III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009 di Laboratorium Sistem dan Manajemen Mekanisasi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, serta pengambilan data di Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Unit Pelaksana Teknis Daerah Alat dan Mesin Pertanian Wilayah Bogor Timur, serta Unit Pelaksana Teknis Daerah Penyuluhan Pertanian Wilayah Bogor Timur.
B. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu seperangkat komputer dengan spesifikasi sebagai berikut : 1. Processor AMD Athlon XP 2000+ (1,67 GHz) 2. RAM DDR 1024 Mb PC 3200 3. VGA Card AGP 256 MB 128 Bit 4. Hardisk berkapasitas 40 GB 5. Monitor 15’ Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data-data spasial yang berasal dari hasil penelitian yang dilakukan Lestari (2003) dan Dwipayana (2007). Selain itu juga terdapat data-data mengenai persebaran alsintan, luas sawah, luas panen, produktivitas padi di Kabupaten Bogor yang diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor serta Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor.
C. Metodologi Penelitian Metodologi
penelitian
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
digambarkan dalam diagram rancangan penelitian. Rancangan penelitian yang terdiri dari beberapa tahap dapat dilihat pada Gambar 5.
24
Gambar 5. Rancangan Penelitian
25
D. Metodologi Pengembangan Sistem Metodologi pengembangan sistem adalah proses pengembangan sistem yang baku dan rinci yang mendefinisikan kumpulan aktivitas-aktivitas, metoda-metoda, praktek-praktek, laporan, serta peralatan otomatis yang digunakan
pengembang
sistem
maupun
manager
proyek,
untuk
mengembangkan dan merawat seluruh sistem informasi dan perangkat lunak (Whitten et al., 2001). Dalam mengembangkan Sistem Informasi Status Ketersediaan Alat dan Mesin Pertanian di Kabupaten Bogor, metodologi yang peneliti gunakan ialah metodologi System Development Life Cycle (SDLC). Menurut O’Brien (1999), SDLC ini memiliki lima tahap pengembangan sistem, yaitu dimulai dengan investigasi sistem dan dilanjutkan dengan analisis sistem, desain sistem, implementasi sistem serta perawatan sistem. 1. Investigasi Sistem Tahap investigasi sistem dimaksudkan untuk merumuskan permsalahan dan peluang dari suatu kondisi. Kegiatan investigasi meliputi pemantauan, seleksi dan studi awal mengenai tujuan pemecahan masalah dalam sistem. Tahapan investigasi sistem meliputi tahap studi kelayakan. Studi kelayakan adalah suatu tinjauan sekilas pada faktor-faktor utama yang akan mempengaruhi sistem untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Empat dimensi kelayakan sistem meliputi kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, kelayakan organisasi, dan kelayakan operasional. Kelayakan teknis terkait dengan penggunaan teknologi yang dibutuhkan dalam mendukung pengembangan sistem. Hal tersebut tentunya terkait dengan kebutuhan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Kelayakan ekonomis dapat dilihat dari segi biaya pembangunan sistem, dan keuntungan yang diperoleh dari informasi sistem. Sedangkan kelayakan organisasi dapat dilihat dari ada tidaknya sumber daya manusia yang menggunakan sistem tersebut. Kelayakan operasional sistem dapat ditinjau dari kemampuan dalam manajemen, bagaimana cara menggunakan dan mendukung sistem yang berjalan.
26
2. Analisis Sistem Tahapan analisis sistem melakukan analisis terhadap informasi yang dibutuhkan dari organisasi, end user dan kemampuan sistem yang akan dibangun untuk mempertemukan kebutuhan pengguna dengan fungsi operasional sistem yang akan dikembangkan. Analisis sistem dibagi atas kebutuhan fungsional dan nonfungsional. Pada kebutuhan fungsional objek sistem yang pertama kali harus ditetapkan adalah target pengguna yang dituju oleh sistem yang dibangun, kemudian dilanjutkan dengan analisa kebutuhan pengguna. Analisa kebutuhan ini merupakan dasar dalam penyusunan spesifikasi sistem yang kemudian akan diimplementasikan menjadi suatu perangkat lunak yang mengintegrasikan seluruh sistem. Sumber analisa kebutuhan dapat berasal dari buku dan data sekunder mengenai persebaran alat dan mesin pertanian. Pada
tahapan
siklus
sistem
ini,
analisis
mengumpulkan
dokumentasi dari sistem yang ada, menelaah dan menambahkan dokumentasi baru jika dirasa perlu. Hasil akhir yang baik diharapkan dari sistem ini adalah agar mempermudah dalam pengambilan keputusan oleh pengguna. Sistem yang dibangun juga memiliki kebutuhan nonfungsional, yang merupakan kebutuhan tambahan di luar fungsi sistem yang mampu memberikan nyaman bagi pengguna dalam melakukan penelusuran sistem informasi. 3. Desain Sistem Pada tahap ini menjelaskan bagaimana sistem dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi pengguna. a. Desain data Pada tahap desain data dilakukan pada desain struktur database yang akan digunakan oleh sistem. Desain struktur database akan dibuat dengan Microsoft Visio 2003. Dalam penyusunan basis data terdiri dari dua tahap yaitu penyusunan basis data keruangan dan penyusunan basis data atribut/tabel relasional.
27
b. Desain proses Aktivitas desain proses terfokus pada desain software berupa program dan prosedur yang telah diusulkan. Aktivitas desain proses digambarkan dengam Data Flow Diagram (DFD). c. Desain antar muka (Interface) Desain user interface merupakan prototipe dimana model kerja di desain dan dimodifikasi berulang kali menggunakan feedback dari end user. Aktivitas pada desain user interface terfokus pada dukungan interaksi antara end user dan aplikasi berbasis komputer. 4. Implementasi Sistem Tahapan implementasi meliputi pengadaan hardware, software, pengembangan software, pengujian program dan prosedur, pengembangan dokumentasi dan aktivitas instalasi kebutuhan program. Pada tahapan ini dilakukan kegiatan pengembangan dari desain yang ada dan dilakukan penerapan terhadap sistem yang telah dibangun. Proses yang dilakukan dalam tahapan ini adalah pemrograman (coding) untuk pembangunan sistem informasi. Dilakukan pula uji sistem dan prosedurnya untuk mengetahui kinerja dari program yang dibangun, serta pembuatan dokumentasi untuk kelengkapan sistem. 5. Perawatan Sistem Tahap ini adalah tahapan akhir dari siklus daur hidup sistem (SDLC), yang meliputi kegiatan pengawasan, evaluasi dan modifikasi sistem yang sesuai. Perawatan sistem dilakukan selama dan setelah proses perancangan sistem berlangsung. Pada tahap ini pula Sistem Informasi langsung diuji di Dinas terkait seperti, Dinas Pertanian Kabupaten Bogor untuk mengetahui apakah ada bug-bug dan kesalahan pada program. Perbaikan akan dilakukan apabila ditemukan kesalahan yang terjadi saat pengujian. Sistem yang akan dibangun masih berupa prototipe sehingga untuk tapahan perawatan sistem hanya mencakup tahapan monitoring ketika dilakukan uji performansi, evaluasi dan selanjutnya dilakukan modifikasi agar sistem yang dibangun sesuai dengan kriteria pengguna.
28
E. Penentuan Kebutuhan Alat dan Mesin Pertanian Penentuan kebutuhan alat dan masin pertanian ini terdiri dari perhitungan jumlah kebutuhan pada traktor roda dua, perontok padi bermotor dan Rice Milling Unit (RMU). Proses penentuan kebutuhan alat dan mesin pertanian ini dapat dilihat pada Gambar 6. 1. Penentuan Jumlah Kebutuhan Traktor Roda Dua Tahap-tahap yang dilakukan dalam menentukan kebutuhan traktor roda dua adalah: a.
Mengkonversi satuan kapasitas lapang traktor roda dua (ha/jam) kedalam satuan ha/tahun. ................................................................ (1)
b.
Menghitung luas sawah yang diolah menggunakan traktor roda dua. %
c.
........................................................................... (2)
Menghitung kebutuhan traktor roda dua. /
............................................................................... (3)
Keterangan: Ktt = luas sawah yang diolah menggunakan traktor roda dua per tahun (ha/tahun) Ktj = kapasitas kerja traktor roda dua (ha/jam) Jtk = jumlah waktu operasional traktor roda dua per hari (jam/hari) Htk = jumlah waktu operasional traktor roda dua per tahun (hari/tahun) Ls = luas sawah per tahun (ha/tahun) Lso = luas sawah yang diolah menggunakan traktor roda dua per tahun (ha/tahun) A
= asumsi penggunaan tenaga traktor roda dua (%)
Jb = kebutuhan traktor roda dua (unit) 2. Penentuan jumlah kebutuhan perontok padi bermotor (power thresher) Tahap-tahap yang dilakukan dalam menentukan kebutuhan power thresher adalah: a.
Menghitung jumlah produksi gabah kering panen (GKP) per tahun. ................................................................................. (4) 29
b.
Mengkonversi satuan kapasitas kerja power thresher (ton/jam) kedalam satuan ton/tahun. ............................................................. (5)
c.
Menghitung jumlah produksi GKP yang diolah menggunakan power thresher per tahun. %
d.
.............................................................................. (6)
Menghitung kebutuhan power thresher. /
................................................................................ (7)
Keterangan: P
= jumlah produksi gabah kering panen per tahun (ton/tahun)
Lp
= luas panen per tahun (ha/tahun)
ph
= produktivitas gabah kering panen per hektar (ton/ha)
Kpt
= jumlah produksi gabah kering panen yang diolah menggunakan power thresher per tahun (ton/tahun)
Kpj
= kapasitas kerja power thresher (ton GKP/jam)
Jpk
= jumlah waktu operasional power thresher per hari (jam/hari)
Hpk
= jumlah waktu operasional power thresher per tahun (hari/tahun)
Po
= jumlah gabah kering panen yang diolah menggunakan power thresher per tahun (ton/tahun)
A
= asumsi penggunaan tenaga power thresher bermotor (%)
Jp
= kebutuhan power thresher (unit)
3. Penentuan jumlah kebutuhan Rice Milling Unit (RMU) Tahap-tahap yang dilakukan dalam menentukan kebutuhan RMU adalah: a.
Menghitung jumlah produksi gabah kering giling (GKG) per tahun. .................................................................................. (8)
b.
Mengkonversi satuan kapasitas kerja RMU (ton beras/jam) kedalam satuan ton beras/tahun. ............................................................... (9)
c.
Mengkonversi kapasitas kerja RMU (ton beras/tahun) kedalam satuan ton GKG/tahun.
30
100% ...................................................................... (10) d.
Menghitung jumlah produksi gabah yang diolah menggunakan RMU. %
......................................................................... (11)
e. Menghitung kebutuhan RMU. /
.............................................................................. (12)
Keterangan: Pg
= jumlah produksi gabah kering giling per tahun (ton/tahun)
P
= jumlah produksi gabah kering panen per tahun (ton/tahun)
k
= angka konversi dari ton GKP ke ton GKG (86.01%)
kb
= angka konversi dari ton GKG ke ton beras (62.74%)
Krb
= jumlah produksi beras yang diolah menggunakan RMU per tahun (ton/tahun)
Krt
= jumlah produksi gabah kering giling yang diolah menggunakan RMU per tahun (ton/tahun)
Krj
= kapasitas giling RMU (ton GKG/jam)
Jrk
= jumlah waktu operasional RMU per hari (jam/hari)
Hk
= jumlah waktu operasional RMU per tahun (hari/tahun)
A
= asumsi penggunaan tenaga RMU (%)
Ppo
= jumlah gabah kering giling yang diolah menggunakan RMU per tahun (ton GKG/tahun)
Jr
= kebutuhan RMU (unit)
31
Gambar 6. Proses penentuan kebutuhan alat dan mesin pertanian
E. Asumsi-asumsi Dalam menentukan status ketersediaan alat dan mesin pertanian maka dilakukan asumsi-asumsi. Sebagian besar asumsi-asumsi yang digunakan bersumber dari Balitbang Pertanian (2007), yaitu:
32
1. Traktor roda dua a. Kapasitas lapang traktor roda dua (8.5 Hp) yang digunakan sama pada tiap-tiap kecamatan, yaitu sebesar 0.06 ha/jam (Direktorat Alat dan Mesin Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2002). b. Waktu operasional traktor roda dua per hari adalah 8 jam (Balitbang Pertanian, 2007). c. Waktu operasional traktor roda dua per tahun adalah 90 hari (Balitbang Pertanian, 2007). d. Prosentase luas sawah yang diolah menggunakan traktor roda dua sama pada tiap-tiap kecamatan. e. Prosentase luas sawah yang diolah oleh traktor roda dua berbeda pada setiap tahun, dan meningkat sebesar 10.3% pada tiap tahunnya. Pada tahun 2005, prosentase luas sawah yang diolah menggunakan traktor roda dua adalah sebesar 48.3%, tahun 2006 sebesar 58.6%, dan tahun 2007 sebesar 68.9%. Nilai-nilai ini didasarkan kepada nilai penggunaan tenaga traktor roda dua di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 38%, dan target penggunaan tenaga traktor roda dua di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 100% (Balitbang Pertanian, 2007). f. Tidak ada perpindahan traktor roda dua antar kecamatan. g. Tidak ada perpindahan traktor roda dua ke kabupaten lain, juga sebaliknya. 2. Perontok Padi Bermotor (Power Thresher) a. Kapasitas kerja power thresher (5.5 Hp) yang digunakan sama pada tiap-tiap kecamatan, yaitu 600 kg GKP/jam (Direktorat Alat dan Mesin Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2002). b. Waktu operasional power thresher per hari adalah 8 jam (Balitbang Pertanian, 2007). c. Waktu operasional power thresher per tahun adalah 90 hari (Balitbang Pertanian, 2007). d. Prosentase jumlah gabah yang dirontokkan oleh power thresher sama pada tiap-tiap kecamatan.
33
e. Prosentase jumlah gabah yang dirontokkan oleh power thresher berbeda pada setiap tahun, dan meningkat sebesar 6.5% pada tiap tahunnya. Pada tahun 2005, prosentase jumlah gabah yang diolah menggunakan power thresher adalah sebesar 27.5%, tahun 2006 sebesar 34%, dan tahun 2007 sebesar 40.5%. Nilai-nilai ini didasarkan kepada nilai penggunaan tenaga power thresher di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 21%, dan target penggunaan tenaga power thresher di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 60% (Balitbang Pertanian, 2007). f. Tidak ada perpindahan power thresher antar kecamatan. g. Tidak ada perpindahan power thresher ke kabupaten lain, juga sebaliknya. 3. Rice Milling Unit (RMU) a. Kapasitas kerja RMU (16 - 21 Hp) yang digunakan sama pada tiap-tiap kecamatan, yaitu sebesar 350 kg beras/jam (Direktorat Alat dan Mesin Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2002). b. Waktu operasional RMU per hari adalah 8 jam (Balitbang Pertanian, 2007). c. Waktu operasional RMU per tahun adalah 90 hari (Balitbang Pertanian, 2007). d. Penggunaan tenaga RMU sama pada tiap-tiap kecamatan, yaitu pada tahun 2005, 2006 dan 2007 sebesar 40%. Nilai ini didasarkan kepada nilai penggunaan tenaga penggiling padi di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 100% (Penggilingan Padi Kecil 20%, RMU 40%, dan Penggilingan Padi Besar 40%), dan target penggunaan RMU di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 40% (Balitbang Pertanian 2007). Namun dari data yang peneliti peroleh diketahui bahwa di Kabupaten Bogor tidak tersedia Penggilingan Padi Besar (PPB), maka peneliti menaikkan nilai penggunaan tenaga RMU menjadi sebesar 60% sedangkan penggunaan tenaga PPK menjadi sebesar 40% (Balitbang Pertanian, 2007). e. Tidak ada perpindahan RMU antar kecamatan. f. Tidak ada perpindahan RMU ke kabupaten lain, juga sebaliknya.
34