapet makan teratur tiga kali sehari kalo sebelumnya waktu saya masih di jalan makan seketemunya aja paling sehari
cuma sekali aja, terus dapet baju, kebutuhan saya disini terpenuhi. Saya yang sebelumnya gasuka dandan semenjak disini saya suka dandan karena saya disini juga ikut keterampilan salon, saya juga mau buktiin aja ke tementemen saya di luar kalo saya bisa dandan dan bisa tampil cantik gitu biar ngga diremehin terus sama temen-temen. Saya juga udah jarang di jalanan paling kalo lagi izin pulang aja nongkrong sebentar nemuin temen. Pokoknya semenjak tinggal di panti kehidupan saya berubah. Banyak yang perubahan yan saya rasain, penampilan fisik saya dulu sebelum ada di panti kotor, dekil, jarang mandi, tapi semenjak saya di panti sekarang saya jadi rajin mandi, rajin bersih-bersih diri dan ngerawat diri saya sendiri karena kan saya cewek, jadi sekarang penampilan saya udah jauh lebih baik dari sebelumnya. Sebelumnya saya yang suka gampang emosian marah-marah alhamdulillah sekarang saya jadi orang yang sabar dan bisa lebih ngatur emosi saya, karena kan saya disini juga terus dapet motivasi dari petugas panti. Saya ikut keterampilan salon kak disini.
9.
Dampak apa saja yang anda dapatkan rasakan sebelum menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini dan setelah menjalankan reshsos di panti ini?
10.
Mengikuti keterampilan apa anda? Kenapa memilih keterampilan Karena saya kepengen buktiin ke temenini? temen saya di luar kalo saya juga bisa tampil cantik sebagai cewek yang bisa dandan. Bagaimana pengaruh Sangat berpengaruh besar kak, karena rehabilitasi sosial dalam membawa perubahan yang berarti untuk kehidupan anda? saya kak. Kegiatan apa saja yang Kegiatan keterampilan kak karena di dilakukan di panti ini dalam kegiatan keterampilan ini dituntut untuk peningkatan kemandirian bisa praktek dan mengusai keahlian untuk kamu? nanti kerja kak, kegiatan bimbingan sosial belajar etika sosial, kewarganegaraan, kesadaran hukum. kewirausahaan. Apa harapan kamu setelah Harapan saya bisa dapat kerjaan, ingin selesai menjalankan rehabilitasi beli rumah buat keluarga, dan ingin jadi sosial di panti ini? orang sukses biar bisa ngebantu orang tua dan bikin orang tua bahagia.
11.
12.
13.
14.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: David (Klien Anak Jalanan)
Waktu
: 13.30
Hari/Tanggal : Selasa/22 Juli 2014 Tempat
: Ruang Tengah PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
No. Pertanyaan 1. Sudah berapa lama anda berada di panti ini dan menjalani rehabilitasi sosial? 2. Apa yang mendorong anda menjadi PMKS (anak jalanan)? 3. 4. 5.
6. 7.
8.
Jawaban 5 bulan dari februari.
Kabur dari rumah karena ada masalah keluarga, sering dituduh maling sama tetangga. Aktivitas apa saja yang anda Ngamen. lakukan selama di jalan? Bagaimana kehidupan anda selama Ya, ngamen gitu aja kak, keseharian di jalanan? saya di jalan ngamen muter. Bagaimana anda bisa tertangkap Saya lagi jalan di pinggiran rel kereta dalam penertiban? daerah Kebayoran, terus saya ditangkep sama satpol pp disuruh ngikut terus ditaro di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya cipayung selama 3 hari, setelah itu dikirim ke PSBR “Taruna Jaya” ini sampe sekarang. Apakah anda mengetahui alasan Gatau sama sekali kak, tau-tau anda ditertibkan? disuruh ngikut aja sama satpol pp. Program rehabilitasi sosial dan Banyak sih kak, bimbingan sosial, pembinaan apa saja yang diberikan keterampilan, bimbingan rohani, di panti ini? periksa kesehatan. Bagaimana tanggapan anda Baik kak menurut saya, karena mengenai program rehabilitasi selama saya menjalani rehabilitasi sosial di panti ini? sosial disini saya dapet baju, dapet alat mandi. sandal, dan belajar ilmu, apalagi kalau kegiatan bimbingan sosial saya belajar ilmu tentang kewirausahaan, kepolisisan kadarkum
9.
Dampak apa saja yang anda dapatkan rasakan sebelum menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini dan setelah menjalankan reshsos di panti ini?
10. 11.
Mengikuti keterampilan apa anda? Kenapa memilih keterampilan ini?
12.
Bagaimana pengaruh rehabilitasi sosial dalam kehidupan anda?
13.
Kegiatan apa saja yang dilakukan di panti ini dalam peningkatan kemandirian kamu?
14.
Apa harapan kamu setelah selesai menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini?
(kesadaran hukum), dokter diperiksa kesehatan sama belajar ilmu tentang kesehatan, kayak bahayanya merokok apa aja gitu kak. Banyak sih kak, saya jadi lebih baik lagi dari sebelumnya, jadi lebih bersih, lebih rajin masuk kelas keterampilan dan kelas bimbingan sosial, disiplin dengan peraturan di panti dan disiplin dengan waktu, kalau waktunya masuk kelas saya tepat waktu. Las kak. Awalnya saya mau masuk kelas komputer, tapi karena udah penuh saya masuk ke las, yaudah saya jalani dan saya ikuti aja pelajarannya dan alhamdulillah sekarang saya sudah bisa mengelas, memperbaiki besi-besi yang rusak, mengukur, kreatifitas membuat tralis, kursi, dan tempat tidur. Kelas las ini termasuk susah kak untuk belajarnya tapi alhamdulillah saya sudah bisa dan menurut saya lebih gampang teorinya daripada praktek. Berpengaruh sekali kak, saya yang tadinya tidak punya keahlian apa-apa semenjak saya disini alhamdulillah saya jadi punya skill (keahlian) yang tadinya gabisa sama sekali jadi bisa sekarang. Keterampilan las karena di kelas las dituntut harus cepat bisa biar cepat pkl dan kerja, kegiatan bimbingan sosial dari kegiatan bimbingan sosial itu saya dapet ilmu baru yang nanti berguna untuk saya. Mau cari kerja, dan ngebahagiain orang tua.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Andriansyah (Klien Anak Jalanan)
Waktu
: 14.30
Hari/Tanggal : Senin/17 November 2014 Tempat
: Ruang Tengah PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
No. Pertanyaan 1. Sudah berapa lama anda berada di panti ini dan menjalani rehabilitasi sosial? 2. Apa yang mendorong anda menjadi PMKS (anak jalanan)?
3. 4.
5.
6.
Jawaban Sudah 7 bulan kak dari bulan Mei.
Ngga ada yang mempengaruhi cua awalnya saya ingin pergi kerumah saudara saya dengan ngamen terus saya juga gabung sama komunitas anak punk di jalan. Aktivitas apa saja yang anda Ngamen. lakukan selama di jalan? Bagaimana kehidupan anda selama Ya, ngamen gitu aja kak, keseharian di jalanan? saya di jalan ngamen muter. Ya gitulah kak namanya hidup di jalan jadi gampang kena pengaruh pergaulan bebas, kayak kuping saya tindik karena solidaritas kami sebagai anak punk kebanyakan emang kupingnya ditindik, saya juga pernah minum tuak rame-rame sama temen. Bagaimana anda bisa tertangkap Saya lagi ngamen di daerah pasar dalam penertiban? rebo eh tau-tau ada petugas dinas nangkep saya terus saya diajak untuk ikut ke Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya cipayung, setelah itu dikirim ke PSBR “Taruna Jaya” ini sampe sekarang. Apakah anda mengetahui alasan Gatau sama sekali kak, tau-tau anda ditertibkan? disuruh ngikut aja sama satpol pp, kayaknya sih karena saya ngamen makanya saya ditangkep.
7.
8.
Program rehabilitasi sosial dan pembinaan apa saja yang diberikan di panti ini? Bagaimana tanggapan anda mengenai program rehabilitasi sosial di panti ini?
9.
Dampak apa saja yang anda dapatkan rasakan sebelum menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini dan setelah menjalankan reshsos di panti ini?
10. 11.
Mengikuti keterampilan apa anda? Kenapa memilih keterampilan ini?
12.
Bagaimana pengaruh rehabilitasi sosial dalam kehidupan anda?
13.
Kegiatan apa saja yang dilakukan di panti ini dalam peningkatan kemandirian kamu?
14.
Apa harapan kamu setelah selesai menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini?
Banyak sih kak, bimbingan sosial, keterampilan, bimbingan rohani, periksa kesehatan. Baik kak menurut saya, karena selama saya menjalani rehabilitasi sosial disini saya dapet baju, dapet alat mandi. sandal, dan belajar ilmu, apalagi kalau kegiatan bimbingan sosial saya belajar ilmu tentang kewirausahaan, kepolisisan kadarkum (kesadaran hukum), dokter diperiksa kesehatan sama belajar ilmu tentang kesehatan, kayak bahayanya merokok apa aja gitu kak, sama bahaya hiv/aids. Banyak sih kak, saya jadi lebih baik lagi dari sebelumnya, jadi lebih bersih, lebih rajin masuk kelas keterampilan dan kelas bimbingan sosial, disiplin dengan peraturan di panti dan disiplin dengan waktu, kalau waktunya masuk kelas saya tepat waktu. Otomotif mobil kak. Karena saya ingin belajar dan ingin punya keterampilan Berpengaruh sekali kak, saya yang tadinya tidak punya keahlian apa-apa semenjak saya disini alhamdulillah saya jadi punya skill (keahlian) yang tadinya gabisa sama sekali jadi bisa sekarang. Keterampilan praktek bongkar mobil karena di kelas otomotif dituntut harus cepat bisa biar cepat pkl dan kerja, kegiatan bimbingan sosial dari kegiatan bimbingan sosial itu saya dapet ilmu baru yang nanti berguna untuk saya. Mau cari kerja, nikah, dan antu orang tua saya.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Dedi (Klien Anak Jalanan)
Waktu
: 15.30
Hari/Tanggal : Senin/17 November 2014 Tempat
: Ruang Tengah PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
No. Pertanyaan 1. Sudah berapa lama anda berada di panti ini dan menjalani rehabilitasi sosial? 2. Apa yang mendorong anda menjadi PMKS (anak jalanan)? 3. Aktivitas apa saja yang anda lakukan selama di jalan? 4. Bagaimana kehidupan anda selama di jalanan?
5.
Bagaimana anda bisa tertangkap dalam penertiban?
6.
Apakah anda mengetahui alasan anda ditertibkan?
7.
Program rehabilitasi sosial dan pembinaan apa saja yang diberikan
Jawaban 3 bulan dari bulan September barengan dengan Andreas saya masuk sini. Kabur dari rumah karena ada masalah keluarga, kedua orang tua ingin cerai. Ngamen. Ya, ngamen gitu aja kak, keseharian saya di jalan ngamen di daerah monas. Ya namanya hidup di jalan keras ya kak jadi saya juga waktu itu pernah minum vodka sama nyobain shabu karena itu dia bebas banget di jalan kita mau ngapain aja sesuka hati kita ga ada yang ngelarang toh prinsip hidup saya yang ngejalanin hidup ini jadi ya ngga perduli orang mau bilang apa tentang saya. Saya lagi ngamen di monas tiba-tiba ada penertiban dari petugas dinsos terus ssaya dibawa ke Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya 02 cipayung Jakarta Timur, setelah itu dikirim ke PSBR “Taruna Jaya” ini sampe sekarang. Gatau sama sekali kak, tau-tau disuruh ngikut aja sama petugas dinas katanya gara-gara ngamen. Banyak sih kak, bimbingan sosial, keterampilan, bimbingan rohani,
8.
di panti ini? Bagaimana tanggapan anda mengenai program rehabilitasi sosial di panti ini?
9.
Dampak apa saja yang anda dapatkan rasakan sebelum menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini dan setelah menjalankan reshsos di panti ini?
10. 11.
Mengikuti keterampilan apa anda? Kenapa memilih keterampilan ini?
12.
Bagaimana pengaruh rehabilitasi sosial dalam kehidupan anda?
13.
Kegiatan apa saja yang dilakukan di panti ini dalam peningkatan kemandirian kamu?
14.
Apa harapan kamu setelah selesai menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini?
periksa kesehatan. Baik kak menurut saya, karena selama saya menjalani rehabilitasi sosial disini saya dapet baju, dapet alat mandi. sandal, dan belajar ilmu, apalagi kalau kegiatan bimbingan sosial saya belajar ilmu tentang kewirausahaan, kepolisisan kadarkum (kesadaran hukum), dokter diperiksa kesehatan sama belajar ilmu tentang kesehatan, kayak bahayanya merokok apa aja gitu kak. Banyak sih kak, saya jadi lebih baik lagi dari sebelumnya, jadi lebih bersih, lebih rajin masuk kelas keterampilan dan kelas bimbingan sosial, disiplin dengan peraturan di panti dan disiplin dengan waktu, kalau waktunya masuk kelas saya tepat waktu. Service hp kak. Supaya saya bisa service hp selain itu saya juga ingin mencari wawasan dan ingin belajar semua kegiatan di PSBR. Berpengaruh sekali kak, saya yang tadinya tidak punya keahlian apa-apa semenjak saya disini alhamdulillah saya jadi punya skill (keahlian) yang tadinya gabisa sama sekali jadi bisa sekarang. Keterampilan service hp karena di kelas service dituntut harus cepat bisa biar cepat pkl dan kerja, kegiatan bimbingan sosial dari kegiatan bimbingan sosial itu saya dapet ilmu baru yang nanti berguna untuk saya. Mau cari kerja, dan ngebahagiain orang tua.
TRANSKIP WAWANCARA IMPLEMENTASI REHABILITASI SOSIAL BAGI ANAK JALANAN DI PSBR TARUNA JAYA Informan
: Andreas (Klien Anak Jalanan)
Waktu
: 14.00
Hari/Tanggal : Senin/17 November 2014 Tempat
: Ruang Tengah PSBR Taruna Jaya
Jenis Kelamin : Laki-laki Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
No. Pertanyaan 1. Sudah berapa lama anda berada di panti ini dan menjalani rehabilitasi sosial? 2. Apa yang mendorong anda menjadi PMKS (anak jalanan)? 3. Aktivitas apa saja yang anda lakukan selama di jalan? 4. Bagaimana kehidupan anda selama di jalanan?
Jawaban Baru 3 bulan kak dari September.
Saya ingin membantu keluarga kak. Parkir di jalanan kak. Ya, markirin kendaraan aja di jalan. Sewaktu saya hidup di jalan juga saya main sama temen jadi kepengaruh buat minum alkohol, ya namanya di jalan bebas kak. Saya lagi markir dijalanan, terus saya kena razia sama satpol pp disuruh ngikut terus ditaro di Panti Sosial Bina Insan (PSBI) Bangun Daya cipayung selama, setelah itu dikirim ke PSBR “Taruna Jaya” ini sampe sekarang. Gatau sama sekali kak, tau-tau disuruh ngikut aja sama satpol pp. Banyak sih kak, bimbingan sosial, keterampilan, bimbingan rohani.
5.
Bagaimana anda bisa tertangkap dalam penertiban?
6.
Apakah anda mengetahui alasan anda ditertibkan? Program rehabilitasi sosial dan pembinaan apa saja yang diberikan di panti ini? Bagaimana tanggapan anda Baik kak menurut saya, karena mengenai program rehabilitasi selama saya menjalani rehabilitasi sosial di panti ini? sosial disini saya dapet baju, dapet alat mandi. sandal, dan belajar ilmu, apalagi kalau kegiatan bimbingan sosial saya belajar ilmu tentang
7.
8.
9.
Dampak apa saja yang anda dapatkan rasakan sebelum menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini dan setelah menjalankan reshsos di panti ini?
10. 11.
Mengikuti keterampilan apa anda? Kenapa memilih keterampilan ini?
12.
Bagaimana pengaruh rehabilitasi sosial dalam kehidupan anda?
13.
Kegiatan apa saja yang dilakukan di panti ini dalam peningkatan kemandirian kamu?
14.
Apa harapan kamu setelah selesai menjalankan rehabilitasi sosial di panti ini?
kewirausahaan, kepolisisan kadarkum (kesadaran hukum), dokter diperiksa kesehatan saya, tapi awalnya saya ngerasa ngga betah disini dan awalawal saya disini saya ingin kabur terus karena saya ngerasa ngga ceria disini dan pengen ceria lagi, tapi berkat teman saya Dedi yang senasib dengan saya terkena penertiban bareng saya dinasehati sama dia buat apa kabur toh disini tempat kita buat memperbaiki hidup kita dan meraih masa depan yang baik. Banyak sih kak, saya jadi lebih baik lagi dari sebelumnya, jadi lebih bersih, lebih rajin masuk kelas keterampilan dan kelas bimbingan sosial, disiplin dengan peraturan di panti dan disiplin dengan waktu, kalau waktunya masuk kelas saya tepat waktu. Las kak. Karena saya ingin belajar dan ingin punya bekal keahlian buat masa depan saya. Berpengaruh sekali kak, saya yang tadinya tidak punya keahlian apa-apa semenjak saya disini alhamdulillah saya jadi punya keahlian yang tadinya gabisa sama sekali jadi bisa sekarang meskipun baru pemula tapi sedikit demi sedikit saya sudah paham dan bisa praktek ngelas. Keterampilan las karena di kelas las dituntut harus cepat bisa biar cepat pkl dan kerja, kegiatan bimbingan sosial dari kegiatan bimbingan sosial itu saya dapet ilmu baru yang nanti berguna untuk saya. Mau cari kerja, dan bantu orang tua.
Dokumentasi Penelitian di PSBR “Taruna Jaya” Tebet Jakarta Selatan L
Warga binaan Sosial PSBR “Taruna Jaya” sedang mengikuti kegiatan bimbingan sosial dengan penyampaian penyuluhan materi kesehatan mengenai bahaya virus HIV dan AIDS oleh dokter Fadlina dan dokter Dewi dari Puskesmas Kecamatan Tebet. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Jum’at 15 Agustus 2014 Pukul 10.27.
Warga Binaan Sosial PSBR “Taruna Jaya” sedang melaksanakan kegiatan bimbingan keterampilan salon. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu 16 Juli 2014 Pukul 14.14.
Warga Binaan Sosial PSBR “Taruna Jaya” sedang melaksanakan kegiatan keterampilan menjahit, las, ac, service handphone di ruang keterampilannya masing-masing. Kegiatan keterampilan dilaksanakan setiap hari senin-sabtu.
Hasil keterampilan menjahit warga binaan sosial di Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya
Pelaksanaan kegiatan dinamika kelompok di lapangan Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya, pelaksanaan dinamika kelompok ini merupakan salah satu metode groupwork yang teraplikasikan dalam intervensi mikro (perubahan sosial terencana pada level kelompok kecil) yang sudah terbentuk sebagai implementasi dari rehabilitasi sosial.
Pelaksanaan kegiatan bimbingan sosial yang diisi dari pihak kepolisan dengan memberikan pembelajaran mengenai kesadaran hukum (kadarkum) kepada warga binaan sosial di ruang bimbingan sosial Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya
Pelaksanaan kegiatan senam sebagai salah satu bentuk rehabilitasi yang diberikan dalam bentuk pembinaan fisik. Kegiatan senam ini dilaksanakan setiap pagi pada hari jum’at