III. METODE PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian berlokasi di Waduk Penjalin, Desa Winduaji, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah dengan koordinat 6o44’56” LS 7o20’51,48” LS dan 108o41’37” BT - 109o11’29” BT (Google Earth, 2014). Tujuan dibangunnya Waduk Penjalin adalah untuk menampung air di musim hujan dan dikeluarkan pada musim kemarau untuk suplesi Bendung Notog yang mengairi Daerah Irigasi Pemali Bawah seluas 28.300 ha, serta berfungsi sebagai pengendali banjir (Istanto, 2010). Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan di lokasi penelitian, serta di Laboratorium Lingkungan dan Laboratorium Biologi Akuatik, Fakultas Biologi, Unsoed. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2014. B. Materi Penelitian Alat dan bahan yang digunakan terlampir (Lampiran 1 dan 2). C. Teknik Pengambilan Sampel Metode yang digunakan adalah survei dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling berdasarkan rona lingkungan. Sampel diambil dari perairan Waduk Penjalin yang dibagi menjadi tujuh stasiun (Gambar 3.1.) dan diulang sebanyak tiga kali dengan interval waktu dua minggu. D. Variabel dan Parameter yang Diukur Variabel yang diamati adalah kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta sebagai variabel terikat serta faktor fisika dan kimia perairan waduk sebagai variabel bebas. Parameter kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta yang diukur adalah jumlah spesies dan jumlah individu Chrysophyta. Parameter fisika dan kimia perairan waduk yang diukur adalah tingkat penetrasi
bio.unsoed.ac.id
cahaya, suhu, kedalaman, kandungan TSS, pH, kandungan DO, kandungan BOD5, kandungan ortofosfat, kandungan nitrat, dan kandungan silika.
12
Gambar 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel Sumber : Google Earth, tahun 2014
Keterangan : ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 ST 5 ST 6 ST 7
= Daerah Percobaan Keramba terletak di 07°19’53,9’’LS, dan 109°3’13,2’’BT = Daerah Tengah terletak di 07°19’43,8’’LS, dan 109°2’58,3’’ BT = Daerah Inlet dari Kali Garung terletak di 07°20’00,7’’ LS, dan 109°2’50,4’’BT = Daerah Inlet dari Kali Penjalin terletak di 07°20’11,3’’ LS, dan 109°2’36,1’’ BT = Daerah Inlet dari Kali Soka terletak di 07°19’39,2’’ LS, dan 109°2’28,8’’ BT = Daerah Outlet terletak di 07°19’30,9’’ LS, dan 109°3’12,3’’ BT = Daerah Dermaga terletak di 07°19’40” LS, dan 109°3’18,5’’ BT
bio.unsoed.ac.id
13
E. Bagan Alir Penelitian Persiapan penelitian Penentuan topik dan metode penelitian
Ekosistem Waduk Penjalin berdasarkan rona lingkungan
ST 1. Daerah Percobaan Keramba
ST 2. Daerah Tengah
ST 3. Daerah Inlet dari Kali Garung
ST 4. Daerah Inlet dari Kali Penjalin
ST 5. Daerah Inlet dari Kali Soka
ST 6. Daerah Outlet
ST 7. Daerah Dermaga
Pelaksanan penelitian Pengukuran Chrysophyta
Penghitungan dengan Metode Lackey Drop Microtransect Counting Chamber
Kelimpahan
Pengukuran fisika dan kimia perairan
Pengukuran di Laboratorium
Penghitungan dengan Indeks Morisita
Pola Distribusi
Pengukuran TSS, BOD5, ortofosfat, nitrat, dan silika
Pengukuran di Lokasi
Pengukuran sampel air untuk penetrasi cahaya, suhu, kedalaman, pH, dan DO
Analisis korelasi regresi linier berganda
Analisis Cluster dan Simper
bio.unsoed.ac.id Kekuatan Korelasi dan Persamaan
Kesamaan dan Ketidaksamaan Parameter Waduk Penjalin Berdasarkan Kelimpahan, Distribusi Horizontal Chrysophyta, serta Faktor Fisika dan Kimia Perairan
Regresi Kelimpahan dan Distribusi Horizontal Chrysophyta dengan Faktor Fisika dan Kima Perairan
Kajian kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta serta korelasinya dengan faktor fisika dan kimia perairan di Waduk Penjalin
14
F. Cara Kerja a. Pengambilan Sampel Chrysophyta Menggunakan Metode Penyaringan Greenberg et al. (1992) Pengambilan
sampel
Chrysophyta
dilakukan
dengan
cara
menyaring 100 liter air waduk menggunakan plankton-net No. 25. Air yang tertampung dalam botol plankton-net dipindahkan ke dalam botol sampel yang telah diberi label. Kemudian ditambahkan 3-4 tetes lugol dan formalin 40% sampai konsentrasinya menjadi 4%. Formalin yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut : C1. V1 = C2. V2 .................................................................................... (3-1) Keterangan : C1 = Konsentrasi formalin yang dikehendaki C2 = Konsentrasi formalin yang tersedia V1 = Volume air yang terkonsentrasi dalam botol sampel V2 = Volume formalin yang dibutuhkan
b. Pengukuran Penetrasi Cahaya Menggunakan Metode Secchi (Wetzel & Likens, 1995) Penetrasi cahaya diukur menggunakan keping Secchi. Keping Secchi dimasukkan ke dalam air sampai batas yang tidak terlihat, kemudian diukur jaraknya (x). Keping Secchi diturunkan kembali kemudian diangkat perlahan-lahan sampai pertama kali terlihat oleh mata, kemudian diukur jaraknya (y). Penetrasi cahaya dapat dihitung dengan rumus : x+y Penetrasi cahaya =
cm ..................................................... (3-2) 2
c. Pengukuran Suhu Air dan Udara Menggunakan Metode Pemuaian dari APHA (1985)
bio.unsoed.ac.id
Suhu air permukaan diukur menggunakan termometer Celcius (oC). Termometer dicelupkan ke dalam air sampai menunjukkan angka yang konstan, lalu dicatat. Pengukuran suhu udara dengan cara termometer dibiarkan pada udara terbuka dan menunjukkan angka yang konstan, lalu dicatat.
15
d. Pengukuran Kedalaman Pengukuran kedalaman diukur dengan menggunakan alat yaitu depth sounder. Depth sounder ditempelkan ke permukaan air, lalu tombol on ditekan. Angka yang nampak pada alat menunjukkan kedalaman perairan di lokasi tersebut, angka yang tertera (m) kemudian dicatat. e.
Pengukuran Derajad Keasaman (pH) Menggunakan Kolorimetri Menurut Alaerts & Santika (1987)
Metode
Satu stik (lembar) kertas indikator pH diambil dan dicelupkan ke dalam air. Perubahan warna yang terjadi pada kertas pH dicocokkan dengan warna standar pada kemasan dan dicatat hasilnya. f. Pengukuran Dissolved Oxygen (DO) Menggunakan Metode Winkler Menurut SNI 06 -6989.14 : 2004 Sampel air diambil (secara hati-hati supaya tidak terdapat gelembung udara) dengan menggunakan botol Winkler bervolume 250 ml, botol kemudian ditutup. Sampel air yang telah diambil ditambahkan MnSO4 dan KOH-KI masing-masing 1 ml, kemudian dikocok sampai homogen, dan didiamkan sampai timbul endapan. Kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat dan dihomogenkan sampai semua endapan menjadi larut. Selanjutnya 100 ml sampel air diambil dengan gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan 3-5 tetes indikator amilum hingga berwarna biru tua. Kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N hingga warna menjadi jernih. Volume titran yang digunakan untuk titrasi dicatat dan dimasukkan ke dalam rumus : 1000 × p × q × 8 ml.l-1 DO =
............................................................. (3-3) 100
bio.unsoed.ac.id
Keterangan : 1000
: 100 ml sampel air yang digunakan per 1000 ml 100 p : Jumlah Na2S2O3 0,025 N yang digunakan untuk titrasi (ml) q : Normalitas larutan Na2S2O3 8 : Bobot setara dengan oksigen
16
g. Identifikasi dan Penghitungan Kelimpahan Chrysophyta Identifikasi dan penghitungan kelimpahan Chrysophyta dilakukan di Laboratorium Biologi Akuatik, Fakultas Biologi Unsoed. Identifikasi Chrysophyta secara kualitatif dilakukan dengan cara membolak-balikan botol sampel sampai homogen, diambil satu tetes menggunakan pipet tetes, kemudian diletakkan di atas object glass, dan ditutup dengan cover glass. Sampel Chrysophyta diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler yang dibantu Opti Lab, sebanyak 20 lapang pandang, dan setiap sampel diulang 10 kali. Chrysophyta yang ditemukan diidentifikasi menggunakan buku identifikasi yaitu Sachlan (1982) dan Davis (1955). Chrysophyta yang telah diidentifikasi kemudian dihitung kelimpahannya dengan metode modifikasi Lackey Drop Microtransect Counting Chamber (APHA, 1992) : Q1 x V1 x 1 x 1 F =
............................................................. (3-4) Q2
V2
P
W
Rumus Kelimpahan (ind.l-1) = F × N Keterangan : F = Jumlah individu per liter Q1 = Luas cover glass (484 mm2) Q2 = Luas lapang pandang (1,11279 mm) V1 = Volume air dalam botol penampung (93 ml) V2 = Volume air di bawah cover glass (0,04 ml) P = Jumlah lapang pandang yang diamati (20 kali) W = Volume air yang disaring (100 liter) N = Jumlah Chrysophyta yang dihitung dari seluruh lapang pandang yang diamati.
h. Pengukuran Total Suspended Solid (TSS) Menggunakan Metode Gravimetri Menurut SNI 06-6989. 27 : 2005a
bio.unsoed.ac.id
Kertas milipore 0,45 µm, dibilas dengan akuades, dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator kabinet selama 15 menit dan ditimbang sebagai berat awal (x g). Sampel air sebanyak 500 ml disaring menggunakan kertas Whatman No. 41 dan disaring kembali dengan kertas milipore 0,45 µm yang telah ditimbang. Filtrat yang tersaring beserta kertas milipore 0,45 µm dioven selama 1 jam pada suhu 105°C. Kertas milipore 0,45 µm dimasukkan ke 17
dalam desikator kabinet selama 15 menit dan ditimbang sebagai berat akhir (y g). Kandungan TSS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : y – x x 106 mg.l-1 ............................................. (3-5)
TSS = Volume sampel Keterangan :
y = berat kertas milipore + zat tersuspensi x = berat kertas milipore awal
i. Pengukuran Biochemical Oxygen Demand (BOD) Menggunakan Metode Kolorimetri Menurut SNI 06-2503 : 1991b 250 ml sampel air diencerkan dengan 250 ml larutan pengencer (larutan buffer fosfat, magnesium sulfat, kalsium klorida feriklorida dan bubuk inhibitor nitrifikasi). Sampel air yang sudah diencerkan dimasukkan ke dalam 2 botol Winkler volume 250 ml. Sampel air dalam botol Winkler pertama (X0) langsung diberi perlakuan, sedangkan sampel air dalam botol Winkler kedua diinkubasi di dalam inkubator dan diberi perlakuan setelah lima hari (X5). Sampel air pertama ditambahkan MnSO4 dan KOH-KI masing-masing 1 ml, kemudian dikocok sampai homogen
dan
didiamkan
sampai
timbul
endapan.
Setelah
itu
ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat dan dihomogenkan sampai semua endapan menjadi larut. Kemudian 100 ml sampel air dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan indikator amilum sebanyak 3-5 tetes hingga berwarna biru tua. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N sampai warna biru tersebut hilang atau jernih. Blanko BOD dibuat (B0 dan B5) dengan larutan pengencer (perlakuan sama seperti cara kerja untuk sampel air). Setelah itu, kandungan BOD5 dihitung dengan menggunakan rumus :
BOD5 =
bio.unsoed.ac.id (X0 – X5) – (B0 – B5) (1− P)
mg.l-1 ................................. (3-6)
P
Keterangan : X0 : Kandungan O2 terlarut sampel hari ke-0 X5 : Kandungan O2 terlarut sampel hari ke-5
18
B0 : Kandungan O2 terlarut blanko hari ke-0 B2 : Kandungan O2 terlarut blanko hari ke-5 P : Faktor pengencer
j. Pengukuran Ortofosfat Menggunakan Metode Pararosanilin Menurut SNI 06-6989. 31 : 2005b Sampel air sebanyak 50 ml yang telah disaring dengan kertas Whatman No. 41 dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 1 tetes indikator PP. Ditambahkan NaOH sampai larutan berwarna merah muda. Ditambahkan 8 ml reagen campuran (AMM-Molibdate, K-Antimonil, H2SO4, Asam Askorbat). Kemudian ditunggu 5 menit. Diabsorbansi pada λ 880 nm menggunakan spektrofotometer, setelah itu hasilnya dicatat (mg.l-1). k.
Pengukuran Nitrat (NO3) Menggunakan Spectrofotometric Menurut APHA (1992)
Metode
Ultraviolet
Sampel air sebanyak 50 ml yang telah disaring menggunakan kertas Whatman No. 41 dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Ditambahkan 1 ml HCl 1N, kemudian dihomogenkan. Diabsorbansi pada λ 220 nm menggunakan spektrofotometer, setelah itu hasilnya dicatat (mg.l-1). l.
Pengukuran Silika dengan Menggunakan Spectrofotometric Menurut SNI 06-2477 : 1991a
Metode
Ultraviolet
5 ml sampel air yang telah disaring ditambahkan akuades hingga volumenya 50 ml. Kemudian ditambahkan Amonium Molibdate dan Asam Oksalat masing-masing 2 ml. Ditunggu beberapa menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ 410 nm menggunakan spektrofotometer, setelah itu hasil yang didapat dicatat (mg.l-1). C. Metode Analisis Data 1. Kelimpahan Chrysophyta serta faktor fisika dan kimia perairan dianalisis secara
deskriptif.
Pola
distribusi
horizontal
Chrysophyta
dianalisis
menggunakan Indeks Morisita. Adapun rumus yang digunakan menurut
bio.unsoed.ac.id
Michael (1994) sebagai berikut : n [ ∑ i = 1 Xi2 - ∑ i = 1 Xi ] Id =
............................................................... (3-7) N (N - 1)
Keterangan : Id = Indeks Morisita Xi = Jumlah individu spesies ke-i pada tiap stasiun
19
i = 1,2,3,…,n n = jumlah total stasiun N = Jumlah total individu
Hasil dari perhitungan selanjutnya akan dicocokkan dengan kriteria yaitu Id = 1 berarti pola penyebaran acak, Id < 1,0 berarti pola penyebaran seragam, dan
Id > 1,0 berarti pola penyebaran mengelompok (Michael,
1994). 2. Tingkat
kesamaan
berdasarkan
kelimpahan,
distribusi
horizontal
Chrysophyta, serta faktor fisika dan kimia dianalisis dengan Cluster dan dilanjutkan dengan Simper. Analisis tersebut dibantu dengan software PRIMER-E ver.6.1.6. Analisis Cluster digunakan untuk menentukan tingkat kesamaan antarstasiun berdasarkan kelimpahan, distribusi Chrysophyta, serta faktor fisika dan kimia perairan Waduk Penjalin. Analisis Simper digunakan untuk menentukan tingkat kontribusi
spesies Chrysophyta terhadap
pengelompokan stasiun berdasarkan kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta, serta faktor fisika dan kimia perairan yang berkontribusi terhadap pengelompokan stasiun. 3. Korelasi antara kelimpahan dan distribusi horizontal Chrysophyta dengan faktor fisika dan kimia dianalisis dengan regresi linier berganda yang dibantu software SPSS. Sugiyono (2010) menyebutkan bahwa analisis regresi linier berganda bertujuan untuk menerangkan besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis dalam analisis regresi linier berganda dilakukan dengan menentukan nilai koefisien korelasi berganda (R) dan koefisien determinasi (R2), yang ditentukan dengan rumus : β1∑ X1Y + β2∑ X2Y R=
.................................................................... (3-8) ∑ Y2
bio.unsoed.ac.id
R2 = (R)2 x 100% ....................................................................................... (3-9) Koefisien korelasi berganda (R) digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel bebas (X1, X2,…Xn) terhadap variabel terikat (Y) secara serentak. Nilai R berkisar 0 sampai 1. Nilai R semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah. 20
Menurut Sugiyono (2010) pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi berganda sebagai berikut : 0,00-0,199 0,20-0,399 0,40-0,599 0,60-0,799 0,80-1,000
= Sangat rendah = Rendah = Sedang = Kuat = Sangat kuat
Koefisien determinasi disebut koefisien penentu karena varian yang terjadi pada variabel terikat dapat dijelaskan melalui varian yang terjadi pada variabel bebas, misal nilai koefisien determinasi (R2) = 0,83, hal ini berarti varian yang terjadi pada variabel terikat 83% dapat ditentukan melalui varian yang terjadi pada variabel bebas, dan 17% ditentukan oleh faktor lain (Sugiyono, 2004). Kriteria koefisien determinasi menurut Supranto (2001) dapat ditentukan sebagai berikut : >4% 5-16% 17-49% 50-81% >80%
= Pengaruh rendah sekali = Pengaruh rendah tapi pasti = Pengaruh sedang = Pengaruh kuat = Pengaruh sangat kuat
Setelah diketahui koefisien korelasi dan koefisien determinasi, dapat ditentukan persamaan regresi linier berganda. Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut : Y = a + β1X1 + β2X2 + ........... + ε ......................................................... (3-10) Keterangan : Y a β1 β2 X1 X2 ε
= Variabel terikat = Konstanta = Konstanta, merupakan nilai terikat yang dalam hal ini adalah Y pada saat variabel bebasnya adalah 0 (X1 dan X2 = 0) = Koefisien regresi berganda variabel bebas X1 terhadap variabel terikat Y, bila variabel bebas lainnya dianggap konstan = Variabel bebas = Variabel bebas = Faktor pengganggu di luar model
bio.unsoed.ac.id
Arti koefisien β adalah jika nilai β positif (+), hal tersebut menunjukkan peningkatan atau penurunan besarnya variabel bebas akan diikuti oleh peningkatan atau penurunan besarnya variabel terikat, sedangkan jika nilai β negatif (-), menunjukkan setiap peningkatan besarnya nilai variabel bebas akan diikuti oleh penurunan besarnya nilai variabel terikat, dan sebaliknya (Sugiyono, 2010). 21