III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsumen dan Perilaku Konsumen Konsumen adalah orang yang melakukan tindakan menghabiskan nilai barang dan jasa setelah mengeluarkan sejumlah biaya. Tujuan utama dari mengkonsumsi barang dan jasa adalah untuk memenuhi kebutuhan dan diukur sebagai kepuasan yang diperoleh. Besarnya kepuasan konsumen diukur dari sejumlah nilai yang diperoleh dari mengkonsumsi suatu barang dan jasa terhadap biaya yang dikeluarkan (Kotler, 2000). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, konsumen didefinisikan sebagai setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri, sedangkan konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit) (Kotler, 2000). Konsumen memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan atau memutuskan mengkonsumsi suatu barang. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar dan alami, sehingga kebutuhan tidak bisa diciptakan melainkan oleh konsumen itu sendiri. Namun dalam praktiknya, kebutuhan dapat ditimbulkan melalui stimuli yang diciptakan oleh pemasar. Dalam pemasaran modern, konsumen memegang peranan penting dalam membeli suatu produk.
Dahulu, konsumen tidak diperhitungkan dalam
penciptaan suatu produk namun dengan perubahan waktu dan semakin meningkatnya jumlah pemasar, konsumen menjadi penentu apakah suatu produk dapat diproduksi atau tidak. Penciptaan stimuli oleh pemasar didasarkan pada keinginan konsumen terhadap suatu produk yang dinilai dapat memenuhi kebutuhannya. Jika konsumen merasa puas dalam mengkonsumsi produk, maka kemungkinan konsumen untuk berganti produk sangatlah kecil.
Jika hal ini
24
terjadi dalam waktu yang lama dan berulang-ulang maka akan tercipta kesetiaan terhadap produk tertentu. Perilaku konsumen merupakan suatu hal yang harus dipelajari oleh seorang pelaku bisnis, hal ini harus menjadi perhatian besar oleh seorang pelaku bisnis bagaimana memenuhi dan memahami keinginan konsumen, sehingga pelaku bisnis dapat memberikan kepuasan kepada konsumen dengan memenuhi keinginan konsumen, maka perusahaan sebagai penyedia produk dan jasa harus berusaha untuk memenuhi keinginan tersebut dan memberikan kepuasan kepada konsumen dengan menciptakan strategi-strategi yang dapat membantu perusahaan dalam memenuhi keinginan konsumen. Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan-tindakan tersebut (Engel:et al 1994). Hal ini sesuai dengan pendapat Schiffman dan Kanuk (1994) yang dikutip dalam Sumarwan (2003), bahwa perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan untuk memuaskan kebutuhan mereka.
Tindakan-tindakan yang
termasuk dalam kajian perilaku konsumen adalah pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan pasca pembelian. Dalam melakukan tindakan-tindakan tersebut, konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Pengaruh lingkungan, yang meliputi lingkungan budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga dan situasi. 2. Perbedaan individu, yang meliputi sumberdaya konsumsi, motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi. 3. Proses psikologis yang meliputi pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku.
25
Proses Psikologis Pengolahan Informasi Pembelajaran Perubahan sikap/perilaku
Perbedaan individu Sumberdaya konsumen Motivasi dan keterlibatan Pengetahuan Kepribadian dan gaya
Proses Keputusan Pengenalan kebutuhan Pencarian informasi Evaluasi alternatif Pembelian Pasca pembelian
Pengaruh Lingkungan Budaya Kelas sosial Pengaruh pribadi Keluarga
Strategi pemasaran
Gambar 1. Model Perilaku Konsumen Sumber : Engel et.al 1994
Proses pembelian merupakan tindakan yang paling penting dibandingkan tindakan-tindakan lain dalam model perilaku konsumen. Proses pembelian dianggap sebagai tindakan yang terpenting karena proses pembelian dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, salah satunya melalui rangsangan pemasaran, misalnya melalui kegiatan promosi perusahaan. 3.1.2 Persepsi Menurut UU perlindungan Konsumen No 8 tahun 1999 (dalam Oksowela 2008), konsumen merupakan sebagai pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik digunakan untuk kepentingan sendiri, keluarga, orang lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen memiliki hak penuh dalam menentukan produk yang akan dikonsumsinya. Namun keputusan konsumen ini
26
tentunya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor internal maupun eksternal dari konsumen itu sendiri. Persepsi dihasilkan dan atau dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal (individu) dan faktor eksternal (stimulus), (Kotler 2001). Faktor internal merupakan karakteristik seseorang, kemampuan dasar dalam proses penginderaan serta pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya terhadap berbagai atribut atau situasi konsumen yang bersangkutan, motivasi awal dan pengaruh keadaan yang dialami konsumen. Faktor internal terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan kelas sosial. Faktor internal menggambarkan adanya pertukaran nilai, kebutuhan, kebiasaan, maupun perilaku yang berbeda antara suatu kelompok konsumen dengan lainnya (Mowen dan Minor, 2002).
Pemilihan dan selera
konsumen terhadap pangan dan barang lainnya dipengaruhi oleh faktor usia (Kotler, 2001). Menurut Sumarwan (2003), siklus hidup seorang konsumen akan ditentukan oleh usianya. Sejak lahir ke dunia, seorang manusia telah menjadi konsumen dan ia akan terus menjadi konsumen dengan kebutuhan yang berbeda sesuai dengan usianya. Persepsi konsumen berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya.
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi berkaitan
dengan pengetahuan yang lebih tinggi pula (Sediaoetomo, 1999). Pengetahuan yang dimiliki seorang merupakan unsur dari kepribadian dan semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang maka ia akan semakin berhati-hati dalam membuat keputusan (Setiadi 2003). Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian yaitu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen maka konsumen akan semakin baik dalam mengambil keputusan. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat mengakibatkan konsumen akan lebih efektif dan lebih tepat dalam mengolah informasi serta mampu me- recall informasi dengan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa persepsi berhubungan dengan pembentukan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pembelian atau konsumsi (Kotler, 2001). Faktor eksternal merupakan karakteristik fisik dari produk seperti ukuran, tekstur, atribut yang terdapat dalam produk. Pengaruh lingkungan merupakan
27
faktor diluar individu yang akan mempengaruhinya dalam melakukan pengambilan keputusan pembelian. Sumber informasi juga merupakan unsur dari faktor eksternal, keahlian dan validitas sumber informasi sangat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen, dimana semakin terpercaya sumber informasi maka konsumen akan semakin percaya.
Menurut Kotler (2001), sumber
Informasi konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu sumber pribadi yang berasal dari keluarga, teman, maupun kenalan, sumber komersial yaitu sumber yang berasal dari iklan, distributor, kemasan, wiraniaga maupun model produk yang dipajang, sumber publik yaitu sumber yang berasal dari media masa, media cetak dan media elektonik, sumber pengalaman yaitu sumber yang berasal dari evaluasi dan pemakaian produk. Informasi terbanyak tentang suatu produk yang diterima konsumen secara umum
berasal dari sumber-sumber yang
didominasi oleh pemasar, sedangkan informasi yang efektif cenderung berasal dari sumber-sumber pribadi. Media masa adalah alat komunikasi yang dapat menjangkau orang dalam jumlah yang besar. Terdapat dua bentuk media yaitu media cetak seperti majalah, koran, dan buku serta media elektronik seperti radio, televisi. Menurut Gift et. Al (1975), pada prinsipnya isi dari media kebanyakan membawa iklan atau promosi. Alasan utama dalam penggunaan media masa adalah sebagai sumber informasi, hiburan dan asset sosial sebagai cara untuk tetap mengetahui apa yang sedang terjadi dan antusiasme sosial. Media cetak paling utama digunakan tetapi tidak semata-mata untuk tujuan yang serius guna mendapatkan ilmu pengetahuan atau melatih kecerdasan.
Media elektronik digunakan secara luas tetapi tidak
semuanya digunakan untuk hiburan tetapi juga dapat digunakan untuk memperoleh berbagai informasi tentang produk. Diantara jenis media periklanan yang ada televisi merupakan media yang efektif untuk memperoleh pengaruh terhadap konsumen. Menurut Cohen (1981), persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya rangsangan yang mengenai organ sensori dari seorang individu. Di dalam proses persepsi, seorang individu akan menyusun dan menterjemahkan rangsangan sensori sehingga dikembangkan suatu pengertian sendiri akan dunia sekitarnya.
Rangsangan (stimulus) adalah energi dalam tubuh yang dapat
28
merangsang bagian-bagian tubuh untuk memproduksi suatu efek dalam makhluk hidup itu sendiri. Sedangkan sensasi (sensation) adalah akibat, pengertian atau terjemahan dari rangsangan yang terjadi secara langsung dan cepat menciptakan suatu sikap dan perilaku.
Persepsi adalah interpretasi dari sensasi, sehingga
persepsi dapat diartikan juga sebagai proses kompleks yang dipilih, disusun dan diterjemahkan oleh individu serta merangsang panca indera untuk menghasilkan gambaran yang mempunyai arti dan saling berhubungan. Stimulus
Organ Sensori
Persepsi
Sensasi
Pengertian
Sikap dan Perilaku
Gambar 2. Proses terjadinya Persepsi Perbedaaan dalam persepsi akan mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih atau membeli produk karena konsumen akan membeli barang sesuai dengan persepsinya. Pemahaman terhadap persepsi konsumen sangat bermanfaat bagi pemasar karena persepsi konsumen dapat dijadikan dasar dalam melakukan market segmentation.
Selain persepsi konsumen, perusahaan juga harus
mempelajari sikap dan perilaku konsumen. Menurut Robbins (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dibagi kedalam tiga bagian, yaitu : 1.
Faktor situasi meliputi waktu, keadaan pekerjaan dan keadaan sosial
2.
Faktor
pengamatan
sendiri
seperti
sikap/pendirian,
alasan
yang
mendasari/motivasi, perhatian minat, pengalaman dan harapan 3.
Faktor target meliputi sesuatu (kesenangan) yang baru, gerakan dan suara. Persepsi konsumen didefinisikan sebagai suatu proses, dimana seseorang
menyeleksi, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimuli ke dalam gambaran yang lebih berarti dan menyeluruh. Stimuli adalah setiap input yang ditangkap oleh panca indera. Stimuli dapat berasal dari lingkungan sekitar atau
29
dari dalam individu itu sendiri. Kombinasi keduanya akan memberikan gambaran persepsi yang bersifat pribadi (Simamora, 2002). Pengetahuan konsumen akan mempengaruhi keputusan pembelian yaitu semakin banyak pengetahuan yang dimiliki konsumen maka konsumen akan semakin baik dalam mengambil keputusan. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat mengakibatkan konsumen akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi serta mampu me-recall informasi dengan lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa persepsi berhubungan dengan pembentukkan pengetahuan konsumen yang kemudian akan mempengaruhi keputusan pembelian, dimana keputusan pembelian tersebut dipengaruhi oleh sikap konsumen (Kotler, 2000). Secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi merupakan cara pandang konsumen terhadap suatu produk
setelah melakukan proses
pembelian dan mengkonsumsi produk tersebut dimana persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (faktor pribadi) dan eksternal (stimulus). Persepsi bersama-sama dengan pengetahuan membentuk kepercayaan dan berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep kepercayaan sangat tekait dengan konsep sikap dimana persepsi yang baik terhadap sesuatu dapat memunculkan sikap yang positif terhadap hal tersebut. 3.1.3 Sikap Konsumen Menurut Umar (2000), sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap akan menempatkan seseorang dalam satu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhinya. Sikap merupakan inti dari rasa suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, objek dan ide-ide tidak berwujud tertentu. Menurut Gerungen (1991), attitude merupakan sikap terhadap suatu objek tertentu, yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan dengan kecenderungan untuk bertindak dengan sikap objek tadi. Sikap dapat diciptakan secara langsung melalui proses pembelajaran perilaku dari pengkondisian klasik, pengkondisian operant dan pembelajaran observasional. Dari perspektif pengkondisian klasik, sikap merupakan tanggapan emosional bersyarat yang dapat ditimbulkan oleh ranfsangan bersyarat.
Pada
pengkondisian
operant, 30
berhubungan dengan fungsi utilitarian, yakni ekspresi sikap yang merupakan tanggapan yang dipelajari yang berasal dari penguatan dan penghukuman. Dari perspektif ini, afeksi yang membentuk perasaan yang mendasari sikap merupakan hasil dari pengkondisian operant. Sedangkan pada pembelajaran observasional yang disebut juga pembelajaran vicarions atau sosial, mengacu pada fenomena dimana orang mengembangkan “pola perilaku” dengan mengobservasi tindakan orang lain (Mowen dan Minor, 2002) Schiffman dan Kanuk (1994) mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu: 1.
Fungsi Utilarian. Konsumen menyatakan sikapnya terhadap suatu produk karena manfaat dari produk dapat menghindari risiko.
2.
Fungsi mempertahankan ego. Sikap konsumen untuk menimbulkan kepercayan yang lebih baik untuk meningkatkan citra diri dan mengatasi dari luar.
3.
Fungsi ekspresi nilai. Sikap berfungsi menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas sosial dari seseorang.
4.
Fungsi pengetahuan. Pengetahuan yang baik dari suatu produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut, karena itu sikap positif suatu produk mencerminkan pengetahuan konumen terhadap suatu produk. Engel et al. (1994) menyatakan sikap yang penting dari sikap adalah
kepercayaan. Kepercayaan dapat mempengaruhi kekuatan hubungan antara sikap dan perilaku. Sikap yang dipegang dengan penuh kepercayaan biasanya akan dapat
diandalkan
untuk
membimbing
perilaku.
Kepercayaan
dapat
mempengaruhi kerentanan sikap terhadap perubahan. Sikap akan lebih resisten terhadap perubahan bila dipegang dengan kepercayaan yang lebih besar. Sifat juga bersifat dinamis, dimana sikap akan berubah bersama waktu.
Oleh
karenanya perusahaan dapat meperoleh manfaat dari penelitian sikap sebagai salah satu cara untuk mengantisipasi perubahan yang potensial dalam permintaan produk dan perilaku konsumsi. Menurut Sumarwan 2011 Faktor-faktor yang berperan penting dalam pembentukan sikap, yaitu
proses pengolahan informasi, pembentukan
pengetahuan, dan proses belajar, ketiga hal diatas akan sangat menentukan apakah
31
konsumen menyukai suatu produk sebelum ia memutuskan untuk membeli atau mengkonsumsinya. Setiadi (2003) menjelaskan bahwa ada tiga komponen sikap, kepercayaan merek adalah komponen dari sikap, evaluasi merek adalah komponen afektif atau perasaan, dan maksud untuk membeli adalah komponen konatif atau tindakan. Hubungan antara ketiga komponen ini dijelaskan pada gambar dibawah ini. Komponen Kognitif
Komponen Afektif
Komponen Konatif
Kepercayaan
Evaluasi Merek
Maksud untuk Membeli
terhadap merek
Gambar 3. Hubungan antara tiga komponen sikap Hubungan antara tiga komponen itu mengilustrasikan hierarki pengaruh keterlibatan tinggi (high involvement) yaitu kepercayaan merek mempengaruhi maksud untuk membeli. Dari tiga komponen sikap, evaluasi merek adalah pusat dari telaah sikap karena evaluasi merek merupakan ringkasan dari kecenderung konsumen untuk menyenangi atau tidak menyenangi merek tertentu. Evaluasi merek sesuai dengan definisi dari sikap terhadap merek yaitu kecenderungan untuk mengevaluasi merek baik disenangi atau tidak disenangi. Dari gambar di atas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan merek datang sebelum dan mempengaruhi evaluasi merek, dan evaluasi mereka terutama menentukan prilaku berkehendak. Setiadi (2003) teori Fishbein lebih dapat diaplikasikan dibandingkan dengan teori Rosenberg, karena Fishbein menjelaskan pembentukan sikap sebagai tanggapan
atas
atribut
–
atribut.
Sedangkan
Rosenberg
menjelaskan
pembentukkan sifat sebagai tangkapan atas nilai – nilai. Atribut bersifat lebih operasional, sedangkan nilai lebih bersifat abstrak dan susah diderivasi ke dalam bentuk yang lebih konkret.
Model Fishbein memungkinkan para pemasar
mendiagnosa kekuatan dan kelemahan merek produk mereka secara relative dibandingkan dengan merek produk pesaing dengan menentukan bagaimana konsumen mengevaluasi alternatif merek produk pada atribut – atribut
32
penting. Ilustrasi model Fishbein digambarkan pada gambar ini : Evaluasi Atribut
Kepercayaan (bi)
Sikap Terhadap
Evaluasi evaluasadalah
Kepercayaan adalah
Atribut (Ao)
evaluasi baik atau
kekuatan
Karakteristik dari
buruknya suatu
kepercayaan bahwa
objek
atribut produk
produk memiliki atribut tertentu
Gambar 4. Model Multiatribut Fishbein
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Pada Februari 2011 masyarakat Indonesia dikagetkan oleh pemberitaan media massa baik media elektronik maupun media cetak mengenai adanya isu lemak babi dalam produk es krim magnum yang beredar dipasaran. Hal ini telah banyak membuat perhatian berbagai pihak. Reaksi masyarakat atas peristiwa ini dapat dimaknai ssebagai kepedulian masyarakat terhadap kehalalan dan keamanan produk pangan untuk dikonsumsi. Es krim magnum merupakan salah satu produk makanan yang banyak digemari masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang tua. Selain memiliki rasa yang enak, jenis produknya pun beragam seperti Magnum Almond, Magnum Chocolate truff dan Magnum Classic. Es krim magnum merupakan es krim yang populer dimasyarakat.
Sejak awal kemunculannya sampai sekarang magnum
telah mampu menarik perhatian masyarakat.
Hal ini terbukti bahwa produk
magnum mampu menguasai pangsa pasar untuk kategori es krim. PT Walls, Unilever Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang memproduksi es krim. Produk es krim yang diproduksi PT Walls Indonesia salah satunya adalah es krim magnum. PT Walls Indonesia merupakan salah satu anak perusahaan dari Unilever yang berada di London dan Belanda. Perusahaan ini merupakan pemimpin pasar dalam usaha es krim di Indonesia. Kesalahan pemaknaan dalam penerimaan informasi oleh masyarakat serta adanya pemberitaan yang kurang spesifik dan informatif oleh media massa telah
33
membuat masyarakat mencap produk magnum mengandung lemak babi. Padahal Produk magnum yang diproduksi di Indonesia aman dari lemak babi. Sebagai perusahaan yang terkena imbas kasus isu lemak babi ini, PT Walls Indonesia memiliki kepentingan untuk mengetahui persepsi konsumen terhadap merek yang dimilikinya. Persepsi konsumen penting untuk diketahui oleh produsen, karena persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen. PT Walls Indonesia ingin mengembalikan citra perusahaannya serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap produk magnum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi, menganalisis sikap konsumen terhadap dua merek produk es krim yaitu Magnum dan Campina Bazooka setelah adanya isu lemak babi, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis regresi logistik, dan analisis Multiatribut Fishbein.
Analisis deskriptif menjelaskan mengenai
karakteristik konsumen dan persepsi konsumen terhadap produk magnum setelah adanya isu lemak babi. Sedangkan analisis regresi logistik menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen dalam mengkonsumsi produk magnum setelah adanya isu lemak babi dan Multiatribut fishbein menjelaskan tentang sikap konsumen terhadap atribut produk Magnum dan Campina Bazooka.
34
Keresahan masyarakat terhadap isu yang beredar melalui media masa mengenai Lemak babi
Produk Es Krim Magnum PT Walls, Unilever, Indonesia
Persepsi konsumen tentang produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu : 1. Usia 2. Tingkat pendidikan 3. Pekerjaan 4. Tingkat pengeluaran 5. Tingkat pengetahuan terhadap es krim Magnum 6. Tingkat pengetahuan label dan makanan halal 7. Persepsi konsumen terhadap produk es krim magnum
Sikap konsumen terhadap produk es krim magnum setelah adanya isu lemak babi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Harga Rasa Merek Kemasan Ukuran Kandungan gizi Izin depkes Kehalalan Ketersediaan
Analisis Regresi Logistik
Rekomendasi bagi PT Walls, Unilever,
Analisis Fishbein
Indonesia
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional
35