37
III. KERANGKA TEORITIS 3.1.
Fungsi Permintaan Gula Keadaan konsumsi dan permintaan suatu komoditas sangat menentukan
banyaknya komoditas yang dapat digerakkan oleh sistem tata niaga dan memberikan arahan bagi produsen berapa besar mereka harus memproduksi (Limbong dan Sitorus, 1987). Secara umum dikatakan bahwa selera dan kekuatan membeli sebagai faktor-faktor yang menentukan konsumsi sedangkan dalam teori ekonomi, permintaan terhadap gula dapat dirumuskan sebagai berikut : π·π₯
= π π»π₯, πΌ, π»π¦, π, π β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦.β¦.....β¦.(01)
dimana : Dx
= Jumlah produk gula yang diminta
Hx
= Harga komoditas gula
I
= Pendapatan
Hy
= Harga barang lain yang berkaitan dengan konsumsi gula
P
= Jumlah penduduk atau konsumen gula
S
= Selera
Seorang konsumen dalam mengkonsumsi barang secara rasional dihadapkan pada berbagai pilihan yang lengkap dan konsisten tentang sederetan preferensinya. Koutsoyiannis (1985) memberikan asumsi untuk teori indifference curves sebagai berikut : 1. Rasionalitas Konsumen diasumsikan rasional, dimana berusaha memaksimumkan utilitinya berdasarkan pendapatannya dan harga pasar tertentu. Konsumen juga diasumsikan mempunyai pengetahuan yang cukup tentang semua informasi yang relevan. 2. Utiliti adalah ordinal Konsumen dianggap dapat menyusun secara berurutan pilihan-pilihannya terhadap berbagai kelompok barang berdasarkan tingkat kepuasan setiap kelompok. 3. Tingkat substitusi marginal yang menurun (diminishing marginal rate of substitution). Pilihan-pilihan (preferences) disusun dalam bentuk kurva
38
indiferen yang diasumsikan cembung (convex) pada titik origin. Hal ini menunjukkan bahwa slope kurva indiferen adalah menaik. Slope kurva indiferen ini disebut sebagai tingkat substitusi marginal dari suatu komoditi. 4. Total utiliti tergantung pada kuantitas komoditi yang dikonsumsi. Secara matematis ditulis : U = f(q1,q2,β¦,qn). 5. Konsistensi dan transitivitas dalam pilihan Pilihan preferensinya dibatasi oleh kendala pendapatannya, oleh karenanya problem pilihan konsumen adalah menentukan sejumlah konsumsi yang optimum didalam opportunity set-nya. Fungsi permintaan konsumen terhadap suatu barang diturunkan dari fungsi konsumsi atau utilitas konsumen. Konsumen terdiri dari dua golongan yaitu konsumen akhir atau konsumen yang mengolah lagi produk yang dikonsumsinya (industri).
3.1.1. Permintaan Gula oleh Rumah Tangga Secara umum, fungsi permintaan diturunkan dari fungsi utilitas konsumen yang dimaksimumkan dengan kendala pendapatan (Henderson dan Quandt, 1980). Diasumsikan fungsi utilitas konsumen adalah sebagai berikut : π
= π ππΊ , π
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(02)
dimana : U
= Total utilitas konsumen mengkonsumsi gula
QG = Jumlah konsumsi gula R
= Jumlah konsumsi komoditi lain
Jika harga gula dinotasikan sebagai PG dan harga barang lain sebagai Pr dengan asumsi semua pendapatan digunakan utuk mengkonsumsi barang, maka fungsi kendala pada tingkat pendapatan tertentu (Y) bagi konsumen adalah : π = ππΊ β ππΊ + ππ β π
β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(03) Dengan memasukkan fungsi kendala (persamaan 03) ke dalam fungsi utilitas (persamaan 02) maka dapat digambarkan fungsi Langrange sebagai berikut : π = π ππΊ , π
+ Ξ»(π β ππΊ β ππΊ β ππ β π
)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(04) dimana : Ξ» = Lagrange Multiplier
39
Untuk mendapatkan utilitas maksimum, maka syarat pertama adalah turunan parsial dari fungsi Lagrangian harus sama dengan nol. ππ ππ = β πππΊ = 0 β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦..(05) πππΊ πππΊ ππ ππ = β πππ = 0 β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦..β¦β¦..(06) ππ
ππ
ππ = β(ππΊ β ππΊ + ππ β π
β π) = 0 β¦β¦..β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦..(07) ππ Dari persamaan 05, 06, dan 07 diatas maka diperoleh : ππ ππ πππΊ β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦..(08) = π ππΊ ππ‘ππ’ π = ππΊ πππΊ ππ ππ ππ
β¦β¦β¦β¦..β¦β¦..β¦β¦.β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦..(09) = πππ ππ‘ππ’ π = ππ
ππ
ππΊ β ππΊ + ππ β π
= π β¦β¦.β¦β¦β¦..β¦β¦β¦..β¦β¦.β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦..(10) jika ππ πππΊ = πππΊ dan ππ ππ
= πππ maka : π = πππΊ ππΊ = πππ ππ β¦β¦.β¦β¦β¦..β¦β¦β¦..β¦β¦.β¦β¦β¦.β¦β¦β¦..(11) dan πππΊ πππ = ππΊ ππ = ππ
ππΊ,πβ¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦.β¦β¦β¦..(12) Persamaan 12 menyatakan bahwa kepuasan konsumen akan maksimum pada kondisi dimana rasio marjinal utilitas terhadap harga sama untuk semua komoditi, yaitu sebesar koefisien pengganda Lagrangian (π). Penyelesaian PG dan Pr pada persamaan 12 disubstitusikan pada persamaan 10 sehingga diperoleh fungsi permintaan terhadap gula yaitu : ππΊ = π(ππΊ , ππ , π) β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦..(13) Persamaan tersebut menyatakan bahwa permintaan gula kristal putih dipengaruhi oleh harga gula, harga komoditi lain sebagai alternatif, dan tingkat pendapatan konsumen. Dengan asumsi bahwa model permintaan bersifat dinamis maka elastisitas permintaan atas harga gula, elastisitas permintaan atas harga komoditi lain, dan elastisitas pendapatan dapat dihitung baik dalam jangka pendek maupun panjang. Dolan (2006) menambahkan bahwa selain dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang lain, dan pendapatan permintaan suatu barang juga dipengaruhi selera, distribusi pendapatan, jumlah penduduk, dan harapan harga.
40
3.1.2. Permintaan Gula oleh Industri Sebagai bahan baku untuk industri makanan dan minuman, permintaan terhadap gula dapat diturunkan melalui fungsi permintaan turunan (derived demand), yaitu melalui fungsi keuntungan. Produsen yang rasional akan berproduksi pada tingkat keuntungan yang maksimum (Debertin, 1986). Input yang digunakan pada kondisi keuntungan maksimum berada pada jumlah yang optimal. Adapun persamaan keuntungan dapat dituliskan sebagai berikut : π = π. π β dimana :
ππ ππ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(14)
π
= Keuntungan
P
= Harga output yang dihasilkan oleh industri makanan dan minuman
Y
= Jumlah produksi
ri
= Harga input gula
Xi = Jumlah input gula dengan menurunkan fungsi keuntungan tersebut terhadap masing-masing input maka diperoleh : πΏπ
πΏπ πΏππ = π. πΏππ β ππ = 0β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦....β¦β¦β¦β¦β¦β¦(15)
atau π. πππ = ππ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(16) dimana PMi adalah produk marjinal dan P.PMi adalah nilai dari produk marginal input gula. Pada persamaan diatas penggunaan input yang optimal dicirikan oleh kondisi dimana nilai produk marjinal dari masing-masing input (P.PMi) sama dengan harga input yang bersangkutan. Implikasi dari kondisi tersebut adalah permintaan suatu input oleh industri sangat dipengaruhi oleh harga input yang bersangkutan (r), harga output (P), dan teknologi produksi (PMi). Disamping itu, permintaan suatu input dapat pula dipengaruhi oleh harga input substitusi dan faktor lain yang dapat mendistorsi pasar. Pada industri makanan dan minuman, permintaan terhadap gula selain dipengaruhi oleh harga gula juga dipengaruhi oleh harga input alternatif lain, yaitu harga pemanis alternatif dan tingkat suku bunga. Dalam model ekonomi, permintaan gula industri tersebut dituliskan sebagai berikut : π·π = π(ππ , ππ , π)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦..(17)
41
dimana Df adalah permintaan gula kristal rafinasi oleh industri makanan dan minuman, Pf adalah harga gula kristal rafinasi, Pm adalah harga produk makanan dan minuman, dan i adalah tingat bunga.
3.2.
Fungsi Impor Gula Perdagangan internasional memungkinkan setiap negara melakukan
spesifikasi produksi dan barang-barang tertentu sehingga mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dengan skala produksi yang besar. Adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki oleh setiap negara menyebabkan negara tersebut berusaha menghasilkan produk dengan biaya yang relatif lebih rendah. Perbedaan sumber daya inilah yang akan menyebabkan perbedaan harga dan akan menentukan keputusan suatu negara untuk melakukan ekspor dan impor. P
P DA
P
SA
r
ES
DB
SB
PB
x PW m
PA
s
ED 0
QA
Q
Negara A (Eksportir)
0
QE Pasar Dunia
Q 0
QB
Q
Negara B (Importir)
Sumber : Tweeten, 1992
Gambar 2. Mekanisme Terjadinya Ekspor-Impor Proses ekspor dan impor dunia diilustrasikan oleh Gambar 2. Suatu negara (negara A) akan mengekspor suatu komoditi gula ke negara lain (negara B) karena harga di negara A sebelum terjadinya perdagangan relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Di negara A terjadi kelebihan produksi (excess supply) karena produksi domestiknya lebih besar daripada konsumsi domestiknya, sehingga negara A berkesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Di lain pihak negara B mengalami kelebihan permintaan (excess demand) karena konsumsi domestiknya lebih
42
besar daripada produksi domestiknya sehingga harga di negara B lebih tinggi. Oleh karena itu, negara B membeli komoditi gula dari negara lain yang harganya relatif lebih murah. Komunikasi yang terjadi antara negara A dan negara B menyebabkan terjadinya perdagangan dengan harga yang diterima oleh kedua negara adalah sama. Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa sebelum terjadinya perdagangan dunia harga di negara A adalah P A, sedangkan di negara B adalah PB. Penawaran di pasar dunia akan terjadi jika harga dunia lebih tinggi dari P A sedangkan permintaan di pasar dunia akan terjadi jika harga dunia lebih kecil dari PB. Pada saat harga dunia (P W) sama dengan PA maka di negara A tidak terjadi excess supply (ES) namun di negara B akan terjadi excess demand (ED) sebesar s. Tetapi, jika harga dunia (P W) sama dengan PB maka dinegara A akan terjadi excess supply (ES) sebesar r, namun di negara B tidak terjadi excess demand (ED). Dari PA dan PB tersebut maka akan terbentuk kurva ES dan ED di pasar dunia, dimana perpotongan antara kurva ES dan ED akan menentukan harga yang terjadi di pasar dunia sebesar P W. Dengan adanya perdagangan tersebut maka negara A akan mengekspor gula sebesar x dan negara B akan mengimpor gula sebesar m. Permintaan impor terjadi karena suatu negara membeli barang dari negara lain yang disebabkan karena berbagai faktor antara lain (1) produksi barang dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan konsumsi, (2) barang tersebut sangat penting dalam proses kehidupan namun negara tersebut tidak dapat memproduksi dengan baik akibat adanya keterbatasan teknologi dan iklim, dan (3) suatu negara mempunyai teknologi tetapi tidak mempunyai bahan baku (dalam hal ini negara tersebut akan melakukan re-ekspor) (Purwanto, 2002). Indonesia merupakan negara importir untuk komoditas gula. Salah satu hal yang menentukan jumlah impor adalah konsumsi. Secara sederhana, persamaan impor gula dapat dinyatakan sebagai berikut : ππΊ = πΆπΊ β ππΊ + ππΊ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(18) dimana: ππΊ = Jumlah impor gula πΆπΊ = Jumlah konsumsi gula
43
ππΊ = Jumlah produksi gula ππΊ = Jumlah Stok gula Pendekatan selanjutnya didekati dari fungsi konsumsi yang membentuk fungsi permintaan yang dinyatakan sebagai berikut : πΆπΊ = π(ππΊ , ππ, π, πππ, π·π¦ , π)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦(19) dimana : πΆπΊ
= Jumlah konsumsi gula
ππΊ
= Harga gula
π
= Tingkat pendapatan
πππ = Jumlah Penduduk π·π¦
= Distribusi pendapatan
π
= Selera
Dari persamaan 19 dapat diketahui apabila harga gula menurun maka konsumsi akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Selain itu, konsumsi juga akan dipengaruhi oleh (1) harga komoditi lain yang bersifat substitusi dan komplementer, (2) jumlah penduduk, dan (3) laju pertumbuhan konsumsi. Sedangkan untuk impor, suatu negara akan mencari harga yang lebih murah. Oleh karena itu, nilai tukar akan mempengaruhi jumlah barang yang diimpor oleh suatu negara. Dengan demikian, persamaan impor dapat dinyatakan sebagai berikut : ππΊ = π(ππΊ , πΆπΊ , πΈπ
, π, ππΊ(π‘β1) )β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦(20) dimana : ππΊ
= Jumlah impor gula
ππΊ
= Harga gula
πΆπΊ
= Jumlah konsumsi gula
πΈπ
= Nilai tukar
π
= Faktor lain yang mempengaruhi impor
ππΊ(π‘β1) = Impor gula tahun sebelumnya
3.3.
Respon Bedakala Produksi Komoditas Pertanian Salah satu karakteristik utama produk pertanian adalah adanya tenggang
waktu (gestation period) antara menanam dengan memanen. Hasil yang diperoleh petani didasarkan pada perkiraan-perkiraan di masa mendatang serta pengalaman
44
masa lalu. Harga output komoditas pertanian tidak dapat dipastikan pada saat produk tersebut ditanam. Dengan kata lain, petani harus mengambil keputusan produksi berdasarkan perkiraan atas produknya tahun lalu. Hal ini mengacu pada adanya bedakala (lag) diantara dua periode, yaitu saat menanam dan memanen. Respon petani setelah bedakala sebagai dampak perubahan pada harga-harga input dan produk serta kebijakan pemerintah. Jika peningkatan harga diperkirakan oleh petani akan berlangsung terus pada periode berikutnya, maka petani akan merubah komposisi sumber daya pada masa tanam mendatang, sehingga pengaruh kenaikan harga tersebut baru akan terlihat pada periode tanam berikutnya. Apabila kemungkinan adanya ekspektasi demikian dapat diterima maka hubungan-hubungan yang spesifik diantara harga harapan dengan harga di masa lalu dapat dibuat. Sehingga model dapat dikembangkan menjadi dinamik yang dirintis oleh Nerlove melalui persamaan parsial. Nerlove (1958) menjelaskan bahwa petani pada setiap periode produksi akan merevisi dugaan mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai proporsi yang normal terhadap perbedaan yang terjadi dengan yang sebelumnya dianggap normal. Atau petani juga akan menyesuaikan perkiraan harga dimasa mendatang dalam bentuk proporsi dari selisih antara perkiraan dengan kenyataannya.
3.4.
Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Perdagangan Gula Proses pembentukan harga gula dunia dalam perdagangan internasional
ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan dunia. Akan tetapi, karena setiap negara eksportir dan importir mempunyai kepentingan yang berbeda-beda maka pemerintah melakukan intervensinya terhadap perdagangan gula. Intervensi pemerintah ini diperlukan baik untuk mengatur mekanisme perdagangan gula internasional maupun melindungi pelaku ekonomi gula dalam negeri. Beberapa kebijakan yang terkait dengan kinerja pasar gula antara lain kebijakan tarif impor, suku bunga, harga pokok pembelian, subsidi sarana produksi, suku bunga, dan lain-lain. Namun, yang akan dijelaskan dalam penelitian ini hanyalah dampak kebijakan harga pokok pembelian dan kebijakan tarif impor sesuai dengan fenomena yang terjadi sekarang.
45
3.4.1. Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Pupuk sebagai salah satu sarana produksi pertanian mempunyai peran yang cukup penting dalam peningkatan produktivitas pertanian. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) pupuk untuk melindungi petani sebagai konsumen pupuk agar dapat membeli pupuk sesuai kebutuhannya dengan harga yang lebih murah yang berada di bawah harga keseimbangan. Dampak kebijakan HET pupuk terhadap surplus konsumen dan surplus produsen dapat dilihat pada gambar 4. Harga F
S
E
P0 P1
B
C
HET
D
A Q1 Q0 Q2
Jumlah
Gambar 3. Dampak Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Apabila pemerintah melakukan intervensi dengan menetapkan harga eceran tertinggi (HET) maka akan mengakibatkan jumlah yang diproduksi menjadi sebesar Q1 dan jumlah yang diminta oleh konsumen sebesar Q2. Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari respon konsumen yang meningkat jika harga pupuk turun, sehingga kebijakan ini akan efektif jika pemerintah memenuhi kelebihan permintaan (excess demand) yaitu sebesar Q2 β Q1 sehingga besarnya pengeluaran pemerintah sebesar Q1BCQ2 Kebijakan HET pupuk ini akan berdampak pada perubahan surplus konsumen dan produsen. Sebelum adanya kebijakan HET pupuk surplus konsumen sebesar P0FE dan surplus produsen P0EA, sedangkan setelah adanya kebijakan HET pupuk surplus konsumen sebesar P1CF dan surplus produsen sebesar P1BA. Kebijakan HET pupuk ini menambah surplus konsumen sebesar P0ECP1 dan mengurangi surplus produsen sebesar P0ECP1.
46
3.4.2. Kebijakan Harga Patokan Petani Gula Harga patokan petani (HPP) untuk produk gula ini merupakan harga minimal yang diterima petani. Harga ini menjadi signal atau patokan bagi importir untuk melakukan impor karena impor gula baru dapat dilakukan apabila petani tebu menerima harga minimal sama dengan HPP yang ditetapkan oleh pemerintah. Penentuan harga patokan petani ini menggunakan biaya pokok produksi (BPP) tebu atau gula petani. Penetapan kebijakan HPP gula diatur melalui seperangkat kebijakan pemerintah melalui SK Menperindag No. 527/MPP/Kep/2004 tentang ketentuan impor gula yang telah direvisi dengan mengeluarkan
perangkat
Peraturan
Menteri
Perdagangan
No.
08/M-
DAG/PER/4/2005. Peraturan Menteri Perdagangan ini tidak hanya mengatur tentang penetapan harga patokan akan tetapi juga mengatur jumlah pasokan gula. Tujuan utama pemerintah menetapkan HPP
gula
adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan petani dan pendapatan petani dalam upaya untuk meningkatkan produksi tebu dan produktivitas lahan menuju swasembada gula. Selain itu, HPP juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan gula bagi masyarakat konsumen dengan harga yang stabil dan terjangkau. Dampak kebijakan harga patokan petani terhadap surplus konsumen dan surplus produsen dapat dilihat pada gambar 4. Harga S
C P1
E
P0
F
G
HPP
B
D
A Q1
Q0 Q2
Jumlah
Gambar 4. Dampak Kebijakan Harga Patokan Petani
47
Penetapan HPP gula oleh pemerintah sebesar P1 mengakibatkan jumlah produksi gula menjadi sebesar Q2 dan jumlah yang diminta oleh konsumen Q1. Keadaan ini terjadi sebagai akibat dari respon konsumen yang menurunkan volume permintaan gula jika harga gula naik, sehingga kebijakan ini akan efektif jika pemerintah membeli kelebihan produksi gula (excess supply) sebesar Q2 β Q1, sehingga besarnya pengeluaran pemerintah sebesar Q1EGQ2. Kebijakan HPP gula ini akan berdampak pada perubahan surplus konsumen dan produsen. Sebelum adanya kebijakan HPP surplus konsumen sebesar P0BC dan surplus produsen P0BA, sedangkan setelah adanya kebijakan HPP surplus konsumen sebesar P1EC dan surplus produsen sebesar P1GA. Kebijakan HPP ini mengurangi surplus konsumen sebesar P0BEP1 dan meningkatkan surplus produsen sebesar P1GBP0. 3.4.3. Kebijakan Tarif Impor Kebijakan perdagangan dibidang impor akan diartikan sebagai tindakan yang langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri didalam negeri. Kebijakan dibidang impor ini dapat dikelompokkan menjadi kebijakan tarif dan non tarif. Oktaviani (2010) mengemukakan apabila ditinjau dari aspek asal komoditinya, terdapat dua macam tarif yaitu tarif ekspor dan tarif impor. Apabila ditinjau dari mekanisme perhitungannya terdapat tiga macam tarif yaitu tarif ad valorem (ad valorem tariff), tarif spesifik (specific tariff), dan tarif campuran (compound tariff). Tarif ad valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Tarif spesifik dikenakan sebagai beban tetap unit barang yang diimpor dan tarif campuran merupakan gabungan dari tarif ad valorem dan tarif spesifik. Tarif merupakan pajak yang dikenakan atas impor suatu barang dimana suatu tarif akan cenderung menaikkan harga dan menurunkan jumlah yang dikonsumsi, dan menaikkan produksi domestik (Samuelson dan Nordhaus, 2001). Kebijakan tarif ini disatu sisi bertujuan untuk mengurangi volume impor, namun disisi lain akan meningkatkan produksi dalam negeri melalui perbaikan harga. Pemberlakuan tarif impor akan menyebabkan kenaikan harga produk di negara importir, penurunan konsumsi, peningkatan produksi, penurunan volume impor,
48
dan adanya penerimaaan pemerintah yang berasal dari tarif impor tersebut. Pemberlakuan tarif impor ini akan menguntungkan produsen domestik karena harga impor suatu komoditas cenderung lebih mahal daripada harga domestiknya. Dampak ekonomi dari pengenaan tarif impor oleh negara importir ditunjukkan oleh Gambar 5 dengan menggunakan asumsi-asumsi antara lain (1) hanya ada dua negara yaitu negara A sebagai importir, (2) tarif impor yang dilakukan adalah tarif impor spesifik, dan (3) negara impor adalah negara besar dimana perubahan jumlah impor dapat mempengaruhi harga dunia. P
P
P
SA
SB ES Pwβ+ t Pw Pwβ
a b
c e
4
2
Ξ±
d
Ξ²
1
3
ED DA
DB ED - t
Q
qp qpβ qcβ qc (a) Negara Importir
Q
qeβ qe (b) Pasar Dunia
Q
Qc Qcβ QpβQp
(c) Negara Eksportir
Sumber : Tweeten, 1992
Gambar 5. Dampak Pengenaan Tarif Impor Esensi dari kebijakan tarif impor adalah untuk melindungi produsen domestik.
Berdasarkan
Gambar
5
dapat
diketahui
apabila
pemerintah
memberlakukan kebijakan tarif sebesar t maka menyebabkan biaya impor menjadi lebih tinggi sehingga menggeser kurva ED sejajar ke bawah dengan jarak vertikal sesuai dengan besarnya tarif menjadi ED-t. Kondisi ini menyebabkan harga dunia turun menjadi Pwβ sedangkan harga impor yang diterima konsumen di negara importir (Gambar 5a) akan meningkat menjadi Pwβ+ t. Meningkatnya harga impor ini menyebabkan permintaan konsumen terhadap komoditas yang perdagangkan menjadi turun sebesar qcβ, sebaliknya produksi domestik akan meningkat sebesar qpβ. Adanya kebijakan tarif ini membuat volume impor negara importir menjadi turun menjadi qpβ- qcβ, sedangkan pada negara eksportir, dengan harga dunia Pwβ
49
kelebihan penawaran akan turun menjadi Qcβ-Qpβ (Gambar 5c). Pada pasar dunia, akan terbentuk keseimbangan baru yaitu pada tingkat harga dunia sebesar Pwβ dan volume perdagangan sebesar qeβ (Gambar 5b). Pengenaan tarif impor terhadap suatu komoditas menyebabkan kenaikan harga komoditas tersebut sehingga akan menurunkan konsumsi, peningkatan produksi, penurunan volume impor, dan adanya penerimaan pemerintah dari tarif. Sedangkan di negara eksportir terjadi penurunan harga sehingga menyebabkan berkurangnya volume ekspor. Dampak perubahan kesejahteraan dari adanya pemberlakuan tarif impor dianalisis melalui perubahan-perubahan surplus konsumen dan surplus produsen serta adanya penerimaan pemerintah dari tarif dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Analisis Dampak Kebijakan Tarif Impor terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir Indikator Surplus Konsumen Surplus Produsen Penerimaan Pemerintah Kesejahteraan nasional bersih Kesejahteraan dunia bersih
Negara Importir
Negara Eksportir
β (a + b + c + d)
1
a
β (1 + 2 + 3 +4)
c+e
---
eβbβd
β (2 + 3 + 4)
βbβdβ2β4
Berdasarkan pada Tabel 4, terlihat bahwa secara umum pengenaan tarif impor ini akan menurunkan kesejahteraan dunia. Di negara eksportir akan terjadi penurunan kesejahteraan nasional bersih sebesar daerah (2 + 3 + 4) sedangkan di negara importir dampaknya terhadap kesejahteraan nasional sangat ditentukan oleh elastisitas penawaran ekspor. Semakin elastis kurva ES maka daerah (b + d) akan lebih luas dari daerah (e), sehingga secara umum negara importir akan semakin dirugikan dengan adanya tarif impor. Pada Tabel 4 dapat diketahui pula bahwa penurunan tarif impor berarti akan memperkecil penurunan kesejahteraan masyarakat dunia. Konsumen di negara importir akan menerima kenaikan harga yang lebih rendah sedangkan produsen di negara eksportir menerima harga yang lebih tinggi.
50
3.4.4. Kebijakan Kuota Impor Kuota impor merupakan instrumen pembatasan kuantitas barang yang dapat diimpor dalam kurun waktu tertentu. Kuota impor disebut mengikat (binding) apabila kuantitas impor yang diperbolehkan berada di bawah kuantitas impor yang terjadi dalam perdagangan bebas. Kondisi sebaliknya berlaku untuk kuota impor yang tidak mengikat (non-binding) (Arifin et al., 2007). Kuota impor digunakan oleh negara-negara berkembang untuk melindungi produsen dalam negeri. Kuota impor akan menyebabkan penawaran domestik turun, yang pada gilirannya akan meningkatkan harga domestik. Dampak pemberlakuan kuota impor terhadap mekanisme perdagangan dunia dapat dilihat pada Gambar 6. SA
P
P
SAβ
P ESβ
Pdβ
SB
a Pw
b
x
e
c d 1 2 3
y
4
Pwβ ED
DA
EDβ qp
qpβ
DB
Q
Q qcβ qc
(a) Negara Importir
qeβ
Q Qc Qcβ Qpβ Qp
qe
(b) Pasar Dunia
(c) Negara Eksportir
Sumber : Tweeten, 1992
Gambar 6. Dampak Kuota Impor Pada analisis ini diasumsikan terdapat dua negara yaitu negara A sebagai negara importir dan negara B (atau gabungan beberapa lainnya) sebagai negara eksportir. Negara A juga diasumsikan sebagai negara besar dalam perdagangan. Berdasarkan gambar tersebut keseimbangan mula-mula terjadi pada saat harga dunia sama dengan harga domestik (P) dan jumlah impor dari negara A sebesar qc-qp = qe. Adanya pembatasan impor oleh negara A sebesar qeβ menyebabkan kurva permintaan impor negara A menjadi kurva patah EDβ dan berpotongan dengan kurva ES membentuk harga Pwβ. Akan tetapi, pada harga ini di negara A terjadi kelebihan permintaan. Kelebihan permintaan ini akan hilang pada tingkat harga domestik Pdβ yaitu pada perpotongan antara kurva permintaan S A dan kurva
51
penawaran domestik ditambah kuota impor SAβ, dimana kurva SAβ sejajar dengan jarak horizontal sebesar kuota yang ditetapkan. Dengan demikian terlihat pembatasan impor akan menyebabkan peningkatan harga domestik di negara A dan harga dunia sehingga volume perdagangan menjadi berkurang. Selanjutnya dengan adanya kebijakan pembatasan volume impor maka kebijakan ini akan berpengaruh pada besarnya kesejahteraan yang dapat diperoleh baik oleh eksportir maupun importir. Perubahan kesejahteraan (surplus) dari Gambar 6 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis Dampak Kebijakan Kuota Impor terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Negara Eksportir dan Importir Indikator Surplus Konsumen Surplus Produsen Penerimaan Pemerintah Kesejahteraan nasional bersih Kesejahteraan dunia bersih
Negara Eksportir
Negara Importir
-(a+b+c+d)
1
a
-1-2-3-4
(b+e)
-
-(c+d+e)
-2-3-4 -(c + d + 2 + 4)
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa secara umum dampak dari pemberian kuota impor akan menurunkan kesejahteraan dunia. Secara keseluruhan kebijakan kuota impor akan menyebabkan terjadinya penurunan kesejahteraan dunia sebesar daerah (c + d + 2 + 4). Distorsi perdagangan internasional yang telah dipaparkan dalam penelitian ini difokuskan pada kebijakan distorsi perdagangan di Indonesia sebagai negara pengimpor gula yaitu berupa pemberlakukan tarif impor dan kuota impor.