IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KELURAHAN TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh : RAMA GUMILAR NIM. 090565201045
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA HAJI TANJUNGPINANG 2016
1
IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KELURAHAN TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI TAHUN 2014 RAMA GUMILAR Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP UMRAH
Saat ini masalah rumah menjadi perhatian pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan kehidupan mereka, tidak semua masyarakat mampu membuat rumah yang mereka idamkan, keterbatasan merekalah yang akhirnya hanya memiliki rumah ala kadarnya, melalui program Pemberdayaan Fakir Miskin pemerintah melaksanakan kegiatan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni. Awal pelaksanaan program Rumah Tidak Layak Huni banyak rumah tangga miskin yang tidak mendapat rehabilitasi rumah, karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Koordinasi. Begitu juga dengan mekanisme pelaksanaan yang kurang dipahami oleh masyarakat penerima maupun perangkat desa. Kemudian pendataan juga menjadi permasalahan karena pada saat pendataan tidak mengetahui secara pasti data itu digunakan sebagai dasar pendataan program RSRTLH. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah mengetahui Implementasi program rehabilitasi rumah tidak layak huni bagi masyarakat miskin di Kelurahan Tanjung Unggat Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini informan terdiri dari 7 orang. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa program RS-RTLH secara umum sudah terlaksana dengan baik hal ini dapat dilihat dari selama tahun 2014 Kelurahan Tanjung Unggat sudah mampu menyelesaikan rumah-rumah warga yang tidak layak huni. Namun ada beberapa permasalahan yang akan menghambat implementasi kebijakan RS-RTLH ini yaitu sosialisasi belum tepat sasaran dan sosialisasi yang dilakukan belum menyeluruh. Kemudian kerjasama belum berjalan dengan baik khususnya dalam pendataan ada banyak perbedaan pendataan yang dilakukan instansi pemerintah mulai dari pihak kelurahan hingga Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang.
Kata Kunci : Implementasi, Program Rehabilitasi
1
THE IMPLEMENTATION OF THE PROGRAMME OF REHABILITATION OF SOCIAL HOUSE IS NOT LIVABLE IN THE VILLAGE OF TANJUNG UNGGAT SUB-DISTRICT BUKIT BESTARI 2014 RAMA GUMILAR Students of Science Of Government, FISIP, UMRAH
Current issue home to the attention of the Government that are expected to improve their lives, not all communities are able to make the House their dreams, the limitations it is they who ultimately has only perfunctory home, through empowerment of the poor the Government carry out social rehabilitation home is not livable. The beginning of the program execution is not Livable Houses many poor households who received no rehabilitation home, due to the lack of socialization which is done by team coordination. So also with the implementation mechanism that is less understood by the community and the recipient country. Then logging also became a problem because at the time of logging does not know with certainty that data used as the basis of the logging program RS-RTLH. The purpose of this research is basically figure out the implementation of the programme of rehabilitation of the House is not livable for the poor in the village of Tanjung Unggat Sub-district Bukit Bestari Tanjungpinang City. Data analysis techniques used in this research is descriptive qualitative data analysis techniques. Informants in this study consists of 7 people. Based on the research results then can be drawn the conclusion that the RS program-RTLH generally already done well it can be seen from over the years 2014 subdistricts of Tanjung Unggat been able to complete the homes of residents who are not habitable. However there are a few problems that will hinder the implementation of the policy of the RS-RTLH socialization has not been right on target and socializing done yet thorough. Then cooperation has not been run well especially in logging there is much of a difference the logging done government agencies ranging from the village up to the social and Labor Department city of Tanjung Pinang Keywords: Implementation, program rehabilitation
2
IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI SOSIAL RUMAH TIDAK LAYAK HUNI DI KELURAHAN TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI TAHUN 2014
A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan bagian yang melekat dari pembangunan suatu Negara atau daerah walaupun pembangunan itu sendiri pada awalnya bertujuan untuk membawa kemakmuran bagi umat manusia. Sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang – Undang Dasar 1945. Rumah dan fasilitas pemukiman yang memadai merupakan kebutuhan pokok
yang
kehidupannya.
sangat
penting
bagi
Masalah tersebut
manusia
dalam
melangsungkan
semakin kompleks
seiring dengan
pertumbuhan penduduk yang pesat, terbatasnya kemampuan ekonomi sehingga kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat khusunya penyediaan rumah yang tidak layak huni semakin terbatas. Rehabilitasi
dan
pembangunan
perumahan
ini
khususnya
diperuntukkan bagi masyarakat miskin yang memiliki hak atas tanah dan memiliki rumah yang tidak layak huni bila dilihat dari aspek kesehatan, kenyamanan dan keamanan penghuninya. Proses pengajuan rehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH), harus memenuhi berbagai persyaratan teknis yang telah ditentukan oleh dinas terkait yakni Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) serta Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Tanjungpinang. Persyaratan tersebut, diantaranya rumah tersebut berdiri di atas tanah milik 3
masyarakat dan kondisi rumahnya mengalami rusak ringan, sedang dan berat. Selain itu, pendapatan masyarakatnya di bawah upah minimum Kota Tanjungpinang. Khusus kriteria RTLH, yakni lantai, dinding dan atapnya mengalami kerusakan ringan, sedang dan berat. Kegiatan RS-RTLH tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk mengatasi sebagian masalah kemiskinan, tersedianya rumah yang layak huni, adanya kenyamanan bertempat tinggal, meningkatnya kemampuan keluarga dalam melaksanakan peran dan fungsi keluarga untuk memberikan perlindungan, bimbingan dan pendidikan, meningkatnya kualitas kesehatan lingkungan permukiman dan meningkatnya harkat dan martabat (Dit. Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan, 2011). Program RLTH membantu masyarakat miskin agar dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah penurunan taraf kesejahteraan masyarakat miskin akibat kesulitan ekonomi oleh karena itu yang menjadi sasaraan program adalah keluarga atau rumah tangga miskin. Kecamatan Bukit Bestari menjadi Kecamatan dengan jumlah penduduk miskin terbanyak dengan jumlah 18.320 jiwa. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Kelurahan Tanjung Unggat merupakan salah satu Kelurahan yang secara administratif kewilayahan berada pada Kecamatan Bukit Bestari Adapun secara khusus persebaran penduduk miskin di wilayah Kecamatan Bukit Bestari. Kelurahan Tanjung Unggat merupakan Kelurahan dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Kecamatan Bukit Bestari pada tahun 2014 yaitu 6.002 Jiwa. Untuk menanggulangi kemiskinan tersebut
4
maka pemerintah daerah memiliki banyak program. Salah satunya adalah program Rehabilitasi Sosial - Rumah Tidak Layah Huni bagi Keluarga miskin. Sejalan dengan fakta yang terjadi di lapangan, yakni masih banyaknya rumah tangga miskin yang belum memiliki rumah yang layak huni, ditanggapi oleh Pemerinta Kota Tanjungpinang dengan membuat program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni. Program tersebut dilaksanakan melalui Peraturan Walikota Tanjungpinang Nomor 36 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni. Fenomena yang terjadi banyak rumah tangga miskin yang tidak mendapat rehabilitasi rumah, karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Koordinasi. Begitu juga dengan mekanisme pelaksanaan RTLH yang kurang dipahami oleh masyarakat penerima maupun perangkat desa seperti RT. Kemudian pendataan juga menjadi permasalahan karena pada saat pendataan baik pencacah maupun ketua RT tidak mengetahui secara pasti data itu digunakan sebagai dasar pendataan program RS-RTLH. Dari uraian yang telah penulis berikan diatas,maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Program Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kelurahan Tanjung Unggat Kecamatan Bukit Bestari Tahun 2014”.
5
B. Landasan Teoritis Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan secara umum menurut Abidin (2004 : 31-33) dapat dibedakan dalam tiga tingkatan : 1. Kebijakan Umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negative yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. 2. Kebijakan Pelaksanaan adalah kebijakan adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan
umum.
Untuk
tingkat
pusat,peraturan
pemerintah tentang pelaksanaan undang – undang. 3. Kebijakan Teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan. Dalam konteks formulasi, maka isu yang beredar didalam masyarakat tidak semua dapat masuk agenda pemerintah untuk diproses menjadi kebijakan. Isu yang masuk dalam agenda kebijakan biasanya memiliki agenda latar belakang yang kuat yang berkaitan dengan analisis kebijakan. Namun dari semua isu tersebut menurut Abidin (2004 : 56) tidak semua mempunya prioritas yang sama untuk diproses. Ini ditentukan oleh suatu proses penyaringan melalui serangkaian kriteria Berikut ini kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan salah satu diantara berbagai kebijakan :
6
1. Efektivitas yaitu mengukur suatu alternative sasaran yang dicapai dengan suata alternative kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang diinginkan. 2. Efisiensi yaitu dana yang dikeluarkan harus sesuai dengan tujuan yang dicapai. 3. Cukup yaitu suatu kebijakan dapat mencapai hasil yang diharapkan dengan sumber daya yang ada. 4. Adil 5. Terjawab yaitu kebijakan dibuat agar dapat memenuhi kebutuhan sesuatu golongan atau suatu masalah tertentu dalam masyarakat. Dapat penulis jelaskan bahwa kebijakan adalah sarana untuk mencapai tujuan atau sebagai program yang di proyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik. Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan dari aparatur pemerintah atau pegawai. Menurut Abidin (Syafarudin, 2008: 75) menjelaskan kebijakan adalah keputusan pemerintah yang bersifat umum dan berlaku untuk seluruh anggota masyarakat. Definisi lain dijelaskan oleh Gamage dan Pang (Syafarudin, 2008: 75) “Kebijakan adalah terdiri dari pernyataan tentang sasaran dan satu atau lebih pedoman yang luas untuk mencapai sasaran tersebut sehingga dapat dicapai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan program.
7
Kebijakan publik mengandung tiga konotasi yaitu pemerintah, masyarakat, dan umum. Menurut Syafarudin (2008: 78) kebijakan publik adalah kebijakan pemerintah
yang
dengan
kewenangannya
dapat
memaksa
masyarakat
mematuhinya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dianalisis bahwa kebijakan publik adalah hasil pengambilan keputusan oleh manajemen puncak baik berupa tujuan, prinsip, maupun aturan yang berkaitan dengan hal-hal strategis untuk mengarahkan manajer dan personel dalam menentukan masa depan organisasi yang berimplikasi bagi kehidupan masyarakat. Suatu kebijakan publik yang telah diterima dan disahkan (adapted) tidaklah akan ada artinya apabila tidak dilaksanakan. Untuk itu implementasi kebijakan publik haruslah berhasil, tidak hanya implementasinya saja yang berhasil, akan tetapi tujuan (goal) yang terkandung dalam kebijakan publik itu harus tercapai yaitu terpenuhinya kepentingan masyarakat (public inters). Kebijakan publik adalah sebagai kebijakan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah dan para aktor politik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah publik. Menurut Dye (Subarsono, 2008: 2) kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dari pendapat tersebut dijelaskan bahwa kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukakan oleh pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah. Ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik, suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang
8
merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. Suatu kebijakan yang telah diterima dan disahkan tidaklah akan ada artinya apabila tidak dilaksanakan. Menurut Pressman dan Wildavsky dikutip dalam bukunya Purwanto dan Sulistyastuti (2012:20) mengemukakan bahwa
"Implementation (pelaksanaan)
dimaknai dengan beberapa kata kunci sebagai berikut : untuk menjalankan kebijakan (to carry out), untuk memenuhi janji-janji sebagaimana dinyatakan dalam dokumen kebijakan (to fulfill), untuk menghasilkan output sebagaimana dinyatakan dalam tujuan kebijakan (to produce), untuk menyelesaikan misi yang harus diwujudkan dalam tujuan kebijakan (to complete)". Dapat
penulis
pelaksana/implementer
jelaskan kepada
kebijakan kelompok
yang sasaran
dilakukan sebagai
oleh upaya
para untuk
mewujudkan tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan yang telah direncanakan sebelumnya diharapkan akan muncul manakala policy output dapat diterima dan dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok sasaran. Menurut Ripley dikutip dalam bukunya Purwanto dan Sulistyastuti (2012:68) membagi ke dalam dua perspektif Implemntasi.
Perspektif yang
pertama memahami implementasi (pelaksanaan) dalam arti sempit, yakni sebagai kepatuhan para implementer/pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dlam dokumen kebijakan. Melalui perspektif ini, keberhasilan sebuah implementasi (pelaksanaan) hanya diukur dari tingkat kepatuhan yang diukur oleh persoalan pengelolaan urusan administrasi dan manajemen semata. Berbeda
9
halnya dengan perspektif pertama, daiam perspektif kedua keberhasilan sebuah implementasi (pelaksanaan) tidak hanya melihat kepatuhan yang dilakukan implementer dalam mengikuti standar operasional prosedur (SOP), melainkan juga bagaimana implementasi (pelaksanaan) dapat memberikan dampak kepada kelompok sasaran sebagaimana yang dicita-citakan dalam dokumen kebijakan. Dapat Penulis jelaskan dinamika di lapangan yang terjadi adalah betapa sulitnya mengukur keberhasilan suatu kebijakan hanya dengan melaksanakan segala standar yang dijadikan pedoman. Diperlukan upaya-upaya sebagai bentuk diskresi terhadap peraturan yang ada, dengan maksud mewujudkan tujuan yang telah dicita-citakan sebelumnya. Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2012:75) mengemukakan bahwa "Untuk menjamin implementasi (pelaksanaan) dapat berjalan dengan Iancar, maka diperlukan beberapa tahapan yang harus dilalui, yakni sosialisasi.
Sosialisasi
dilakukan untuk menyampaikan informasi kepada kelompok sasaran mengenai apa dan bagaimana mekanisme pelaksanaan program kebijakan, dengan maksud kelompok sasaran dapat memahami dan menerima kebijakan tersebut serta berpartisipasi mendukung jalannya kebijakan yang diimplementasikan. Dapat penulis jelaskan, perubahan paradigma sebagai dampak demokratisasi di Indonesia menyebabkan sosialisasi menjadi kurang relevan, sehingga membutuhkan apa yang dikatakan sebagai konsultasi publik. Yang dimaksud dengan konsultasi publik adalah kegiatan mengikutsertakan masyarakat dalam perumusan kebijakan, dalam hal ini badan – badan masyarakat berpartisipasi aktif dan tidak hanya sekedar menjadi objek, melainkan masyarakat menjadi subjek
10
kebijakan, sehingga diharapkan kebijakan yang lahir akan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhannya”. Menurut Djopari (2001.6.9), proses implementasi suatu kebijakan dapat di analisis dari 3 (tiga) sudut pandang : 1. Pemrakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the centre), dimana dari sudut pandang ini, melihat usaha – usaha yang di lakukan oleh pejabat – pejabat atasan atau lembaga – lembaga di tingkat pusat untuk mendapatkan kepatuhan dari lembaga – lembaga atau pejabat – pejabat dibawahnya/daerah atau untuk mengubah perilaku masyarakat/kelompok sasaran. 2. Pejabat – pejabat dilapangan (the periphery) yaitu untuk melihat tindakan para pejabat dan instansi – instansi dilapangan untuk menanggulangi gangguan – gangguan yang terjadi di wilyah kerjanya. 3. Kelompok sasaran (target group) yaitu memusatkan perhatian padaefektifitas dan efisiensi pelayanan atau jawaban yang diberikan pemerintah telah mengubah pola hidupnya. Dapat penulis jelaskan proses implementasi mempunyai sudut pandang. Berkaitan dengan pembuat kebijakan yang merumuskan dilaksanakannya program ini. Seperti data awal yang penulis paparkan pada latar belakang tulisan ini, fakta di lapangan banyaknya masyarakat yang masih tinggal di rumah yang tidak layak huni, menjadikan pekerjaan rumah yang menjadi prioritas bagi Pemerintah Kota Tanjungpinang. Diperlukan sebuah kebijakan yang komprehensif dalam rangka
11
memecahkan masalah ini, disamping itu diharapkan pula kebijakan yang dilaksanakan
mampu
mengikutsertakan
masyarakat
untuk
sama-sama
berpartisipasi pada pelaksanaanya. Sehingga sebagai hasil dari kebijakan tersebut, masyarakat selaku kelompok sasaran selain merasa terbantu, juga tumbuh sense of belonging atau rasa memiliki terhadap hasil pembangunan yang ada. Kemudian Pejabat – pejabat dilapangan. Organisasi yang terlibat dalam program RS -
RTLH ini melibatkan banyak pihak antara lain : Walikota
Tanjungpinang.
Dinas
Sosial
Kota
Tanjungpinang.
Dinas
Pengelolaan
Pendapatan, Kekayaan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Tanjungpinang. Camat Bukit Bestari. Lurah Tanjung Unggat. Tim Koordinasi. Tim Penaanggulangan Kemiskinan Kota Tanjungpinang. Tim Pendamping. Kelompok Penerima Sasaran. Dalam hal ini masyarakat penerima bantuan rehabilitasi Rumah tidak layak huni yang menjadi kelompok sasaran. C. Hasil Penelitian 1.
Pemrakarsa kebijakan/pembuat kebijakan (the centre) Pemerintah Kota Tanjungpinang pernah melakukan kegiatan sosialisasi
yang dihadiri berbagai kalangan pendukung program ini. Kegiatan sosialisasi rehabilitasi RTLH ini diikuti sebanyak 430 orang yang terdiri dari 388 calon penerima bantuan rehabilitasi RTLH, 17 orang pendamping, dan sisanya adalah staf di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang, serta kelurahan dan kecamatan. Namun hingga kini masih banyak juga masyarakat yang tidak mengetahui tentang program tersebut. Kemudian Pengawasan rehabilitasi dilakukan oleh Dinsosnaker dengan memintak faktur pembelian dari penerima
12
manfaat untuk dilaporkan ke Kemensos. Sedangkan untuk pengerjaannya, Dinsosnaker meminta seluruh lapisan masyarakat turut serta melakakukan pengawasan. 2. Pejabat – pejabat dilapangan (the periphery) Kerjasama memang belum berjalan dengan baik. Perlu adanya kerjasama dan perbaikan perbatasan kewenangan antara berbagai pihak agar program ini dapat dijalankan dengan baik. Dalam pelaksanaan program RTLH, keterampilan pelaksana dibutuhkan saat sosialisasi program, verifikasi data, pencairan dana, dan pembuatan laporan pelaksanaan. Kemudian diketahui bahwa diketahui bahwa SOP sudah ada. Keberhasilan kebijakan pemerintah akan tercapai salah satunya harus memiliki standar kerja dalam pelaksnaaan kebijakan. Para implementor haruslah menentapkan standar kerja agar kebijakan tersebut dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan isi dari kebijakan tersebut. Sama halnya dengan program RTLH haruslah ada standar kerja yang berguna agar para implementor dapat bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan. 3. Kelompok sasaran (target group) Dari wawancara yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa kehidupan sosial masyarakat berubah seiring dengan adanya program RS-RTLH memang perlu dilakukan perubahan sosial di masyarakat yang nantinya akan menjadi suatu penguatan sosial dalam usaha memberdayakan masyarakat miskin yang ada di daerahnya.
Penggunaan istilah pemberdayaan terkait
ketidakberdayaan
masyarakat
miskin,
masyarakat
dengan penguatan
diberdayakan
dengan
memanfaatkan pengetahuan dan kearifan lokal agar menjadi subyek dalam
13
pembangunan, mandiri, mampu menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan semangat kepercayaan diri masyarakat setempat. Dalam merespon kondisi masyarakat tersebut yang dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan rumah layak huni, Pemerintah Pusat, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota bersama untuk lebih fokus dan lebih meningkatkan koordinasi, singkronisasi dalam percepatan dan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan yaitu melalui Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni termasuk sanitasi keluarga. D. Penutup 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa program RS-RTLH secara umum sudah terlaksana dengan baik hal ini dapat dilihat dari selama tahun 2014 Kelurahan Tanjung Unggat sudah mampu menyelesaikan rumah-rumah warga yang tidak layak huni. Masyarakat yang menerima merasakan perubahan dalam kehidupan sosialnya karena dapat tinggal ditempat yang lebih layak. kehidupan sosial masyarakat berubah seiring dengan adanya program RS-RTLH memang perlu dilakukan perubahan sosial di masyarakat yang nantinya akan menjadi suatu penguatan sosial dalam usaha memberdayakan masyarakat miskin yang ada di daerahnya. Namun ada beberapa permasalahan yang akan menghambat implementasi kebijakan RS-RTLH ini yaitu sosialisasi belum tepat sasaran dan sosialisasi yang dilakukan belum menyeluruh, hal ini dibuktikan bahwa tidak semua masyarakat mengetahui bahwa bantuan langsung tunai masih ada dan program
14
ini masih tetap berjalan. Kemudian kerjasama belum berjalan dengan baik khususnya dalam pendataan ada banyak perbedaan pendataan yang dilakukan instansi pemerintah mulai dari pihak kelurahan hingga Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang sehingga RS-RTLH tidak tepat sasaran. RS- RTLH dianggap tidak tepat sasaran jika dilihat di Kelurahan Tanjung Unggat masih ada rumah-rumah warga yang seharusnya layak untuk diperbaiki namun belum dapat bantuan hingga saat ini, padahal secara kriteria warga tersebut sudah layak menerima bantuan RS-RTLH tersebut. 2. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan kepada pemerintah khususnya pihak Kelurahan Tanjung Unggat untuk menjalankan program RS-RTLH adalah sebagai berikut : 1. Kepada pihak
Kelurahan Tanjung Unggat
sebaiknya
melakukan
pembaharuan data setiap tahunnya agar masyarakat yang menerima bantuan RS-RTLH tepat sasaran. 2. Sebaiknya pihak Kelurahan Tanjung Unggat bekerjasama dengan pihak atau instansi terkait untuk melaksanakan program RS-RTLH di Kelurahan tersebut. 3. Perlu adanya kerjasama dan perbaikan perbatasan kewenangan antara berbagai pihak agar program ini dapat dijalankan dengan baik.
15
DAFTRA PUSTAKA A. Buku-buku Abdul Wahab, Solichin. 2001. Analisi Kebijakan Dari Formulasi ke Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Bumi Aksara Abidin,
Zainal, 2002, Sistem Informasi Layanan Publik (Praktek. Electronic Government Di Takalar), PT Yayasan Lagaligo
Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : CV Alfabetha Budiharjo, Eko,2006. Sejumlah Masalah Pemukiman Kota. Bandung: Alumni. Budiharjo, Eko,2009. Perumahan & Permukiman di Indonesia. Bandung: Alumni. Djopari, Jrg. 2001. Ilmu Pemerintahan. Jakarta, Universitas Indonesia Dunn, William N. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjahmada University Press. Hafsah, Mohammad Jafar, 2008. Pengentasan Kemiskinan melalui Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Iris. Islamy Irfan, 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Cetakan X, Jakarta: Bumi Aksara. Moleong, Lexy,. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. Nugroho, Riant D. 2003. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo Nugroho, Riant. 2012. Public Policy. Jakarta: PT. Gramedia Panudju, Bambang, 2009. Pengadaan Perumahan Kota dengan Peran Serta Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bandung: Alumni. Purwanto, Irwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012. Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia.Gava Media, Yokyakarta.
16
Ridwan, 2003. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian, Penerbit Alfabeta,. Bandung. Subarsono. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suharto, Edi, 2009.Kemiskinan & Perlindungan Sosial di Indonesia. Bandung: Alfabeta Syafaruddin. 2008. Efektifitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Widodo, Joko. M.S. 2013. Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik, Malang:Bayu Media Publishing Winarno,MA, 2007, Kebijakan Publik, teori dan Proses,Jakarta : Media Pressindo
B. Dokumen UU Nomor 4 Tahun 1992 Tentang perumahan dan Pemukiman UU Nomor 39 tahun 1999 Tentang HAM Peraturan Walikota Nomor 36 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan rehabilitasi Sosial Rumah tidak Layak Huni
17