TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT INAP TERHADAP MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI JAKARTA
Oleh :
IKA NURHIKMAH A54103068
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
IKA NURHIKMAH. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang Disajikan di Bagian Penyakit Dalam RSUP Fatmawati. Dibimbing oleh YEKTI HARTATI EFFENDI dan RIMBAWAN Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus (DM) rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam RSUP Fatmawati Jakarta. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mempelajari (1) karakteristik pasien (jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, status gizi, aktivitas fisik), (2) riwayat DM (jenis komplikasi, lama DM, lama perawatan, dan status perawatan di rumah sakit karena DM), (3) kebutuhan energi dan protein pasien, (4) ketersediaan energi dan protein serta tingkat ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan di rumah sakit, (5) konsumsi energi dan protein pasien yang berasal dari makanan RS, makanan dari luar rumah sakit, dan penggunaan infus), (6) tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi protein dan terhadap kebutuhan energi protein (tingkat kecukupan), (7) daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan (warna, aroma, tekstur, rasa, suhu, bentuk, variasi menu, dan kebersihan alat), (8) menganalisis hubungan daya terima makanan dengan tingkat konsumsi energi protein makanan yang disajikan. Desain penelitian adalah Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Fatmawati Jakarta sebagai rumah sakit badan layanan umum yang berfungsi sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan serta banyak menangani kasus Diabetes Mellitus. Pengumpulan data dilakukan bulan Agustus-Oktober 2007. Contoh dalam penelitian ini adalah pasien Diabetes Mellitus rawat inap IRNA B di bagian penyakit dalam kelas III RSUP Fatmawati. Pemilihan pasien dilakukan dengan cara Purposive Sampling dari sejumlah pasien dengan kriteria meliputi usia di atas 17 tahun, berkomunikasi baik, sadar, dirawat minimal 2 hari, dan bersedia untuk diwawancara. Populasi penelitian adalah seluruh pasien rawat inap. Selama bulan AgustusSeptember terdapat 1505 pasien di instalasi rawat inap (IRNA) B RSUP Fatmawati. Jumlah penderita penyakit dalam di IRNA B kelas 3 adalah 886 pasien, di antaranya 78 pasien menyandang DM berdasarkan diagnosis dokter. Pasien yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak 45 orang. Kemudian 45 orang pasien tersebut diwawancara dan diamati konsumsi energi proteinnya selama tiga hari berturut-turut dengan metode penimbangan. Sebanyak 40 pasien dengan data yang lengkap dijadikan contoh penelitian. Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner. Data ini meliputi (1) karakteristik pasien meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, (2) riwayat DM pasien meliputi lama DM, status perawatan di rumah sakit karena DM, (3) kebutuhan energi protein sehari pasien, (4) ketersediaan energi protein makanan yang disajikan rumah sakit, (5) daya terima pasien terhadap makanan rumah sakit meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat, (6) jenis makanan dari luar rumah sakit, (7) konsumsi makanan pasien yang berasal dari rumah sakit dan dari luar rumah sakit. Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner tentang karakteristik pasien, data riwayat DM, dan data daya terima tentang uji hedonik skala verbal. Data tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise untuk pasien yang dapat berdiri dan bagi pasien yang tidak dapat berdiri menggunakan pengukuran tinggi lutut. Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale, data tinggi badan dan berat badan dikumpulkan pada saat hari ketiga pengamatan. Data status gizi diperoleh dari perhitungan indeks massa tubuh (IMT). Data kebutuhan energi sehari pasien dihitung menggunakan rumus total daily energy (TDE) mengacu pada Almatsier (2004). Angka Metabolisme Basal (AMB) dalam perhitungan kebutuhan diperoleh dari dua rumus yaitu Harris Benedict dan rumus cepat yang ditetapkan Rumah Sakit Fatmawati mengacu pada Almatsier (2004). Penetapan faktor aktifitas (FA) dan faktor injuri (FI) berdasarkan (Hartono, 2000).
Kebutuhan protein pasien dibedakan atas kebutuhan untuk pasien DM tanpa komplikasi dan kebutuhan pasien DM dengan komplikasi ginjal, hati. Kebutuhan protein pasien DM tanpa komplikasi dihitung berdasarkan PERKENI 2006 yaitu 15-20% kebutuhan energi total, sedangkan kebutuhan protein berdasarkan ketetapan RS yaitu 10-15%, yang diberikan dalam jenis diet DM non-rendah protein (DM non-RP). Kebutuhan protein untuk pasien DM komplikasi ginjal dan hati ditetapkan sebesar 40 g, yang diberikan dalam jenis diet DM rendah protein 40 g (DM RP40) berdasarkan ketentuan rumah sakit Fatmawati. Data ketersediaan dan konsumsi makanan pasien (gram) untuk makan pagi, siang, sore serta selingan dari makanan yang disajikan rumah sakit dikumpulkan dengan penimbangan makanan (Food Weighing Method) yang disediakan sebelum dikonsumsi dan makanan sisa. Perhitungan ketersediaan dan konsumsi energi (Kal) dan protein (gram) pasien terhadap makanan rumah sakit (gram) dan makanan luar rumah sakit (gram) diperoleh melalui konversi menggunakan daftar komposisi zat gizi bahan makanan (DKBM). Data jenis makanan dari luar rumah sakit (gram) diperoleh dengan Recall Method. Standar porsi adalah jumlah makanan yang harus disediakan berdasarkan ketetapan rumah sakit menurut kasus contoh sesuai dengan perolehan jenis diet, diklasifikasikan menjadi diet DM I (1100 Kal), DM II (1300 Kal), DM III (1500 Kal), diet DM IV (1700 Kal), DM V (1900 Kal), DM VI (2100 Kal), DM VII (2300 Kal), DM VIII (2500 Kal), yang mengacu pada RS. Cipto Mangunkusumo (Almatsier, 2004). Terdapat juga jenis diet yang ditetapkan RS. Fatmawati dalam jumlah kalori tinggi seperti diet DM VIII+ (2700 Kal) dan DM VIII++ (2900 Kal). Pemilihan diet sesuai klasifikasi tersebut menurut status gizi Diabetisi berdasarkan IMT dan kondisi keparahan penyakit pasien seperti pada kasus gangren dan dalam kondisi pasca bedah. Pengamatan ketersediaan, konsumsi, dan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dilakukan selama tiga hari berturut-turut setiap waktu makan pagi, siang, dan makan malam. Data kandungan energi dan protein infus diketahui berdasarkan jenis infus, yang diperoleh dari pengamatan langsung dan dokumen rekam medis pasien. Lebih dari separuh pasien DM adalah wanita dan sebagian besar berusia dewasa menengah. Separuh pasien merupakan ibu rumah tangga dan memiliki strata pendidikan sekolah menengah ke bawah. Sebagian besar pasien memperoleh diet sesuai status gizinya. Pasien yang berusia dewasa menengah sebagian besar sudah memiliki komplikasi. Penyakit komplikasi yang dialami pada pasien dewasa akhir meliputi ginjal dan hipertensi, sedangkan pada dewasa awal meliputi gangren, gangguan pencernaan, dan Keto-Asidosis Diabetes. Sebagian besar pasien komplikasi dirawat minimal 6 hari. Pasien DM umumnya pernah dirawat karena komplikasi DM dan memiliki riwayat DM kurang dari 10 tahun. Kebutuhan energi rata-rata sehari yang dihitung berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah 1792 Kal, sedangkan berdasarkan perhitungan rumah sakit kebutuhan energi adalah 2079 Kal. Kebutuhan protein rata-rata pasien DM yang dihitung sesuai rujukan PERKENI (2006) yaitu 92 g, sedangkan dengan ketetapan rumah sakit kebutuhan protein pasien ginjal dan hati sebesar 40 g. Dari penelitian ini diketahui bahwa di antara pasien DM ada yang memperoleh diet tinggi kalori (diet DM VIII+ dan VIII++) sejumlah 2700 dan 2900 Kal, yang bertujuan untuk penyembuhan pasca bedah dan gangren. Rata-rata ketersediaan energi makanan yang disajikan pada sebagian besar pasien sudah sesuai dengan standar porsi rumah sakit, hanya ada 5 kasus di mana terjadi ketidaksesuaian antara ketersediaan dengan standar porsi yaitu pada diet tinggi kalori. Hal ini dikarenakan kurang tepatnya pemorsian nasi. Ratarata ketersediaan protein makanan yang disajikan pada diet DM non-Rendah Protein sudah sesuai dengan ketetapan protein PERKENI, sedangkan ketersediaan protein pada diet DM Rendah Protein 40 g melebihi 40 g, dengan kisaran 43 - 55 g. Berdasarkan perhitungan rumus kebutuhan Harris Benedict diperoleh 32.5% pasien yang mempunyai tingkat ketersediaan energi lebih, sedangkan apabila digunakan rumus rumah sakit maka diperoleh 12.5% tergolong energi lebih dan 52.5% pasien tergolong defisit.
Tingkat ketersediaan protein 93% contoh pada diet DM non-RP (PERKENI, 2006) tergolong normal. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan protein rumah sakit sudah sesuai dengan kebutuhan protein Diabetisi yaitu 15-20% (berdasarkan ketetapan PERKENI 2006). Tingkat ketersediaan protein 63.6% pasien komplikasi ginjal dan hati tergolong lebih. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan protein makanan yang disajikan lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein (40 g), padahal rata-rata pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan. Ketersediaan protein yang melebihi 40 g, dipertimbangkan agar pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan 40 g. Karena bila protein kurang dari kebutuhan, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori. Penilaian pasien terhadap atribut makanan pagi, siang, dan sore menunjukkan bahwa 87.5% pasien menyukai warna makanan siang, 75% menyukai aroma makanan pagi, 85% menilai biasa terhadap tekstur, 55.8% menyukai rasa lauk sore dan 48.3% tidak suka rasa sayur di waktu pagi. Sebagian besar pasien menilai biasa untuk bentuk makanan, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat. Sebagian besar (90%) pasien tidak menghabiskan makanan disajikan. Oleh karena itu, rata-rata konsumsi energi dan protein masih kurang dari standar porsi rumah sakit. Alasannya antara lain faktor fisiologis (gigi yang tidak berfungsi baik, lemas dan pusing, lidah pahit, tidak buang air besar) dan mual. Sedangkan pasien komplikasi ginjal dan hati mengonsumsi protein sesuai kebutuhan. Sebanyak 62.5% pasien masih mengonsumsi makanan luar rumah sakit terutama wanita, dengan rata-rata konsumsi energi dan protein adalah 151 Kal dan 4.4 g. Jenis dan frekuensi makanan luar rumah sakit (roti, biskuit, buah, dan crackers) mempengaruhi tingginya kandungan energi. Energi rata-rata yang didapatkan dari (n=3) infus (dextrose) adalah 347 Kal dan diberikan bagi pasien DM dengan hipoglikemi. Protein yang diperoleh dari infus 55.13 g (n=1) dan diberikan untuk pasien dirawat lebih dari 2 hari. Tingkat kecukupan energi untuk sebagian besar pasien tergolong defisit. Sedangkan tingkat kecukupan protein berdasarkan PERKENI menunjukkan 93% pasien mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh konsumsi protein yang rendah, sedangkan kebutuhan protein tinggi (15-20% kebutuhan energi sehari). Tingkat kecukupan protein (berdasarkan kebutuhan Rendah Protein 40) 45% pasien tergolong di atas kebutuhan, hal ini disebabkan kebutuhan protein rendah (40 g) sedangkan konsumsi protein lebih dari 40 g. Tingkat konsumsi energi dan protein untuk lebih dari 65% pasien tergolong defisit. Sebagian besar pasien memiliki tingkat konsumsi maupun tingkat kecukupan energi dan protein yang defisit disebabkan oleh faktor fisiologis, bawaan penyakit, dan pengaruh obat sehingga pasien tidak nafsu makan. Hasil uji korelasi Spearman (P>0.05 ; r<0.5) mengindikasikan bahwa daya terima makanan tidak berhubungan dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien. Walaupun daya terima makanan yang disajikan tergolong tinggi namun konsumsi makanan rendah, hal ini disebabkan oleh faktor fisiologis, penyakit bawaan, dan pengaruh obat-obatan.
TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT INAP TERHADAP MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI JAKARTA
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: IKA NURHIKMAH A54103068
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT INAP TERHADAP MAKANAN YANG DISAJIKAN DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUP FATMAWATI, JAKARTA
Nama
: Ika Nurhikmah
NRP
: A54103068
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
dr. Yekti Hartati Effendi
Dr. Rimbawan
NIP. 140 092 953
NIP. 131 629 744
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP 131 124 019
Tanggal Lulus :
i
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah, shalawat serta salam disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap terhadap Makanan yang Disajikan di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dr. Yekti Hartati Effendi dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing, yang selalu memberikan arahan kepada penulis sampai selesainya penyusunan skripsi ini. Kepada teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan baik moral maupun material, mudah-mudahan diberikan balasan oleh Alloh SWT.
Bogor, April 2008
Penulis
ii
UCAPAN TERIMAKASIH Subhanalloh Allohu Akbar, pada kesempatan selama penulisan skripsi ini. Atas perkenan bimbingan dan bantuan saya ucapkan terimakasih tiada tara kepada : 1.
Ketua Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah memberikan kesempatan bagi penulis menuntut ilmu di GMSK IPB (kampus biru tercinta).
2.
Ibu dr.Yekti H. Effendi dan Bapak Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran, ilmu, dan kasih sayangnya.
3.
Ibu dr. Mira Dewi selaku dosen penguji atas kritik, saran, dan arahan yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
4.
Direktur Umum Pusat RSUP Fatmawati, Kepala Instalasi Gizi beserta staf, Kepala ruangan, para perawat, dan co-Ass.
5.
Dr. Ir. Dodik Briawan selaku pemandu seminar dan saudara Icha, Retno, Nining, Lia selaku pembahas, serta Ticha yang bersama berjuang dan melakukan penelitian di RSUP Fatmawati.
6.
Orangtua tercinta, Emak dan Abah atas limpahan kasih segenap raga serta pengertian untuk mendukung dan membimbing langkah kecil ini selama 22 tahun serta Kakak tersayang, Bang Opi, Bang Yung, Bang Ojan, Bang Odan, Bang Uwi, Bang Dodi, Kak Inel, Kak Lia, dan Kak Iin.
7.
Sahabat dan teman yang membantu Eva, Widia, Pipit, Rina, Anna, Tintin, Icha, Sula, Sanya, Indy, Lia, Pak Dian, Bambs, Marto, Syahrul, Yuda, Kak Arie, Aris, Sri, Yeni, Ika, Wulan, dan kakakku Mbak Eka.
8.
Semua pihak yang belum saya sebutkan di atas, terimakasih atas semangat dan kebersamaan. Jazakumulloh Khairan Katsiran..
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak dari pasangan Drs. H. Abdul Kadir dan Hj. Siti Chairani dilahirkan di Jakarta, 12 September 1985, dan merupakan anak ke sepuluh dari sepuluh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar SDN Pamulang III tahun 1991-1997, dilanjutkan ke MTsN III Pondok Pinang Jakarta Selatan 1997-2000 dan aktif di PMR MTsN III sebagai sekretaris. Tahun 2000-2003 penulis melanjutkan ke SMU Insan Cendekia (IC) dan aktif di Sekretariat Bidang IPTEK OSIS SMU IC, Bendahara II Asrama Putri, Klub Jurnalistik, Teater, Taekwondo. Pada tahun 2003, penulis diterima Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB melalui jalur SPMB. Penulis aktif di organisasi intrakampus dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) antara lain Departemen Kewirausahaan BEM TPB (Tingkat Persiapan Bersama) (2003/2004), UKM Agria Swara (2003-2005), UKM Music Agriculture Expression (MAX) (2004/2005), Departemen Sosial Politik BEM Fakultas Pertanian (2004-2006), Divisi Jurnalistik Forum Komunikasi Rohis Jurusan Faperta (2005/2006), Departemen Pendidikan BEM KM IPB (2006/2007).
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.................................................................................................
i
UCAPAN TERIMAKASIH…………………………………………………………………
ii
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………………………….
iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................. ix PENDAHULUAN Latar Belakang.............................................................................................. 1 Tujuan...........................................................................................................
2
Kegunaan.....................................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Mellitus (DM)……………………………………………....................
4
Diet Diabetes Melitus………………………………………………...................
8
Pelayanan Gizi di Rumah Sakit……………..…………………......................
11
Status Gizi………………………………………………………………………… 12 Angka Kebutuhan Gizi…………………………………………………………..
13
Konsumsi Pangan …………………………………………………................... 16 Makanan dari Luar Rumah Sakit ………………………………….................. 17 Nutrisi Parenteral…………………………………………………..................... 17 Malnutrisi dalam Kondisi Sakit.....................................................................
18
Daya Terima terhadap Makanan….…….........……………………................. 19 KERANGKA PEMIKIRAN.......................................................................................... 23 METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian........................................................ 25 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh............................................................. 25 Jenis dan Cara Pengumpulan Data.............................................................
26
Pengolahan Data…………………………………………………….................
29
Analisis Data……………………………………………………………………..
35
Definisi Operasional………………………………………………....................
36
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUP Fatmawati…………………………………………… 38 Gambaran Umum Instalasi Gizi RSUP Fatmawati……………………………. 40 Karakteristik Contoh……………………………………………………………… 44 Jenis Kelamin dan Usia……………………………………………………… 44
v
Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan…………………………………..
44
Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh……………………………. 45 Status Gizi dan Jenis Diet DM………………………………………………. 45 Aktivitas Fisik………………………………………………………………….
46
Data Riwayat DM Contoh……………………………………………….............
47
Lama Perawatan……………………………………………………………… 47 Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan……………………………………. 47 Jenis Komplikasi dan Usia…………………………………………………… 49 Lama Perawatan dan Lama Menyandang DM….....……………………… 50 Status Perawatan di Rumah Sakit karena DM……………..……………… 50 Kebutuhan Total Energi dan Protein Sehari Contoh…………………………… 50 Sebaran Kasus berdasarkan Standar Porsi ……………..……………………… 51 Ketersediaan Energi dan Protein Makanan yang Disajikan RS..…….….. 53 Tingkat Ketersediaan Energi ……………………………….………………… 55 Tingkat Ketersediaan Protein …………..…………….……………………… 56 Daya Terima Contoh terhadap Makanan yang Disajikan Rumah Sakit..…… 57 Daya Terima Contoh tiap Waktu Makan………..……….........………….
57
Penilaian Contoh terhadap Atribut Makanan…………………………….… 58 Konsumsi Makanan dan Pemberian Infus ……………………………………… 60 Konsumsi Makanan yang Disajikan Rumah Sakit……………………….
60
Tingkat Konsumsi Energi Makanan Disajikan terhadap Ketersediaan..
61
Tingkat Kecukupan Energi ………….……………………..………………
62
Tingkat Konsumsi Protein Makanan Disajikan terhadap Ketersediaan.
63
Tingkat Kecukupan Protein………..……………...………..………………
64
Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit……………………………..........
65
Pemberian Infus………………………………………………………...…...
66
Hubungan Konsumsi dan Daya Terima Contoh………………………………
67
Kontribusi Konsumsi Energi dan Protein Contoh………………………….….
67
KESIMPULAN DAN SARAN....……………………………………………………….…. 68 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 71 LAMPIRAN…………………………………………………………………………………. 76
vi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (DM) berdasarkan PERKENI (2006)........
5
2
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Patokan Diagnosis DM (mg/dl)…….
6
3
Faktor Injuri ….…………………………………………………………………………
7
4
Standardisasi Kandungan Gizi menurut ADA dan PERKENI……………………..
10
5
Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut Kandungan Energi dan Protein…………...
11
6
Faktor Aktivitas dan Faktor Injuri untuk Menetapkan Kebutuhan………………...
28
7
Peubah dan Kategori Peubah……………………………………............................
30
8
Skor Pengolahan Daya Terima Contoh terhadap Makanan yang Disajikan.…....
32
9
Peubah dan Kategori Peubah Tingkat Konsumsi………………...........................
34
10
Sebaran Contoh berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin……………….
44
11
Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan………..
44
12
Sebaran Contoh berdasarkan Status Gizi (HISOBI tahun 2004)…………………
45
13
Sebaran Contoh berdasarkan Status Gizi dan Jenis Diet DM…………………….
45
14
Sebaran Contoh berdasarkan Aktivitas Fisik………………………………………..
46
15
Sebaran Contoh berdasarkan Lama Rawat dan Jenis Kelamin…………………..
47
16
Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan………….
48
17
Sebaran Contoh berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Komplikasi……………
49
18
Sebaran Contoh berdasarkan Lama Rawat dan Lama DM.………………………
50
19
Sebaran Contoh berdasarkan Status Perawatan karena DM…………………….
50
20
Sebaran Contoh berdasarkan Standar Porsi…………… ………………………….
51
21
Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Diet dan Jenis Komplikasi…………………..
52
22
Sebaran Contoh menurut Rata-rata Ketersediaan Energi Makanan Disajikan….
53
23
Sebaran Contoh menurut Ketersediaan Protein Diet DM non-RP...……………..
54
24
Sebaran Contoh menurut Ketersediaan Protein Diet DM RP40..………………...
55
25
Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Ketersediaan Energi (TKE)………………
56
26
Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Ketersediaan Protein (TKetersdP)……...
57
27
Sebaran Contoh berdasarkan Daya Terima Contoh Tiap Waktu Makan……......
58
28
Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian terhadap Atribut Makanan Waktu Pagi.
58
29
Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian Atribut Makanan Waktu Siang…………
59
30
Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian terhadap Atribut Makanan Waktu Sore
59
31
Rata-rata Konsumsi Energi Makanan yang Disajikan menurut Jenis Diet………
61
32
Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi (TKonsE)….….............
61
33
Sebaran Contoh berdasarkan TingKat Kecukupan Energi (TKecE)……………..
62
34
Rata-rata Konsumsi Protein Makanan yang Disajikan menurut Jenis Diet……...
62
35
Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein (TKonsP)……………..
63
vii
36
Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein (TKecP)……………..
64
37
Jenis Makanan Luar RS yang Dikonsumsi…………………………………............
65
38
Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Makanan Luar Rumah Sakit…..…………...
66
39
Sebaran Contoh berdasarkan Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit..………...
66
40
Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Infus…………………………………………...
67
viii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Kerangka Pemikiran Penelitian……………………. ….....................……………...
24
2
Penarikan Contoh Penelitian……………………………....…………………………
26
3
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan….…………. …………….
38
4
Fasilitas Penunjang Laboratorium dan Apotek ..……………………….................
39
5
Instalasi Gizi dan Ketenagaan..............................................................................
40
6
Pemorsian Susu dan Pengolahan Makanan………………………………………..
42
7
Pemorsian dan Pendistribusian Makanan Pasien………………………………….
42
8
Evaluasi Diet Pasien……………………………...……………………………………
43
9
Komplikasi Gangren……………………………………………………………………
48
10
Diet DM non-Rendah Protein dan Rendah Protein 40……………………………..
51
11
Tambahan Susu dan Putih Telur pada Diet Tinggi Kalori…………………………
52
12
Diet DM non Rendah Protein…………………………………………………………
53
13
Diet DM Rendah Protein 40…………………………………………...……………...
55
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Menu Utama Pasien pada Diet Diabetes Mellitus (DM) Kelas III …....................
76
2
Menu Selingan Jam 10.00 Kelas III…………………………………………...……..
78
3
Jenis Diet, Kebutuhan, Ketersediaan, Konsumsi Energi dan Protein Pasien DM
79
4
Struktur Organisasi RSUP Fatmawati.....……………………….…….....................
80
5
Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSUP Fatmawati.............................................
81
1
PENDAHULUAN Latar belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat berdampak pada produktivitas dan menurunkan kualitas sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi juga terhadap sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia yang tidak sesuai kaidah gizi, jumlah orang dengan diabetes (Diabetisi) ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa pada seluruh status sosial ekonomi. Bila dibiarkan dalam jangka waktu lama, kondisi ini akan mengakibatkan komplikasi akut maupun kronis, yang pada akhirnya dapat membahayakan keselamatan Diabetisi sendiri atau hingga akhirnya mempengaruhi produktivitas kerja (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2003). Berdasarkan SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) 2004, 1% dari populasi usia lebih dari 15 tahun didiagnosa DM. Pada tahun 2005, DM menempati urutan ke delapan sebagai penyakit dengan prevalensi cukup besar diderita oleh pasien rawat jalan di rumah sakit dan penyebab utama kematian urutan ke-8 pada jenis penyakit tidak menular di rumah sakit (Depkes, 2007). Tjokroprawiro (2006) menyatakan jumlah penderita DM di Indonesia, minimal 2.5 juta pada tahun 2000 dan tahun 2010 dapat meningkat menjadi 5 juta. Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif, dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria). Penyakit DM tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan kemauan keras dan dengan berbekal pengetahuan yang cukup maka DM bukanlah penyakit yang menakutkan (Depkes, 2007). Oleh karena itu, Diabetisi dianjurkan untuk mengendalikan penyakitnya dengan baik dan teratur, supaya tidak menimbulkan komplikasi. Pengendalian DM dapat dicapai dengan diet, olahraga, dan obat-obatan, baik tablet maupun insulin (Suyono, 1994). Terapi diet merupakan penatalaksanaan gizi paling penting pada Diabetisi. Tanpa pengaturan jadwal dan jumlah makanan serta kualitas makanan sepanjang hari, akan sulit mengontrol kadar gula darah agar tetap dalam batas normal (Depkes, 2007). Umumnya diet DM dapat diperoleh secara efektif dan efisien terutama di rumah sakit. Namun, perawatan di rumah sakit berarti memisahkan pasien dengan lingkungannya sehari-hari termasuk kebiasaan
2
makanannya, bukan saja perbedaan dalam macam makanan yang disajikan, tetapi juga cara makanan itu dihidangkan, tempat makan, waktu makan, sehinggga mempengaruhi selera makan pasien (Subandriyo, 1995). Hal tersebut dapat berakibat pada menurunnya konsumsi terhadap makanan yang disajikan dan memperbesar kecenderungan pasien untuk mengonsumsi makanan dari luar rumah sakit, sehingga kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi dan proses penyembuhan dapat terhambat. Penentuan konsumsi energi dan protein perlu diperhitungkan mengingat permasalahan gizi utama di Indonesia pada umumnya terkait dengan ketersediaan energi dan protein (Hardinsyah dan Briawan, 1994). Kondisi tersebut juga terjadi pada Diabetisi. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus rawat inap terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit. Tujuan Tujuan Umum Mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam rumah sakit umum pusat (RSUP) Fatmawati, Jakarta. Tujuan Khusus 1. mempelajari karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, status gizi, dan aktivitas fisik 2. mempelajari
riwayat
diabetes mellitus
(DM)
contoh
meliputi
jenis
komplikasi, lama menyandang DM, lama perawatan di rumah sakit, dan status perawatan di rumah sakit karena DM 3. mempelajari kebutuhan energi dan protein contoh 4. mempelajari ketersediaan energi dan protein contoh ; tingkat ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan di rumah sakit 5. mempelajari daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan rumah sakit meliputi warna makanan, aroma makanan, tekstur makanan, rasa makanan, suhu makanan, bentuk makanan, variasi menu, dan kebersihan alat
3
6. mempelajari konsumsi energi dan protein contoh terhadap konsumsi makanan rumah sakit, makanan dari luar rumah sakit, dan melalui asupan infus 7. mempelajari tingkat konsumsi energi dan protein contoh terhadap ketersediaan dan terhadap kebutuhan 8. menganalisis hubungan daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dengan tingkat konsumsi energi dan protein. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran dan informasi tentang tingkat konsumsi energi dan protein pasien Diabetes Mellitus rawat inap terhadap makanan yang disajikan di bagian penyakit dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Selain itu dapat juga menjadi bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam penyempurnaan kegiatan pelayanan makanan untuk pasien umumnya dan pasien Diabetes Mellitus khususnya.
4
TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Mellitus International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia mengidap Diabetes. Pada tahun 1994, McCarty at al. menggunakan data dari studi epidemiologi berbasis populasi, diperkirakan global burden Diabetes sebesar 110 juta dan dapat meningkat dua kali lipat menjadi 239 juta pada tahun 2010 (IDF, 2000). WHO juga melaporkan bahwa global burden Diabetes berdasarkan studi epidemiologi diperkirakan mencapai 135 juta pada tahun 1995 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 299 juta pada tahun 2025. Pada tahun 1997, Amos et al. memperkirakan global burden Diabetes menjadi 124 juta, dan diprediksi akan meningkat menjadi 221 juta orang pada tahun 2010 (IDF, 2000). Jumlah Diabetisi di Indonesia (8.4 juta orang) menempati urutan ke empat terbesar di dunia setelah India (35.5 juta orang), Cina (23.8 juta orang) dan Amerika Serikat (AFIC, 2006). Jumlah ini akan berkembang hingga lebih dari dua kali lipat pada tahun 2030 apabila tidak dilakukan pencegahan dan pengelolaan dengan baik (Soeatmadji, 2006). Arateus adalah orang yang pertama kali memberi nama Diabetes pada tahun 200 SM. Diabetes berarti “mengalir terus” dan Mellitus yang berarti “manis”, disebut Diabetes karena selalu minum dalam jumlah banyak (polidipsia) yang kemudian mengalir terus berupa urin yang banyak (poliuria), disebut Mellitus karena urin Diabetisi ini mengandung glukosa (manis), sehingga sering disebut sebagai penyakit kencing manis (Tjokroprawiro, 2006). Diabetes Mellitus yaitu penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (ADA 2003, diacu dalam Ibrahim 2004). Orang yang mengidap atau menyandang Diabetes biasa disebut Diabetisi. Badan kesehatan dunia (WHO), melalui laporan kedua Expert Committee on Diabetes Mellitus mengelompokkan diabetes menjadi dua kelompok utama, yaitu insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) atau yang dikenal sebagai diabetes mellitus tipe 1 dan non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau diabetes mellitus tipe 2. Pada IDDM, pankreas tidak menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup sedangkan NIDDM disebabkan insulin yang tidak bekerja dengan baik (WHO, 1980).
5
Secara
etiologis,
Diabetes
Mellitus
(DM)
menurut
Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI,2006) dapat dilihat secara rinci pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus berdasarkan PERKENI (2006) Tipe 1 Destruksi Sel Beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut • Autoimun • Idiopatik Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Diabetes Mellitus tipe 1 disebabkan terutama oleh adanya kerusakan sel beta pada pankreas yang mempengaruhi kekebalan, dan ditandai dengan defisiensi insulin secara absolut. Sedangkan DM tipe 2 ditandai oleh resistensi insulin
dan
ketidaksempurnaan
dalam
sekresi
insulin
pengganti,
yang
menyebabkan defisiensi insulin yang relatif (Heimburger dan Ard, 2006). Pada DM tipe 2, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel cenderung kurang. Hal ini menyebabkan glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Faktor-faktor penyebab resistensi insulin ini adalah obesitas sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan dan faktor keturunan (Tupitu, 2006). Gejala dan Tanda-tanda Berbagai keluhan dapat ditemukan pada Diabetisi. Keluhan DM yang sering muncul antara lain : • Keluhan klasik : poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak minum), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya • Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2006). Diagnosis Berdasarkan PERKENI (2006), diagnosis DM dapat dilakukan dengan tiga cara (secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2) : 1. jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup mendiagnosis DM 2. kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl 3. dengan TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral).
6
Tabel 2. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Diagnosis DM (mg/dl) berdasarkan Konsensus Pengelolaan DM tipe 2, PERKENI (2006) Resiko (mg/dl) Kadar glukosa darah
Rendah
Sedang
Tinggi
(Bukan DM)
(Belum pasti DM)
(DM)
Kadar GDS
Plasma vena
<100
100-199
≥200
(glukosa darah sewaktu)
Darah kapiler
<90
90-199
≥200
Kadar GDP
Plasma vena
<100
100-125
≥126
(glukosa darah puasa)
Darah kapiler
<90
90-99
≥100
Catatan : Untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia di atas 45 tahun tanpa faktor resiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun
Diabetes Mellitus dan Komplikasi Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang memiliki komplikasi terbanyak. Hal ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus menerus, sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf dan struktur internal lainnya (Soegondo, 2007). Dalam dinding pembuluh darah, zat kompleks yang terdiri dari gula menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami kebocoran, akibatnya aliran darah akan berkurang, terutama yang menuju kulit dan saraf. Selain itu, kadar gula darah yang tidak terkontrol menyebabkan kadar lemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya Aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis 2-6 kali lebih sering terjadi pada Diabetisi (Soegondo, 2007). Sirkulasi darah yang buruk pada pembuluh darah makro, dapat melukai otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pada pembuluh darah mikro dapat melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka (Soegondo, 2007). Menurut Tjokroprawiro (2001), orang yang non-Diabetes Mellitus (normal) memiliki kecenderungan dua kali lebih beresiko mengalami stroke, dua puluh lima kali beresiko buta, dua kali beresiko mengalami penyakit jantung koroner dan infark (payah jantung), tujuh belas kali beresiko gagal ginjal kronik, dan lima kali beresiko selulitis dan gangren. Selain itu, DM juga menyebabkan amputasi dan CHD (Coronary Heart Disease) yang sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat (Heimburger dan Ard, 2006).
7
Berdasarkan Hartono (2000), jenis komplikasi mempengaruhi faktor injuri. Faktor injuri digunakan dalam perhitungan kebutuhan kalori Diabetisi, seperti terdapat dalam Tabel 3 berikut : Tabel 3. Faktor Injuri (FI) No. Jenis Injuri
Faktor
1.
Demam, per 10C
1.13
2.
Infeksi ringan hingga sedang
1.2-1.4
3.
Gagal hati
1.5
4.
Stroke
1.1
5.
Hipoglikemik, hiperglikemik
1.0
6
Gagal ginjal kronis, non-Dialisis
1
7
Hemodialisis
1-1.05
Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono, 2000)
Ulkus kaki Diabetes atau sering disebut gangren diabetik merupakan komplikasi DM yang paling ditakuti, karena memiliki kecenderungan angka kematian dan amputasi tinggi, lama perawatan panjang, dan biaya besar. Gejalanya antara lain kehilangan sensitifitas terhadap sentuhan, nyeri, panas, dan penekanan; penurunan kelembaban (kulit kering); gangguan sirkulasi; perubahan bentuk kaki, penurunan rentang gerak sendi (Ibrahim, 2004). Hipoglikemi adalah suatu keadaan yang dialami Diabetisi, jika kadar gula darah terlalu rendah. Gejalanya meliputi keringat dingin, gemetar, pusing, lemas, mata berkunang-kunang, dan rasa perih di ulu hati (Ibrahim, 2004). Gagal ginjal tahap akhir adalah kegagalan ginjal seluruhnya atau hampir seluruhnya untuk mengeksresikan limbah metabolik, konsentrasi urin, dan mengatur elektrolit. Di USA, penyebab utama gagal ginjal kronis adalah Diabetes. Pada tahap ini fungsi ginjal sangat dibatasi, bila tanpa dialisis (cuci darah) dan transplantasi ginjal maka komplikasi menjadi berlipat dan semakin parah. Kematian dapat terjadi disebabkan akumulasi cairan dan produk limbah dalam tubuh (Spark, 2007). Metabolisme Energi pada Penyandang Diabetes (Diabetisi) Perubahan metabolisme tubuh terjadi sewaktu maupun setelah sakit, luka, dan operasi besar, yang ditandai dengan bertambahnya pemecahan protein dan pengecilan otot. Pada penyakit akut dalam jangka waktu singkat, perubahan metabolisme terjadi secara cepat sehingga terjadi kerusakan yang cukup berarti
8
dan dapat menghambat penyembuhan. Dalam penyakit kronik, proses ini berlangsung secara bertahap (Pearce, 2002). Bagi penyandang Diabetes Mellitus, metabolisme karbohidrat terganggu sebagai akibat terganggunya produksi hormon insulin oleh pankreas. Terjadinya gangguan
kerja
pada
insulin
baik
secara
kuantitas
maupun
kualitas
menyebabkan keseimbangan pengaturan gula darah akan terganggu sehingga kadar gula darah cenderung meningkat (ADA, 1982). Defisiensi insulin secara kuantitas maupun kualitas, menyebabkan tidak semua glukosa dapat diubah menjadi glikogen, ini berarti sebagian besar glukosa yang berasal dari makanan tetap berada dalam darah. Tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) akan mendorong ekskresi kelebihan glukosa tersebut melalui urin (glikosuria). Karena sedikitnya glukosa yang dapat diubah menjadi glikogen, maka dalam memenuhi kebutuhan energi otot akan terjadi proses pengubahan glikogen hati menjadi glukosa (glukoneogenesis). Hilangnya sebagian besar glukosa karena tidak dapat diambil tubuh dan terbuang melalui urin membawa akibat terambilnya lemak tubuh melalui proses lipolisis dan protein (proteolisis) untuk dijadikan sumber energi. Penggunaan asam lemak sebagai sumber energi akan mengakibatkan terbentuknya zat keton yang terdiri atas asam asetoasetat dan asam betahidroksi butirat dan aseton. Kurangnya insulin dalam tubuh mengakibatkan jumlah zat keton yang tertumpuk dalam darah melebihi kemampuan tubuh untuk memecahnya dan penderita akan menderita keracunan zat keton yang disebut Ketoasidosis (Moehyi, 1992b). Ketoasidosis ditandai dengan timbulnya rasa mual, muntah, dan kesadaran menurun, apabila tidak segera diatasi akan mengakibatkan kematian penderita. Hal ini dikarenakan untuk membuang kelebihan zat keton, ginjal memerlukan cairan yang lebih banyak. Untuk itu akan ditarik cairan sel dan hal itu mengakibatkan terjadinya dehidrasi seluler sehingga keseimbangan elektrolit dalam tubuh akan terganggu. Diabetes Mellitus dapat pula mengakibatkan gangguan metabolisme zat gizi lain dan sering menyebabkan terjadinya komplikasi (Moehyi, 1992b). Kadar benda keton darah yang melebihi 3 mmol/L merupakan indikasi adanya Keto-Asidosis Diabetes (PERKENI, 2006).
9
Diet Diabetes Mellitus Diet Diabetes Mellitus merupakan pengaturan makanan bagi Diabetisi, yang bertujuan menjaga dan memelihara tingkat kesehatan optimal sehingga Diabetisi dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Pengaturan makanan diperlukan bagi semua Diabetisi, penyandang DM tipe 1 (IDDM) maupun tipe 2 (NIDDM). Pada tipe 1 (Diabetisi harus mendapatkan insulin), pengaturan makanan terutama ditujukan dengan menyesuaikan waktu dan jumlah makanan yang diberikan. Pada Diabetisi tipe 2, pengaturan makanan bertujuan untuk mengembalikan Diabetisi ke berat badan ideal, karena umumnya Diabetisi tipe 2 obese sehingga Diabetisi diberi diet rendah kalori. Tujuan diet rendah kalori umumnya agar keadaan hiperglikemia dapat diperbaiki. Pada Diabetisi tipe 2 yang kurus, tidak diperlukan pembatasan jumlah energi ketat. Tetapi, semua Diabetisi tipe 2 harus mengurangi lemak dan kolesterol serta meningkatkan rasio asam lemak tak jenuh terhadap asam lemak jenuh (Pranadji et al. 2002). Prinsip dan Tujuan Diet Penatalaksanaan makanan Diabetisi harus memperhatikan prinsip dan tujuan diet. Prinsip diet DM adalah mengurangi dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah. Tujuan diet adalah membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik dengan cara antara lain : 1. mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati normal (dengan menyeimbangkan asupan makanan dengan insulin, obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik) 2. mencapai dan mempertahankan kadar lipida serum normal 3. memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat badan normal 4. menghindari atau menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka pendek, dan jangka lama serta masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani 5. meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal (Almatsier, 2004).
10
Syarat Diet Syarat
pemberian
makanan
harus
mencakup
kandungan
gizinya.
Kandungan gizi yang sebaiknya dipenuhi bagi Diabetisi, berdasarkan American Diabetes
Association
(ADA)
dan
Perkumpulan
Endokrinologi
Indonesia
(PERKENI) (Sukardji, 2006) terdapat pada Tabel 4. Tabel 4. Standardisasi Kandungan Gizi bagi Diabetisi menurut ADA dan PERKENI ADA PERKENI Kandungan Gizi Tahun 2003 Tahun 2006 Karbohidrat
45-60 %
45-65 %
Sukrosa
<10 %
<10 %
Serat
20-35 g
25 g
Pemanis
Sesuai ADI
Total lemak
25-35 %
20-25 %
Kolesterol
<300 mg
<300 mg
Protein
10-20 %
15-20 %
Berdasarkan PERKENI (2006), kandungan gizi energi makanan untuk Diabetisi harus cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi, pembatasan karbohidrat total yang kurang dari 130 g/hari tidak dianjurkan. Kandungan sukrosa kurang lebih 10% dari total asupan energi, sedangkan kebutuhan protein normal, yaitu 15-20% dari kebutuhan energi total. Sumber protein yang baik antara lain ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, susu rendah lemak, kacang, dan kacang-kacangan (tahu dan tempe). Sebaiknya makanan diet untuk Diabetisi mengandung serat tinggi kadar yang dianjurkan adalah sebanyak 25 g/hari. Diabetisi dianjurkan mengonsumsi cukup serat larut air yang terdapat di dalam sayur dan buah, kacang-kacangan, sumber tinggi serat, serta mengandung vitamin dan mineral. Penggunaan pemanis bergizi seperti gula alkohol dan fruktosa sebaiknya perlu dibatasi, karena gula alkohol mengandung 2 Kal/g, sedangkan fruktosa tidak dianjurkan pada diabetisi karena memiliki efek samping pada lipid plasma. Pemanis buatan (aspartam, sakarin, sukralos, accesulfame potassium, neotame) boleh digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman untuk dikonsumsi (PERKENI, 2006).
11
Penentuan Jumlah Kalori Diet Diabetes Berdasarkan
Almatsier
(2004),
diet
yang
digunakan
dalam
penatalaksanaan Diabetes Mellitus dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Berdasarkan Almatsier (2004), ditetapkan 8 jenis Diet Diabetes Mellitus seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Jenis Diet Diabetes Mellitus menurut Kandungan Energi dan Protein Jenis Diet Energi (Kal) Protein (g) I
1100
43
II
1300
45
III
1500
51.5
IV
1700
55.5
V
1900
60
VI
2100
62
VII
2300
73
VIII
2500
80
Kedelapan jenis Diet Diabetes Mellitus yang sudah dibagi menurut nilai energi 1100-2500 Kal selanjutnya dibagi lagi berdasarkan kandungan nilai protein yaitu 30 g, 40 g, 50 g. Protein 50 g sehari hanya diterapkan untuk diet (Diabetes Mellitus Rendah Protein) DMRP 2100 Kal, 2300 Kal, 2500 Kal. Diet protein diberikan sesuai dengan kebutuhan energi dan kemampuan fungsi ginjal pasien. Makanan dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan sore (25%), dan 2-3 porsi makanan selingan (masing-masing 1015%) (PERKENI, 2006). Cara memesan diet adalah Diet DM I/II/III/IV/V/VI/VII/VIII (Almatsier, 2004). Dalam penelitian ini, kandungan kalori diet ditetapkan sesuai dengan kandungan energi dan proteinnya. Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan paripurna RS dengan beberapa kegiatan, antara lain pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (Almatsier, 2004). Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat tahap yaitu asesmen atau pengkajian gizi, perencanaan pelayanan gizi dengan
12
menetapkan tujuan dan strategi, implementasi pelayanan gizi sesuai rencana, monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2004). Pelayanan gizi di rumah sakit bertujuan untuk mencapai pelayanan gizi pasien yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit, baik untuk keperluan metabolisme tubuhnya, peningkatan kesehatan, ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien yang dirawat dan berobat jalan (Waspadji et al. 2002). Untuk mencapai kondisi kesehatan pasien yang optimal, maka rumah sakit umumnya akan menyediakan : 1. makanan dengan kandungan gizi yang baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status gizi masing-masing pasien 2. makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastrointestinal dan penyakit masing-masing pasien 3. makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang 4. makanan yang bebas unsur aditif yang berbahaya 5. makanan dengan penampilan dan citarasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang umumnya terganggu oleh penyakit dan kondisi indra pengecap atau pembaunya (Hartono, 2000). Para ahli gizi harus memberikan perhatian baik kepada penampakan suatu hidangan maupun pada kandungan gizi dalam hidangan tersebut. Makanan baru memberikan manfaat gizi kalau dimakan. Pasien yang selera makannya menurun cenderung memakan hidangan yang tampak menarik dan menggoda selera (Beck, 1994). Selain itu, untuk meningkatkan efektifitas diet agar diperoleh kesehatan pasien yang optimal, maka Diabetisi harus diberikan penyuluhan tentang hubungan antara asupan makanan dan pengendalian diabetes. Umumnya upaya pengendalian diperoleh melalui perawatan di rumah sakit dengan pemberian diet yang ketat. Hal ini selain berguna sebagai sarana penyuluhan, juga untuk memperbaiki pengendalian metabolisme Diabetisi (Hartono, 2000). Status Gizi Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan masyarakat adalah antropometri gizi. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai pengukuran dimensi dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat usia dan tingkat gizi.
Laporan
FAO/WHO/UNU
tahun
1985
menyatakan
bahwa
indeks
13
antropometri yang digunakan dalam mengukur status gizi kurang atau lebih pada orang dewasa, ditentukan berdasarkan nilai body mass index (BMI), di Indonesia BMI diterjemahkan menjadi indeks massa tubuh (IMT) (Supariasa et al. 2002). Berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif (James et al. 1988, diacu dalam Riyadi 2003) antara indeks massa tubuh dengan lemak tubuh dan resiko terkena penyakit degeneratif (resiko kematian karena penyakit degeneratif). Oleh karena itu, indeks ini juga digunakan untuk mengklasifikasikan keadaan gizi lebih (obese) pada orang dewasa dalam hubungannya dengan resiko penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, Diabetes Mellitus, dan batu empedu (Riyadi, 2003). Soegondo (2002) menyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko Diabetes Mellitus adalah yang berstatus gizi obes (>20% berat badan ideal) atau IMT >27 kg/m2. Obesitas yang bersifat sentral (bentuk apel), kebiasaan kurang gerak badan, dan makanan tinggi lemak berperan sebagai penyebab resistansi insulin pada Diabetes Mellitus tipe 2 (Tupitu, 2006). Angka Kebutuhan Gizi Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Selain kebutuhan gizi menurut umur, gender, aktivitas fisik, dan kondisi khusus, dalam keadaan sakit, penetapan kebutuhan gizi harus memperhatikan perubahan kebutuhan gizi karena infeksi, gangguan metabolik, penyakit kronik, dan kondisi abnormal lainnya (Almatsier, 2004). Kebutuhan Energi Energi bagi manusia berperan penting dalam mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan, dan melakukan aktifitas fisik. Energi dihasilkan melalui proses oksidasi karbohidrat, protein, lemak yang terdapat pada makanan serta alkohol. Energi harus cukup terpenuhi, agar sintesis protein dapat berlangsung dan penggunaan asam amino dalam memenuhi kebutuhan energi dapat dicegah (Nelson et al. 1994). Setiap gram karbohidrat dan protein menghasilkan energi sebesar 4 Kal. Kekurangan energi pada orang dewasa dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Kelebihan energi pun tidak baik, karena kelebihannya akan diubah menjadi lemak tubuh yang dapat mengakibatkan kegemukan. Pada akhirnya dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh
14
sehingga menjadi penyakit kronis dan memperpendek harapan hidup (Almatsier, 2002). Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi pada orang sakit adalah angka metabolisme basal (AMB) atau basalt metabolic rate (BMR), aktivitas
fisik,
dan
faktor
stres.
Kebutuhan
energi
ditentukan
dengan
memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar 25-30 Kal/kg BB (berat badan) normal, ditambah kebutuhan untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, misalnya kehamilan atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi (Almatsier, 2004). Karbohidrat Karbohidrat dalam tubuh selain berperan penting sebagai sumber energi, juga berperan dalam mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, mencegah kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 1997). Klasifikasi karbohidrat yang terdiri atas gula sederhana dan karbohidrat kompleks sebenarnya tidak tepat dan harus dirubah, menjadi istilah yang lebih berarti yaitu gula (monosakarida dan disakarida), pati (polimer glukosa), serat (karbohidrat tidak tercerna) (Heimburger dan Ard, 2006). Asupan serat makanan dapat bermanfaat dalam manajemen diabetes. Serat kasar seperti pektin, gum, mucin, betaglukan yang terdapat pada apel, jeruk, kacang-kacangan, dan gandum dapat secara khusus bermanfaat. Karena serat kasar cenderung melemahkan respon glisemik post prandial dan insulinemik, terutama dengan menghambat hidrolisis pati dan penyerapan glukosa, serta menunda pengosongan lambung (Heimburger dan Ard, 2006). Selain itu serat juga memperpendek waktu transit dalam saluran cerna dan kemungkinan memperlambat hidrolisis pati (Almatsier, 2002). Rekomendasi asupan karbohidrat bagi Diabetisi, berdasarkan berat optimal dan tingkat aktifitas fisik adalah 45-60% kebutuhan kalori (Heimburger dan Ard, 2006). Kebutuhan karbohidrat berdasarkan jenis diet DM, dibedakan atas 8 kelompok. Jumlah karbohidrat pada diet DM I adalah 172 g, pada diet DM II adalah 192 g, pada diet DM III adalah 235 g, pada diet DM IV adalah 275 g, pada diet DM V adalah 299 g, pada diet DM VI adalah 319 g, pada diet DM VII adalah 369 g, pada diet DM VIII adalah 396 g.
15
Pendekatan Indeks Glisemik Miller et al. (1997) menyatakan bahwa pendekatan Indeks Glisemik (IG) tidak hanya bermanfaat pada penanganan Diabetisi tetapi juga dapat mencegah diabetes dan komplikasi yang mungkin akibat diabetes. Indeks Glisemik menggambarkan
respon
glukosa
darah
pasca
mengonsumsi
pangan
(postprandial). Penelitian pada hewan dan penelitian jangka pendek pada manusia menunjukkan bahwa kelompok yang mengonsumsi karbohidrat dengan Indeks Glisemik tinggi, menghasilkan resistansi insulin yang lebih tinggi daripada kelompok yang mengonsumsi karbohidrat IG rendah (Byrnes et al. 1994 ; Higgins et al. 1997, diacu dalam Siagian 2006). Penelitian epidemiologik prospektif menunjukkan bahwa pangan dengan IG tinggi maupun beban glisemik berkaitan dengan meningkatnya resiko diabetes pada pria maupun wanita (Kliens, Ricther, 1996 ; Pereira et al. 1997, diacu dalam Siagian 2006). Pangan dengan IG tergolong tinggi antara lain roti, kentang, dan sereal (Suyono, 1994). Protein Protein merupakan sumber asam amino dengan kandungan unsur-unsur C, H, O, N yang tidak dimiliki karbohidrat dan lemak (Winarno, 1997). Protein berfungsi membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada. Selain itu, protein diperlukan dalam pembentukan protein yang baru dengan fungsi khusus di dalam tubuh yaitu enzim, hormon, hemoglobin (Beck, 1994). Kebutuhan protein normal adalah 10-15% dari kebutuhan energi total, atau 0.8-1 g/kg BB. Kebutuhan energi minimal untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen adalah 0.4-0.5 g/kg BB. Demam, sepsis, operasi, trauma, dan luka dapat meningkatkan katabolisme protein, sehingga meningkatkan kebutuhan protein sampai 1.5-2.0 g/kg BB. Sebagian besar pasien yang dirawat membutuhkan 1.0-1.5 g protein/kg BB (Almatsier, 2004). Berdasarkan PERKENI (2006), protein yang dibutuhkan bagi Diabetisi adalah 15-20% kebutuhan total energi sehari (Total Daily Energy). Tingginya kandungan protein berdasarkan ketetapan PERKENI ditujukan karena protein merupakan nutrient penting untuk mempercepat penyembuhan luka, terutama bila Diabetisi mengalami penyakit infeksi yang menyebabkan terjadi banyak kehilangan nitrogen tubuh, sehingga memerlukan konsumsi protein sebagai pengganti.
16
Pada pasien DM dengan nefropati (gangguan ginjal) dan hati perlu penurunan asupan protein menjadi 0.8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi total dan hendaknya 65% bernilai biologik tinggi. Hal ini disebabkan karena fungsi ginjal dalam mengekskresikan hasil pemecahan protein mengalami gangguan, sehingga jumlah protein dalam makanan harus dibatasi (Beck, 1994). Pada diet rendah protein ini, protein dengan nilai biologis tinggi seperti dalam telur, susu, daging, dan ikan harus memasok seluruh protein dalam diet. Sedangkan makanan yang kaya akan protein nabati, seperti tempe, tahu, kacang hijau, kacang tanah, biasanya tidak diberikan dalam diet rendah protein, karena protein nabati relatif lebih mengandung asam amino non-esensial. Sedangkan makanan pokok seperti nasi, ketela, ubi, dan kentang mengandung protein nabati yang sedikit sehingga masih diperbolehkan. Diet rendah protein harus memberikan nilai kalori yang cukup. Bila tidak, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalorinya (Beck, 1994). Konsumsi Pangan Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Ada dua cara pengumpulan data konsumsi pangan yaitu : metode penimbangan langsung (seperti weighing method dan food inventory method) dan metode penimbangan tidak langsung, seperti metode mengingat (food recall method) (Hardinsyah dan Briawan, 1994). Penilaian terhadap kandungan energi dan protein dari beragam pangan merupakan penjumlahan dari masing-masing zat gizi pangan komponennya. Untuk mengetahui tingkat konsumsi energi dan protein, penilaian konsumsi pangan dilakukan terhadap makanan yang dikonsumsi dengan satuan per orang per hari. Secara umum konsumsi pangan sehari merupakan penjumlahan dari makan pagi, siang, malam dan makanan selingan dalam kurun waktu 24 jam. Karena pengumpulan data konsumsi pangan tiga hari maka konsumsi pangan perhari merupakan rata-rata total konsumsi zat gizi selama tiga hari pengumpulan data tersebut. Pada dasarnya pengolahan data konsumsi pangan adalah proses menghitung jumlah pangan yang dikonsumsi menurut jenis-jenis pangan dalam satuan berat dan waktu yang sama. Satuan akhir pengolahan data konsumsi pangan yaitu gram per hari karena satuan kecukupan gizi adalah per hari. Dalam
17
penilaian konsumsi pangan, data ini dikonversikan menjadi energi dan protein sesuai dengan tujuan penilaian. Kandungan zat gizi makanan disusun dalam suatu daftar yang disebut daftar kandungan zat gizi bahan makanan (DKBM). DKBM Indonesia memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan baik mentah maupun masak (olahan) yang banyak dijumpai di Indonesia. Sebagian besar jenis pangan yang disajikan dalam DKBM ini dalam bentuk pangan mentah, DKBM ini memuat energi dan 10 jenis zat gizi yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin A, vitamin C, vitamin B1 dan termasuk di dalamnya kandungan air. Dalam menggunakan DKBM, komposisi zat gizi yang tercantum dalam DKBM dinyatakan dalam satuan 100 gram bahan makanan yang dapat dimakan (%BDD). Artinya bagian-bagian yang biasa tidak dimakan seperti kulit, akar, biji, tulang, cangkang dan sebagainya yang tidak lazim dikonsumsi tidak dianalisis (Hardinsyah dan Briawan, 1994). Makanan dari Luar Rumah Sakit Habis tidaknya suatu makanan yang disajikan banyak dipengaruhi oleh citarasa makanan, selera makan, makanan dari luar, dan cara penyajian (Prakoso, 1982). Apabila pasien selalu makan makanan yang berasal dari luar rumah sakit maka makanan yang disajikan dari penyelenggaraan makanan rumah sakit tidak dimakan sehingga terjadi sisa makanan, selain itu proses pemulihan kondisi pasien tidak berjalan efektif (Moehyi, 1999). Sumber perhitungan kandungan gizi makanan dari luar rumah sakit menggunakan daftar kandungan gizi makanan jajanan (DKGJ), sebagai daftar yang memuat angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan jajanan. DKGJ merupakan campuran dari berbagai bahan makanan yang dianalisis secara bersamaan dalam bentuk olahan. Dalam DKGJ susunan zat gizi dicantumkan dalam satuan gram BDD (100% dapat dimakan) menurut ukuran rumah tangga masing-masing, sehingga tidak dicantumkan kolom BDD (Hardinsyah dan Briawan, 1994).
18
Nutrisi Parenteral Nutrisi parenteral atau infus adalah pemberian nutrient melalui pembuluh darah balik yang bisa berupa vena perifer atau vena sentral. Nutrisi parenteral diperlukan bagi pasien yang menghadapi risiko malnutrisi namun tidak mampu dan atau tidak boleh mendapatkan kecukupan nutrient lewat saluran cerna. Nutrisi parenteral total, diberikan bila seluruh kebutuhan gizi pasien diberikan lewat pembuluh darah, sedangkan nutrisi parenteral parsial bila hanya sebagian kebutuhan saja diberikan lewat pembuluh darah (Hartono, 2000). Berdasarkan Heimburger dan Ard (2006), nutrisi parenteral diberikan ketika saluran pencernaan tidak lagi berfungsi selama lebih dari 5 hingga 7 hari, atau dimaksudkan untuk mengistirahatkan sebagian besar organ pencernaan dengan tujuan pengobatan. Kandungan energi dalam infus diperoleh melalui dextrose dan vegetable oil (turunan dari emulsi lemak); protein, yang terdiri dari kristal asam amino; vitamin; mineral, dan trace elements dalam bentuk alami. Selain itu, upaya pengobatan dapat ditambahkan melalui infus seperti pemberian insulin (bagi pasien Diabetes Mellitus). Malnutrisi dalam Kondisi Sakit Malnutrisi klinis dapat terjadi ketika seseorang pasien tidak dapat makan cukup melalui mulut, yang disebabkan karena beberapa faktor antara lain : 1. mual, tidak ada nafsu makan dan muntah disebabkan misalnya penyakit lambung, atau uremia, pengaruh obat 2. acuh tak acuh terhadap makanan, yang ditemui pada banyak keadaan fisik dan dalam beberapa keadaan emosional seperti takut, dendam, dan putus asa 3. rasa sakit, mengakibatkan kesukaran menelan seperti pada tonsilitis, radang tenggorokan, sesudah tonsilektomi, pada fraktur tulang wajah dan rahang 4. sukar bernafas, seperti pada asma dan bronkhitis. Hal ini disebabkan karena kemungkinan tidak dapat mengunyah, karena bila bernafas sulit maka menelan pun terhalang 5. kelemahan otot kunyah, yang dapat timbul pada paralisa (kelumpuhan) wajah dan juga pada beberapa keadaan gangguan saraf 6. pernah mengalami stroke, maka akan sulit mengunyah dan menelan (Pearce, 2002).
19
Dampak dari malnutrisi klinis antara lain dapat berakibat fungsi organ tubuh akan berkurang, obat-obatan bekerja tidak secara normal, berat badan pasien semakin menurun, penyembuhan luka terhambat, kekebalan tubuh akan terganggu (sehingga mudah terserang penyakit infeksi), lama rawat di rumah sakit meningkat, dan angka kematian meningkat (Sunatrio, 2007). Menurut Kresnawan (2007), paramedik rumah sakit harus mengetahui indikasi dukungan nutrisi yang tepat untuk pasien tertentu, seperti pasien pascabedah dengan komplikasi, termasuk pasien kritis di ICU. Indikasi dukungan nutrisi dapat diketahui dengan menentukan kebutuhan kalori, protein dan lemak untuk pasien tersebut, termasuk memilih metode dukungan nutrisi yang sesuai dengan kondisi pasien, secara parenteral (infus), enteral (lewat saluran cerna) maupun kombinasi keduanya. Selain itu harus diperhatikan pula formula yang tepat sehubungan dengan kebutuhan dan jenis penyakit pasien seperti pada pasien DM dan ginjal, yang memerlukan asupan nutrisi sesuai dengan kondisinya. Daya Terima terhadap Makanan Menurut Nasoetion (1980), diacu dalam Hardinsyah et al. (1989) daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan makanan, melalui indera penglihat, pencium, pencicip, dan bahkan indera pendengar. Namun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Menurut Lowe, diacu dalam Hardinsyah et al. (1989) hal pertama yang dinilai dari suatu makanan adalah berdasarkan indera penglihat, yaitu meliputi warna, bentuk, ukuran dan sifat permukaan seperti halus, kasar, berkerut, dan sebagainya. Selain itu dinilai penyajian makan seperti pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan di tempat saji, termasuk penghias hidangan (Moehyi, 1997). Pasien yang selera makannya kurang sebaiknya diberi hidangan dalam porsi kecil-kecil (Beck, 1994). Untuk mengetahui daya terima makanan dilakukan dengan uji hedonik skala verbal. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Dalam hal ini, panelis mengemukakan tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik atau kualitas yang dinilai pada skala hedonik yaitu suka, biasa, dan tidak suka
20
(Hardinsyah et al. 1989). Daya terima terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit terdiri atas warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, serta kebersihan alat. Rasa makanan Rasa merupakan suatu komponen flavour yang terpenting karena mempunyai pengaruh yang dominan. Pada citarasa lebih banyak melibatkan indra kecapan (lidah). Penginderaan kecapan dapat dibagi menjadi empat rasa utama, yaitu asin, manis, pahit, dan asam. Masakan yang mempunyai variasi keempat macam rasa tersebut lebih disukai daripada hanya mempunyai satu macam rasa yang dominan (Winarno, 1997). Timbulnya respon tidak sama untuk rasa yang berbeda, respon terhadap rasa asin lebih cepat dibandingkan respon terhadap rasa pahit. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1997). Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan citarasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indra penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap berikutnya citarasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indra pencium dan indra pengecap (Moehyi, 1992a). Aroma Makanan Aroma yang dikeluarkan oleh setiap masakan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan akan memberikan aroma yang berbeda pula. Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Penggunaan panas yang tinggi dalam proses pemasakan makanan yang digoreng, dibakar, atau dipanggang akan menimbulkan aroma yang harum, berbeda dengan makanan yang direbus, hampir-hampir tidak mengeluarkan aroma yang merangsang, dalam hal ini disebabkan senyawa yang memancarkan aroma sedap larut air (Moehyi, 1992a). Umumnya aroma utama yang diterima oleh hidung dan otak yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno, 1997).
21
Tekstur makanan Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan diketahui bahwa perubahan tekstur dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelejar air liur (Winarno, 1997). Dengan tekstur kita dapat mengartikan kualitas makanan, dengan merasakan apakah dengan jari, lidah, gigi, atau langit-langit (tekak) (Sukarni dan Kusno, 1980). Menurut Beck (1994), makanan yang disajikan rumah sakit harus dapat dimakan dengan mudah, sebaiknya tidak membuat pasien berkutat dengan daging yang alot atau bersusah payah memisahkan tulang-tulang ikan satu persatu. Warna makanan Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Suatu bahan makanan yang bernilai gizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan bila memiliki warna yang tidak sedap dilihat atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno, 1997). Warna daging yang sudah berubah menjadi coklat kehitaman, warna sayur yang sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan, akan menjadi sangat tidak menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya (Moehyi, 1992a). Selain itu warna makanan tidak hanya membantu dalam menentukan kualitas, tetapi dapat pula memberitahukan banyak hal. Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan (Sukarni dan Kusno, 1980). Penerimaan warna suatu bahan makanan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 1997). Bentuk potongan Makanan biasanya akan menjadi lebih menarik bila disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu. Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan. Bentuk makanan waktu disajikan dapat dibedakan menjadi beberapa macam bentuk berikut ini :
22
1. bentuk yang sesuai dengan bentuk asli bahan makanan. Misalnya, ikan dan ayam panggang sering disajikan dalam bentuk aslinya dengan lengkap 2. bentuk yang menyerupai bentuk asli, tetapi bukan merupakan bahan makanan yang utuh. Ayam kodok, misalnya dibuat menyerupai ayam 3. bentuk yang diperoleh dengan cara memotong bahan makanan dengan teknik tertentu atau mengiris bahan makanan dengan cara tertentu 4. bentuk sajian khusus seperti bentuk nasi tumpeng atau bentuk lainnya yang khas (Sediaoetama, 1992). Suhu Menurut Winarno (1997), suhu mempengaruhi sensitivitas rasa di lidah, bila suhu tubuh di bawah 20oC atau di atas 30oC, sensitivitas rasa pada kuncup cecapan rasa di lidah berkurang. Makanan sedap dengan suhu panas akan mampu memancarkan aroma yang sedap, karena bau-bauan baru dapat dikenali bila berbentuk uap dan molekul-molekul komponen bau itu harus dapat merangsang otak, namun makanan yang panas pun dapat merusak kepekaan kuncup cecapan lidah. Makanan dingin akan membius kuncup cecapan hingga tidak peka lagi. Umumnya pada rumah sakit modern untuk mengurangi penurunan suhu (saat dilakukan distribusi makanan pasien), maka kereta makanan dilengkapi dengan alat pemanas (Moehyi, 1990). Kebersihan Alat Makan Pengawasan sanitasi (kebersihan) tidak hanya ditujukan pada bahan makanan, tetapi juga terhadap peralatan yang digunakan. Sanitasi peralatan makan perlu diperhatikan, agar tidak ada sisa makanan yang tertinggal atau menempel pada alat dan menjadi busuk sehingga merupakan tempat yang baik bagi tumbuhnya bakteri-bakteri (Moehyi, 1990). Selain itu, penggunaan alat yang bersih dalam penyajian makanan akan berpengaruh terhadap sisa makanan, apabila alat yang digunakan bersih ada kecenderungan makanan yang diberikan habis dimakan (Noras, 2000). Semua sendok garpu, piring, dan baki yang dipakai harus bersih (Beck, 1994). Hal yang juga perlu diperhatikan dalam penggunaan alat penyajian makanan adalah harus sesuai dengan volume makanan yang disajikan, agar tidak terlihat terlalu banyak atau terlalu sedikit (Noras, 2000).
23
KERANGKA PEMIKIRAN Hal yang sangat penting dalam ketersediaan makanan rumah sakit (RS) untuk Diabetisi adalah kebutuhan energi dan protein pasien Diabetes Mellitus (DM). Kebutuhan energi sehari pasien DM dapat diketahui berdasarkan angka metabolisme basal, aktivitas fisik, dan komplikasi penyakit, sedangkan kebutuhan protein Diabetisi ditetapkan PERKENI (2006) adalah sebesar 15-20% kebutuhan energi total sehari. Konsumsi pasien terhadap menu diet diabetes, berpengaruh langsung pada tingkat konsumsi energi dan protein. Tingkat konsumsi merupakan perbandingan konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein contoh. Tingkat konsumsi 100% terhadap ketersediaan energi dan protein, memberikan pengertian bahwa pasien menjalani terapi dietnya dengan baik juga sesuai kebutuhan energi dan protein Diabetisi. Jika belum maka pelaksanaan terapi diet pasien secara individu berjalan kurang efektif dalam upaya pengobatan pasien DM. Dalam mencapai tingkat konsumsi zat gizi optimal pada pasien perlu diketahui daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan. Variabel penentuan daya terima pasien yaitu melalui uji organoleptik terhadap kesukaan pada warna, suhu, tekstur, rasa, bentuk, aroma, variasi menu, dan kebersihan alat. Daya terima pasien yang positif dan responsif terhadap menu diet diperkirakan dapat mengurangi minat pasien mengkonsumsi makanan luar RS serta dapat mengefektifkan terapi diet pada pasien DM. Kontribusi
konsumsi
makanan
rumah
sakit
diperhitungkan
untuk
mengetahui seberapa besar makanan RS yang dikonsumsi dibandingkan dengan total konsumsi pasien.
24
Riwayat DM Contoh : Jenis Komplikasi Lama DM
Kebutuhan Energi & Protein
Sehari Contoh
Karakteristik contoh : Usia, Jenis kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, Aktifitas fisik, Status Gizi
Status perawatan DM Lama rawat
Ketersediaan Energi & Protein (Makanan yang Disajikan RS)
Jenis Diet DM
Konsumsi Energi & Protein Makanan Luar RS
Konsumsi
Daya Terima : Warna, Aroma, Tekstur, Rasa, Bentuk, Suhu, Variasi makanan, & Kebersihan alat
Energi & Protein
Kontribusi konsumsi Energi dan protein thd.
Makanan Disajikan
Selera & Kebiasaan makan
Total konsumsi (%)
Energi & Protein Infus
Tingkat Konsumsi Energi & Protein : - Terhadap Kebutuhan - Terhadap Ketersediaan
Keterangan : = variabel diteliti = variabel tidak diteliti = hubungan yang dianalisis = hubungan yang tidak dianalisis
Gambar I. Kerangka Pemikiran Tingkat Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus (DM) Rawat Inap terhadap Makanan yang Disajikan di bagian Penyakit Dalam RSUP Fatmawati Jakarta
25
METODE Desain, Tempat, dan Waktu penelitian Penelitian
ini
menggunakan
desain
cross
sectional
study
karena
pengambilan data dilakukan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik contoh dan hubungan antar variabel (Singarimbun dan Effendi, 1989). Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Fatmawati, Jakarta selama tiga bulan, yaitu Agustus-Oktober 2007. Lokasi tersebut dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati sebagai RS Badan Layanan Umum yang berfungsi sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan serta banyak menangani kasus Diabetes Mellitus. Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Contoh dalam penelitian ini merupakan pasien Diabetes Mellitus rawat inap IRNA B di bagian penyakit dalam RSUP Fatmawati. Pemilihan contoh dilakukan dengan cara purposive sampling (Singarimbun dan Effendi, 1995) dari sejumlah pasien rawat inap, dengan kriteria sebagai berikut : 1. pasien Diabetes Mellitus di bagian Penyakit Dalam IRNA B, kelas III 2. berusia lebih dari 17 tahun dan berkomunikasi dengan baik 3. pasien mendapat diet Diabetes Mellitus minimal dua hari, sehingga diharapkan pasien sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan rumah sakit dan makanan yang disajikan 4. pasien dalam keadaan sadar dan bersedia diwawancarai. Selama penelitian berlangsung terdapat 1505 pasien rawat inap di IRNA B. Jumlah penderita penyakit dalam di IRNA B kelas 3 yaitu 886 pasien, di antaranya 78 pasien menyandang DM berdasarkan diagnosis dokter. Pasien yang memenuhi kriteria tersebut di atas sebanyak 45 orang. Kemudian 45 orang pasien tersebut diwawancara dan diamati konsumsi energi dan proteinnya selama tiga hari berturut-turut dengan metode penimbangan. Sebanyak 40 pasien dengan data yang lengkap dijadikan contoh penelitian. Penjelasan lanjut mengenai cara pemilihan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.
26
Pasien rawat inap di bagian Penyakit Dalam IRNA B RSUPF 1505 orang
Pasien di bagian Penyakit dalam IRNA B kelas III 886 org.
Pasien penyandang DM berdasarkan diagnosis dokter 78 org.
Kriteria : Pasien calon contoh sesuai kriteria 45 org.
usia >17th, komunikasi baik, dirawat minimal 2 hari, & kondisi sadar
Wawancara & penimbangan makanan 3 hari
Data tidak lengkap 5 org.
Data lengkap 40 org.
Contoh penelitian
Gambar 2. Bagan Pemilihan Contoh Penelitian
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan pengamatan langsung, wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data primer meliputi : 1. karakteristik contoh meliputi jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan, status gizi, pendidikan, pekerjaan, dan aktivitas fisik 2. riwayat diabetes mellitus (DM) contoh meliputi lama DM, status perawatan di RS karena DM 3. kebutuhan energi dan protein sehari contoh 4. ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan RS 5. daya terima contoh terhadap makanan RS meliputi warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat 6. jenis makanan dari luar RS yang dikonsumsi contoh 7. konsumsi makanan contoh yang berasal dari RS dan dari luar RS.
27
Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner tentang karakteristik pasien, data riwayat DM, dan data daya terima tentang uji hedonik skala verbal. Data tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise untuk pasien yang dapat berdiri dan bagi pasien yang tidak dapat berdiri menggunakan pengukuran tinggi lutut (Chumlea et al. 1984, diacu dalam Gibson 1993). Data berat badan dikumpulkan dengan penimbangan menggunakan bath room scale. Data tinggi badan dan berat badan dikumpulkan pada saat hari ketiga pengamatan. Data status gizi dihitung berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) mengacu pada WHO (1995) dalam Effendi (1998) sebagai berikut : Status gizi (IMT)
= BB (kg) TB2 (m2)
Keterangan: BB (Berat Badan aktual), TB (Tinggi Badan aktual), Satuan (kg/m2)
Klasifikasi
status
gizi mengacu pada HISOBI (2004) dalam Tjokroprawiro
(2006). Kebutuhan Energi dan Protein Data kebutuhan total energi sehari contoh diperoleh melalui rumus total daily energy (TDE) menurut Almatsier (2004). TDE (Kal) = AMB (Kal) x FA x FI
Angka Metabolisme Basal (AMB) dihitung menggunakan dua rumus yaitu Harris Benedict (Almatsier, 2004) dan Rumus cepat yang digunakan Rumah Sakit Fatmawati menurut Almatsier (2004). Berikut ini merupakan perhitungannya secara rinci : •
Rumus AMBHarris Benedict : AMB Pria (Kal) = 66+(13.7xBB)+(5xTB)–(6.8xU) AMB Wanita (Kal) = 655+(9.6xBB)+(1.8xTB)–(4.7xU) Ket. : TB (Tinggi Badan dalam cm), U (Usia dlm. tahun), BB (BBI/Berat Badan Ideal)
Berat Badan Ideal (BBI) ditentukan dengan rumus Brocca yaitu : BBI (kg) = (Tinggi Badan dalam cm–100)–10%(Tinggi Badan – 100) •
Rumus AMBRumus Cepat RS Fatmawati : AMB Pria (Kal) = 30 Kal x kg BB AMB Wanita (Kal) = 25 Kal x kg BB
28
Penetapan faktor aktifitas dan faktor injuri (FI) menurut Hartono (2000), dapat dilihat secara rinci pada Tabel 6. Tabel 6. Faktor aktivitas (FA) dan faktor Injuri (FI) untuk Menetapkan Kebutuhan Energi Orang Sakit No. Jenis Aktivitas Faktor 1. 2.
Tirah-baring total Ambulasi
1.2 1.3
No. Jenis Injuri 1. Demam, per 10C 2. Infeksi Sedang 3. Infeksi Berat 4. Gagal hati 5. Stroke 6. Hipoglikemik, hiperglikemik 7. Gagal ginjal kronis (non-Dialisis) 8. Hemodialisis 9. Bedah elektif tanpa komplikasi Sumber : Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Hartono, 2000)
Faktor 1.13 1.2-1.3 1.4-1.5 1.5 1.1 1.0 1 1-1.05 1.1
Kebutuhan total energi sehari yang diperhitungkan dibedakan atas TDE Harris Benedict (TDEHB) dan TDE rumus cepat RS (TDERumus RS). Kebutuhan protein pasien dibedakan atas kebutuhan untuk pasien komplikasi non-ginjal & non-hati dan kebutuhan pasien DM dengan komplikasi ginjal & hati. Perhitungan kebutuhan protein pasien DM komplikasi non-ginjal & non-hati berdasarkan PERKENI 2006 yaitu 15-20% kebutuhan energi total, sedangkan kebutuhan protein berdasarkan ketetapan RS yaitu 10-15%, yang diberikan dalam jenis diet DM non-rendah protein (DM non-RP). Kebutuhan protein untuk pasien DM komplikasi ginjal dan hati ditetapkan sebesar 40 g, dalam jenis diet DM rendah protein 40 g (DM RP40) berdasarkan ketentuan rumah sakit Fatmawati. Untuk jumlah kalori kurang dari 2100 Kal adalah 40 g, sedangkan
pada diet DM lebih dari 2100 Kal adalah 50 g, berdasarkan
ketetapan RS. Ciptomangunkusumo (Almatsier, 2004). Data ketersediaan dan konsumsi makanan pasien (gram) untuk makan pagi, siang, sore serta selingan dari makanan yang disajikan rumah sakit dikumpulkan
dengan
penimbangan
makanan
yang
disediakan
sebelum
dikonsumsi dan makanan sisa (Food Weighing Method). Data jenis dan konsumsi
makanan dari luar rumah sakit (gram) diperoleh dengan Recall
Method. Standar porsi adalah jumlah makanan yang harus disediakan berdasarkan ketetapan rumah sakit menurut kasus contoh sesuai dengan perolehan jenis diet,
29
diklasifikasikan menjadi diet DM I (1100 Kal), DM II (1300 Kal), DM III (1500 Kal), DM IV (1700 Kal), DM V (1900 Kal), DM VI (2100 Kal), DM VII (2300 Kal), DM VIII (2500 Kal). Klasifikasi jenis diet tersebut mengacu pada pedoman RS. Cipto Mangunkusumo (Almatsier, 2004). Terdapat dua jenis diet yang ditetapkan RS. Fatmawati dalam jumlah kalori tinggi seperti diet DM VIII+ (2700 Kal) dan diet DM VIII++ (2900 Kal). Pemilihan diet sesuai klasifikasi tersebut menurut status gizi Diabetisi berdasarkan IMT dan kondisi keparahan penyakit pasien seperti pada kasus gangren dan kondisi pasca bedah. Data daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner tentang uji hedonik skala verbal. Pengamatan ketersediaan, konsumsi, dan daya terima pasien terhadap makanan yang disajikan rumah sakit dilakukan selama tiga hari berturut-turut setiap waktu makan pagi, siang, dan makan malam. Data kandungan energi dan protein infus diketahui berdasarkan jenis infus, yang diperoleh dari pengamatan langsung dan dokumen rekam medis pasien. Data sekunder meliputi : 1. gambaran umum RSUP Fatmawati meliputi sejarah, visi dan misi, pelayanan dan fasilitas, tipe kelas perawatan, kapasitas tempat tidur, serta struktur organisasi 2. gambaran umum instalasi gizi RS meliputi struktur organisasi, tenaga kerja, pelayanan gizi (penyediaan, pengolahan dan pendistribusian makanan, penyuluhan gizi di rawat inap, penyuluhan dan konsultasi gizi, penelitian dan pengembangan gizi terapan) 3. data jenis komplikasi dan lama perawatan. Gambaran umum rumah sakit dan keadaan umum instalasi gizi RSUP Fatmawati diperoleh dari bagian pusat penyimpanan data rumah sakit, buku profil rumah sakit, wawancara dengan pegawai, dan pengamatan langsung. Data jenis komplikasi dan lama rawat diperoleh dari bagian Instalasi Rekam Medik RSUP Fatmawati. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan Data Data karakteristik contoh yang meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, dan data riwayat DM contoh meliputi jenis komplikasi, lama DM, lama perawatan, status perawatan di rumah sakit karena
30
DM dikelompokkan atas beberapa kategori tertentu, data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Data tinggi badan pasien yang tidak dapat berdiri dapat diketahui, dengan memasukkan hasil pengukuran tinggi lutut ke dalam rumus (Chumlea et al. 1984, diacu dalam Gibson 1993) sebagai berikut : Tinggi Badan Laki-laki (cm)= [2.02 x Panjang lutut (cm)] – [0.04 x umur (tahun)] + 64.19 Tinggi Badan Wanita (cm) = [1.83 x Panjang lutut (cm)] – [0.24 x umur (tahun)] + 84.88
Kebutuhan Energi dan Protein Data kebutuhan energi selama sehari contoh diperoleh melalui rumus kebutuhan energi total sehari (TDE) mengacu Almatsier (2004), data diolah menggunakan program komputer Microsoft Excel. Data kebutuhan protein sehari contoh dihitung menggunakan program komputer Microsoft Excel. Tabel 7. Peubah dan Kategori Peubah No Data atau Peubah Kategori 1
Usia contoh (tahun) (Papalia dan Olds, 1986)
a. Dewasa awal (20-40)
2
Jenis kelamin
a. Wanita
3
Pendidikan
a. Tidak Sekolah
4
c.
Pekerjaan
6
Dewasa akhir (>65) b. SD
c. Tidak tamat SD
f. SMA
h.
i. Tidak tamat PT
Akademi/diploma
d. SMP
g. Tidak tamat SMA
a. IRT b. Wiraswasta c. Peg.Swasta d. PNS e. Perawat
Status Gizi berdasarkan IMT (kg/m2) (HISOBI 2004, diacu dalam Tjokroprawiro 2006) Jenis komplikasi
Pensiunan ABRI
d. Obesitas I (25-29.9) a. Ginjal
b. Hati
c. Paru-paru
d. Hipoglikemi
f. Gangren
h. Retinopati
j. Hipertensi
Lama DM (tahun)
a. <1
8
Lama perawatan
a. 5 hari
9
Status
RS
h. Supir Angkot
e. Obesitas II (≥30)
e. Dispepsi & Gastroentritis
7
di
g. Pekerja Lepas
a. Kurus (<18.5) b.Normal (18.5-22.9) c.At Risk (23-24.9)
k. Jantung
perawatan
b. Pria
e. Tidak tamat SMP
f. 5
b. Dewasa menengah (40-65)
i. Neuropati l. Prostat
b. 1-5
a. pernah
g. KAD
c. 6-10
b. 6-10 hari
d. 11-15
e. >15
c. > 10 hari
b. tidak pernah
karena DM 10
Daya terima contoh terhadap makanan (Sukandar diacu dalam Primadhani, 2006)
a. kurang: <25% b. sedang: 25%≤y<54% c. baik: y≥54% y = skala nilai contoh y = (nilai contoh – nilai minimal) (nilai maksimal – nilai minimal)
x 100%
31
Ketersediaan dan Konsumsi Energi & Protein Perhitungan ketersediaan dan konsumsi energi (Kal) dan protein (gram) pasien terhadap makanan rumah sakit (gram) dan makanan luar rumah sakit (gram) diperoleh melalui konversi menggunakan Soft program-daftar komposisi zat gizi bahan makanan (DKBM) (Departemen Gizi Masyarakat IPB). Perhitungan rata-rata ketersediaan dan konsumsi energi (Kal) dan protein (gram) terhadap makanan disajikan rumah sakit, yang diamati selama tiga hari adalah sebagai berikut : Rata-rata Ketersediaan Energi (Kal) dan Protein (gram) = Jumlah ketersediaan energi dan protein (H1+H2+H3) 3 Rata-rata Konsumsi Energi (Kal) dan Protein (gram) = Jumlah konsumsi energi dan protein (H1+H2+H3) 3 Keterangan : H1 : Hari pertama pengamatan H2 : Hari kedua pengamatan H3 : Hari ketiga pengamatan
Data kandungan energi dan protein infus diketahui menurut pedoman cairan Infus yang dikeluarkan PT. Otsuka Indonesia (2003). Dextrose 5% mengandung energi 200 Kal/l, Dextrose 10% mengandung energi 400 Kal/l, Flashbumin 20% mengandung protein 60 g/l. Tingkat Ketersediaan Energi dan protein Tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein contoh dihitung dengan menggunakan rumus Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes (1996) : Tingkat Ketersediaan Energi
= Jumlah Energi Makanan yang disajikan x 100% Kebutuhan Energi
Tingkat Ketersediaan Protein
= Jumlah Protein Makanan yang disajikan x 100% Kebutuhan Protein
Klasifikasi tingkat ketersediaan energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein contoh mengacu ketetapan Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes (1996) yaitu : 1. tingkat ketersediaan defisit (<90% angka kebutuhan) 2. tingkat ketersediaan normal (90-120% kebutuhan) 3. tingkat ketersediaan lebih (>120% kebutuhan).
32
Perhitungan tingkat ketersediaan energi dibedakan menurut rumus perhitungan Harris Benedict (TKEHB) dan menurut perhitungan rumus cepat RS (TKERumus
RS).
Sedangkan, tingkat ketersediaan protein dibedakan atas tingkat
ketersediaan untuk contoh komplikasi non-ginjal dan non-hati (TKetersedPDM RP)
non-
dan contoh dengan komplikasi ginjal dan hati (TKetersedPDM RP40). Daya Terima Contoh terhadap Makanan yang Disajikan Rumah Sakit Penilaian daya terima contoh terhadap makanan yang disajikan diuji
dengan Uji Hedonik Skala Verbal dengan menanyakan penilaian indrawi terhadap sembilan atribut makanan. Atribut makanan yaitu warna, aroma, tekstur, rasa (lauk dan sayuran), bentuk, suhu, kebersihan alat, variasi menu. Tingkat kesukaan masing-masing atribut makanan dibedakan atas suka, biasa, tidak suka. Setiap jawaban pertanyaan mendapatkan skor (1) jika menjawab tidak suka, (2) jika menjawab biasa, (3) jika menjawab suka (Hardinsyah et al. 1989). Nilai atribut makanan terendah adalah 27 (1TS x3hari x 9atribut) dan nilai atribut makanan tertinggi 81 (3suka x3hari x 9atribut). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Skor Pengolahan Data Daya Terima Contoh terhadap Makanan yang Disajikan Tiap Waktu Makan Skor (Pagi/Siang/Malam) No. Penilaian Tidak suka
Biasa
Suka
1
Warna
1
2
3
2
Aroma
1
2
3
3
Tekstur
1
2
3
4
Bentuk
1
2
3
5
Rasa Lauk
1
2
3
6
Rasa Sayur
1
2
3
7
Suhu
1
2
3
8
Variasi menu
1
2
3
9
Kebersihan alat
1
2
3
9
18
27
9 x 3 = 27
18 x 3 = 54
27 x 3 = 81
Total Hari pengamatan (3)
Total skor penilaian atribut makanan tiap contoh dikonversikan sehingga berada pada rentang 0-100% berdasarkan rumus (Sukandar, diacu dalam Primadhani 2006) : Y = (nilai contoh – nilai minimal) x 100 % (nilai maksimal – nilai minimal)
33
Klasifikasi daya terima (y) dikategorikan menjadi tiga yaitu : daya terima rendah (jika y<25%), daya terima sedang (jika 25% ≤ y < 54%), dan daya terima tinggi (jika ≥ 54%). Tingkat Konsumsi Energi dan Protein • Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan (TKons) Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan diperoleh dengan rumus Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes (1996) : Tingkat Konsumsi Energi Tingkat Konsumsi Protein
= Jumlah Energi Mkn. RS yang dikons. (g) x 100 % Jumlah Energi Mkn. yang disajikan (g) = Jumlah Protein Mkn. RS yang dikons. x 100 % Jumlah Protein Mkn. yang disajikan (g)
Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes (1996) dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu : 1. TKons. defisit tingkat berat (<70% angka ketersediaan) 2. TKons. defisit tingkat sedang (70–79% angka ketersediaan) 3. TKons. defisit tingkat ringan (80–89% angka ketersediaan) 4. TKons. normal (90–100% angka ketersediaan). • Tingkat Kecukupan Energi dan Protein (TKec) Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan disebut tingkat kecukupan diperoleh dengan rumus : Tingkat Kecukupan Energi Tingkat Kecukupan Protein
= Jumlah Energi Mkn. RS yang dikons. x 100 % Kebutuhan Energi = Jumlah Protein Mkn. RS yang dikons. x 100 % Kebutuhan Protein
Tingkat kecukupan energi dan protein, menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes (1996) dikelompokkan menjadi 5 kategori, yaitu : 1. TKec. defisit tingkat berat (<70% angka kebutuhan) 2. TKec. defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan) 3. TKec. defisit tingkat ringan (80-89% angka kebutuhan) 4. TKec. normal (90-119% angka kebutuhan) 5. TKec. di atas angka kebutuhan (≥120% angka kebutuhan). Tingkat kecukupan energi yang diperhitungkan yaitu tingkat kecukupan Harris Benedict (TKecEHB) diperoleh melalui perhitungan TDEHB dan tingkat kecukupan rumus cepat RS (TKecERumus
RS)
melalui perhitungan TDERumus
RS.
34
Sedangkan, tingkat kecukupan protein dibedakan atas tingkat kecukupan untuk contoh komplikasi non-ginjal dan non-hati (TKecPDM
non-RP)
dan contoh dengan
komplikasi ginjal dan hati (TKecPDM RP40). Tabel 9. Peubah dan Kategori Peubah Tingkat Konsumsi No Data atau Peubah Kategori 1
Infus (nutrisi parenteral)
a. ya
b. tidak
2
Konsumsi makanan luar RS
a. ya
b. tidak
3
Tingkat
a. defisit (<90% angka kebutuhan)
dan
ketersediaan
protein
terhadap
energi
makanan
kebutuhan
RS
energi
b. normal (90 -120% angka kebutuhan) c. lebih (>120% angka kebutuhan)
dan protein contoh (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes 1996) 4
Tingkat konsumsi energi dan protein makanan RS terhadap ketersediaan protein (Direktorat
energi
dan
makanan Bina
RS
a.Defisit tingkat berat
b. Defisit tkt.sedang
(<70% angka ketersediaan) b.Defisit tingkat ringan
(70-79% ketersediaan) d. Normal
(80-89% ketersediaan)
(90-100% ketersediaan)
Gizi
Masyarakat, Depkes 1996) 5
Tingkat kecukupan energi dan protein makanan RS (tingkat
a. Defisit tingkat berat
(<70% angka kebutuhan)
konsumsi terhadap kebutuhan
c. Defisit tingkat ringan
energi dan protein) (Direktorat
(80-89% kebutuhan)
Bina Gizi Masyarakat, Depkes
b. Defisit tingkat sedang (70-79% angka kebutuhan)
d. Normal (90-119% kebutuhan)
e. Di atas angka kebutuhan (≥120% angka kebutuhan)
1996)
Kontribusi Konsumsi Makanan Rumah Sakit,Luar Rumah Sakit dan Asupan Infus Kontribusi konsumsi energi dan protein makanan rumah sakit (RS) merupakan persentase konsumsi makanan RS terhadap total konsumsi makanan melalui perhitungan : Kontribusi Kons. Energi Mkn. RS (%) = Kons. E Mkn. RS x 100% Kons. E (Mkn. RS + Infus + Mkn. luar RS) Kontribusi Kons. Protein Mkn. RS (%) = Kons. Prot. Mkn. RS x 100% Kons. Prot. (Mkn. RS + Infus + Mkn. luar RS) Keterangan : Kontribusi Kons. Energi Mkn. RS Kontribusi Kons. Protein Mkn. RS Mkn. RS Mkn. luar RS
= Kontribusi konsumsi energi makanan RS = Kontribusi konsumsi protein makanan RS = Makanan rumah sakit = Makanan luar rumah sakit
35
Kontribusi konsumsi energi dan protein makanan luar RS merupakan persentase konsumsi energi dan protein makanan luar RS terhadap total konsumsi energi dan protein makanan pasien, dengan perhitungan sebagai berikut : Kontribusi Kons. Energi (Mkn. luar RS) (%) = Kons. E (Mkn. luar RS) x 100% Kons. E (Mkn. RS + Infus + Mkn. luar RS) Kontribusi Kons. Protein (Mkn. luar RS) (%) = Kons.Prot. (Mkn. luar RS) x 100% Kons.Prot (Mkn. RS + Infus + Mkn. luar RS) Keterangan : Kontribusi Kons. Energi (Mkn. Luar RS) = Kontribusi konsumsi energi makanan luar RS Kontribusi Kons. Protein (Mkn. Luar RS) = Kontribusi konsumsi protein makanan luar RS
Kontribusi energi dan protein infus merupakan persentase energi dan protein infus terhadap total konsumsi energi dan protein makanan pasien, dengan perhitungan : Kontribusi Kons. Energi (Infus) (%) = Kons. E (Infus) x 100% Kons. E (Mkn. RS + Infus + Mkn. Luar RS) Kontribusi Kons. Protein (Infus) (%) = Kons. Prot (Infus) x 100% Kons. Prot (Mkn. RS + Infus + Mkn. Luar RS) Keterangan : Kontribusi Kons. Energi (Mkn. luar RS) = Kontribusi konsumsi energi makanan luar RS Kontribusi Kons. Protein (Mkn. luar RS) = Kontribusi konsumsi protein makanan luar RS
Analisis data Data yang didapatkan diolah dan dianalisis secara statistika deskriptif dan inferensial dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS 13 for Windows. Hubungan daya terima makanan RS dan konsumsi energi dan protein dianalisis, melalui persentase tingkat konsumsi energi dan protein dengan persentase daya terima menggunakan uji korelasi Spearman melalui program SPSS 13 for Windows.
36
Definisi Operasional Contoh adalah pasien Diabetes Mellitus di bagian Penyakit Dalam IRNA B kelas III, berusia lebih dari sama dengan 17 tahun, berkomunikasi baik, sudah mendapat pelayanan makanan dan minuman minimal dua hari di rumah sakit (RS), dalam keadaan sadar, dan bersedia diwawancara. Rawat Inap adalah pelayanan terhadap contoh yang masuk RS yang menempati tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosa, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya. Lama perawatan adalah jumlah hari rawat contoh menjalani rawat inap. Instalasi Gizi adalah suatu unit di RSUP Fatmawati yang bertanggungjawab dalam segala kegiatan pelayanan gizi RS. Kebutuhan Energi dan Protein adalah jumlah energi dan protein (zat gizi) minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat. Ketersediaan Energi dan Protein adalah jumlah energi dan protein dalam makanan yang disajikan RS untuk contoh dalam satu hari. Konsumsi Energi dan Protein adalah jumlah energi dan protein dari makanan yang disajikan RS yang dikonsumsi contoh. Makanan yang disajikan RS adalah makanan menu diet DM yang disediakan oleh instalasi gizi untuk pasien rawat inap DM contoh. Standar porsi adalah jumlah makanan yang harus disediakan berdasarkan ketetapan RS menurut kasus contoh sesuai dengan perolehan jenis diet. Tingkat ketersediaan Energi dan Protein terhadap kebutuhan Energi dan Protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein makanan yang disajikan RS terhadap kebutuhan energi dan protein contoh dikali 100% (dalam %). Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap ketersediaan energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi contoh terhadap ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan RS dikali 100% (dalam persen). Tingkat konsumsi energi dan protein terhadap kebutuhan energi dan protein adalah perbandingan jumlah energi dan protein yang dikonsumsi dari makanan yang disajikan RS terhadap kebutuhan energi dan protein contoh dikali 100% (dalam persen). Kontribusi makanan RS adalah perbandingan konsumsi energi dan protein makanan yang disajikan RS terhadap total konsumsi energi dan protein contoh (konsumsi makanan RS, makanan luar RS, infus).
37
Kontribusi makanan luar RS adalah perbandingan konsumsi energi dan protein makanan luar RS terhadap total konsumsi energi dan protein contoh. Kontribusi Infus adalah perbandingan energi dan protein infus terhadap total konsumsi energi dan protein. Daya
Terima
Makanan
adalah
tanggapan
contoh
mengenai
tingkat
kesukaannya terhadap kualitas atribut makanan RS yang dinilai berdasarkan tiap waktu makan selama tiga hari pengamatan, dengan variabel pengamatan warna, aroma, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat yang disajikan oleh instalasi gizi. ADI (Accepted Daily Intake) adalah asupan zat gizi yang dapat diterima oleh tubuh, yang menggambarkan jumlah 100 kali lebih kecil dibandingkan tingkat maksimum yang tidak memperlihatkan efek samping dalam penelitian hewan.
38
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum RSUP Fatmawati Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati terletak di wilayah Jakarta Selatan dengan luas bangunan 57.457,50 m2 dan luas tanah 13 Ha. Sebagai RS badan layanan umum (BLU) yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi wilayah Jakarta Selatan dan juga berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan.
Gambar 3. Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta Selatan
Sejarah Singkat Tahun 1953, Ibu Fatmawati memiliki gagasan untuk mendirikan rumah sakit Tuberculose Anak untuk perawatan dan tindakan rehabilitasinya. Tahun 1961 berubah fungsi menjadi Rumah Sakit Umum dan 15 April 1961 ditetapkan sebagai Hari Jadi rumah sakit Fatmawati. Akhir tahun 2005, menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Departemen Kesehatan dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. Visi dan Misi Visi RSUP Fatmawati adalah menjadi rumah sakit terkemuka yang memberikan pelayanan melampaui harapan pelanggan, dengan memberikan pelayanan prima, efisien dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, melakukan perbaikan secara berkesinambungan, proaktif serta berorientasi kepada pelanggan. Misi RSUP Fatmawati antara lain memberikan pelayanan medis yang sesuai dengan standar pelayanan dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, melakukan perbaikan secara berkesinambungan, proaktif serta berorientasi kepada pelanggan. Memfasilitasi dan meningkatkan pendidikan, pelatihan, dan penelitian untuk pengembangan sumber daya manusia dan pelayanan.
39
Pelayanan Medis, Fasilitas Pelayanan, Pelayanan Penunjang Pelayanan Medis terdiri atas Pelayanan unggulan (Bedah Orthopaedi dan Rehabilitasi Medis, Rawat Darurat, Rawat Jalan, Rawat Inap), Pelayanan Terpadu (Poli VCT, Tumbuh Kembang, Klinik Remaja, Perinatal Resiko Tinggi, dll), Pelayanan Pemeliharaan Kesehatan (MCU dan klub), Klinik Dokter Spesialis. Fasilitas pelayanan terdiri atas Unit Emergensi, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Bedah Sentral, intensive care unit (ICU), cardiac emergency unit (CEU), Haemodialisa, NICU / PICU, medical check up (MCU), Pelayanan Unggulan Terpadu (Poli Konseling ODHA Wijaya Kusuma, Klinik Tumbuh Kembang, Klinik Kesehatan Remaja, Kanker/PPKT), Praktek Dokter Spesialis ( PDS), Klub Kesehatan (stroke, asma, diabetes, kanker, osteoporosis, geriatri, jantung sehat). Pelayanan penunjang terdiri atas Farmasi/Apotek (24 jam), Laboratorium Klinik (24 jam), Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Patologi Anatomi, Radiologi dan Kedokteran Nuklir (24 jam) (CT Scan, C-Arm, Mammography). Diagnostik Penunjang (ECG, EEG, EMG, Echo-Cardiograph Color dan Doppler Audiometric), Instalasi Gizi, Instalasi Forensik dan Perawatan Jenazah, Instalasi Sterilisasi dan Sentralisasi Binatu.
Gambar 4. Fasilitas Penunjang Laboratorium dan Apotek
Kapasitas Tempat Tidur Kapasitas tempat tidur terdiri atas kelas VIP sebanyak 45 buah, Kelas I utama sebanyak 30 buah, kelas I standar 22 buah, kelas II utama 97 buah, kelas II standar 52 buah, kelas III 226 buah, kelas bayi 45 buah. Total kapasitas tempat tidur 517 buah.
40
Gambaran Umum Instalasi Gizi Komponen Ketenagaan Berdasarkan jenis kegiatan ketenagaan terdiri atas dokter spesialis gizi klinik (1 orang), ahli gizi (16), pengatur gizi (3), administrasi (1), pengolah makanan (28), pramusaji (36). Berdasarkan jenis pendidikan terdiri atas dokter spesialis gizi klinik (1), sarjana pertanian jurusan gizi (1), sarjana kesehatan masyarakat (1), DIV Gizi & Sarjana Ekonomi (1), DIV Gizi (2), DIII Gizi (11), D1 Gizi (3), SMA (5), SMKK (26), SMIP (1), KPAA (5), SMP (21), SD (7).
Gambar 5. Instalasi Gizi dan Ketenagaan
Kegiatan Pelayanan Gizi Pelayanan gizi Instalasi Gizi RSUP Fatmawati dikelompokkan menjadi 4 antara lain Penyediaan, Pengolahan dan Penyaluran Makanan; Pelayanan Gizi Ruang
Rawat
Inap;
Penyuluhan
dan
Konsultasi
Gizi;
Penelitian
dan
Pengembangan Gizi terapan. Penyediaan, Pengolahan, dan Penyaluran Makanan Penyusunan Anggaran Belanja Makanan (PABN) PABN adalah kegiatan perhitungan jumlah biaya yang diperlukan untuk penyediaan bahan makanan bagi konsumen yang dilayani di RSUP Fatmawati. PABN dibuat 8 bulan sebelum tahun anggaran baru dengan langkah-langkah antara lain penetapan standar pemberian makanan pasien sesuai kelas perawatan dan menghitung indeks harga makanan per orang per hari, menghitung anggaran bahan makanan setahun. Perencanaan Menu Perencanaan menu yang bertujuan agar tersedianya beberapa buah susunan menu yang akan dipakai seperti siklus menu 10 hari, pengumpulan hidangan yang umum dan populer, membuat pola menu dan master menu yang memuat garis besar frekuensi penggunaan bahan makanan sesuai siklus menu.
41
Standar Bumbu Standar bumbu yang digunakan ada 4 macam antara lain standar bumbu A (digunakan untuk kalio, sambal goreng. Bahan dasarnya adalah bawang merah, bawang putih, cabe merah, gula merah, kemiri. Standar bumbu B (digunakan untuk resep opor, kari, gudeg. Bahan dasarnya adalah bawang merah dan putih, gula merah, kemiri). Standar bumbu C (digunakan untuk sop dan sejenisnya. Bahan dasarnya adalah bawang merah dan putih, lada). Standar bumbu D (untuk tumisan, pindang. Bahan dasarnya bawang merah dan putih, cabe merah, daun salam, laos). Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan Perencanaan kebutuhan bahan makanan adalah kegiatan perhitungan kebutuhan bahan makanan yang diperlukan pada periode waktu tertentu yaitu bulanan atau tiga bulanan. Langkah-langkahnya antara lain menentukan jumlah pasien, menentukan standar porsi tiap bahan makanan dan berat kotor, menghitung berapa kali pemakaian bahan makanan setiap siklus menu, menghitung perkiraan sisa bahan makanan dalam periode terdekat dengan awal pembelian yang akan datang. Pembelian dan Pemesanan Bahan Makanan Pembelian bahan makanan dilakukan oleh tim pengadaan barang non medik dan gizi. Pelaksanaan pembelian antara lain dilakukan melalui pelelangan umum dan terbatas, penunjukkan langsung, maupun pembelian langsung. Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan permintaan bahan makanan berdasarkan menu atau pedoman menu dan rata-rata jumlah pasien yang dilayani. Langkah-langkahnya antara lain ahli gizi membuat rekapitulasi kebutuhan bahan makanan untuk esok hari dengan cara standar porsi x jumlah pasien. Bila sudah disetujui kepala instalasi gizi, surat pesanan diserahkan pada rekanan yang telah ditetapkan. Untuk bahan makanan segar akan dipesan setiap hari, sementara bahan makanan kering akan dipesan 1-2 kali dalam 1 bulan. Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyaluran Bahan Makanan Penerimaan bahan makanan adalah kegiatan yang meliputi pemeriksaan atau penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan dan spesifikasi yang telah ditetapkan. Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara menata,
42
menyimpan, memelihara, menjaga keamanan bahan makanan kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya. Penyaluran bahan makanan adalah tata cara mendistribusikan bahan makanan berdasarkan permintaan harian, yang bertujuan agar tersedianya bahan makanan siap pakai dengan kualitas dan kuantitas yang tepat sesuai kebutuhan. Persiapan Bahan Makanan Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam rangka menyiapkan bahan makanan dan bumbu-bumbu (yang siap untuk dimasak sesuai dengan standar resep), serta peralatan sebelum dilakukan pemasakan. Pengolahan dan Pendistribusian Makanan Pengolahan makanan dilakukan sesuai dengan menu yang telah ditetapkan dan menu pilihan. Pengolahan makan pagi dilakukan pada pukul 03.00 sampai dengan pukul 06.00 pagi, sedangkan untuk makan siang dan snack pagi dilakukan pukul 08.00 sampai dengan pukul 10.30, sedangkan untuk makan sore dilakukan pukul 12.00 sampai dengan pukul 15.30.
Gambar 6. Pemorsian Susu dan Pengolahan Makanan
Pendistribusian makanan adalah serangkaian kegiatan penataan makanan ke dalam alat makan sesuai diet dan penyaluran makanan ke ruang rawat inap sampai ke pasien sesuai diet. Pendistribusian makanan dilakukan secara sentralisasi, makanan ditata dalam alat makan di instalasi gizi.
Gambar 7. Pemorsian dan Pendistribusian Makanan Pasien
43
Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap Pada tahap penapisan dan pengkajian berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, antropomentri, laboratorium, dan pemeriksaan lainnya, dokter akan menetapkan apakah pasien memerlukan terapi atau tidak. Bila memerlukan terapi diet, maka akan dilakukan intervensi lanjut oleh dietisien. Selama dirawat pasien memperoleh penyuluhan gizi agar diperoleh penyesuaian paham mengenai dietnya. Makanan khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan kemudian dari tempat pengolahan makanan didistribusikan lagi ke pasien di ruang rawat inap. Pasien diamati dan dievaluasi asupan makanannya, bila diperlukan perubahan diet, maka akan dikoordinasikan lanjut pada dokter yang merawat pasien oleh dietisien.
Gambar 8. Evaluasi Diet Pasien
Penyuluhan dan Konsultasi Gizi Penyuluhan
dan
konsultasi
gizi
merupakan
serangkaian
kegiatan
penyampaian pesan-pesan gizi yang bertujuan untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku sehat bagi individu dan masyarakat RS (pasien, keluarga, dan petugas RS). Konsultasi gizi perorangan diberikan kepada pasien-pasien rawat inap dan rawat jalan yang memerlukan terapi diet. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Gizi terapan Kegiatan penelitian dan pengembangan gizi adalah kegiatan yang mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan gizi. Jenis kegiatan disusun berdasarkan urutan dan prioritas yang dianggap penting dan sesuai kebutuhan. Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dua sampai tiga topik dalam satu tahun. Perencanaan penelitian dibuat ahli gizi, sedangkan pelaksanaannya oleh mahasiswa praktek kerja lapang (PKL) di instalasi gizi RSUP Fatmawati.
44
Karakteristik Contoh Jenis Kelamin dan Usia Sebanyak 60% contoh adalah wanita. Sebagian besar contoh berada pada rentang usia dewasa menengah (40-65 tahun) yaitu 87.5%, dewasa awal 7.5 % dan dewasa akhir 5%. Tabel 10. Sebaran Contoh berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis kelamin Kelompok Umur Wanita Pria
Total
n
%
n
%
n
%
Dewasa Awal (20-40 tahun)
2
5
1
2.5
3
7.5
Dewasa Menengah (40-65 tahun)
21
52.5
14
35
35
87.5
Dewasa Akhir (>65 tahun)
1
2.5
1
2.5
2
5
Total
24
60
16
40
40
100
Hasil penelitian dilaporkan dalam buku Konsensus PERKENI (2006), orang yang beresiko DM berusia lebih dari 45 tahun. Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan Tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan contoh sangat bervariasi, yang dikelompokkan menjadi 6 tingkat pendidikan dan 8 jenis pekerjaan. Tamatan SLTP dan SMU masing-masing 30% contoh. Separuh contoh berprofesi sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan pegawai swasta 25% contoh. Tabel 11. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Pekerjaan dan Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan
Tidak Sekolah
SD
Tingkat Pendidikan Tamat Tamat Tamat SD SLTP SMU
Total Univ./Akademi
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
IRT
2
5
3
7.5
3
7.5
9
22.5
2
5
1
2.5
20
50
Wiraswasta
0
0
1
2.5
0
0
0
0
1
2.5
0
0
2
5
Peg.Swasta
0
0
0
0
1
2.5
1
2.5
7
17.5
1
2.5
10
25
PNS
0
0
0
0
1
2.5
0
0
0
0
0
0
1
2.5
Perawat Pensiun ABRI Pekerja Lepas
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2.5
0
0
1
2.5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2.5
1
2.5
2
5
0
0
0
0
2
5
1
2.5
0
0
4
10
Supir angkot
0
0
1
2.5
0
0
0
0
0
0
0
0
1
2.5
Total
4
10
5
13
5
12.5
12
30
12
30
3
7.5
40
100
Pendidikan tertinggi pasien menunjang tingkat pengetahuan tentang kesehatan, penerimaan informasi formal lebih mudah diterima (Tupitu, 2006).
45
Status Gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh Status gizi 32.5% contoh tergolong normal, 32.5% gemuk, dan 17.5% kurus. Tidak ada contoh yang mengalami Obesitas II. Status gizi kurus contoh memiliki kisaran antara 14.84-17.63 kg/m2 dan status gizi gemuk contoh memiliki kisaran antara 26.45-28.44 kg/m2. Tabel 12. Sebaran Contoh berdasarkan Status Gizi (Klasifikasi HISOBI tahun 2004) Status Gizi berdasarkan Wanita Pria Total IMT (kg/m2) n % n % n % Kurus (underweight) <18.5 1 2.5 6 15.0 7 17.5 10
25.0
3
7.5
13
32.5
4 4 0
10.0 10.0 0.0
3 2 0
7.5 5.0 0.0
7 6 0
17.5 15.0 0.0
Tidak tersedia
5
12.5
2
5.0
7
17.5
Total
24
60.0
16
40.0
40
100.0
Normal 18.5-22.9 Gemuk (overweight) ≥23 At Risk 23-24.9 Obesitas I 25-29.9 Obesitas II ≥30
Sebanyak 17.5% (n=7) contoh tidak tersedia data status gizi, karena tidak dapat ditimbang berat badannya disebabkan kondisi pasien yang tidak mampu berdiri, meskipun tinggi badan dapat diukur dengan rumus tinggi lutut. Hal ini disebabkan komplikasi yang diderita cukup parah seperti hipertensi dan gangren. Hasil penelitian dilaporkan dalam buku Konsensus PERKENI (2006), orang yang beresiko DM antara lain usia lebih muda (dari 45 tahun) dengan IMT >23 kg/m2 disertai faktor resiko seperti kebiasaan tidak aktif. Pada Diabetisi yang mengalami kegemukan, tingginya proporsi kelebihan lemak tubuh terletak di bagian intra-Abdominal (bagian dalam perut). Hal ini menyebabkan banyaknya gangguan metabolik dan akibat fisiologis, seperti resistensi insulin, terganggunya toleransi glukosa, dislipidemia, dan hipertensi (Heimburger dan Ard, 2006). Status Gizi dan Jenis Diet DM Penetapan jenis diet DM didasarkan oleh status gizi pasien. Pasien yang berstatus gizi gemuk (IMT≥23 kg/m2) akan memperoleh jenis diet rendah kalori, pasien dengan status gizi normal (18.5 kg/m2
46
Sebanyak 12% contoh yang tergolong kurus memperoleh diet DM VI, 21% contoh yang berstatus gizi normal memperoleh diet DM IV, 15% contoh yang gemuk memperoleh diet DM IV dan DM V. Tabel 13. Sebaran Contoh berdasarkan Status Gizi dan Jenis Diet DM Gemuk (Overweight) ≥23 kg/m2 Kurus Normal Jenis <18.5 18.5-22.9 At Risk Obesitas Obesitas Total Kalori Diet kg/m2 23-24.9 kg/m2 I 25-29.9 II ≥30 DM IV DM V DM VI DM VII DM VIII DM VIII+ DMVIII++
1700 1900 2100 2300 2500 2700 2900
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
2 0 4 0 0 1 0
6.1 0.0 12.1 0.0 0.0 3.0 0.0
7 2 2 1 1 0 0
21.2 6.1 6.1 3.0 3.0 0.0 0.0
4 3 0 0 0 0 0
12.1 9.1 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1 2 2 0 0 0 1
3.0 6.1 6.1 0.0 0.0 0.0 3.0
0 0 0 0 0 0 0
0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
14 7 8 1 1 1 1
42.4 21.2 24.2 3.0 3.0 3.0 3.0
7
21.2
13
39.4
7
21.2
6
18.2
0
0.0
33
100.0
Berdasarkan Moehyi (1992b), diet DM I, II, III diberikan pada Diabetisi yang mengalami obesitas, diet DM IV dan V diberikan pada Diabetisi yang berstatus gizi normal, dan diet DM VI, VII, VIII diberikan pada Diabetisi yang kurus, memiliki komplikasi, atau sedang hamil. Pemberian jenis diet yang sesuai dengan status gizi pasien bertujuan agar berat badan pasien menuju normal. Bagi Diabetisi, diet merupakan obat utama yang dapat menekan timbulnya Diabetes Mellitus laten dan dapat menekan manifestasi penyulit akut maupun kronik (Tjokroprawiro, 2006). Aktivitas Fisik Aktifitas fisik merupakan faktor yang menentukan kebutuhan energi pasien. Berikut tabel sebaran contoh berdasarkan aktivitas fisik. Tabel 14. Sebaran Contoh berdasarkan Aktivitas Fisik Wanita Aktifitas n % Ambulatory 13 32.5 Non-ambulatory 11 27.5 Total 24 60
Pria n 7 9 16
% 17.5 22.5 40
n 20 20 40
Total % 50 50 100
Jumlah pasien yang mampu turun dari tempat tidur (ambulatory) sebanding dengan jumlah pasien yang non-ambulatory (aktivitas fisik di atas tempat tidur) yaitu masing-masing sebesar 50%. Aktifitas fisik yang dianjurkan bagi Diabetisi adalah dengan membiasakan berjalan sedikitnya 3-4 kali dalam seminggu, selama kurang lebih 30 menit.
47
Kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan sebaiknya dihindarkan (PERKENI, 2006). Data Riwayat Diabetes Mellitus Contoh Lama Perawatan Sebagian besar (72.5%) contoh dirawat lebih dari 10 hari, terdiri atas 42.5% wanita dan 30% pria. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Contoh berdasarkan Lama Rawat dan Jenis kelamin Wanita Pria Lama Perawatan n % n % 5 hari 0 0 0 0 6-10 hari 7 17.5 4 10 >10 hari 17 42.5 12 30 Total 24 60 16 40
n 0 11 29 40
Total % 0 27.5 72.5 100
Perubahan lingkungan pada orang yang dirawat dalam waktu lama di rumah sakit, dapat menyebabkan tekanan psikologis pada orang yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan hilangnya nafsu makan dan rasa mual terhadap makanan yang disajikan (Subandriyo, 1995). Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan Sebagian besar contoh sudah mengalami komplikasi, baik yang sifatnya akut maupun kronis. Jenis komplikasi adalah ginjal sebanyak 27.5% contoh, gangren dan hipertensi 12.5% contoh, gangguan pencernaan (dyspepsia dan gastroentritis) 10%, neuropati & hati 7.5%, TB Paru (Tubercolosis Paru) 5%, KAD (Keto-Asidosis Diabetes) 5%, retinopati 5%, jantung 2.5%, hipoglikemi 2.5%, dan prostat 2.5% contoh. Sebanyak 22.5% contoh dengan komplikasi ginjal dan 12.5% contoh komplikasi gangren dirawat lebih dari 10 hari. Sebanyak 7.5% contoh dengan gangguan pencernaan dan 5% komplikasi ginjal dirawat 6-10 hari. Waktu perawatan yang cenderung lebih dari sepuluh hari, pada pasien komplikasi ginjal dikarenakan pasien harus menjalani hemodialisa dan dikontrol asupan makanannya terutama protein. Pada pasien gangren, lamanya perawatan bertujuan untuk mempercepat proses penyembuhan infeksi melalui perawatan yang intensif. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 16.
48
Tabel 16. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Komplikasi dan Lama Perawatan Lama Rawat Total Jenis Komplikasi 6-10 hari >10 hari n % n % n Ginjal 2 5 9 22.5 11 Hati 0 0 3 7.5 3 TB Paru 1 2.5 1 2.5 2 Hipoglikemi 1 2.5 0 0 1 Gg. Pencernaan 3 7.5 1 2.5 4 Gangren 0 0 5 12.5 5 KAD 0 0 2 5 2 Retinopati 0 0 2 5 2 Neuropati 0 0 3 7.5 3 Hipertensi 2 5 3 7.5 5 Jantung 1 2.5 0 0 1 Prostate 1 2.5 0 0 1 Total 11 27.5 40 29 72.5
% 27.5 7.5 5 2.5 10 12.5 5 5 7.5 12.5 2.5 2.5 100
Diabetisi mempunyai kecenderungan tujuh belas kali lebih beresiko mengalami gangguan fungsi ginjal, dibandingkan dengan ginjal orang normal. Hal ini disebabkan oleh faktor infeksi yang berulang-ulang yang sering timbul pada Diabetisi, dan adanya faktor penyempitan pembuluh darah kapiler (mikroangiopati) di dalam ginjal (Soegondo, 2007). Diabetisi memiliki kecenderungan lima kali lebih beresiko menderita selulitis atau gangren. Gangren Diabetik merupakan ulkus pada kaki yang terinfeksi disebabkan kuman stapilokokus dan mikroorganisme lainnya seperti streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob. Sehingga menimbulkan warna kehitaman pada kaki karena sebagian jarinya mati dan berbau busuk (PERKENI, 2006).
Gambar 9. Komplikasi Gangren
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas normal, disebabkan karena peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi (Kurniawan, 2002). Berdasarkan konsensus PERKENI (2006), orang yang hipertensi dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan diastol 90 mmHg memiliki resiko DM.
49
Jenis Komplikasi dan Usia Komplikasi ditemukan pada sebagian besar (87.5%) contoh yang berusia dewasa menengah, 5% contoh usia dewasa akhir mengalami komplikasi ginjal dan hipertensi, sedangkan pada contoh yang berusia dewasa awal ditemukan 3 jenis komplikasi seperti gangguan pencernaan (dyspepsia dan gastroentritis), gangren, dan Keto-Asidosis Diabetes (KAD). Tabel 17. Sebaran Contoh berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Komplikasi Jenis Komplikasi
Ginjal Hati TB Paru Hipoglikemi Gg. Pencernaan Gangren KAD Retinopati Neuropati Hipertensi Jantung Prostate Total
Dewasa Awal
n 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 3
% 0 0 0 0 2.5 2.5 2.5 0 0 0 0 0 7.5
Dewasa Menengah
Dewasa Akhir
n 10 3 2 1 3 4 1 2 3 4 1 1 35
n 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2
% 25 7.5 5 2.5 7.5 10 2.5 5 7.5 10 2.5 2.5 87.5
% 2.5 0 0 0 0 0 0 0 0 2.5 0 0 5
Total n % 11 27.5 3 7.5 2 5 1 2.5 4 10 5 12.5 2 5 2 5 3 7.5 5 12.5 1 2.5 1 2.5 40 100
Ketoasidosis ditandai dengan timbulnya rasa mual, muntah, dan kesadaran menurun, yang apabila tidak segera diatasi akan mengakibatkan kematian penderita. Hal ini dikarenakan untuk membuang kelebihan zat keton, ginjal memerlukan cairan yang lebih banyak. Untuk itu akan ditarik cairan sel dan hal itu mengakibatkan terjadinya dehidrasi seluler sehingga keseimbangan elektrolit dalam tubuh terganggu (Moehyi, 1992). Ketoasidosis disebabkan oleh penggunaan asam lemak sebagai sumber energi, sehingga menyebabkan terbentuknya zat keton. Kurangnya insulin dalam tubuh mengakibatkan jumlah zat keton yang tertumpuk dalam darah melebihi kemampuan tubuh untuk memecahnya dan penderita akan menderita keracunan zat keton (Moehyi, 1992). Kadar benda keton darah yang melebihi 3 mmol/L merupakan indikasi adanya Keto-Asidosis Diabetes (PERKENI, 2006). Menurut Tjokroprawiro (2006), komplikasi menahun yang tercatat di Poliklinik Diabetes RSU Dr. Soetomo tahun 1993, antara lain penurunan kemampuan seksual (50.9%), Neuropati Simptomatik (30.6%), Retinopati Diabetik (29.3%), TBC Paru (15.3%), Hipertensi (12.8%), Penyakit Jantung Koroner (10%), Gangren Diabetik (3.5%), Batu Empedu Simptomatik (3%).
50
Lama Perawatan dan Lama Menyandang Diabetes Mellitus Sebagian besar (87.5%) contoh memiliki riwayat lama DM kurang dari 10 tahun, dan 12.5% contoh memiliki riwayat DM 11 hingga lebih dari 15 tahun. Tidak ada pasien dengan riwayat lama DM lebih dari 11 tahun yang dirawat kurang dari 10 hari, hal ini disebabkan komplikasi yang dialami cukup serius sehingga pasien membutuhkan perawatan intensif. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Sebaran Contoh berdasarkan Lama Perawatan dan Lama DM Lama Rawat Lama DM
6-10 hari
< 1 tahun
4
% 10
1-5 tahun
4 3 0 0 11
10 7.5 0 0 27.5
n
6-10 tahun 11-15 tahun >15 tahun
Total
Total
>10 hari
7
% 17.5
11
% 27.5
11 6 2 3 29
27.5 15 5 7.5 72.5
15 9 2 3 40
37.5 22.5 5 7.5 100
n
n
Status Perawatan di Rumah Sakit karena Diabetes Mellitus Sebagian besar contoh (70%) sudah pernah dirawat sebelumnya karena Diabetes Mellitus, yang terdiri atas 37.5% wanita dan 32.5% pria. Tabel 19. Sebaran Contoh berdasarkan Status Perawatan Rumah Sakit karena DM Pernah Rawat
Wanita
Pria
Total
n
%
n
%
n
%
Pernah Tidak Pernah
15 9
37.5 22.5
13 3
32.5 7.5
28 12
70 30
Total
24
60
16
40
40
100
Pasien Diabetes Mellitus umumnya sering dirawat di rumah sakit, disebabkan komplikasi yang dialami. Jika Diabetisi makin mengerti tentang Diabetes Mellitus dan melakukan tindakan pengobatan preventif secara teratur di rumah, maka kecenderungan timbulnya komplikasi yang semakin parah dapat dihindarkan (Tjokroprawiro, 2001). Kebutuhan Total Energi dan Protein Sehari Rata-rata kebutuhan total energi sehari contoh berdasarkan perhitungan TDE (Harris Benedict) adalah 1792±370 Kal, yang memiliki kisaran antara 13442929 Kal. Rata-rata kebutuhan wanita (n=24) adalah 1727 Kal dan pria (n=16) 1890 Kal. Sedangkan kebutuhan energi sehari berdasarkan perhitungan TDE (rumus cepat RS) adalah 2079±518 Kal.
51
Rata-rata kebutuhan protein total sehari contoh berdasarkan ketetapan PERKENI (2006) adalah 92±20 g, yang memiliki kisaran 56-122 g. Sedangkan kebutuhan protein contoh dengan komplikasi ginjal dan hati adalah 40 g (berdasarkan ketetapan RS). Sebaran Kasus berdasarkan Standar Porsi Standar porsi berdasarkan kasus contoh dibedakan atas diet DM nonRendah Protein (non-RP) dan DM (Rendah Protein 40 g) RP40. Sebanyak 72.5% contoh memperoleh diet DM non-RP dan 27.5% memperoleh diet DM RP40. Standar porsi pada diet DM non-RP adalah 1700-2900 Kal, sedangkan standar porsi diet DM RP40 adalah 1700-2100 Kal. Berdasarkan Almatsier (2004), pemberian protein 40 g ditujukan khususnya bagi pasien yang memperoleh diet DM dengan standar porsi kurang dari 2100 Kal.
Gambar 10. Diet DM non-Rendah Protein dan Rendah Protein 40
Menu diet DM non-RP antara lain makanan pokok, lauk hewani dan nabati, sayuran kukus dan rebus, serta buah. Sedangkan menu pada diet DM RP40 sama dengan menu DM non-RP, tetapi tanpa lauk nabati, sayur jenis kacangkacangan, dan pisang. Sebaran contoh berdasarkan standar porsi dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Sebaran Contoh berdasarkan Standar Porsi Standar Porsi Jenis Diet
DM non-RP
DM RP 40
Total
Kalori (Kal)
n
%
n
%
n
%
DM IV
1700
15
37.5
2
5
17
42.5
DM V
1900
6
15
4
10
10
25
DM VI
2100
3
7.5
5
12.5
8
20
DM VII
2300
1
2.5
0
0
1
2.5
DM VIII
2500
1
2.5
0
0
1
2.5
DM VIII+
2700
2
5
0
0
2
5
DM VIII++
2900
1
2.5
0
0
1
2.5
29
72.5
11
27.5
40
100
Total
52
Sebanyak 42.5% contoh memperoleh standar porsi jenis Diet DM IV, 25% diet DM V, 20% DM Vl, 2.5% DM VII, 2.5% DM VIII. Sebanyak 5% contoh memperoleh diet DM VIII+ (2700 Kal) dengan tambahan makanan berupa susu khusus Diabetisi (2 kali) dan selingan roti (3 kali) selama sehari. Pemberian diet tinggi kalori ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kalori pasien dan mempercepat proses penyembuhan untuk kasus pasca bedah.
Gambar 11. Tambahan Susu dan Putih Telur pada Diet Tinggi Kalori
Sebanyak 2.5% contoh memperoleh diet DM VIII++ (2900 Kal) dengan tambahan makanan yaitu susu DM (1 kali), putih telur (5 butir), dan selingan roti (3 kali), selama sehari. Pemberian diet tinggi kalori bertujuan mencukupi kebutuhan kalori dan berperan dalam penyembuhan infeksi gangren. Tabel 21. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Diet dan Jenis Komplikasi Standar Porsi Kalori (Kal) Jenis Diet
Total Jenis Komplikasi n
%
17
42.5
DM IV
1700
Ginjal,Hati,Paru2,hipoglikemi,dyspepsia,gangren, KAD,retinopati,neuropati,hipertensi,jantung,prostat
DM V
1900
Ginjal,hati,hipertensi,dyspepsia,neuropati,retinopati
10
25
DM VI
2100
Ginjal,hati,paru2,gangren,dyspepsia
8
20
DM VII
2300
Gangren
1
2.5
DM VIII
2500
Gangren
1
2.5
DM VIII+
2700
Pasca Bedah & Sepsis
2
5
DM VIII++
2900
Gangren
1
2.5
40
100
Total
Menurut Philipi (2007), kekurangan gizi pada pasien bedah dapat mengakibatkan tingkat mortalitas (kematian) tinggi, ditandai kandungan albumin darah kurang dari 3 g% per 100 ml, berat badan turun lebih dari 10 kg, dan menyebabkan penyulit pasca bedah. Tjokroprawiro (2006) menyatakan, diet DM dengan komplikasi gangren di RSU Dr. Soetomo Surabaya dibagi berdasarkan jumlah kalorinya (1100-2900 Kal) dengan jenis diet DM I-X. Penetapan kalori disesuaikan dengan kebutuhan kalori ideal.
53
Ketersediaan Energi dan Protein Makanan yang Disajikan RS Ketersediaan Energi Rata-rata ketersediaan energi dari makanan yang disajikan pada diet DM 1700 Kal adalah 1591±187 Kal. Ketersediaan energi pada diet DM 1900 Kal adalah 1815±173 Kal. Ketersediaan energi Diet DM 2100 Kal adalah 1858±306 Kal. Ketersediaan energi diet DM 2300 Kal adalah 2727 Kal. Ketersediaan energi Diet DM 2500 Kal adalah 2311 Kal. Ketersediaan energi Diet DM 2700 Kal adalah 2317±118 Kal. Ketersediaan energi Diet DM 2900 Kal adalah 2350 Kal. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Sebaran Contoh menurut Rata-rata Ketersediaan Energi Makanan yang Disajikan RS Standar Porsi Total Energi (Kal) Jenis Diet Kalori (Kal) n % DM IV 1700 1591±187 7 17.5 DM V 1900 1815±173 10 25.0 DM VI 2100 1858±306 8 20.0 DM VII 2300 2727 1 2.5 DM VIII 2500 2311 1 2.5 DM VIII+
2700
2317±118
2
5.0
DM VIII++
2900
2350
1
2.5
40
100
Total
Sebanyak 25 kasus, rata-rata ketersediaan energi makanan yang disajikan pada diet DM 1700 Kal, 1900 Kal, 2100 Kal sudah sesuai dengan standar porsi yang ditetapkan RS. Sebanyak 4 kasus, rata-rata ketersediaan energi makanan yang disajikan pada diet DM 2500 Kal, 2700 Kal, 2900 Kal cenderung kurang dari standar porsi RS, hal ini terjadi pada pasien kasus gangren dan pasca bedah. Namun, pada salah satu kasus rata-rata ketersediaan pada diet DM 2300 Kal ditemukan melebihi standar porsi RS, hal ini terjadi pada pasien kasus gangren. Ketidaksesuaian ketersediaan makanan yang disajikan dengan standar porsi RS diduga karena kurang tepatnya pemorsian makanan utama terutama nasi.
54
Ketersediaan Protein Diet DM non-RP
Gambar 12. Diet DM non-RP (non Rendah Protein)
Rata-rata ketersediaan protein makanan yang disajikan, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Sebaran Contoh menurut Ketersediaan Protein Makanan Diet DM non-RP Standar Porsi Standar Protein (g) Protein Total Makanan Jenis Diet Kalori (Kal) RS PERKENI Disajikan (g) n % (10-15%) (15-20%) DM IV 1700 42.5-63.75 63.75-85 66±7 15 51.7 DM V 1900 47.5-71.25 71.25-95 71±3 6 20.7 DM VI 2100 52.5-78.75 78.75-105 82±3 3 10.3 DM VII 2300 57.5-86.25 86.25-115 95 1 3.4 DM VIII 2500 62.5-93.75 93.75-125 94 1 3.4 DM VIII+ 2700 67.5-101.25 101.25-135 89±4 2 6.9 DM VIII++ 2900 72.5-108.75 108.75-145 101 1 3.4 Total 29 100.0
Rata-rata ketersediaan protein makanan yang disajikan (ditimbang), ditemukan melebihi standar porsi perhitungan ketetapan rumah sakit. Namun, jika dibandingkan dengan ketetapan PERKENI adalah sesuai. Pemberian protein pada diet DM non-RP dianjurkan 15-20% dari total energi karena gangguan penggunaan glukosa oleh tubuh, menyebabkan terpakainya asam amino untuk sumber energi (glukoneogenesis). Karena terbentuknya
glukosa melalui
glukoneogenesis
berlangsung
lambat
dan
berangsur, maka sangat berguna dalam mencegah terjadinya hipoglikemia terutama Diabetisi yang menerima terapi insulin (Moehyi, 1992). Selama keadaan sakit diperlukan peningkatan protein, agar seseorang pulih pada kesehatan yang normal. Hal ini diperlukan, mengingat bahwa selera makan sering menurun bahkan menghilang, dan untuk beberapa hari konsumsi pangan biasanya berkurang. Simpanan zat gizi yang hilang dari tubuh harus diganti sebelum orang tersebut sehat normal (Harper et al. 1985).
55
Diet DM RP40
Gambar 13. Diet DM RP40 (Rendah Protein 40)
Rata-rata ketersediaan protein pada diet DM 1700 RP40 (n=2) adalah 43±3 g, pada diet DM 1900 RP40 (n=4) adalah 55±8 g, dan diet DM 2100 RP40 (n=5) adalah 55±5 g. Secara keseluruhan ketersediaan protein makanan yang disajikan pada diet DM RP40 melebihi 40 g. Tabel 24.Sebaran Contoh menurut Ketersediaan Protein Makanan Disajikan Diet DM RP40
Protein (g)
Protein makanan disajikan (g)
40 40 40
43±3 55±8 55±5
Standar Porsi Jenis Diet DM IV DM V DM VI
Kalori (Kal) 1700 1900 2100 Total
Total n
%
2 4 5 11
18.2 36.4 45.4 100.0
Pembatasan protein pada pasien nefropati diabetik merupakan hal yang penting. Asupan protein lebih rendah dari pada diet DM pada umumnya, karena disesuaikan dengan tingkatan penurunan fungsi ginjal. Pada saat ini anjuran asupan protein 0.8 g/kg BB/hari, kurang atau sama dengan 10% dari total energi. Sebagian protein (50%) bernilai biologis tinggi. Pada diet rendah protein, fungsi ginjal dipertahankan agar tidak bertambah buruk (IKCC, 2007). Di USA, penyebab utama gagal ginjal kronis adalah Diabetes. Pada tahap ini fungsi ginjal sangat dibatasi, bila tanpa dialisis (cuci darah) dan transplantasi ginjal maka komplikasi menjadi berlipat dan semakin parah. Kematian dapat terjadi disebabkan akumulasi cairan dan produk limbah dalam tubuh (Spark, 2007). Hal inilah yang menyebabkan asupan protein maupun cairan dalam tubuh pasien gagal ginjal harus dibatasi. Tingkat Ketersediaan Energi Tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan (TKEHB) untuk 37.5% contoh tergolong kategori normal, 32.5% contoh tergolong
56
lebih, dan 30% defisit. Sedangkan tingkat ketersediaan energi terhadap kebutuhan berdasarkan perhitungan (TKERumus RS) untuk 52.5% contoh tergolong kategori defisit, 35% tergolong normal, dan 12.5% lebih. Tabel 25. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Ketersediaan Energi (TKE) TKERumus Cepat RS TKEHarris Benedict Tingkat Ketersediaan Energi n % n % Lebih (>120%)
13
32.5
5
12.5
Normal (90-120%)
15
37.5
14
35
Defisit (<90%)
12
30
21
52.5
Total
40
100
40
100
Tingkat ketersediaan energi dan protein, pada pasien penyakit dalam kelas III di RS wilayah Jakarta seperti RS. Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa sebagian besar pasien penderita hati mengalami defisit (Primadhani, 2006). Sedangkan tingkat ketersediaan energi dan protein 58.6% pasien DM kelas II & III di RSPAD Gatot Soebroto tergolong defisit (Marlina, 2004). Tingkat ketersediaan energi pasien penyakit dalam kelas III di RS daerah, seperti RSUD Kabupaten Cilacap untuk 55.3% pasien tergolong defisit dan hanya 2.1% pasien defisit protein (Ratnasari, 2003). Sedangkan tingkat ketersediaan pasien penyakit dalam kelas II & III di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo, Purwokerto untuk 91.7% pasien tergolong defisit energi dan 83.3% defisit protein (Munajat, 2003). Berdasarkan data yang diolah dari kuesioner oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat yang diperoleh dari 171 rumah sakit pemerintah dari berbagai kelas, 40% diantaranya menyatakan bahwa makanan yang disajikan tidak memenuhi syarat kebutuhan gizi pasien, dari jumlah tersebut 30-35% berasal dari pasien dengan diet khusus, dan sisanya adalah pasien diet biasa (Rahimi, 1993). Tingkat Ketersediaan Protein Tingkat ketersediaan protein 93% contoh pada diet DM non-RP (PERKENI, 2006) tergolong normal, sedangkan yang tergolong lebih dan defisit masingmasing 3.4% contoh. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan protein rumah sakit sudah sesuai dengan kebutuhan protein Diabetisi yaitu 15-20% (berdasarkan ketetapan PERKENI 2006). Tingkat ketersediaan protein secara rinci dapat dilihat pada Tabel 26.
57
Tabel 26. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Ketersediaan Protein (TKetersdP) Diet DM Non-RP Diet DM RP40 Tkt. Ketersediaan Protein (PERKENI 2006) (RS Fatmawati) n % n % Lebih (>120%) 1 3.4 63.6 7 Normal (90-120%) 3 27.3 27 93.1 Defisit (<90%) 1 3.4 1 9.1 Total 29 100.0 11 100.0
Tingkat ketersediaan protein pada diet DM RP40 untuk 63.6% contoh tergolong lebih. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan protein makanan yang disajikan cenderung tinggi (lebih dari 40 g). Diet DM RP40 ditujukan bagi pasien DM dengan komplikasi ginjal dan hati. Ketersediaan protein yang melebihi 40 g, dipertimbangkan agar pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan 40 g. Karena bila protein kurang dari kebutuhan, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori. Pembatasan jumlah protein pada diet DM RP40 ini dikarenakan fungsi ginjal dalam mengekskresikan hasil pemecahan protein mengalami gangguan, sehingga jumlah protein dalam makanan harus dibatasi. Selain itu, diet rendah protein harus memberikan nilai kalori yang cukup. Bila tidak, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori (Beck, 1994). Pada diet rendah protein ini, protein dengan nilai biologis tinggi seperti dalam telur, susu, daging, dan ikan harus memasok seluruh protein dalam diet. Sedangkan makanan yang kaya akan protein nabati, seperti tempe, tahu, kacang hijau, kacang tanah, biasanya tidak diberikan dalam diet rendah protein, karena protein nabati relatif lebih mengandung asam amino non-esensial. Sedangkan makanan pokok seperti nasi, ketela, ubi, dan kentang mengandung protein nabati yang sedikit sehingga masih diperbolehkan (Beck, 1994). Daya Terima Contoh terhadap Makanan yang Disajikan Rumah Sakit Daya Terima tiap Waktu Makan Daya terima contoh terhadap makanan waktu makan pagi untuk sebagian besar (80%) contoh tergolong tinggi, sedangkan pada waktu makan siang 72.5% contoh tinggi dan pada waktu makan sore 82.5% contoh tergolong tinggi. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 27.
58
Tabel 27. Sebaran Contoh berdasarkan Daya Terima Contoh terhadap Makanan Tiap Waktu Makan Pagi Siang Sore Daya Terima n % n % n % Rendah 0 0 0 0 0 0 Sedang 8 20 11 27.5 7 17.5 Tinggi 32 80 29 72.5 33 82.5 Total 40 100 40 40 40 100
Daya terima sebagian besar (≥72.5%) contoh tergolong tinggi terhadap warna makanan, aroma makanan, tekstur, rasa, bentuk, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat, baik pada waktu makan pagi, siang, maupun sore. Menurut Kresnawan (2007), seseorang yang menjalani rawat inap di rumah sakit akan mengalami malnutrisi bila tidak mau makan, sehingga gizinya akan memburuk. Alasan pasien tidak mau makan antara lain karena tidak berselera, menu yang tidak menarik, lingkungan sekitar yang membuat tidak berselera, atau karena pasien itu sendiri mengalami gangguan pencernaan. Penilaian Contoh terhadap Atribut Makanan Penilaian terhadap makanan waktu makan pagi menunjukkan bahwa sebagian besar contoh menyukai warna (85%) dan aroma makanan (75%). Sebanyak 85% contoh menilai biasa terhadap tekstur. Sebanyak 47.5% contoh cenderung suka terhadap rasa lauk, namun 48.3% contoh cenderung tidak suka terhadap rasa sayuran dan sebagian besar contoh menilai biasa terhadap bentuk makanan (92.5%), suhu makanan (83.3%), variasi menu (90%), dan kebersihan alat (77.5%). Tabel 28. Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian terhadap Atribut Makanan pada Waktu Makan Pagi Atribut Warna Aroma Tekstur Rasa Bentuk Suhu Variasi Bersih
Lauk Sayuran
Tidak Suka
Biasa
Suka
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
0 3 5 33
0.0 2.5 4.2 27.5
18 33
15.0 27.5
48.3 0.0 14.2 5.0 0.0
85.0 25.0 28.3
85.0 70.0 10.8
58 0 17 6 0
102 30 34
102 84 13
111 100 108 93
92.5 83.3 90.0 77.5
57 28 9 3 6 27
47.5 23.3 7.5 2.5 5.0 22.5
120 120 120 120 120 120 120 120 120
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
122
101.7
629
524.2
329
274.2
1080
900.0
Keterangan : ntot= 1 makan pagi x3 hari x 40 orang
59
Penilaian terhadap makanan waktu makan siang menunjukkan bahwa sebagian besar contoh menyukai warna (87.5%) dan aroma makanan (69.2%). Sebanyak 81.7% contoh menilai biasa terhadap tekstur. Sebanyak 53.3% contoh cenderung suka terhadap rasa lauk, namun 46.7% contoh cenderung tidak suka terhadap rasa sayuran dan sebagian besar contoh menilai biasa terhadap bentuk makanan (92.5%), suhu makanan (87.5%), variasi menu (90%), dan kebersihan alat (77.5%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian terhadap Atribut Makanan pada Waktu Makan Siang Atribut Warna Aroma Tekstur Rasa Bentuk Suhu Variasi Bersih
Lauk Sayuran
Tidak Suka
Biasa
Suka
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
0 5 7 33
0.0 4.2 5.8 27.5
15 32
12.5 26.7
46.7 0.0 10.0 5.0 0.0
81.7 19.2 29.2
87.5 69.2 12.5
56 0 12 6 0
98 23 35
105 83 15
111 105 108 93
92.5 87.5 90.0 77.5
64 29 9 3 6 27
53.3 24.2 7.5 2.5 5.0 22.5
120 120 120 120 120 120 120 120 120
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
119
99.2
620
516.7
341
284.2
1080
900.0
Keterangan : ntot= 1 makan siang x3 hari x 40 orang
Penilaian terhadap makanan waktu makan sore menunjukkan bahwa sebagian besar contoh menyukai warna (85%) dan aroma makanan (71.7%). Sebanyak 81.7% contoh menilai biasa terhadap tekstur. Sebanyak 55.8% contoh cenderung suka terhadap rasa lauk, namun 44.2% contoh cenderung tidak suka terhadap rasa sayuran dan sebagian besar contoh menilai biasa terhadap bentuk makanan (92.5%), suhu makanan (86.7%), variasi menu (90%), dan kebersihan alat (77.5%). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 30.
60
Tabel 30. Sebaran Contoh berdasarkan Penilaian terhadap Atribut Makanan pada Waktu Makan Sore Tidak Suka
Atribut Warna Aroma Tekstur Rasa
Lauk Sayuran
Bentuk Suhu Variasi Bersih
Biasa
Suka
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
0 5 7 28
0.0 4.2 5.8 23.3
18 29
15.0 24.2
44.2 0.0 10.0 5.0 0.0
81.7 20.8 29.2
85.0 71.7 12.5
53 0 12 6 0
98 25 35
102 86 15
111 104 108 93
92.5 86.7 90.0 77.5
67 32 9 4 6 27
55.8 26.7 7.5 3.3 5.0 22.5
120 120 120 120 120 120 120 120 120
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
111
92.5
621
517.5
348
290.0
1080
900.0
Keterangan : ntot= 1 makan sore x3 hari x 40 orang
Konsumsi Makanan dan Pemberian Infus Konsumsi Makanan yang Disajikan Rumah Sakit Konsumsi Energi Rata-rata konsumsi energi makanan disajikan pada diet DM 1700 Kal (n=17) adalah 1268 Kal. Konsumsi energi diet DM 1900 Kal (n=10) adalah 1307 Kal. Diet DM 2100 Kal (n=8) adalah 1536 Kal. Diet DM 2300 Kal adalah 1681 Kal. Diet DM 2500 Kal (n=1) adalah 1104 Kal. Diet DM 2700 Kal (n=2) adalah 1684 Kal dan Diet DM 2900 Kal adalah 1655 Kal. Rata-rata konsumsi energi masih kurang dari standar porsi yang ditetapkan rumah sakit. Sebagian besar contoh tidak menghabiskan makanan dan hanya 10%
contoh
yang
menghabiskan
makanannya.
Alasan
contoh
tidak
menghabiskan makanan antara lain karena gigi tidak berfungsi baik, lemas dan pusing, lidah terasa pahit, tidak bisa buang air besar dan terasa mual. Konsumsi makanan contoh yang cenderung kurang dari diet yang telah ditetapkan rumah sakit menyebabkan terjadinya malnutrisi klinis. Malnutrisi klinis dapat terjadi disebabkan penyakit pasien sendiri, seperti penyakit yang begitu parah (membuat pasien lemah) dan kurang gizi, dapat juga karena efek samping terapi atau pembedahan (Philipi, 2007). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 31.
61
Tabel 31. Rata-rata Konsumsi Energi Makanan yang Disajikan menurut Jenis Diet Standar Porsi Jenis Diet
Total
Energi (Kal)
Kalori (Kal)
n
%
DM IV
1700
1268±313
17
42.5
DM V
1900
1307±373
10
25.0
DM VI
2100
1536±412
8
20.0
DM VII
2300
1681
1
2.5
DM VIII
2500
1104
1
2.5
DM VIII+
2700
1684±382
2
5.0
DM VIII++
2900
1655
1
2.5
40
100.0
Total
Menurut Prakoso (1982), habis tidaknya makanan yang disajikan banyak dipengaruhi oleh citarasa makanan, nafsu makan, makanan dari luar rumah sakit, dan cara penyajian. Sementara faktor utama yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan adalah selera makan. Bahkan, menurut Khomsan (2003) ada obat-obatan tertentu yang dapat menurunkan nafsu makan. Tingkat Konsumsi Energi Makanan yang Disajikan terhadap Ketersediaan Tingkat konsumsi energi untuk 70% contoh tergolong defisit (tingkat ringanberat) dan 30% tergolong normal. Tingkat konsumsi energi yang cenderung defisit antara lain disebabkan oleh faktor fisiologis, bawaan penyakit, dan pengaruh obat. Tabel 32. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Konsumsi Energi (TKonsE) Total Tingkat Konsumsi Energi n % Normal (90-100%)
12
30
Defisit Ringan (80-89%)
6
15
Defisit Sedang (70-79%)
6
15
Defisit Berat (<70%)
16
40
Total
40
100
Hendaknya pasien atau pendamping pasien melaporkan segera kepada ahli gizi maupun perawat bila terasa mual dan sulit buang air besar (sehingga tidak nafsu makan). Menurut Kresnawan (2007), sebaiknya pendamping pasien maupun
pasien
perlu
menyadari
akan
pentingnya
nutrisi
pada
saat
penyembuhan, baik di rumah sakit atau saat rawat jalan. Bagi pasien yang dirawat inap harus menghabiskan makanan yang telah disediakan rumah sakit.
62
Tingkat Kecukupan Energi Tingkat kecukupan energi berdasarkan perhitungan (TKecEHB) untuk 70% contoh tergolong defisit (tingkat ringan hingga berat), 27.5% tergolong normal dan 2.5% di atas kebutuhan. Sedangkan tingkat kecukupan energi berdasarkan perhitungan (TKecErumus RS) untuk 82.5% contoh tergolong kategori defisit (tingkat berat hingga ringan), 12.5% normal, dan 5% di atas kebutuhan. Tabel 33. Sebaran Contoh berdasarkan TingKat Kecukupan Energi (TKecE) Tkt. Kecukupan Energi TKecEH.Benedict TKecERumus Cepat RS n % n % Diatas Ak.Butuh (≥120%) 1 2.5 2 5 Normal (90-119%) 11 27.5 5 12.5 Def.Rgn (80-89%) 8 20 5 12.5 Def. Sdg (70-79%) 2 5 6 15 Def.Brt (<70%) 18 45 22 55 Total 40 100 40 100
Konsumsi Protein Rata-rata (n=15) konsumsi protein pada diet DM 1700 non-RP40 adalah 48±14 g. Diet DM 1900 Kal, rata-rata (n=6) konsumsi P 48±15 g. Diet DM 2100 Kal, rata-rata (n=3) 74±5 g. Diet DM 2300 Kal, konsumsi P 57 g. Diet DM 2500 Kal, konsumsi P 46 g. Diet DM 2700 Kal, rata-rata (n=2) 64±16 Kal. Diet DM 2900 Kal, konsumsi P 72 g. Rata-rata konsumsi protein pasien yang memperoleh diet DM non-RP masih kurang dari standar porsi rumah sakit. Berdasarkan PERKENI (2006) kebutuhan protein bagi diabetisi yaitu 1520%, dengan perhitungan kandungan protein pada diet DM 1700 adalah 63.7585 g, diet DM 1900 adalah 71.25-95 g, diet DM 2100 adalah 78.75-105 g, diet DM 2300 adalah 86.25-115 g, dan diet DM 2500 adalah 93.75-125 g. Hal ini menunjukkan rata-rata protein yang dikonsumsi pada diet DM non-RP masih kurang dari kebutuhan protein contoh. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Rata-rata Konsumsi Protein Makanan yang Disajikan menurut Jenis Diet Standar Porsi Jenis Diet
Diet DM Non-RP
Diet DM RP40
Total
Kalori (Kal)
Protein
n
%
Protein
n
%
n
%
1700
48±14
15
37.5
39±1
2
5.0
17
42.5
DM V
1900
48±15
6
15.0
43±12
4
10.0
10
25.0
DM VI
2100
74±5
3
7.5
42±11
5
12.5
8
20.0
DM IV
DM VII
2300
57
1
2.5
0
0
0.0
1
2.5
DM VIII
2500
46
1
2.5
0
0
0.0
1
2.5
DM VIII+
2700
64±16
2
5.0
0
0
0.0
2
5.0
DM VIII++
2900
72
1
2.5
0
29
72.5
Total
0
0.0
1
2.5
11
27.5
40
100.0
63
Pada diet DM 1700 RP40, rata-rata (n=2) konsumsi protein adalah 39±1 g. Diet DM 1900 RP40 konsumsi (n=4) adalah 43±12 g. Diet DM 2100 RP40, (n=5) konsumsi adalah 42±11 g. Hal ini menunjukkan bahwa pada diet DM RP40, konsumsi protein contoh sesuai 40 g. Konsumsi protein pasien hati dan ginjal yang sesuai dengan kebutuhan, bertujuan agar tidak memberatkan kerja ginjal dalam mengekskresikan hasil pemecahan protein. Selain itu, ketersediaan protein yang melebihi 40 g, dipertimbangkan agar konsumsi protein sesuai 40 g. Karena bila protein kurang dari kebutuhan, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori. Tingkat Konsumsi Protein Makanan yang disajikan RS terhadap Ketersediaan Tingkat konsumsi protein 65% contoh tergolong defisit (tingkat ringan hingga berat), dan 35% tergolong normal. Tabel 35. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Konsumsi Protein (TKonsP) Tingkat Konsumsi Protein
Total n
%
Normal (90-100%)
14
35
Defisit Ringan (80-89%)
5
12.5
Defisit Sedang (70-79%)
4
10
Defisit Berat (<70%)
17
42.5
Total
40
100
Tingkat konsumsi energi dan protein yang cenderung defisit juga terjadi di rumah sakit pemerintah wilayah Jakarta lainnya seperti di RS. Cipto Mangunkusumo, separuh pasien penderita hati di bagian penyakit dalam kelas III mengalami defisit tingkat berat (Primadhani, 2006). Tingkat konsumsi energi 70% pasien kelas III di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, tergolong defisit (ringan hingga berat) dan 80% defisit protein (Herfani, 2004), dan hampir semua pasien tidak pernah menghabiskan makanan yang disajikan. Sebagian besar pasien mengalami defisit disebabkan kondisi fisik menurun (sehingga kemampuan mengonsumsi menurun), dan faktor konsumsi obat (ada obat yang menurunkan nafsu makan). Sedangkan tingkat konsumsi energi 44.8% pasien DM kelas II dan III di RSPAD Gatot Soebroto tergolong defisit (ringan hingga berat) dan 51.7% defisit protein (Marlina, 2004). Tingkat konsumsi energi pasien penyakit dalam kelas III di rumah sakit daerah, seperti di RSUD Kab.Cilacap menunjukkan bahwa sebagian besar (80.9%) pasien mengalami defisit (ringan hingga berat) dan 85.1% pasien defisit
64
protein (Ratnasari, 2003). Sedangkan tingkat konsumsi energi dan protein pasien penyakit dalam kelas II dan III di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo, Purwokerto, menunjukkan bahwa 97.9% pasien mengalami defisit (ringan hingga berat) (Munajat, 2003). Penelitian terbaru terhadap pasien rawat inap rumah sakit Hvidovre (Copenhagen, Denmark) menunjukkan bahwa walaupun ketersediaan makanan cukup tinggi pada rumah sakit umumnya, rata-rata pasien hanya terpenuhi 60% kebutuhan energi. Prevalensi malnutrisi cukup tinggi terjadi pada pasien rawat inap di Denmark, padahal kejadian malnutrisi ini berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas pasien. Beberapa penelitian di Eropa melaporkan bahwa asupan energi pasien rawat dapat distimulasi dengan meningkatkan suasana sosial dan pelayanan terhadap pasien, rasa makanan, memberikan pilihan menu, dan mengubah komposisi energi dari beragam makanan (Larsen dan Toubro, 2007). Tingkat Kecukupan Protein Tingkat kecukupan protein berdasarkan standar kebutuhan protein PERKENI menunjukkan bahwa, 93% contoh mengalami defisit (ringan hingga berat) dan 7% contoh nomal. Sedangkan tingkat kecukupan protein 45% contoh (dengan kebutuhan rendah protein) tergolong di atas kebutuhan, 18% normal, dan 36% defisit. Hal ini disebabkan oleh konsumsi protein contoh yang cenderung sesuai, atau bahkan lebih dari 40 g. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Kecukupan Protein (TKecP) Kebutuhan protein TKt. Kecukupan Protein Rendah protein 40 g PERKENI (15-20% TDE) n % n % Diatas Ak.Butuh (≥120%) 0 0 5 45 Normal (90-119%) 2 7 2 18 Def.Rgn (80-89%) 3 10 2 18 Def. Sdg (70-79%) 5 17 1 9 1 9 Def.Brt (<70%) 19 66 Total 29 100 11 100
Berdasarkan perbandingan dengan rumah sakit pemerintah DKI Jakarta lainnya, tingkat kecukupan energi dan protein pasien penyakit dalam kelas III di RS Cipto Mangunkusumo untuk sebagian besar pasien penderita hati mengalami defisit tingkat berat (Primadhani, 2006). Sedangkan tingkat kecukupan energi
65
dan protein pada 68.9% pasien DM kelas II dan III di RSPAD Gatot Soebroto tergolong defisit (ringan hingga berat) (Marlina, 2004). Pada rumah sakit daerah, tingkat kecukupan energi pasien penyakit dalam kelas III di RSUD Kab.Cilacap untuk sebagian besar (87.2%) pasien tergolong defisit (ringan hingga berat) dan 61.7% pasien tergolong defisit protein (Ratnasari, 2003). Sedangkan tingkat kecukupan energi dan protein pasien penyakit dalam kelas II dan III di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo, Purwokerto, untuk 100% pasien tergolong defisit (tingkat ringan hingga berat) (Munajat, 2003).
Konsumsi Makanan Luar Rumah Sakit Jenis makanan luar rumah sakit yang dikonsumsi oleh contoh secara rinci dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37. Jenis Makanan Luar Rumah Sakit yang Dikonsumsi Jenis Makanan Contoh Makanan Nasi
Ketoprak, bubur ayam, lontong
Lauk
Telur rebus, hati ayam, teri balado
Sayur
Sayur buncis wortel, tomat, timun
Buah
Apel, jeruk
Susu
Susu bubuk, susu kaleng
Roti
Roti tawar, bakpau kacang ijo, roti coklat, roti sobek keju
Crackers
Crackers kuning tawar, cream crackers, crackers gula
Biskuit
biskuit kaleng, wafer, biskuit susu, biskuit tinggi energi
Makanan Rebus
Talas, ubi, pisang, kentang
Minuman
Teh manis
Lain-lain
Cabe rawit, rempeyek, gula sakorit
Jenis makanan yang dikonsumsi adalah roti, sebanyak 25% contoh, biskuit 12.5% contoh, crackers, dan buah 10%. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 38.
66
Tabel 38. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Makanan Luar Rumah Sakit Wanita Pria Total Jenis Makanan n % n % n % Nasi 3 7.5 0 0 3 7.5 Lauk 2 5 1 2.5 3 7.5 Sayur 1 2.5 1 2.5 2 5 Buah 2 5 2 5 4 10 Susu 1 2.5 1 2.5 2 5 Roti 6 15 4 10 10 25 Biskuit 2 5 3 7.5 5 12.5 Crackers 2 5 2 5 4 10 Makanan Rebus 1 2.5 2 5 3 7.5 Minuman 1 2.5 0 0 1 2.5 Lain-lain 2 5 1 2.5 3 7.5 Ket. : Kode (n) pada tabel ini, tidak menggambarkan jumlah contoh per-individunya (karena satu contoh bisa mengonsumsi beberapa makanan luar RS).
Sebanyak 62.5% contoh mengonsumsi makanan luar rumah sakit. Ratarata (n=25) konsumsi energi dan protein dari makanan luar rumah sakit yaitu 151 Kal dan 4.4 g. Konsumsi energi terbesar makanan luar rumah sakit perindividu sehari ada yang mencapai 479 Kal dan protein 13.5 g, dengan jenis makanan berupa biskuit tinggi energi, roti coklat, roti sobek keju, dan jeruk. Secara rinci persentase contoh yang mengonsumsi makanan luar rumah sakit dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Sebaran Contoh berdasarkan Konsumsi Makanan Luar RS Wanita Pria Konsumsi Makanan Luar RS n % n % Ya 16 40 9 22.5 Tidak 8 20 7 17.5 Total 24 60 16 40
Contoh n % 25 62.5 15 37.5 40 100
Alasan contoh mengonsumsi makanan luar rumah sakit antara lain karena gigi yang sudah tidak berfungsi baik, ingin makanan kesukaan, masih lapar, lemas, lidah terasa pahit, mual, dan susah buang air besar.
Pemberian Infus Jenis infus yang diberikan pada sebagian besar (90%) contoh adalah Asering, NaCl 0.9% Asnet, ringer laktat (RL), sedangkan infus Dextrose 10% dan Dextrose 5% hanya 7.5% contoh, dan 2.5% contoh infus Flashbumin 20%. Infus NaCl maupun Ringer Laktat mengandung elektrolit (Na+, Cl-, K+, Ca2+, Laktat) dan tidak mengandung energi maupun protein.
67
Contoh yang menggunakan infus dextrose sebanyak 7.5% dan diberikan pada pasien DM yang mengalami hipoglikemi. Energi rata-rata (n=3) dari infus sebesar 347 Kal. Sedangkan pasien yang memperoleh infus albumin hanya sebanyak 2.5%, karena biasanya kebutuhan protein dipenuhi melalui putih telur. Infus albumin diberikan pada pasien yang dirawat lebih dari 2 hari. Protein yang diperoleh dari infus sebesar 55.13 g. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40. Sebaran Contoh berdasarkan Jenis Infus Wanita Pria Jenis Infus n % n % NaCl 0.9 % 15 37.5 9 22.5 Ringer Laktat 8 20 4 10 Dekstrose 0 0 3 7.5 Flashbumin 20% 1 2.5 0 0 Total Contoh 24 57.5 16 40
Total n 24 12 3 1 40
% 60 30 7.5 2.5 100
Hubungan Konsumsi dan Daya Terima Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan P>0.05 ; r<0.5 (tidak terdapat hubungan yang signifikan positif antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan daya terima). Hal ini mengindikasikan bahwa, daya terima makanan tidak berhubungan dengan tingkat konsumsi energi dan protein pasien. Namun meski daya terima tinggi, konsumsi energi dan protein contoh tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena faktor fisiologis (gigi sudah tidak berfungsi baik), penyakit bawaan (merasa lemas, lidah terasa pahit, pusing), dan pengaruh obat (mual, susah buang air besar). Kontribusi Konsumsi Energi dan Protein Kontribusi konsumsi energi makanan rumah sakit terhadap total konsumsi (makanan rumah sakit, luar rumah sakit, infus) contoh adalah 92.3% dan kontribusi konsumsi protein adalah 94% total konsumsi. Hal ini menunjukkan kontribusi konsumsi makanan RS masih dalam kategori normal (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes 1996). Kontribusi konsumsi energi makanan luar rumah sakit terhadap total konsumsi yaitu 6.3% dan kontribusi konsumsi protein 5%. Kontribusi energi infus terhadap total konsumsi yaitu 1.8% dan kontribusi protein 0.9%.
68
KESIMPULAN Lebih dari separuh pasien Diabetes Mellitus (DM) adalah wanita dan sebagian besar berusia dewasa menengah. Separuh pasien merupakan ibu rumah tangga dan memiliki strata pendidikan menengah ke bawah. Sebagian besar pasien memperoleh diet sesuai status gizinya. Sebagian besar pasien yang berusia dewasa menengah sudah memiliki komplikasi. Komplikasi pada pasien usia dewasa akhir adalah ginjal dan hipertensi, sedangkan usia dewasa awal adalah gangren, gangguan pencernaan, dan Keto-Asidosis Diabetes. Sebagian besar pasien dirawat minimal 6 hari, pernah dirawat karena DM, dan memiliki riwayat DM kurang dari 10 tahun. Rata-rata kebutuhan energi dan protein pasien Diabetes Mellitus sehari: 1. Kebutuhan energi berdasarkan perhitungan Harris Benedict adalah 1792 Kal, sedangkan kebutuhan energi berdasarkan perhitungan rumus cepat rumah sakit rumah sakit Fatmawati Jakarta adalah 2079 Kal. 2. Kebutuhan protein pasien DM berdasarkan ketetapan PERKENI (2006) sebesar 92 g, sedangkan kebutuhan protein pasien komplikasi ginjal dan hati ditetapkan rumah sakit sebesar 40 g. Rata-rata ketersediaan energi dan protein makanan yang disajikan : 1. Ketersediaan energi makanan yang disajikan untuk sebagian besar pasien sudah sesuai dengan standar porsi rumah sakit. Pada beberapa kasus ditemukan adanya ketidaksesuaian antara ketersediaan dengan standar porsi yaitu pada diet tinggi kalori, yang dikarenakan kurang tepatnya pemorsian nasi. 2. Ketersediaan protein makanan yang disajikan pada diet DM non-RP sesuai dengan perhitungan kebutuhan protein berdasarkan PERKENI (2006). Ketersediaan protein pada diet DM RP40 melebihi 40 g. 3. Terdapat 3 pasien DM yang memperoleh diet tinggi kalori (diet DM VIII+ dan VIII++) yang bertujuan untuk penyembuhan pasca bedah dan gangren. Tingkat ketersediaan energi dan protein sehari : 1. Tingkat ketersediaan energi (berdasarkan TKEHB) untuk 37.5% pasien tergolong normal, 30% defisit, dan 32.5% tergolong lebih, sedangkan tingkat ketersediaan energi (berdasarkan TKERumus
RS)
normal, 52.5% defisit, dan 12.5% tergolong lebih.
untuk 35% pasien tergolong
69
2. Tingkat ketersediaan protein 93% contoh pada diet DM non-RP (PERKENI, 2006) tergolong normal. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan protein rumah sakit sudah sesuai dengan kebutuhan protein Diabetisi yaitu 15-20% (berdasarkan ketetapan PERKENI 2006). 3. Tingkat ketersediaan protein 63.6% pasien komplikasi ginjal dan hati tergolong lebih. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan protein makanan yang disajikan lebih tinggi dibandingkan kebutuhan protein (40 g), padahal rata-rata pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan. Ketersediaan protein yang melebihi 40 g, dipertimbangkan agar pasien mengonsumsi protein sesuai kebutuhan 40 g. Karena bila protein kurang dari kebutuhan, tubuh akan menggunakan protein jaringan untuk memenuhi kebutuhan kalori. Penilaian pasien terhadap atribut makanan pagi, siang, dan sore menunjukkan bahwa 87.5% pasien menyukai warna makanan siang, 75% menyukai aroma makanan pagi, 85% menilai biasa terhadap tekstur, 55.8% menyukai rasa lauk sore dan 48.3% tidak suka rasa sayur di waktu pagi. Sebagian besar pasien menilai biasa bentuk makanan, suhu, variasi menu, dan kebersihan alat. Konsumsi energi dan protein terhadap makanan yang disajikan rumah sakit, makanan luar rumah sakit, dan asupan infus sehari : 1. Sebagian besar (90%) pasien tidak menghabiskan makanan yang disajikan, dengan alasan fisiologis (gigi tidak berfungsi baik, lemas dan pusing, lidah pahit, tidak buang air besar) dan mual. 2. Sebanyak 62.5% pasien masih mengonsumsi makanan luar rumah sakit, dengan rata-rata energi dan protein sebesar 151 Kal dan 4.4 g. Jenis dan frekuensi makanan luar rumah sakit yang dikonsumsi seperti roti, biskuit, buah, dan crackers. 3. Energi rata-rata infus dextrose pada 3 pasien DM adalah 347 Kal. Infus yang diperoleh dari albumin, diberikan pada 1 orang pasien DM memberikan kontribusi protein sebesar 55.13 g. Sebagian besar pasien DM memiliki tingkat konsumsi maupun tingkat kecukupan energi dan protein yang defisit. Hal ini disebabkan oleh faktor fisiologis pasien, penyakit bawaan, dan pengaruh obat sehingga mempengaruhi nafsu makan pasien. Tingkat kecukupan protein dari 45% pasien pasien komplikasi ginjal dan
70
hati tergolong diatas kebutuhan. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan protein yang rendah sedangkan konsumsi protein sesuai, tetapi cenderung lebih dari 40 g. Daya terima pasien terhadap makanan tidak berhubungan dengan tingkat konsumsi energi dan protein. Daya terima terhadap makanan tergolong tinggi namun konsumsi energi dan protein rendah. Rendahnya konsumsi makanan dapat dipengaruhi oleh faktor fisiologis, penyakit bawaan, dan pengaruh obatobatan.
SARAN 1. Penggunaan roti sebagai makanan pengganti pada pasien diabetes, perlu diperhatikan karena roti memiliki indeks glisemik tinggi. 2. Sebaiknya ada standar porsi ukuran yang tetap untuk tiap jenis diet DM. 3. Pihak rumah sakit perlu berperan lebih aktif menjelaskan kepada pasien dan pendamping pasien tentang pentingnya terapi diet. 4. Sangat diperlukan penanganan terapi gizi lanjut bagi pasien yang tidak mampu makan karena pengaruh obat atau karena sulit buang air besar. 5. Peningkatan konseling gizi oleh dietisien sangat diperlukan untuk memotivasi pasien menghabiskan makanan yang disajikan. 6. Upaya lanjut dalam meningkatkan konsumsi makanan rumah sakit sangat berperan dalam proses pemulihan kondisi pasien dan dapat mengurangi konsumsi makanan dari luar rumah sakit.
71
DAFTAR PUSTAKA [ADA] American Diabetes Association. 1982. Diabetes in the Family. London : Prentice Hall International Inc. [AFIC] Asian Food Information Centre. 2006. Diabetes Care for Everyone in Leaflet of Food Fact Asia. Bangkok : AFIC. 28 November 2006. Almatsier S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. _________. 2004. Penuntun Diet. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Beck ME. 1994. Ilmu Gizi dan Diet (Hubungannya dengan Penyakit-penyakit). Kristiani, penerjemah. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta : Depkes Republik Indonesia. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1996. Laporan Akhir Survey Konsumsi Gizi Tahun 1995. Jakarta : Departemen Kesehatan. __________________________. 2003. Peran Diit dalam Penanggulangan Diabetes [makalah seminar]. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Effendi AT dan Effendi YH. 1998. Pencegahan dan Penanggulangan non-Insulin Dependent Diabetes, dan Penyakit Jantung Koroner. Diktat Program Pasca Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor : Fakultas Pertanian, IPB. Gibson. 1993. Nutritional Assessment Laboratory Manual. New York : University of Guelph. Hardinsyah, Setiawan B, Marliyati SA. 1989. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu dengan Pangan Pokok Beragam dalam Upaya Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah dan Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan (Diktat Ilmu Gizi Dasar). Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Hartono A. 2000. Asuhan Nutrisi Rumah Sakit (Diagnosis, Konseling dan Preskripsi). Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. Heimburger D dan Ard JD. 2006. Handbook of Clinical Nutrition. USA : Mosbi Inc. Herfani L. 2004. Penyelenggaraan Makanan dan Evaluasi Menu Diit Jantung di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
72
Ibrahim ZS. 2004. Pengenalan Diabetes, Tanda Gejala, dan Komplikasi disampaikan pada Edukasi Diabetisi di Poli Edukasi RS. Fatmawati [makalah]. Jakarta : RSUP Fatmawati. __________. 2004. Perawatan Kaki Diabetes disampaikan pada Edukasi Diabetisi di Poli Edukasi RS. Fatmawati [makalah]. Jakarta : RSUP Fatmawati. [IKCC] Indonesia Kidney Care Club. 2006. Penatalaksanaan Diet pada Nefropati Diabetik. www.IKCC.com. 11 Desember 2006. [IDF]
International Diabetes Federation. http://www.idf.org/e-atlas. 18 Januari 2005.
2000.
Diabetes
Atlas.
Khomsan A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Kresnawan T. 2007. Malnutrisi. http://wijoseno.livejournal.com. 29 Juni 2007. Kurniawan A. 2002. Gizi Seimbang untuk Mencegah Hipertensi. Makalah Seminar Hipertensi Senat Mahasiswa Kedokteran YARSI; Jakarta, 21 Sept 2002. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat. hlm.1. Larsen C dan Toubro S. 2007. The Effect of Conventional v. a` la Carte Menu on Energy and Macronutrient Intake among Hospitalized Cardiology Patients (Department of Clinical Nutrition 225, Hvidovre Hospital, Copenhagen University, Denmark). British Journal of Nutrition, 98, 351–357. Marlina L. 2004. Persepsi dan Tingkat Konsumsi Pasien Rawat Inap Diabetes Mellitus terhadap Makanan yang Disajikan di Rumah Sakit Pusat TNI Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Miller JCB, Powel KF, Colagiuri S. 1997. The GI Factor : The GI Solution. Australia : Hodder Headline Australia Pty Limited. Moehyi S. 1990. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara. Moehyi S. 1992a. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta : Bhratara. _______. 1992b. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. ________. 1997. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. ________. 1999. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
73
Munajat R. 2003. Mempelajari Hubungan antara Persepsi Pasien Rawat Inap Penderita Penyakit akibat Hiperkolesterolemia terhadap Makanan dengan Konsumsi Energi & Zat Gizi di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo, Purwokerto, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nelson JK, Moxness KE, Jensen MD, Gastineau CF. 1994. Mayo Clinic Diet Manual : A Handbook of Nutrition Practices. Ed ke-7. Philadelphia : Mosby Inc. Noras JU. 2000. Penilaian Pasien terhadap Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Teratai RSUP Fatmawati Jakarta [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Papalia ED and Old SW. 1986. Human Development. USA : McGraw-Hill. Pearce EC. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Handoyo SY, penerjemah. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. [PERKENI] Perhimpunan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI. Philipi B. 2007. Malnutrisi. http://wijoseno.livejournal.com. 29 Juni 2007. Prakoso M. 1982. Pelayanan Gizi di RSCM, Beberapa Usulan Perbaikan suatu Penelitian untuk Evaluasi. Jakarta : Instalasi Gizi RSCM. Pranadji DK, Martianto DH dan Subandriyo VU. 2002. Perencanaan Menu untuk Penderita Diabetes Mellitus. Jakarta : Penerbit Swadaya. Primadhani. 2006. Konsumsi Energi dan Protein pada Penderita Penyakit Hati Rawat Inap di PERJAN Dr. Cipto Mangunkusumo [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahimi R. 2003. Berbagai Jenis Makanan Khusus. Makalah disajikan pada Simposium dan Pelatihan Gizi Medik. Jakarta : Instalasi Gizi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, 17-18 Mei. Ratnasari L. 2003. Daya terima makanan dan tingkat konsumsi Energi dan Protein pasien rawat inap penderita Penyakit Dalam di RSUD Kab.Cilacap [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Riyadi H. 2003. Penilaian Gizi secara Antropometri. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor. Sediaoetama AD. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta : Bhratara. Siagian A. 2006. Pengaruh Indeks Glisemik, Komposisi Zat Gizi Pangan, serta Frekuensi Pemberian Makan pada Respon Glisemik, Nafsu Makan, dan Profil Lipid Orang Dewasa Obes dan Normal [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
74
Singarimbun M dan Effendi S. 1989. Metode Penelitian survey. Jakarta : LP3S. ________________________. 1995. Metode Penelitian survey. Jakarta : LP3S. Soeatmadji DW. 2006. Diabetes Mellitus perlu Dikelola agar tidak Timbulkan Komplikasi disampaikan dalam orasi ilmiah pengukuhan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. http://prasetya.brawijaya.ac.id. 23 September 2006. Soegondo S. 2002. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Di dalam Soegondo S, Soewondo P, dan Subekti I, editor. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. __________. 2007. Diabetes, The Sillent Killer. www.medicastore.com. 12 Juni 2007. Spark A. 2007. Nutrition in Public Health; Principles, Policies, and Practice. Hunter College New York, USA : CRC Press Taylor and Francis Group. Subandriyo VU. 1993. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Diktat yang tidak dipublikasikan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Subandriyo VU dan Hartanti S. 1995. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sukardji K. 2006. Penerapan Indek Glikemik dalam Penyusunan Menu Pasien Rawat Inap Diabetes Rawat Inap RSCM disampaikan dalam seminar Sehari Indeks Glikemik [makalah]. Jakarta : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sukarni M dan Kusno SR. 1980. Metode Penilaian Citarasa II. Bogor : Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sunatrio S. 2007. Malnutrisi. http://wijoseno.livejournal.com. 29 Juni 2007. Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Suyono S. 1994. Gizi, Diet, dan Diabetes. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Th. XXII, No.2, Jakarta. Tjokroprawiro A. 2001. Diabetes Mellitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. _____________. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes Mellitus. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
75
Tupitu F. 2006. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Pengetahuan Gizi, Pola Makan, dan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus tidak tergantung Insulin di Klinik Gizi RSUP Fatmawati [laporan]. Jakarta : Instalasi Gizi RSUP Fatmawati. Waspadji, Sukardji K, Octarina M. 2002. Pedoman Diet Diabetes Mellitus sebagai Panduan bagi Dietisien / Ahli Gizi, Dokter, Mahasiswa dan Petugas kesehatan lain. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. [WHO] World Health Organization. 1980. Expert Committee on Diabetes Mellitus: second report. WHO Technical Report Series, 646:1-80. Winarno. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
76
Lampiran 1. Menu Pasien pada Diet DM Kelas III Siklus
Waktu Makan
Menu
Pagi
Siang
Sore
H-1
Daging bumbu tomat,
Ikan panggang bumbu pepes,
Ayam panggang bumbu kecap,
Oseng tempe cabe ijo,
Tahu bumbu terik,
Tempe bacem,
Capcay sayur baso
Sayur asam,
Kare buncis wortel,
Jeruk, Cah wortel caisin,
Pepaya,Cah bayam,
Semur kentang (RP/DH)
Bihun goreng (RP/DH)
Ayam bumbu semur
Daging bumbu semur
Ikan panggang bumbu gulai
Opor tahu
Tempe bacem
Perkedel tahu bakar
Oseng kacang panjang
Sup sayuran
Bening bayam labu
labu siam
Semangka, Cah wortel toge
Pepaya, Stup buncis
Hache soun (RP/DH)
Makaroni skotel (RP/DH)
Daging bumbu semur
Telur dadar
Ayam panggang bumbu kecap
Tempe terik
Semur tahu
Oseng tempe daun bawang
Oseng toge tahu
Sup macaroni ayam
Gulai buncis labu siam
Melon, Cah kacang panjang
Pepaya, Cah caisin
Perkedel kentang (RP/DH)
Mie skotel (RP/DH)
Ayam bumbu semur
Daging bumbu terik
Ikan panggang bumbu kuning
Opor tahu
Tim tahu
Tempe bacem
SGR Kacang panjang
Sayur lodeh
Sup oyong wortel
labu siam
Jeruk, Stup wortel
Pepaya, Cah bayam
Semur kentang soun(RP/DH)
Makaroni skotel (RP/DH)
Opor telur
Ayam panggang kecap
Semur daging
Tempe bacem
Terik tahu
Tempe bumbu terik
Cah caisin tahu
Soto toge soun
Sayur asam
Semangka, Stup buncis
Pepaya, Cah caisin
Mie goreng (RP/DH)
Bihun goreng (RP/DH)
Abon, Kare ayam (RG)
Daging bumbu semur
Ayam panggang kecap
Tahu bacem
Terik tempe
Tahu bacem
Oseng buncis jagung
Cap sayuran baso
Sayur lodeh
manis, baso
Melon, Oseng kacang panjang toge
Pepaya, Stup wortel
Semur kering kentang soun(RP/DH)
Makaroni skotel (RP/DH)
Opor ayam
Ikan panggang kuning
Daging empal basah
Semur tahu
Tempe bumbu terik
Rollade tahu
Oseng kacang panjang
Bobor bayam labu siam
Soto mie
tempe
Jeruk, Stup wortel
Pepaya, Stup buncis
Makaroni skotel (RP/DH)
Mie goreng (RP/DH)
H-2
H-3
H-4
H-5
H-6
H-7
77
Siklus
Waktu Makan
Menu
Pagi
Siang
Sore
H-8
Semur daging
Ayam panggang kecap
Ikan
Terik tahu
Tempe bacem
kuning
Cah buncis labu siam
Capcay sayur baso
Semur tahu
Semangka, Stup labu siam
Sup buncis jagung manis
Bihun goreng (RP/DH)
Pisang ambon
panggang
bumbu
Cah caisin, Semur kentang soun(RP/DH) H-9
Ayam bumbu semur
Ikan panggang bumbu kuning
Semur telur kering
Tempe bacem
Semur tahu
Terik tempe
Gulai buncis labu siam
Laxa toge, Pepaya
Melon, Cah toge kucai
Cah kacang panjang labu
Makaroni skotel (RP/DH)
siam
Oseng
kacang
panjang
tempe
Mie goreng (RP/DH) H-10
Daging semur
Ayam bumbu terik
Cah
Terik tahu
Perkedel tahu panggang
bombay
Cah buncis jagung manis
Sup oyong wortel
Semur tahu
baso
Pisang raja, Stup wortel
Sayur lodeh
Mie goreng (RP/DH)
Pepaya, Cah bayam
daging
bawang
Bihun goreng (RP/DH) H-31
Semur telur
Ayam bumbu kare
Semur daging
Opor tahu
Tempe bacem
Cah tahu daun bawang
Ca kacang panjang tempe
Bobor bayam labu siam
Sup oyong soun
Semangka, Stup buncis
Pisang ambon
Bihun goreng (RP/DH)
Cah toge kucai, Makaroni skotel (RP/DH)
Sumber : Instalasi Gizi RSUP Fatmawati
78
Lampiran 2. Menu Selingan Jam 10.00 Kelas III Siklus
Menu Selingan
Menu
1
Puding Roti
2
Bubur Kacang Hijau
3
Agar-agar Sarikaya
4
Pisang Rebus
5
Bubur Kacang Hijau
6
Kue Talam Coklat
7
Pisang Rebus
8
Roti Manis
9
Bubur Kacang Hijau
10
Hunkwe Pisang
31
Puding Roti
Sumber : Instalasi Gizi RSUP Fatmawati Standar Porsi Nasi Diet DM Waktu
Kalori
Makan
1100
1300
1500
1700
1900
2100
2300
2500
Pagi
50 g
100 g
100 g
100 g
150 g
150 g
150 g
200 g
Siang
100 g
100 g
200 g
200 g
200 g
250 g
300 g
300 g
Malam
100 g
100 g
100 g
200 g
200 g
200 g
250 g
250 g
79 Lampiran 3. Jenis Diet, Kebutuhan, Ketersediaan, dan Konsumsi Energi dan Protein Pasien Diabetes Mellitus Cth
Jenis Diet
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
DM 1500 NB + diabetasol 2x 6P, tak tahu telur DM 1500 NB 6P DM 1700 BB DM 1700 BB DM 1700 BB DM 1700 BB DM 1700 BB RG2 DM 1700 DD RG2 BB L.cincang DM 1700 Kentang tak ayam DM 1700 NB DM 1700 NB DM 1700 NB 6P +Putih Telur 10 DM 1700 NB tak Ikan DM 1700 p.BB, si.NB,so.Kentang DM 1700 RG BB L.Cincang + Diabetasol 1x DM 1700 RG Tim + Diabetasol 1x DM 1700 RG2 NB DM 1700 RG2 Tim DM 1700 RP 40 BB DM 1700 RP 40 BB + Nefrisol 1x2, tak ikan DM 1700 RP 40 BB L.cincang + Diabetasol 3x DM 1700 RP 40 Tim DM 1700 RP 40 Tim DM 1700 RP 40 Tim + Diabetasol 1x DM 1700 Tim DM 1700 Tim DM 1700 Tim 6P DM 1700 Tim 6P DM 1700 Tim 6P, tak ayam &telur DM 1900 BB + Diabetasol 3x DM 1900 BB 2xselingan DM 1900 BB 6P p.Roti + Diabetasol 2x, dr:2300 DM 1900 DDRG3 NB,p.BS+Susu Tropikn NonF2x DM 1900 NB + PT 5 + Diabetasol 2x, tak ikan DM 1900 RP 40 BB + Diabetasol 2x DM 1900 RP 40 BB + Nefri 1x2 sdt DM 1900 RP 40 BB tak ikan DM 1900 RP 40 Kentang + diabetasol 1x, tak ikan DM 1900 RP 40 Tim + Nefrisol 1x2 sdt DM 2300 R.Colesterol Tim 6P + PT 5 + Diabetasol 1x
Kebutuhan E P 1943 81 2227 93 1793 75 1420 59 2029 85 1565 65 1723 72 1844 77 1344 56 1800 75 2228 93 2280 95 1547 64 1367 57 1506 63 1568 65 1550 65 1592 66 1460 61 1465 61 1531 64 1665 69 1595 66 1566 65 1428 60 1407 59 1389 58 2066 86 2180 91 1771 74 2929 122 2545 106 2431 101 2040 85 1535 64 1763 73 1552 65 2266 94 1865 78 1918 80
Ketersediaan E P 2727 95 1999 70 1432 66 1359 85 1530 64 1460 65 1546 60 1436 57 1683 75 1716 62 1845 60 2093 81 1799 63 1609 67 1735 73 1915 77 1897 64 1692 69 1255 42 1931 50 2030 76 1802 53 1358 46 1992 72 1725 67 1709 68 1888 69 2233 81 1942 70 2400 92 1726 69 2234 87 1645 68 2311 94 1911 65 1507 47 1425 51 1782 62 1750 53 2350 101
Konsumsi E P 1681 57 1317 39 1410 65 943 53 644 21 913 37 1533 59 1222 52 856 19 1461 49 1534 41 2070 79 1759 62 1608 65 1200 48 882 31 1470 49 1078 44 1199 39 1406 35 1394 50 1725 51 1059 38 1394 59 1568 61 1295 48 1816 67 1915 73 1748 66 1954 75 1206 52 1414 52 920 37 1104 46 1686 60 903 26 786 31 1618 53 1666 51 1655 72
Tkt.Ktrsd&Kbth. E P 140.3 117.3 89.8 75.0 79.9 88.4 95.7 143.1 75.4 75.2 93.3 99.9 89.7 83.2 77.9 74.7 125.3 133.8 95.3 82.3 82.8 64.6 91.8 85.6 116.3 98.2 117.7 116.9 115.2 115.9 122.2 118.2 122.4 99.6 106.3 104.1 85.9 68.3 131.8 82.6 132.6 118.8 108.2 76.3 85.1 69.7 127.2 110.3 120.8 112.6 121.5 116.6 136.0 118.8 108.1 94.3 89.1 77.3 135.5 124.8 58.9 56.7 87.8 81.7 67.7 66.8 113.3 110.6 124.5 101.9 85.5 63.8 91.8 78.4 78.6 65.6 93.9 67.8 122.5 126.0
Tkt.Kns&Kbth E P 86.5 70.3 59.1 42.4 78.6 86.5 66.4 90.1 31.8 24.9 58.3 56.7 89.0 82.8 66.3 68.0 63.7 34.0 81.2 65.4 68.8 44.6 90.8 83.6 113.7 95.6 117.6 114.8 79.7 76.9 56.3 48.2 94.9 75.6 67.7 66.5 82.1 64.7 96.0 57.1 91.1 78.5 103.6 73.4 66.4 56.8 89.0 90.5 109.8 103.3 92.0 81.5 130.7 116.2 92.7 84.6 80.2 73.1 110.3 101.9 41.2 42.8 55.6 49.5 37.9 36.2 54.1 53.7 109.8 93.7 51.2 36.0 50.6 47.3 71.4 56.4 89.3 65.5 86.3 90.4
Tkt.Kns&Ktrsd. E P 61.7 59.9 65.9 56.6 98.5 97.9 69.4 63.0 42.1 33.1 62.5 56.8 99.2 99.6 85.1 91.0 50.9 25.4 85.2 79.5 83.1 69.0 98.9 97.6 97.8 97.3 99.9 98.2 69.1 66.4 46.1 40.8 77.5 75.9 63.7 63.9 95.6 94.8 72.8 69.1 68.7 66.1 95.8 96.2 78.0 81.5 70.0 82.0 90.9 91.7 75.7 69.9 96.2 97.8 85.8 89.7 90.0 94.5 81.4 81.6 69.9 75.4 63.3 60.5 55.9 54.2 47.8 48.5 88.2 91.9 59.9 56.5 55.2 60.4 90.8 86.0 95.2 96.6 70.4 71.8
80 Lampiran 4
STRUKTUR ORGANISASI BLU RSUP FATMAWATI
Direktur Utama
Komite Etika & Hukum
Bid.Pelayanan Medik
Komite Mutu & Pengembangan
Bid.Keperawatan
Komite Medik
Bid.Fasilitas Medik&Keperaweatan
Dewan Pengawas
Komite Keperawatan
Direktorat Medik & Keperawatan
Direktorat Umum, SDM & Pendidikan
Bagian SDM
Bagian Umum
Bagian Diklit
Direktorat Keuangan
Bagian Perencanaan &Anggaran
Satuan Pengawasan Intern
Bagian Perbendh.&Mob. dana
Bagian Akuntansi
Sie.Renbang Yandik
Sie.Renbang Keperawatan
Sie.Renbang Fa.& Yandik
Subag.Renba ng SDM
Subag.Admini strasi
Subag.Renba ng Diklatlit
Subag.Penyu sunan
Subag.Perbend aharaan
Subag.Akuntan si Keuangan
Sie.Monev Yandik
Sie.Monev Keperawatan
Sie.Monev Fa.& Yandik
Subag.ADM & Monev
Subag.RT
Subag.Monev Diklatlit
Subag.Evalua si & Laporan
Subag.Mobilisas i Dana
Subag.Akuntan si Manajemen & Verifikasi
SMF
Instalasi
Instalasi
Instalasi
81 Lampiran 5
STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI GIZI RSUP FATMAWATI
Direktur Utama
Direktur Umum, SDM & Pendidikan
Kepala Instalasi Gizi
Wakil Kepala Instalasi Gizi
Penyelia Umum, Diklit & SDM
Penyelia Produksi & Distribusi Makanan
Penyelia Pelayanan Gizi Rawat Jalan & Rawat Inap
Analisis data Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Analisis data Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif Deskriptif & korelasi Deskriptif & korelasi Deskriptif & korelasi
Deskriptif & korelasi
10
Konsultasi gizi
11
Lama
penerapan
1. pernah diet
konsultasi/diet RS di rumah
hasil
tidak pernah
1. sampai saat ini 2. hanya ketika sakit 3. tidak sama sekali
Kondisi pasien DM yang dirawat di Rumah Sakit pada umumnya sudah memiliki berbagai macam komplikasi, sehingga diet yang diberikan Rumah Sakit diharapkan dapat diterapkan di rumah. Rumah Sakit pemerintah berperan penting dalam upaya perbaikan kesehatan masyarakat secara umum. RSUP Fatmawati sebagai RS Badan Layanan Umum (BLU) berfungsi sebagai Pusat Rujukan bagi Wilayah Jakarta Selatan dan berfungsi sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Antara tahun 2002-2005
tercatat data pengunjung instalasi rawat medis rata-rata 59.023 orang, dengan rata-rata jumlah pasien per bulannya yaitu 4.918 orang. Kesehatan merupakan salah satu indeks pengukuran Human Development Index (HDI), pada usia harapan hidup. Insan yang sehat bukan hanya produktif, melainkan juga dinamis akan suatu perubahan, sebagai input positif dalam pembangunan Indonesia jangka panjang. Terutama karena Indonesia sebagai negara berkembang. Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit meliputi penyelenggaraan makanan bagi pasien yang di rawat inap.
seperti pada pasien DM DAFTAR PUSTAKA Almatsier, I., Jus’at & N. Akmal. 1992. Persepsi Pasien terhadap Makanan di RS (survey pada 10 RS di DKI Jakarta). Gizi Indonesia, 17, 87-96 Almatsier S, 2004. Penuntun Diet. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 1996. Laporan Akhir Survey Konsumsi Gizi Tahun 1995. Jakarta : Departemen Kesehatan Hardinsyah, dkk. 1988. Aspek Gizi dan Daya Terima Menu dengan Pangan Pokok Beragam dalam Upaya Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB Hardinsyah, Dodik B. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan (Diktat Ilmu Gizi Dasar). Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Keluarga IPB Hartono. 1994. Ilmu Gizi dan Diet (Hubungannya dengan penyakit-penyakit) [penerjemah : Kristiani]. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica Moehyi, S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Moehyi. 1999. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta : Gramedia. Papalia, E.D & S.W. Old. 1986. Human Development. USA : McGraw-Hill Pranadji, D.K., D.H. Martianto & V.U. Subandriyo. 2002. Perencanaan Menu untuk Penderita Diabetes Mellitus. Jakarta : Penerbit Swadaya Sediaoetama, A.D. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta : Bhratara
Subandriyo, V.U. 1993. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Diktat yang tidak dipublikasikan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor : Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Suyono, S. Gizi, diet, dan diabetes. 1994. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Th. XXII, No.2, Jakarta. ----------------------. 2006. Hidup Sehat dan Bahagia bersama Diabetes Mellitus. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
------------., S. Suyono, K. Sukardji & R. Moenarko. 2003. Indeks Glikemik Berbagai Makanan Indonesia (Hasil Penelitian). Jakarta : Balai penerbit FK UI.
Lama perawatan adalah jumlah hari rawat contoh menjalani rawat inap sampai saat pertama pengamatan Umur (tahun)
Laki-laki
Wanita
18-30
BMR = 15.0 x BB (kg) + 690
BMR = 14.8 x BB (kg) + 485
30-60
BMR = 11.4 x BB (kg) + 870
BMR = 8.1 x BB (kg) + 842
> 60
BMR = 11.7 x BB (kg) + 585
BMR = 9.0 x BB (kg) + 656
Tabel 8. Penggolongan BMR menurut umur Keterangan : BMR BB (Berat badan) BBK
= Angka Metabolisme Basal = BBK (Berat Badan Koreksi) = (BB aktual + BB ideal) : 2
BBI (Berat badan Ideal) ditentukan dengan menggunakan Rumus Brocca yaitu :
BBI (kg)
= (Tinggi Badan dalam cm–100)–10 % (Tinggi Badan-100)
Tabel 7. Data, jenis data, cara pengumpulan data dan alat yang digunakan No
Data
Jenis Data
Cara Pengumpulan
Alat
Data 1
Karakteristik jenis tinggi
contoh
kelamin,
Berat
badan,
(Umur,
Semua
Primer,
badan,
kecuali
Jenis
Berat badan tinggi
dan
Kuesioner
badan
pendidikan,
komplikasi
(penimbangan) dan
pekerjaan, Aktifitas fisik, Jenis
(sekunder)
Wawancara
Primer
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
komplikasi) 2
Faktor Internal Contoh (lama DM, pengetahuan diet, lama penerapan diet DM)
3
Lingkungan rawat,
Contoh
(lama
perawatan
DM
Primer
Lama rawat (rekam medis)
sebelumnya)
4
5
Kebutuhan energi dan protein
Ketersediaan energi dan protein
Primer
Primer
Perhitungan
Program
dengan rumus
Microsoft Excell
komputer
Food Weighing
Kuesioner, Timbangan makanan digital
6
Konsumsi Energi & Protein
Primer (makanan
Food Weighing &
Kuesioner,
RS & luar RS)
Recall 3 x 24 jam
timbangan makanan
Sekunder (infus)
Infus
digital, food model
(rekam
medis) 7
Daya terima Contoh
8
Gambaran
umum
RSUP
Primer
Wawancara
Sekunder
Dokumen
Fatmawati 9
quesioner Kuesioner &
Kuesioner
dan
Kuesioner
wawancara
Gambaran umum Instalasi Gizi
Sekunder
Dokumen pengamatan
Berdasarkan konsumsi makan pasien contoh selama tiga hari, maka pengolahan data konsumsi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10. Contoh Pengolahan Data Konsumsi Makanan Diet DM dari Pengumpulan Data Tiga Hari
No.
Jenis pangan
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Rata-rata/hari
(gram)
(gram)
(gram)
(gram)
1
Makanan pokok
a1
a2
-
(a1+a2)/3
2
Lauk Hewani
b1
-
B3
(b1+b3)/3
3
Lauk Nabati
c1
c2
C3
(c1+c2+c3)/3
4
Sayur
d1
d2
-
(d1+d2)/3
5
Buah
-
e2
E3
(e2+e3)/3
6
Susu
f1
f2
f3
(f1+f2+f3)/3
7
Snack
-
g2
g3
(g2+g3)/3
Makanan dari Luar………………………………………………… Nutrisi Parenteral………………………………………………… Protein………………………………………………………………
15
Angka Kebutuhan Gizi……………………………………………
15
Daya Terima Makanan……………………………………………
16
Faktor Lingkungan…………………………………………………
19 19 19