III.
METODOLOGI KAJIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Kabupaten Pacitan merupakan salah satu daerah tertinggal dari delapan kabupaten di Jawa Timur.
Daerah tertinggal adalah daerah kabupaten yang
masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional.
Daerah tertinggal ditetapkan dengan
menggunakan enam kriteria yaitu perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia,
sarana-prasarana
(infrastruktur),
kemampuan
keuangan
lokal,
aksesibilitas dan karakteristik daerah (Pemkab Pacitan, 2006). Daerah-daerah
yang
terbelakang
atau
tertinggal
mempunyai
ketergantungan yang kuat dengan daerah luar. Daerah tersebut melakukan kegiatan pembangunan ekonomi untuk menghilangkan keterbelakangan dan mengurangi ketergantungan. Daerah-daerah yang terbelakang harus melakukan perubahan yang mendasar atau fundamental agar mampu berdiri sendiri. Pengembangan ekonomi lokal merupakan sebuah upaya untuk mengendalikan aktivitas ekonomi bagi masyarakat lokal yang terbelakang.
Dengan adanya
pengembangan ekonomi lokal, memungkinkan kelompok masyarakat miskin produktif seperti petani kelapa dapat masuk dalam rantai perekonomian yang lebih besar.
Konsep pengembangan ekonomi lokal memberikan peluang
kepada suatu komunitas untuk berperan dan berinisiatif menggerakkan sumberdaya-sumberdaya lokal yang ada untuk membangun komunitas tersebut. Kabupaten Pacitan adalah salah satu penghasil kelapa, karena kelapa merupakan komoditas utama yang tersebar di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Pacitan.
Namun potensi kelapa yang dimiliki Kabupaten Pacitan
belum dimanfaatkan secara optimal dan belum mampu menjadi penggerak utama perekonomian lokal. Diharapkan
upaya pengembangan ekonomi lokal
yang berbasis pada komoditas kelapa, dapat menggerakkan perekonomian masyarakat sehingga Kabupaten Pacitan tidak lagi termasuk kategori daerah tertinggal. Setiap wilayah perlu melihat sektor atau komoditas apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat. dalam
suatu
perekonomian
memiliki
kemampuan
Tidak semua sektor tumbuh
yang
sama.
Perencana pembangunan ekonomi biasanya akan memanfaatkan sektor-sektor yang dapat tumbuh tinggi (sektor basis, atau sektor kunci, atau sektor unggulan) untuk mendorong pertumbuhan rata-rata yang relatif tinggi.
Perkembangan
45
sektor atau komoditas tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian daerah secara keseluruhan akan tumbuh.
Analisis
Location Quotient (LQ) merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan sehingga eksistensinya diharapkan dapat menjadi kegiatan basis ekonomi wilayah. Dalam pengembangan suatu wilayah, selain potensi keunggulan komparatif maka perlu diketahui pula keunggulan kompetitif.
Untuk itu perlu
diketahui pergeseran struktur komoditas atau sektor dan seberapa besar share komoditas atau sektor tersebut di suatu wilayah dibandingkan dengan cakupan wilayah referensi yang lebih luas, dalam dua titik waktu. Dengan memahami struktur dan kontribusi
sub sektor perkebunan atau komoditas kelapa di
Kabupaten
dapat
Pacitan,
menjelaskan
kemampuan
berkompetisi
(competitiveness) komoditas kelapa secara dinamis dalam hubungannya dengan pertumbuhan wilayah. Dalam
pengembangan
ekonomi
lokal,
diperlukan
langkah
untuk
mengidentifikasi dan mengembangkan sekumpulan kegiatan ekonomi yang terkait dan atau berpusat pada sebuah komoditas, mulai dari pra produksi hingga pasca produksi, yang disebut dengan klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian dan klaster industri, tergantung dari kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan itu. komoditas.
Klaster yang dikembangkan umumnya berpusat pada
Berkenaan dengan strategi pengembangan ekonomi lokal yang
berbasis komoditas kelapa, maka pengembangan klaster industri kelapa selayaknya dicoba untuk diinisiasi di Kabupaten Pacitan, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi kelayakan finansial, nilai tambah dan marjin pemasaran yang memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat petani-pengrajin yang miskin. Konsep klaster yang dipopulerkan oleh Porter (1990) dalam Zulham (2007) menggambarkan bahwa daya saing satu wilayah ditentukan oleh kerja sama yang serasi antar unit usaha dan industri yang terdapat di suatu wilayah. Mengacu pada konsep tersebut, unit-unit usaha dan kelembagaan dalam klaster industri kelapa
diharapkan memerankan fungsi/ hubungan yang saling
mendukung untuk pengembangan ekonomi di Kabupaten Pacitan.
Berkaitan
dengan hal ini, maka kajian tentang klaster kelapa dapat dijadikan landasan bagi pengambil kebijakan untuk mempertimbangkan bentuk klaster kelapa yang dapat dikembangkan di Kabupaten Pacitan.
46
Berdasarkan hasil kajian Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal Bappenas (2003) menunjukkan bahwa bentuk-bentuk klaster yang ada di Indonesia dapat dikategorikan sebagai: pertama, klaster industri yang terbentuk secara alamiah tanpa intervensi pemerintah.
Dan, kedua, klaster
industri yang berkembang karena intervensi pemerintah.
Klaster menurut
kategori pertama terbentuk oleh kegiatan ekonomi masyarakat secara turun temurun.
Sedangkan klaster menurut kategori kedua, didorong oleh upaya
pengembangan
potensi
ekonomi
dalam
rangka
melaksanakan
program
ekonomi
lokal
yang
menggunakan
strategi
pemerintah. Pengembangan
pengembangan klaster merupakan proses penjalinan kepentingan antara sektor pemerintah, swasta dan masyarakat.
Hal ini membutuhkan komitmen yang
berkelanjutan dari pemerintah daerah, kalangan bisnis, dan dunia pendidikan. Untuk itu diperlukan kepeloporan dan kerjasama yang erat, dimana masingmasing pihak harus memberikan
komitmen
penuh terhadap perannya.
Kepemimpinan Pemerintah Daerah Kabupaten dan kemampuannya untuk memobilisasi “pemain-pemain” dari kalangan non pemerintah, merupakan kunci sukses dalam pengembangan ekonomi lokal. Berdasarkan hal-hal tersebut maka disusun perumusan strategi dengan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Pada tahap masukan (input stage) dilakukan identifikasi mengenai faktor-faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan yang bersifat strategis berupa analisa EFE dan IFE. digunakan
Matriks
SWOT
Pada tahap penggabungan (matching stage) guna
memetakan
posisi
lembaga
lingkungannya dan menetapkan strategi umum. Hasil analisis dilanjutkan
dengan
QSPM
akan
memetakan
posisi
terhadap
SWOT
lembaga
yang
terhadap
lingkungannya dan menyediakan pilihan strategi umum yang sesuai, serta dijadikan dasar dalam menetapkan sasaran-sasaran lembaga ke depan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan dari para stakeholder. Salah satu program prioritas dari Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal Kabupaten Pacitan Tahun 2006 – 2011 adalah pengembangan ekonomi lokal, yang diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal yang dimiliki masing-masing wilayah, oleh pemerintah daerah dan masyarakat.
Dalam
menginisiasi strategi pengembangan ekonomi lokal, langkah yang perlu
47
dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan adalah memadukan kebijakan top down dan bottom up planning, sehingga kegiatan ekonomi masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun dan membentuk klaster alamiah, dapat diperkuat
dengan
intervensi
kebijakan.
Kerangka
pemikiran
kajian
pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan tersaji dalam Gambar 7.
KABUPATEN PACITAN termasuk kategori daerah tertinggal dilihat dari aspek : perekonomian masyarakat, SDM, infrastruktur, kemampuan keuangan lokal
Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) : • Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang memberikan dampak terhadap rumah tangga miskin dan UMKM. • Memperluas kesempatan kerja • Pemberdayaan produsen/ masyarakat miskin
Potensi SDA : KELAPA • Belum dimanfaatkan secara optimal • Belum mampu menggerakkan perekonomian lokal • Belum memberikan kesejahteraan pada produsen (petani/ pengrajin)
Analisis Keunggulan Komparatif : LQ
Analisis Keunggulan Kompetitif : Shift-Share
Analisis Kelayakan Finansial: NPV, IRR, Net B/C
Apakah kelapa merupakan sektor basis?
YA
Kelayakan Pengembangan Klaster Industri Kelapa ?
Analisis Nilai Tambah
PERUMUSAN STRATEGI Analisis Marjin Pemasaran
TAHAP MASUKAN (Input Stage) IFE EFE TAHAP PENGGABUNGAN (Matching Stage) Matriks SWOT TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN (Decision Stage) QSPM
48
Kegiatan Ekonomi Komunitas (Community Based Development)
Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pacitan (Local Government Policy)
PERANCANGAN PROGRAM DALAM RANGKA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI & PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
GambarKajian 7. Kerangka Pemikiran Kajian 3.2 Lokasi dan Waktu Kajian dilaksanakan di Kabupaten Pacitan dengan pertimbangan bahwa wilayah ini mempunyai komoditas unggulan daerah berupa kelapa yang mempunyai potensi menggerakkan perekonomian lokal. Selain itu Kabupaten Pacitan, sesuai Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 1 Tahun 2005, merupakan salah satu dari delapan kabupaten di Jawa Timur yang masuk kategori Daerah Tertinggal. Penentuan lokasi sampling dilakukan secara purposive, yang difokuskan pada Kecamatan Kebonagung meliputi dua desa yaitu Desa Mantren dan Desa Worawari. Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu sentra kelapa dan produsen gula merah di Kabupaten Pacitan.
Selain itu kedua desa tersebut
merupakan target program pembangunan komunitas (community based development) berbasis petani dan produsen kelapa yang dilakukan oleh Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa. Kajian dilaksanakan selama satu bulan dari awal Bulan April 2007 sampai awal Bulan Mei 2007.
3.3 Metode Kajian 3.3.1
Sasaran Kajian dan Teknik Sampling Sasaran kajian adalah 1) kelompok produsen yang meliputi petani kelapa,
pengrajin produk berbahan baku kelapa khususnya gula merah, dan penderes; 2) pihak-pihak yang terkait dengan pemasaran dan tataniaga produk berbahan baku kelapa; 3) kelompok masyarakat sipil atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli terhadap isu-isu pemberdayaan masyarakat dan ekonomi kerakyatan; serta 3) pihak pemerintah daerah dan aparat yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa. Teknik sampling dilakukan secara purposive yang masing-masing dianggap mewakili kelompok produsen yaitu petani kelapa, pengrajin dan penderes; mewakili kelompok tengkulak, bakul maupun kelembagaan tataniaga
49
kelapa; mewakili pihak pemerintah daerah dan aparat yang terkait. Distribusi responden secara rinci tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Responden Kajian No 1 2
Kelompok Produsen Pemasaran
3
Masyarakat Sipil atau Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerintah Daerah dan aparat
4
3.3.2
Jenis Responden Pengrajin gula merah Tengkulak desa/ kecamatan Pedagang besar Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
Jumlah 90 orang 5 orang 1 orang 2 orang
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Badan Pemberdayaan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Badan Perencanaan Daerah Biro Pusat Statistik Pacitan
2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 2 orang 1 orang
Metode Pengumpulan Data Data yang diperlukan untuk kajian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan
responden
untuk
mendapatkan
gambaran
umum
hal-hal
yang
berhubungan dengan kajian ini, serta mendapatkan informasi faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pengembangan ekonomi lokal berbasis komoditas kelapa. Data primer juga diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari laporan yang dikeluarkan oleh instansiinstansi yang berkaitan langsung dengan komoditas kelapa dan program pengembangan ekonomi lokal di Kabupaten Pacitan yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Perencanaan Daerah
50
dan Biro Pusat Statistik Kabupaten Pacitan. Data sekunder juga diperoleh dari studi pustaka dengan melakukan penelaahan terhadap referensi yang relevan dengan topik kajian.
3.3.3
Metoda Pengolahan dan Analisis Data Dalam kajian ini digunakan metode analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif
digunakan untuk : 1) analisis keunggulan komparatif melalui Analisis Location Quotient (LQ); 2) analisis keunggulan kompetitif melalui Analisis Shift-Share; 3) Analisis Kelayakan Finansial; 4) Analisis Nilai Tambah; 5) Analisis Marjin Tata Niaga. 3.3.3.1 Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ digunakan untuk mengetahui prospek pengembangan suatu wilayah
yang
berbasiskan
potensi
keunggulan
komparatif
serta
mengidentifikasikan komoditas unggulan yang menjadi sektor basis dan non basis. LQ merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah (Blakely, 2002).
Pendekatan ini merupakan perbandingan
antara fungsi relatif produksi/ luas areal komoditas j pada tingkat wilayah dengan fungsi relatif produksi/ luas areal komoditas j pada tingkat wilayah yang lebih besar. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
LQij =
Xij Xi. X . j X ..
keterangan :
LQij
= indeks kuosien lokasi kecamatan i untuk
Xij
= jumlah luas areal/ produksi di kecamatan i
komoditas j untuk Xi. X.j X..
komoditas j = jumlah luas areal/ produksi seluruh komoditi perkebunan di kecamatan i = jumlah luas areal/ produksi komoditas j di seluruh kecamatan di Kabupaten Pacitan = jumlah luas areal/ produksi total komoditi perkebunan di seluruh Kabupaten Pacitan
Kriteria penilaian dalam penentuan ukuran derajat basis dan non basis adalah jika nilai indeks LQ > 1 maka komoditas tersebut merupakan komoditas basis sedangkan bila nilai indeks LQ ≤
1 maka komoditas yang dimaksud
51
termasuk ke dalam komoditas non basis pada kegiatan perekonomian di wilayah Kabupaten Pacitan.
3.3.3.2 Analisis Shift-Share Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan kompetitif suatu komoditas atau wilayah dan menghitung seberapa besar kontribusi (share) komoditas atau kecamatan terhadap pertumbuhan komoditas-komoditas yang bersesuaian di tingkat Kabupaten Pacitan.
Dengan melihat nilai kontribusi
(share) dapat diketahui komoditas ataupun wilayah (kecamatan) yang dapat memberikan kontribusi terbesar (keunggulan kompetitif) terhadap pertumbuhan di wilayah yang lebih luas (Kabupaten Pacitan). Pada analisis shift-share ini menggunakan indikator jumlah produksi dari setiap komoditas perkebunan rakyat pada dua titik waktu.
Analisis dibagi
menjadi tiga komponen, yaitu komponen pertumbuhan regional/ kabupaten (Regional Agregat Shift Share/ RASS), komponen pertumbuhan proporsional (Proportional Shift Share/ PSS) dan komponen pertumbuhan pangsa lokal/ kecamatan (Differential Shift Share/ DSS), sehingga besar perubahan produksi sama dengan penjumlahan dari ketiga komponen tersebut. Adapun tahapantahapan perhitungannya adalah sebagai berikut: 1. Menghitung besarnya pergeseran/ perubahan secara agregat di tingkat regional (regional agregat shift share), yaitu pertumbuhan produksi tingkat regional/ kabupaten (RASS). Hasil perhitungan ini dapat menunjukkan maju atau lambatnya perubahan perekonomian di tingkat Kabupaten Pacitan. 2. Menghitung
besarnya
pergeseran
komoditas
secara
asal,
tanpa
memperhatikan lokasi (proportional shift share), yaitu rasio produksi per komoditas dari komoditas perkebunan rakyat tahun akhir dan tahun awal, minus rasio produksi kabupaten tahun akhir dan tahun awal (PSS). Dari hasil perhitungan ini akan diketahui komoditas-komoditas yang relatif maju atau lamban di setiap Kabupaten Pacitan. 3. Menghitung komponen pertumbuhan pangsa lokal (differential shift share), yaitu rasio luas areal/ produksi setiap komoditas dari komoditas perkebunan rakyat di setiap kecamatan tahun akhir dan tahun awal (DSS). Dari hasil perhitungan ini akan diketahui komoditas-komoditas yang relatif maju atau lambat di setiap kecamatan ataupun kecamatan-kecamatan yang relatif maju atau lambat dalam setiap komoditas.
52
Persamaan Shift Share adalah : Total Shift Share = RASS + PSS + DSS X’..
1
RASS =
X’.j
X’..
PSS =
X..
X’ij
X’.j
Xij
X.j
DSS = X.j
X..
keterangan : i j X’ij analisis Xij analisis X’.j
= indeks kecamatan, i = 1,2,3, ....,12 = indeks komoditas, j = 1,2,3,.....,17 = jumlah produksi komoditas j di kecamatan i pada tahun akhir = jumlah produksi komoditas j di kecamatan i pada tahun awal
X’..
= jumlah produksi komoditas j di seluruh kecamatan di Kabupaten Pacitan pada tahun akhir analisis. = jumlah produksi komoditas j di seluruh kecamatan di Kabupaten Pacitan pada tahun awal analisis. = jumlah produksi total komoditi perkebunan di Kabupaten Pacitan
X..
tahun akhir analisis. = jumlah produksi total komoditi perkebunan di Kabupaten Pacitan
X.j pada pada
tahun awal analisis. 3.3.3.3 Analisis Kelayakan Finansial Perhitungan kelayakan finansial produk turunan kelapa dilakukan dengan analisa-analisa (1) Net Present Value (NPV), (2) Internal Rate of Return (IRR), 3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). Net Present Value (NPV) menunjukkan selisih antara jumlah nilai kini benefit kotor yang diperoleh suatu investasi dengan jumlah nilai biaya total. Nilai kini merupakan nilai dana yang telah dibobot dengan diskon faktor pada tingkat discount rate tertentu. Discounted cash flow adalah selisih antara jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dengan biaya yang dikeluarkan pada waktu sekarang dengan tingkat bunga tertentu.
Bila NPV > 0, maka
pengembangan produk turunan kelapa layak untuk diusahakan. Sedangkan bila NPV < 0, maka pengembangan produk turunan kelapa tidak layak untuk diusahakan.
Secara sistematis perhitungan NPV dirumuskan sebagai berikut
(Gray et al., 2002) :
n
NPV = ∑ t =0
Bt − C t (1 + r ) t
Keterangan : Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t
53
Ct r t n
= Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t = Tingkat diskonto (%) = Umur proyek (tahun) = Jumlah tahun
Internal Rate of Return (IRR) merupakan ukuran keberhasilan suatu kegiatan industri dilihat dari kemampuannya untuk menghasilkan benefit bersih, dimana setiap benefit bersih (Bt > Ct) yang diperoleh diinvestasikan kembali pada tahun berikutnya.
IRR dinyatakan dalam persen yang merupakan
pembanding yang baik dengan tingkat discount rate modal yang berlaku. IRR adalah arus pengembalian yang menghasilkan NPV aliran masuk = NPV aliran keluar, disebut juga Marginal Efficiency of Capital. IRR adalah r*, yaitu suatu tingkat bunga yang menunjukkan NPV sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau tingkat bunga yang menghasilkan NPV = 0. Jika diperoleh nilai IRR lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku (discount rate), maka investasi usaha layak untuk dilakukan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat bunga yang berlaku, maka investasi usaha tersebut tidak layak dilakukan.
Secara
sistematis, perhitungan IRR dapat dirumuskan sebagai berikut (Syaukat, 2003) : n
n Bt Ct = ∑ ∑ t t t = 0 (1 + r*) t = 0 (1 + r*)
Keterangan : Bt Ct r* t n
= Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t = IRR = Umur proyek (tahun) = Jumlah tahun
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan perbandingan antara jumlah present value yang positif (sebagai pembilang) dengan present value yang negatif (sebagai penyebut). Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika nilai Net B/C > 1, maka kegiatan pengembangan produk turunan kelapa yang dilakukan menguntungkan karena penerimaan lebih besar daripada biaya total. Secara sistematis nilai tersebut dirumuskan sebagai berikut (Gray et al., 2002) :
54
Bt − C t
n
NetB / C =
∑ (1 + r ) t =0 n
t
(untuk Bt – Ct > 0)
C t − Bt
(untuk Bt – Ct < 0)
∑ (1 + r ) t =0
t
Keterangan : Bt Ct r t n
= = = = =
Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t Tingkat diskonto (%) Umur proyek (tahun) Jumlah tahun
3.3.3.4 Analisis Marjin Tataniaga Dalam pengembangan suatu komoditas dan produk turunannya, selain kelayakan secara finansial, juga harus mempertimbangkan kelayakan pemasaran. Analisis yang sesuai untuk tujuan tersebut adalah analisis marjin tataniaga. Secara matematis persamaan marjin tataniaga adalah sebagai berikut :
m
m n
j=1
j=1 i=1
m
M = ∑ Mj = ∑ ∑ Cij + ∑ Pj j=1
Keterangan : M = Marjin tataniaga (Rp/ kg) Mj = Marjin tataniaga (Rp/ kg) lembaga tataniaga ke j (j=1,2,...,m); m: jumlah lembaga tataniaga yang terlibat Cij = Biaya tataniaga ke i (Rp/ kg) pada lembaga tataniaga ke j; (i = 1,2, ...,n) dan n jumlah jenis pembiayaan Pj = Marjin keuntungan lembaga tataniaga ke j (Rp/ kg)
3.3.3.5 Analisis Nilai Tambah Analisis nilai tambah adalah nilai tambah bruto pada pengolahan produk turunan kelapa. Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dikurangi bahan baku dan penolong.
Cara menghitung nilai tambah mengacu pada
Metode Hayami, yang dipaparkan pada Tabel 2.
55
Tabel 2 Model Perhitungan Nilai Tambah dengan Metode Hayami Variabel I
II
III
Nilai
Output, Input dan Harga : 1. Output (kg/th) 2. Bahan Baku (kg/th) 3. Tenaga Kerja (HOK/th) 4. Faktor Konversi (1 : 2) 5. Koefisien Tenaga Kerja (3 : 2) 6. Harga Output (Rp/kg) 7. Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK)
a b c d = a/b e = c/b f g
Pendapatan dan Keuntungan 8. Harga Bahan Baku (Rp/kg) 9. Sumbangan Input Lain (Rp/kg) 10. Nilai Output (4x6) 11. a. Nilai Tambah (10-8-9) b. Rasio Nilai Tambah (11a : 10) x 100% 12. a. Imbalan Tenaga Kerja (5x7) b. Bagian Tenaga Kerja (12a : 11a) x 100% 13. a. Keuntungan (11a-12a) b. Tingkat Keuntungan (13a:10) x 100%
h i j=dxf k = j-i-h l (%) = k/j x 100% m=exg n (%) = m/k x 100% o = k-m p (%) = o/j x 100%
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi 14. Marjin Keuntungan (10-8) a. Pendapatan Tenaga Kerja (12a : 14) x 100% b. Sumbangan Input Lain (9: 14) X 100% c. Keuntungan Kegiatan Produksi (13a : 14) x 100%
q = j-h r (%) = m/q x 100% s (%) = i/q x 100% t (%) = o/q x 100%
Sumber : Hayami dalam Gumbira Said dan Intan (2002)
Tabel 3. Perincian Tujuan, Analisis, Notasi, Parameter dan Sumber Data No
Tujuan
Analisis
Notasi
Parameter
1
Menganalisis keunggulan komparatif komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan
Indeks Location Quotient (LQ)
Xij
Jumlah luas areal/ produksi komoditas j di kecamatan i Jumlah luas areal/ produksi komoditas j di seluruh kecamatan Jumlah luas areal/ produksi seluruh komoditi perkebunan di kecamatan i Jumlah luas areal/ produksi total komoditi perkebunan di Kabupaten Pacitan Jumlah luas areal/ produksi komoditas j di kecamatan i pada tahun awal analisis Jumlah luas areal/ produksi komoditas j di kecamatan i pada tahun akhir analisis Jumlah luas areal/
X.j Xi. X..
2
Menganalisis keunggulan kompetitif komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan
Shift Share
Xij
X’ij X.j
Sumber Data Kantor BPS, Dinas Perhutanan dan Perkebunan
Kantor BPS, Dinas Perhutanan dan Perkebunan
56
X’.j
X..
X’..
3
4
Menganalisis kelayakan finansial produk turunan kelapa
Analisis Kelayakan Finansial
Mengetahui sebaran manfaat dan keuntungan pemasaran yang diterima produsen
Analisis Marjin Pemasaran
BC Ratio NPV IRR M Mj m Cij n Pj
5
No 5
Mengetahui persentase nilai tambah produk turunan kelapa (nilai yang tercipta dari suatu kegiatan produksi)
Analisis Nilai Tambah
a b
Tujuan
Analisis
Notasi
Analisis Nilai Tambah
f g h
c d = a/b e = c/b
i j = dXf k = j-h-i l (%) = k/jX100% m = eXg n(%) = m/kX100% o=k–m p(%) =
produksi komoditas j di seluruh kecamatan pada tahun awal analisis Jumlah luas areal/ produksi komoditas j di seluruh kecamatan pada tahun akhir analisis. Jumlah luas areal/ produksi total komoditi perkebunan di seluruh Kabupaten Pacitan pada tahun awal analisis Jumlah luas areal/ produksi total komoditi perkebunan di seluruh Kabupaten Pacitan pada tahun akhir analisis Total Pendapatan dan Total Biaya Total Pendapatan, Total Biaya, dan Suku Bunga Total Pendapatan, Total Biaya, dan Suku Bunga Marjin tataniaga Marjin pemasaran lembaga tataniaga ke j (j = 1,2,..., m) Jumlah lembaga tataniaga yang terlibat Biaya tataniaga ke i (Rp/ kg) pada lembaga tataniaga ke j (i = 1,2, ..., n) Jumlah jenis pembiayaan Marjin keuntungan lembaga tataniaga ke j (Rp/ kg) Produk turunan kelapa (kg/ bulan) Bahan baku (butir atau liter/ bulan) Tenaga kerja (HOK/ bulan) Faktor konversi ¾ Koefisien tenaga kerja 5/4 Parameter
Survei Produsen/ Penderes, Survei Tengkulak Survei Tengkulak, Survei Produsen/ Penderes
Survei Produsen
Sumber Data
Harga produk (Rp/ kg) Upah rata-rata (Rp/ HOK) Harga bahan baku (Rp/ butir atau liter) Nilai input lain (Rp/ butir atau liter bahan baku) Nilai produk (Rp) Nilai tambah (Rp) Rasio nilai tambah Imbalan tenaga kerja Bagian tenaga kerja Keuntungan
57
o/jX100% q=j–h r(%)=m/q X100% s(%) = i/q X 100% u(%) = o/q X 100%
Tingkat keuntungan Marjin keuntungan Pendapatan tenaga kerja Sumbangan input lain Keuntungan pengolah
3.4
Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program Dalam
menyusun
strategi
pembangunan
ekonomi
lokal
berbasis
komoditas kelapa di Kabupaten Pacitan, dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Setelah dilakukan penetapan strategi, maka selanjutnya melakukan perancangan program sesuai dengan visi-misi-tujuan Kabupaten Pacitan. Kerangka formulasi strategi menurut David (2004) ditunjukkan pada Gambar 8. 1. TAHAP MASUKAN Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
Evaluasi Faktor Internal (IFE)
2. TAHAP ANALISIS MATRIKS SWOT 3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN MATRIKS PERENCANAAN STRATEGIS KUANTITATIF (QUANTITATIVE STRATEGIC PLANNING MATRIX) Gambar 8. Kerangka Formulasi Strategi 1. Evaluasi Faktor Internal (IFE – Internal Factor Evaluation) Evaluasi Faktor Internal (IFE) digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal lembaga berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting.
Tahapan kerja pada penyusunan Evaluasi Faktor Internal adalah
sebagai berikut (David, 2004) : a. Menyusun daftar critical success factors untuk aspek internal kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) dengan melibatkan beberapa responden. b.
Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian
58
atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan adalah sebagai berikut: 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal, dan 0 jika faktor vertikal kurang penting daripada faktor horizontal. Untuk mendapatkan bobot nilai, tiap faktor dibagi dengan total nilai dari analisis internal. Jumlah seluruh bobot adalah 1. c. Memberikan skala rating (peringkat) 1 sampai 4 untuk setiap faktor untuk menunjukkan apakah faktor tersebut mewakili kelemahan utama/ sangat lemah (peringkat = 1), kelemahan kecil/ agak lemah (peringkat = 2), kekuatan kecil/ agak kuat (peringkat = 3), dan kekuatan utama/ sangat kuat (peringkat = 4). d. Mengalikan bobot dengan rating (peringkat) dari masing-masing faktor untuk menentukan nilai skornya. e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total. Nilai rata-rata adalah 2.5.
Jika nilainya dibawah 2.5 menunjukkan bahwa secara
internal, lembaga adalah lemah. Sedangkan nilai yang lebih besar dari 2.5 menunjukkan posisi internal yang kuat.
Matriks Evaluasi Faktor
Internal tersaji dalam Tabel 4. Tabel 4. Matriks Evaluasi Faktor Internal No.
Faktor Internal
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Kekuatan (Strengths) .................................. .................................. .................................. Kelemahan (Weakness) 1 ...................................... 2 ...................................... 3 ...................................... Total 1 2. Evaluasi Faktor Eksternal (EFE – External Factor Evaluation) 1 2 3
Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) digunakan untuk mengevaluasi faktorfaktor eksternal lembaga (pemerintah daerah Kabupaten Pacitan).
Faktor
eksternal menyangkut persoalan politik, ekonomi, sosial budaya, demografi, teknologi, hukum dan faktor lingkungan berupa lingkungan usaha industri, pasar, serta data eksternal relevan lainnya.
Faktor eksternal berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap lembaga.
Hasil analisis
59
eksternal digunakan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang ada serta seberapa baik strategi yang telah dilakukan selama ini. Tahapan kerja pada penyusuan Evaluasi Faktor Eksternal adalah sebagai berikut : a.
Menyusun daftar critical success factors untuk aspek eksternal yang mencakup peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan melibatkan beberapa responden.
b.
Menentukan derajat kepentingan relatif setiap faktor internal (bobot). Penentuan bobot faktor internal dilakukan dengan memberikan penilaian atau pembobotan angka pada masing-masing faktor. Penilaian angka pembobotan adalah sebagai berikut: 2 jika faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal, 1 jika faktor vertikal sama pentingnya dengan faktor horizontal, dan 0 jika faktor vertikal kurang penting daripada faktor horizontal. Untuk mendapatkan bobot nilai, tiap faktor dibagi dengan total nilai dari analisis internal. Jumlah seluruh bobot adalah 1.
c. Memberi peringkat (rating) 1 sampai 4 pada peluang dan ancaman untuk menunjukkan seberapa efektif strategi mampu merespon faktor-faktor eksternal yang berpengaruh tersebut.
Angka 1 menunjukkan respon
jelek, 2 respon rata-rata, 3 respon diatas rata-rata, dan 4 respon sangat bagus. d. Menentukan nilai yang dibobot (skor tertimbang) dengan cara mengalikan bobot dengan peringkat (rating). e. Menjumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total.
Skor total 4.0
mengindikasikan bahwa lembaga merespon dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman di pasar industrinya. Sementara itu, skor total sebesar 1.0 menunjukkan bahwa lembaga tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman eksternal. Matriks evaluasi faktor eksternal tersaji pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal No. 1 2 3 1 2
Faktor Eksternal
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Peluang (Opportunities) ...................................... ...................................... ...................................... Ancaman (Threats) ...................................... ......................................
60
3
...................................... Total
1
3. Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT adalah berupa sebuah matriks yang terdiri atas empat kuadran.
Masing-
masing kuadran merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Secara lengkap matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 6. Menurut David (2004) langkahlangkah dalam menyusun matriks SWOT adalah sebagai berikut: a. Mendaftar peluang eksternal b. Mendaftar ancaman eksternal c. Mendaftar kekuatan internal d. Mendaftar kelemahan internal e. Memadukan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-O. f.
Memadukan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya ke dalam sel W-O.
g. Memadukan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel S-T. h. Memadukan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasilnya pada sel W-T.
Tabel 6. Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) Faktor Internal
STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
STRATEGI S-O Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI S-T
STRATEGI W-O Meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI W-T
Faktor Eksternal OPPORTUNITIES (O)
THREATS (T)
61
Menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman
4. Analisis QSPM Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM) merupakan teknik yang dipakai pada Tahap Pengambilan Keputusan.
Teknik ini secara jelas
menunjukkan strategi alternatif mana yang paling baik untuk dipilih. Bentuk dasar QSPM tersaji pada Tabel 7. Tabel 7. Matriks Analisis QSPM Faktor Kunci
Bobot
Strategi Alternatif I AS
II TAS
AS
III TAS
AS
TAS
INTERNAL Kekuatan ............. Kelemahan ................. EKSTERNAL Peluang ................. Ancaman ................. JUMLAH RANKING Kolom sebelah kiri dari QSPM terdiri dari key success factors yang dihasilkan dari matriks IFE dan EFE yang didapat dari Input Stage. Barisan atas terdiri dari alternatif strategi yang dapat direkomendasikan, hasil dari Matriks SWOT. Kolom Weight adalah bobot kemenarikan yang diterima oleh masing-masing faktor dalam Matriks EFE dan Matriks IFE. Komponen-komponen utama dari suatu QSPM terdiri dari: Key Factors, Strategic Alternatives, Weights, Attractiveness Score, Total Attractiveness Score, dan Sum Total Attractiveness Score. Langkah-langkah dalam analisis QSPM adalah sebagai berikut:
62
a. Menyusun daftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman di kolom sebelah kiri QSPM, yang diambil dari Matriks IFE dan EFE. Minimal sepuluh external critical success factors dan sepuluh internal critical success factors dimasukkan ke dalam QSPM. b. Memberi bobot (weight) pada masing-masing external dan internal key success factors.
Bobot (weight) ini sama dengan yang ada di EFE
Matriks dan IFE Matriks. c. Mengidentifikasi
strategi
alternatif
yang
pelaksanaannya
harus
dipertimbangkan lembaga. Mencatat strategi-strategi ini di bagian atas baris QSPM.
Mengelompokkan strategi-strategi tersebut ke dalam
kesatuan yang mutually exclusive, jika memungkinkan. d. Menetapkan Attractiveness Scores (AS), yaitu nilai yang menunjukkan kemenarikan
relatif
untuk
masing-masing
strategi
yang
terpilih.
Attractiveness Score ditetapkan dengan cara meneliti masing-masing external dan internal key success factors. Batasan nilai Attractiveness Scores adalah : 1 Æ tidak menarik 2 Æ agak menarik 3 Æ secara logis menarik 4 Æ sangat menarik e. Menghitung Total Attractiveness Scores (TAS). Scores
(TAS)
didapat
dari
perkalian
bobot
attractiveness score pada masing-masing baris.
Total Attractiveness (weight)
dengan
Total Attractiveness
Scores menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing alternatif strategi. f.
Menghitung
Sum
Total
Attractiveness
Scores,
dengan
menjumlahkan semua TAS pada masing-masing kolom QSPM.
cara Dari
beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS dari alternatif strategi yang tertinggi yang menunjukkan bahwa alternatif strategi itu yang menjadi pilihan utama. Nilai TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif strategi ini menjadi pilihan terakhir.
63