III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Landasan Teori Landasan teori mengenai penawaran dan permintaan barang dan jasa serta elastisitas harga dan mekanisme keseimbangan pasar secara umum berlaku sebagai landasan untuk analisis penawaran dan permintaan kayu bulat untuk pasokan industri pengolahan kayu primer. Di samping itu, teori yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh seperti suku bunga, pungutan, dan upah perlu juga untuk diperhatikan dalam melihat perilaku ekonomi dari fenomena ini. Dalam kaitannya dengan permintaan dan penawaran kayu bulat dan kayu olahan primer dari dan ke luar negeri, dipandang perlu juga untuk melihat basis teori perdagangan internasional yang terkait dengan perdagangan komoditi tersebut. Kemudian, untuk memfokuskan penelitian ini, maka perlu juga dilihat hasil-hasil empirik penelitian tentang penawaran dan permintaan kayu bulat yang pernah dilakukan sebelumnya, baik untuk Indonesia maupun negara-negara lain. Dari studi empirik ini bisa dilihat hal-hal yang perlu dilakukan dalam penelitian ini. 3.1.1. Penawaran dan Permintaan serta Mekanisme Pasar. Marshall, dalam Nicholson (2000), menyatakan bahwa kurva permintaan mempunyai slope negatif yang merefleksikan prinsip marginalis dimana pembeli cenderung tidak berkeinginan menambah jumlah barang atau jasa yang dibelinya, kecuali bila harga barang atau jasa tersebut turun. Sebaliknya, kurva penawaran mempunyai slope positif yang memperlihatkan bahwa produsen hanya akan menaikkan produksinya bila harga produk itu naik, karena adanya kecenderungan
27
kenaikan biaya produksi per unit barang atau jasa, untuk setiap kenaikan produksi barang atau jasa tersebut. Bila kurva penawaran diletakkan bersama dengan kurva permintaan pada gambar yang menghubungkan harga barang dengan jumlah yang dibeli atau yang diproduksi, dan
asumsikan semua faktor tetap (ceteris paribus), maka akan
diperoleh keseimbangan harga dan barang sebagaimana terlukis pada Gambar 2 berikut. Harga (P)
Permintaan (D)
Penawaran (S)
Surplus
E
P1 P0 P2
Shortage
Q0
Jumlah (Q)
Sumber: Nicholson,2000 Gambar 2. Kurva Penawaran dan Permintaan Pada Gambar 2, terlihat bahwa mekanisme pasar mengarahkan harga suatu barang atau jasa untuk berubah sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan (equal) pada titik E dimana jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah yang diminta (Q 0 ) pada harga P 0 .
Pada titik keseimbangan ini, tidak ada
kekurangan (shortage) maupun kelebihan (surplus) atas jumlah barang yang ditawarkan di pasar (Pindyck and Rubinfeld, 2009).
28
Kedua kurva pada Gambar 2 akan bergeser apabila faktor-faktor di luar harga mengalami perubahan dan menghasilkan keseimbangan harga dan jumlah barang yang baru. Misalkan, apabila di suatu saat upah buruh turun maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan, sedangkan bila ada peningkatan permintaan rumah baru maka akan terjadi peningkatan permintaan kayu sehingga kurva permintaan komoditi ini juga akan bergeser ke kanan, sebagaimana nampak pada Gambar 3. Pergeseran kedua kurva tersebut mengakibatkan kesimbangan baru E 2 dimana harga dan jumlah kesimbangan yang lama (P1 dan Q 1 ) bergeser ke harga dan jumlah keseimbangan baru (P2 dan Q 2 ). Harga (P) S1 S2
P2
E2 E1
D2
P1 D1 Q1
Q2
Jumlah (Q)
Sumber: Pindyck and Rubinfeld, 2009 Gambar 3. Kurva Pergeseran Permintaan dan Penawaran 3.1.2. Elastisitas Permintaan dan Penawaran Permintaan akan kayu bulat tidak hanya tergantung pada harga kayu itu sendiri, namun dipengaruhi juga oleh peubah (variable) lain seperti daya beli industri yang menggunakan kayu itu sebagai bahan baku.
Demikian pula
penawaran kayu bulat tidak hanya dipengaruhi oleh harga kayu itu di pasar namun juga oleh biaya tebangan di hutan, atau peubah lainnya. Kepekaan suatu peubah
29
terhadap perubahan peubah lain dalam permintaan maupun penawaran barang atau jasa diukur dengan nilai elastisitas. Elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity), didefinisikan sebagai persentase perubahan permintaan yang disebabkan oleh kenaikan satu persen atas harga barang atau jasa itu. Secara matematis konsep itu dituliskan sebagai: Ep = (% ∆Q) / (% ∆P) atau Ep = (∆Q/Q) / (∆P/P), sehingga Ep = P. ∆Q / Q.∆P Elastisitas permintaan biasanya negatif, hal ini memberikan gambaran bahwa kenaikan harga selalu mengakibatkan penurunan permintaan, namun besaran elastisitas (magnitude) selalu dinyatakan secara absolut. Bila elastisitas harga suatu barang lebih dari 1 (Ep>1) maka perubahan permintaan akan barang tersebut lebih besar dibanding dari perubahan harganya, sehingga permintaan barang ini dinyatakan elastis terhadap harga (price elastic).
Sebaliknya bila
besaran elastisitas barang itu kurang dari satu (Ep<1), maka permintaan barang tersebut kurang elastis terhadap harga (price inelastic) karena perubahan permintaan atas barang itu tidak sebesar perubahan harganya. Elastisitas permintaan biasanya ditentukan oleh keberadaan barang substitusi. Dalam hal ini bila harga suatu barang naik, sementara itu di pasar ada substitusi untuk barang itu, maka konsumen akan cenderung beralih membeli barang substitusi tersebut, sehingga permintaan akan barang tersebut menjadi sangat elastis (highly price elastic).
Sebaliknya bila di pasar tidak tersedia
substitusi atas barang tersebut, maka permintaannya menjadi tidak elastik (price inelastic).
30
Dengan cara yang sama elastisitas penawaran didefiniskan sebagai persentase perubahan jumlah yang diminta terhadap 1 persen perubahan harga. Elastisitas ini biasanya positif, dimana setiap kenaikan harga suatu barang atau jasa akan cenderung meningkatkan jumlah penawaran barang atau jasa tersebut. Namun bila penawaran dikaitkan dengan peubah lain seperti tingkat suku bunga, upah, dan harga faktor produksi lainnya maka elastisitasnya menjadi negatif karena kenaikan harga faktor produksi akan cenderung menurunkan produksi dan menurunkan jumlah penawaran (Pindyck and Rubinfeld, 2009). Dalam berbagai kasus perubahan harga suatu barang tidak segera diikuti oleh perubahan permintaan secara substansial atau tidak elastis dalam jangka pendek (short run). Perubahan permintaan secara nyata baru terjadi setelah beberapa waktu, atau elastis dalam jangka panjang (long run). Sebagai contoh, kenaikan harga kayu bulat secara praktis tidak segera diikuti oleh penurunan jumlah permintaan oleh industri kayu primer, karena peralatan dan mesin yang ada di industri masih sama sehingga jumlah pasokan kayu bulat yang dibutuhkan untuk bahan baku industri relatif sama.
Namun demikian, pada saat umur
peralatan dan mesin sudah terlampaui, industri akan membeli peralatan dan mesin baru yang efisien dalam penggunaan bahan baku, sehingga mengurangi permintaan kayu bulat. Dalam kasus lain suatu barang permintaannya elastis pada jangka pendek, namun kurang elastis pada jangka panjang. Permintaan kayu lapis oleh industri packaging segera meningkat pada saat harga barang itu turun, namun secara gradual tambahan permintaan itu akan menurun setelah industri itu mempunyai stok yang cukup.
31
3.1.3. Penawaran dan Permintaan pada Perdagangan Internasional Perdagangan barang antarnegara, termasuk kayu bulat dan olahan, terjadi karena adanya perbedaan harga relatif komoditi yang diperdagangkan. Dalam analisis keseimbangan parsial, keseimbangan harga relatif komoditi (the quilibrium-relative commodity price) pada perdagangan tersebut terjadi melalui proses (Gambar 4). Pada Panel I, negara 1 memproduksi komoditi X dan konsumsinya sebesar A dengan harga relatif P 1 ; sementara itu negara 3 pada Panel II memproduksi dan mengkonsumsi komoditi yang sama sebanyak A’ pada harga P 3 . Bila kedua negara melakukan perdagangan, maka harga relatif komoditi itu berada di antara P 1 dan P 3 . Pada harga di atas P 1 produksi komoditi itu pada negara 1 melebihi yang dibutuhkan, dan akan mengekspor kelebihan itu (excess supply) ke negara 2. Di lain pihak, di negara 2 pada saat harga berada di bawah P 3 , permintaan komoditi itu akan melebihi produksi domestiknya (excess demand), sehingga negara 2 akan mengimpor dari negara 1. Panel I Pasar Komoditi X Pada Negara 1 Ekspor
P3
B
P2
A”
Sx
A’ B’
E’
E* Dx
0
Sx
B*
E A
P1
Panel II Pasar Internasional Komoditi X S
X
A* 0
Impor X
0
X Dx
Sumber: Salvatore, 2004 Gambar 4. Keseimbangan Harga Relatif Komoditi Pada saat harga komoditi P 1 terjadi di negara 1, maka terjadi kesimbangan antara produksi dan penawaran di negara itu dan negara tersebut tidak melakukan ekspor, sehingga pada Panel II jumlah komoditi yang ditawarkan di pasar
32
internasional berada di titik A*. Bila harga komoditi berada pada P 2 maka negara 1 mengalami kelebihan penawaran (excess supply) sebesar BE yang dapat di tawarkan atau diekspor ke pasar internasional, sehingga pada Panel II jumlah yang ditawarkan itu sebesar B*E*. Dengan demikian titik A* dan E* membentuk kurva penawaran pada pasar international di Panel II. Di sisi lain, Pada Panel III, pada saat harga komoditi berada pada P 3 , negara 2 berada dalam keseimbangan antara penawaran dan permintaan sehingga tidak perlu melakukan impor dan hal ini diposisikan sebagai titik A” pada Panel II yang menginformasikan bahwa pada harga P 3 , tidak ada jumlah yang diminta di pasar internasional. Pada saat harga komoditi berada di P 2 , negara 2 mengalami kelebihan permintaan (excess demand) sebanyak B’E’ dibanding produksi domestiknya, sehingga jumlah itu perlu dipenuhi melalui impor dari pasar internasional. Jumlah B’E’ yang diminta di pasar internasional tersebut sama dengan jumlah B*E* pada Panel II, sehingga garis A”E* membentuk kurva permintaan pada panel ini.
Dengan demikian harga P 2 merupakan harga
keseimbangan relatif pada pasar internasional. 3.1.4. Suku Bunga Bunga pinjaman mengkait dengan investasi dalam rangka pembelian barang modal baru seperti mesin dan peralatan, baik investasi untuk pengusahaan kayu bulat maupun untuk industri kayu olahan. Tingkat suku bunga biasanya ditentukan oleh Bank Sentral yang kemudian diikuti sebagai pedoman oleh bankbank lainnya. Pergerakan tingkat suku bunga dari r 1 ke r 2 , dan dampak negatifnya (berlawanan) terhadap investasi dimana pada saat tingkat suku bunga
33
sebesar r 1 maka minat investasi sebesar I 1 , namun bila suku bunga naik menjadi r 2 maka minat investasi akan turun menjadi I 2 (Gambar 5). Suku bunga
r2 r1
I2
I1
Investasi
Gambar 5. Hubungan Antara Suku Bunga dan Investasi 3.1.5. Upah Sektor produksi kayu bulat maupun kayu olahan merupakan sektor yang padat pekerja, sehingga tingkat upah tenaga kerja menjadi faktor produksi yang sangat penting. Gregory (1987) mendefiniskan upah (wage) sebagai pembayaran dalam bentuk apapun atas jasa yang diberikan oleh seorang tenaga kerja. Oleh karena itu, secara keseluruhan upah bisa juga meliputi gaji, asuransi, tunjangan dalam bentuk barang (in natura), dan bahkan termasuk layanan kesehatan dan rekreasi. Dalam penelitian ini upah hanya dibatasi pada pembayaran atas tenaga yang dicurahkan dalam proses produksi. Upah sering menjadi subyek kebijakan pemerintah untuk menjaga kesejahteraan buruh di satu sisi, dan menjaga daya saing produk di sisi lain. Secara umum kenaikan tingkat upah akan berdampak pada penurunan produksi namun akan menaikkan harga produk kayu bulat maupun kayu olahan.
34
3.1.6. Nilai Tukar Nilai tukar mata uang suatu negara pada hakekatnya menunjukan daya beli uang tersebut di pasar internasional. Nilai mata uang suatu negara juga akan menentukan daya saing produk negara itu di pasar internasional. Mata uang yang mempunyai nilai tinggi akan menurunkan daya saing produk negara tersebut, sementara nilai yang rendah akan mengakibatkan produk-produk itu lebih menguasai pasar. Sebelum Perang Dunia I nilai kebanyakan mata uang diperbandingkan dengan nilai emas (Krugman dan Obstfeld, 1997). Dewasa ini nilai mata uang Dollar Amerika (US$) merupakan acuan dominan dalam perdagangan internasional karena nilainya lebih stabil (Salvatore, 2004). Pergerakan nilai tukar ini bisa diatur atau ditetapkan oleh pemerintah, atau diserahkan kepada pasar sehingga bersifat
mengambang. Sejak krisis ekonomi, Bank Indonesia
menggunakan sistem mengambang, oleh karena itu pergerakan nilai tukar menjadi salah satu hal yang diperhitungkan dalam pengusahaan kayu bulat maupun kayu olahan pada penelitian ini. 3.1.7. Pajak dan Pungutan Pada hakekatnya pajak dan pungutan merupakan dana yang dikumpulkan untuk membiayai pembangunan (Gregory, 1987).
Di bidang kehutanan dan
perdagangan hasil hutan pajak yang dikenakan pada produsen adalah Pajak Pendapatan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Adapun iuran yang dikenakan dalam pengusahaan hutan adalah Iuran Hasil Hutan (IHH), dan Dana Reboisasi (DR). Pajak dan pungutan tersebut ditarik untuk membiayai pembangunan daerah, pembangunan kehutanan, dan sebagai salah satu
35
kontribusi untuk pembangunan nasional secara umum, namun dalam penelitian ini PBB tidak dijadikan sebagai salah satu peubah permintaan dan penawaran kayu, karena datanya tidak cukup tersedia. IHH atau yang sekarang disebut sebagai Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut dari hutan negara. Adapun DR adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Pemegang Ijin Pemanfaatan Kayu, atas hasil hutan yang dipungut dari hutan alam. Besarnya pungutan bervariasi tergantung pada jenis kayunya dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan. Meskipun IHH dan DR dalam administrasi kehutanan disebut sebagai pungutan, namun pada hakekatnya kedua pungutan tersebut merupakan pajak untuk hasil yang diterima dari pengoperasian pengusahaan hutan atau yield tax sebagaimana dinyatakan oleh Gregory (1987) karena kedua jenis pajak ini didasarkan atas nilai kayu yang diproduksi dari hutan. Pajak dan pungutan sebagaimana dimaksud di atas pada hakekatnya adalah ad valorem tax yang dikenakan berdasarkan nilai hasil hutan yang mempunyai dampak pada pengambilan keputusan produksi (Gambar 6). Bila pajak dan pungutan dipandang sebagai pengurang atas penerimaan pada pihak perusahaan maka kurva TR sebagaimana Gambar 6 (a) akan bergeser ke bawah, dan berdampak pada berkurangnya keuntungan perusahaan, sedangkan bila pajak dan pungutan dipandang sebagai bagian dari biaya variabel, maka kurva TC pada gambar 6 (b) akan bergerak ke atas.
36
Biaya dan Penerimaan
Biaya dan Penerimaan
TR TC’
TC TR
TC
TR’
Biaya Tetap
Biaya Tetap Q’ Q
Q’ Q
Output
(a)
Output
(b)
Gambar 6. Dampak Pajak dan Pungutan Terhadap Biaya dan Penerimaan 3.2. Kerangka Pelaksanaan Penelitian Penawaran dan permintaan kayu bulat untuk industri pengolahan kayu primer dalam penelitian ini merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponenkomponen yang saling terkait.
Kaitan-kaitan tersebut dimulai dari hutan di
Indonesia yang menghasilkan kayu bulat untuk digunakan secara domestik, dan hutan di luar negeri yang kayu bulatnya diimport oleh Indonesia untuk kebutuhan yang sama, hingga ke proses pengolahan di kilang-kilang industri pengolahan primer dan industri pengolahan kayu lanjutan.
Menurut Sinaga (1989),
keseluruhan komponen sistem tersebut beserta proses-proses yang terjadi di dalamnya
dapat
dilihat
sebagai
rangkaian
produksi
dan
pasar,
yang
menggambarkan penawaran output dan permintaan input, sebagaimana Gambar 7. Pada gambar tersebut kegiatan dimulai dari produksi kayu bulat melalui penebangan dengan permintaan input berupa batang pohon berdiri di hutan (stumpage). Tahap ini kemudian diteruskan dengan penawaran output ke pasar kayu bulat, sebagai input industri pengolahan kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan
37
industri kayu olahan lainnya.
Beberapa industri terintegrasi dengan usaha
penebangan, sehingga permintaan input dilakukan langsung ke usaha penebangan. Terakhir, hasil olahan kayu bulat tersebut menjadi output yang ditawarkan ke industri pengolahan lanjutan. Pasar Domestik Kayu Olahan
Pasar Dunia Kayu Olahan
Industri Kayu Gergajian, Kayu Lapis, dan Pulp
Penebangan di Indonesia (Hutan Alam, Hutan Tanaman dan Hutan Rakyat) dan di Luar Negeri
Industri Kayu Olahan Lainnya
Pasar Kayu Bulat di Indonesia dan di Luar Negeri
Keterangan: Pohon di hutan Indonesia dan Luar Negeri
= Permintaan input = Penawaran output
Gambar 7. Rangkaian Produksi dan Pasar Kayu Bulat 3.2.1. Penawaran dan Permintaan pada Produksi Kayu Bulat dan Kayu Olahan Produksi kayu bulat maupun kayu olahan primer pada hakekatnya diarahkan untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Selain itu, dalam setiap analisis selalu diasumsikan bahwa dalam memaksimalkan produksi, maka produsen dihadapkan pada pasar bahan baku (input) maupun pasar produk (output) kompetitif olahan adalah :
sehingga, jika fungsi produksi kayu bulat maupun kayu
38
Q i = q (L, X) ………………………………………………………… (3.1) dimana: Qi
: kuantita output (produksi kayu bulat, gergajian, lapis, atau pulp)
L
: input pohon atau kayu bulat
X
: inputs lainnya
apabila: P
: harga output per unit
Pb : harga input pohon atau kayu bulat per unit Pc
: harga input lainnya per unit
Maka fungsi tujuan perusahaan adalah: Maksimalkan π = P a q (L, X) – (P b L + P c Xi)
…………………… (3.2)
yaitu keuntungan perusahaan (π ) adalah total penerimaan P a q (L, X) dikurangi dengan total biaya (P b L + P c X), yang harus dimaksimalkan. Fungsi tersebut akan maksimal bila turunan pertama dari fungsi (3.2.) terhadap L dan X adalah nol, sehingga: P a q x = P c …………………………………………………………. Paql
=
(3.3)
P b ………………………………………………………….
(3.4) dimana q x adalah turunan parsial pertama fungsi produksi terhadap input pohon atau kayu bulat (L) dan q l adalah turunan parsial pertama fungsi produksi terhadap inputs lainnya (X). Dari dua persamaan (3.3) dan (3.4) yang mengandung dua peubah endogen L dan X, serta tiga peubah, yaitu P a , P b , dan P c secara simultan dapat ditentukan
39
fungsi permintaan terhadap input terhadap pohon atau kayu bulat (L), dan permintaan inputs lainnya (X) sebagai berikut: L
=
l (P a , P b , P c)……………………………………………………
X
=
l (P a , P b , P c)……………………………………………………
(3.5)
(3.6) Bila kedua persamaan di atas di substitusikan ke fungsi produksi (3.1) maka akan diperoleh fungsi penawaran: Q = q (P a , P b, P c) ............................................................................ (3.7) 3.2.2. Integrasi Vertikal Pada beberapa kasus, industri pengolahan kayu primer terintegrasi dengan usaha kayu bulat, dimana kayu bulat hasil tebangan digunakan secara langsung oleh industri pengolahan dalam satu perusahaan yang sama. Untuk kasus seperti ini maka fungsi produksi kayu bulat dimasukkan ke fungsi produksi kayu olahan primer. Bila fungsi produksi kayu olahan primer adalah: Q = q (L, X) ........................................................................................ (3.8) dimana: Q : jumlah output kayu olahan (kayu gergajian, kayu lapis, atau pulp) L : jumlah input kayu bulat X : jumlah inputs lainnya ; dan fungsi produksi kayu bulat adalah: R= r (S, Y)........................................................................................... (3.9) dimana : R : jumlah output kayu bulat
40
S : jumlah stumpage Y : jumlah input lainnya maka fungsi produksi perusahaan terintegrasi itu adalah : P = p (r (S, Y), X) .............................................................................. (3.10) dan fungsi tujuan perusahaan menjadi: Masimalkan π = P p p(r (S, Y), X) – (P sS + P y Y + P x X) ..................... (3.11) Sehingga kondisi untuk memaksimalkan keutungan dari perusahaan ini adalah: P p = Fp s = P s P p = Fp y = P y P p = Fp x = P x dimana : Fp s , Fp y Fp x berturut-turut adalah turunan parsial pertama dari fungsi produksi pada persamaan (3.10) terhadap input stumpage (S), input lain dalam produksi kayu bulat (Y), dan input lain dalam produksi kayu olahan (X). Dengan tiga kondisi di atas, terbentuk suatu sitem persamaan tiga persamaan dengan tiga peubah endogenus (S, Y, dan X) dan empat peubah eksogenus (P p , P s , P y dan P x ) yang dapat diselesaikan secara simultan untuk memperolah fungsi permintaan perusahaan ini, yaitu : S = S*(Pp , Ps , Py, Px)..................................................................... (3.12) Y = Y*(Pp , Ps , Py, Px) .................................................................... (3.13) X = X*(Pp , Ps , Py, Px) ................................................................... (3.14) Ketiga persamaan di atas merupakan fungsi permintaan turunan untuk stumpage, input lain dalam produksi kayu bulat, dan input lain dalam produksi kayu olahan. Bila ketiganya disubstitusikan ke dalam persamaan (3.10) maka penawaran output dari perusahaan ini menjadi:
41
P = P*(P p , P s , P y , P x) ....................................................................... (3.15) dimana jumlah kayu olahan yang ditawarkan oleh perusahaan ini merupakan fungsi dari harga kayu olahan itu sendiri (P p ), harga stumpage (P s ), harga input lain dalam produksi kayu bulat (P y ), dan harga input lain dalam produksi kayu olahan (P x ). 3.2.3. Permintaan Turunan Pada hakekatnya dengan adanya hubungan penawaran dan permintaan pada keseluruhan industri perkayuan yang saling terkait, maka fungsi permintaan kayu bulat merupakan gabungan dari fungsi-fungsi permintaan yang diturunkan dari hubungan-hubungan pasar produk-produk kayu olahan primer.
Adapun
fungsi-fungsi permintaan produk olahan primer itu sendiri diturunkan dari hubungan-hubungan pasar pada produk kayu lanjutan. Dengan demikian permintaan kayu bulat merupakan ‘turunan dualangkah’ yang berujung pada hubungan-hubungan pasar pada produk kayu olahan lanjutan (Sinaga, 1989). Permintaan kayu bulat merupakan fungsi dari harga input dan output industri pengolahan kayu primer dan lanjutan. Dengan kata lain, permintaan kayu bulat selain dipengaruhi oleh harga kayu bulat itu sendiri, juga dipengaruhi oleh harga kayu olahan primer dan harga kayu olahan lanjutan. 3.2.4. Kerangka Model Ekonomi Keterkaitan antara kayu bulat dengan industri pengolahan kayu yang dipengaruhi oleh peubah-peubah endogen dan eksogen secara skematik dapat dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut produksi kayu bulat, dan kayu olahan berhubungan dengan berbagai peubah yang secara keseluruhan
42
menentukan perilaku ekonomi pengambil keputusan produsen masing-masing komoditi dalam memproduksi dan menjual.
Impor
DR
IHH
Kayu
Total Permintaan Kayu Bulat
GDP Ind.
Luas Tebangan Hutan Alam
Luas Tebangan Hutan Tanaman
Prod. Kayu Bulat Ht.Alam
Prod.Kayu Bulat Ht.Tanaman
Upah Luas Tebangan Hutan Rakyat Nilai Tukar Rupiah
Suku Bunga
Harga Dom. KB HA
Harga Dom. Kayu
Harga Dom pulp
Permintaan KB Ind. KG
Harga Dom H.Rakyat
Kapasi tas Ind. KG
Produksi KG
Ekspor KG
Ekspor KL Harga dunia KG Kapasita
Ind KL
Produksi Kayu Lapis Impor KL
Harga Dunia KL
Ekspor Pulp
Prod. Kayu Bulat IPK Impor Kayu Bulat
Pajak Ekspor
Harga Dunia KB
Permintaan KB Ind KL Prod. Kayu Bulat Ht.Rakyat
Ekspor Kayu Bulat
GDP Dunia
Total Penawaran Kayu Bulat
Harga Dom. KG Harga pulp dunia
Kapa sitas Ind Pulp
Produksi Pulp
Impor Pulp
Permintaan KB Ind. Pulp
Harga Dom. KL
42
Gambar 8. Kerangka Model Penawaran dan Permintaan Kayu Bulat