III. METODOLOGI KAJIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan penyakit ekonomi pada suatu daerah yang harus di tanggulangi. Kemiskinan akan menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan modal. Kemiskinan banyak terjadi di wilayah perdesaan yang identik dengan wilayah pertanian. Menurut Sinaga dan White (1979), petani yang memiliki lahan cukup besar akan berpeluang memiliki pendapatan lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan lebih kecil. Kabupaten Bogor merupakan kabupaten yang dekat dengan Ibu kota Jakarta, memiliki permasalahan berkaitan dengan kemiskinan. Memahami kemiskinan di Kabupaten Bogor dapat dilakukan dengan memahami permasalahan kemiskinan yang berkaitan dengan karakteristik masyarakat miskin, kemampuan daya beli masyarakat dan perlu juga mengetahui hubungan antara tingkat kemiskinan dengan beberapa karakteristik masyarakat di Kabupaten Bogor. Pertama, dari sisi karakterisik kemiskinan. Sejak dulu masalah kemiskinan di Kabupaten Bogor merupakan permasalahan yang belum dapat di selesaikan secara optimal. Penyelesaian permasalahan kemiskinan perlu dilakukan secara sitematis dan memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Beberapa hal yang harus diketahui dalam penyelesaian permasalahan kemiskinan antara lain dengan mengetahui berbagai karakteristik masyarakat miskin. Dalam penelitian ini, karakteristik masyarakat miskin meliputi jumlah penduduk miskin, kondisi tempat tinggal, kemampuan membeli pakaian per tahun, pendapatan dan luas lahan yang dimiliki. Kedua, dari sisi kemampuan daya beli. Kemapuan daya beli masyarakat miskin di Kabupaten Bogor tergolong rendah. Rendahnya daya beli ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan masyarakat. Semakin tinggi pendapatan maka daya beli akan semakin tinggi pula. Rendahnya daya beli masyarakat di Kabupaten Bogor merupakan permasalahan kemiskinan yang harus di tuntaskan. Ketiga, dalam memahami permasalahan kemiskinan perlu mengetahui hubungan antara tingkat kemiskinan dengan beberapa karakteristik seperti pendapatan rumah tangga, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan kepala keluarga dan usaha sampingan.
24
Kabupaten Bogor memiliki potensi pertanian yang cukup besar. Potensi pertanian di Kabupaten Bogor harus menjadi sektor basis dalam penenggulangan kemiskinan. Dari berbagai potensi yang ada, maka ubi jalar, padi sawah, jeruk siam dan manggis sebagai komoditas unggulan yang dapat dimanfaatkan untuk penanggulangan kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan penanggulangan kemiskinan pada lintas sektoral maupun regional. Beberapa program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah seperti program Jaringan Pengaman Sosial (JPS), Program Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP), Gerakan Masyarakat Mandiri (GMM), PNPM, Raskin, Program Ketahanan Pangan (PKP) dan Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE) belum mampu mengurangi jumlah keluarga miskin di Kabupaten Bogor. Hal ini karena program yang dilakukan masih belum tepat sasaran, program yang dibuat sifatnya seragam untuk semua wilayah padahal setiap wilayah di Kabupaten Bogor memiliki kebiasaan masyarakat yang berbeda, masyarakat lebih sebagai objek dan tidak dilibatkan sebagai subjek, hampir setiap program yang dilakukan lebih bersifat karitatif ketimbang peningkatan produktivitas. Beberapa upaya penangggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut belum dapat dikatakan optimal, sehingga belum mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan. Kebijakan penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor dalam bentuk program tersebut belum dapat dianggap berhasil, sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk melihat tingkat keberhasilan, efektivitas dan ketepatan sasaran. Evaluasi program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah juga harus dilakukan oleh masyarakat sebagai sasaran program dan untuk bahan masukan perbaikan terhadap program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan. Dengan belum optimalnya program yang dilakukan oleh pemerintah, maka diperlukan sebuah rancangan program alternatif dan strategi penanggulangan kemiskinan yang berbasis pada pertanian sesuai dengan potensi yang dimiliki Kabupaten Bogor guna mencapai masyarakat. Seperti terlihat pada Gambar 1.
kesejahteraan pada
25
Permasalahan Kemiskinan di Kabupaten Bogor
Karakteristik Masyarakat Miskin: (Jumlah penduduk miskin, kondisi tempat tinggal, kemampuan membeli pakaian, pendapatan, luas lahan)
Kemampuan daya beli masyarakat
Hubungan tingkat kemiskinan dengan (Pendapatan, luas lahan, jumlah tanggungan, pendidikan dan h i )
Potensi Pertanian di Kabupaten Bogor
Komoditas Unggulan di Kabupaten Bogor 1. 2. 3. 4.
Ubi jalar Padi sawah Jeruk siam Manggis
Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor
Evaluasi Kebijakan
Strategi dan Perancangan Program Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bogor
Gambar. 1 Kerangka Pemikiran Kajian
26
3.2 Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor bagian barat tepatnya di wilayah zona II pengembangan pertanian dan perdesaan dengan mengambil dua kecamatan sebagai daerah sampel, yaitu Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang. Kedua kecamatan ini diambil sebagai daerah sampel dengan pertimbangan : Pertama, kedua Kecamatan ini terletak pada Zona yang sama yaitu wilayah zona II di Kabupaten Bogor dengan basis pertanian sebagai mata pencaharian utama. Kedua, Kecamatan Pamijahan memiliki jumlah penduduk miskin terbesar di Kabupaten Bogor dengan jumlah penduduk miskin sebesar 64.651 jiwa dan memiliki jumlah rumah tangga miskin sebanyak 13.382 KK. Ketiga, Kecamatan Leuwiliang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, yaitu sebesar 53,76 % dari seluruh total rumah tangga miskin di Kabupaten Bogor. keempat, ciri-ciri rumah tangga miskin pada dua kecamatan tersebut hampir homogen. Kelima, pada dua kecamatan ini sebagian besar penduduknya bermata pencaharian utama pada sektor pertanian. Waktu pelaksanaan kajian ini selama 3 bulan yaitu dari bulan Januari-Maret 2010. 3.3 Data dan Metode Analisis Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa jumlah penduduk miskin, luas lahan, pendidikan, jumlah tanggungan, usaha sampingan dan kepemilikan pakaian diperoleh dari data SUSDA 2006, BAPPEDA Kabupaten Bogor, PSP3 IPB, BPS Kabupaten Bogor, Kantor BP3K wilayah Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang. Sementara data primer yang berupa komoditas unggulan, evaluasi program penanggulangan kemiskinan dan perumusan strategi penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor diperoleh dari hasil survey, wawancara, focus group discussion (FGD) dengan para petani, penyuluh pertanian dan kepala BP3K masing-masing kecamatan. Lebih legkapnya untuk jenis dan sumber data serta metode analisis dapat dilihat pada Tabel 2.
27
Tabel. 2 Data dan Metoda Analisis Tujuan Kajian 1.
Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan Daya Beli masyarakat miskin di Kabupaten Bogor
2.
Menganalisis hubungan antara tingkat kemiskinan dengan beberapa karakteristik RTM di Kabupaten Bogor
3.
Menganalisis komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Bogor untuk penanggulangan kemiskinan
4.
Mengevaluasi Kebijakan Pemerintah mengenai Program penanggulangan Kemiskinan Merumuskan strategi dan program penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Bogor
5.
Data Jenis Sekunder : Jumlah penduduk miskin tiap kecamatan, Kondisi dan keadaan tempat tinggal, Kepemilikan aset dan Tingkat pendidikan. Sekunder : Tingkat kemiskinan, Pengeluaran rumah tangga, Status kepemilikan lahan, Jumlah tanggungan, Tingkat pendidikan, Usaha sampingan. Sekunder : Jenis Komoditas Pertanian Unggulan di Kabupaten Bogor Sekunder : Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Primer
Sumber SUSDA 2006, BAPPEDA PSP3 IPB
Metode analisis Deskriptif Kuantitatif
BAPPEDA, PSP3 IPB, Bogor Dalam Angka 2007
Korelasi
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, BAPPEDA dan PSP3 IPB BAPPEDA, BP3K Wilayah Pamijahan dan Leuwiliang
LQ
Survey
Analisis SWOT Analisis QSPM
FGD, Deskriptif Kuatitatif
3.3.1 Teknik Sampling Untuk mendapatkan gambaran mengenai strategi penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan pertanian di Kabupaten Bogor (di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang) yang konkrit, valid dan obyektif, dilakukan wawancara terhadap responden yang ada di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik purposive sampling, artinya
responden
keterkaitannya
baik
diambil secara
secara langsung
sengaja
berdasarkan
maupun
tidak
keahlian
langsung
atau
terhadap
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor. Jumlah responden sebanyak 10 orang, terdiri dari enam orang warga masyarakat petani di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang, dua orang aparatur pemerintah (penyuluh pertanian di Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang), dan dua orang kepala BP3K Kecamatan Pamijahan dan Leuwiliang.
28
Pemilihan responden yang terdiri dari enam orang (ketua kelompok) perwakilan dari tiga kelompok tani yang terdapat pada dua kecamatan yaitu dikarenakan penguasaan mereka terhadap persoalan para petani, penguasaan wilayah pertanian, dan pengetahuan akan kondisi kemiskinan yang terjadi di tingkat rumah tangga miskin yang ada di dua kecamatan. Dua orang responden yang berasal dari penyuluh pertanian (PNS) ini diambil karena mereka memiliki wawasan pertanian yang luas, menguasai permasalahan petani, mengetahui kondisi wilayah, dan sudah lama berinteraksi dengan warga terutama petani sehingga mengetahui kondisi kemiskinan yang terjadi. Dua orang kepala BP3K pada dua kecamatan dijadikan sebagai sampel karena mereka memiliki pengaruh terhadap masyarakat petani, dekat dengan akses kebijakan dan memahami permasalahan kemiskinan petani di wilayah tugasnya. Pemilihan 10 orang sampel ini sudah cukup representative untuk memenuhi kebutuhan dalam penelitian ini.
3.3.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.3.2.1 Analisis Deskriptif Kuantitatif Analisis Deskriptif Kuatitatif ini digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan daya beli masyarakat miskin di Kabupaten Bogor. Menganalisis kondisi dan keadaan tempat tinggal, kepemilikan aset, jumlah tanggungan keluarga, usaha sampingan RTM, dan tingkat pendidikan rumah tangga miskin di Kabupaten Bogor, menganalisis hubungan tingkat kemiskinan dengan beberpa karakteristik RTM yang mempengaruhi kemiskinan di Kabupaten Bogor, mengidentifikasi komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Bogor untuk penanggulangan kemiskinan dan mengevaluasi kebijakan pemerintah mengenai program penanggulangan kemiskinan Analisis deskriptif kuantitatif merupakan teknik analisis yang dilakukan dalam bentuk tabel-tabel data atau angka yang kemudian dianalisis dan diinterpretasikan dalam bentuk uraian. Tabel-tabel tersebut meliputi seperti yang tercantum dalam tujuan kajian 1-4 pada tabel data dan analisis.
29
3.3.2.2 Analisis Korelasi Analisis Korelasi digunakan untuk menguji adanya hubungan antara tingkat kemiskinan (persentase jumlah keluarga miskin) di Kabupaten Bogor dengan beberapa karakteristik rumah tangga miskin di Kabupaten Bogor. Korelasi yang digunakan untuk menguji kedua variabel tersebut adalah korelasi Spearman yang diolah dengan menggunakan Microsoft Excel. Koefisien korelasi (r) berkisar antara -1 sampai dengan +1. Tanda minus (-) menyatakan hubungan negatif antar kedua variabel. Tanda positif (+) menyatakan ada hubungan positif antar variabel. Tinggi rendahnya koefisien korelasi mencerminkan tinggi rendahnya hubungan antar kedua variabel. Uji hubungan antara tingkat kemiskinan dengan beberapa karakteristik RTM tersebut dilakukan pada tingkat signifikansi 5 persen. Hipotesis yang akan diuji dalam analisis korelasi ini adalah : H0 : r = 0, artinya tidak ada hubungan antara tingkat kemiskinan dengan beberapa karakteristik RTM di Kabupaten Bogor H1 : r = 1, artinya ada hubungan antara tingkat kemiskinan dengan beberapa karakteristik RTM di Kabupaten Bogor 3.3.2.3 Analisis Location Quotient (LQ) Analisis Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan dalam ekonomi geografi terutama di tingkat kecamatan. Analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan atau basis aktivitas dan mengetahui kapasitas ekspor perekonomian wilayah serta tingkat kecukupan barang atau jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Nilai LQ merupakan indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah atau dapat dikatakan bahwa LQ didefinisikan sebagai rasio persentase dari total aktivitas pada sub wilayah ke i terhadap persentase aktivitas total terhadap wilayah yang diamati (Budiharsono, 2001). Asumsi yang digunakan dalam analisis LQ adalah : 1) kondisi geografis relatif seragam; 2) pola aktivitas bersifat seragam; 3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang seragam. Dalam teknik ini kegiatan ekonomi suatu daerah di bagi menjadi 2 golongan, yaitu :
30
a. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun diluar daerah yang bersangkutan. Industri seperti ini dinamakan industry basic. Nilai LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) b. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah tersebut, jenis ini dinamakan industry non basic atau industri lokal. Nilai LQ kurang dari satu (LQ < 1) Analisis LQ dalam kajian ini digunakan untuk mencari komoditas unggulan pertanian di Kabupaten Bogor. Adapun rumus LQ adalah : Koefisien LQ = ei/et Ei/Et Dimana : ei = Jumlah produksi komoditas i di kecamatan tertentu et = Jumlah produksi total komoditas di kecamatan tertentu Ei = Jumlah produksi komoditas i di Kabupaten Bogor Et = Jumlah produksi total komoditas di Kabupaten Bogor Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut : 1. Apabila nilai LQ > 1, komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan. 2. Apabila nilai LQ < 1, komoditas tersebut bukan merupakan komoditas unggulan.
3.3.2.4 Matriks IFE dan EFE Untuk merumuskan strategi dan program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor, maka digunakan analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT), yang diawali dengan membuat analisis Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE) Matriks IFE digunakan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama, sedangkan matriks EFE digunakan untuk pengambilan keputusan dalam meringkas dan mengevaluasi semua informasi lingkungan eksternal meliputi peluang dan ancaman (David, 2002). David (2002) menyebutkan langkah - langkah yang diperlukan untuk menyusun matriks EFE dan IFE, yaitu :
31
1. Daftarkan semua faktor-faktor eksternal dan internal yang diidentifikasi, termasuk peluang, ancaman, kelemahan dan kekuatan. 2. Berikan pembobotan untuk setiap faktor yang menunjukan kepentingan relatif semua faktor. Pembobotan berkisar antara 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting). Setiap variabel menggunakan skala 0,1,2. Untuk menentukan bobot yang digunakan adalah : a. A varibel baris/sebelah kiri kurang penting daripada variabel kolom/bagian atas, maka pada kotak pertemuan antra A (kiri) dan B (atas) nilai = 0 b. A variabel baris/sebelah kiri sama penting dengan C pada variabel bagian atas, maka pada kotak pertemuan antara A (kiri) dan C (atas) nilainya = 1 c. A variabel baris/sebelah kiri lebih penting daripada D pada variabel bagian atas, maka pada kotak pertemuan antara A (kiri) dan C (atas) nilainya = 2. 3. Tentukan rating setiap faktor, yaitu peringkat 1 sampai 4 pada setiap faktor sukses kritis untuk menunjukkan seberapa efektif pengaruh faktor-faktor tersebut. Untuk EFE yaitu : 4 = peluang utama, 3 = peluang, 2 = ancaman, 1 = ancaman utama. Sedangkan untuk IFE, rating 4 = kekuatan utama, 3 = kekuatan, 2 = kelemahan kecil dan 1 = kelemahan utama. 4. Setiap rating dikalikan dengan masing-masing bobot untuk setiap variabelnya. Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan untuk mendapatkan skor pembobotan 5. Jumlah skor pembobotan berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan IFE dibawah 2,5, maka kondisi internalnya lemah. Untuk jumlah skor bobot faktor eksternal berkisar 1,0 – 4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 menunjukkan ketidakmampuan memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jumlah skor 4 menunjukkan kemampuan merespon peluang maupun ancaman yang dihadapi dengan sangat baik.
32
Tabel. 3 Matriks IFE Faktor Internal
Bobot
Rating
Skor
Bobot
Rating
Skor
Kekuatan 1. 2. Kelemahan 1. 2. Tabel. 4 Matriks EFE Faktor Eksternal Peluang 1. 2. Ancaman 1. 2.
3.3.2.5 Analisis Matriks Internal – Eksternal Menurut David (2002) setelah melakukan analisis faktor internal dan eksternal, selanjutnya adalah analisis matriks internal – eksternal (IE). Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu total nilai IFE yang diberi bobot pada sumbu x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu y, sebagaimana disajikan pada Gambar. Pada sumbu x matriks IE, total nilai IFE yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah, nilai 2,0 sampai 2,99 dianggap sedang, dan nilai 3,0 sampai 4,0 kuat. Demikian pula pada sumbu y, total nilai EFE yang diberi bobot dari 1,0 sampai 1,99 menunjukkan posisi eksternal yang rendah, nilai 2,0 samai 2,99 dianggap sedang, dan nilai 3,0 sampai 4,0 tinggi. Matriks IE dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategis yang berbeda. Pertama, divisi yang masuk dalam sel I, II atau IV disebut tumbuh dan bina. Strategi yang dapat diterapkan adalah strategi intensif atau integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, VII terbaik dapat dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara. Ketiga, divisi yang masuk dalam sel VI, VIII, IX
33
disebut panen atau divestasi. Organisasi yang sukses bila diposisikan dalam atau sekitar sel I matriks IE. Seperti terlihat pada Gambar. 2 TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGI IFE-EFE KUAT
4,0
RATA-RATA
3,0
LEMAH
2,0
1,0
TINGGI
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
3,0 MENENGAH
1,0 RENDAH
2.0 1,0
Gambar. 2 Analisis Internal- Eksternal Sumber : David, 2002.
3.3.2.6 Matriks SWOT Analisis Strenght Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan unit analisis berupa wilayah untuk basis penelitian, yaitu berupa dua kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bogor bagian barat. Dua kecamatan itu adalah Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Leuwiliang. Sebelum melakukan analisis SWOT, maka perlu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang sudah ditentukan yang disebut dengan analisis faktor internal dan analisis faktor eksternal. Hasil analisis faktor internal dan eksternal dilanjutkan kepada analisis Strenght Weakness Opportunity Threat (SWOT). Analisis SWOT merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif, meminimalisasi kelemahan yang ada serta menekan dampak ancaman yang timbul. Analisis SWOT memiliki matriks dengan empat kuadran yang merupakan perpaduan strategi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) sebagaimana disajikan pada Tabel 5.
34
Tabel. 5 Matriks SWOT Faktor Internal STRENGTHS (S)
WEAKNESSES (W)
STRATEGI S-O
STRATEGI W-O
Faktor Eksternal
Menggunakan kekuatan Meminimalkan OPPORTUNITIES (O)
untuk
memanfaatkan kelemahan
peluang
untuk
memanfaatkan peluang
STRATEGI S-T
STRATEGI W-T
Menggunakan kekuatan Meminimalkan THREATS (T)
untuk
mengatasi kelemahan
ancaman
dan
menghindari ancaman
Dari Tabel 5 matrik SWOT dapat dilihat bahwa terdapat dua faktor internal yang terdiri dari Strength dan Weaknesses dan dua faktor eksternal yaitu Opportunities dan Threats. Kedua faktor yang terdapat dalam analisis SWOT tersebut akan menghasilkan empat strategi, yaitu: 1) Strategi (S-O), yaitu strategi dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang; 2) Strategi (S-T), yaitu strategi dengan menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman; 3) Strategi (W-O), yaitu strategi dengan meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang; 4) Strategi (W-T), yaitu strategi dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Berdasarkan matrik SWOT diatas, hubungan antara analisis SWOT dengan tujuan kajian ditunjukkan pada Gambar. 3. Analisis SWOT yang dilakukan dalam kajian ini adalah untuk menjawab tujuan kelima dari kajian yaitu untuk merumuskan strategi penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan komoditas pertanian di Kabupaten Bogor.
35
Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Bogor
Faktor Internal Kekuatan
Kelemahan
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4
STRATEGI
STRATEGI
Faktor Eksternal Peluang Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4
Ancaman Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4
STARTEGI
STRATEGI
Tujuan 5 : Rumusan Strategi Penanggulangan Gambar. 3 Hubungan Analisis SWOT dengan Tujuan 5
3.4
Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program Dalam melakukan perumusan strategi dan perancangan program
digunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). QSPM merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kunci internal dan eksternal. Analisis QSPM juga merupakan teknik yang digunakan pada tahap pengambilan keputusan karena menunjukkan strategi alternatif yang paling baik dipilih. Pada matriks QSP terdapat komponen-komponen utama yang terdiri dari : Key Factors, Strategic Alternatives, Weights, Attractiveness Score, Total Attractiveness Score dan Sum Total Attractiveness Score, sebagaimana tersaji dalam Tabel 6.
36
Tabel. 6 Matriks Analisis QSPM Strategi Alternatif Faktor Kunci
Bobot
I AS
II TAS
AS
III TAS
AS
TAS
INTERNAL Kekuatan …………….. Kelemahan ……………. EKSTERNAL Peluang …………….. Ancaman …………….. JUMLAH RANKING Langkah-langkah dalam analisis QSPM adalah sebagai berikut : 1. Menyusun daftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman di kolom sebelah kiri QSPM. 2. Memberi bobot (weight) pada masing-masing external dan internal key success factors. 3. Mengidentifikasi
strategi
alternatif
yang
pelaksanaannya
harus
dipertimbangkan. Mencatat strategi-strategi ini di bagian atas baris QSPM. Mengelompokkan strategi-strategi tersebut ke dalam kesatuan yang mutually exclusive, jika memungkinkan. 4. Menetapkan Attractiveness Scores (AS), yaitu nilai yang menunjukkan kemenarikan
relative untuk
masing-masing strategi yang terpilih.
Attractiveness Scores ditetapkan dengan cara meneliti masing-masing external dan internal key success factors. Batasan nilai Attractiveness Scores adalah :
37
1 2 3 4 5. Menghitung Total Attractiveness Scores (TAS). Total Attractiveness Scores (TAS) didapat dari perkalian bobot (weight) dengan Attractiveness Scores pada masing-masing baris. Total Attractiveness Scores menunjukkan relative attractiveness dari masing-masing alternative strategi Menghitung Sum Total Attractiveness Scores, dengan cara menjumlahkan semua TAS yang didapat. Nilai TAS dari alternative strategi yang tertinggi yang menunjukkan bahwa alternative strategi itu yang menjadi pilihan utama. Nilai TAS terkecil menunjukkan bahwa alternative strategi ini menjadi pilihan terakhir.