III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya (Hernanto, 1996). Dari batasan itu dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas yang ada di atas seperti bangunan-bangunan, saluran air) dan tanaman ataupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong,1973). Dari definisi mengenai usahatani dapat diturunkan pengertian adanya empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani (Hernanto,1996): a. Tanah Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang: 1) relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, 2) distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah mempunyai sifat antara lain: 1) luas relatif tetap atau dianggap tetap, 2) tidak dapat dipindah-pindahkan, 3) dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Karena sifatnya yang khusus tersebut tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani, meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani.
14
b. Tenaga Kerja Tenaga kerja usahatani merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal, dan pengelolaan. Jenis tenaga kerja dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) tenaga kerja manusia, 2) tenaga kerja ternak, dan 3) tenaga kerja mekanik. c. Modal Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Modal dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barangbaru, yaitu produksi pertanian. Modal yang tinggi di antara tiga faktor produksi yang lain, khususnya modal operasional. Modal operasional dimaksudkan sebagai modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengelolaan. d. Pengelolaan (management) Pengelolaaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktifitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. 3.1.2 Pengaruh Status Petani Terhadap Efisiensi Penggunaan Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Petani Soeharjo dan Patong (1973) membedakan status petani dalam usahatani menjadi tiga, yaitu:
15
1. Petani Pemilik (owner operator) Petani pemilik ialah golongan petani yang memiliki tanah dan secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor-faktor produksi, baik berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang digunakan adalah milik petani sendiri. Dengan demikian petani pemilik bebas menentukan kebijaksanaan usahataninya, tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang sedikit berbeda statusnya ialah yang mengusahakan tanahnya sendiri dan juga mengusahakan tanah orang lain (part owner operator). Keadaan semacam ini timbul karena tanah yang dimilikinya kecil atau karena persediaan tenaga kerja dalam keluarga banyak. Maka untuk mengaktifkan seluruh persediaan tenaga kerja ini, petani tersebut mengusahakan tanah orang lain. 2. Petani penyewa Petani penyewa ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa. Jangka waktu dapat terjadi satu musim, satu tahun, dua tahun atau jangka waktu yang lebih lama. Dalam sistem sewa, risiko usahatani hanya ditanggung oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa tanahnya tanpa dipengaruhi oleh risiko usahatani yang mungkin terjadi. 3. Penyakap Penyakap ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan sistem bagi-hasil. Resiko usahatani ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan penyakap dalam sistem bagi-hasil. Besarnya bagi-hasil tidak sama untuk tiap
16
daerah. Biasanya bagi-hasil ini ditentukan oleh tradisi daerah masing-masing, kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya permintaan dan penawaran, dan peraturan negara yang berlaku. Menurut peraturan pemerintah, besarnya bagihasil ialah 50 persen untuk pemilik dan 50 persen untuk penyakap setelah dikurangi dengan biaya produksi yang berbentuk sarana. Status petani mengenai kepemilikan lahan merupakan sesuatu yang penting dalam proses produksi ataupun usahatani. Dalam proses usahatani, petani pemilik penggarap sering kali lebih efisien dalam menggunakan faktor-faktor produksi dibandingkan dengan petani penyewa ataupun penyakap. Hal ini karena petani pemilik penggarap biasanya memiliki luas garapan yang relatif kecil dan tidak terpencar-pencar sehingga kontrolnya lebih baik dari pada petani penggarap (petani penyewa dan penyakap) yang mengusahakan luas lahan garapan yang cukup luas. Lahan yang diusahakan oleh petani penggarap biasanya letaknya terpencar-pencar karena berasal dari beberapa bidang lahan milik orang. Usahatani yang memiliki lahan yang cukup luas, sering terjadi ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi. Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa luasnya lahan mengakibatkan upaya melakukan tindakan yang mengarah pada segi efisiensi akan berkurang, karena hal berikut: 1. Lemahnya pengawasan pada faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. 2. Terbatasnya persediaan tenaga kerja di sekitar daerah itu, yang pada akhirnya akan memepengaruhi efisiensi usaha pertanian teresebut. 3. Terbatasnya persediaan modal untuk membiayai usaha pertanian dalam skala luas tersebut.
17
3.1.3 Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut sebagai faktor-faktor produksi. Umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari alam atau lahan, tenaga kerja, dan modal (Lipsey et al, 1995). Hubungan antara input (factor-faktor produksi) dengan output (barang dan jasa), para ekonom menggambarkan dengan menggunakan fungsi yang disebut fungsi produksi (Nicholson, 2002). Fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi yang baik hendaknya dapat dipertanggungjawabkan, mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi, mudah dianalisis dan mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi et al, 1986). Menurut Doll dan Orazem (1984), dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Y = F(X1,X2,X3, … ,Xn) ……………………………………………….. (3.1) Keterangan : Y
= Hasil produksi (output)
X1,X2,X3, … ,Xn
= Faktor-faktor produksi (input)
Berdasarkan fungsi di atas, petani dapat melakukan tindakan yang mampu meningkatkan produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan atau menambah beberapa jumlah input (lebih dari satu) yang digunakan. Hasil fisik dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja dalam produksi pertanian. Untuk
18
dapat menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menaganalis peranan masing-masing faktor produksi, maka dari sejumlah faktor-faktor produksi itu salah satu faktor produksi dianggap sebagai variabel yang berubah-ubah, sedangkan faktor-faktor produksi lainnya dianggap konstan. Berdasarkan fungsi produksi dapat digambarkan Marginal Products (MP) dan Average Products (AP). MP adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satu-satuan faktor produksi yang dipakai, sedangkan AP adalah tingkat produktivitas yang dicapai oleh setiap satuan produksi. MP dan AP dapat dirumuskan sebagai berikut (Daniel, 2004): MP =
TambahanOutput ΔY = = f ' …………………………………. (3.2) TambahanInput ΔX
AP =
Output Y ……………………………………………………. (3.3) = Input X
Perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut (Daniel, 2004):
Ep =
ΔY Y
ΔX ΔY X MP ……………………………………... (3.4) = . = X ΔX Y AP
Pada gambar 1, dapat dilihat hubungan antara Marginal Product (MP) dan Average product (AP) yang menggambarkan perbandingan antara produksi total dengan jumlah input yang digunakan. Pada saat produksi total meningkat, produksi marjinal lebih besar dari produksi rata-rata dalam bentuk keadaan menaik.
19
1. Daerah I memperlihatkan Marginal Product (MP) lebih besar dari Average Product (AP), hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input (X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga AP mencapai maksimal pada akhir daerah I. 2. Daerah II terjadi ketika MP menurun dan lebih rendah dari AP. Pada keadaan ini MP sama atau lebih rendah dari AP, tetapi sama atau lebih tinggi dari nol. Daerah II berada di antar X2 dan X3. Efisiensi variabel input diperoleh saat awal daerah II. 3. Daerah III dicapai ketika MP negatif. Daerah III tercapai ketika jumlah berlebih dari input variabel yang dikombinasikan dengan input tetap. Selain itu pada kenyataannya total output mulai menurun. Selain itu dari Gambar 1 juga dapat dilihat hubungan antara MP dan TP serta MP dan AP dengan besar kecilnya elastisitas produksi (Ep) (Soekartawi, 2002): -
Ep = 1 bila AP mencapai maksimum atau bila AP sama dengan MP-nya.
-
Ep = 0 terjadi saat MP = 0 dalam situasi AP sedang menurun.
-
Ep > 1 terjadi bila TP menaik “increasing rate” dan AP juga menaik di daerah I. Daerah ini menyatakan petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambahkan.
-
0 < Ep < 1, dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proposional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa seperti ini terjadi di daerah II, di mana pada sejumlah input yang diberikan maka TP tetap menaik pada tahapan “decreasing rate”.
20
-
Ep < 0 yang berada di daerah III, pada situasi demikian TP dalam keadaan menurun, nilai MP menjadi negatif dan AP dalam keadaan menurun. Maka setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan bagi petani yang bersangkutan. Y
Y=f (X) TP
X
0 MP/AP
Keterangan: TP = Total Product AP = Average Product MP = Marginal Product I
= Daerah 0 sampai X2
II = Daerah X2 sampai X3 III = Daerah lebih dari X3 I
0
II
III
AP
X X1
X2
X3
MP
Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber : (Nicholson, 1995)
21
Bentuk fungsi produksi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, seperti fungsi linier, fungsi transidental, fungsi produksi semi-log, dan fungsi produksi Cobb-Douglas. Diantara bentuk fungsi produksi tersebut yang paling sering digunakan dalam menduga dalam menduga produksi dalam bidang pertanian adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002): Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 … Xnbn eu ……………………………………… (3.5) Keterangan : Y = Produksi b0 = Intersep b1 = Koefisien regresi penduga variabel ke i xi = Jenis faktor produksi ke-i, dimana i = 1,2,3,…,n e
= Bilangan natural (e = 2,7182)
u = Unsur sisa (galat) Peubah boneka (dummy varibel) digunakan jika di dalam model terdapat peubah atau variabel yang bersifat kualitatif, yaitu peubah yang menunjukkan kualitas, jenis, atau sifat. Dalam fungsi Cobb-Douglas dapat juga digunakan untuk menguji fase pergerakan skala usaha (return to scale) yaitu decreasing return to scale, constant return to scale, dan increasing return to scale. Pemilihan model Cobb-Douglas karena pertimbangan kelebihan yang ada pada model ini (Soekartawi,1991), antara lain: a. Merupakan fungsi produksi yang banyak dipakai dalam penelitian khususnya dalam bidang pertanian. b. Bentuk fungsi Cobb-Douglas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya masalah heteroskedastisitas (varian atau ragam tidak sama atau konstan).
22
c. Parameter penduga yang terdapat dalam persamaan fungsi produksi ini langsung dapat menunjukan besarnya elastisitas produksi (Ep) dari masingmasing faktor produksi yang digunakan. Hal ini ditunjukan oleh turunan pertama fungsi produksi Cobb-Douglas (Soekartawi,1991) yaitu: Y = b0X1b1X2b2
Ep =
∂y x1 . ………………………...…… (3.6) ∂x1 y
Untuk mencari elastisitas produksi X1, turunan variabel Y = b0X1b1X2b2 terhadap X1. ∂y b −1 b2 = b1b0 X 1 X 2 ∂x1 Persamaan tersebut dikali dengan
x1 , diperoleh: y
∂y x1 b −1 b 2 x1 b1 b2 b1 b2 ⋅ = b1b0 X 1 X 2 = b1b0 X 1 X 2 b0 X 1 X 2 = b1 ∂x1 y y
d. Jumlah elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi (input) yang digunakan merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha (return to scale). Return to scale perlu diketahui apakah kegiatan dari suatu yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale. 1. Increasing return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) > 1. Keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar. 2. Constant return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) = 1. Keadaan demikian dapat diartikan bahwa penambahan faktor produksi akan proposional dengan penambahan produksi.
23
3. Decreasing return to scale, bila (b1 + b2 + … + bn) < 1. Keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. e. Perhitungan
fungsi
produksi
Cobb-Douglas
sederhana
dapat
ditransformasikan dalam bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan fungsi produksi tersebut sehingga menjadi: n
ln Y = ln a + ∑ bi ln X i + u ……………………………………………… (3.7) i =1
dimana: Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan A = Koefisien intersep bi = Parameter variabel ke-i u = Kesalahan pengganggu i
= 1,2,…,n Namun fungsi produksi Cobb-Douglas juga mempunyai beberapa
kelemahan (Soekartawi,1991), yaitu: 1. Nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias bila faktorfaktor produksi yang digunakan tidak lengkap. 2. Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol. 3. Terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas adalah situasi dimana nilai-nilai pengamatan dari X1…Xn mempunyai hubungan yang kuat sehingga variabel X tertentu tidak begitu mempengaruhi Y tetapi justru dipengaruhi oleh variabel X lainnya.
24
3.1.4 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi
Efisiensi terkait dengan perbandingan antara nilai hasil atau output terhadap nilai masukan atau input (Lipsey et al, 1990). Menurut Soekartawi (2002), model pengukuran efisiensi tergantung dari model yang dipakai. Umumnya model yang dipakai adalah model fungsi produksi. Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi harga yang dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X sama dengan harga nilai produk (input) tersebut. Dengan kata lain efisiensi dengan keuntungan maksimal tercapai pada saat Nilai Produk Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM). Konsep efisiensi mempunyai tiga pengertian yaitu efisiensi ekonomi, efisiensi teknis, efisiensi alokatif. Efisiensi teknis dan alokatif merupakan komponen dari efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis menyatakan sejumlah produk yang dapat diperoleh dengan pengggunaan kombinasi masukan yang paling sedikit. Sedangkan efisiensi alokatif menyatakan bahwa nilai produk marjinal sama dengan opportunitas dari masukan dimana hal ini berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan untuk faktor produksi mampu menghasilkan tambahan penerimaan yang besarnya sama dengan tambahan biaya. Umumnya kondisi efisiensi
suatu
perusahaan
terkait
dengan
tujuan
perusahaan
yaitu
memaksimumkan keuntungan. Keuntungan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan total biaya. Secara sistematik keuntungan dapat ditulis sebagai berikut :
⎡n ⎤ Π = Y ⋅ Py − ⎢∑ Pxi ⋅ X i + BTT ⎥ ……………………………………… (3.8) ⎣ i =1 ⎦
25
Keterangan:
Π
= Keuntungan
Y
= Hasil Produksi (output)
Py
= Harga output per unit
Xi
= Faktor produksi ke-i yang dipakai dalam proses produksi
Pxi
= Harga faktor produksi ke-i
BTT
= Biaya Tetap Total
i
=1, 2, …, ∑ Keuntungan maksimal tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi
keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut:
∂Π ∂Y = ⋅ Py − Pxi = 0 ……………………………………………... (3.9) ∂X i ∂X i =
∂Y ⋅ Py = Pxi ………………………………………………….. (3.10) ∂X i
Keterangan: ∂Y = Produk marginal faktor produksi ke-i ∂X 1 = MPxi . Py = Pxi = NPMxi
= BKMxi
NPMxi = Nilai Produkk Marginal xi BKMxi = Biaya Korbanan Marginal xi Apabila harga faktor produksi tidak dipengaruhi oleh jumlah pembelian faktor produksi, maka persamaanya dapat ditulis sebagai berikut: NPMxi = BKMxi NPMx1 =1 BKMx1
26
Untuk penggunaan lebih dari satu faktor produksi, maka efisiensi tercapai apabila: NPMx1 NPMx2 NPMxi = = ..... = = 1 ………………………………. (3.11) BKMx1 BKMx2 BKMxi 3.1.5 Produktivitas
Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah yang dikeluarkan (output) dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama produksi berlangsung, seperti tanah, bahan baku, dan tenaga kerja. Berdasarkan beberapa pengertian tentang produktivitas, secara sederhana merupakan hubungan yang ada antara barang yang diproduksi atau jasa-jasa yang diberikan (output/keluaran) dan sumberdaya
yang
dikonsumsi
dalam
melakukan
kegiatan
produksi
(input/masukan). Produktivitas yang lebih tinggi berarti lebih banyak dihasilkan dengan menggunakan sumber yang sama, yakni dengan biaya seperti tanah, bahan baku, waktu, mesin atau tenaga kerja. Produktivitas tidak hanya dilihat sebagai hasil bagi antara jumlah yang dikeluarkan dengan jumlah yang dihasilkan, tetapi juga sebagai hasil penjumlahan antara efektivitas dan efisiensi. Produktivitas adalah pencapaian tingkat tertinggi dari kinerja dengan pemakaian sumber daya yang minimum. Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input yang direncanakan dengan input yang sebenarnya. Apabila semakin besar input yang sebenarnya digunakan, maka tingkat efisiensi semakin tinggi. Akan tetapi semakin kecil input, maka semakin rendah tingkat efisiensinya. Efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran target yang dapat dicapai dengan menunjukan dan menyelesaikan persoalan dengan baik.
27
Efisiensi dan efektivitas yang tinggi menghasilkan produktivitas yang tinggi, tetapi efektivitas yang tinggi dan efisiensi yang rendah mengakibatkan terjadinya pemborosan atau rugi. Efisien yang tinggi dan efektivitas yang rendah artinya tidak mencapai sasaran atau menyimpang dari target yang telah direncanakan. Jadi efisien dan efektivitas memiliki hubungan yang sangat erat dalam hasil guna dan daya guna. 3.1.6 Pendapatan Usahatani
Secara umum pendapatan merupakan hasil selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikorbankan. Usahatani juga menerapkan hal tersebut. Besar kecil pendapatan usahatani dapat digunakan untuk melihat keberhasilan kegiatan usahatani yang dilakukan. Untuk memperhitungkan pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran yang diperhitungkan dalam jangka yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara itu, biaya atau pengeluaran produksi usahatani adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk (Hernanto,1996). Menurut Hernanto (1996) ada empat pengelompokan biaya, yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya tunai, dan biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tetap atau fixed cost adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk dari biaya tetap dapat berupa sewa lahan, pajak, bunga pinjaman. Biaya variabel atau variable cost besarnya akan selalu berubah tergantung pada jumlah jumlah produksi yang dihasilkan. Bentuk
28
biaya yang termasuk dalam biaya variabel antara lain biaya pupuk, biaya pengadaan benih, biaya tenaga kerja, biaya pestisida. Biaya tunai adalah biaya yang secara langsung dikeluarkan oleh petani yang dapat berupa biaya tetap maupun biaya variabel. Contoh dari biaya tunai adalah pajak tanah, biaya benih, biaya pupuk, biaya tenaga kerja luar keluarga. Di lain pihak, biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran secara tidak tunai yang dikeluarkan petani. Biaya ini dapat termasuk biaya tetap dan biaya variabel. Contoh biaya diperhitungkan adalah sewa lahan milik sendiri dan biaya tenaga kerja dalam keluarga. 3.1.7 Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)
Pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani tersebut efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki fungsi efisien penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan petani secara finansial. Analisis ini menunjukan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Semakin basar nilai R/C Ratio, maka menunjukan semakin besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh dibanding biaya yang dikeluarkan untuk produksi usahatani. Jika R/C ratio > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani layak. Apabila R/C ratio < 1, berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang
29
lebih kecil dari pada tambahan biaya yang dikeluarkan atau secara sederhana usahatani tidak layak untuk diusahakan. Tetapi jika R/C ratio = 1, perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan seimbang atau berada pada kondisi keuntungan normal (normal profit). 3.2
Hipotesis
Dalam penelitian ini dikemukakan tiga hipotesis sebagai dasar analisis: 1. Produksi padi di Desa Pasir Gaok diduga dipengaruhi oleh luas lahan, benih, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCl, pestisida padat, pestisida cair dan tenaga kerja. 2. Status petani di Desa Pasir Gaok diduga mempengaruhi efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. 3. Status petani di Desa Pasir Gaok diduga mempengaruhi biaya dan pendapatan petani. 3.3
Kerangka Pemikiran Operasional
Usahatani padi merupakan salah satu bagian dalam sektor pertanian yang memiliki kontribusi yang cukup besar karena beras merupakan bahan pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kegiatan usahatani padi menggunakaan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, pupuk dan benih. Lahan merupakan salah satu modal utama bagi petani untuk usahataninya. Meningkatnya jumlah penduduk dan terjadinya konversi lahan pertanian mengakibatkan lahan pertanian menjadi berkurang. Hal ini berdampak pada kepemilikan lahan petani. Petani yang memiliki lahan sempit makin bertambah dan tidak sedikit petani yang tidak mempunyai lahan milik sama sekali. Mereka disebut dengan petani
30
penggarap dan biasanya mereka melakukan sistem bagi hasil dengan pemilik lahan. Petani akan berusaha meningkatkan produksi jika sistem yang dijalaninya menguntungkan. Tetapi kenyataanya sistem bagi hasil seringkali merugikan petani penggarap. Selain itu, pendapat kurang efisiennya sistem bagi hasil disebabkan oleh pandangan bahwa petani penggarap tidak memiliki kebebasan dalam memilih berbagai input yang digunakan dalam usahataninya. Petani penggarap juga umumnya kurang memiliki modal dan kemampuan dalam mengelola
usataninya,
sehingga
sulit
mendapatkan
kesempatan
untuk
meningkatkan produksi padi. Pada penelitian ini dilakukan analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani padi dengan mengambil sampel petani yang telah dibagi berdasarkan status petani yaitu petani pemilik penggarap dan petani penggarap. Masing-masing sampel tersebut akan dianalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi. Kerangka pemikiran operasional dapat diringkas seperti Gambar 2.
31
Peningkatan jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian Lahan pertanian berkurang dan perubahan status petani
Petani
Petani pemilik penggarap
Petani penggarap
Berdasarkan status petani
Pendapatan Usahatani
Produksi Padi
Padi Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi
Analisis fungsi produksi (model Cobb-Douglas)
Analisis pendapatan dan biaya
Analisis efisiensi ekonomi produksi
Analisis Tingkat Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Berdasarkan Status Petani
Efisiensi Produksi Usahatani Padi dan Peningkatan Pendapatan Petani Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
32