IMPLEMENTASI PROGRAM MAPALUS KAMTIBMAS DIKECAMATAN MAESAAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN Oleh : Vicky Tandaju
Abstrak Kecamatan Maesaan merupakan Kecamatan pemekaran dari Tompaso Baru, dimana stabilitas keamanan dan ketertiban sering terganggu, oleh karena itu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah kabupaten Minahasa Selatan.seiring dengan dicanangkannya program Mapalus Kamtibmas oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Utara, diharapkan dapat memperbaiki keadaan stabilitas di Kecamatan Maesaan ini, namun pada kenyataannya program Mapalus Kamtibmas belum berhasil meningkatkan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana implementasi dari program Mapalus Kamtibmas di kecamatan maesaan, dan hasil yang diperoleh dari penelitian ini program Mapalus Kamtibmas belum sepenuhnya dijalankan, sehingga dapat dikatakan belum berhasil, indikasi dari ketidakberhasilan program ini adalah masih seringnya terjadi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Maesaan, serta Belum adanya instrument dan panduan yang sistematis tentang tugas pokok dan fungsi dari program mapalus kamtibmas, serta belum adanya legitimasi dalam tingkatan peraturan mengenai dasar hukum dilaksanakannya program mapalus kamtibmas, sehingga membuat pengurus/personil mapalus kamtibmas hanya sekedar simbol semata. Hal ini ditandai dengan masih maraknya terjadi kasus-kasus kriminal di masyarakat yang ada di kecamatan maesaan. Keywords: Implementasi, Mapalus Kamtibmas
Pendahuluan Kondisi daerah yang miskin dan serba terbatas di sekeliling pembangunan industri dan perkebunan oleh investor asing dan nasional seharusnya dapat membalikkan keadaan sosial ekonomi masyarakat.Masalah sosial di beberapa daerah konflik antara pengusaha dan masyarakat sekitar tidak harus kemudian dibebankan sepenuhnya kepada kepolisian dengan segala keterbatasannya dibandingkan dengan jumlah penduduk.Berbagai peristiwa gangguan kamtibmas sering dipicu oleh sengketa lahan yang tidak secara tuntas diselesaikan antara para pihak sehingga merupakan “api dalam sekam”. Sekecil apa pun konflik akan dengan cepat meluas sehingga kondisi tersebut menyulitkan aparat keamanan setempat. Proses hukum menghadapi peristiwa tersebut
1
bukan satu-satunya solusi atas dasar pengalaman solusi perdamaian antara Pemerintah Indonesia dan GAM yang diawali dengan konflik internal bersenjata tahunan dengan korban lebih dari seratus ribu orang, termasuk rakyat Aceh. Solusi model Indonesia dalam memetakan konflik tersebut seharusnya dijadikan model mediasi bentuk baru ala Indonesia apalagi inti penyebab konflik masalah ketidakcocokan harga tanah atau masalah adat setempat atau masalah perizinan penggunaan lahan. Dalam menanggapi kasus-kasus konflik sosial yang berakhir dengan kekerasan bersenjata sehingga muncul korban-korban rakyat dan petugas Polri, tidak perlu divonis sehingga terkesan sebagai dramatization of evil karena korban dari keduanya adalah anak bangsa Indonesia juga.Mereka yang berpikir terlalu jauh mengonotasikan antara peristiwa sosial tersebut dengan restrukturisasi organisasi Polri perlu menyimak perkembangan reformasi total sejak 1998.Rangkaian itu menegaskan bahwa Polri adalah termasuk bagian inti dari masyarakat sipil, termasuk sebagai pelindung, bukan perusak, atau predator terhadap masyarakat sipil. Dalam penyelesaian konflik horizontal tentu Polri harus berada di tengah dan tidak memihak sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.Walau begitu, Polri sebagai abdi masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial dan ekonomi wajib melindungi pihak-pihak yang berkonflik, bukan memicu konflik sosial berkelanjutan dan meningkatkan eskalasinya. Dalam masalah seperti ini, rujukan hukum normatif bukan cara yang tepat karena hukum pidana hanya mengakui pertanggung jawaban individu, bukan kelompok.Adapun petugas Polri bukan juga harus dianggap sebagai malaikat penyelamat karena ia bagian dari masyarakat sendiri, sekalipun hukum pidana memberikan perlindungan hukum terhadap petugas Polri untuk membela diri dalam keadaan terdesak. Bagaimanapun, justifikasi hukum pidana bukan inti penyelesaian yang paripurna.Kepedulian kepala daerah dan tokoh masyarakat daerah konflik sangat membantu penyelesaian melalui mediasi di antara pihak yang berkonflik. Penindakan tegas Kapolri terhadap petugas Polri yang sengaja atau lalai memelihara kamtibmas berdasarkan ketentuan yang berlaku harus diapresiasi dan segera dibuktikan kepada publik.Begitu pula terhadap anggota masyarakat yang berdasarkan bukti permulaan yang cukup telah ikut serta dalam konflik berdarah perlu dimintakan pertanggung jawaban hukum sehingga kita semua telah menempatkan hukum pada fungsi dan peranannya sebagai mediator yang tegas dan bernurani.Fungsi
2
dan peranan hukum dalam konflik sosial yang menimbulkan korban sekalipun haruslah ditujukan untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa, bukan sebaliknya (hukum integratif).Sehingga tidaklah ada alasan sosiologis, yuridis, dan filosofis untuk menempatkan Polri di bawah tekanan sosial dan psikologis masyarakat atau sebaliknya. Karena cara seperti itu hanya akan membuka celah hukum dan sosial yang lebih luas bagi intervensi unsur eksternal baik dari dalam maupun dari luar negeri untuk memperkeruh ikatan sosial yang telah terjalin lama dalam masyarakat kita. Menjelang Pemilu 2014 memang merupakan masa-masa rentan terhadap munculnya kerawanan sosial dan menjauh dari kesetiakawanan sosial jika model liberalisme kapitalisme memasuki ranah penegakan hukum. Itu akan mendekatkan pada kesetiakawanan sosial dan menjauhkan diri dari kerawanan sosial jika model Pancasila diunggulkan dalam penegakan hukum. Cara ini terbukti sangat ampuh ketika bangsa ini diterpa masalah pelanggaran HAM di Timor Leste pasca jajak pendapat, sedangkan korban dan pelakunya telah teridentifikasi.Sekali lagi, ranah hukum bukan solusi satusatunya dalam konflik sosial-horizontal akan tetapi harus dikuatkan dengan proses mediasi untuk mencegah konflik berkelanjutan dan pendekatan sosialpsikologis sangat diperlukan untuk melengkapi kelemahan pendekatan hukum. Tanggung jawab keamanan dan ketertiban tidak hanya pada kepolisian semata, tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat. Sejalan dengan program tersebut Polda Sulut mencanangkan program “Mapalus Kamtibmas” yang mendorong partisipasi masyarakat secara bersama untuk melaksanakan kegiatan keamanan dan ketertiban. Filosofi tersebut diangkat oleh Carlo Tewu (Kapolda Sulut) ketika itu, dari budaya mapalus orang minahasa, atau kegotongroyongan masyarakat dalam melaksanakan usaha kegiatan di desa ataupun usaha pertanian. Dengan mengambil pola tersebut konsep Mapalus Kamtibmas menjadi familiar pada masyarakat dan diarahkan untuk melaksanakan ketertiban dan keamanan, yang diharapkan akan lebih mudah dilaksanakan dan bahkan selain dapat mencegah kriminalitas juga dapat melakukan penanggulangan secara cepat dan tepat. Pendekatan budaya dipandang lebih efektif untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan keamanan dan ketertiban secara swakarsa dengan difasilitasi oleh kepolisian. Konsep keamanan lingkungan yang di lanjutkan dengan program polisi desa/bintara desa, bila dilengkapi dengan partisipasi masyarakat secara aktif melalui
3
mapalus kamtibmas, diyakini akan dapat memberi lingkungan yang aman, tentram terhadap masyarakat sekitar. Dengan demikian meningkatnya partisipasi masyarakat akan memberikan kesan atau persepsi positif bagi para investor dan bahkan menjadi jaminan kelancaran pembangunan diberbagai sektor khususnya ekonomi, politik dan pendidikan di Kecamatan Maesaan dan seluruh Minahasa Selatan pada umumnya. Kecamatan Maesaan merupakan Kecamatan pemekeran dari Kecamatan Tompaso Baru Kabupaten Minahasa Selatan, yang dikenal dengan sering terganggunya stabilitas kemanan dan ketertiban masyarakat. Hal ini sesuai dengan pengamatan awal peneliti, di sebabkan oleh keadaan topografi yang berada di dataran tinggi, dengan iklim yang sejuk, memungkinkan masyarakatnya mengkonsumsi minuman keras, apalagi disaat ada acara pesta baik pernikahan, maupun duka, atau acara syukuran lainnya. Kebiasaan mengkonsumsi minuman keras inilah yang sering memunculkan kejadian mengganggu kamtibmas, apalagi bila sudah berlebihan, tidak terkontrol lagi antara emosi dan akal sehat.Masih adanya budaya (mabuk di setiap acara tertentu), atau adanya kebiasaan minum setelah selesai bekerja di siang hari, menjadi pemicu tindak kriminal yang berujung pada adanya ketidaknyamanan atau mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan.Memang bila ditelusuri ada beberapa kasus, dimana kelompok atau pribadi tertentu yang tidak/belum bekerja atau memiliki pekerjaan tetap, sering terlibat dengan minuman keras, yang berakibat pada rentannya tindak kejahatan. Disisi lain banyak investor yang kurang berminat selain oleh faktor keamanan juga disebabkan adanya budaya tertutup masyarakat Maesaan (kurang familiar dengan masyarakat yang datang dari luar). Kecamatan Maesaan telah mengukuhkan pengurus program mapalus kamtibmas ini sejak tahun 2012 yang lalu, namun dalam pelaksanaannya dilapangan kurang optimal, mengingat banyaknya kasus kriminalitas yang terjadi, yang tidak ditangani oleh mapalus kamtibmas ini, yang seolah-olah program ini dibuat tanpa ada aplikasi dilapangan. Namun sampai sejauhmana kebenaran dari asumsi ini, harus lebih dalam lagi dikaji dalam suatu penelitian ilmiah, untuk menelusuri permasalahan diatas, oleh karena itu penelitian ini mengkaji tentang Implementasi Program Mapalus Kamtibmas di Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:Bagaimana Implementasi Program Mapalus Kamtibmas di
4
Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan?sedangkan tujuan dalam penelitian ini adalah:Untuk mengetahui penerapan program Mapalus Kamtibmas di Kecamatan Maesaan, dilihat dari aplikasi dilapangan, adanya pengurus ditingkat desa, sarana dan prasarana yang tersedia, tugas pokok dan fungsi yang jelas, legitimasi kepengurusan dari sudut pandang hokum, dan masyarakat, serta hal-hal lain yang menghambat pelaksanaan program mapalus kamtibmas ditinjau dari segi SDM Pengurus. Metode Penelitian Bentuk Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, di mana penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif.Sugiyono (2004:44) memberikan pengertian penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalis dan menginterpretasi, serta juga bisa bersifat komparatif dan korelatif. Danim (2002:41) memberikan beberapa ciri dominan dari penelitian deskriptif, yaitu: 1.
Bersifat mendeskripsikan kejadian atau peristiwa yang bersifat faktual. Adakalanya penelitian ini dimaksudkan hanya membuat deskripsi atau narasi semata-mata dari suatu fenomena, tidak untuk mencari hubungan antarvariabel, menguji hipotesis, atau membuat ramalan;
2. Dilakukan secara survey. Oleh karena itu, penelitian deskriptif sering disebut juga sebagai penelitian survey. Dalam arti luas, penelitian deskriptif dapat mencakup
seluruh
metode
penelitian,
kecuali
bersifat
historis
dan
eksperimental; 3. Bersifat mencari informasi faktual dan dilakukan secara mendetail; 4. Mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk mendapatkan justifikasi keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung; dan 5. Mendeskripsikan subjek yang sedang dikelola oleh kelompok orang tertentu dalam waktu yang bersamaan. Lokasi Penelitian
5
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan,tempat ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan observasi awal Kecamatan ini mempunyai intensitas gangguan Kamtibmas yang tinggi, peneliti juga berasal dari Kecamatan Maesaan, sehingga lebih leluasa dalam melakukan penelitian, karena telah dikenal oleh masyarakat. Informan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, sehingga dalam penelitian ini tidak dikenal adanya sampel, melainkan informan. Hal ini dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai masalah penelitian yang sedang dibahas, yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Personil Forum Mapalus Kamtibmas 2. Camat Maesaan, Kapolsek, dan Danramil 3. Tokoh masyarakat, agama dan pemuda. Fokus Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah : 1. Penerapan program Mapalus Kamtibmas di Kecamatan Maesaan, dilihat dari aplikasi dilapangan, 2. Adanya pengurus/personil ditingkat desa 3. Sarana dan prasarana yang tersedia 4. Tugas pokok dan fungsi yang jelas, legitimasi kepengurusan dari sudut pandang hukum, dan masyarakat. 5. Hal-hal yang menghambat pelaksanaan program mapalus kamtibmas ditinjau dari segi SDM Pengurus. Serta hal-hal lain yang akan berkembang saat penelitian ini berlangsung. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan, yaitu melalui beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1.
Wawancara
6
Wawancara, yaitu suatu cara untuk mendapatkan dan mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog atau diskusi dengan informan. 2.
Observasi Observasi, yaitu cara untuk memperoleh data melalui kegiatan pengamatan
langsung terhadap objek penelitian untuk memperoleh keterangan atau data yang relevan dengan objek penelitian. 3.
Dokumentasi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengkaji
dokumen-dokumen baik berupa buku referensi maupun peraturan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian ini guna melengkapi data-data yang berhubungan dengan penelitian ini, serta cara pengumpulan data dan telaah pustaka, dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa buku-buku, literatur. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif di mana jenis data yang berbentuk informasi baik lisan maupun tulisan yang sifatnya bukan angka.Data dikelompokkan agar lebih mudah dalam menyaring mana data yang dibutuhkan dan mana yang tidak.Setelah dikelompokkan, data tersebut penulis jabarkan dengan bentuk teks agar lebih dimengerti.Setelah itu, penulis menarik kesimpulan dari data tersebut, sehingga dapat menjawab pokok masalah penelitian. Untuk menganalisa berbagai fenomena di lapangan, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan informasi melalui wawancara, observasi langsung dan dokumentasi; 2. Reduksi data Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan lapangan. Langkah ini bertujuan untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian. 3. Penyajian data Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian (display) data.Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi 7
terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami.Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian naratif.Pada langkah ini, peneliti berusaha menyusun data yang relevan, sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antarfenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Display data yang baik merupakan satu langkah penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. 4. Tahap akhir adalah menarik kesimpulan yang dilakukan secara cermat dengan melakukan verifiksi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, sehingga data-data yang ada teruji validitasnya. Pembahasan Stabilitas keamanan dan ketertiban di kecamatan maesaan sampai dengan penelitian ini dilaksanakan masih banyak mengalami tantangan, sering mengalami gangguan.Berbagai upaya Pemerintah melalui program mapalus kamtibmas yang dicanangkan, bahkan telah digulirkan semenjak tahun 2012 ini dinilai lamban dan tak berpengaruh sama sekali khususnya dimasyarakat di KecamatanMaesaan. Program keamanan dan ketertiban masyarakat yang pernah digaungkan bahkan telah menghadirkan para petinggi negeri ini saat di canangkan, semakin tak menentu saja arah dan tujuannya.Kian hari kian buruk saja nilai rapor para pengemban misi keamanan dan ketertiban masyarakat itu. Sehubungan dengan itu salah satu contoh yang memiriskan yakni seperti yang terjadi antara desa Tumani Selatan dan Desa Kinaweruan.Tawuran antarkampung (tarkam) kembali terjadi di Kecamatan Maesaan. Dalam tawuran tersebut dilaporkan, 40 orang pemuda dari Desa Tumani Selatan masuk Desa Kinaweruan dan merusak enam rumah, dua mobil dan tiga unit motor yang terpakir. Mereka juga menghadang mobil Xenia hitam memecahkan kaca depan, bodi samping kanan dengan senjata tajam (sajam).Pemuda Desa Kinaweruan tak tinggal diam dengan serangan pemuda Tumani Selatan. Beberapa jam kemudian, warga Desa Kinaweruan mengejar pemuda Tumani Selatan sampai di desa mereka hingga merusak enam rumah. Unsur penting yang menentukan berhasil tidaknya pembangunan adalah keterlibatan langsung masyarakat. Masyarakat merupakan pelaksana pembangunan, 8
tanpa adanya keterlibatan langsung masyarakat mustahil pembangunan akan berhasil, demikian pula dengan terciptanya dan tetap terjaga keamanan dan ketertiban masyarakat harus didukung dan diciptakan dari masyarakat itu sendiri. Adapun upaya pemerintah dalam menjaga dan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat di Kecamatan Maesaan dengan melibatkan secara langsung masyarakat adalah dilakukan dengan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan menjaga lingkungan kampung masing-masing dari kejadian yang menggangu kehidupan bermasyarakat di Kecamatan Maesaan dengan setiap kepala keluarga berjaga-jaga pada malam hari di rumahnya sendiri agar sesuatu yang tidak di inginkan tidak terjadi yang dapat menganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, oleh karena itu di perlukan keterlibatan masyarakat langsung.Program mapalus kamtibmas yang telah dicanangkan oleh pemerintah provinsi bersama-sama dengan kapolda Sulawesi Utara sampai dengan saat ini pada tahap pelaksanaan dilapangan masih belum berhasil meredam gangguan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat khususnya di kecamatan maesaan. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, diporoleh beberapa sumber bahwa upaya yang dilakukan pemerintah disetiap Desa di Kecamatan Maesaan sering melakukan penyuluhan dan pengarahan kepada masyarakat melalui kegiatan keagamaan misalnya pada waktu selesai Ibadah, selain itu kegiatan penyuluhan dan pengarahan kebanyakan juga dilakukan melalui kegiatan PKK desa. Hal ini sangat berhasil dilakukan pemerintah di Kecamatan Maesaan.Sehingga lebih dekat dengan masyarakatnya dan kegiatan penuh dapat dukungan dari msyarakat, sehingga tercipta hubungan dan komunikasi, baik secara langsung antara masyarakat dan pemerintahnya. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti mengenai sarana dan prasana yang ada dikecamatan Maesaan seperti pos ronda dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana
keamanan
dan
keteriban
masyarakat
sudah
memadai,
dimana
poskamling/posronda sudah disiapkan disetiap desa. Jumlah poskamling/posronda disediakan berdasarkan jumlah jaga disetiap Desa di kecamatan Maesaan. Tapi menurut pengamatan peneliti bahwa Poskamling/posronda yang ada di Desa dibangun oleh masyarakat sendiri tanpa ada bantuan dana dari Pemerintah Kecamatan, melainkan dana yang gunakan dalam membangun Poskamling/Posronda di setiap desa bersumber dari dana swadaya masyarakat sendiri. Ada juga Poskamling/Posronda yang digunakan
9
masryakat di Desa yaitu posko kemenangan para Calon Bupati pada kampanye yang lalu, itu dijadikan sebagai Poskamling/posronda Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka kesimpulan dari penelitian ini mengenai implementasi program mapalus kamtibmas di kecamatan maesaan “belum berhasil” hal-hal yang melatarbelakangi ketidakberhasilan ini adalah: 1. Belum adanya instrument dan panduan yang sistematis tentang tugas pokok dan fungsi dari program mapalus kamtibmas, serta belum adanya legitimasi dalam tingkatan peraturan mengenai dasar hukum dilaksanakannya program mapalus kamtibmas, sehingga membuat pengurus/personil mapalus kamtibmas hanya sekedar simbol semata. Hal ini ditandai dengan masih maraknya terjadi kasuskasus kriminal di masyarakat yang ada di kecamatan maesaan. 2. Sarana dan prasana untuk menunjang pelaksanaan mapalus kamtibmas yang belum tersedia, serta belum adanya dukungan pemerintah dalam penyediaan anggaran operasional untuk dilaksanakanya program mapalus kamtibmas, khususnya di kecamatan maesaan. 3. Tingkat keseriusan pemerintah yang masih setengah hati untuk konsekuen menggalakkan program mapalus kamtibmas ditingkat kecamatan sampai kedesa, khususnya pemerintah kabupaten minahasa selatan, yang sampai dengan saat ini tidak pernah memberikan support/bantuan agar efektifnya pelaksanaan program mapalus kamtibmas. Saran 1. Perlu diadakannya instrument/panduan yang jelas agar dapat memudahkan pelaksanaan program mapalus kamtibmas dilapangan, hal ini yang harus diseriusi oleh jajaran Kepolisian Daerah Sulawesi utara, bersama dengan pemerintah provinsi Sulawesi Utara. 2. Sarana dan prasarana yang memadai perlu dipersiapkan agar pelaksanaan mapalus kamtibmas lebih efektif dan efisien, serta sosialisasi yang berkelanjutan kepada masyarakat, agar masyarakat mengetahui, sadar, dan mengerti mengenai program Mapalus Kamtibmas ini.
10
3. Perlu adanya kebijakan dari pemerintah Daearah dalam hal penempatan pos anggaran pada APBD untuk menunjang kelancaran/operasional mapalus kamtibmas.
11
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2012. Konsep Mapalus Kamtibmas. Manado. _____________, 2012. Program Mapalus Kamtibmas. Polres Minahasa. Arifin, A. 1998. Ilmu Komunikasi. Rajawali Press. Jakarta. Chambers, R. 1991, Beyond Farmers First Rural Peoples Knowledge, agricultural Research and extension Practice. London Intermediate Technology Publication. Cohen, B. 1992, Sosiologi Suatu Pengantar, Rineka Cipta. Jakarta. Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Muhammad, A. 2011.Ilmu Sosial Budaya Dasar. Citra Aditya Bakti. Bandung. Ndraha, T., 1981.Partisipasi Masyarakat Desa di Beberapa Desa di Indonesia.Yayasan Karya Dharma. Jakarta. Kartono, K. 1993. Patologi Sosial. Jilid I, Rajawali. Jakarta. Koentjaraningrat, 1977.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Penerbit Jambatan. Jakarta. Mansyur, C. 1978. Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa.Usaha Nasional Indonesia. Pasaribu,L. dan B. Simanjuntak, 1986. Sosiologi Pembangunan. Tarsito. Bandung. Poerbakawatja, S. dan A. Harahap, 1981. Ensiklopedi Pendidikan. Gunung Agung. Jakarta. Santoso, T., dan E.A. Zulfa. 2001. Kriminologi. Raja Grafindo. Jakarta. Sugiono. 2004. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Walinono,H. 1997. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan.Seminar HIPPIS, Manado. Westerman, J dan Donoghue, P. 1997. Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.
12