BAB III METODOLOGI KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran 3.1.1. Keterkaitan antara Perencanaan dan Penganggaran Dalam kaitan dengan sistem perencanaan pembangunan nasional sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), maka keberadaan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan satu bagian yang utuh dari manajemen kerja di lingkungan pemerintah daerah, khususnya dalam menjalankan agenda pembangunan yang telah tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka panjang Daerah (RPJPD) maupun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) serta dari keberadaannya akan dijadikan sebagai pedoman bagi seluruh SKPD untuk penyusunan Rencana Strategis (Renstra) SKPD. Selanjutnya, untuk setiap tahunnya selama periode perencanaan jangka menengah, maka dijabarkan dan disusun rencana tahunan daerah dalam bentuk dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dan keberadaan dokumen ini akan dijadikan sebagai acuan atau pedoman bagi SKPD untuk menyusun Rencana Kerja (Renja) SKPD. Berkenaan dengan sistem keuangan negara dan mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa penjabaran RPJMD kedalam RKPD untuk setiap tahunnya, akan dijadikan sebagai dasar bagi penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS), serta selanjutnya dijadikan sebagai pedoman bagi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) dan muara terakhirnya untuk penyusunan APBD kabupaten/kota pada setiap tahun anggaran. Kedua dokumen berupa KUA dan PPAS adalah dokumen penghubung atau “jembatan” yang menggabungkan antara komitmen kinerja yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan, baik dalam RPJMD maupun RKPD dengan pemenuhan alokasi anggarannya dalam dokumen anggaran, dengan mempertimbangkan terlebih dahulu arah/kebijakan
umum dan prioritas pembangunan yang harus dipedomani dalam perumusan program dan kegiatan pembangunan. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. KUA memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi-asumsi yang mendasari penyusunan RAPBD dan kebijakan pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah serta strategi pencapaiannya. Sedangkan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS terdiri atas Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara. Definisi dari prioritas adalah suatu upaya untuk mengutamakan sesuatu daripada yang lain. Prioritas merupakan proses dinamis dalam pembuatan keputusan yang saat ini dinilai paling penting dengan dukungan komitmen untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Penetapan prioritas tidak
hanya mencakup keputusan apa yang penting untuk dilakukan, tetapi juga menentukan skala atau peringkat wewenang/urusan/fungsi atau pun program dan kegiatan yang harus dilakukan terlebih dahulu dibandingkan dengan program dan kegiatan pembangunan yang lainnya.
Dengan demikian, tujuan dari prioritas
adalah terpenuhinya skala dan lingkup kebutuhan masyarakat yang dianggap paling penting dan paling luas jangkauannya, agar alokasi sumber daya dapat digunakan/dimanfaatkan secara ekonomis, efisien dan efektif, mengurangi tingkat resiko dan ketidakpastian serta tersusunnya program dan kegiatan pembangunan yang lebih realistis. Sementara itu, Plafon Anggaran Sementara adalah jumlah rupiah batas tertinggi atau plafon/pagu anggaran yang dapat dianggarkan oleh setiap SKPD, baik belanja pegawai pada Belanja Tidak Langsung (BTL) maupun pegawai, barang dan jasa serta belanja modal pada Belanja Langsung (BL), sehingga penentuan batas maksimal anggaran dapat dilakukan setelah memperhitungkan seluruh komponen dan obyek belanja tersebut. Oleh karena itu, Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah rancangan program dan kegiatan prioritas pembangunan yang merupakan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD sebagai acuan dalam penyusunan RKA SKPD.
Rancangan PPAS disusun dengan tahapan sebagai
berikut : (1) menentukan skala prioritas pembangunan daerah; (2) menentukan prioritas program untuk masing-masing urusan; (3) menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program/kegiatan pembangunan. Didalam PPAS memuat : (1) rancangan penerimaan pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan; (2) prioritas belanja daerah; (3) plafon anggaran sementara berdasarkan urusan pemerintahan dan program dan kegiatan; (4) rencana pembiayaan.
Gambaran
tentang hubungan antara dokumen RPJMD dengan
dokumen perencanaan daerah lainnya, baik dengan sistem perencanaan pembangunan maupun dengan sistem keuangan/penganggaran, terutama dengan dokumen KUA dan PPAS disajikan pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1: Kedudukan dan Keterkaitan dokumen KUA dan PPAS dalam Alur Perencanaan dan Penganggaran di Pusat dan Daerah
3.1.2. Keterkaitan antara kebijakan alokasi belanja dengan tingkat pelayanan Kebijakan desentralisasi fiskal yang mulai diterapkan oleh pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan APBD bagi setiap kabupaten/kota di Indonesia. Secara mendasar, pengaruh kebijakan desentralisasi
fiskal tampak dari adanya dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dana perimbangan ini diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama, yaitu : (1) Dana Bagi Hasil (DBH); (2) Dana Alokasi Umum (DAU); (3) Dana Alokasi Khusus (DAK). Untuk beberapa pemerintah daerah masih ada yang akan mendapatkan dana penyesuaian dan dana otonomi khusus. Dari beberapa jenis dana perimbangan tersebut, sebenarnya dapat dipilah antara jenis dana perimbangan yang dapat dipengaruhi oleh pemerintah daerah dan jenis dana perimbangan yang tidak dapat dipengaruhi oleh pemerintah daerah. Dana bagi hasil merupakan jenis dana perimbangan yang dapat dipengaruhi oleh pemerintah daerah, dalam arti jumlah penerimaannya sangat ditentukan oleh data potensi penerimaan di daerah dan kinerja yang diraih oleh pemerintah daerah, misalnya dana bagi hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sedangkan untuk Dana Alokasi Umum relatif kecil dapat dipengaruhi oleh pemerintah daerah karena dihitung dengan formula tertentu, dengan menggunakan data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik.
Sementara itu, untuk Dana Alokasi
Khusus pemerintah daerah hingga tingkat tertentu masih mungkin dapat mempengaruhi jumlah penerimaannya, meskipun kebijakan alokasinya tetap sepenuhnya tergantung pada pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah pusat mengenai dana perimbangan, tentunya akan berdampak secara signifikan pada dua hal, yaitu : (1) Kemampuan APBD pemerintah daerah dalam arti jumlah nominal APBD beserta proporsinya terhadap total pendapatan APBD meningkat secara drastis; (2) Alokasi anggaran, terutama alokasi untuk belanja daerah memungkinkan
bagi
pemerintah
daerah
untuk
menentukan
prioritas
penggunaannya dengan leluasa, baik yang ditujukan untuk belanja aparatur maupun untuk belanja publik. Kebijakan alokasi anggaran dari pemerintah daerah merupakan salah satu instrumen yang akan menentukan jenis-jenis layanan yang akan diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat pada setiap tahun anggaran. Jenis-jenis layanan oleh pemerintah daerah sangat terkait dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah sebagaimana tercermin dari pembagian urusan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Urusan pemerintahan, sesungguhnya terdiri atas urusan pemerintahan
yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.
Dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus
sendiri
urusan
pemerintahan
berdasarkan
asas
otonomi/tugas
desentralisasi dan tugas pembantuan. Untuk urusan yang diserahkan kepada daerah, pemerintah pusat wajib menyertainya dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah
diselenggarakan
berdasarkan
kriteria
eksternalitas,
akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan
pemerintahan,
terdiri
atas
urusan
wajib
dan
urusan
pilihan.
Penyelenggaraan urusan yang bersifat wajib harus berpedoman pada standar pelayanan minimal serta dilaksanakan secara bertahap oleh pemerintahan daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Alokasi anggaran yang ditujukan pada setiap urusan pemerintahan dan organisasi perangkat daerah/SKPD, selama ini hanya mengikuti acuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan provinsi, namun sedikit sekali kreasi atau inovasi dari pemerintah daerah. Kalau pun pemerintah daerah hendak menentukan suatu kebijakan alokasi anggaran yang sedikit berbeda dengan ketentuan dari pemerintah pusat dan provinsi, maka koridornya harus tetap dalam arahan yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, kemudian memperhatikan hasil kesepakatan dengan DPRD.
Pada tataran implementasi, perumusan
kebijakan alokasi anggaran khususnya belanja daerah, seringkali didasarkan pada kompilasi dari setiap usulan pada saat Musrenbang, Jum’at keliling (Jumling), hasil reses DPRD, usulan Rencana Kerja (Renja) dari organisasi perangkat daerah/SKPD dan arahan khusus dari kepala daerah, dimana selanjutnya dikelompokkan dan dirumuskan menjadi arah kebijakan alokasi belanja daerah untuk satu tahun anggaran yang akan datang. Jadi, agenda pembangunan dan
target kinerja yang telah dirumuskan sebelumnya dalam dokumen RPJMD hanya berfungsi sebagai titik-tolak atau pedoman semata, namun jenis-jenis layanan yang akan diberikan serta target kinerja yang akan dicapai, selalu disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang selama proses mekanisme pembangunan tahunan dan ditambah dengan agenda pembangunan lainnya yang sudah ditetapkan terlebih dahulu menjadi kegiatan tahun jamak (multy years). Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu kebijakan alternatif alokasi belanja daerah yang bertitik-tolak dari dokumen RPJMD, kemudian secara konsisten dijabarkan dalam RKPD, KUA dan PPAS hingga APBD pada setiap tahun anggaran. Kebijakan dimaksud dirumuskan secara sederhana kedalam sejumlah tema (tematik) yang mencerminkan substansi dari misi pemerintah daerah. Rumusan tematik ini, kemudian dijabarakan lagi menjadi prioritas pembangunan daerah, dan pada setiap prioritas ditetapkan pula mengenai fokus pada obyek yang menjadi sasaran di masing-masing urusan pemerintahan/SKPD, sehingga akhirnya bermuara pada jenis-jenis layanan dan target kinerja pelayanan yang akan dicapai pada tahun anggaran yang berkenaan. Ringkasan dari alur pikir mengenai pendekatan tematik dalam alokasi anggaran dan pengaruhnya terhadap jenis-jenis layanan beserta target kinerja yang akan dicapai, dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2.
Keterkaitan antara Kebijakan Alokasi Belanja Daerah menurut Pendekatan Tematik terhadap Jenis-Jenis Layanan dan Kinerja Pelayanan.
3.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan alokasi belanja daerah Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengendalian, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Sementara itu, keuangan daerah
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Oleh karena itu, pengelolaan keuangan daerah akan selalu melekat (embedded) dengan nomenklatur APBD dan seringkali dianggap sama dengan pengelolaan APBD. Dalam kaitan itu, APBD dipahami sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD dimaksud merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Pada sisi lain, APBD dinilai sebagai pencerminan dari program kerja yang diwujudkan dalam bentuk uang (anggaran) dengan didasarkan pada : (1) komitmen politik dari penyelenggara pemerintahan daerah untuk mendanai seluruh program dan kegiatan pembangunan yang telah ditetapkan dalam dokumen rencana lima tahunan berupa RPJMD maupun dokumen rencana tahunan berupa RKPD; (2) kesepakatan antara Pemerintah Daerah dan DPRD yang telah ditetapkan dalam dokumen KUA dan PPAS bermuara pada penetapan APBD dengan peraturan daerah. Oleh karena itu, APBD adalah identik dengan perencanaan jangka pendek yang merupakan penjabaran dari perencanaan jangka menengah daerah sebagai bagian dari perencanaan jangka panjang daerah, dengan tahapan yang dimulai dari penyusunan APBD, penyampaian kepada DPRD, pembahasan dan klarifikasi dengan Badan Anggaran DPRD, persetujuan bersama, kemudian evaluasi oleh Gubernur dan perbaikan sesuai dengan hasil evaluasi Gubernur hingga akhirnya penetapan APBD dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).
Dengan memperhatikan tahapan di atas, berarti posisi dari pokok kajian yang berkenaan dengan Pengembangan Kebijakan Alternatif Alokasi Belanja Daerah berada pada tahap awal, yaitu tahapan penyusunan APBD.
Menurut
Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 bahwa secara konseptual, penyusunan APBD adalah proses penganggaran daerah yang terdiri atas Formulasi Kebijakan Anggaran (budget policy formulation) dan Perencanaan Operasional Anggaran (budget operational planning). Sebagai bagian dari kebijakan anggaran tersebut, pemerintah daerah menyampaikan rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) kepada DPRD secara bersamaan, paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan, untuk selanjutnya dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD serta disepakati bersama dalam bentuk Nota Kesepakatan. Kedua dokumen dimaksud, baik KUA maupun PPAS berfungsi sebagai landasan dalam penyusunan RAPBD pada tahun anggaran berikutnya. Oleh karena itu, penyusunan KUA dan PPAS termasuk dalam kategori Formulasi Kebijakan Anggaran (budget policy formulation) yang menjadi acuan dalam Perencanaan Operasional Anggaran (budget operational planning) dalam hal ini penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD).
Untuk itu, Formulasi Kebijakan Anggaran,
dalam hal ini dimplementasikan kedalam dokumen KUA dan PPAS, didalamnya berkaitan dengan analisis fiskal, baik formulasi pendapatan derah, belanja daerah maupun pembiayaan daerah, sedangkan Perencanaan Operasional Anggaran lebih ditekankan pada alokasi sumber daya keuangan kedalam obyek dan rincian obyek RKA- SKPD sesuai dengan pagu anggaran atau plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan dan disepakati dalam dokumen KUA dan PPAS. Secara ringkas, kerangka pemikiran yang digunakan dalam kajian ini dapat dilihat pada 3 berikut ini.
gambar
Gambar 3
: Keterkiat terkiatan antara Pengembangan Kebijakan Alternatif ernatif Alokasi Belanja lanja Daerah menurut Pendekatan Tematik dengan FaktorFaktor tor yang ya Mempengaruhinya
Dengan mengacu engacu pada gambar 3 di atas, maka dalam Kajian Pengembangan Kebijakan bijakan Alternatif Alokasi Belanja Daerah ini, maka fokusnya ditekankan pada perumu erumusan kebijakan yang akan diterapkan dalam alam dokumen KUA dan PPAS hingga ingga dijadikan sebagai pedoman dalam penyusuna yusunan RKA-
SKPD dan bermuara pada pa penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. Oleh karenaa itu, kriteria yang berpengaruh terhadap penentuan ntuan kkebijakan alternatif alokasi belanja daerah, yaitu : (1) indikasi program dan kegiatan pembangunan serta target kinerja yang telah ditetapkan dalam dokumen umen RPJMD; (2)
hasil
Musrenbang
Musyawarah warah
Perencanaan
Desa/Kelu a/Kelurahan,
SKPD/Pra-Musrenbang
Pembangunan
Musrenbang
maupun
(Musrenbang enbang),
Kecamatan,
Musrenbang
termasuk masuk
Kabupaten;
(3)
baik Forum
prediksi
kemampuan APBD D pada pad tahun yang bersangkutan; (4) evaluasi aluasi kinerja penyelenggaraan pemeri emerintahan daerah; (5) hasil aspirasi yangg disa disampaikan melalui Reses DPRD, RD, Jumat J keliling (Jumling), dan aspirasi melalu elalui Daerah pemilihan (Dapil) anggotan angg DPRD; (6) Agenda pembangunan an ya yang telah
ditetapkan oleh pemerinta erintah pusat dan/atau pemerintah provinsi dann (7) peraturan dan ketentuan yang tertuang tertua dalam pedoman penyusunan APBD yang ang ditetapkan d
pada setiap tahun anggaran oleh Mendagri.
Ketujuh kriteria di atas, diduga
berpengaruh terhadap penentuan kebijakan alternatif alokasi belanja daerah di Kabupaten Bogor.
3.2.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam Kajian Pembangunan Daerah ini meliputi
metode pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data serta metode rancangan program. Hasil akhir dari kajian ini adalah berupa rekomendasi kebijakan alternatif alokasi belanja daerah menurut pendekatan tematik yang dapat diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam penyusunan KUA dan PPAS yang bermuara pada penyusunan APBD Kabupaten Bogor pada setiap tahun anggaran.
3.2.1. Lokasi Penelitian Lokasi Kajian Pembangunan Daerah dilaksanakan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kajian ini dilaksanakan selama empat bulan dari Januari sampai dengan April 2010. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purpose) dengan beberapa pertimbangan, antara lain : (1) Pemerintah Kabupaten Bogor telah melaksanakan anggaran berbasis kinerja sejak tahun anggaran 2001 hingga sekarang ; (2) Pemerintah Kabupaten Bogor telah merealisasikan RPJMD (dulu disebut Renstra) tahap pertama, yaitu periode 2003-2008, sehingga sejalan dengan rencana pengumpulan data bagi kajian tersebut.
3.2.2. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam Kajian Pembangunan Daerah ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan narasumber dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran DPRD (Banang DPRD) serta pengisian kuisioner dengan program AHP. Responden dipilih secara sengaja (purposive sampling) terdiri atas anggota TAPD dan Banang DPRD yang memahami dan terlibat secara langsung dengan
penentuan kebijakan alokasi belanja daerah pada setiap tahun anggaran. Data primer dimaksud diperoleh dari hasil wawancara/pengisian kuesioner dari responden/nara sumber sebanyak 5 orang, terdiri dari unsur Tim Anggaran Pemerintah Daerah dan anggota Banang DPRD untuk mengetahui persepsi dari responden tentang kebijakan alternatif alokasi belanja daerah yang dapat diterapkan di Pemerintah Kabupaten Bogor pada tahun yang akan datang. Pengolahan data dari hasil wawancara adalah dengan menggunakan perangkat lunak EXPERT CHOICE 2000 yang dibuat oleh Expert Choice Inc. Sementara itu, jenis data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) berupa data pokok perencanaan pembangunan daerah, data dari Dokumen RKPD, KUA dan PPAS, serta dari Dinas Pendapatan, Keuangan dan Barang Daerah (DPKBD) Kabupaten Bogor, berupa Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Bogor, Perda tentang APBD dan Peraturan Bupati
tentang
Penjabaran
APBD
selama
2003-2008,
Laporan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (LPJP) berupa Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kemudian dari Badan Pusata Statistik Kabupaten Bogor, publikasi beberapa penelitian terdahulu dan sumber terkait lainnya dari internet. Ringkasan metode pengumpulan data yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Metode Analisis
Tujuan
Data yang Diperlukan
Sumber Data
Analisis Kesenjangan (gap analysis)
Mengevaluasi konsistensi antara rencana alokasi belanja daerah dalam dokumen perencanaan (KUA dan PPAS) dengan realisasi alokasi belanja daerah yang telah ditetapkan dalam dokumen penganggaran, dalam hal ini dokumen APBD
- Buku KUA dan PPAS tahun anggaran 20072008 - Buku APBD, Perubahan APBD dan Penjabaran APBD tahun anggaran 20072008 - Buku LKPJ dan LPJP Bupati Bogor tahun anggaran 2007-2008
Analisis Tipologi Klassen
Mengidentifikasi dan melakukan pemetaan atas kebijakan alokasi belanja daerah yang telah diterapkan selama ini di Kabupaten Bogor
- Data rencana alokasi belanja daerah, baik jumlah maupun prosentase yang disepakati dalam dokumen KUA dan PPAS dengan realisasi alokasi belanja daerah yang telah ditetapkan dalam dokumen APBD selama 2 tahun anggaran, yaitu 2007 dan 2008 - Data target/alokasi belanja daerah dalam APBD selama tahun 2003- 2008 - Data laju pertumbuhan dan kontribusi dari setiap alokasi belanja menurut urusan pemerintahan/SKPD, kelompok belanja dan prioritas pembangunan - Data hasil wawancara dengan TAPD dan Banang DPRD melalui metode AHP
- Data hasil formulasi dan simulasi
- Data hasil kajian ini
AHP (Analytichal Hierarchy Process)
Merancang kebijakan alternatif alokasi belanja daerah menurut pendekatan tematik di Kabupaten Bogor Pendekatan Melakukan sinergi antara Tematik rumusan rencana hingga target kinerja dengan alokasi pagu anggaran atau plafon anggaran sementara Sumber : Hasil Analisis
- Buku APBD, Perubahan APBD dan Penjabaran APBD tahun anggaran 20032008 - Buku LKPJ dan LPJP Bupati Bogor tahun anggaran 2003-2008
- Anggota TAPD dan Banang DPRD yang menjadi narasumber
3.2.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam Kajian Pembangunan Daerah ini antara lain metode Statistik Deskriptif dan metode Kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam kajian pembangunan daerah ini secara umum terdiri atas : (1) analisis konsistensi antara kebijakan alokasi belanja daerah yang telah disepakati dalam dokumen perencanaan (dokumen KUA dan PPAS) dengan realisasi alokasi belanja daerah yang telah ditetapkan dalam dokumen penganggaran (dokumen APBD) dengan metode analisis kesenjangan (Gap
Analysis), yaitu perbandingan antara jumlah dan proposi dari alokasi belanja daerah dalam dokumen KUA dan PPAS dengan realisasi alokasi belanja daerah dalam dokumen APBD; (2) analisis pola kebijakan atau pemetaan kebijakan alokasi belanja daerah yang telah diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dengan metode Tipologi Klassen (modifikasi untuk kebutuhan kajian ini), dimana hasilnya berupa klasifikasi belanja daerah sangat prioritas, cukup prioritas, kurang prioritas dan tidak perioritas; (3) analisis kebijakan alternatif alokasi belanja daerah menurut pendekatan tematik, yaitu dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Pengolahan data untuk analisis pertama dan kedua menggunakan program Microsoft Excel sedangkan analisis ketiga dengan menggunakan Program Expert Choice 2000. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai tiga jenis metode analisis di atas, dijelaskan secara rinci sebagai berikut.
3.2.3.1. Metode Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) Analisis konsistensi antara kebijakan alokasi belanja daerah dalam dokuen KUA dan PPAS dengan realisasi alokasi belanja daerah dalam dokumen APBD adalah dengan menggunakan analisis kesenjangan (Gap Analysis), yaitu perbedaan antara jumlah dan proporsi belanja daerah yang telah disepakati dalam Nota Kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan DPRD Kabupaten Bogor tentang Kebijakan Umum APBD (KUA) serta
Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) dengan realisasi alokasi belanja daerah yang telah menjadi keputusan bersama antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan DPRD Kabupaten Bogor dan telah disahkan pula dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD selama dua tahun anggaran yaitu periode 2007-2008.
Berdasarkan
perbedaan proporsi antara rencana dan realisasi alokasi belanja daerah tersebut, maka dapat diklasifikasikan tingkat kesenjangannya (gap) kedalam kategori tinggi, sedang dan rendah.
3.2.3.1. Metode Analisis Tipologi Klassen (Klassen Tipologi) Alat analisis Tipologi Klassen (Klassen Tipologi) digunakan untuk mengetahui pola kebijakan atau pemetaan kebijakan alokasi belanja daerah yang telah diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, baik berkenaan dengan kebijakan pada tataran urusan pemerintahan/SKPD, kelompok belanja daerah maupun prioritas pembangunan selama periode 2003-2008. Analisis Tipologi Klassen pada dasarnya membagi belanja daerah berdasarkan 2 indikator utama, yaitu : (1) rata-rata laju pertumbuhan alokasi belanja daerah; (2) rata-rata jumlah nominal (kontribusi) dari alokasi belanja daerah. Bertitik-tolak dari dua indikator utama tersebut, maka diperoleh 4 karakteristik gambaran atau pemetaan alokasi belanja daerah yang berbeda-beda sebagai berikut : 1. Belanja Daerah Sangat Prioritas (high growth and high budget), yaitu urusan pemerintahan/SKPD, kelompok belanja dan prioritas pembangunan daerah yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan belanja daerah dan rata-rata nominal (kontribusi) belanja daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata belanja daerah Kabupaten Bogor. 2. Belanja Daerah Cukup Prioritas (high growth and low budget), yaitu urusan pemerintahan/SKPD, kelompok belanja daerah dan prioritas pembangunan daerah yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan belanja daerah lebih tinggi, tetapi rata-rata nominal (kontribusi) belanja daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata belanja daerah Kabupaten Bogor. 3. Belanja Daerah Kurang Prioritas (low growth and high budget), yaitu urusan pemerintahan/SKPD, kelompok belanja daerah dan prioritas pembangunan daerah yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan belanja daerah lebih rendah, tetapi rata-rata nominal (kontribusi) belanja daerah yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata belanja daerah Kabupaten Bogor. 4. Belanja Daerah Tidak Prioritas (low growth and low budget), yaitu urusan pemerintahan/SKPD, kelompok belanja daerah dan prioritas pembangunan daerah yang memiliki rata-rata laju pertumbuhan belanja daerah dan rata-rata nominal (kontribusi) belanja daerah yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata belanja daerah Kabupaten Bogor.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan klasifikasi sesuai dengan analisis tipologi Klassen, yaitu : (1) menghitung rata-rata nominal (kontribusi) dari alokasi belanja daerah menurut kelompok belanja, komponen belanja, urusan pemerintahan/SKPD dan prioritas pembangunan daerah; (2) menghitung rata-rata laju pertumbuhan dari
alokasi belanja daerah menurut
kelompok belanja, komponen belanja, urusan pemerintahan/SKPD dan prioritas pembangunan daerah; (3) mengklasifikasikan masing-masing data rata-rata nominal dan rata-rata laju belanja daerah pada poin (1) dan poin (2) di atas, kedalam matriks tipologi Klassen (Mahmudi, 2010). Dengan mengadopsi model analisis Tipologi Klassen maka dapat diketahui empat klasifikasi pola kebijakan atau pemetaan alokasi belanja daerah sebagaimana dinyatakan diatas, yaitu belanja daerah sangat prioritas, cukup prioritas, kurang prioritas dan belanja daerah tidak prioritas. Ringkasannya dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 : Klasifikasi Belanja Daerah menurut Tipologi Klassen si > S
si <S
Kontribusi
Laju Pertumbuhan gi > G
Belanja Daerah Sangat Prioritas
Belanja Prioritas
Daerah
Cukup
Kuadran II Belanja Daerah Prioritas
Tidak
Kuadran I gi < G
Belanja Daerah Kurang Prioritas
Kuadran III Kuadran IV Ket: gi = Laju pertumbuhan belanja daerah menurut kelompok belanja, komponen belanja, urusan pemerintahan/SKPD dan prioritas pembangunan daerah si = Kontribusi belanja daerah menurut kelompok belanja, komponen belanja, urusan pemerintahan/ SKPD dan prioritas pembangunan daerah G = Laju pertumbuhan belanja daerah secara total S = Kontribusi belanja daerah secara total
3.2.3.2. Metode Analisis Hirarki Proses (Analitycal Hierarchy Process) Kebijakan
alternatif
alokasi
belanja
daerah
dirancang
dengan
menggunakan metode Analisis Hirarki Proses atau Analytical Hierarchy Process
(AHP). Metode ini adalah satu metode analisis yang digunakan untuk mengamati keputusan yang kompleks dengan menggunakan pendekatan matematika dan psikologi atau persepsi manusia. Selain itu, metode ini dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan informasi dan berbagai keputusan secara rasional (judgement)
agar dapat memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 1991). Metode ini pula dimaksudkan untuk membantu memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan memakai perhitungan kuantitatif, melalui proses pengekspresian masalah dimaksud dalam kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dilakukannya proses pengambilan keputusan secara efektif. Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks dan tidak terstruktur, serta bersifat strategik dan dinamis melalui upaya penataan rangkaian variabelnya dalam suatu hirarki. Beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam menerapkan AHP adalah : (1) menentukan hirarki, yaitu merumuskan persoalan menjadi unsur-unsur dalam wujud kriteria dan alternatif yang disusun dalam bentuk hirarki, biasanya dalam bentuk struktur berupa diagram pohon yang terdiri dari tujuan, pelaku, aspek dan alternatif kebijakan; (2) tahap menentukan aspek atau kriteria, digunakan untuk membuat keputusan yang dapat dilengkapi juga dengan sub aspek/sub kriteria hingga bentuk alternatif kebijakan yang terkait dengan masing-masing aspek/kriteria tersebut; (3) tahap penilaian aspek/kriteria, yaitu untuk melihat pengaruh strategis terhadap pencapaian tujuan, yang dinilai melalui perbandingan berpasangan.
Nilai
dan
definisi
pendapat
kualitatif
berdasarkan
skala
perbandingan Saaty (1991) pada tabel dibawah ini; (4) tahap menetapkan prioritas yaitu menentukan prioritas dengan teknik perbandingan berpasangan (pairwise
comparison) dari masing-masing aspek/kriteria atau sub kriteria dengan membandingkan satu sama lain dengan skala banding yang telah ditetapkan tersebut; (5) tahap sintesis yaitu penyatuan keputusan dengan cara pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan yang menunjukkan prioritas setiap elemen; (6) tahap mempertimbangkan konsistensi untuk menjamin semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkat secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis.
Penilaian kriteria atas aspek/kriteria melalui
perbandingan berpasangan dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini. Tabel 4 : Penilaian Kriteria berdasarkan Skala Perbandingan Saaty Nilai
Keterangan
1
A dan B sama penting
3
A sedikit lebih penting dari B
5
A lebih penting dari B
7
A sangat lebih penting dari B
9
A mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8
Ragu-ragu dalam menentukan dua nilai yang berdekatan
Sumber : Saaty, Thomas L. 1991. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin. PT. Pustaka Binaman Presindo. Jakarta Metode AHP dalam kajian ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak EXPERT CHOICE 2000 yang dibuat oleh Expert Choice Inc. Hasil akhir dari keputusan yang dibuat dengan AHP adalah rekomendasi bagi kebijakan alternatif
alokasi
belanja
daerah
menurut
pendekatan
tematik
dengan
mempertimbangkan aspek/kriteria yang mempengaruhi kebijakan dimaksud. Uraian rinci berkenaan dengan kuesioner pengumpulan data dengan metode AHP disajikan pada lampiran. Ketiga metode analisis yang telah dijelaskan di atas, secara keseluruhan akan bermuara pada perumusan kebijakan alternatif alokasi belanja daerah dengan alur pikir sebagai berikut.
Klasifikasi Kesenjangan Analisis Kesenjangan
Metode Analisis
- Kesenjangan Tinggi - Kesenjangan Sedang - Kesenjangan Rendah
Tipologi Klassen
Pemetaan atau Klasifikasi Kebijakan Alokasi Belanja Daerah - Belanja Daerah Sangat Prioritas - Belanja Daerah Cukup Prioritas - Belanja Daerah Kurang Prioritas - Belanja Daerah Tidak Prioritas
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pilihan Kebijakan Alternatif Alokasi Belanja Daerah
Pendekatan Tematik
Rancangan Kebijakan Alternatif Alokasi Belanja Daerah Menurut Pendekatan Tematik - Misi dan Prioritas Pembangunan - Fokus dan Obyek menurut tema-tema (tematik)
Gambar 4 : Keterkaitan antara Metode Analisis dengan Rancangan Kebijakan Alternatif Alokasi Belanja Daerah menurut Pendekatan Tematik
3.2.4. Pendekatan Tematik untuk Rancangan Kebijakan Alternatif Alokasi Belanja Daerah Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988). Selanjutnya, tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep agar mudah difahami secara utuh. Dalam implementasi, tema disampaikan dengan maksud untuk menyatukan substansi atau konsepsi, agar idenya terangkum kedalam satu kesatuan yang utuh. Sementara itu, tematik adalah bersifat tema atau menjadi
tema ataupun sesuatu yang dikemas dalam suatu tema disebut dengan tematik. Jadi, pendekatan tematik adalah pendekatan yang menggunakan tema sebagai pemersatu konsepsi, substansi atau ide pemikiran sesuai dengan yang ingin dikembangkan.
Pendekatan
tematik
ini
merupakan
satu
usaha
untuk
mengintegrasikan atau mengaitkan beberapa konsep dengan konsep lain yang telah dipahami, sehingga bermakna bagi pembentukan konsepsi baru sesuai dengan kebutuhan. Dalam pelaksanaannya, pendekatan tematik ini bertolak dari suatu tema yang dipilih dan dikembangkan, kemudian dengan memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai aspek lainnya, maka menjadi sentral yang harus dikembangkan. Pilihan kebijakan alternatif alokasi belanja daerah menurut pendekatan tematik adalah suatu rancangan kebijakan alokasi belanja daerah yang menggunakan teknik analisis tema (themes analysis) sebagai alatnya atau dikenal dengan pendekatan tematik (thematic approach). Menurut Burhan Bungin (2003) bahwa teknik analisis tema memiliki bentuk yang sama dengan teknik analisis domain, tetapi muatan analisisnya berbeda. Dalam menganalisis data dengan teknik analisis tema, hasilnya akan menyerupai seperti “sarang laba-laba”, maksudnya setiap domain atau tema-tema yang dianalisis akan memiliki garis simpul satu sama lainnya, sehingga pada akhirnya tampak menyerupai sarang laba-laba yang terstruktur. Dengan teknis analisis tema akan dicoba dihimpun beberapa tema yang terkonsentrasi pada domain-domain tertentu, kemudian menemukan hubungan-hubungan yang terdapat pada domain-domain yang dianalisis, sehingga akan membentuk suatu kesatuan yang holistik, dan terpola dalam suatu “complex pattern” yang pada akhirnya akan menampakkan tentang tema-tema yang paling mendominasi suatu domain yang sedang dirancang. Dengan memperhatikan pengertian di atas, maka batasan dari pendekatan tematik adalah kebijakan alokasi belanja daerah yang didasarkan pada tema-tema tertentu, berawal dari rumusan misi pemerintah daerah, kemudian dijabarkan kedalam prioritas pembangunan, fokus kebijakan, sasaran strategis, target kinerja hingga kegiatan tematik untuk mengatasi masalah kronis dan perbaikan kinerja yang senantiasa muncul pada setiap tahun anggaran, kemudian dipilih dan ditetapkan menjadi tema-tema (tematik) kebijakan yang diterapkan secara
berkesinambungan dan mendapatkan kepastian alokasi belanja pada setiap tahun anggaran hingga akhir periode berlakunya dokumen RPJMD. Langkah-langkah untuk implementasi dari pendekatan tematik terdiri dari dua tahap, yaitu : (1) merumuskan terlebih dahulu tema-tema (tematik) dalam dokumen perencanaan tahunan sebagai penjabaran dari dokumen lima tahunan/RPJMD; (2) menentukan pagu anggaran atau plafon anggaran sementara yang sifatnya permanen, baik alokasi dasar maupun alokasi proporsional menurut tema-tema (tematik) yang telah ditetapkan dan mengaitkannya dengan target kinerja yang telah ditetapkan. Kedua langkah tersebut, jika sudah dirumuskan tematiknya dan ditetapkan pagu anggaran atau plafon anggaran sementaranya, maka langkah terakhir adalah mengadopsinya dan memasukannya kedalam dokumen KUA dan PPAS sebagai kebijakan alokasi belanja daerah pada setiap tahun anggaran. Untuk implementasi tahap pertama yaitu perumusan kebijakan alternatif alokasi belanja daerah menurut pendekatan tematik dilakukan dengan contoh format berikut ini. Tabel 5 : Contoh Format Implementasi dari Kebijakan Alternatif Alokasi Belanja Daerah Misi Pertama : Meningkatkan Kualitas Infrastruktur Wilayah Prioritas Pembangunan Daerah 1.
Peningkata n Kualitas Infrastrukt ur Wilayah
Fokus Kebijakan
Sasaran Strategis
Target Kinerja
1. Jalan kabupaten yang bernomor ruas
1. Bertambahnya kondisi mantap jalan kabupaten
1. Jalan mantap kabupaten sepanjang 300 km
Kegiatan Tematik
1. Pembangunan jalan
2. Peningkatan jalan 3. Rehabilitasi jalan 4. Pemeliharan jalan
2.dst…….
Sumber : Hasil analisis Tahap kedua adalah menentukan pagu anggaran atau plafon anggaran sementara, baik alokasi dasar maupun alokasi proporsional menurut tema-tema (tematik kegiatan) yang telah ditetapkan dan mengaitkannya dengan target kinerja yang telah ditetapkan. Dengan mengacu pada contoh rumusan kegiatan tematik pada tabel 5, maka dapat ditentukan besaran alokasi belanja daerah untuk setiap kegiatan dengan bertitik-tolak dari : (1) target kinerja dari kegiatan tematik ditentukan terlebih dahulu pada tahun anggaran yang berkenaan dengan
mengaitkan antara target kinerja lima tahunan dengan penjabarannya pada setiap tahun; (2) persyaratan lainnya, yaitu sudah tersedianya analisis standar belanja (ASB) untuk masing-masing jenis kegiatan tematik. Dengan demikian, diketahui jumlah pagu anggaran atau plafon anggaran sementara untuk setiap kegiatan tematik, dengan formula, yaitu : Plafon anggaran sementara = Target Kinerja x
ASB. Akhirnya, penetapan pagu anggaran atau plafon anggaran sementara untuk setiap kegiatan tematik dapat diurutkan dengan format pada tabel di bawah ini. Tabel 6 : Contoh Penentuan Plafon Anggaran Sementara untuk Kegiatan Tematik Misi Pertama Prioritas Pembangunan Daerah Fokus Kebijakan Sasaran Strategis Target Kinerja
1. Jalan mantap kabupaten sepanjang 300 km
2.dst……
: Meningkatkan Kualitas Infrastruktur Wilayah : Peningkatan Kualitas Infrastruktur Wilayah : Jalan kabupaten yang bernomor ruas : Bertambahnya kondisi mantap jalan kabupaten Kegiatan Tematik Plafon Anggaran Sementara Periode 2003-2008 (Rp. Miliar) 2004
2005
2006
2007
2008
-
-
-
-
-
2. Peningkatan jalan
60
60
60
60
60
3. Rehabilitasi jalan
-
-
-
-
-
4. Pemeliharan jalan
dst
dst
Dst
dst
dst
-
-
-
-
-
1. Pembangunan jalan
1.dst…….
Sumber : Hasil analisis
Tahap terakhir dari penerapan dua format implementasi dari kebijakan alternatif alokasi belanja daerah di atas, yaitu setiap SKPD mengajukan usulan Pra-Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (Pra-RKA SKPD) sesuai dengan format dan tahapan di atas, kemudian diikuti dengan tahapan verifikasi Pra-RKA oleh anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), agar diketahui konsistensi antara rumusan rencana hingga target kinerja dengan penganggaran berupa pagu anggaran
atau
plafon
anggaran
sementara,
agar
memudahkan
untuk
memasukannya kedalam format penyusunan dokumen KUA dan PPAS pada setiap tahun anggaran.