III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kedudukan Energi dalam Output Perekonomian Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 2, ada paradoks antara perlakuan energi hanya sebagai faktor produksi primer dan perhatian terhadap kualitas sumberdayasumberdaya lainnya. Perubahan kualitas sumberdaya cenderung diperlakukan dalam model sebagai perubahan koefisien input-output, yaitu sebuah bentuk perubahan teknis. Menurut Stern (2003), jika perekonomian dapat direpresentasikan sebagai model input-output dimana tidak ada substitusi antara faktor produksi, faktor pengetahuan dalam faktor produksi dapat diabaikan. Ini tidak berarti bahwa penggunaan energi dan ilmu pengetahuan dalam mendapatkan dan pemanfaatannya harus diabaikan. Perhitungan akurat untuk seluruh penggunaan energi untuk mendukung produksi final adalah penting. Tetapi kontribusi pengetahuan terhadap produksi tidak dapat diasumsikan proporsional terhadap biaya energi. Melalui ilmu Thermodinamika menempatkan batasan terhadap substitusi, derajat substitusi aktual antara stok kapital memasukkan pengetahuan dan energi merupakan sebuah pertanyaan secara empiris. Senada dengan pendapat Stern (2003), Reksohadiprodjo dan Pradono (1999) menyatakan bahwa energi merupakan salah satu sumberdaya alam penting yang mempengaruhi output/produksi nasional. Sumberdaya yang dapat menjadi kendala dalam pembangunan ekonomi meliputi sumberdaya lahan, manusia, modal, teknologi, informasi, dan energi. Sumberdaya ini merupakan faktor produksi atau input dalam suatu proses produksi. Faktor tenaga keja, modal, dan teknologi berasal dari manusia, sedangkan sumberdaya alam dan energi lebih bersifat pemberian alam. Fungsi
82
produksi yang menyatakan hubungan antara keluaran (output) dengan jumlah masukan (input) dapat dinyatakan sebagai berikut: Y = f(L, K, N, E, T) ................................................................................
(1)
dimana: Y = Output/produksi nasional L = Jumlah tenaga kerja K = Kapital N = Sumberdaya alam E = Enterpreneuship T = Teknologi Secara empiris, dengan menggunakan prinsip dualitas dalam produksi, peubah-peubah fisik yang dimasukkan ke dalam model dapat difomulasikan ke dalam nilai uang. Peubah output/produksi nasional menggunakan data PDB, peubah tenaga kerja dapat menggunakan proksi upah dan peubah kapital menggunakan proksi suku bunga. Peubah sumberdaya alam, dalam studi ini adalah energi, tetap menggunakan kuantitas konsumsi energi. Peubah enterpreneuship (kewirausahaan) tidak digunakan karena tidak tersedianya data enterpreneuship pada data deret waktu. Sementara itu peubah teknologi dapat menggunakan proksi trend. Walaupun dalam suatu studi yang ideal seluruh peubah tersebut perlu dimasukkan, namun kendala ketersediaan data dan masalah teknis pendugaan memungkinkan sejumlah peubah tidak dapat dimasukkan ke dalam persamaan. Disamping itu, setiap peubah dapat didisagregasi sesuai kebutuhan. Dalam studi ini dilakukan disagregasi, yaitu
83
sektor industri, sektor transportasi, sektor pertanian, dan sektor lainnya. Secara umum, dalam studi ini fungsi output/produksi nasional dirumuskan sebagai berikut; PDB i
= f(Wi, r, Cei, T, PDB it-1) ..........................................................
(2)
dimana: PDB i
= Poduk Domestik Bruto sektor ke i
Wi
= Upah tenaga kerja sektor ke i
r
= Suku bunga
Cei
= Konsumsi energi sektor ke i
T
= Trend
LPDBit-1 = Lag PDB 3.2. Konsep Permintaan Energi Permintaan energi berasal dari permintaan terhadap suatu barang dan jasa, yaitu keinginan untuk menggunakannya bagi memenuhi kepuasan konsumen. Secara teoritis, permintaan seorang konsumen terhadap suatu barang dapat diturunkan dari fingsi kegunaan (utility function), dengan pembatasan angaran belanja dari konsumen tersebut (Varian, 1992; Koutsoyiannis,1982; dan Henderson dan Quandt, 1980). Oleh sebab itu fungsi permintaan energi untuk konsumsi langsung juga dapat diturunkan dari fungsi kegunaan konsumen energi (energy user). Secara matematis fungsi kegunaan
konsumen energi dapat dituliskan sebagai berikut:
U = f(Ce,Cne) ........................................................................................ dimana: U
= Tingkat utilitas konsumen
Ce
= Jumlah konsumsi energi
Cne
= Jumlah konsumsi barang lain (non energi)
(3)
84
Dengan menggunakan fungsi permintaan Marshallian yang mengasumsikan konsumen bersikap rasional, maka konsumen akan memaksimumkan kegunaannya dalam mengkonsumsi barang-barang tersebut pada tingkat harga dan pendapatan tertentu. Pada tingkat harga energi Pe dan harga barang selain energi Pne, serta pendapatan konsumen Y, maka fungsi anggaran konsumen dapat dinyatakan sebagai berikut: Y = Pe * Ce + Pne * Cne ......................................................................... Fungsi
permintaan
Marshallian
merumuskan
bahwa
(4)
konsumen
memaksimumkan kepuasannya dengan kendala anggaran. Dengan menggunakan prinsip tersebut, rumus pemecahan maksimisasi kegunaan energi dengan pembatas pendapatan konsumen menggunakan fungsi lagrange (L) dan lagrange multiplier (λ ) sebagai berikut: L = f(Ce, Cne) + λ(Y - Pe * Ce - Pne * Cne) ........................................
(5)
Fungsi permintaan energi akan diperoleh jika persamaan (5) memenuhi syarat First Order Condition (FOC) dan Second Order Condition (SOC), yaitu turunan pertama sama dengan nol dan determinan matrik Hessian bernilai positif. Selain itu, dari FOC diperoleh: L
L
Ce * Pe = 0 atau Ce = λ* Pe ..........................................
(6)
Cne * Pne atau Cne = λ*Pne .....................................
(7)
Y Pj *Cj Pnj * Cnj ..............................................................
(8)
Ce
Cne
L
85
dengan mensubstitusikan persamaan (7) ke persamaan (8) maka akan diperoleh: Ce' Cne' ....................................................................................... Pj Pne'
atau
(9)
Ce' Pe ........................................................................................... (10) Cne' Pne
Ce' adalah marginal utility dari konsumsi energi, sedangkan Cne' adalah tambahan marginal utility dari konsumsi barang lain atau non-energi. Makna dari persamaan (10) adalah bahwa kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi sejumlah barang akan maksimum jika rasio tambahan kepuasan yang dihasilkan oleh barang tersebut sama dengan rasio harganya. Menurut Hendersond and Quandt (1980) dengan menyelesaikan Ce dan Cne, yaitu dengan mensubstitusikan persamaan (6) dan (7) ke dalam persamaan (8) akan menghasilkan fungsi permintaan energi dan barang non energi berikut: Ce = (Pe, Pne, Y) .................................................................................... (11) Cne = f(Pe, Pne, Y).................................................................................. (12) Ini berarti permintaan konsumen terhadap energi dan barang konsumsi lainnya ditentukan oleh harga energi, harga barang konsumsi lainnya dan pendapatan konsumen. Persamaan (11) dan (12) digunakan untuk permintaan energi pada sektor rumahtangga. Untuk sektor selain rumahtangga, seperti sektor industri, transportasi, pertanian dan sektor lainnya, permintaan energi merupakan permintaan input antara yang digunakan untuk menghasil output. Dengan demikian konsep teori permintaan energi pada sektor tersebut mengunakan konsep teori permintaan input.
86
Secara teoritis, fungsi permintaan input dibangun dari pendekatan penurunan fungsi keuntungan atau fungsi biaya. Pendekatan pertama dikenal dengan pendekatan maksimisasi laba, dan pendekatan kedua dikenal dengan minimisasi biaya, sehingga kedua pendekatan tersebut dikenal dengan pendekatan dualitas dalam produksi. Kedua pendekatan tersebut menghasil pemecahan sama (Henderson dan Quandt,1980 dan Hartono, 2004) Dengan demikian untuk menurunkan fungsi permintaan input dapat dilakukan dengan menurunkan fungsi keuntungan. Fungsi produksi yang menyatakan hubungan antara keluaran (output) dengan jumlah masukan (input) tenaga kerja (L), modal (K), sumberdaya alam (N) dan input lainnya (Z). Hubungan antara output dan input tersebut dapat dilihat dalam bentuk fungsi produksi sebagai berikut: Y = f(L,K,N,Z) .......................................................................................
(13)
Selanjutnya dari fungsi produksi tersebut dapat ditentukan fungsi keuntungan sebagai berikut: Л= Pq*f(L,K,N,Z) – λ (Pl*L + Pk*K + Pn*N +Pz*Z) ...............................(14) dimana: Л= keuntungan produsen Pq= harga output Y Pl = harga input L (upah) Pk = harga input K Pn = harga input N Pz = harga input lain Z.
87
Fungsi permintaan input diperoleh jika dipenuhi syarat First Order Condition (FOC) dan Second Order Condition (SOC). Dimana FOC mensyaratkan bahwa turunan pertama dari fungsi keuntungan tersebut harus sama dengan nol, dan SOC mensyaratkan nilai determinan matrik Hessian harus positif (Koutsoyiannis, 1979; Henderson dan Quandt, 1980 dan Hartono, 2004). Bila kedua persyaratan tersebut dipenuhi maka dari FOC akan diperoleh:
= Pq * L’- Pl = 0 atau Pa = Pq * L' .................................................... L
(15)
= Pq * K’ - Pk = 0 atau Pk = Pq * K’ .................................................... (16) K
= Pq * N' - Pn = 0 atau Pn = Pq * N' ..................................................... (17) N = Pq * Z' - Pz = 0 atau Pz = Pq * Z' ...................................................... Z
(18)
Penyelesaian terhadap persamaan( 15) hingga (18) akan menghasilkan fungsi permintaan input sebagai berikut: L = f(Pl, Pk, PN, Pz, Pq) .........................................................................
(19)
K = f(Pk, PN, Pl, Pz, Pq) ........................................................................
(20)
N = f(Pn, Pl, Pk, Pz, Pq) .......................................................................... (21) Z = f(Pz, Pl Pk, Pn, Pq) ........................................................................... dimana: L = permintaan tenaga kerja K = permintaan modal N = permintaan sumberdaya Z = permintaan terhadap input Iainnya.
(22)
88
Secara empiris,
permintaan energi sektoral (sektor industri, transportasi,
pertanian dan sektor lainnya) meliputi permintaan energi BBM, listrik, batubara, gas dan biomas. Mengacu pada persamaan (19) sampai (22) maka permintaan energi per jenis energi dipengaruhi oleh harga energi itu sendiri, harga energi lainnya (bersifat subsitusi atau komplemen), harga output dan peubah bedakalanya. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan makroekonomi, harga output yang digunakan adalah PDB sektoral. Dengan demikian permintaan energi sektoral per jenis energi dapat dirumuskan: Ceij = f(P i, Pz, PDBj, Ceijt-1)
...............................................................
(23)
dimana: Ceij
= Konsumsi energi ke i sektor ke j
Pi
= Harga energi ke i
Pz
= Harga energi lainnya
PDB
= PDB sektor ke j
Ceijt-1 = Lag konsumsi energi ke i sektor ke j Permintaan energi yang oleh konsumen dalam bentuk energi akhir (Final Energy) yang diklasifikasikan berdasarkan sektoral. Dalam World Energi Model (WEM) yang dibangun Oleh IEA sejak tahun 1993 bahwa permintaan energi dapat dibagi menurut sektoral yang terdiri dari permintaan energi final sektor industri, sektor rumahtangga, sektor jasa dan sektor transportasi (IEA, 2008). Namun dalam data neraca energi Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementrian Energy Sumberdaya
89
Mineral bahwa permintaan energi akhir terdiri dari beberapa sektor yaitu sektor industri, transportasi, rumahtangga, komersial dan sektor lainya. Menurut IEA (2008) Wilayah-wilayah yang termasuk dalam Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dan non-OECD permintaan energi akhir dimodelkan dalam cakupan sektoral dan pengguna energi akhir secara rinci, yakni: (1) Industri dipisahkan ke dalam lima sub-sektor, sehingga memungkinkan analisis yang lebih rinci mengenai trend dan pengendalian di sektor industri; (2) Permintaan energi residensial (pemukiman) dipisahkan menjadi lima pengguna akhir menurut bahan bakar; (3) Permintaan jasa-jasa; dan (4) Permintaan energi sektor transportasi dimodelkan secara rinci menurut moda angkutan dan bahan bakar. Permintaan energi akhir dimodelkan pada tingkat sektoral untuk setiap wilayah WEM, tetapi dilakukan pemisahan pada tingkat pengguna akhir. Dalam penelitian ini permintaan energi sektor industri tidak dirinci dalam sub-sektor dan permintaan energi akhir sektor transportasi tidak dirinci berdasarkan moda angkutan secara detail karena keterbatan data. Total permintaan energi akhir adalah jumlah konsumsi energi di setiap sektor pengguna akhir. Pada setiap sub-sektor atau pengguna akhir, setidaknya enam jenis energi ini akan ditampilkan: batubara, minyak, gas, listrik, energi panas bumi dan energi-energi terbarukan. Namun, tingkat agregasi ini masih terlalu agregat, sehingga ada sejumlah aspek yang tidak bisa dimunculkan secara gamblang. Sebagai contoh, produk-produk minyak yang berbeda dimodelkan secara terpisah sebagai input ke model kilang minyak. Dalam setiap sub-sektor atau pengguna akhir, permintaan energi diduga sebagai hasil dari peubah intensitas energi dan peubah aktivitas.
90
Pada persamaan-persamaan penting, permintaan energi adalah fungsi dari peubah-peubah berikut: 1. Peubah aktivitas. Peubah aktivitas yang biasa digunakan adalah peubah PDB atau PDB per-kapita. Dalam banyak kasus, peubah aktivitas yang banyak digunakan adalah PDB total maupun PDB sektoral. PDB total maupun PDB sektoral kemudian digunakan sebagai peubah penjelas baik secara langsung ataupun sebagai peubah bedakala. 2. Harga pengguna akhir. Peubah harga yang digunakan dalam bentuk data historis time-series untuk batubara, minyak, gas dan harga listrik. Untuk setiap sektor digunakan harga perwakilan (atau harga rata-rata tertimbang) yang diturunkan dengan memperhatikan bauran produk dalam konsumsi akhir dan perbedaan antarwilayah (jika studi mendisagregasi wilayah). Harga pengguna akhir ini kemudian digunakan sebagai peubah penjelas baik secara langsung ataupun sebagai peubah bedakala. 3. Peubah lain. Peubah lainnya yang dapat dimasukkan ke dalam model adalah peubah yang digunakan untuk memperhitungkan perubahan struktural dan teknologi, efek-efek saturasi atau pengendali penting lainnya. Dari sisi penggunaan akhir, model dapat dikembangkan menurut pengguna yang dapat dibagi menjadi pengguna industri, transportasi, rumahtangga, jasa, dan sektor ekonomi lainnya. Masing-masing sektor pengguna dapat didisagregasi sesuai dengan tujuan penelitian yang diharapkan dan data yang tersedia. Untuk sektor industri misalnya dapat didisagregasi menjadi agroindustri dan non agroindustri. Sektor transportasi didisagregasi menurut mode transportasi seperti penggunaan
91
sarana transportasi publik dan transportasi pribadi, disagregasi menurut roda, jenis bahan bakar dan lainnya. Dan untuk rumahtangga dapat diagregasi menurut jenis peralatan
rumahtangga
yang menggunakan
energi, rumahtangga
desa-kota,
rumahtangga pertanian-non pertanian dan lainnya.
3.3. Konsep Penyediaan dan Transformasi Energi Dalam WEM yang dibangun oleh IEA (2008) modul penyediaan energi fosil bertujuan untuk memproyeksikan tingkat produksi energi fosil (khususnya minyak) di setiap negara. Tingkat energi fosil disetiap negara melalui pendekatan parsial bottomup. Pendekatan tersebut disajikan pada Gambar 9. Identified y et-to -be Developed fields
Onshore Shelf Deepwater Non-Conv.
Available cast constraints
Potential greenfield project s
Reserves
Selected projects ’ gross capacities New fields production
Technical and drilling costs
Standart production prifiles Total production
Price threshold for economic analysis
Existing field s (from start of projection) Total cash Existing fields Net Output
Decline rate (aggregate)
Industry cash flow s
Developments investments
Realised market price Industry total investments
Industry’s share of cash-flow (after government take)
Industry investment policy (re-investment rate)
New discoveries
Creaming curves base on USGS estimates of ultimately recoverable resources
Number of exploration wells
Sumber: IEA, 2008 Gambar 9. Struktur Modul Penyediaan Energi Fosil
Producing fields investments
Exploration investments
92
Berdasarkan Gambar 9 dapat dijelaskan bahwa struktur modul suplai energi fosil berdasarkan pada: 1. Review statistik yang lengkap dari rangkaian sejarah panjang semua negara produsen, mencakup produksi di darat maupun produksi lepas pantai, data-data penemuan dan pengeboran. 2. Pengembangan daftar penemuan-penemuan masa lalu. 3. Perincian data lapangan berdasarkan pada profil standar produksi dan perkiraan tingkat penurunan pada level lapangan dan level negara. 4. Perluasan survei dari proyek-proyek hulu yang diduga, direncanakan dan diumumkan dalam jangka pendek dan jangka menengah oleh negara-negara OPEC dan Non-OPEC, mencakup cadangan konvensional dan non-konvensional. 5. Metodologi baru dalam WEO-2008 yang bertujuan untuk meniru sedapat mungkin keputusan modus dari industri dalam mengembangkan cadangan baru dengan menggunakan kriteria Net Present Value dari arus kas masa depan. 6. Satu set asumsi ekonomi dibahas dan disahkan oleh industri termasuk tingkat diskonto dan harga ambang batas yang digunakan dalam analisis ekonomi proyek-proyek potensial, biaya pengeboran, tingkat pengembalian investasi arus kas industri dan pangsa eksplorasi total investasi. 7. Perluasan survei regim fiskal diterjemahkan ke dalam perkiraan pemerintah masing-masing dalam bentuk arus kas yang dihasilkan oleh proyek-proyek. 8. Menduga nilai akhir dari pemulihan cadangan. Setiap negara memproyeksikan profil produksi bahan bakar fosil terdiri dari enam komponen:
93
1. Proyeksi produksi dari produksi saat ini: tingkat penurunan yang diproyeksikan dari produksi di darat maupun di lepas pantai berdasarkan hasil analisis lapangan. 2. Produksi dari perkembangan temuan lapangan yang diduga, direncanakan dan diumumkan. 3. Produksi dari ladang-ladang yang menunggu pengembangan. 4. Produksi dari ladang yang belum diketahui. 5. Perkiraan potensi dari proyek-proyek tambahan. 6. Produksi gas alam cair dan lainnya. Transformasi energi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep penyediaan energi dalam rangka menghasilkan energi yang siap dikonsumsi. Transformasi energi adalah proses perubahan energi dari satu bentuk ke bentuk lain. Dengan kata lain transformasi energi merupakan perubahan energi primer seperti batubara, minyak mentah, gas dan lain-lain menjadi energi akhir (Energy Final) seperti BBM, listrik, LPG (Liquefied Petroleum Gas), LNG (Liquefied Natural Gas) dan lain-lain. Energi akhir inilah yang dapat dikonsumsi oleh penggunanya, seperti energi yang dikonsumsi oleh sektor industri, transportasi, rumahtangga, pertanian, dan sektor lainnya. Dengan demikian transformasi energi merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam proses penyediaan dan konsumsi energi. WEM membangun model permintaan kilang global di antara daerah utama: OECD, transisi ekonomi, Cina, India, Timur Tengah, Afrika Utara dan daerah-daerah berkembang lainnya. Kapasitas kilang dipisahkan menurut produksi, permintaan, ekspor minyak mentah dan produk olahan, dan biaya. Gambar 10 menunjukkan struktur dari modul kilang dan transformasi energi.
94
Sumber: IEA, 2008 Gambar 10. Struktur Modul Kilang dan Transformasi Energi
Setelah menentukan output dan kapasitas kilang, kemudian dihitung neraca produk minyak global. Total permintaan produk minyak (tidak termasuk penggunaan langsung minyak mentah) disesuaikan dengan total pasokan produk minyak, termasuk produk dari NGLs dan GTLs. Dengan demikian, pada tingkat global: Total output kilang = total permintaan produk minyak - (produk NGLs + produk GTL) + (penggunaan sendiri kilang) Model neraca penawaran dan permintaan melalui proses pengoptimalan. Kelebihan permintaan dibagi menurut sebuah matriks pengoptimalan yang memperhitungkan biaya unit, lingkungan dan kendala politik dan kendala kapasitas. Ada tiga jenis kapasitas penyulingan tambahan: kilang baru (biaya tertinggi); menambahkan kapasitas kilang yang ada dan kapasitas secara perlahan-lahan (biaya terendah). Kapasitas penyulingan mengacu pada kapasitas hari kalender. Persyaratan investasi dipisahkan antara investasi tambahan dan investasi konversi. Penambahan
95
investasi didasarkan pada biaya saat ini yang bervariasi antar wilayah/negara. Untuk penambahan
investasi,
model
tersebut
memproyeksikan
pangsa
kapasitas
penyulingan tambahan untuk masing-masing daerah/negara dan mengalokasikan biaya yang sesuai. Investasi konversi didasarkan pada perkiraan biaya memodifikasi kapasitas yang ada untuk memenuhi permintaan baru (produk yang lebih ringan) atau pembatasan lingkungan baru pada produk (mengandung belerang). Permintaan produk dibagi menjadi tiga: ringan, menengah dan berat. Model menggunakan rincian sektoral dan spesifikasi wilayah/negara untuk memproyeksikan permintaan produk. Modul kilang memproyeksikan kebutuhan kapasitas konversi, didasarkan pada proyeksi permintaan produk-produk ringan, menengah dan berat, dan mengantisipasi peraturan lingkungan. Proyeksi yang digunakan untuk menghitung biaya investasi per juta barel per hari dikonversi. Dilakukan penghitungan rata-rata tertimbang biaya teknologi, dengan memperhitungkan biaya masing-masing teknologi yang berbeda seperti catalytic crackers and hydro-skimmers, dari sumbersumber industri. Investasi kilang tidak termasuk biaya pemeliharaan. Disamping membangun Modul Kilang, WEM juga membangun modul pembangkit listrik yang menghitung: (1) Permintaan listrik, (2) Jumlah listrik yang dihasilkan oleh setiap jenis pembangkit untuk memenuhi permintaan listrik, (3) Jumlah kapasitas pembangkit baru yang diperlukan, (4) Jenis pembangkit baru yang akan dibangun, (5) Konsumsi bahan bakar dari sektor pembangkit listrik, dan (6) Harga listrik. Untuk setiap wilayah, permintaan listrik dihitung dalam modul permintaan berdasarkan sektor. Berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan layanan listrik,
96
mencakup harga listrik, pendapatan rumahtangga, dan kemungkinan beralih ke sumber energi lain untuk menyediakan layanan yang sama. PDB per kapita sebagai proksi pendapatan. Modul struktur pembangkit listrik ini dijelaskan pada Gambar 11.
Sumber: IEA, 2008 Gambar 11. Struktur Modul Pembangkitan Listrik Untuk setiap wilayah, pembangkit listrik dihitung dengan menambahkan proyeksi permintaan listrik, listrik yang digunakan oleh pembangkit listrik sendiri dan kerugian/kehilangan jaringan. Kapasitas yang ada didasarkan pada database dari seluruh pembangkit listrik dunia. Untuk setiap wilayah, diasumsikan beban terpenuhi.
97
Kapasitas pembangkit baru dihitung sebagai selisih antara total kapasitas listrik yang dibutuhkan dan realisasi. Kapasitas untuk pembangkit listrik tenaga nuklir dan pembangkit listrik energi terbarukan didasarkan pada asumsi-asumsi, yang pada gilirannya didasarkan pada penilaian terhadap rencana pemerintah dan daya saing relatif teknologi ini dengan
teknologi pembangkit listrik berbahan bakar
fosil. Pada kondisi
keseimbangan pasar, berlaku asumsi bahwa harga yang berlaku adalah harga bahan bakar fosil internasional. Modul pembangkit listrik energi terbarukan (energi biomassa, angin, sinar matahari, air, gelombang pasang dan surut dan lainnya) dapat dilihat pada Gambar 12.
Sumber: IEA, 2008 Gambar 12. Struktur Modul Pembangkit Listrik Energi Terbarukan
98
3.4. Konsep Efisiensi Pemakaian Energi Hipotesis penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang erat antara konsumsi energi dengan pertumbuhan ekonomi (PDB). Dari hubungan ini dapat diperkirakan berapa kenaikan konsumsi energi yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat pertumbuhan PDB tertentu. Besarnya kenaikan konsumsi energi yang dibutuhkan untuk menaikkan PDB dapat diketahui dengan menghitung elastisitas pemakaian energi. Elastisitas pemakaian energi dirumuskan (Yusgiantoro, 2000; dan KESDM, 2006):
( EC / EC) ................................................................................ (PBD / PDB )
(24)
dimana: ε
= Elastisitas pemakaian energi
ΔEC
= Incremental konsumsi energi pada tahun tertentu (EC2-EC1)
EC
= Konsumsi energi pada tahun tertentu
ΔPDB = Incremental PDB pada tahun tertentu (PDB2-PDB1) PDB
= Produk Domestik Bruto pada tahun tertentu
Selain untuk melihat hubungan antara konsumsi energi dengan PDB, Beberapa manfaat elastisitas pemakaian energi yang digunakan yaitu sebagai indikator dalam proses pengambilan keputusan strategi pembangunan dan untuk mengukur tingkat efisiensi pemakaian energi pada suatu negara. Elastisitas pemakaian energi yang besar dari satu (ε>1) menunjukkan pemakaian energi suatu
99
negara tersebut tergolong boros. Sebaliknya, elastisitas pemakaian energi yang kecil dari satu (ε< 1) menunjukkan pemakaian energi pada negara tersebut efisien. Namun elastisitas bukanlah satu-satunya konsep yang digunakan untuk pengetahui peranan energi dalam pembangunan. Beberapa negara tertentu menggunakan konsep perhitungan selain elastisitas pemakaian energi, yiatu konsep intensitas energi. Konsep intensitas energi dapat dirumuskan: I = EC/PDB .............................................................................................
(25)
dimana: I
= Intensitas energi
EC
= Konsumsi energi pada waktu tertentu
Yusgiantoro (2000) mengatakan bahwa intensitas energi tidak dapat menggambarkan efisiensi pemakaian energi. Hal ini disebabkan konsep yang digunakan dalam intensitas energi adalah konsep rata-rata (average), bukan konsep marjinal (marginal) seperti elastisitas pemakaian energi. Penjelasan intensitas energi terbatas pada besar pemakaian energi dalam pembangunan suatu negara. Dengan membandingkan keduanya dapat diketahui keunggulan konsep elastisitas pemakaian energi. Efisiensi penggunaan energi dapat diketahui dari elastisitas energi, tetapi tidak dapat diketahui dari intensitas energi. Oleh karena itu dalam penelitian ini, untuk mengetahui efisiensi pemakaian energi digunakan konsep elastisitas pemakaian energi. Elastisitas pemakaian energi yang akan dipaparkan pada Bab VIII dengan menampilkan elastisitas pemakaian energi berbagai sektor (sektor industri, rumahtangga, transportasi, pertanian dan sektor lainnya).
100
3.5. Kerangka Pemikiran Berdasarkan konsep dan penelitian empiris yang telah diuraikan pada bagian tinjauan pustaka dan mengacu pada perumusan masalah dan tujuan penelitian, ada hubungan yang erat antara konsumsi energi dengan perkembangan perekonomian suatu negara, termasuk di Indonesia (Gambar 13). Merujuk pada hasil ulasan terhadap sejumlah literatur yang telah dipaparkan pada bagian pendahuluan dan tinjauan pustaka dapat dinyatakan bahwa permasalahan konsumsi dan penyediaan energi dalam kaitannya dengan perkembangan perekonomian Indonesia dapat dilihat dari sisi konsumsi (permintaan) dan dari sisi penyediaan (penawaran). Dari sisi konsumsi, sektor energi di Indonesia paling tidak dihadapkan pada tiga permasalahan. Pertama, pemanfaatan energi di Indonesia yang relatif boros, diperlihatkan oleh tingkat elastisitas dan intensitas pemakaian energi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Elastisitas konsumsi energi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa persentase peningkatan PDB menyebabkan persentase peningkatan konsumsi energi lebih tinggi dari persentase peningkatan PDB. Selain elastisitas pemanfaatan energi, intesitas konsumsi energi di Indonesia juga tinggi, yang ditunjukkan oleh jumlah konsumsi energi per PDB yang tinggi dan jumlah konsumsi energi per kapita yang juga tinggi dan cenderung meningkat. Kedua, harga energi, khususnya BBM, yang rendah karena disubsidi oleh pemerintah sehingga belum mencapai harga keekonomiannya. Dari sisi penyediaan, sektor energi di Indonesia dihadapkan pada tiga permasalahan utama yang menyebabkan masih terbatasnya penyediaan energi di Indonesia. Pertama, terbatasnya teknologi eksplorasi yang ditunjukkan oleh sebagian
101
Hubungan Antara Konsumsi dan Penyediaan Energi dengan Perkembangan Perekonomian Indonesia
Pemasalahan dari Sisi Konsumsi: Pemanfaatan energi yang relatif boros Harga BBM yang rendah, belum mencapai harga keekonomiannya
Pemasalahan dari Sisi Penyediaan: Terbatasnya teknologi eksplorasi Investasi yang terbatas
Studi Analisis Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia
Model Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia Blok Konsumsi Energi
Blok Transformasi Energi
Blok Penyediaan Energi
Peramalan Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia Tahun 2025
Kejutan Eksternal: Harga minyak dunia Nilai tukar Suku bunga Subsidi BBM Kombinasi diantaranya
Analisis Efisiensi Energi Mengunakan Rumus Elastisitas Pemakaian Energi
Blok Harga Energi
Blok Output Perekonomian
Metode Pendugaan: Two Stages Least Squares (2SLS)
Hasil Pendugaan: Koefisien Pendugaan Nilai Elastisitas
Rumusan Implikasi Kebijakan Konsumsi dan Penyediaan Energi yang Efektif dalam Perekonomian Indonesia
Gambar 13. Kerangka Pemikiran Studi Konsumsi dan Penyediaan Energi Dalam Perekonomian Indonesia
102
besar aktivitas eksplorasi minyak di Indonesia dilakukan kontraktor perusahaan minyak asing sehingga tidak sepenuhnya hasil eksplorasi minyak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik. Dan kedua, investasi dibidang energi masih terbatas dan cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh masalah ketidakpastian dan inkonsistensi regulasi, kebijakan penetapan harga yang rendah sehingga tidak menarik bagi investor, ekonomi biaya tinggi, inkonsistensi di bidang perpajakan, dan keterbatasan infrastruktur. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dan gambar di atas adalah sangat menarik untuk melakukan studi ”Analisis Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia”. Data utama yang digunakan merupakan data neraca energi Indonesia yang bersumber dari Kementrian Energi Sumberdaya Mineral Model yang dibangun dalam studi ini mencakup lima blok persamaan, yaitu blok persamaan konsumsi, blok persamaan transformasi energi, blok persamaan sumber (penyediaan) energi, blok persamaan harga energi, dan blok persamaan output perekonomian. Blok-blok persamaan ini berhubungan antara satu dengan yang lainnya sehingga akan dianalisis dengan metode persamaan simultan, yakni Two Stage Least Squares (2SLS). Lebih detail hubungan antara blok-blok persamaan ini dijelaskan pada Bab IV, yakni sub-bab spesifikasi model. Lebih lanjut dari gambar kerangka pemikiran di atas dapat dinyatakan bahwa disamping dilakukan pendugaan terhadap koefisien pendugaan dan elastisitas berdasarkan data historis juga dilakukan pendugaan terhadap data peramalan (forcasting). Peramalan dilakukan sampai tahun 2025 dengan pertimbangan bahwa pada tahun tersebut sesuai dengan rancangan kebijakan energi nasional yang berlaku
103
pada tahun 2025. Dari data historis dan data peramalan kemudian dilakukan perhitungan elastisitas pemakaian energi untuk mengetahui tingkat efisiensi pemakaian energi berdasarkan data historis dan tingkat efisiensi pemakaian energi pada masa mendatang. Disamping itu juga dilakukan simulasi terhadap external shocks (kejutan eksternal) seperti peningkatan harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadah US Dollar, penurunan suku bunga dan subsidi BBM sebagai faktor yang diduga paling menentukan konsumsi dan penyediaan energi dalam kaitannya dengan dinamika perkembangan perekonomian di Indonesia.