III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai dengan Februari 2010 di Stasiun Lapangan Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan preparat histologi sperma dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dokumentasinya dilakukan di Laboratorium Embriologi dan Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. 3.2 Induk Induk yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah ikan gurame yang sudah berumur 4-5 tahun dengan ukuran 2-3,5 kilogram dan telah mencapai matang gonad. Jumlah induk yang digunakan adalah 9 ekor induk jantan dan 3 ekor induk betina. Induk-induk ini berasal dari desa Ciseeng Kabupaten Bogor. Selanjutnya induk dipelihara di kolam dengan dasar tanah dan diberi pakan 3.3 Metode Penelitian Sembilan ekor induk jantan ikan gurame dan tiga ekor induk betina ikan gurame yang telah matang gonad, mendapatkan perlakuan dengan dosis penyuntikan ovaprim yang berbeda. Dosis penyuntikan ovaprim untuk induk jantan ikan gurame adalah 0 ml/kg, 0,35/kg, dan 0,7 ml/kg,. Jeda antar tiap penyuntikan adalah 12 jam dan jeda antara penyuntikan ke-2 hingga stripping adalah 17 jam. Penentuan dosis penyuntikan dan waktu inkubasi ini didapatkan berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan. Masing-masing perlakuan di ulang sebanyak tiga kali. Sedangkan dosis penyuntikan induk betina hanya satu macam yaitu 0,7 ml/kg yang diberikan dengan dua kali penyuntikan. Jeda antar tiap penyuntikan adalah 12 jam dan jeda antara penyuntikan ke-2 hingga stripping adalah 17 jam.
14
3.4 Prosedur Kerja Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah seleksi induk, penyuntikan ovaprim, pemijahan, pembuatan preparat ulas sperma, dan pengamatan hasil. 3.4.1 Seleksi Induk Seleksi induk adalah tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan induk ikan gurame yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan. Kriteria induk yang digunakan adalah induk dengan umur lebih dari 4 tahun, memiliki bobot minimal 2 kilogram. Tahapan yang pertama dilakukan adalah penjaringan induk jantan yang dipelihara di kolam pemeliharaan yang terpisah dengan induk betina. Dari induk-induk jantan yang berhasil ditangkap, dilakukan stripping ringan di bagian perut ke arah lubang genital. Apabila keluar berwarna cairan putih susu, induk tersebut yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya sperma yang dikandung oleh induk jantan. Sedangkan induk betina diseleksi dengan cara pemuasaan induk betina selama 3 hari. Induk yang selanjutnya dipilih adalah induk yang sudah dipuasakan tetapi secara visual terlihat perutnya sudah membesar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah perut induk besar karena pakan atau telur. Jika induk tersebut mengandung telur, maka setelah pemuasaan perut induk tetap besar dan diraba dengan perlahan pada bagian perut terasa lembek. Selanjutnya dilakukan penjaringan dan dilakukan stripping ringan terhadap induk betina di bagian perut ke arah lubang genital, apabila terlihat seperti ada telur berwarna kuning bening yang akan keluar dari luubang genital, maka induk tersebut yang akan digunakan. 3.4.2 Penyuntikan Ovaprim Induk-induk hasil seleksi yang sudah matang gonad, selanjutnya ditimbang dan diletakkan di dalam happa berukuran 1x1x1 m yang berada di dalam bak beton dengan dimensi 4x3x1 m. Tiap induk jantan dan induk betina ikan gurame diletakkan dalam happa yang terpisah di dalam bak beton yang sama. Hal ini dilakukan agar ikan antar perlakuan tidak tertukar dan mempermudah dalam proses penangkapan. Selain itu untuk mencegah terjadinya pemijahan yang tidak
15
diharapkan akan tetapi masih ada pengaruh antara induk jantan dan betina. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui dosis Ovaprim yang akan disuntikkan ke tiap-tiap ikan. Sebelum disuntikkan ke ikan, Ovaprim diencerkan menggunakan aquabides dengan perbandingan 1:1. Pada saat dilakukan penyuntikan, bagian kepala induk ditutupi dengan kain basah untuk mengurangi stres dan mencegah ikan berontak yang dapat mengakibatkan luka pada ikan. Penyuntikan
dilakukan
sebanyak
dua
kali
dengan
teknik
penyuntikan
intramuscular. Setelah penyuntikan pertama, masing-masing induk diletakkan pada happa yang berbeda agar memudahkan pada proses penyuntikan ke-2. Pada penyuntikan ke-2 ikan tidak lagi ditimbang akan tetapi langsung disuntik sejumlah sisa penyuntikan pada dosis pertama. Apabila penyuntikan dilakukan pada bagian tubuh sebelah kanan, maka pada penyuntikan kedua dilakukan pada bagian tubuh sebelah kiri dan begitu juga sebaliknya. Jeda antar penyuntikan pertama dan ke-2 adalah 12 jam. Untuk induk jantan gurame, pada penyuntikan pertama diberikan 50% dari total dosis yang akan diberikan dan sisanya sebesar 50% dari dosis total diberikan pada pentuntikan ke-2. Sedangkan pada induk betina ikan gurame, pada penyuntikan pertama diberikan 30% dari total dosis yang akan diberikan. Pada penyuntikan ke-2 ovaprim yang diberikan adalah 70% dari dosis total. Jeda antar penyuntikan pertama dan ke-2 adalah 12 jam, sedangkan jeda antara penyuntikan ke-2 hingga stripping adalah 17 jam. 3.4.3 Pemijahan Setelah tahapan penyuntikan dilaksanakan, induk jantan dan betina ikan gurame tetap diletakkan di dalam happa yang berbeda pada bak beton yang sama. Hal ini dilakukan untuk mempermudah penangkapan saat akan dilakukan stripping dan agar ikan tidak tertukar, selain itu agar tidak terjadi pemijahan yang tidak diharapkan. Induk jantan dan betina dibiarkan di dalam happa sebelum dilakukan stripping. Jeda antara penyuntikan ke-2 hingga stripping adalah 17 jam. Sebelum dilakukan stripping pada induk betina, induk jantan di-stripping terlebih dahulu. Induk jantan yang akan diambil spermanya diletakkan pada posisi terbalik dengan perut menghadap ke atas sambil ditutup kepalanya menggunakan kain
16
basah. Selanjutnya bagian lubang genital dikeringkan menggunakan kertas tissue. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontak sperma dengan air. Kemudian dilakukan pengurutan secara perlahan pada bagian perut ke arah lubang genital, sperma yang keluar dikumpulkan menggunakan syringe 1 ml yang jarumnya telah dilepas. Ketika sperma dikumpulkan menggunakan syringe saat stripping dilakukan, usahakan tidak ada urine yang ikut tersedot ke dalamnya. Sperma yang didapat selanjutnya dicatat volume cairan semennya. Sebagian sperma digunakan untuk membuahi telur dan sisanya diletakkan di dalam Eppendorf dan disimpan di dalam coolbox berisi es. Cara stripping induk betina hampir sama dengan cara pengambilan sperma pada induk jantan. Akan tetapi posisi induk betina tidak dibalik seperti induk jantan. Sebelum striipping dilakukan, lubang genital induk betina juga dikeringkan menggunakan kertas tissue. Induk betina yang akan di-stripping ditutup kepalanya menggunakan kain basah, lalu dilakukan pengurutan dari bagian perut ke arah lubang genital dengan sedikit tekanan saat dilakukan stripping. Telur yang keluar ditampung pada mangkuk besar yang sebelumnya telah dikeringkan menggunakan kertas tissue. Selanjutnya telur dibagi menjadi tiga bagian dan diletakkan pada mangkuk plastik yang lebih kecil. Mangkuk plastik yang digunakan juga dikeringkan terlebih dahulu. Kemudian telur pada tiap mangkuk plastik dibuahi menggunakan sperma dari tiap perlakuan. Sperma dan telur pada tiap mangkuk diaduk menggunakan bulu ayam yang berbeda agar sperma tercampur merata pada tiap telur. Sebelum telur ditebar pada wadah penetasan, mangkuk yang berisi telur dan sperma diberi sedikit air agar sperma menjadi aktif sehingga dapat membuahi telur dan didiamkan beberapa menit. Telur yang sudah dibuahi kemudian ditebar pada akuarium dengan dimensi 10x10x20 cm. Air yang digunakan sebagai media penetasan telur sebelumnya sudah diberi methylen blue dan diaerasi selama 24 jam.
17
3.4.4 Pembuatan Preparat Ulas Sperma Semen yang diencerkan menggunakan larutan fisiologis (cairan infuse NaCl 0,9%) digunakan untuk pembuatan preparat sperma. Cairan semen yang akan dibuat preparat ulas diteteskan di atas gelas objek yang sebelumnya sudah direndam pada larutan metanol. Cairan semen yang yang sudah diteteskan di atas gelas objek selanjutnya diratakan menggunakan gelas objek lainnya. Setelah itu lapisan cairan semen yang terbentuk dikering anginkan. Kemudian lapisan tersebut difiksasi dengan cara merendam gelas objek, yang di atasnya terdapat lapisan cairan semen, pada larutan metanol selama lima menit. Preparat yang sudah difiksasi selanjutnya dibilas menggunakan akuades dan dikering anginkan kembali. Tahapan selanjutnya adalah pewarnaan dengan cara merendam preparat pada larutan giemsa 5% selama 15 menit. 3.4.5 Pengamatan Hasil 3.4.5.1 Volume Cairan Semen Volume cairan sperma diukur ketika kegiatan stripping induk jantan telah selesai dilakukan. Ketika cairan sperma yang didapatkan sudah tertampung seluruhnya di dalam syringe 1 ml, dilakukan pencatatan terhadap volume cairan sperma yang didapat. Volume cairan semen dapat dilihat dari skala yang tertera pada syringe yang digunakan untuk mengumpulkan cairan semen. Setiap kali melakukan stripping pada induk jantan pada tiap perlakuan, dilakukan pencatatan. 3.4.5.2 Durasi Motilitas Sperma Lama motilitas sperma diamati bersamaan dengan penentuan skor motilitas sperma. Pengamatan lama motilitas sperma dilakukan dengan mencatat waktu sperma bergerak hingga sperma tidak bergerak lagi. Pengamatan ini dapat dilakukan menggunakan alat bantu berupa CCTV yang sudah terpasang pada mikroskop. Pengamatan lama motilitas dilakukan pada setiap sampel sperma dari tiap perlakuan.
18
3.4.5.3 Penentuan Skor Motilitas Sperma Penentuan skor motilitas sperma dilakukan menggunakan mikroskop perbesaran 400x (perbesaran lensa obyektif 40x). Cairan sperma diteteskan pada gelas objek dan di samping cairan sperma tersebut diteteskan juga akuades. Setelah sel sperma terlihat pada bidang pandang dan sperma tidak dalam kondisi motil, aquabides dicampurkan menggunakan tusuk gigi. Pengamatan motilitas dilakukan pada setiap sampel sperma dari tiap perlakuan. Penentuan skor sperma dilakukan berdasarkan kriteria yang dibuat oleh Guest et al. (1976) dalam Tabel 1 berikut Tabel 1. Kriteria skor motilitas sperma (Guest et al., 1976) Angka
Kriteria
Motilitas
Semua sperma bergerak sangat cepat dengan pergerakan ekor
5
bervariasi Banyak sperma bergerak sangat cepat dengan pergerakan ekor
4
cepat, beberapa sperma memperlihatkan getaran yang kuat di tempat
3
Banyak sperma bergerak cepat dan yang lain bergetar di tempat Banyak sperma bergetar dengan sedikit memperlihatkan pergerakan
2
cepat
1
Banyak sperma bergetar tetapi sangat sedikit yang bergerak cepat
0,75 0,50 0,25 0
Banyak sperma tidak bergerak dan sangat sedikit sekali sperma yang bergetar dengan gerakan lemah Banyak sperma tidak bergerak dan sangat sedikit sekali sperma yang bergetar, kadang-kafang terlihat bergerak lemah Banyak sperma tidak bergerak, kadang-kadang terlihat bergetar lemah Semua sperma tidak bergerak dan bergetar
3.4.5.4 Jumlah Sel Sperma Penghitungan jumlah sel sperma dilakukan menggunakan hemasitometer dan mikroskop dengan perbesaran 100x (obyektif 10x). Cairan semen yang akan
19
dihitung jumlah sel spermanya diencerkan hingga seribu kali menggunakan larutan fisiologis (cairan infus NaCl 0,9%). Kemudian diambil sepuluh mikroliter (10 µl) dan diteteskan ke hemasitometer. Selanjutnya bagian hemasitometer yang sudah ditetesi sampel sperma ditutup menggeunakan kaca penutup. Penghitungan dilakukan dengan mengambil lima titik sampel dari bidang pandang haemacytometer. Setelah itu jumlah sel sperma yang merah dihitung dengan rumus : Sel sperma (sel/ml) = rataan sel sperma x
1 x Faktor pengenceran vol.KB
Keterangan: KB= Kotak besar (0,2 mm x 0,2 mm x 0,1 mm) Faktor pengenceran: 1000 Hasil yang didapat satuannya adalah jumlah sel/mm3 dan selanjutnya dikonversi menjadi jumlah sel/ml cairan semen. 3.4.5.5 Penghitungan Kadar Spermatokrit Penghitungan kadar spermatokrit dilakukan dengan cara sampel cairan semen dimasukkan dalam tabung mikrohematokrit sampai 4/5 bagian. Ujung tabung disumbat dengan crytoceal. Tabung mikrohematokrit disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Setelah itu dilakukan pengukuran kadar hematokrit dengan rumus sebagai berikut :
x 100% y Keterangan: x : padatan cairan semen (cm) Kadar Spermatokrit (%) =
y : total cairan semen (cm) 3.4.5.6 Morfologi Sperma Pengamatan morfologi sperma dilakukan dengan cara melakukan pengukuran terhadap ukuran kepala dan panjang ekor sperma. Pengamatan ini dilakukan pada preparat ulas sperma yang telah dibuat sebelumnya. Untuk mempermudah proses pengukuran, dilakukan pemotretan terhadap preparat ulas sperma dibawah mikroskop dengan perbesaran 400x. Lalu dilakukan pengukuran sampel sperma. Hasil yang didapat selanjutnya dikonversi dengan mikrometer
20
sesuai perbesaran yang digunakan pada mikroskop dan satuannya diubah menjadi mikrometer (µm). 3.5 Analisis Data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dianalisis secara deskriptif untuk parameter volume cairan semen, kadar spermatokrit, durasi motilitas, skor motilitas, jumlah sel sperma, dan morfologi sperma.