7
II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Agroindustri Agroindustri dapat didefinisikan sebagai ‘industri yang berbasis pengolahan hasil pertanian’, setelah memperhatikan rumusan beberapa penulis antara lain Austin (1981) yang mendefinisikan agroindustri sebagai ‘perusahan yang memproses bahan mentah asal pertanian termasuk didalamnya tanaman dan ternak dengan berbagai variasi tingkatan pengolahan mulai dari pembersihan dan pengelompokan (grading) sampai dengan penggilingan dan pemasakan. Simposium Nasional Agroindustri II (1987) merumuskan agroindustri sebagai suatu kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumber daya alam (pertanian) untuk industri dengan kegiatan mencakup: 1) Industri peralatan dan mesin-mesin pertanian, 2) Industri pengolahan hasil-hasil pertanian, 3) Industri jasa sektor pertanian dan 4) Industri agrokimia. Dari definisi tersebut maka semua industri yang menggunakan bahan baku hasil pertanian seperti industri textil, sepatu dan asesoris yang menggunakan bahan sutera, kapas, kulit hewan; industri meubel dengan bahan baku kayu, karet; industri pangan; industri farmasi dengan bahan baku tanaman obat dan hasil perkebunan; industri minyak wangi, kosmetik, keseluruan industri tersebut menjadi bagian dari agroindustri. Kontribusi agroindustri menjadi sangat vital bagi pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Menurut Brown (1994) lebih setengah dari keseluruhan aktivitas manufaktur di negara berkembang adalah agroindustri. Menjelang akhir abad XX sekitar 37 persen manufaktur di wilayah Asia dan Pasifik adalah pada sektor agroindustri. Pengembangan agroindustri di Indonesia didukung oleh kebijakan strategis dan kebijakan operasional. Kebijakan strategis adalah dengan dimasukkannya agroindustri dalam GBHN sejak tahun 1993, sedangkan kebijakan operasional memiliki prasyarat yaitu keberhasilan pertanian generasi I (generasi bibit/ benih) dan pertanian generasi II (budidaya) sehingga agroindustri
pada hakekatnya
adalah ujung tombak dalam ‘menyempurnakan sukses bidang pertanian’. Agroindustri adalah solusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai negara yang berada pada dua sisi; disatu sisi Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan mayoritas masyarakatnya masih bertumpu pada sektor pertanian, di sisi
8
lain Indonesia berada pada kompetisi global yang menuntut industrialisasi bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi. Agroindustri sudah seharusnya dijadikan tumpuan bagi pelaksanaan resource based strategy yang menurut Martani Huseini (1999) merupakan pendekatan terkini dalam fenomena globalisasi dan strategi bersaing yang dapat digunakan dalam menata ulang strategi pemasaran internasional Indonesia. Agroindustri yang memiliki sifat usaha berkelanjutan harus memperhatikan aspek manajemen dan konservasi sumber daya alam yang dalam usaha pengembangannya harus memperhatikan beberapa hal yaitu: 1. menggunakan teknologi dan kelembagaan yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya, 2. tidak menimbulkan degradasi atau kerusakan, 3. secara ekonomi menguntungkan dan 4. secara sosial dapat diterima masyarakat (Soekartawi 2000). Di wilayah Andes (Peru, Ekuador, Columbia) strategi pengembangan agroindustri
berbasis
komunitas
pedesaan
menjadi
kunci
keberhasilan
pembangunan wilayah dengan peningkatan produktivitas usaha pertanian skala kecil (Domínguez 2002, Website http://www.mtnforum.org/bgms ).
II.2. Wilayah Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografis yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat dibedakan atas: 1) wilayah homogen, yaitu suatu wilayah yang dipandang dari satu aspek / kriteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama, 2) wilayah nodal, yaitu suatu wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland), 3) wilayah perencanaan, dipahami sebagai suatu wilayah yang relatif luas yang memperlihatkan kesatuan dalam keputusan-keputusan ekonomi dan 4) wilayah administratif, yaitu suatu wilayah yang batas-batasnya ditentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik (Budiharsono 2001). Pengelompokan dilakukan dengan memperhatikan berbagai kriteria tertentu sebagai dasar pembedaan. Shukla (2000) mengidentifikasi tujuh kriteria yang dapat dipakai untuk pembedaan wilayah yaitu: geografis, historis, politis, administrasi, sosial, dan ekonomi.
9
Pemahaman perencanaan
dan
terhadap
wilayah
pelaksanaan
sangat
menentukan
program-program
yang
dalam
rangka
berkaitan
dengan
pembangunan wilayah. Budiharsono (2001) menyebut enam pilar analisis pendukung pembangunan wilayah yaitu:
analisis lokasi, analisis lingkungan,
analisis sosial budaya, analisis ekonomi, analisis kelembagaan, dan analisis biogeofisik. Analisis lokasi merupakan salah satu faktor penentu pembangunan industri termasuk agroindustri pada suatu wilayah. Beberapa literatur membahas tentang teori lokasi yang kemudian menjadi basis prosedur analisis yang disebut comparative cost technique, yang digunakan untuk kebutuhan pengembangan industri dalam mengantisipasi kebutuhan pasar dan distribusi geografis dari bahan baku industri. Hal ini berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar penetapan lokasi industri dengan pertimbangan service trades yaitu: (1) akses terhadap sumber input (bahan baku, bahan pendukung, layanan), (2) akses terhadap pasar, dan (3) skala operasional dari unit produksi dan aglomerasi ekonomis (Isard et.al 1998).
II.3. Manajemen Stratejik Manajemen stratejik adalah suatu tipe manajemen yang membuat suatu organisasi secara berkelanjutan dapat selalu fit dengan lingkungannya. Manajemen stratejik merupakan rangkaian aktifitas yang terdiri dari tiga tahap yaitu tahap formulasi strategi, tahap implementasi strategi dan tahap evaluasi strategi. Menurut Nichols (2000) istilah strategi berasal dari Greek yang berarti generalship, lebih dahulu digunakan dalam lingkup militer. Manajemen stratejik dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya. Manajemen stratejik juga diartikan sebagai kumpulan keputusan-keputusan dan aksi yang berkembang menjadi suatu strategi yang efektif yang memungkinkan suatu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Manfaat prinsip dari manajemen stratejik adalah membantu organisasi membuat strategi yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis, logis, dan rasional pada pilihan strategis.
Manajemen
stratejik
mengajarkan
bagaimana
memaksimalkan
10
efektivitas organisasi secara keseluruhan, disamping mengajarkan bagaimana memperbaiki efisiensinya (Shrivastava 1994, David 2002, Lea et.al 2006). Tiga elemen yang menjadi fokus manajemen adalah organisasi, lingkungan dan strategi.
Elemen organisasi berkaitan dengan kepentingan pelaku
(stakeholder) baik secara individu maupun organisasi
dalam pencapaian/
pelaksanaan visi, misi dan tujuan organisasi termasuk industri.
Elemen
lingkungan berkaitan dengan aspek ekonomi (kekuatan pasar dan kompetisi), sosiokultural, lokasi geografis, pemerintah, dan teknologi.
Elemen strategi
berkaitan dengan tujuan masa depan (future intention) dan keunggulan bersaing (competitive advantage) dari organisasi (McNamee 1992, Shrivastava 1994, Dirgantoro 2001). Dari pemahaman beberapa definisi manajemen stratejik terlihat kesamaan hal-hal yang dapat disebut sebagai elemen-elemen dalam manajemen stratejik yaitu adanya penetapan tujuan organisasi yang ingin dicapai, pemahaman karakter lingkungan yang perubahannya harus terus diantisipasi, dan perumusan strategi yang akan diimplementasi-kan. Asch dan Bowman (1989), Miller dan Dess (1996) merumuskan elemen-elemen fundamental dari strategi yang terdiri dari alat atau cara dan tujuan, yang dibedakan atas strategi yang diharapkan (intended strategy) yaitu dengan perencanaan dan kebijakan untuk mencapai sasaran sesuai visi, misi, tujuan strategi dan strategi yang dapat dilaksanakan (realized strategy) yaitu dengan berbagai tindakan mencapai hasil sesuai observasi. Formulasi strategi berperan sebagai panduan pengambilan keputusan strategis
dalam
pengembangan
misi
dan
tujuan
organisasi
dengan
mempertimbangkan faktor-faktor internal dan eksternal organisasi (Shrivastava 1994; David 2002). Strategi pengembangan dapat dilakukan dengan pendekatan strategi fundamental (McNamee 1992) dan strategi generik (Porter 1980). Implementasi strategi lebih diarahkan pada alokasi sumber daya dalam rangka operasionalisasi langkah-langkah strategis yang dirumuskan. Evaluasi strategi diarahkan pada peninjauan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan internal maupun eksternal, pengendalian strategi-strategi yang telah dirumuskan dan diimplementasikan, dan penyusunan skenario-skenario pengembangan.
11
Beberapa contoh model manajemen stratejik yang telah dirancang oleh para ahli dapat ditampilkan sebagai berikut:
Assessment of organization SWOT
Formulation of organization mission
Formulation of organization philosophy & policy
Determination of strategic objectives
Control of organization strategy
Implementation of organization strategy
Determination of organization strategy
Feedback, Feedforward, and Recycle
Gambar 1 Model manajemen stratejik dari Boseman dan Phatax (1989)
Task 1
Task 2
Task 3
Task 4
Task 5
Develop strategic vision & mission
Setting objectives
Crafting strategy to achieve objectives
Implementating and executing strategy
Evaluating and correcting
Revise as needed
Revise as needed
Improve change
Improve change
Recycle as needed
Gambar 2 Model manajemen stratejik dari Richard D Irwin (1995) dalam Stahl dan Grigby (2006)
12
Strategy formulation Internal resource analysis
Personal values
Generate strategic alternatives
Goal formulation
Strategic decision making proses
Strategy statement
Corporate social responsibility
Environmental analysis
Strategy monitoring and control
Strategy implementation
Strategy evaluation
Gambar 3 Model manajemen stratejik dari Shrivastava (1994)
Perform external audit
Establish longterm objectives
Develop mission statement
Generate evaluate and select strategies
Establish policies and actual objectives
Allocate resources
Measure & evaluate performance
Perform internal audit
I------------ Strategy formulation ----------------- I
Strategy implementation---I----Strategy I evaluation Gambar 4 Model Manajemen Stratejik dari David FR (2002)
13
Output Strategi
Tindakan Strategi
Input Strategi
Lingkungan eksternal Tujuan strategis Misi strategis
Lingkungan internal
Perumusan Strategi
Penerapan Strategi
Strategi tingkat bisnis
Dinamika persaingan
Strategi tingkat perusahan
Penguasaan perusahaan
Struktur & control Org
Strategi akuisisi & restrukturisasi
Strategi internasional
Strategi kerjasama
Kepemimpin an strategis
Kewirausahaan dan inovasi perusahaan
Daya saing strategis Laba diatas rata-rata Umpan balik
Gambar 5 Model manajemen stratejik dari Hitt et.al (2001) Model manajemen stratejik yang dirancang beberapa ahli seperti pada Gambar 1, 2, 3, 4, dan 5 menunjukkan adanya kesamaan, yang pertama dalam hal substansinya yang memberi penekanan pada perlunya pernyataan misi sebagai wujud komitmen yang kuat dari organisasi dalam mencapai tujuannya, perlunya penetapan pilihan strategi yang tepat, dan perlunya kajian sumber daya internal maupun pengaruh faktor eksternal . Kesamaan yang kedua adalah pada alur pikir yang terekspresi sebagai proses desain model manajemen stratejik dengan tahapan formulasi strategi, implementasi, dan evaluasi strategi. Perumusan strategi diarahkan pada perumusan berbagai alternatif strategi yang ditetapkan berdasarkan hasil kajian evaluasi lingkungan strategis yaitu lingkungan internal menyangkut kekuatan dan kelemahan organisasi, maupun lingkungan eksternal menyangkut berbagai peluang dan kemungkinan ancaman terhadap perkembangan organisasi atau perusahan. Implementasi strategi terutama didasarkan pada pengkajian ketersediaan sumber daya, sedangkan tahap evaluasi strategi diarahkan pada pengukuran dan evaluasi prestasi organisasi.
14
Perbedaan rancangan model para ahli (Gambar 1, 2, 3, 4, dan 5) hanya sedikit terlihat pada prosedur dan beberapa spesifikasi misalnya Baseman dan Platak (1989) maupun Hit et.al (2001) mengawali proses desain dengan melakukan evaluasi lingkungan internal maupun eksternal sebelum menetapkan pernyataan misi dan penetapan tujuan sedangkan Irwin RD (1995) maupun David FR (2002) memulai dengan pernyataan misi kemudian melakukan audit internal maupun eksternal, penetapan tujuan kemudian melakukan evaluasi dan pilihan strategi, yang pada model David FR dikelompokkan sebagai tahap formulasi strategi. Shrivastava (1994) lebih memfokuskan tahap formulasi strategi pada pernyataan strategi melalui proses pengambilan keputusan strategis dengan mempertimbangkan nilai-nilai preferensi indifidu, peran/ tanggung jawab sosial organisasi dan berbagai alternatif strategi yang dibangkitkan. Manajemen stratejik telah berkembang menjadi suatu disiplin ilmu yang didukung adanya organisasi yang disebut Strategic Management Society (SMS) yaitu sebuah organisasi internasional yang anggotanya saat ini tersebar pada 60 negara terdiri dari kelompok Academics, Business dan Consultants (ABCs) yang mengembangkan konsep manajemen stratejik sebagai aplikasi sistem untuk berbagai keperluan (http://www.smsweb.org/index.html 2002).
II.4. Berbagai program pengembangan Keterkaitan antara pengembangan pertanian, industri dan pengembangan wilayah telah menarik perhatian berbagai pihak baik lembaga pemerintah, swasta bahkan individu dalam
memunculkan berbagai program dan kajian model
pengembangan yang bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya setiap wilayah, terutama yang diyakini sebagai keunggulan komparatif wilayah. Program Klaster Industri yang ditawarkan Departemen Perindustrian (Deperindag 2000) mengutamakan penetapan industri inti (local/core industry) yang saling berhubungan secara intensif dan membentuk partnership baik dengan industri pendukung ( supporting industry) maupun industri terkait ( related industry). Beberapa dasar pemahaman dari Departemen Perindustrian yang disitir adalah: - program klaster industri akan bermanfat sebagai pendorong keunggulan komparatif suatu wilayah menjadi keunggulan kompetitif – meningkatkan
15
efisiensi, memanfaatkan aset sumber daya untuk mendorong diversifikasi produk dan meningkatkan terciptanya inovasi – umumnya keunggulan lokal dibatasi oleh batas-batas geografis sehingga klaster industri akan berkembang secara regional. BAPPENAS yang melakukan kajian kawasan andalan termasuk Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang salah satu diantaranya adalah KAPET Manado-Bitung merekomendasikan keterkaitan antar kawasan lintas sektor secara luas dan pemilihan fokus pengembangan dalam industri pendorong (DPKKT 2004). Program pengembangan KAPET Manado-Bitung diarahkan sebagai pengembangan pusat pariwisata, pusat perikanan dan sumber daya laut, dan pusat pengembangan industri Program Kawasan Agropolitan yang dirancang Departemen Kimpraswil didasarkan pada pertimbangan pentingnya infrastruktur terutama sarana transportasi dalam pengembangan pertanian dengan penataan suatu kawasan yang terdiri dari kota tani, daerah pertumbuhan sebagai kawasan sentra produksi (KSP) dan kawasan budidaya yang tidak ditentukan berdasarkan wilayah administrasi tetapi berdasarkan skala ekonomi. Pada tahun 2002 dan 2003 Sulawesi Utara telah memproses usulan lima Kawasan Agropolitan (KA) yang proses pengajuannya berdasarkan usulan pemerintah daerah (kabupaten) yaitu KA Tomohon, KA Sangihe, KA Modoinding, KA Pakakaan dan KA Dagho. (Karya Manunggal 2003). Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN), adalah program Departemen Pertanian yang didasarkan antara lain luasan kawasan budidaya komoditas
tertentu.
pembangunan
Kawasan
perkebunan
yang
Industri
Masyarakat
menggunakan
Perkebunan
kawasan
sebagai
adalah pusat
pertumbuhan dan pengembangan sistim dan usaha agribisnis perkebunan dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan dimensi ruang, waktu, skala usaha dan pengelolaannya, yang diselenggarakan dengan azas kebersamaan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat/ petani pekebun dan pelaku usaha lainnya yang selaras berkeadilan menjamin pemantapan usaha yang harmonis dan berkesinambungan (Deptan 2004). Salah satu dari 19 KIMBUN yaitu KIMBUN Kelapa di pantai barat Minahasa telah dikaji kelayakannya (Warouw 2002).
16
Dedi Mulyadi (2001) merancang-bangun model strategi terpadu dengan menggabungkan
pendekatan
market
based,
resource
based
dan
teori
kelembagaan. Martani Huseini (1999) merancang model ‘Satu Kabupaten Satu Kompetensi Inti’ (Saka-Sakti) sebagai model pengembangan yang berusaha menyelaraskan kebijakan otonomi daerah dan konsep kompetensi inti dari suatu wilayah kabupaten. Beberapa program lain dari Departemen Pertanian yang sudah berjalan adalah program Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK), Sentra Pengembangan Agribis Komoditas Unggulan (SPAKU) dan, Industri Peternakan Rakyat (INAYAT). Beragam program pengembangan yang ditawarkan dapat bersifat sinergis karena saling melengkapi tetapi dapat bersifat antagonis karena perbedaan target operasional dan kecenderungan mengidentifikasi faktor-faktor kunci berdasarkan ruang lingkup yang spesifik
II.5. Kontribusi sektor perkebunan Sektor perkebunan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Dilihat dari pendapatan domestik bruto (PDB) sumbangannya terhadap nilai PDB terus meningkat. Tahun 1997, PDB perkebunan sebesar Rp 10,8 trilyun atau 2,5 persen dari total PDB nasional. Tahun 1998, PDB meningkat menjadi Rp 8,2 trilyun atau 2,9 persen dari total PDB nasional dan tahun 1999 meningkat lagi menjadi Rp 11,1 trilyun atau 3,9 persen dari total PDB nasional. Walaupun terjadi penurunan pada tahun 2003 tapi sektor perkebunan masih menyumbang 1,85 % dan sub-sektor peternakan 1,40 % per tahun, terhadap PDB nasional (Deptan 2003). Permasalahan yang dihadapi bidang agrobisnis perkebunan menurut Pakpahan (2005) adalah permasalahan yang sangat fundamental yaitu aspek struktural dan kultural. Walaupun demikian selama tiga tahun terakhir dunia agrobisnis
dari sektor perkebunan
mempunyai peranan
penting dalam
pembangunan ekonomi nasional. Kelapa adalah salah satu komoditi unggulan nasional sektor perkebunan. Berdasarkan data produksi kelapa Indonesia sebesar 2,67 juta ton pertahun menempatkan Indonesia pada urutan pertama penghasil kelapa dunia, tetapi
17
perilaku ekspor produk olahan kelapa sebagai indikator nilai tambah ekonomi masih sangat memprihatinkan. Prosentasi pertumbuhan ekspor per tahun minyak kelapa sebagai produk utama tanaman kelapa kurun waktu 1968-1973 s/d 19942000 masih sangat berfluktuasi, begitu juga total ekspor (ton) selama 1994 s/d 2001 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6 (ket: diolah dari beberapa sumber). Pada Gambar 6 terlihat bahwa peningkatan volume ekspor minyak kelapa masih tertinggal cukup signifikan dibanding minyak sawit. Pada tahun 2001 volume ekspor minyak kelapa baru mencapai 392 ribu ton, dibandingkan volume ekspor minyak sawit yang mencapai 4905 ribu ton.
5000 4500 4000 3500 3000 Volume Ekspor 2500 (000 ton) 2000
mk bk ms
1500
bs
1000
ma
500 0
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
Gambar 6 Volume ekspor beberapa jenis minyak nabati dan ikutannya (mk=minyak kelapa; bk=bungkil kelapa; ms=minyak sawit; bs=bungkil sawit; ma=minyak atsiri)
Salah satu upaya yang ditempuh negara-negara produsen minyak kelapa dan hasil ikutan lainnya adalah membentuk wadah yaitu Asian and Pacific Coconut Community (APCC) yang merupakan organisasi antar negara yang saat ini beranggotakan
15
negara
penghasil kelapa dunia (Indonesia
termasuk
didalamnya). Organisasi ini dibentuk dengan misi membantu/ mendorong anggotanya untuk mengembangkan atau melakukan perubahan teknologi kearah lebih baik dan lebih bersemangat (APCC 2005). Peluang peningkatan peran
18
komoditi berbasis bahan baku kelapa diupayakan dengan usaha diversifikasi produk baik untuk memenuhi kebutuhan pangan maupun non pangan. Dalam rangka mengantisipasi persyaratan global APCC juga berupaya merumuskan beberapa standardisasi produk misalnya, standar mutu Virgin Coconut Oil (VCO) sebagai salah satu jenis produk yng memiliki
prospek
unggulan. Provinsi Sulawesi Utara sebagai wilayah yang secara tradisional menjadi salah satu sentra produksi kelapa nasional sangat berkepentingan dengan program-program APCC tersebut.
II.5. Landasan teori metode analisis II.5.1. Metode Indeks Agroindustri Penentuan agroindustri unggulan wilayah menggunakan Metode Indeks Agroindustri, yaitu suatu metode kuantitatif yang dirancang untuk memperoleh suatu nilai pembanding antar peubah-peubah yang diasumsikan sebagai faktor penentu sistem pengembangan agroindustri pada suatu wilayah. Menurut kamus Wikipedia (http://www.wikipediadictionary.com/) indeks didefinisikan sebagai: suatu skala numerik yang digunakan untuk membandingkan sustu peubah dengan peubah lainnya atau dengan sejumlah referensi bilangan. Indeks juga didefinisikan sebagai bilangan yang diperoleh dari suatu formula, yang digunakan untuk penggolongan suatu set data (Index Dictionary: http://www.thefreedictionary.com/index ) Peubah-peubah yang dijadikan input model adalah: 1. Luas lahan, sebagai indikator ketersediaan lahan dalam
penyusunan
strategi pengembangan bahan baku 2. Total Produksi, sebagai indikator ketersediaan bahan baku yang menjadi pertimbangan dalam perencanaan kapasitas terpasang industri 3. Investasi, sebagai indikator
preferensi sektor swasta yang terkait erat
dengan pergerakan pasar 4. Penyerapan tenaga kerja pada keseluruhan kegiatan agroindustri per basis komoditas bahan baku Beberapa metode penentuan unggulan baik komoditas maupun produk yang dikenal antara lain 1) Indeks Revealed Comparative Advantage (RCA) yang pada
19
awalnya dirumuskan oleh Bela Balassa, didasarkan pada kemampuan daya saing ekspor suatu produk (Barry and Hannan 2001), 2) Location Quotion (LQ) yang didasarkan pada penetapan sektor basis ekonomi dengan melihat
kapasitas
industri di suatu wilayah dibandingkan dengan skala nasional (Isard et al. 1998) atau antara relatif produksi komoditas i dibandingkan total produksi keseluruhan komoditas pada suatu wilayah, dan relatif produksi komoditas i pada wilayah tertentu dibandingkan relatif produksi komoditas i pada tingkat nasional (BPTP Sulut 2003). RCA dan LQ adalah metode penentuan secara kuantitatif. Metode penentuan komoditas/ produk unggulan yang sering digunakan dalam penelitianpenelitian agroindustri adalah Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) yang didasarkan pada penilaian seorang atau sejumlah pakar terhadap berbagai alternatif komoditas atau produk setelah lebih dahulu ditetapkan kriteria dan derajat kepentingan dari kriteria tersebut.
II.5.2. Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) Penentuan produk unggulan dalam penelitian ini menggunakan Metode Perbandingan Exponensial (MPE). MPE merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak (Marimin 2002).
Survey pakar dilakukan untuk menginventarisasi dan melakukan
pembobotan terhadap Kriteria yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan Alternatif produk unggulan. Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan menggunakan MPE menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) adalah:
penentuan alternatif keputusan,
penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji,
penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengambil keputusan,
penentuan derajat kepentingan relatif setiap pilihan keputusan pada setiap kriteria keputusan,
penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan,
pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan.
20
II.5.3. Analytical Hierarchy Process (AHP) Analitical Hierarchy Process (AHP- Saaty 1982), adalah alat analisis untuk mengorganisir informasi dan keputusan dalam memilih alternatif yang paling disukai dengan berbagai kriteria yang ditetapkan. Penyelesaian AHP dilakukan secara manual atau secara komputerisasi misalnya dengan perangkat lunak Criterium Decision Plus. Ide dasar prinsip kerja AHP menurut Saaty (1982) adalah prinsip menyusun hirarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis. Salah satu sifat dari kriteria yang disusun dengan baik adalah relevansinya dengan masalahmasalah kunci yang ada. Keputusan akhir mengharuskan pengambil keputusan untuk memperkirakan bagaimana perbandingan suatu alternatif dengan alternatif lainnya dalam kondisikondisi yang akan dihadapi dimasa yang akan datang. Langkah-langkah yang dilaksanakan dalam menggunakan metode AHP adalah: •
Penyusunan struktur hirarki
•
Pembobotan elemen-elemen (kriteria maupun alternatif), yang diawali dengan pendataan pendapat responden, kemudian pengolahan data untuk menentukan nilai eigen (eigenvektor)
•
Pengurutan tingkat kepentingan. Prinsip kerja AHP yang digunakan adalah perbandingan berpasangan
(pairwise comparisons) sehingga tingkat kepentingan suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain maupun antara suatu alternatif dengan alternatif lainnya dapat dinyatakan dengan jelas dengan bantuan penggunaan skala pendapat. Saaty (1982) memberikan pedoman penggunaan skala 1 sampai 9 sebagai skala terbaik dalam mengkualifikasi pendapat untuk berbagai permasalahan. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan AHP dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan menurut Marimin (1999) adalah: •
Kesatuan: AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur.
•
Kompleksitas: AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
21
•
Saling ketergantungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.
•
Penyusunan hirarki: AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.
•
Pengukuran: AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujud suatu metode untuk menetapkan prioritas.
•
Konsistensi:
AHP melacak
konsistensi logis dari pertimbangan-
pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. •
Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan suatu alternatif.
•
Tawar-menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.
•
Penilaian dan konsensus: AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda.
•
Pengulangan proses: AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan Pada beberapa penelitian, AHP digunakan untuk pemilihan strategi
pengembangan misalnya penelitian pengembangan agroindustri minyak pala dari Irawadi et al. (2002) yang menggunakan teknik pendekatan sistem dan teknik AHP. Teknik pendekatan sistem untuk memudahkan identifikasi faktor-faktor yang penting dalam perencanaan pengembangan, dan teknik AHP untuk memudahkan permodelan prioritas permasalahan dan memilih alternatif strategi pengembangan. Menurut Dedi Mulyadi (2001) yang menggunakan AHP pada rancang bangun strategi terpadu agroindustri rotan, kekuatan AHP terletak pada rancangannya
yang
bersifat
holistik
yang
menggunakan
berdasarkan intuisi, data kuantitatif dan preferensi kualitatif.
pertimbangan
22
II.5.4. Interpretative Structural Modeling (ISM) Interpretative Structural Modeling (ISM), adalah suatu teknik yang digunakan dalam permodelan yang mampu mensinkronisasi pendapat para ahli dalam memberikan gambaran yang konkrit tentang struktur hirarki sub-elemen dari setiap elemen sistem, dan dalam menemukan sub-elemen kunci serta karakter setiap sub-elemen, sebagai basis pengetahuan yang bermanfaat untuk menyusun perencanaan strategi pengembangan agroindustri yang terpadu dan lintas sektor (Machfud 2001). Menurut Eriyatno (2003) ISM adalah salah satu alat strukturisasi dalam teknik permodelan deskriptif yang digunakan terutama untuk pengkajian oleh suatu tim tetapi juga dapat dipergunakan oleh seorang peneliti. Model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem melalui pola yang dirancang dengan menggunakan grafis dan kalimat. Penggunaan teknik ISM mengikuti beberapa tahap pengkajian sebagai berikut: 1) Pembangkitan elemen-elemen yang terkait dengan perihal yang dikaji, 2) setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen yang memadai, 3) penetapan hubungan kontekstual antar sub-elemen, 4) berdasarkan pertimbangan hubungan kontekstual disusun Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) menggunakan simbol V, A, X, dan O, 5) transformasi VAXO menjadi Reachability Matrix (RM) bilangan biner, 6) lakukan Aturan Transivity sampai mendapatkan RM final, 7) penggambaran skema setiap elemen menurut jenjang vertikal maupun horisontal. Elemen kunci diperoleh dari hasil rangking yang mengacu pada aspek Driver Power, 8) klasifikasi sub-elemen dengan menempatkan Driver Power (DP) dan Dependence (D) sebagai ordinat x,y pada sumbu koordinat . Klasifikasi sub-elemen digolongkan dalam empat sektor yaitu: Sektor 1: Weak driver-weak dependent variables (Autonomous). Hubungan peubah di sektor ini dengan sistem relatif kecil atau tidak ada kaitannya. Sektor 2: Weak driver-strongly dependent variables (Dependent). Peubah pada sektor ini sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan terhadap sistem terutama dari peubah linkage.
23
Sektor 3: Strong driver-strongly dependent variables (Linkage). Hubungan antar peubah pada sektor ini tidak stabil. Setiap tindakan pada peubah tersebut akan berdampak pada peubah lainnya. Sektor 4: Strong driver-weak dependent variables (Independent). Peubah pada sektor ini disebut peubah bebas.
Hubungan kontekstual antar sub-elemen teknik ISM dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis dan interpretasinya seperti terlihat pada Tabel 1 (Eriyatno 2003). Tabel 1 Jenis dan interpretasi hubungan kontekstual antar sub-elemen ISM Jenis 1 2
Perbandingan (comparative) Pernyataan (Definitive)
3
Pengaruh (Influence)
4
Keruangan (Spatial)
5
Kewaktuan (Temporal Time Scale)
Interpretasi - A lebih penting/ besar/ indah daripada B - A adalah atribut B - A mengartikan B - A termasuk dalam B - A menyebabkan B - A sebagian penyebab B - A mengembangkan B - A menggerakkan B - A meningkatkan B - A diselatan/utara B - A diatas B - A sebelah kiri B - A mendahului B - A mengikuti B - A mempunyai prioritas lebih dari B
II.5.5. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah framework dari keempat faktor yaitu (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (peluang) dan
Strengths Threats
(ancaman) yang sangat erat kaitannya dengan konsep strategi (Manktelow 2004) Rangkuti (2001) menyebut analisis SWOT sebagai identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. yang didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan
dan peluang, namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.
24
Hansen dan Hansen (2005) menyebut analisis SWOT sebagai alat analisis kunci dalam perencanaan strategis. Perencanaan untuk menyusun formulasi strategis dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu: (1) tahap pengumpulan data dengan melakukan evaluasi faktor eksternal dan internal,
(2) tahap analisis dengan membuat beberapa matriks
spesifik, dan (3) tahap pengambilan keputusan dengan matriks perencanaan strategis kualitatif. Akuisisi pendapat pakar digunakan untuk memberi nilai sebagai preferensi pelaku terhadap elemen-elemen SWOT, yang selanjutnya dapat dianalisis dengan bantuan berbagai teknik iterpretatif menghasilkan prioritasprioritas spesifik. Menurut Irawadi el al. (2002) Strategi yang dijalankan suatu perusahaan merupakan reaksi atas perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi, dan hasil analisis kualitatif SWOT merupakan dasar penentuan posisi perusahaan untuk dapat memperkuat strategi operasionalnya. Kemampuan perusahaan (organisasi) memetakan kekuatan dan kelemahannya dalam persaingan agar mampu memanfaatkan peluang yang ada, dan dapat meminimalkan resiko dari ancaman persaingan, adalah strategi yang harus dibuat. Terdapat empat kombinasi rumusan strategi yang diperoleh dari analisis SWOT yang merupakan interaksi antar faktor internal dan eksternal SWOT yaitu strategi SO (interaksi kekuatan dan peluang), strategi WO (interaksi kelemahan dan peluang), strategi ST (interaksi kekuatan dan ancaman) dan strategi WT (interaksi kelemahan dan ancaman) (Irawadi et al. 2002). Walaupun belum ada acuan yang baku mengenai analisis SWOT, tetapi aplikasinya dapat diperkaya dengan berbagai teknik pembobotan atau dapat juga di gabungkan dengan berbagai teknik analisis lainnya misalnya A’WOT (Kajanus et.al 2001) yang menganalisis elemen-elemen SWOT dengan metode pairwise comparisons menggunakan teknik AHP. Sangat disayangkan karena tidak diberi alasan penghilangan unsur S (strength) pada nama metodenya karena dalam analisisnya ternyata unsur strength cukup dominan.
25
II.5.6. Analisis ketersediaan sumber daya Secara umum sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang atau jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia dan dipandang sebagai sesuatu yang memiliki nilai ekonomi (Fauzi 2004). Ensiklopedia Webster maupun Encarta (Encarta dictionary 2005) mendefinisikan sumber daya (resource) sebagai: 1. seseorang atau sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sumber bantuan atau informasi 2. sumber persediaan atau cadangan kebutuhan sesuatu seperti orang, uang atau peralatan 3. kemampuan untuk menemukan solusi dari permasalahan 4. dalam pengertian jamak sumber daya didefinisikan sebagai kemampuan (bakat) atau kapasitas alami yang tampil pada waktu yang dibutuhkan; kekayaan (aset) alam, ekonomi, politik, militer suatu negara; aset perusahan / perdagangan misalnya manusia, modal, mesin atau stok untuk memperoleh keuntungan Beberapa tipe sumber daya yang dikenal adalah: 1) Sumber daya alam (SDA) yaitu material alami yang dapat diolah dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia seperti air, udara, lahan, hewan, tumbuhan dan bahan tambang (Fauzi 2004). 2) Sumber daya manusia (SDM) lebih diarahkan pada pemahaman peran manusia yang berkaitan dengan fungsi manajemen dan kemampuan mengelola sumber daya alam. Menurut Siagian (2006) pendekatan sumber daya manusia sifatnya multidimensional. Pada aktifitas agroindustri ketersediaan sdm lebih diarahkan pada ketersediaan tenaga kerja trampil / profesional yang didukung program / prasarana pendidikan dan pelatihan. 3) Sumber daya sosial (SDS) yang berkaitan dengan peran organisasi formal maupun non formal pada kegiatan ekonomi. De Soto (2006) menggolongkan sumber daya sosial sebagai properti nonformal dan kontrak-kontrak sosial. 4) Sumber daya teknologi (SDT) atau juga disebut sumber daya pembangunan menyangkut ketersediaan sarana transportasi, teknologi informasi, peralatan mekanisasi pertanian sampai industri pengolahan hasil. Kekuatan teknologi menggambarkan peluang dan ancaman yang harus dipertimbangkan dalam perumusan strategi (David 2002).