PENGALAMAN PSIKOSOSIAL ANAK REMAJA PUTRI DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK PUTRA UTAMA 3 TEBET SKRIPSI
Ditujukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh: NOVIA PUTRI ASTUTI 109104000012
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014M/ 1435H
ii
iii
iv
v
vi
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapanglapanglah dalam majlis.” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu.” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah: 11). Skripsi ini penulis persembahkan untuk: Orang tua Ayahanda Sugiyarto dan Ibunda Elly triastuti yang telah mencurahkan kasih sayangnya, waktu, biaya, tenaganya untuk mendidik dan mengasuh aku selama ini. Terima kasih atas segala semangat, nasehat, dan kasih sayang yang telah engkau berikan yang membuat aku bangga dibesarkan oleh mama dan papa. Aku tahu aku tidak akan mungkin bisa membalas itu semua, tapi semua itu memotivasi aku untuk melakukan hal yang lebih baik untuk mama dan papa. Alm. Mbah kakung yang telah tenang disisiNya. Mbah, meskipun engkau telah tiada, namun semua kata-kata engkau masih ku ingat. Betapa inginnya engkau melihat cucumu menjadi seorang pegawai tenaga kesehatan disetiap akhir teleponmu. Aku hanya berharap diwisudaku adanya kehadiran kalian, namun semua hanya harapan, Allah lebih menyayangi kalian. Tenang disisiNya mbah, aku akan mencoba berusaha menjadi cucu kebanggaan kalian. Sahabatku Arindi Yesitha Dewi yang selalu memberikan dukungan ketika sedang bosan ditengahtengah mengerjakan skripsi. Terima kasih waktunya untuk hanya sekedar mendengar keluh kesahku selama ini. LandJ sahabat 24 jam non stop hits ku (Geisandra Astaqviani Putri, Fidinia Hastuti, Nur Qomariah, Erythrina Julianti, Nining Ratnasari, Sih Utami Sri Hartati). Terima kasih dukungan, waktu, humor, kasih sayang kalian selama ini. Kalian sahabat terbaikku.
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2013 Novia Putri Astuti, NIM: 109104000012 Pengalaman Psikososial Anak Remaja Putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Xviii + 86 halaman + 7 lampiran ABSTRAK Tugas perkembangan pada masa remaja adalah tahap pencarian identitas diri dimana peran orang tua, teman sebaya, kakak atau orang tua asuh sangat berarti dalam memberikan dukungan terkait pengalaman psikososial anak remaja. Tingginya pengaruh teman sebaya dalam aspek psikososial remaja membuat remaja merasa puas jika tahap tersebut dapat dilalui dengan baik, jika tahap psikososial dilalui dengan buruk, maka akan muncul ketidakadekuatan sehingga berpotensi untuk kegagalan. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan desain fenomenologi. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Peneliti menggunakan metode wawancara mendalam pada 7 informan perempuan di panti asuhan untuk mengetahui pengalaman psikososial mereka selama di panti asuhan. Hasil penelitian didapat bahwa pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan terdiri dari beberapa tema yaitu (a) pengalaman selama di panti (b) support system anak remaja putri di panti asuhan (c) hubungan remaja putri dipanti asuhan dengan orang tua (d) psikososial remaja putri di panti asuhan. Penelitian ini menunjukkan bahwa remaja putri di panti asuhan tidak memiliki masalah psikososial. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, baiknya panti asuhan mempertahankan dan meningkatkan kualitas pengasuhan bagi anak asuh sehingga masalah psikososial tidak akan muncul pada anak asuh yang berada dipanti asuhan. Kata kunci: pengalaman psikososial, remaja putri, panti asuhan Daftar bacaan 85 (1996-2013)
viii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCIENCE STUDY NURSING PROGRAM ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) Syarif hidayatullah Jakarta Undergraduate Thesis, September 2013 Novia Putri Astuti, NIM: 102104000012 Adolescent Girl’s Psychosocial Experience in Orphanage Pura Utama 3 Tebet xviii + 86 pages + 7 appendix ABSTRACT Developmental task in adolescence is the stage of searching for identity in which the role of parents, peers, brother or foster parents are very significant in providing support related to adolescent psychosocial experiences. The high influence of peers on adolescent psychosocial aspects make teens feel satisfied if the stage well-passed, if passed by poor psychosocial stage, it would be inadequate that potential for failure. This study is a qualitative study with a phenomenological design. Sampling method waspurposive sampling. Researchers used in-depth interviews at 7 adolescent girls at the foster care to find out their psychosocial experiences. The result is that the child 's psychosocial experiences of adolescent girl at the foster care consists of several themes,namely (a) experience in the orphanage (b) support system of adolescent girls in an orphanage (c) relationship with parents (d) psychosocial of adolescent girls in an orphanage. This study shows that teenage girls at the orphanage did not have psychosocial problems. Based on these results, the orphanage should maintain and improve the quality of care for foster children so that psychosocial problems will not show up in orphanages that are infostercare. Keywords : psychosocial experience, adolescent girls, foster care Reading list 85 (1996-2013)
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi yang berjudul “Pengalaman Psikososial Anak Remaja Putri Usia
13-18 Tahun di Panti Sosial Anak Putra Utama 3 Tebet”. Dalam penyusunan proposal skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayahNya, kesungguhan, kerja keras dan kerja keras disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya proposal skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.Andselaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Waras Budi Utomo S.Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
x
dan Ibu Eni Nuraini Agustini, S.Kep, MSc selaku sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3.
Ibu Maftuhah, M.Kep, Ph.D selaku pembimbingpertama yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.
4.
Ibu Ita Yuanita,
Skp, M. Kepselaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti. 5.
Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah serta staff akademik Bapak Azib Rosyidi, S.Psi dan Ibu Syamsiyah yang telak memudahkan birokrasi.
6.
Kepala serta segenap Staf Panti Sosial Asuhan Anak PutraUtama 3 Tebet yang memberikan informasi serta data dalam studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti.
7.
Orang Tua peneliti yaituBapak Sugiyarto dan Ibu Elly Tri Astuti yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya, mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil maupun non materiil.
xi
8.
Keluarga besar peneliti yang selalu memberikan dukungan baik mateiil maupun non materiil.
9.
Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang selalu saya sayangi, memberikan makna kebersamaan, motivasi, dan membantu saya dalam melaksanakan tugas.
Penulis sangat menyadari bahwa pada penyusunan proposal skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang peneliti miliki, karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki proposal skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.
Ciputat,
Januari 2014
Penulis
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .......................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................. iii LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................ vii ABSTRAK ...................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................... ix KATA PENGANTAR .................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi DAFTAR BAGAN.......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5 D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 5 E. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 7 A. Pengalaman .......................................................................................... 7 B. Psikososial ............................................................................................ 7
xiii
C. Remaja.................................................................................................. 13 D. Psikososial remaja ................................................................................ 19 E. Panti asuhan ......................................................................................... 21 F. Penelitian terkait................................................................................... 28 G. Kerangka Teori..................................................................................... 30 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH .................... 31 A. Kerangka Konsep ................................................................................. 31 B. Definisi Istilah ...................................................................................... 32 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 33 A. Desain Penelitian.................................................................................. 33 B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .............................................. 34 C. Instrumen Penelitian............................................................................. 34 D. Informan Penelitian .............................................................................. 34 E. Teknik Pengambilan Informan............................................................. 35 F. Tahapan Pengambilan Data ................................................................. 36 G. Teknik Analisis Data ............................................................................ 39 H. Validasi Data ........................................................................................ 43 I. Etika Penelitian .................................................................................... 44 BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................... 46 A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian.................................................. 46 B. Hasil penelitian ..................................................................................... 49 BAB VI PEMBAHASAN............................................................................. 68 A. Keterbatasan penelitian ........................................................................ 68
xiv
B. Pembahasan Hsil Penelitian ................................................................. 68 BAB VII PENUTUP...................................................................................... 85 A. Kesimpulan .......................................................................................... 85 B. Saran ..................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL Nomor Tabel
Halaman
Tabel 2.1 Nursing Care Plan untuk Peran Keluarga sebagai pemberi perawatan (caregiver) ..................................................................................... 13 Tabel 2.2 Penelitian Terkait .......................................................................... 27 Tabel 5.1 Karateristik Informan Utama ......................................................... 45
xvi
DAFTAR BAGAN Nomor Bagan
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................31 Bagan 3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................32 Bagan 4.1 Teknik Analisis Data.........................................................................40 Bagan 5.1. Skema Tema 2...................................................................................53 Bagan 5.2. Skema Tema 3...................................................................................55 Bagan 5.3. Skema Tema 4...................................................................................57 Bagan 5.4. Skema Tema 5...................................................................................59 Bagan 5.5. Skema Tema 6...................................................................................61 Bagan 5.6. Skema Tema 7...................................................................................67 Bagan 5.7. Skema Tema 8...................................................................................68 Bagan 5.8. Skema Tema 9...................................................................................70
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Nursing Care Plan Lampiran 2 Permohonan Izin Studi Pendahuluan Lampiran 3 Pemberian Izin Studi Pendahuluan dari Walikota Jakarta Selatan Lampiran 4 Pedoman Wawancara Informan Utama Lampiran 5 Pedoman Observasi Lampiran 6 Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 7 Lembar Persetujuan Responden
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Pengalaman merupakan suatu hal yang pernah dialami oleh seseorang yang berpengaruh terhadap kehidupannya kelak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengalaman adalah yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dsb). Pengalaman bagi anak dapat menjadi suatu hal yang membahagiakan ataupun dapat menyakitkan sehingga akan membuat trauma ataupun
hambatan
bahkan
keterlambatan
pada
proses
tumbuh
kembang.Menurut beberapa ahli, pengalaman sebelumnya bagi remaja sangat berpengaruh terhadap perkembangannya (Santrock, 2003). Tugas perkembangan pada masa remaja merupakan tahap pencarian identitas. Hal tersebut meliputi pemilihan dalam pekerjaan, mengadopsi nilai dan kepercayaan yang ada di lingkungan, serta mengembangkan kepuasan identitas seksual (Papalia, 2003). Pencarian identitas merupakan tugas utama perkembangan psikososial remaja. Remaja harus membentuk hubungan sebaya yang dekat atau tetap terisolasi secara sosial. Remaja bekerja mandiri secara emosional dari orang tua sambil mempertahankan ikatan keluarga (Potter, 2005). Dalam pencarian identitas tersebut, peran orang tua sangatlah penting dalam membangun attachment dan merupakan sistem dukungan ketika remaja menjajaki suatu dunia sosial yang lebih luas dan lebih kompleks (Santrock, 2002).
1
2
Kenyataan menunjukkan bahwa masih terdapat sejumlah besar anak-anak terlantar yang tidak mendapatkan dukungan dari orang tua sehingga tidak memiliki kesempatan yang cukup untuk dapat berkembang secara optimal dalam hal fisik, mental, dan sosial. Hasil sensus penduduk tahun 2010 dilaporkan bahwa terdapat 20.880.734anak usia 15 hingga 19 tahun di Indonesia yang terdiri dari 10.614.306 anak laki-laki dan 10.266.428 anak perempuan (Badan Pusat Statistik, 2010). Menurut rekapitulasi data penyandang masalah kesejahteraan sosial 2010terdapat 3.115.777 anak terlantar(Kemensos, 2011). Menyoroti banyaknya anak terlantar, maka negara memfasilitasi adanya panti asuhan yang merupakan pelayanan yang berfokus pada kesejahteraan anak untuk memberikan pemenuhan kebutuhan fisik, mental dan sosial bagi anak
terlantar
kepribadiannya
sehingga sesuai
terpenuhi
dengan
tahap
kebutuhan
dalam
perkembangan
perkembangan seusianya,
serta
memberikan pelayanan subtitutif yaitu menggantikan peran orang tua dalam mencapai kesejahteraan anak. Berdasarkan data Kementrian Sosial Republik Indonesia, terdapat 6810 panti di Indonesia dan kurang lebih 5846 panti asuhan anak (Kemensos, 2011). Selain panti asuhan, kepedulian negara akan kesejahteraan anak dituangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 pasal 22 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Dalam ketentuan tersebut yang termasuk dalam dukungan sarana prasarana misalnya sekolah,
3
lapangan bermain, lapangan olahraga, rumah ibadah, balai kesehatan, gedung kesenian, tempat rekreasi, ruang menyusui, tempat penitipan anak, dan rumah tahanan khusus anak (Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2002). Panti asuhan merupakan penampungan pembinaan fisik, mental, sosial serta wadah untuk memberikan pendidikan, pelatihan, keterampilan, kemandirian bagi anak terlantar. Anak dipanti asuhan biasanya karena korban kekerasan pada anak, penelantaran anak, keluarga dengan penyalahgunaan zat, keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal, dan kurangnya pelayanan yang menekankan penempatan pencegahan dan penyatuan keluarga kembali (Kools, 2012). Hal tersebut yang mungkin akan menyebabkan beberapa masalah. Menurut Kools et al (2012) anak yang masuk ke panti asuhan mempunyai pengalaman yang buruk terhadap kesehatan dan kesejahteraan meliputi kekerasan pada anak dan ditelantarkan yang sangat signifikan berisiko tinggi terhadap semua masalah kesehatan meliputi fisik, mental, dan perkembangan. Hal ini ditegaskan oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dowdell et al (2009) bahwa perempuan di panti asuhan memiliki risiko tinggi dikarenakan adanya pengalaman yang buruk terkait dengan penganiayaan, masalah kesehatan yang kronis, ketidakstabilan dalam hal penempatan di panti asuhan yang terdiri dari 84% perempuan mengalami kekerasan fisik, 95% mengalami kekerasan dari orang tua biologis, kekerasan seksual 81%, dan 68% mendapat kekerasan seksual lebih dari satu orang. 95% mengalami penelantaran, 51% diklasifikasikan dengan penelantaran tingkat sedang dan kronis. 100% hampir mengalami kekerasan seksual dan secara tidak langsung perilaku tersebut dilakukan oleh anak remaja yang lain. 92% perempuan
4
pernah mengalami 2 atau lebih perubahan dalam orang tua asuh dari usia 16 tahun. Lebih dari 1/3 perempuan (39.2%) mengalami 4 atau lebih perbedaan situasi saat tinggal kurang dari 1 bulan. Selain itu, penelitian lain yang dilakukan oleh Susan Kools terkait dengan dimensi kesehatan pada remaja di panti asuhan menyebutkan bahwa perempuan memiliki kepuasan lebih rendah terhadap kesehatan dan harga diri dan lebih tidak nyaman terhadap fisik dan emosional (Kools, 2012). Teori Abraham Maslow mengenai lima hierarki kebutuhan dasar manusia (five hierarchy of needs) yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri menggambarkan bahwa untuk mendapatkan aktualisasi diri yang tinggi maka kebutuhan sebelumnya harus terpenuhi. Sedangkan anak di panti asuhan mengalami berbagai masalah terkait dengan penempatan,
pengalaman
di
masa
lalu
yang
kemungkinan
dapat
mempengaruhi perkembangannya kelak. Dilihat dari keterbatasan panti asuhan dalam mengimplementasikan halhal yang menyangkut kesejahteraan anak yang kemungkinan besar berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak serta ditemukannya masalah terkait dengan adanya kepuasan yang rendah pada remaja perempuan mengenai kesehatan dan harga diri yang akan berpengaruh terhadap pemenuhan tugas terkait dengan proses tumbuh kembangnyadalam hal pencarian identitas maka sangatlah penting untuk dilakukan penelitian mengenai pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan.
5
B. Rumusan masalah Pengalaman anak sangat berpengaruh bagi tumbuh kembangnya. Berbagai studi mengenai anak, kebutuhan akan figur attachment, dimensi kesehatan pada anak, bahkan kesehatan dan perkembangan anak di panti asuhan sudah dilakukan. Penelitian mengenai pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan belum ada, padahal pengalamanpsikososial anak remaja putri di panti asuhan perlu diperhatikan demi kesejahteraan anak dalam pencapaian tugas tumbuh kembangnya sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002. Dengan demikian, peneliti ingin mengetahui bagaimana pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan. C. Tujuan penelitian Diketahuinya pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan D. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis dan maupun praktis. 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan studi tentang tumbuh kembang anak, khususnya studi pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini sekiranya dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Departemen Sosial RI, Kementrian Kesehatan RI, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak, dan keluarga pada
6
umumnya dan para pengelola panti asuhan pada khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan pelayanan kesejahteraan anak-anak panti asuhan, khususnya berkaitan dengan pengasuhan anak di panti asuhan sehingga anak mendapatkan pengalaman psikososialyang menyenangkan yang akan berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya. E. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan. Subjek yang diteliti adalah anak remaja putri usia 10-19 tahun di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3. Data yang diambil adalah data primer berupa wawancara mendalam dan observasipada anak remaja putri usia 10-19 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif yaitu desain fenomenologi. Alasan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Asuhan, dikarenakan belum pernah dilakukan penelitian mengenai pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Asuhan tersebut pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengalaman memiliki arti yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung, dan sebagainya). Perkembangan disebabkan bukan saja oleh interaksi proses biologis, kognitif, dan sosial tetapi juga oleh interaksi kematangan dan pengalaman(Santrock, 2003). Beberapa ahli menekankan pentingnya pengalaman dalam perkembangan anak. Menurut Hurlock (2012) salah satu faktor yang mempengaruhi sikap terhadap perubahan dalam perkembangan pengalaman. Topik perkembangan mengenai pengalaman dini dan selanjutnya (early-later experience) yang memusatkan perhatian pada seberapa jauh pengalaman dini terutama masa anak awal atau pengalaman selanjutnya menjadi kunci penentu perkembangan(Bowlby, 1989 dalam Santrock, 2003).Pengalaman tersebut mencakup lingkungan biologis anak seperti gizi, perawatan kesehatan, obat, dan kecelakaan fisik sampai pada lingkungan sosial keluarga, teman sebaya, sekolah, masyarakat, media, dan budaya. B. Psikososial 1. Definisi psikososial Psikososial adalah suatu studi mengenai hubungan antara individu dengan kelompok. Psikososial terdiri dari psikologis dan sosial. Psikologis merupakan
bagaimana
pikiran,
perasaan,
dan
perilaku
individu
dipengaruhi oleh orang lain. Sedangkan sosial merupakan interaksi dan
7
8
teori pertukaran sosial pada tingkat mikro, dinamika kelompok dan perkembangan kelompok (Papalia, 2003). Psikososial berkaitan dengan pengaruh faktor sosial pada individu, fikiran atau perilaku individu dan saling berhubungan antara perilaku dengan faktor-faktor sosial tersebut (The Oxford English Dictionary, 1991 dalam Ahearn, 2000).WHO (1996, dalam Ahern, 2000) mendefinisikan kesejahteraan psikososial didapat ketika individu sehat secara fisik, mental, dan sosial dan tidak ada satupun penyakit ataupun kelemahan. 2. Aspek psikososial Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tahap. Teori Erikson mendeskripsikan dampak dari pengalaman sosial terhadap sepanjang kehidupan. Salah satu aspek tahap teori psikososial Erikson adalah berkembangnya identitas ego. Identitas ego adalah perasaan yangdisadari bahwa kita berkembang melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, identitas ego akan terus-menerus berubah karena pengalaman baru dan informasi yang diperoleh dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain. Selain itu,Erikson juga percaya bahwa rasa kompetensi memotivasi
perilaku
dan
tindakan.
Setiap
tahap
dalam
teori
Eriksonberfokus pada kompetensi dalam area kehidupan. Jika setiap tahap dapat dilalui dengan baik, maka
orang akan merasa rasa puas, yang
kadang-kadang dimaksud sebagai kekuatan ego atau kualitas ego. Jika tahap dilalui dengan buruk, maka akan muncul perasaan ketidakadekuatan. Dalam setiap tahap, Erikson percaya orang mengalami sebuah konflik yang berfungsi sebagai titik balik dalam perkembangan. Menurut Erikson,
9
konflik ini berpusat padamengembangkan sebuah kualitas psikologis atau gagal untuk mengembangkan kualitas. Hal ini berpotensi untuk perkembangan pribadi yang tinggi, namunberpotensi untuk kegagalan. 3. Konsep diri Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri (Wigfield & Karpathian, 1991 dalam Potter, 2005). Sedangkan menurut Potter (2005) konsep
diri adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang
kompleks dari perasaan, sikap, dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Masa remaja merupakan waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri. Jika seorang anak mempunyai masa anak-anak yang stabil maka konsep diri masa remaja anak tersebut akan sangat stabil (Marsh, 1990 dalam Potter, 2005). Komponen konsep diri meliputi: a. Identitas Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan, dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Oleh sebab itu, konsep tentang identitas mencakup konstansi dan kontinuitas. Identitas menunjukkan menjadi lain dan terpisah dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik. Selama masa remaja tugas emosional utama seseorang adalah perkembangan rasa diri, atau identitas. Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif, dan sosial. Jika remaja tidak dapat memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan sosial yang membantu mereka mendefinisikan tentang diri, maka remaja ini dapat mengalami
10
kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas yag kuat akan merasa terintregasi bukan terbelah (Erikson, 1963 dalam Potter, 2005) Marcia (dalam Santrock, 2002) menganalisa teori perkembangan identitas Erikson dan menyimpulkan bahwa empat status identitas nampak dalam teori tersebut. Tingkat komitmen dan krisis seorang remaja digunakan untuk mengklasifikasikan individu menurut salah satu dari empat status identitas. Krisis didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan identitas selama mana remaja memilih diantara pilihan-pilihan yang bermakna. Sedangkan komitmen didefinisikan sebagai
bagian
dari
perkembangan
identitas
dimana
remaja
memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan mereka lakukan. 1) Penyebaran identitas (identity diffusion) Merupakan gambaran remaja yang belum mengalami krisis atau mereka yang belum menjajaki pilihan-pilihan yang bermakna atau membuat komitmen apapun. Mereka tidak hanya belum memutuskan pilihan-pilihan pekerjaan dan ideologis, tapi juga cenderung memperlihatkan minat yang kecil dalam persoalanpersoalan semacam itu. 2) Pencabutan identitas (identity foreclosure) Merupakan gambaran remaja yang telah membuat suatu komitmen tetapi belum mengalami suatu krisis. Hal ini paling sering terjadi ketika orang tua meneruskan komitmen kepada remaja mereka, biasanya secara otoriter. Dalam keadaan semacam
11
ini, remaja belum memiliki peluang yang memadai untuk menjajaki berbagai pendekatan, ideologi, dan pekerjaan-pekerjaan yang berbeda yang mereka kembangkan sendiri. 3) Penundaan identitas (identity moratorium) Merupakan gambaran remaja yang sedang berada di tengahtengah krisis tetapi komitmen mereka tidak ada atau hanya didefinisikan secara samar. 4) Pencapaian identitas (identity achievement) Remaja yang telah mengalami suatu krisis dan sudah membuat suatu komitmen. b. Citra tubuh Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain. Selain itu, citra tubuh juga dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan hormonal yang terjadi pada remaja dan pada akhir kehidupan juga mempengaruhi citra tubuh.
12
c. Harga diri Harga diri berdasarkan pada faktor internal dan eksternal. Harga diri atau rasa kita tentang nilai diri merupakan suatu evaluasi dimana seseorang membuat atau mempertahankan diri. Menurut Bandura (1982, dalam Potter, 2005) harga diri berkaitan dengan evaluasi individual terhadap keefektifan di sekolah atau tempat bekerja, di dalam keluarga, dan di dalam lingkungan sosial. Keefektifan diri berkaitan erat dengan ide harga diri misalnya penilaian diri tentang kompetensi seseorang dalam melakukan berbagai tugas. Harga diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara konsep diri dengan ideal diri. Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, nilai, dan standar perilaku yang dianggap ideal dan diupayakan untuk dicapai. Secara umum, seseorang yang konsep dirinya hampir memenuhi ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi, sementara seseorang yang konsep dirinya mempunyai variasi luas dari ideal dirinya mempunyai harga diri rendah. Harga diri juga dipengaruhi oleh sejumlah kontrol ysng mereka miliki terhadap tujuan dan keberhasilan dalam hidup. Seseorang dengan harga diri yang tinggi cenderung menunjukkan keberhasilan yang diraihnya sebagai kualitas dan upaya pribadi. Ketika berhasil, seorang individu dengan harga diri rendah cenderung mengatakan bahwa keberhasilan yang diraihnya adalah keberuntungan dan atau atas bantuan orang lain ketimbang kemampuan dirinya (Marsh, 1990 dalam Potter, 2005)
13
d. Peran Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas, dan kultur. Perilaku didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi. Agar dapat berfungsi secara efektif dalam peran, seseorang harus mengetahui perilaku dan nilai yang diharapkan, harus mempunyai keinginan untuk memastikan perilaku dan nilai ini, dan harus mampu memenuhi tuntutan peran. e. Ideal diri Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu (Stuart, 2006). C. Remaja 1. Definisi remaja Remaja merupakan periode dalam tumbuh kembang manusia yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa sejak usia 10 hingga 19 tahun (WHO, 2013). 2. Tugas perkembangan remaja Tugas perkembangan yang harus dilalui remaja meliputi: a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
14
e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya f. Mempersiapkan karir ekonomi g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi (Hurlock, 2012) 3. Teori perkembangan remaja Keragaman mengenai teori tentang perkembangan anak membuat pemahaman mengenai perkembangan anak menjadi lebih kompleks. Berbagai pendapat mengemukakan sependapat mengenai suatu teori bahkan ada pula yang tidak sependapat sehingga membuat teori mengenai perkembangan anak menjadi saling melengkapi satu sama lain. Terdapat 4 teori mengenai perkembangan anak remaja usia 10-19 tahun, yaitu teori psikoanalisa, teori kognitif, teori perilaku dan sosial kognitif, dan teori perkembangan moral yang masing-masing terori menjelaskan tugas perkembangan yang harus dilalui oleh anak remaja yang erat kaitannya dengan bersosialisasi. a. Teori psikoanalisa Teori psikoanalisa menggambarkan perkembangan sebagai sesuatu yang biasanya tidak disadari dan diwarnai oleh emosi. Ahli teori psikoanalisa percaya bahwa perilaku hanyalah sebuah karakteristik permukaan dan bahwa pemahaman yang sebenarnya mengenai perkembangan hanya didapat dengan menganalisa makna simbolis
15
perilaku dan kerja pikiran yang dalam. Ahli dalam teori ini adalah Sigmund Freud dan Erikson. Menurut teori psikoseksual Freud (1917, dalam Santrock 2007) kepribadian mempunyai tiga struktur yaitu id, ego, dan superego. Idterdiri dari insting-insting yang merupakan tempat penyimpanan energi psikis individu. Bagi Freud salah satu insting primer dan sumber utama energi psikis bersifat seksual. Dalam pandangan freud, id seluruhnya tidak sadar, id tidak memiliki kontak dengan kenyataan. Saat anak mengalami tuntutan dan batasan dari kenyataan yang dihadapi, bagian baru dari kepribadian muncul, yaitu ego yang merupakan struktur kepribadian Freud yang menghadapi tuntutan kenyataan. Ego disebut cabang eksekutif kepribadian karena ego menggunakan penalaran untuk membuat keputusan. Dalam hal ini id dan ego tidak memiliki moral karena tidak mempertimbangkan sesuatu benar ataupun salah. Superegomerupakan struktur kepribadian Freud yang merupakan cabang moral kepribadian. Superego memutuskan mana yang benar atau salah. Menurut Freud dua tahap psikoseksual remaja yang harus dilalui yaitu latency, dan genital. 1) Tahap latency Tahap latency merupakan tahapan yang terjadi pada usia 6 tahun hingga masa puber dimana anak menekankan seluruh minat seksual dan mengembangkan keterampilan sosial dan intelektual. Aktivitas ini mengarahkan banyak energi anak kedalam bidang
16
yang amansecara emosional dan membantu anak melupakan konflik tahap phallic yang sangat menekan. 2) Tahap genital Tahap genital merupakan tahapan terakhir dari masa puber dan seterusnya dimana sumber kesenangan seksual didapat dari seseorang diluar keluarga. Freud percaya bahwa konflik yang tidak terpecahkan dengan orang tua muncul selama masa remaja. Jika konflik tersebut dapat dipecahkan maka seseorang mampu mengembangkan hubungan cinta yang matang dan mampu bertindak secara mandiri sebagai orang dewasa. Menurut teori psikososial Erikson (1950, dalam Santrock, 2007) mengatakan bahwa kita berkembang dalam tahap psikososial. Bagi Erikson motivasi utama manusia bersifat sosial dan mencerminkan suatu keinginan untuk berhubungan dengan orang lain. Erikson menekankan pada perubahan perkembangan sepanjang hidup manusia. Dalam teori Erikson delapan tahap perkembangan berkembang sepanjang kehidupan, namun hanya satu tahap pada masa remaja yaitu tahap identity vs identity confusion. Identitas versus kebingungan identitas (idntity vs identity confusion)merupakan tahap selama masa remaja. Individu dihadapkan pada penemuan diri, tentang siapa diri mereka sebenarnya, dan kemana mereka akan melangkah dalam hidup ini. Remaja dihadapkan pada banyak peran baru dan status kedewasaan, pekerjaan dan cinta. Orang tua perlu mengijinkan remaja untuk menjelajahi peran-peran tersebut
17
dan jalan-jalan yang berbeda disetiap peran. Jika remaja menjelajahi peran tersebut dnegan cara baik dan sampai pada jalan positif untuk diikuti dalam hidup, maka identitas positif akan tercapai. Jika suatu identitas dipaksakan pada remaja oleh orang tua, remaja tidak cukup menjelajahi banyak peran dan jika masa depan yang positif belum jelas maka terjadilah kebingungan identitas. b. Teori kognitif Teori kognitif menekankan pentingnya pikiran sadar anak. Teori kognitif penting adalah teori perkembangan kognitif Piaget. Menurut Piaget (1954, dalam Santrock 2007) anak secara aktif membangun pemahaman mengenai dunia melalui empat tahap perkembangan kognitif. Dua proses mendasari perkembangan tersebut yaitu organisasi
dan
adaptasi
untuk
memahami
duniadengan
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman kita, maka kita menyesuaikan (adaptasi) pemikiran kita dengan ide-ide baru. Dalam beradaptasi melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi saat anak menggabungkan informasi ke dalam pengetahuan yang telah mereka miliki. Akomodasi terjadi bila anak menyesuaikan pengetahuan mereka agar cocok dengan informasi dan pengalaman baru. Menurut Piaget, tahap yang harus dilalui oleh remaja yaitu tahap operasional formal Tahap operasional formalberlangsung antara usia 11 hingga 15 tahun.Individu lebih melampaui pengalaman konkret dan berfikir dalam istilah yang abstrak dan lebih logis. Sebagai bagian dari berfikir
18
abstrak, remaja menciptakan bayangan situasi ideal. Mereka dapat berfikir mengenai bagaimana orang tua ideal seharusnya dan membandingkan orang tua mereka dengan standar ideal ini. Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan masa depan. Dalam memecahkan masalah lebih sistematis, mengembangkan hipotesis mengenai mengapa sesuatu terjadi dengan cara tertentu, kemudian menguji hipotesis ini degan cara deduktif. c. Teori perilaku dan sosial kognitif Dalam teori sosial kognitif Bandura, pembelajaran melalui pengamatan merupakan aspek kunci dari perkembangan sepanjang hidup. Bandura menekankan interaksi timbal balik antara manusia (kognisi), perilaku, dan lingkungan. d. Teori perkembangan moral Menurut
Kohlberg
dalam
Fundamental
of
Nursing
teori
perkembangan moral terbagi menjadi 3 tahap yaitu tingkat premoral, moralitas konvensional, tingkat moral pasca konvensional. Namun, pada saaat remaja tahap yang harus dilalui adalah tingkat moralitas pasca konvensional. Tingkat moralitas pasca konvensionalterjadi saat usia 13 tahun hingga meninggal dimana individu memperoleh nilai moral yang benar dengan kontrol dari dalam. Pencapaian nilai moral yang benar terjadi setelah dicapai formal operasional dan tidak semua orang dapat mencapai tingkat ini. Pada tahap ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap orientasi kontraktual dan legalistik, dan tahap orientasi prinsip
19
etis yang universal. Tahap orientasi kontraktual dan legalistik terjadi saat
individu
memilih
prinsip
moral
untuk
mematuhi
atau
meninggalkan aturan. Individu berhati-hati untuk tidak melanggar hakhak dan kehendak orang lain. Terjadi konflik pandangan moral dan ilegal. Orang akan bekerja untuk mengubah aturan. Tahap orientasi prinsip etis yang universal terjadi ketika individu bersikap dalam cara yang menghargai martabat. Tahapan ini jarang dicapai. Jika rancangan pemikiran dari dalam diganggu, akan muncul rasa bersalah. D. Psikososial remaja Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Untuk mecapai tujuan dari sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan menigkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 2012). 1. Pengaruh kelompok sebaya Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan temanteman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Pada masa remaja ada kecendrungan untuk
20
mnegurangi jumlah teman meskipun sebagian besar remaja menginginkan menjadi anggota kelompok sosial yang lebih besar dalam kegiatan sosial. 2. Perubahan dalam perilaku sosial Dalam waktu yang singkat, remaja mengadakan perubahan yang radikal yaitu awalnya tidak menyukai pertemanan dengan lawan jenis menjadi lebih menyukai pertemanan dengan lawan jenis daripada sejenisnya. Meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri dalam berbagai kegiatan sosial, maka wawasan sosial remaja semakin baik sehingga penyesuaian diri dalam situasi sosial bertambah baik.selain itu, remaja lebih memilih berteman dengan latar belakang sosial, agama, atau sosial ekonomi yang sama. 3. Pengelompokan sosial baru Geng pada masa kanak-kanak berangsur hilang pada masa puber dan awal remaja ketika minat individu beralih dari kegiatan bermain menjadi kegiatan sosial yang lebih formal maka terjadi pengelompokkan sosial baru. Pengelompokkan sosial anak perempuan biasanya kecil dan terumus secara pasti. 4. Nilai baru dalam memilih teman Remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama yang dapat mengerti dan membuat merasa aman dan dapat dipercaya mengenai masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua ataupun guru. 5. Nilai baru dalam penerimaan sosial
21
Remaja mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota kelompok sebaya. Nilai ini didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok. Remaja segera mengerti bahwa ia dinilai dengan standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain. 6. Nilai baru dalam memilih pemimpin Remaja merasa bahwa pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka dalam masyarakat sehingga mereka menginginkan pemimpin yang berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati orang lain dan dengan demikian akan menguntungkan mereka. Namun, pada umumnya, remaja mengharapkan pemimpinnya mempunyai sifat tertentu karena fisik yang baik pada dirinya tidak seseorang menjadi pemimpin. Hal ini memberikan prestise dan memberikan konsep diri yang baik. (Hurlock, 2012) E. Panti Asuhan 1. Definisi Menurut Departemen Sosial RI (1989), panti asuhan anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti/perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan
yang
luas,
tepat
dan
memadai
bagi
perkembangan kepribadiannya seusai dengan yang diharapkan sebagai
22
bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional. Dari batasan tersebut di atas terkandung unsur-unsur bahwa panti asuhan sebagai lembaga berarti didirikan atas dasar kesengajaan, formal dan terorganisasi. a. Sebagai suatu lembaga sosial panti asuhan mempunyai: 1) Sasaran usaha pelayanan, 2) Program pelayanan dan jenis-jenis kegiatan pelayanan, 3) Tenaga pelaksana pelayanan, 4) Sarana dan fasilitas pelayanan. b. Panti asuhan juga memberikan pelayanan pengganti (substitutive service). Dalam hal ini berarti menggantikan fungsi keluarga. Digantikannya fungsi keluarga oleh panti asuhan apabila anak memang sudah tidak mempunyai orangtua lagi ataupun mempunyai orangtua atau keluarga tetapi keluarga tersebut tidak atau belum mampu berfungsi sebagai satuan keluarga asuh yang wajar. Keluarga belum dapat atau tidak berfungsi secara wajar dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, karena faktor mental dan atau faktor sosial. Panti asuhan sebagai unsur pengganti keluarga merupakan pelayanan kesejahteraan sosial yang bersifat sementara memungkinkan adanya pemenuhan kebutuhan anak asuh untuk: 1) Terpenuhinya pertumbuhan fisik secara wajar.
23
2) Memperoleh kesempatan dalam usaha pengembangan mental dan pikiran sehingga anak asuh dapat mencapai tingkat kedewasaan yang matang. 3) Melaksanakan peranan-peranan sosialnya sesuai dengan tuntutan lingkungannya. c. Pelayanan panti asuhan anak merupakan pelayanan kesejahteraan sosial, ini berarti bahwa pelayanan tersebut dilandasi prinsip-prinsip dan metode pekerjaan sosial. d. Dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial, panti asuhan anak berusaha untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilanketerampilan sosial dan keterampilan persiapan kerja sebagai satu kesatuan. Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk menciptakan hubungan-hubungan sosial yang serasi dan memuaskan serta mengadakan penyesuaian yang tepat terhadap lingkungan sosial, mampu memecahkan masalah sosial serta mewujudkan aspirasiaspirasi. Keterampilan persiapan kerja ialah kemampuan untuk menemukan dan memanfaatkan serta mengembangkan potensi sesuai dengan bakat dan kemampuannya guna mendapatkan sumber nafkah/mata pencaharian dalam masyarakat. 2. Tujuan panti asuhan Tujuan panti asuhan anak ialah memberikan pelayanan berdasarkan pada profesi pekerjaan sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar serta
24
kemampuan keterampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab baik terhadap dirinya, keluarga maupun masyarakat. 3. Prinsip-prinsip pelayanan Pelayanan panti asuhan bersifat preventif, kuratif, rehabilitatif dan pengembangan (Departemen Sosial RI, 1989). a. Pelayanan preventif adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk menghindarkan tumbuh dan berkembangnya permasalahan anak. b. Pelayanan kuratif dan rehabilitatif adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan untuk penyembuhan/pemecahan permasalahan anak. c. Pelayanan pengembangan adalah suatu proses kegiatan yang bertujuan: 1) Meningkatkan mutu pelayanan dengan cara membentuk kelompokkelompok antara anak dengan lingkungan sekitarnya. 2) Menggali semaksimal mungkin meningkatkan kemampuan sesuai dengan bakat anak. 3) Menggali sumber-sumber baik di dalam maupun di luar panti semaksimal mungkin, dalam rangka pembangunan kesejahteraan sosial. 4. Sasaran garapan Sasaran garapan panti asuhan anak meliputi: a. Anak 1) Anak yatim, piatu, yatim piatu terlantar berusia 0-21 tahun.
25
2) Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab orangtuanya melalaikan kewajibannya, sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Antara lainkeluarga retak, sehingga tidak ada relasi sosial yang harmonis. 3) Anak yang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani maupun sosial dengan wajar. Antara lain dalam keadaankeadaan berikut ini: a) Salah satu orangtua dan atau kedua-duanya sakit khronis, terpidana dan lain-lain. b) Salah satu dan atau kedua-duanya meninggal dunia sehingga anak tidak ada yang merawat. b. Keluarga dan masyarakat 1) Orang tua kandung atau wali atau sanak keluarga yang mampu dan mau berpartisipasi dalam usaha penyantunan dan pengentasan anak. 2) Masyarakat lingkungan yang dapat menunjang pelaksanaan penyatunan dan pengentasan anak. 5. Sistem asuhan Menurut Departemen Sosial RI (1989), sistem asuhan diklasifikasikan menjadi: a. Sistem asuhan berbentuk asrama
26
Panti asuhan dengan sistem ini berarti anak dikelompokkan dalam jumlah yang besar dan mereka ditempatkan pada satu bangunan berbentuk asrama dengan penempatan anak asuh dalam kelompok antara 15 hingga 20 anak asuh dalam satu ruangan. Di asrama tersebut ada satu atau beberapa petugas yang bertugas sebagai bapak atau ibu asuh. Kelemahan sistem asrama ini adalah kurang intensif dan kurang merata pengawasan dan bimbingan yang diberikan kepada anak sehingga dapat mengurangi pencapaian identitas kepribadian anak. Adapun kelebihan sistem asrama antara lain yaitu dapat menampung anak asuh dalam jumlah yang banyak, staf atau keluarga asuh tidak banyak diperlukan oleh karena itu pembiayaan relatif lebih kecil. Panti asuhan sebagai lembaga yang berfungsi memberikan pelayanan pengganti, senantiasa mengusahakan agar pelayanan yang diberikan kepada anak asuh menyamai dan atau paling tidak mendekati suasana dalam keluarga sehingga anak asuh akan merasa sebagai anak yang tinggal
dalam
kehidupan
keluarga
sendiri.
Oleh
sebab
itu
dikembangkan sistem asuhan dari bentuk asrama menjadi sistem keluarga asuh (sistem cottage). Anak asuh diharapkan dapat menerima perhatian dan kasih sayang. b. Sistem asuhan berbentuk cottage Dalam pelaksanaan sistem cottage penempatan anak asuh dalam satu wisma dalam kelompok kecil antara 8 hingga 10 anak dengan keluarga asuh sebagai pengganti orang tua pengganti. Penempatan anak asuh di dalam cottage diatur sebagai halnya susunan anak
27
dalam keluarga. Sistem keluarga asuh akan lebih menjamin adanya kemiripan dengan kehidupan yang wajar sehingga anak asuh mempunyai banyak kesempatan untuk mengembangkan identitas kepribadiannya selain itu bimbingan dan pengawasan serta perhatian orang tua asuh akan dapat diberikan secara intensif, merata dan lebih akrab. Penempatan anak asuh ke dalam keluarga asuh tersebut relatif tetap, namun apabila terdapat konflik fundalmental dalam hubungan anak dan ornag tua asuh, anak asuh dengan anak kandung, anak asuh dengan anak asuh lainnya maka dimungkinkan adanya pemindahan anak asuh dari dari suatu keluarga asuh ke keluarga asuh lainnya dilingkungan panti asuhan.
28
Tabel 2.1 Nursing Care Plan untuk remaja di panti asuhan Diagnosa keperawatan Harga diri rendah kronik
NIC Self esteem enhancement (5400)
NOC Self esteem (1205)
Definisi: Evaluasi diri/perasaan negatif tentang diri sendiri atau kecakapan diri yang berlangsung lama Berhubungan dengan: Ketidakefektifan adaptasi terhadap kehilangan, kurang kasih sayang Tabel 2.1 Nursing Care Plan untuk remaja di panti asuhan (penjelasan lihat lampiran)
F. Penelitian yang terkait Penelitian yang dilakukan oleh Borualogo (2004) di panti asuhan Muhammadiyah menunjukkan hasil eksplorasi bahwa orang tua adalah figur attachment utama bagi remaja di panti asuhan tersebut sedangkan sahabat menduduki peringkat dua dan selanjutnya adalah kakak dan bapak asuh di panti. Penelitian lain yang dilakukan olehGramkowski (2009) bahwa remaja di panti asuhan memiliki beberapa perilaku yang berisiko. Remaja awal memiliki perilaku berisiko lebih rendah. Remaja yang lebih tua memiliki perilaku yang berisiko lebih tinggi saat dihadapkan pada kelompok, kematian keluarga, pengalaman kekerasan fisik atau emosional, atau riwayat percobaan kekerasan. Perilaku yang berisiko tersebut dibagi menjadi tiga sub domain yaitu individual risks yangmengkaji adanya tindakan yang membahayakan bagi kesehatan dan perkembangan individu, treat to achievement yang mana
29
adalah perilaku spesifik yang mengganggu perkembangan sosial, danpeer influence yang mengkaji perilaku yang berisiko didalam kelompok. Kools (2012) melaporkan terkait dengan dimensi kesehatan pada remaja di panti asuhan menyebutkan bahwa perempuan memiliki kepuasan lebih rendah terhadap kesehatan dan harga diri dan lebih tidak nyaman terhadap fisik dan emosional.
30
G. Kerangka Teori Teori psikoanalisa (psikoseksual & psikososial)
Teori kognitif
Teori perilaku dan sosial kognitif
Teori perkembangan moral
Tumbuh kembang remaja
Pengalaman
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita b. Mencapai peran sosial pria dan wanita c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya f. Mempersiapkan karir ekonomi g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi
Fisik
Kognitif
Psikososial
Sumber: (Hurlock, 2012; Papalia, 2003; Pooter, 2005; Santrock, 2007)
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka konsep Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti ingin mendekskripsikan pengalaman psikososial anak remaja putri di panti sosial asuhan anak putra utama 3. Bagan 3.1 Kerangka konsep pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3
Pengalaman psikososial remaja putri dipanti asuhan: 1. 2. 3. 4.
Identitas Citra tubuh Harga diri Peran
31
32
B. Definisi istilah 1. Pengalaman adalah yang pernah dialami atau dirasakan selama di panti asuhan. 2. Psikososial adalah suatu studi mengenai hubungan antara individu dengan kelompok. Psikososial terdiri dari psikologis dan sosial. Psikologis merupakan bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku individu dipengaruhi oleh orang lain. Sedangkan sosial merupakan interaksi dan teori pertukaran sosial pada tingkat mikro, dinamika kelompok dan perkembangan kelompok (Papalia, 2003). 3. Remaja merupakan periode dalam tumbuh kembang manusia yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa sejak usia 10 hingga 19 tahun (WHO, 2013). 4. Panti asuhan anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan
penyantunan
dan
pengentasan
anak
terlantar,
memberikan pelayanan pengganti/perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya seusai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional (Departemen Sosial RI, 1989)
BAB IV METODE PENELITIAN
Di dalam bab ini akan dijelaskan mengenai desain penelitian, lokasi penelitian dan waktu penelitian, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, instrumen penelitian, tahapan pengambilan data, tahapan pengolahan dan analisis data dan etika penelitian yang digunakan. Metode penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian dan untuk menjawab topik yang akan diteliti. A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan desain fenomenologi. Ada banyak pendapat mengenai penelitian kualitatif. Menurut Bogdan & taylor (1975, dalam Moleong, 2011) metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pemanfaatan penelitian kualitatif digunakan oleh peneliti yang bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam. Pada penelitian ini pendekatan desain deskriptif yang digunakan adalah pendekatan descriptivephenomenology. Menurut Husserl (1962, dalam Polit & Beck, 2004) descriptive phenomenology menitikberatkan pada deskripsi dari pengalaman yang disadarinya dalam kehidupan sehari-hari, mendeskripsikan sesuatu
yang
dialami
seseorang.
Sesuatu
dalam
hal
ini
meliputi
mendengarkan, melihat, kepercayaan, merasakan, mengingat, memutuskan, mengevaluasi, berperilaku, dan lain-lain. Pendekatan fenomenologi yaitu penelitian yang berfokus pada deskripsi pengalaman yang disadari oleh anak
33
34
tentang pengalaman dalam hal bersosialisasi apa yang dirasakan selama berada di panti asuhan. B. Waktu dan lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulanMeihinggaJuni2013 diPanti Asuhan Anak Putra Utama 3 di Jalan Tebet Barat Raya No.100 Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan di panti asuhan tersebut dikarenakan panti asuhan tersebut menampung anak remaja putri dan belum pernah dilakukannya penelitian di panti asuhan tersebut. C. Instrumen penelitian Instrumen yang dilakukan pada penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan dibantu pedoman wawancara mendalam yang menggunakan konsep wawancara mendalam dan menggunakan alat perekam (tape recorder) dan video recorder. D. Informan penelitian Menurut Polit & Beck (2004), pada studi kualitatif orang yang akan diteliti disebut dengan informan atau kunci informan atau studi informan. Dalam penelitian ini yang menjadi informan adalah para remaja putri yang tinggal di panti asuhan. 1. Informan utama Anak remaja putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet. Setelah melakukan studi pendahuluan, didapatkan informan sebanyak 90 orang remaja putri yang dapat dijadikan sampel.
35
2. Informan pendukung Kepala panti asuhan atau pengasuh di panti asuhan yang bekerja di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet untuk mengetahui cerita masa lalu (history) informan terkait dengan pengalamannya selama ini. Informan yang peneliti ambil sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan yaitu: a. Bersedia menjadi responden b. Merupakan anak remaja putri yang tinggal di panti sosial asuhan anak putra utama 3 tebet E. Teknik pengambilan sampel Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008). Pemilihan informan penelitian
ini
berdasarkan
nonprobability
sampling
dengan
teknik
pengambilan sampel purposive sampling. Nonprobabilitysampling merupakan teknik pengambilan sampel dimana setiap anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan sampel (Hidayat, 2007). Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian ssampel ini disuruh memilih responden lain untuk dijadikan sampel kembali dan begitu seterusnya sehingga jumlah sampel menjadi semakin banyak. Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel bola salju (snowball sampling) dalam kondisi ketika tidak bisa mengindentifikasi informan-informan yang bermanfaat bagi risetnya atau saat informan tidak
36
mudah diakses, atau ketika anonimitas menjadi syarat penelitian (Blankenship, 2009). Pollit (2006) merekomendasikan penentuan jumlah informan dalam penelitian kualitatif dengan metode fenomenologi melibatkan nomor terkecil dari informan hingga seringkali 10 orang atau lebih sedikit.Penentuan informan dapat ditambah bila data belum mencapai saturasi. Saturasi adalah peneliti menemukan pengulangan dan konfirmasi atas data yang telah dikumpulkan sebelumnya (Streubert & Carpenter, 2003). Lama wawancara bergantung pada informan, topik wawancara, dan metode penelitian. Tentunya, peneliti menyarankan lama waktu misalnya satu jam atau setengah jam sehingga informan dapat merencanakannya (Holloway, 2010) F. Teknik pengumpulan data 1. Tahap pengumpulan data Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2013, pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan menggunakan tape recorderdan video recorder. a. Tahap persiapan pengumpulan data Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus ijin penelitian ke pihak-pihak terkait, selanjutnya mengadakan pertemuan dengan informan remaja perempuan, ketua panti asuhan, dan pengurus panti asuhan untuk menjelaskan tujuan penelitian, kriteria, jumlah informan yang dipilih, dan menyesuaikan jadwal. b. Tahap pelaksanaan pengumpulan data
37
Dalam pelaksanaannya pengumpulan data dilakukan secara bertahap yaitu pertama melakukan observasi di panti asuhan pada tanggal
18
maret
2013.
Kedua
melakukan
wawancara
mendalamdengan remaja perempuan di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3. Peneliti melakukan wawancara dalam 3 pertemuan yang terdiri dari pertemuan pertama yaitu perkenalan,menjelaskan tujuan penelitian, dan pendekatan untuk membangun hubungan saling percaya dengan informan yaitu dengan mengikuti kegiatan selama dipanti asuhanlalu pertemuan kedua menggali pengalaman informan terkait dengan psikososialnya selama ini di panti asuhan; pertemuan ketigamengklarifikasi hasil wawancara yang didapat pada pertemuan kedua terkait hal-hal yang dirasa belum cukup jelas dengan informan. Pada pertemuan kedua tanggal 24 Juni 2013, dilakukan wawancara pada 7 informan remaja putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet dengan lama waktu ± 30-45 menit per informan. Sebelum wawancara berlangsung, dijelaskan
terlebih dahulu
mengenai prosedur dan informed consent, peneliti tidak memaksakan untuk dilakukan wawancara bagi informan yang menolak untuk dilakukan wawancara. Saat wawancara, untuk memudahkan dalam pendokumentasian respon non verbal yang dieksperesikan informan ketika menjawab pertanyaan maka peneliti menggunakan video recorder namun bagi informan yang menolak untuk direkam melalui video,maka peneliti menggunakan tape recorder untuk merekam suara
38
informan dan catatan lapangan untuk mencatat setiap respon non verbal informan. Pertemuan ketiga pada tanggal 1 Juli 2013 dilakukan untuk mewawancara kembali terkait dengan jawaban-jawaban singkat yang utarakan
informan
sehingga
membuat
peneliti
rancu
untuk
mempersepsikan jawaban yang dimaksud. 2. Jenis pengumpulan data Jenis pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah data primer meliputi: a. Pedoman wawancara Untuk memperoleh data dan untuk menggali emosi dan pendapat dari subjek terhadap suatu masalah penelitian peneliti menggunakan pedoman wawancara yang dilakukan peneliti pada informan remaja perempuan di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3. Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengalaman psikososial anak remaja putri usia di panti asuhan berdasarkan : 1) Bahan dan alat Sejumlah pertanyaan yang diajukan pada informan dengan merekam hasil wawamcara menggunakan tape recorder dan video recorder. 2) Langkah-langkah Individu menjawab sejumlah pertanyaan yang diberikan dengan waktu yang tidak dibatasi oleh peneliti guna memberi kebebasan
39
informan dalam mencurahkan pengalamannya di panti asuhan selama ini. 3) Frekuensi Lamanya wawancara yang dilakukan yaitu 30-45 menit per informan. b. Catatan lapangan Observasi yang dilakukan pada penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kepercayaan diri yang muncul pada remaja perempuan, adakah harga diri rendah yang terjadi pada remaja perempuan, bagaimana remaja perempuan menjalankan peran mereka selama ini di panti asuhan. G. Teknik analisis data Data yang diperoleh pada penelitian kualitatif diolah secara kualitatif naratif. Peneliti melakukan tabulasi data hasil wawancara dari berbagai pertanyaan yang diajukan disertai analisis sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari pertanyaan penelitian yang ingin didapatkan. Pada penelitian ini, analisis data dilakukan selama ± 2-4 minggu. Menurut Burns & Grove (2004) analisa data yang dilakukan meliputi: 1. Transkrip Wawancara Hasil wawancara dalam tape recorder ditranskripsikan ke dalam kata demi kata.Transkrip data dibuat segera setelah wawancara dengan mendengarkan dengan seksama nada suara, perubahan suara, dan diamnya antara peneliti dan informan sesuai dengan konten. Hal ini mungkin mengindikasikan emosional atau pentingnya suatu topik. Menurut Ayers
40
& Poirier (1996, dalam Burn, 2005) hasil analisa kualitatif dari rekontekstualisasi potongan data selalu dengan peringatan bahwa konteks baru harus jujur keasliannya. 2. Immersion in the data Dalam proses ini peneliti membaca dan membaca kembali catatan, transkrip, melihat kembali pengalaman informan, mendengarkan tape recorder hingga peneliti dapat memahami dan masuk dalam data. 3. Reduksi Data Mengurangi volume data untuk memfasilitasi pemeriksaan, proses ini disebut dengan reduksi data. Selama reduksi data, diawali dengan memasukkan maksud ke elemen data dengan mencari penggolongan sesuatu,
orang,
dan
kejadian
lalu
mendeteksi
sifat
yang
mengkarakteristikkan sesuatu, orang dan kejadian. Pencarian ini akan menunjukkan klasifikasi elemen pada data 3. Analisis Data Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam analisa data yakni: a. Coding artinya mengkategorikan dimana peneliti mengorganisasikan data, menyeleksi elemen yang spesifik dari data untuk dikategorikan, dan memberi nama kategori tersebut yang akan merefleksikan yang digunakan dalam penelitian. b. Reflective remarks Saat catatan sudah direkam, pemikiran atau pengetahuan mendalam seringkali timbul secara tidak disadari. Pemikiran tersebut secara umum termasuk ke dalam catatan dan terpisah dari catatan lain
41
yang di dalam tanda kurung kemudian harus diekstraksi dan digunakan untuk memoing. c. Marginal remarks Setelah catatan diperiksa, observasi tentang catatan tersebut perlu untuk ditulis secepatnya. Kata-kata tersebut biasanya ditulis di margin kanan dari catatan dan seringkali berhubungan dengan bagian lain dari data atau mengusulkan sebuah intrepretasi yang baru. d. Memoing Peneliti merekam pengetahuan yang mendalam atau ide yang berhubungan dengan catatan transkrip atau code. Memo menggerakkan peneliti ke arah teori dan konseptual daripada faktual. Peneliti dapat membuat hubungan (link) bagian dari data bersama atau bagian khusus dari data sebagai contoh dari ide konseptual. Hal yang penting adalah nilai setiap ide dan mendapatkannya tertulis dengan cepat. e. Developing propositions Peneliti akan mengembangkan hipotesa tentang hubungan yang dapat diformulasikan dalam proporsi sementara. Pernyataan atau proporsi dapat ditulis dalam index cards dan diringkas menjadi kategori. 4. Display Data Display data berisi versi singkat dari hasil penelitian kualitatif yang sepadan dengan ringkasan tabel statistik yang dikembangkan dalam penelitian kuantitatif dan menperkenankan peneliti untuk mendapatkan ide utama dari penelitian dengan ringkas, disini peneliti akan menggunakan
42
Cognitive Mapping. CognitiveMapping adalah representasi visual dari informasi yang diberikan informan dan merupakan konseptualisasi dan interpretasi yang dibuat oleh peneliti kualitatif. Ide map berasal dari kode (konsep) dan hubungan diatara kode (konsep) dari tape interview yang peneliti dengarkan berulang-ulang. Prosedur ini didesain untuk meringkas dari proses coding, mengkategorikan, dan menginterpretasikan ke dalam satu aktifitas. 5. Drawing and Verifiying Conclusion Miles
and
Huberman
mengidentifikasi
12
taktik
untuk
menggambarkan dan memverifikasi kesimpulan meliputi Counting yaitu menggunakan bentuk “seringkali (frequently)” atau “lebih sering (more often)”, Noting Patterns and Themes yaitu bukti tambahan yang nyata untuk mengkonfirmasi bukti bentuk dan tema tersebut, Seeing Plausibility, Clustering yaitu proses menyingkat elemen ke dalam kategori atau grup, Making Metaphors, Splitting Variables, Subsuming particulars into general yaitu memasukkan bagian yang serumpun bersama, Factoring, Noting relationships beetween variabel yaitu memverifikasi hubungan yang nyata yang terjadi untuk menjelaskan hubungan tersebut, Finding intervening variables yaitu proses untuk menemukan faktor yang menghalangi atau menganggu variabel, Building a logical chain of Evidence termasuk dalam menguji teori, dan Making conseptual/ theorical coherence dimana teori yang peneliti peroleh dari analisis harus berhubungan dengan teori lain yang ada dalam body of knowledge. 6. Melaporkan Hasil Data
43
Dalam penelitian kualitatif, bagian awal hasil laporan adalah deskripsi yang detail dari informan, setting, dan pengamatan dan pengalaman lingkungan dimana data dikumpulkan. Deskripsi harus hidup sehingga pembaca dan pendengar akan merasa mereka bersama dengan peneliti. Bagian akhir dari penelitian kualitatif adalah harus melaporkan ekspresi dari ide teori yang timbul dari data analisis(Burns & Grove, 2004). H. Validasi data Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data perlu diuji validitas dan reliabilitas untuk mengukur nilai kepercayaan data.Hal ini dikarenakan hal yang diuji validitas dan reliabilitas pada penelitian kualitatif adalah datanya (Sugiyono, 2010). Pada penelitian kualitatif ini menggunakan blind coding untuk menguji validitas dan reliabilitas data. Blind coding dapat mengurangi efek bias dari pengetahuan pengkode dalam variabel asing di konten analisis (Neuendorf dalam Whinston, 2009). Blind coding adalah pengkode tidak mengetahui tujuan dari penelitian, yang diinginkan adalah untuk mengurangi bias yang disepakati keabsahannya. Tentunya, pengkode sangat memerlukan pengertian yang utuh tentang variabel dan yang diukur, namun sebaiknya mereka tidak mengetahui pertanyaan penelitian atau hipotesis yang ditegakkan peneliti. Ini untuk menghindari pengkode sama dengan apa yang disebut dengan permintaan karakteristik (kecendrungan informan penelitian untuk mencoba memberikan apa yang diinginkan peneliti). Kolbe & Burnett (1991 dalam Neuendorf, 2002) menggambarkan judge independence yaitu kebebasan pengkode untuk membuat penilaian tanpa input dari peneliti. I. Etika penulisan
44
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat ijin dari ketua Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Raya Jakarta Selatan. Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti mengurus surat perijinan ke pihak-pihak terkait, diantaranya Dinas Sosial DKI Jakarta, Walikota Jakarta Selatan, dan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3. Selanjutnya peneliti mengadakan pertemuan dengan ketua panti asuhan, dan pengurus panti asuhan untuk menjelaskan tujuan penelitian, kriteria penelitian dan kontrak waktu untuk menyesuaikan jadwal. Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan observasi menggunakan catatan lapangan (field notes) serta mengikuti kegiatan yang diadakan di panti asuhan untuk melakukan pendekatan dengan informan serta agar informan merasa percaya dengan peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara mendalam. Sebelum melakukan wawancara mendalam, peneliti harus mengindahkan etika penelitian yang terdiri dari infomed consent, tanpa nama (anonimity), kerahasiaan (confidentiality). Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan informan penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar peretujuan. Jika informan tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak informan.Etika penelitian lainnya adalah anonimity yaitu memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama informanpada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Etika penelitian
45
yang terakhir adalah kerahasiaan (confidentiality) yaitu memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-massalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2007). Saat melakukan wawancara mendalam, peneliti menggali pengalaman informan terkait dengan pengalaman psikososial selama di panti asuhan, selain itu juga peneliti menggali masa lalu informan melalui ketua panti asuhan atau wali asuh selama di panti asuhan. Pertemuan kedua mengklarifikasi jawaban informan dengan dibantu alat perekam yang memuat data wawancara sebelumnya.
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran tempat penelitian 1. Letak wilayah Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama 3 Tebet ini terletak di Jln. Tebet Barat Raya No. 100 Kelurahan Tebet Barat Kecamatan Tebet Jakarta Selatan. Bangunan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 berdiri diatas tanah seluas 5.100 m2. Batas wilayah Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 yaitu pada bagian utara berbatasan dengan Panti Sosial Bina Remaja Taruna Jaya, pada bagian selatan berbatasan dengan rusun berlian tebet, pada bagian barat berbatasan dengan taman hutan kota tebet, dan sebelah timur berbatasan dengan permukiman warga tebet. 2. Sejarah Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama 3 Tebet didirikan pada tahun 1999 yang saat itu bernama Panti Sosial Taman Penitipan Anak (PSTPA) Bina Insan Nusantara sebagai salah satu Unit Pelaksanaan Tekhnis (UPT) Kanwil Depsos Provinsi DKI Jakarta. Sejak tanggal 28 Maret 2000 PSTPA Bina Insan Nusantara menjadi UPT Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta yang kemudian berubah nama menjadi Panti Sosial Asuhan Anak Balita Tunas Bangsa. Berdasarkan Perda No. 3 tahun 2000 tentang bentuk susunan organisasi dewan perwakilan rakyat daerah provinsi DKI Jakarta dan keputusan gubernur provinsi DKI Jakarta No. 41 tahun 2002 tentang organisasidan tata kerja dinas bina mental spiritual dan kesejahteraan
46
47
sosial provinsi DKI Jakarta, maka dinas sosial berubah menjadi dinas bina mental spiritual dan kesejahteraan sosial provinsi DKI Jakarta. Terbitnya Keputusan Gubernur provinsi DKI Jakarta No. 163 tahun 2002 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan dinas bintal dan kesos provinsi DKI Jakarta, maka sejak tanggal 13 November 2002 nama PSAA Balita Tunas Bangsa berubah menjadi Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet. Selanjutnya terbit peraturan gubernur provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 61 tahun 2010 tentang pembentukan organisasi dan tata kerja panti sosial asuhan anak putra utama. 3. Tugas dan fungsi a. Tugas pokok Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet adalah: Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesejahteraan sosial anak terlantar yang meliputi identifikasidan assesmen, bimbingan, dan penyaluran serta bina lanjut. b. Fungsi Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet adalah: 1) Pelaksanaan pendekatan awal meliputi penjangkauan, observasi, identifikasi, modifikasi, dan seleksi. 2) Pelaksanaan
penerimaan
meliputi
registrasi,
persyaratan
administrasi, dan penempatan dalam panti. 3) Pelaksanaan perawatan, pemeliharaan, dan perlindungan sosial. 4) Pelaksanaan assesmen meliputi penelaahan, pengungkapan dan pemahaman masalah, dan potensi.
48
5) Pelaksanaan pemberian pembinaan fisik dan kesehatan, bimbingan mental, sosial, kepribadian, pendidikan, dan latihan keterampilan. 6) Pelaksanaan sosialisasi meliputi kehidupan dalam keluarga, masyarakat
dan
lingkungan,
persiapan
pendidikan,
serta
melaksanakan penyaluran, dan bantuan kemandirian. 7) Pelaksanaan binaan lanjut meliputi monitoring, konsultasi, asistensi, pemantapan, dan terminasi. 4. Visi dan misi a. Visi Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet mempunyai visi “terentasnya anak terlantar yatim/piatu/ yatim piatu dna berasal dari keluarga tidak mampu di Provinsi DKI Jakarta dalam kehidupan yang layak dan normatif. b. Misi Adapun misi Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet yaitu: 1) Menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial terhadap anak yatim/piatu/yatim piatu dan anak terlantar yang ada di lingkungan masyarakat. 2) Membentuk anak yang mengalami ketelantaran agar dapat tumbuh kembang secara wajar melalui pemenuhan baik jasmani, rohani, maupun sosial. 3) Mengentaskan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yatim/piatu/yatim piatu terlantar ke dalam kehidupan yang layak, normatif, dan manusiawi.
49
5. Sasaran pelayanan Sarana pelayanan Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet adalah anak terlantar usia 13 s/d 18 tahun yang karena suatu sebab orang tuanya tidak mencukupi kebutuhannya secara wajar baik jasmani, rohani, maupun sosial. 6. Persyaratan a. Anak usia 13 s/d 18 tahun (khusus perempuan). b. Surat keterangan tidak mampu dari RT, RW, lurah setempat. c. Surat keterangan sehat dari dokter atau puskesmas. d. Fotocopy KTP orang tua atau wali (domisili DKI Jakarta). e. Pas foto 4x6 2 lembar, 2x3 2 lembar. f. Pemilik ijazah atau rapot terakhir. g. Bersedia tinggal dan mengikuti tata tertib yang berlaku di PSAA Putra Utama 3 Tebet. h. Rujukan dari panti terkait. B. Hasil penelitian Gambaran hasil pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet secara rinci ditemukan adanya 4 tema yang ditemukan dari hasil wawancara, tema tersebut meliputi: (1) pengalamananak remaja putri selama di panti asuhan, (2)support system bagi anak remaja putri di panti asuhan, (3) hubungan antara remaja putri di panti asuhan dengan orang tua, (4) psikososial remaja putri di panti asuhan. 1. Karakteristik informan
50
Gambaran
karakteristik
informan
meliputi
usia,
pendidikan,
merupakan warga binaan sosial di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet. Jumlah warga binaan sosial di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet yaitu sebanyak 90 orang yang terdiri dari 30 orang dengan tingkat pendidikan SMP (33,33%) dan 60 orang dengan tingkat pendidikan SMA atau sederajat (66,67 %). Warga binaan sosial di panti asuhan ini mayoritas masih memiliki orang tua walaupun hanya ibu saja, hanya sekitar 9% anak yang tidak memiliki orang tua.Pada penelitian ini didapat sebanyak 7 orang sebagai informan yang merupakan usia 13-18 tahun, jenis kelamin perempuan, dan pendidikan SMP dan SMA.
51
Tabel 5.1 Karakteristik informan utama No. Inisial informan
Usia
Pendidikan
Kode
Ket.
1.
Nn. S
16 tahun
SMK
P1
Yatim
2.
Nn. J
17 tahun
SMP
P2
Yatim piatu
3.
Nn. I
17 tahun
SMP
P3
Yatim
4.
Nn. S
13 tahun
SMP
P4
Yatim
5.
Nn. M
13 tahun
SMP
P5
Lengkap
6.
Nn. E
13 tahun
SMP
P6
Lengkap
7.
Nn. N
14 tahun
SMP
P7
Lengkap
2. Pengalaman psikososial anak remaja putri di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Berdasarkan 4 tema yang ditemukan pada saat wawancara, berikut adalah uraian dari masing-masing tema yang ditemukan, yaitu: a. Pengalaman anak remaja putri selama di panti asuhan Dari
hasil
wawancara
dengan
informan,
didapat
bahwa
pengalaman yang didapat remaja putri selama di panti asuhan meliputi pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman yang menyedihkan. Pengalaman menyenangkan yang pernah mereka rasakan selama dipanti asuhan meliputi kebersamaan, kedisiplinan, dan bagaimana mereka dapat mengekspresikan bakatnya. Informan mengatakan bahwa mayoritas yang menyenangkan adalah ketika berkumpul dengan teman, bermain dengan teman, makan bersama, jalan-jalan bersama,
52
diajarkan untuk disiplin dalam hal mengantri setiap ingin makan maupun dalam hal meminta ongkos untuk pergi ke sekolah, serta dapat mengekspresikan bakatnya di bidang kesenian. Sedangkan pengalaman yang menyedihkan yang dirasakan selama di panti asuhan dapat dikarenakan adanya masalah dengan teman sebaya, kehilangan teman sebaya, berpisah dengan kakak kelas di panti, rindu dengan orang tua, dan masalah dengan pengasuh terkait dengan ketatnya birokrasi. Hal tersebut mencakup beberapauraian sub tema, yaitu: 1) Pengalaman yang menyenangkan selama di panti asuhan Menurut
beberapa
informan
bahwa
pengalaman
yang
menyenangkan adalah terkait dengan kebersamaan dengan temantemansebaya di panti asuhan, diajarkannya kedisiplinan yaitu dengan membiasakan segala sesuatu dengan mengantri dan ijin jika ingin keluar panti untuk keperluan yang mendesak, informan juga mengatakan dapat mengekspresikan bakatnya di bidang kesenian yaitu menari serta mengikuti lomba yang diadakan diluar panti. Hal tersebut diuraikan melalui pernyataan informan sebagai berikut: “Yaa bersama-sama, jalan-jalan, maen bareng temen. Bareng sama kakak CKS dari Bandung kuliah juga, bikin acara..” (P2) “Hmm banyak sih, apa ya, ada kekeluargaan juga, jadi kita bisa belajar disiplin kaya misalnya kan makan atau ngambil ongkos disini ngantri jadi harus disiplin.Kumpul bareng-bareng sama temen, jalan-jalan bareng, kalau lagi makan bareng di ruang makan..” (P3)
53
“Kalo yang menyenangkan itu hmm bisa bercanda sama temen trus bisa belajar bareng, trus apa lagi tuh belajar bareng, makan bareng tidur bareng, mandi bareng semuanya bareng-bareng sama temen, jalan-jalan bareng..” (P5) “Apa ya? Ada sih, bingung hmm bermain hehehe bingung, ya bermain gitu bisa saling kenal..” (P6) “Gitu lah, banyak kak (klien tersenyum).Yaa banyak temen.. Kebiasaan juga sih, apa-apa ngantri..Terus kalo misalnya jalanjalan..” (P7) “Seneng kemarin abis nari saman..Seneng bisa.. bisa ini nunjukkin kebisaan dan belajarnya itu ga cuma sekedar belajar doang, kita harus ngertiin sikapnya temen kan kita ga harus bilang “lu salah” atau ngomel-ngomel gitu, emang kadang kita suka kesel kalo dia salah mulu walaupun emang kita juga suka salah tapi ya gitu latihan aja yang banyak kendalinya apalagi kalo latihan semuanya tuh satu grup itu seangkatan semua.. Main bareng, ketawa bareng, itu nanti setelah kita keluar, itu yang bakal kerekam kaya “kita udah lama ga bareng” kan kalo dirumah ga mungkin rame-rame kaya gini lagi.Kan kita kalo disini dibagi per kamar-kamar, nah kamar itu enak ya tergantung dari orangorangnya..” (P1) “Kan aku belum lama disini ya, jadi belum ada setahun, jadi mungkin ga banyak, ya paling ya keluar-keluar gitu, ya kaya gitu lah kan aku disini ikut kesenian kan suka keluar-keluar gitu, terus
54
disini juga suka belajar-belajar gitu bareng kakak kelas, tiap tahun jalan-jalanbareng gitu misalnya outbond gitu, bukan hanya panti ini aja tapi 6 panti..” (P4) 2) Pengalaman yang menyedihkan selama di panti asuhan Menurut beberapa informan mengatakan bahwa hal yang menyedihkan adalah ketika adanya masalah dengan teman, hal ini mencakup masalah dengan teman sekamar, meninggalnya kakak asuh di panti asuhan, berpisah dengan kakak asuh di panti asuhan. Pengalaman menyedihkan lain adalah ketika teringat dengan orang tua dan pengasuh yang terkesan galak karena ketatnya birokrasi. Hal tersebut diuraikan melalui pernyataan informan sebagai berikut: “Kan kita kalo disini dibagi per kamar-kamar, nah kamar itu enak ya tergantung dari orang-orangnya, kadang kalo ada masalah kita harus nyelesein masalah itu kalo kita ga bisa nyelesein masalah itu, baru kita ke pengasuh..Misalnya lagi ada masalah nih sama orang sekamar, pastikan kita jadi males buat ke kamar, mau ke kamar juga ga enak ada dia, pasti kan diem-dieman kan ya cuma kan kalo kita bawa “ah dia ini, satu orang ini buat apa dipikirin toh masih ada temen-temen lain yang bisa bikin ketawa yang bisa bikin kita ga mikirin dia lah”… (P1) “Ada, misal kaya lagi berantem gitu sama temen sendiri, kangen sama orang tua...” (P6)
55
“Kalo misalnya salah satu dari anak panti disini ada yang keluar gitu, kalau ngga kaya kemaren ada yang meninggal gitu, udah alumni tapi itu kakak-kakak an aku, sekarang tuh sedihnya.. Terus ga bisa ketemu orang tua setiap hari..” (P3) “Ga tau sih soalnya kalo pengalaman menyedihkan aku kan orangnya suka gampang lupa gitu jadi ya lupa, disuruh ceritain gitu ya bakal lupa suka ga inget hehe, berpisah sama kakak kelas disini..” (P4) “Ga tau deh (klien tampak datar dan menutup diri) Sedih.. Sedih aja, sama keluarga..” (P2) “Hmm kalo yang menyedihkan itu apa ya, (klien tampak berfikir)ga ada sih ka disini happy-happy aja.. Pengasuhnya galak jadi ga bebas aja gitu..” (P5) “Pengasuhnya kaya gitu kak.. Iya galak.Peduli sih, tapi ya mungkin egois kali kak.Ya gitu, marah-marah doang.Yaa hal-hal kecil doang padahal.Kaya gitu lah ga piket.. ya mungkin nanti kali.Terus kalo misalnya ijin pulang ga boleh...” (P7)
56
Tema tentang pengalaman remaja putri di panti asuhan digambarkan menurut skema sebagai berikut: SUB KATEGORI
KATEGORI
TEMA
Kebersamaan Pengalaman menyenangkan
Kedisiplinan Mengekspresikan bakat
Pengalaman anak remaja putri di panti asuhan
Masalah dengan teman Perpisahan dengan teman Teringat orang tua
Pengalaman menyedihkan
Pengasuh yang galak Bagan 5.1 Skema tema 1 b. Support systembagi anak remaja putri di panti asuhan Dari hasil wawancara dengan informan, didapat bahwa orang yang paling berpengaruh bagi informan adalah teman. Dalam hal ini, teman berpengaruh sebagai role model, juga karena adanya kesamaan hal yang sedang dirasakan. Selain teman, informan juga mengatakan orang yang berpengaruh adalah mama, pengasuh. Hal tersebut merupakan pengaruh dalam hal dukungan emosional. Berikut adalah penyataan informan: “Temen..Ya kita kan tinggal bareng, makan bareng, tidur juga satu kamar misalnya dia punya pengalaman apa, pasti dia bakalan cerita
57
walaupun sama siapa aja ke temen satu kamarnya dan itu bisa aja buat kita jadi “coba yuk kaya dia” kalo misalnya nilai positifnya “kayanya itu bagus deh coba ayo kita ikutin” jadi ya gitu deh satu kamar itu ada aja ceritanya..” (P1) “Temen..Temen tu gimana ya, lebih ngertiin kalo menurut aku gitu, kalau orang tua kan misalnya musti gini gini gitu, namanya temen kan ya namanya juga jaman sekarang kan bisa ngertiin lah kaya curhat gitu, kalo misal ibu gimana ya, misalnya cerita tentang pacar kan ga boleh pacaran ga boleh ini ga boleh itu gitu, tapi lebih care ke temen aja gitu..” (P3) “Mama..” (P4) “orang tua..” (P7) “Ya pengasuh disini hmm kaya gitu-gitubukan disiksa tapi peraturannya makin ketat disini, jadi kalau keluar aja harus ijin, kemana-mana harus ijin kan jadi ngga enak..” (P5) Berbeda hal nya pada informan yang tidak memiliki orang tua, atau informan yang ditelantarkan orng tua nya, bagi mereka orang yang berpengaruh terhadap kehidupannya selama ini adalah semua orang yang ada disekitarnya. Berikut pernyataan informan: “Semuanya..” (P2) “Ooo pengasuh sama Ibu..” (P6) Tema tentang support system bagi anak remaja putri di panti asuhan digambarkan menurut skema sebagai berikut: SUB KATEGORI Teman
KATEGORI
TEMA
58
Hubungan emosional Orang tua
Support system bagi anak remaja putri di panti asuhan
Role model
Pengasuh
Bagan 5.2 Skema tema 2 c. Hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua Pada tema ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu bagaimana gaya pengasuhan orang tua selama ini, dalam hal ini informan mengatakan bahwa orang tua memanjakan mereka, demokratis, mendidik, dan ada juga yang menelantarkan sejak kecil. Sedangkan pada kategori lainnya adalah perasaan informan terhadap orang tua yaitu rindu dan ada juga yang mengatakan kecewa. Hal tersebut diuraikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut: 1) Gaya pengasuhan orang tua Berdasarkan wawancara, didapat bahwa gaya pengasuhan orang tua yaitu dengan memanjakan ketika informan pulang kerumah, mendidik sebelum dititipkan ke panti asuhan, demokratis yaitu dengan memarahi ketika salah dan baik ketika informan patuh terhadap orang tua, dan menelantarkan sejak kecil. Berikut pernyataan informan: “Masih tapi bapak udah ga ada..Ya kalo misalnya kita pulang, pasti perhatiannya jadi lebih aja karena kita jarang dirumah
59
misalnya kita pulang ada keponakan gitu tapi “udah nih ini aja jajan aja kan kamu kalo disana jarang jajan, udha kalo mau apaapa bilang aja kan disana jarang jajan, mumpung ada disini..” (P1) “Kalau mama emang masih ada, maksudnya masih tau kabarnya, tapi kalo ayah udah 7tahu ga ketemu tapi masih ada di Manado cuma ga ada kabarnya udah 7 tahun..Emm mama (klien tampak berkaca-kaca) udah bagus sih apa sih didiknya, dulu kan aku sebelum masuk panti aku suka diasuh sama mama, suka belajar sama mama, pas udah masuk panti udah bisa apa-apa.Yang nyuruh pake jilbab mama, tapi aku emang udah lama tapi aku emang pengen..” (P4) “Masih, ibu.Bapak hmm ga tau kemana..Kalo emang dasarnya aku bandel banget ibu baru pake keras tapi ga pake kata kasar, cuman kalo aku bandel sedikit tu ibu ngomelinnya sambil pake nangis gitu deh, jadinya tu aku berusaha jadi anak yang baik tapi tu susah..” (P3) ”Hmm ya baik tapi ya kadang kalo lagi kesel ya gitu deh, bisa apa.. ngga gitu eeee maksudnya bisa di ya di apa gitu, giliran lagi seneng ya M ikut-ikut seneng.. Ga sih ya kalo bandel bisa galak.. orang tua misah kak, hmm iya, eh kita ga cerai kak tapi apa namanya kerjanya misah..” (P5) “Baik sih, tapi kalo misalnya ibu kan ibu di Bangka Belitung kan jadi jarang nengokin. Ayahga tau, di Cakung.”(P6)
60
“Udah ga ada. Kalo bapak ga ada, kalo ibu ada tapi ga tau kemana.. Ga inget, dari orok udah dititipin di panti balita” (P2) 2) Perasaan infoman terhadap orang tua Dari hasil wawancara yang telah dilakukan, bermacam-macam perasaan informan terhadap orang tuanya. Bagi informan yang masih memiliki orang tua merasakan rindu, namun bagi informan yang tidak memiliki orang tua merasakan sedih, dan bagi informan yang ditinggal ayahnya menikah lagi perasaannya kecewa. Berikut pernyataan informan terkait dengan perasaan informan terhadap orang tua: “Ya kalo kangen pasti, tapi kan niat kita disini satu ka belajar kalo kita cuma mikirin kangen kangen kangen yang ada nanti kepikiran sama itu mulu, belajar kita jadi keganggu kan nilai kita jadi merosot nah itu ya ga ini banget, orang tua juga kalo dengernya juga.. Orang tua juga bakal ngomong “ngapain kangen kangen, udah belajar aja..”(P1) “Kadang suka kangen ya kadang biasa aja..”(P3) “Kalo kangen sih suka, ya namanya jauh ada aja gitu..”(P4) “Suka kangen..”(P5) “Kangen, kadang-kadang kalo mau pulang ga diijinin padahal ijin nya sehari doang nanti seharinya balik lagi..”(P7) “(klien terdiam sejenak dan tampak sedih) kangen.. Iyalah masa ga kangen..”(P2)
61
“Suka kangen.. Ya palingan nangis, sedih sih rada kecewa sama ayah..”(P6) Tema tentang hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua dapat dilihat dalam skema berikut: SUB KATEGORI
KATEGORI
TEMA
Memanjakan
Mendidik
Demokratis
Gaya pengasuhan Hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua
Menelantarkan
Rindu
Perasaan terhadap orang tua
Sedih
Kecewa Bagan 5.3 Skema tema 3 d. Psikososial remaja putri di panti asuhan Pada tema ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu sosialisasi remaja putri di panti asuhan dan konsep diri remaja panti di panti asuhan. Sosialisasi remaja putri di panti asuhan mencakup bagaimana remaja putri bersosialisasi dengan lingkungannya dan cara remaja putri di panti asuhan berteman. Konsep diri remaja panti di panti asuhan mencakup bagaimana persepsi informan terhadap gambaran diri, dan
62
harapan remaja putri di panti asuhan. Berikut uraian tema tentang psikososial remaja putri di panti asuhan: 1) Konsep diri remaja putri di panti asuhan Konsep diri remaja di panti asuhan mencakup persepsi informan terhadap gambaran dirinya dan harapan yang informan inginkan ke depannya. Berikut pernyataan informan: “Pinter engga, biasa aja. Rapotnya lumayan. Kemarin smester 1 peringkat 8. Aku 5 bersaudara. Anak terakhir, anak kelima. Puas, ya intinya banyak-banyak bersyukur aja. Mau.. impian buat, ga impian sih, harus harus kuliah buat lanjutin ke pendidikan, kita mau kalo ada biayanya, pokoknya nanti kalo keluar dari sini harus kuliah tapi ya harus kumpulin biaya dulu....”(P1) “Diri aku sendiri? Gimana ya? Menurut aku sih aku tuh orangnya batu deh kayanya, agak egois, mau menang sendiri juga kadang, cuma kalo misalnya aku tuh ngeliat orang susah tuh pengennya bantuin, sampe-sampe tu aku dimarahin ibu aku mementingkan orang lain baru diri sendiri, suka kaya gitu kalo misalnya aku laper nih terus temen aku lebih laper nih, kadang aku kasih kalo lagi pelit ga aku kasih, kadang aku kasih semua, dan prinsipnya tu aku tu kalo orang pelit aku tuh lebih pelit dari dia, kalo dia baik aku lebih baik lagi dari dia.Kalo aku sih biasa aja, ya kaya gini, ga terlalu dipikirin, intinya ya pake baju yang bener aja gitu, terus tertutup.Kalo cita-citanya sih pengen jadi guru akuntansi, jurnalis...”(P3)
63
“Aku di sd prestasinya tinggi mulu, sering kepilih duta cilik aku ikut, duta air jakarta aku menang kemaren. Emang satu sekolah dipilih2 orang. Tapi di SMP menurun soalnya kalo di SD suka ada guru les, jadinya suka belajar, kalo sekarang suka ga ada waktu jadi suka kesulitan sendiri. Ya bisa lebih baik aja, trus prestasi aku yang turun bisa dinaikin lagi, semakin baik buat bikin mama bangga...”(P4) “M tuh kaya gini biasa2 aja orangnya gampang bergaul disini terus M kaya gitu deh suka tenang disini trus keterampilan M bikin keset.Kalo di sekolah M bergaul sama cowoksoalnya anak ceweknya pada egois-egois, nah kalo di sekolah tu M tu belajar, diem ga bertingkah. Prestasinya ya makin meningkat kok, tadinya M ya nilainya dibawah 5 gitu, kalo disini M kaya ngerasa tuh walopun M jarang belajar, M tuh udah ke fokus M tuh udah remaja bukan kaya anak kecil lagi jadi harus berubah gitu. Ya makin baik, makin pinter trus punya prestasi yang tinggi..”(P5) “Suka ngasih perhatian, terus apalagi ya, peduli sama temen, baik.? Ngga ada prestasinya, hehe ga dapet ranking. Lumayan nilainya.Engga, ntar kalo misalnya udah lulus pengen cari kerja, dapetin duit banyak pengen bikin rumah terus pengen gitu bawa naek haji sama ibu sama ayah...”(P6) “Orangnya baik, apa yaa mungkin yang baru kenal N bilangnya jutek gitu tapi engga lah N orangnya susah trus juga
64
pemalu. Engga juga ga centil, biasa aja kak. Prestasinya lumayan kak. Pengen lebih baik lah kak. Pengen sukses..”(P7) Berbeda dengan anak remaja putri
yang memiliki latar
belakang ditelantarkan orang tuanya, tergambarkan bahwa ia sulit untuk
menggambarkan
dirinya
secara
positif.
Berikut
pernyataannya: “Engga pinter biasa aja. Engga rangking.. Engga ada keterampilan..Harapannya ga tau..”(P2) 2) Sosialisasi remaja putri di panti asuhan Sosialisasi remaja putri di panti asuhan mencakup bagaimana remaja bersosialisasi dengan lingkungannya, adanya kesulitan saat bertemu dengan orang dan lingkungan baru, namun ada juga yang tidak memiliki kesulitan dalam menempatkan diri di lingkungan yang baru. Cara remaja dalam berteman yang mencakup berkelompok-kelompok, berteman dengan seluruh teman,atau hanya berteman dengan 2 teman saja. Berikut pernyataan informan: “Awalnya kan baru-baru masuk sini kan ada kesulitan untuk bergaul sih, soalnya kan kita belum tau masing-masing sifat kita gimana, mau deketin nanti takutnya kaya gimana nanti orangnya ya kaya gitu, tapi lama kelamaan jadi ngga...”(P3) “ya gitu kalo belum kenal, malu-malu apalagi disini juga banyak orangnya. Tapi punya temen ko..”(P7) “Engga sama aja. Punya nya sahabat, kalo temen engga.. Dua doang...”(P2)
65
“Kalo disini engga, kalo di sekolahan sih ada, kan minder gitu dia anak rumah aku anak panti, takut aja kalau dia ga suka gimana gitu..”(P6) “Engga ada kesulitan bergaul, biasa aja..Ya kalo kitanya mau bergaul ya maen sama dia ya maen, ya kadang temen disekolah juga kaya gitu semua.. Ya gitu, mainnya kelompok-kelompokkan kadang kan kita juga males ka, dia maennya sama kelompok itu aja, ya udah maen sama yang ada aja...”(P1) “Ngga sih, bergaul ya bergaul aja berbaur sendiri. Ngga ada, soalnya disini sebagian besar dari Klender juga. Ya suka ngerasa beda sih ada, cuman biarin lah yang penting punya temen, paling ada 1 2 temen, paling yang suka ga mau temenan ya ada.Ya sedih ada, kan aku beda seharusnya mereka iniin aku tapi ini ngga...”(P4) “Ngga kan kita harus pede ka. Yaa punya temen lah. Kenal semua. Di sekolah yaa jarang soalnya temennya egois semua.Gitu deh jadi dia pengen menang sendiri dia ngerasa bodo amat sama temen gitu deh. Ya dibediannya itu tu kaya misalnya dia bergaul sama temen M yang satunya lagi sedangkan M tu bergaul sama anakanak sini aja yang sekolahnya bareng, jadi cuma berdua aja tapi dia juga kalo M lagi pengen kesono ya udah kesono aja gitu, jadi dia ga mau kaya ga mau berminat buat temenan sama M. Punya temen sih cuma 1 doang paling udah gitu anak sini semua...”(P5)
66
Tema tentang psikosiosial remaja putri di panti asuhan dapat dilihat dalam skema berikut: SUBKATEGORI
KATEGORI
TEMA
Persepsi tentang gambaran diri Ideal diri informan
Konsep diri remaja Psikososial remaja putri di panti asuhan
Sosialisasi dgn lingkungan Sosialisasi remaja Cara remaja berteman Bagan 5.4 Skema tema 4
67
Untuk memudahkan dalam pembacaan dan pemahaman tema, berikut tabel secara singkat dari uraian tema-tema diatas: Tabel 5.2 Informan 1 2 3 4 5 6 7
Tema 1
Tema 2
Tema 3
Tema 4
BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain: 1. Situasi dan kondisi pada saat wawancara yang dapat mempengaruhi informan dalam memberikan jawaban. 2. Waktu
yang
singkat
sehingga
mempengaruhi
kejujuran
dan
kesungguhan informan dalam menjawab pertanyaan. 3. Lamanya melakukan analisa data. 4. Kesulitan dalam mengakses literature. B. Pembahasan hasil penelitian Dari hasil penelitian ini, peneliti mengidentifikasi adanya 4 tema yang ditemukan. Tema-tema tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan penelitian. Pengalaman psikososial remaja putri di panti sosial asuhan anak putra utama 3 tebet dapat digambarkan dengan tema pertama yaitu pengalaman anak remaja putri di panti asuhan. Seseorang yang paling berpengaruh dalam kehidupan anak remaja putri di panti asuhan digambarkan pada tema kedua yaitu support system bagi anak remaja putri di panti asuhan. Hubungan anak remaja putri di panti asuhan dengan orang tua digambarkan pada tema ketiga, dan pengalaman psikososial anak remaja putri di panti asuhan digambarkan pada tema keempat. 1. Pengalaman anak remaja putri selama di panti asuhan Tema pengalaman anak remaja putri selama di panti asuhan diketahui dari hasil wawancara. Pada tema ini meliputi pengalaman apa saja yang
68
69
dirasakan oleh anak remaja putri khususnya selama di panti asuhan. Semua informan menyatakan tentang perasaan mereka selama di panti asuhan adalah adanya perasaan senang dan sedih. Perasaan senang ataupun sedih akan berlarut-larut terkait dengan suasana penempatan mereka di panti asuhan. Chapman & Christ (2008) menyatakan bahwa mayoritas anak remaja tidak mengubah sikap mereka dari waktu ke waktu dalam rentang waktu 18 bulan khususnya pada anak remaja yang sangat bahagia atau sangat tidak bahagia terkait dengan penempatan mereka selama ini. Pada penelitian ini, informan mayoritas berada di panti asuhan lebih dari 18 bulan, 6 dari 7 informan berada di panti asuhan sejak kecil dan 1 informan berada di panti asuhan sejak kurang lebih 1 tahun. Oberle (2011) menemukan bahwa dukungan dan hubungan positif dengan teman sebaya, dengan orang dewasa di lingkungan, dan kuatnya keinginan untuk bersekolah sangat signifikan dan positif berhubungan dengan kepuasan hidup dan merupakan aspek penting kebahagiaan bagi anak remaja awal.
Bagi mayoritas informan, hal yang paling
menyenangkan selama di panti asuhan adalah kebersamaan dengan teman sebaya. Teman sebaya adalah hal yang penting bagi perkembangan akademik, fungsi sosial, dan psikologis anak dan remaja (Nangle & Erdley, 2001 dalam Oberle, 2011). Penerimaan teman sebaya yang merupakan derajat apakah individu disukai atau tidak disukai oleh teman sebayanya tidak hanya suatu korelasi pada kesejahteraan remaja awal, namun penolakan teman sebaya ditemukan untuk menentukan adanya
70
masalah dikemudian hari pada remaja akhir dan dewasa (Parker et al, 2006 dalam Oberle, 2011). Hal lain yang dikemukakan oleh informan selain adanya kekeluargaan, di panti asuhan juga diajarkan untuk disiplin dalam berbagai hal misalnya mengambil ongkos untuk sekolah atau saat ingin mengambil makan. Teori kontrol sosial mengatakan bahwa kenakalan individu dikarenakan tidak adanya kontrol (Shoemaker, 1996 dalam Pleydon & Schner, 2001). Hirschi (1969 dalam Pleydon & Schner, 2001) menyebutkan bahwa kontrol meliputi intraindividual (kontrol pemicu) atau interpersonal (attachment, komitmen, dan keterlibatan dengan keluarga, teman sebaya, dan agama). Teori kontrol sosial juga melihat bahwa kenakalan pertemanan sepeti konflik, masalah, ketidakstabilan ditandai dengan perasaan kurangnya kepercayaan dan kurangnya rasa aman. Maka dari itu untuk menghindari hal tersebut, pihak panti asuhan mengajarkan untuk membiasakan disiplin mulai dari hal kecil agar tidak timbul kenakalan. Diantara hal-hal yang menyenangkan yang telah disebutkan diatas, hal menyenangkan terakhir bagi beberapa informan yaitu warga binaan sosial di panti asuhan dapat mengekspresikan bakatnya dalam hal ini adalah dibidang kesenian yaitu menari. Perubahan fisik dan kognitif secara dramatis terjadi pada remaja. Remaja dapat berfikir abstrak, memprediksi perilaku orang lain, dan mulai memecahkan masalah. Selama fase ini, remaja memulai menunjukkan kemandiriannya dari orang tua dan mencari penerimaan dari teman sebayanya (Dulmus & Paglicci, 2000). Patrick et al (1999) menyatakan bahwa pertemanan dengan sebaya diharapkan akan
71
berhubungan
dengan
komitmen
remaja
bahwa
mereka
akan
mengembangkan bakat mereka karena ditemukan adanya hubungan penggunaan waktu bersama-sama, perasaan adanya dukungan sosial, dan perkembangan identitas yang saling berkaitan. Remaja mendapatkan kepuasan dalam pertemanannya dengan teman sebaya pada saat melakukan aktivitas dalam hal bakat mereka, hubungan tersebut mendukung adanya perasaan senang dan komitmen terhadap aktivitas tersebut. Selain pengalaman menyenangkan di panti asuhan, menurut anak remaja putri di panti asuhan juga ada pengalaman yang menyedihkan bagi mereka. Anak-anak di panti asuhan mungkin bukan hanya mengalami beberapa kasus perpisahan, namun juga kerugian dalam hal pemindahan tempat secara berturut-turut (Lanyado, 2003 dalam Schwartz, 2010). Johnson & Yoken’s (1995, dalam Schwartz, 2010) menemukan 56% dari partisipan yang melaporkan sangat rindu dengan kehidupannya yang lalu bersama dengan teman-teman mereka. Whiting & Lee (2003 dalam Schwartz, 2010) menemukan bahwa pengalaman anak di panti asuhan terkait dengan perpisahan yaitu perpisahan dengan saudara kandung, sepupu, teman, keluarga di panti asuhan, bahkan anjing peliharaan mereka. Namun, hal yang paling akut adalah perpisahan dengan ibu kandung mereka. Edelstein (2001 dalam Schwartz, 2010) menyatakan bahwa anak mengekspresikan kesedihan mereka bukan hanya dengan perasaan sedih. Beberapa anak berperilaku agresif, terutama pada orang tua asuh baru di
72
panti asuhan. Hal lain yang mungkin dilakukan adalah adanya perilaku disorientasi, cemas, atau memiliki masalah dengan nafsu makan dan tidur. Remaja awal mungkin menangis dan memiliki masalah sosial dan masalah kesehatan dibandingkan remaja. Namun, kehilangan remaja lebih ditunjukkan dengan harga diri rendah dan memiliki perasaan “beda” dengan teman sebayanya (Worden, 1996 dalam Schwartz, 2010). Penelitian yang diuraikan diatas mendukung hasil penelitian yang ditemukan bahwa pengalaman menyedihkan selama di panti asuhan adalah perpisahan. Perpisahan tersebut meliputi perpisahan dengan teman atau kakak angkat di panti asuhan dan juga perpisahan dengan orang tua karena penempatan informan di panti asuhan. Bowlby (1980 dalam Schwartz, 2010) menemukan bahwa attachment merupakan dorongan esensial dan keunggulan dari attachment yang kuat adalah fungsi yang positif. Perasaan kehilangan merupakan reaksi yang wajar untuk perpisahan dengan figur attachment. Kesejahteraan sosial dan emosional merupakan tujuan dari hubungan pertemanan
dengan
sebaya.
Kesejahteraan
meliputi
kesejahteraan
emosional dan emosi yang positif seperti kebahagiaan, kenyamanan, dan optimisme yang dapat dihubungkan dengan kesuksesan hidup yang merupakan nilai sosial. Namun, hubungan pertemanan yang negatif dengan teman sebaya seperti adanya masalah atau penolakan akan berujung pada kemarahan dan kesedihan (Oberle, 2010). Sesuai dengan yang diungkapkan informan bahwa pengalaman yang menyedihkan adalah ketika adanya masalah dengan teman sekamar.
73
Hal yang menyedihkan lainnya adalah pengasuh yang menurut informan adalah galak. Schwartz (2010) menemukan bahwa penempatan remaja di panti asuhan yang baru akan membuat remaja merasa gugup bahkan menyeramkan karena harus mengetahui apa yang diinginkan pengasuh, peraturan yang mereka buat, apa yang pengasuh sukai, dan kebiasaan yang mereka lakukan serta apa yang pengasuh harapkan dari remaja panti asuhan. 2. Support system bagi anak remaja putri di panti asuhan Perkembangan remaja yang positif meliputi bukan hanya lingkungan yang mendukung namun tanggung jawab untuk memimpin dan mengembangkan keterampilan hidup. Mereka butuh untuk dapat mempraktikkan kemampuan hidup seperti memperoleh dan mengatur pekerjaan, mengatur keuangan, dan masuk dalam hubungan interpersonal. Support system dalam kehidupan remaja seperti orang tua asuh atau pengasuh dibutuhkan dalam proses ini (Scannapieco et al, 2007). Di panti asuhan, support system bagi anak remaja putri yaitu teman, orang tua kandung, dan pengasuh. Support system yang dimaksud dapat berupa hubungan emosional dan merupakan sebagai role model. Bagi beberapa informan, support system merupakan orang yang dekat dengan mereka karena adanya ikatan emosional. Hal tersebut dapat juga dikatakan sebagai figur attachment. Menurut Bowlby (1973 dalam Borualogo, 2004) figur attachment memiliki dua fungsi yaitu yang pertama adalah memiliki ikatan emosional dengan remaja dan memberikan rasa aman kepada remaja ketika mereka menghadapi ancaman dan membantu remaja untuk
74
meregulasi stress, dan yang kedua adalah memberikan dasar yang aman ketika remaja mengeksplorasi lingkungan. Support system yang dimaksud oleh informan adalah teman dan orang tua.Teman sebagai support system karena adanya keterikatan emosional seperti yang dikatakan oleh informan bahwa teman dapat mengerti apa yang sedang dihadapinya terkait dengan masalah percintaan remaja dibandingkan orang tua. Sedangkan bagi informan lainnya, orang tua merupakan support system bagi mereka. Nickerson & Nagle (2004) menemukan bahwa attachment dengan orang tua, teman, atau keduanya dapat memprediksi kepuasan anak dan remaja dalam berbagai hal.Aspek positif dari hubungan dengan orang tua dan hubungan dengan teman sebaya adalah adanya kepercayaan dan komunikasi. Kepuasan dalam keluarga dapat dilihat dari adanya rasa aman, komunikasi yang terbuka, dan adanya pengertian antara orang tua dan anak. Kepercayaan dengan teman sebaya merupakan hal yang dapat memprediksi adanya kepuasan dalam berteman. Hal ini didukung oleh adanya komitmen dengan teman seperti saling peduli, saling menyukai dan percaya. Sama halnya dengan Borualogo (2004) yang menemukan bahwa orang tua merupakan figur attachment utama bagi remaja di panti asuhan Muhammadiyah, sahabat menduduki peringkat kedua, dan selanjutnya adalah kakak dan bapak asuh di panti asuhan. Selain hubungan emosional, support system bagi anak remaja putri di panti asuhan yaitu dalam hal seseorang yang dapat dicontoh atau role model. Role model adalah individu yang dianggap teladan atau layak ditiru. Keterikatan emosional tidak selalu dengan kontak langsung
75
misalnya dengan cara mengidentifikasi, sebatas idola olahraga atau figur entertaimen. Role model dapat mempengaruhi pengetahuan remaja, perilaku, kepercayaan, nilai, dan berakhir pada paparan perilaku role model yang positif maka adanya pengalaman hidup yang beragam (Yancey, 1998). Pada penelitiannya, Yancey (1998) menemukan bahwa penggunaan role model sangat efektif karena dapat menanamkan rasa kepercayaan, meningkatkan harga diri, dan memotivasi remaja yang berisiko tinggi untuk memanfaatkan sumber pelayanan pendidikan nonformal. Nickerson & Nagle (2004) menemukan bahwa 47% dari kepuasan hidup remaja ditentukan dari role model, kedua orang tua, dan teman sebaya. Informasi yang didapat dari informan, support system yang dapat menjadi role model adalah teman, orang tua, dan pengasuh. Informan mengungkapkan bahwa dengan teman, ia akan saling berbagi pengalaman yang pernah dirasakan, dan jika pengalaman tersebut berujung hal yang positif maka memotivasi informan untuk melakukan hal tersebut. Kuperschmidt & Coie (1990) menunjukkan bahwa memiliki hubungan pertemanan yang positif secara langsung akan berpengaruh pada peningkatan kompetensi sosial dan penerimaan di jenjang usia yang selanjutnya. Sebaliknya, hubungan pertemanan yang buruk diketahui akan berujung yang negatif seperti menarik diri, kenakalan, penyalahgunaan obat, dan masalah kesehatan mental. Seperti yang ditemukan Engels & Bogt (2001) bahwa perilaku berisiko dapat dicegah dengan aspek positif dalam hubungan pertemanan misalnya dengan peer attachment, dukungan,
76
kompetisi, dan penerimaan. Wentzel (2009) menyatakan bahwa hubungan pertemanan yang positif juga cenderung lebih memotivasi di sekolah dan menunjukkan performa akademik yang lebih baik. Bagi sebagian informan, orang tua merupakan sosok yang dapat menjadi role model. Carlo et al (2007) menemukan bahwa adanya praktik orang tua dalam hal mengajarkan anak tentang perilaku prososial terkait dengan adanya rasa simpati sangat bermakna terhadap perkembangan prososial remaja. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang tua menanamkan nilai positif pada anak dan hal tersebut diikuti oleh anak sehingga orang tua dapat menjadi role model bagi anak. Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Schwartz (2010) ditemukan bahwa remaja di panti asuhan merasakan sedih ketika berpisah dengan orang tua asuh di panti asuhan karena orang tua asuh mengajarkan mereka hal-hal yang benar. 3. Hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua Pada tema hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua ini nmeliputi gaya pengasuhan yang orang tua berikan selama ini dan perasaan informan terhadap orang tua mereka selama di panti asuhan. Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua pada remaja putri di panti asuhan bermacam-macam yaitu perhatian, mendidik, demokratis, dan menelantarkan. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas orang tua informan hanya ibu saja.Meskipun ada informan yang masih memiliki ayah, ayahnya pun menelantarkan mereka.
77
Paulson & Sputa (1996) menemukan bahwa ibu lebih terlibat dalam pengasuhan dibanding ayah selama kelas sembilan dan dua belas. Ibu lebih responsif, lebih terlibat dalam tugas rumah dan tugas sekolah. Namun, tidak ditemukan adanya perbedaan mengenai nilai terhadap pencapaian tujuan. Suldo & Huebner (2004) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara gaya pengasuhan demokratis dengan kepuasan hidup. Garcia & Garcia (2009) melakukan penelitian pada keluarga di Spanyol dan menemukan bahwa gaya pengasuhan dengan cara memanjakan dan demokratis memiliki hasil akhir yang baik dalam hal harga diri, masalah psikososial, kompetensi, dan masalah perilaku dibanding dengan gaya pengasuhan otoriter dan menelantarkan. Penelataran pada anak remaja dapat mengakibatkan beberapa masalah. Marquis et al (2008) menemukan bahwa hal yang mengindikasikan adanya kekerasan dan penelantaran pada anak yang terkait dalam kesejahteraan anak memiliki perbedaan kebutuhan dan tantangan. Hampir seperempat keluarga yang menelantarkan terdiri dari ibu yang merupakan sumber utamanya adalah masalah sosial. Ibu teridentifikasi sebagai orang yang paling berisiko untuk terpaparnya penyebab kekerasan pada anak. Ibu yang menelantarkan juga memiliki masalah seperti depresi dan penyalahgunaan zat. Tracy & Pine (2000) mengatakan bahwa dari penelitian-penelitian
yang
sebelumnya
memiliki
implikasi
untuk
kesejahteraan anak dan panti asuhan. Pertama, sangat penting untuk mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan akan pelayanan dan konsultasi bagi anak yang memiliki pengalaman kekerasan, penelantaran, dan
78
terpaparnya kekerasan dalam rumah tangga. Kedua, adanya edukasi yang lebih lanjut bagi pekerja pelayanan sosial, pekerja pelindung anak, orang tua asuh, pengacara, penuntut, dan profesi lain yang juga bekerja dengan anak yang memiliki pengalaman kekerasan atau penelantaran yang membutuhkan bantuan. Hal ini sangat penting untuk semua anak yang dirawat, pekerja pelindung anak, pengacara, dan penuntut untuk menerima edukasi yang kuat dan bekerja dengan pengetahuan tentang penelantaran sehingga para praktisi dapat secara efektif memanfaatkan pengetahuannya untuk menuntun dalam membuat keputusan yang lebih baik berkaitan dengan anak-anak yang datang setelah ditelantarkan. Selain gaya pengasuhan, hal lain yang dibahas dalam tema ini adalah perasaan anak remaja putri di panti asuhan dengan orang tua mereka. Anak remaja di panti asuhan biasanya setiap libur sekolah ataupun libur hari raya diberikan izin untuk pulang bertemu dengan keluarga mereka. Beberapa dari mereka tinggal dengan ibu, namun tidak jarang juga yang masih memiliki orang tua lengkap, dan ada pula yang tidak memiliki orang tua. Berdasarkan wawancara, perasaan anak remaja putri di panti asuhan tersebut terhadap orang tua nya yaitu mayoritas rindu dengan orang tua. Hasil penelitian Schwartz (2010) ditemukan bahwa perasaan remaja ketika ditanyakantentang ibu kandung, mereka mengekspresikan keinginan mereka untuk tinggal dengan ibu kandung kembali yag berarti adanya hubungan yang positif denganibu. Selain itu juga rindu saat-saat bersama ibuseperti menyanyikan lagu kesukaan mereka atau adanya rasa nyaman ketika bercerita dengan ibu saat merasa sedih.
79
Selain perasaan rindu dengan orang tua, ada juga informan yang mengatakan sedih jika teringat tentang orang tua terutama ayah. Schwartz (2010) juga menemukan bahwa ketika remaja ditanyakan tentang ayah kandung mereka mengatakan sedih bahkan kecewa walaupun hubungan mereka tidak terlalu dekat setelah di panti asuhan. Perasaan anak remaja di panti asuhan kemungkinan dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental anak. Haight (2003) menyarankan pengalaman positif seperti perkembangan dalam hubungan attachment positif dengan orang tua asuh yang memungkinkan untuk memperbaiki efek penelantaran atau trauma. Timmer et al (2006) menyarankan penggunaan PCIT (ParentChild Interaction Therapy) yang dapat meningkatkan kualitas hubungan antara orang tua asuh dengan anak asuh dan meningkatkan keterampilan orang tua asuh dalam memberikan asuhan pada anak yang sulit, juga meningkatkan kestabilan penempatan anak dan meningkatkan kesehatan mental anak. 4. Psikososial remaja putri di panti asuhan Pada tema ini, psikososial anak remaja putri di panti asuhan terdiri dari konsep diri remaja, dan sosialisasi remaja selama tinggal di panti asuhan. Sumber psikososial remaja meliputi gaya proses pencarian identitas, status identitas, suasana dalam keluarga, dan hubungan dengan sekolah (Adams et al, 2006). Dalimunthe (2009) mengatakan bahwa beberapa hal yang dapat mempengaruhi ketidakoptimalan perkembangan psikososial anak di panti asuhan adalah berbagai karakteristik dan rentang usia anak serta jenis kelamin sehingga mengalami keterbatasan dalam sarana dan prasarana
80
dalam menjamin perkembangan psikososial anak dan keterbatasan penyediaan pengasuh dalam pemenuhan kebutuhan psikososial anak terkait kesehatan, sosioemosional, dan pendidikan. Berbeda halnya dengan di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 tebet yang merupakan perpanjangan dari Dinas Sosial DKI Jakarta yang penempatan anak disesuaikan dengan jenis kelamin dan rentang usianya sehingga masalah psikososial yang muncul tidak terkait dengan masalah sarana dan prasarana namun berkaitan dengan konsep diri remaja itu sendiri. Dari hasil wawancara didapat bahwa warga binaan sosial di panti asuhan tersebut mayoritas memiliki perkembangan psikososial yang baik, namun tidak menutup kemungkinan bahwa ada beberapa yang memiliki masalah terakit dengan psikososial. Telah disebutkan sebelumnya bahwa psikososial remaja putri di panti asuhan salah satunya berkaitan dengan konsep diri anak remaja putri di panti asuhan. Tjipsastra (1996) menemukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara konsep diri, motivasi berprestasi, dan prestasi belajar anak-anak panti asuhan dengan anak-anak yag diasuh dalam keluarga. Namun, dari hasil wawancara ditemukan sangat berbeda antara anak remaja yang sejak kecil diasuh di panti asuhan dengan anak remaja yang dititipkan di panti asuhan ketika usia sekolah. Ditemukan bahwa anak remaja putri yang diasuh di panti asuhan sejak kecil tergambarkan konsep diri yang cenderung negatif. Konsep diri anak di panti asuhan yang akan dibahas yaitu tentang persepsi gambaran diri remajaputri di panti asuhan dan harapan informan.
81
Remaja biasanya mendeskripsikan dirinya dalam hal yang positif. Perempuan terbukti lebih baik dalam hal akademik dan mengatur keberhasilan diri namun lebih rendah dalam hal keberhasilan mengatur emosi. Pengalaman remaja putri saat remaja sangat tinggi tingkat stresnya, kemungkinan sebagai hasil dari faktor edukasi. Saat menemukan kesulitan, sangat jauh jarak antara aktual diri dengan ideal diri (Bacchini & Magliulo, 2003). Yancey (1998) menggunakan role model sebagai komponen dalam pengasuhan anak di panti asuhan untuk mempromosikan gambaran diri positif pada remaja marjinal di panti asuhan. Hal tersebut terbukti
menanamkan
keyakinan,
meningkatkan
harga
diri,
dan
memotivasi remaja yang berisiko tinggi untuk memanfaatkan sumber pendidikan atau pelatihan kejuruan yang melayani dalam program independen. Penggunaan role model tersebut kemungkinan dapat digunakan bagi anak remaja putri yang memiliki konsep diri negatif karena penelantaran orang tua kandungnya. Komponen konsep diri remaja putri di panti asuhan yang didapat dari hasil wawancara yang selanjutnya adalah harapan remaja putri di panti asuhan. Harapan yang singkat dapat meningkatkan kekuatan psikologis dan sangat bermanfaat dalam jangka waktu 1 tahun dan 6 bulan kedepan (Marques et al, 2009). Harapan anak remaja putri di panti asuhan yang ditemukan merupakan hal-hal yang positif. Mayoritas harapan tersebut dalam hal jenjang pendidikan dan karir yang lebih baik. Walaupun mayoritas harapan positif, namun bagi remaja putri yang ditelantarkan
82
orang tuanya cenderung tidak memiliki harapan untuk kehidupannya kelak. Bagian dari tema psikososial remaja putri di panti asuhan yang lain adalah sosialisasi remaja putri di panti asuhan. Sosialisasi tersebut meliputi sosialisasi dengan lingkungan dan cara remaja putri di panti asuhan dalam berteman. Mayoritasanak remaja putri di panti asuhan merasa tidak ada kesulitan ketika bersosialisasi dengan lingkungan baru, namun ada juga yang merasakan adanya perasaan malu untuk memulai pembicaraan dengan orang baru di lingkungan baru bahkan ada perasaan rendah diri ketika bersosialisasi dengan teman sebaya yang tinggal dirumah dengan orang tua mereka. Faruggia et al (2006) tidak menemukan adanya perbedaan antara anak di panti asuhan dengan remaja lainnya dalam hal depresi, kesejahteraan, masalah perilaku, dan harga diri. Anak remaja di panti asuhan dilaporkan lebih tinggi tingkat orientasi bekerjanya, namun lebih rendah tingkat pencapaian akademik, aspirasi, dan ekspektasinya. Selain itu, anak remaja di panti asuhan dirasakan lebih menghargai orang dewasa yang bukan orang tua mereka dan teman sebaya mereka di lingkungan sosialnya. Selain sosialisasi dengan lingkungan, cara remaja putri di panti asuhan dalam berteman juga menjadi sorotan dalam tema psikososial remaja putri di panti asuhan. Thomas & Daubman (2001) menemukan bahwa harga diri anak remaja perempuan lebih rendah dibanding laki-laki, dan hubungan pertemanan perempuan lebih kuat, hubungan interpersonal yang lebih bermanfaat, dan lebih stresful dibanding laki-laki. Anak remaja putri di
83
panti asuhan memilih untuk berteman dengan siapa saja saat di sekolah ataupun di panti asuhan. Namun, terkadang di sekolah mereka memilih untuk berteman dengan teman sebaya yang menerima mereka apa adanya sesuai dengan kondisi mereka bahkan ada pula yang memilih berteman dengan teman di panti asuhan yang bersekolah sama sehingga di panti dan di sekolah hanya itu saja teman mereka. Oberle (2010) menemukan bahwa penerimaan dalam pertemanan di kalangan remaja perempuan dapat diprediksi dari tingginya tingkat empati dan optimisme, serta pengaruh positif. Penerimaan dalam hubungan pertemanan sangat berpengaruh dalam kesejahteraan sosial dan emosional bagi remaja. Bahkan remaja putri di panti asuhan lebih memilih untuk berteman dengan teman lawan jenis dibanding sesama jenis. Harga diri remaja perempuan akan positif ketika berhubungan dengan kualitas pertemanan dengan teman lawan jenis (Thomas & Daubman, 2001). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa walaupun anak remaja putri di panti asuhan tidak mengalami masalah terkait dengan perkembangan psikososial, namun ada beberapa remaja yang memiliki risiko dengan masalah harga diri rendah. Harga diri rendah ini terjadi pada anak remaja putri yang tidak memiliki orang tua. Kemungkinan dikarenakan kurangnya keterlibatan orang tua dalam menanamkan konsep diri yang positif. Anak muda usia 6 hingga 14 tahun di panti asuhan memiliki gangguan defisit atau hiperaktif, depresi, dan gangguan perkembangan (dosReis, 2001). Racusin et al (2005) menyarankan bahwa regulasi diri merupakan faktor
84
yang sangat penting dalam kesan gangguan emosional dan perilaku pada anak di panti asuhan. Sebagai praktisi keperawatan, masalah yang muncul pada anak di panti asuhan merupakan hal yang harus segera ditangani. Berdasarkan penelitian ini dan penelitian sebelumnya, harga diri rendah merupakan masalah yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Masalah ini dapat mengganggu perkembangan remaja terutama dalam hal psikososialnya. Self esteem enhancement merupakan salah satu intervensi yang dapat dilakukan bagi anak remaja yang memiliki masalah dengan harga diri.
BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengalaman anak remaja putri di panti asuhan mayoritas meliputi hal yang paling menyenangkan yaitu kebersamaan dengan teman-teman di panti asuhan dan pengalaman menyedihkan ketika adanya masalah dengan teman sebaya. Sesuai dengan tugas perkembangan remaja bahwa membuat hubungan pertemanan dengan teman sebaya merupakan tugas yang harus dilalui oleh remaja sehingga pengaruh teman sebaya sangat tinggi bagi pengalaman yang dirasakan remaja putri di panti asuhan. 2. Support system bagi anak remaja putri di panti asuhan terkait dengan adanya hubungan emosional dan sebagai role model. Orang tua terutama ibu dan teman sebaya sama kuatnya dalam hal support system bagi remaja putri dipanti asuhan. 3. Hubungan remaja putri di panti asuhan dengan orang tua meliputi gaya pengasuhan dan perasaan remaja putri di panti asuhan terhadap orang tuanya. Gaya pengasuhan yang digunakan orang tua kandung anak remaja putri di panti asuhan mayoritas menggunakan gaya demokratis. Perasaan remaja putri di panti asuhan terhadap orang tua mereka mayoritas rindu. 4. Psikososial remaja putri di panti asuhan terdiri dari konsep diri dan cara bersosialisasi. Konsep diri anak remaja putri di panti asuhan baik,
85
86
mereka memiliki gambaran diri yang positif serta harapan yang optimis tentang masa depan mereka. Namun, dalam bersosialisasi tak jarang masih ada yang merasa rendah diri dan memilih untuk berteman dengan beberapa teman saja yang mereka anggap dapat menerima keadaan mereka. B. Saran 1. Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Sebaiknya Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet memodifikasi lingkungan di panti asuhan dengan menumbuhkan sikap terbuka berupa adanya konseling reguler, komunikasi yang terbuka, diadakannya kegiatan bersama yang rutin, serta diadakannya pelatihan terkait dengan pengasuhan anak sesuai usianya sehingga kesan orang tua asuh yang galak tidak ada lagi dan dapat mengerti perkembangan anak yang nantinya dapat terjalin hubungan emosional layaknya orang tua dengan anak. 2. Penelitian selanjutnya Penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk meneliti dengan membandingkan pengalaman psikososial anak remaja putri yang tinggal di panti asuhan dengan anak remaja putri yang tinggal di rumah. 3. Warga binaan sosial Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet Sebaiknya diadakannya kegiatan rutin terkait permbentukan karakter bagi warga binaan sosial Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet sehingga dapat membentuk karakter yang positif.
DAFTAR PUSTAKA Adams et al. Psychosocial Resources in First-Year University Students: The Role of Identity Processes and Social Relationships. 35 (1). 2006. Hal. 81-91 Agustiani, Hendriati. Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama. 2006 Ahearn, Federick L. Psychosocial Wellness of Refugges Issues in Qualitative and Quantitative Research. United State: Berghahn Books. 2000 American Psychiatric Association. The Use of Medication in Treating Childhood and Adolescent Depression: Information for Patients and Families. Diakses pada tanggal 27 Maret 2013 dari http://www.parentsmedguide.org/pmg_depression.html. 2005 American Psychogical Association. Anxiety. Diakses pada tanggal 27 Maret 2013 dari http://www.apa.org/topics/anxiety/index.aspx. 2013 Andriana, Dian. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta: Salemba Medika. 2011 Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. 2008 Bacchini, Dario and Fabrizia Magliulo. Self Image and Self Efficacy during Adolescence. 32 (5). 2003. Hal. 337 Badan Pusat Statistik. Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Indonesia. Diakses pada 21 April 2013 dari http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=336&wid=0. 2010 Bandawe, C. R., Louw, J.The Experience of Family Foster Care in Malawi: A Preliminary Investigation. 76 (4). 1997. hal.535-47 Blankenship, Diare. Applied Reseacrh and Evaluation Method in Recreation. United State: Hunan Kinetics. 2009 Borualogo, Ihsana Sabriani. Hubungan Antara Persepsi Tentang Figur Attachment dengan Self Esteem Remaja Panti Asuhan Muhammadiyah. Vol.13 No.1. 2004 Bulechek, Gloria M. Nursing Interventions Classification. Missouri: Mosby Elsevier. 2008 Burns, Nancy. The Practice of Nursing Research Conduct Critique and Utilization. Missouri: Mosby Elsevier. 2005 Carlo, et al.Parenting Styles or Practices? Parenting, Sympathy, and Prosocial Behaviors Among Adolescents. 168 (2). 2007. hal. 147-176
Chapman, Mimi V and Sharol L Christ. Attitudes toward Out-of-Home Care over 18 Months: Changing Perceptions of Youths in Foster Care. 32 (3). 2008. Hal. 135 Craig-Oldsen, et al. Issues of Shared Parenting of LGBTQ Choldren and Youth in Foster Care: Preparing Foster Parents for New Roles. 85 (2). 2006 Dahlan, M. Sopiyudin.Evidence Based Medicine : seri 3 cetakan 2. Jakarta : CV. Sagung Seto. 2009 Dalimunthe, Karolina Lamtiur. Kajian Mengenai Kondisi Psikososial Anak yang Dibesarkan di Panti Asuhan. Bandung. 2009 Danim, Sudarwan. 2003. Riset keperawatan : sejarah dan metodologi. Jakarta: EGC. 2007 Departemen Sosial RI. Petunjuk Tekhnis Pelaksanaan Penyantunan dan Pengentasan Anak Terlantar Melalui Panti Asuhan Anak. Jakarta. 1989 dosReis, et al. Mental Health Services for Youth in Foster Care and Disabled Youths. 91 (7). 2001 Dulmus, Catherine N. and Lisa A. Rapp-Paglicci. The Prevention of Mental Disorders in Children and Adolescents: Future Research and Public-Policy Recommendations. 81 (3). 2000. Hal. 294 Efendi, Ferry. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009 Engels, Rutger C. M. E. and Tom ter Bogt. Influences of Risk Behaviors on the Quality of Peer Relations in Adolescence. 30 (6). 2001. Hal. 675 Farruggia et al. Perceived Social Environment and Adolescents’ Well Being and Adjustment: Comparing a Foster Care Sample With a Matched Sample. 35 (3). 2006. Hal. 349-358 Garcia, Fernando and Enrique Garcia. Is Always Authoritative The Optimum Parenting Style? Evidence From Spanich Families. 44 (173). 2009. Hal. 101 Gramkowski et al. Health Risk Behavior in Foster Youth. 22 (2). 2009. Hal 77-85 Haight et al. Understanding andSupporting Parent-Child Relationship during Foster Care Visits: Attachment Theory and Reseacrh. 48 (2). 2003. Hal. 195 Herdman, T. Heather. Diagnosis Keperawatan: definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC. 2012 Hidayat, A. Aziz Alimul. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika. 2007 Holloway.Immy. Qualitative Research in Nursing. United Kingdom: John Wiley & Sond Ltd. 2010
Hurlock, Elisabeth B.Child Development Sixth Edition. Jakarta: Erlangga. 2004 Hurlock, Elisabeth B.Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. 2012 Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 dari http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad =rja&sqi=2&ved=0CDQQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.kemenkumham .go.id%2Fattachments%2Farticle%2F172%2Fuu23_2002.pdf&ei=YbRzUdLf EoLsrAey94DoBQ&usg=AFQjCNGzSIhBbAcwqHQesvfHPNVTP2zYEA&s ig2=_5K4PEpBUuHOpGmE2GeOUQ&bvm=bv.45512109,d.bmk. 2002 Kools, Susan; Kennedy,Christine.Foster Child Health and Development : Implications for Primary Care. Vol.29/No.1. 2003 Kools, et al.Dimentions of Health in Young People in Foster Care. 21 (2). 2012. Hal. 221-223. Landsverk, et al.Psychosocial Interventions for Chilldren and Adolescents in Foster Care: Review of Research Literature. 88 (1). 2009. Hal. 49-69 Marques et al. “Building Hope for the Future”: A Program to Foster Strengths in Middle-School Students.12. 2009. Hal. 139-152 Marquis et al. The Relationship of Child Neglect and Physical Maltreatment to Placement Outcomes and Behavioral Adjustment in Children in Foster Care: A Canadian Perpective. 87 (5). 2008. Hal. 5-25 Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2011 Moorhead, Sue. Nursing Outcomes Classification. Missouri: Mosby Elsevier. 2008 Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003 Neuendorf, Kimberly A. The Content Analysis Guidebook. London: Sage Publication Inc. 2002 Nickerson, Amanda B. and Richard J. Nagle. The Influence of Parent and Peer Attachments on Life Satisfaction in Middle Childhood and Early Adolescence. 66. 2004. Hal. 35-60 Nurdin, Adnil Edwin.Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: EGC. 2011
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008 Oberle et al. Understanding the Link Between Social and Emotional Well-Being and Peer Relations in Early Adolesncence: Gender-Specific Predictors of Peer Acceptance. 39. 2010. Hal. 1330-1342 Oberle et al. Life Satisfaction in Early Adolescence: Personal, Neighborhood, School, Family, and Peer Influences. 40. 2011. Hal. 889-901 Papalia, Diane E. Human Development. New York: Mc Graw Hill. 2003 Patrick et al. Adolescents Commitment to Developing Talent: The Role of Peers in Continuing Motivation for Sport and the Arts. 28 (3). 1999. Hal. 741 Paulson, Sharon E. and Cheryl L. Sputa. Patterns of Parenting During Adolescence: Perceptions of Adolescents and Parents. 31 (122). 1996. Hal. 369 Pleydon, Anne P and Joseph G. Schner. Female Adolescent Friendship and Delinquent Behavior. 36. 2001. Hal. 189 Polit, D.F and Cheryl Tatano Beck. Nursing Reaseacrh: Principles and Methods. Philadelpia: lippincot Williams & Wilkins. 2004 Potter, Patricia A. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC. 2005 Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementrian Sosial. Rekapitulasi Data PMKS 2010. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 dari http://database.depsos.go.id/modules.php?name=Siks. 2011 Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementrian Sosial.Sistem Informasi Panti. Diakses pada tanggal 21 Maret 2013 dari http://database.depsos.go.id/modules.php?name=Sip&hal=293. 2011 Racusin et al. Psychosocial Treatment of Children in Foster Care: A Review. 41. 2005 Santrock, John W. Adolescence perkembangan remaja. Jakarta: Erlangga. 2003 Santrock, John W. Life Span Development. Jakarta: EGC. 2002 Santrock, John W. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. 2007 Santrock, John W. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 2007 Santrock, John W. Remaja Jilid 2. Jakarta: Erlangga. 2007
Scannapieco et al. In Their Own Words: Challenges Facing Youth Aging Out of Foster Care. 24. 2007. Hal. 423-435 Schwartz, Ann E. “Nobody Knows Me No More”: Experiences of Loss Among African American Adolescents in Kinship and Non-kinship Foster Care Placements. 2. 2010. Hal. 31-49 Setiabudhi, Tony. Anak Unggul Berotak Prima. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002 Soetjiningsih.Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. 2004 Streubert Helen J. and Rinaldi Carpenter. Qualitative Research in Nursing: Advancing The Humanistic Imperative 5 Edition. Philadelpia: lippincot Williams & Wilkins. 2011 Sugiyono. Metode Penelitian Tindakan Kelas Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2010 Suldo, Shannon M. and Scott Huebner. The Role of Life Satisfaction in the Relationship between Authoritative Parenting Dimentions and Adolescent Problem Behavior. 66. 2004. Hal. 165-195 Supartini, Yupi. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. 2004 Thomas, Jennifer J. and Kimberly A. Daubman. The Relationship Between Friendship Quality and Self Esteeem in Adolescent Girls and Boys. 45. 2001. Hal. 53 Timmer et al. Paret-Child Interaction Therapy: Application of an Empirically Supported Treatment to Maltreated Children in Foster Care. 85 (6). 2006. Hal. 919 Tim Penyusun Pedoman Akademik Universtitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. Pedoman Akademik Program Strata 1 2010/2011. Jakarta: Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 2010 Tim Pusat Bahasa Depdiknas RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses pada 8 Maret 2013 dari http://badanbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/. 2013 Tjipsastra, Tetty Elitasari. Hubungan Antara Konsep Diri, Motivasi Berprestasi dengan Prestasi Belajar Anak-anak Panti Asuhan dan Perbedaannya dari Anak-anak yang Diasuh dalam Keluarga. Depok. 1996 Wahyuning, Wiwit.Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2003 Whinston, Andrew B. Handbooks in Information Systems Information Assurance, Security, and Privacy Services. Bingley: Emerald. 2009
Wong, Donna L.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC. 2008 World Health Organization. Adolescent Development. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 dari http://www.who.int/maternal_child_adolescent/topics/adolescence/dev/en/ . 2013 Yancey, Antronette K. Buinding Positive Self-Image in Adolescents in Foster Care: The Use of Role Models in an Interactive Group Approach. 33. 1998. Hal. 253 Zahra, Roswiyani P. Lingkunagn Keluarga danPeluang Munculnya Masalah Remaja. Vol. 1 No. 2. 2005. Hal 16 Zeanah, Charles H., Shauffer, Carole., Dozier, Mary.Foster Care for Young Children: Why It Must Be Developmentally Informed. doi: 10.1016/j.jaac. 2011
Tabel 2.1 Nursing Care Plan untuk remaja di panti asuhan Diagnosa keperawatan:
harga diri rendah kronik berhubungan dengan
ketidakefektifan adaptasi terhadap kehilangan, kurang kasih sayang ditandai dengan evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa, melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri, seringkali kurang berhasil dalam peristiwa hidup, kontak mata kurang, perilaku tidak asertif, pasif, menolak umpan balik positif tentang diri sendiri, ekspresi rasa malu, ekspresi rasa bersalah Intervensi (NIC)
Kriteriahasil (NOC)
Self esteem enhancement (5400)
Self esteem (1205)
Acitivities:
Indicators:
Monitor patients’s statement of self-
1. Verbalizations of self-acceptance
worth
2. Acceptance of self limitations
Determine patient’s locus of control
3. Maintenance of erect posture
Determine patient’s confidence in
4. Maintenance of eye contact
own judgment
5. Description of self
Encourage patient to identify
6. Regard for others
strengths
7. Open communication
Encourage eye contact in
8. Fulfillment of personally
communicating with others Reinforce the personal strengths that patient identifies
significant roles 9. Maintenance of grooming and hygiene
Provide experience that increase
10. Balance of participation and listening in groups
patients’s autonomy, as appropriate Assist patient to identify positive
11. Confidence level
responses from other
12. Acceptance of compliments from others
Refrain from negatively criticizing Refrain from teasing
13. Exepected response from others
Convey confidence in patient’s
14. Acceptance of constructive criticism
ability to handle situation Assist in setting realistic goals to
15. Willingness to confront others
achieve higher self-esteem
16. Description of success in work
Asssist patient to accept dependence
17. Description of success in school
on others, as appropriate
18. Description of success in social groups
Assist patient to reexamine negative perceptions of self
19. Description of rpide in self
Encourage increased responsibility
Feelings about self-worthMeasurement
for self, as appropriate
scale:
Assist patient to identify the impact
1 = never positive
of peer group on feelings of self-
2 =rarely positive
worth
3 =sometimes positive
Explore previous achievements of
4 = often positive
success
5 = confidently positive
Explore reasons for self-criticism or guilt Encourage the patient to evaluate
own behavior Encourage patient to accept new challenges Reward or praise patient’s progress toward reaching goals Facilitate an environment and activities that will increase selfesteem Assist patient to identify significance of culture, religion, race, gender, and age on sel-esteem Instruct parents on the importance of their interest and support in their children’s development of a postive self-concept Instruct parents to set clear expectation and to define limits their children Teach parents to recognize children’s accomplishments Monitor frequency of self-negating verbalizations Monitor lack of follow-through in goal attainment
Monitor levels of self-esteem over time, as appropriate Make positive statements about patient
Pedoman Wawancara Mendalam (Indepth Interview) I. Petunjuk umum a. Tahap perkenalan b. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesediaan waktu yang telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam II. Petunjuk wawancara mendalam a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara b. Informan bebas menyampaikan pengalaman, pendapat dan saran c. Pengalaman, pendapat, dan saran informan sangat bernilai d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah e. Semua pengalaman, pendapat, dan saran akan dijaga kerahasiaannya f. Wawancara ini akan direkam dengan tape rocorder untuk membantu dalam penulisan hasil III. Pelaksanaan wawancara A. Perkenalan Identitas informan : Nama
:
Usia
:
Pendidikan
:
Pedoman Wawancara Mendalam Tentang Pengalaman Psikososial Anak Remaja Putri di Panti Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet
Psikososial 1. Pengalaman apa saja yang pernah adik rasakan selama di panti asuhan? 2. Pengalaman menyenangkan apa yang pernah adik rasakan selama disini? 3. Pengalaman menyedihkan apa yang pernah adik rasakan selama disini? 4. Siapakah orang yang paling berpengaruh terhadap kehidupan adik? 5. Adik masih mempunyai orang tua atau tidak? Pernahkan adik merindukan orang tua? Bagaimana beliau memperlakukan adik selama ini? 6. Adakah pengalaman selama ini kesulitan dalam bergaul? 7. Dapatkah adik menggambarkan diri adik selama ini?