II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Prestasi Kerja Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Mangkunegara, 2004). Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkatan pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono, 2009). Menurut Rivai (2006), kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. 2.1.1 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi pegawai adalah suatu proses penilaian prestasi kerja pegawai yang dilakukan pemimpin perusahaan secara sistematik berdasarkan pekerjaan
yang
ditugaskan
kepadanya
(Mangkunegara,
2004).
Menurut
Notoatmodjo (2003), penilaian prestasi kerja (performance appraisal) dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia adalah sangat penting artinya. Hal ini mengingat bahwa dalam kehidupan organisasi setiap orang sumber daya manusia dalam organisasi ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang adil dari pemimpin organisasi yang bersangkutan. Menurut Dessler (2006), penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan/atau di masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya. Menurut Mangkuprawira (2004), penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Penilaian prestasi merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya (Rivai, 2006). Penilaian prestasi merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan ulang dan evaluasi prestasi kerja seseorang secara periodik
6
(Panggabean, 2004). Menurut Noe et al (2010), penilaian prestasi adalah proses dimana organisasi mendapatkan informasi tentang seberapa baik seorang karyawan melakukan pekerjaannya. Menurut Moeheriono (2009), penilaian prestasi kinerja adalah proses yang meliputi, penetapan standar prestasi kerja, penilaian prestasi kerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar kerja dan memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemunduran prestasi kerja. 2.1.2 Tujuan Penilaian Prestasi Kerja Tujuan penilaian atau evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari evalusi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999) dalam Mangkunegara (2007) adalah : a. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja. b. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu. c. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang. d. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. e. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah. 2.1.3 Manfaat Penilaian Prestasi Kerja Menurut Mangkuprawira (2004), penilaian kinerja karyawan memiliki manfaat ditinjau dari beragam perspektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen sumber daya manusia, yaitu sebagai berikut : a. Perbaikan Kinerja Umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan, manajer dan spesialis personal dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja.
7
b. Penyesuaian Kompensasi Penilaian prestasi kerja membantu pengambil keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah dan bonus yang didasarkan pada sistem merit. c. Keputusan Penempatan Promosi, transfer dan penurunan jabatan biasanya didasarkan pada kinerja masa lalu dan antisipatif. Misalnya dalam bentuk penghargaan. d. Kebutuhan Pelatihan dan Pengembangan Kinerja buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan kembali. Setiap karyawan hendaknya selalu mampu mengembangkan diri. e. Perencanaan dan Pengembangan Karir Umpan balik kinerja mambantu proses pengambilan keputusan tentang karir spesifik karyawan. f. Defisiensi Proses Penempatan Staf Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM. g. Ketidakakuratan Informasi Kinerja buruk dapat mengindikasikan kesalahan dalam informasi analisis pekerjaan, rencana SDM, atau hal lain dalam sistem manajemen personal. Hal demikian akan mengarah pada ketidaktepatan dalam keputusan menyewa karyawan, pelatihan dan keputusan konseling. h. Kesalahan Rancangan Pekerjaan Kinerja buruk mungkin sebagai sebuah gejala dari rancangan pekerjaan yang keliru. Lewat penilaian prestasi kerja dapat didiagnosis kesalahan-kesalahan tersebut. i. Kesempatan Kerja yang Sama Penilaian kinerja yang akurat secara aktual menghitung kaitannya dengan kinerja dapat menjamin bahwa keputusan penempatan internal bukanlah sesuatu yang bersifat diskriminasi. j. Tantangan-Tantangan Eksternal Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, keuangan, kesehatan atau masalah-masalah lainnya. Jika
8
masalah-masalah tersebut tidak diatasi melalui penilaian, departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuannya. k. Umpan Balik pada SDM Kinerja yang baik dan buruk diseluruh organisasi mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departemen SDM diterapkan. 2.1.4 Faktor-Faktor Penilaian Prestasi Kerja Menurut Moeheriono (2009), faktor penilaian adalah aspek-aspek yang diukur dalam proses penilaian kinerja individu. Faktor penilaian kinerja tersebut terdiri atas empat aspek, yakni seperti berikut : a. Hasil Kerja Yaitu keberhasilan karyawan dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya dan berapa besar kenaikannya, misalkan, omset pemasaran, jumlah keuntungan dan total perputaran aset, dan lain-lain. b. Perilaku Yaitu aspek tindak tanduk karyawan dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama karyawan maupun kepada pelanggan. c. Kompetensi Yaitu kemahiran dan penguasaan karyawan sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, keterampilan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif, dan komitmen. d. Komparatif Yaitu membandingkan hasil kinerja karyawan dengan karyawan lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales berapa besar omset penjualannya selama satu bulan. Pada Tabel 1, menjelaskan contoh-contoh variabel penilaian kinerja yang biasanya digunakan dalam perusahaan sebagai berikut :
9
Tabel 1. Berikut ini adalah contoh-contoh dari beberapa variabel penilaian kinerja dalam suatu organisasi. No. 1
Variabel Hasil Kerja
2
Keterampilan Kerja
3
Pengetahuan Jabatan (Professional Knowledge) Pengambilan Keputusan
4
5
Kepemimpinan
6
Kerja Sama
7
Tanggung Jawab
8
Disiplin
9
Inisiatif
10
Komunikasi
11
Melayani (Service Excellence)
12
Sikap (attitude)
Pengertian Pencapaian hasil kerja atau target karyawan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Kemampuan melaksanakan pekerjaan berdasarkan juklak/juknis atau intruksi dari atasan Pengetahuan dan pemahaman prosedur kerja, sistem, dokumen, sasaran sesuai dengan ruang lingkup tugas dan jabatan
Sumber Performance
Kemampuan untuk mengambil keputusan dan bertanggung jawab terhadap keputusan sesuai ruang lingkup tugas dan wewenangnya Kemampuan memotivasi dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan Kesediaan untuk berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain/jabatan lain dalam kerangka menjalankan tugas pekerjaan Kesediaan melibatkan diri dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan unit kerja maupun organisasi Kesediaan untuk teratur dan tertib dalam bekerja agar tidak menghambat pelaksanaan tugas Kemampuan membuat gagasan-gagasan atau ide baru diluar rutinitas atau keberanian untuk mengambil tindakan pada situasi yang kurang menguntungkan Kemampuan untuk mengkomunikasikan dan menyampaikan gagasan secara tertulis atau lisan dengan tata bahasa yang baik Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan memberikan pelayanan sesuai dengan keinginannya jika komplain Kemampuan atau tindakan sikapnya terhadap perusahaan dan karyawan lain serta kerjasamanya
Competency
Competency
Competency
Competency Job behavior
Job behavior
Job behavior
Job behavior
Job behavior
Job behavior
Job behavior
Sumber : Moeheriono (2009)
2.1.5 Metode Penilaian Prestasi Kerja Menurut Moeheriono (2009), pada dasarnya, pemilihan metode sangat dipengaruhi oleh ukuran organisasi, skala bisnis dan tingkat kompleksitas bisnis. Untuk organisasi-organisasi yang berukuran kecil, skala bisnis dan tingkat kompleksitasnya sederhana, maka metode rangking (langsung, alternatif dan berpasangan) biasanya dipakai. Namun, untuk organisasi yang berukuran besar, skala bisnis dan tingkat kompleksitas bisnis rumit, metode ini kurang bisa mendorong kinerja karyawan. Dalam hal ini, dipakai metode atau pendekatan lain, yaitu sebagai berikut.
10
a. Metode Skala Rating Grafik Metode ini adalah bentuk evaluasi kinerja yang paling sering banyak digunakan. Metode ini terdiri atas deskripsi kinerja yang dinilai dengan skala. b. Metode Skala Rating Perilaku Metode ini merupakan pengembangan skala rating grafik dengan menekankan pada kriteria perilaku karyawan secara spesifik. Skala ini dikembangkan untuk memberikan hasil yang bisa digunakan bawahan dalam meningkatkan kinerja dan memungkinkan atasan memberikan umpan balik. c. Management By Objectives (MBO) Pendekatan ini dimulai dengan penetapan tujuan atau sasaran kinerja untuk periode penilaian yang akan datang. Kemudian, atasan dan bawahan menetapkan suatu strategi yang tepat untuk mencapai sasaran tersebut. Pada akhir penilaian, kinerja aktual dievaluasi dalam kaitannya dengan sasaran yang disepakati. Penilaian dalam 3600 terhadap karyawan adalah menentukan siapa yang harus menilai. Ada beberapa pilihan untuk menentukan siapa yang menilai, yaitu seperti berikut. a. Atasan langsung, hampir sebagian besar perusahaan menggunakan hanya atasan langsung sebagai penilai kinerja seseorang. Penggunaan metode hanya atasan langsung pada umumnya banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan skala kecil, hal ini dimungkinkan karena jumlah pegawainya sedikit, tetapi untuk perusahaan-perusahaan besar pun sebenarnya cara ini telah lama ditinggalkan. Artinya, penilaian tidak hanya dilakukan oleh atasan langsung, minimal dilakukan oleh dua atasan di atasnya. b. Rekan sekerja Alasan kenapa rekan sekerja dilibatkan dalam penilaian karena rekan sekerja sehari-hari berinteraksi dengan pegawai yang dinilai. Interaksi ini memberikan pandangan menyeluruh terhadap kinerja seorang pegawai dalam pekerjaannya. c. Diri sendiri Evaluasi diri sendiri dimaksudkan untuk merangsang pembahasan kinerja antara karyawan dan atasan.
11
d. Bawahan langsung Evaluasi bawahan langsung dapat membedakan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manajer karena penilai mempunyai kontak langsung dengan yang dinilai. e. Pelanggan Baik pelanggan internal maupun eksternal. Pelanggan internal adalah orangorang di dalam perusahaan yang kadar interaksinya (dalam pekerjaan) dengan pegawai yang dinilai sangat tinggi, sedangkan pelanggan eksternal adalah orang-orang di luar perusahaan yang membeli produk atau jasa kita. Metode atau teknik penilaian prestasi kerja karyawan dapat digunakan dengan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan (Mangkuprawira, 2004). a. Metode Berorientasi Masa lalu Pendekatan-pendekatan berorientasi masa lalu memiliki kekuatan dalam hal kinerja yang telah terjadi dan untuk beberapa hal mudah untuk diukur. Kelemahan yang jelas dari teknik ini adalah kinerja tidak dapat diubah. Akan tetapi, manakala kinerja masa lalu dievaluasi, para karyawan memperoleh umpan balik yang dapat mengarahkan untuk upaya-upaya yang diperbarui ke kinerja yang lebih baik. Berikut ini diuraikan teknik-teknik penilaian jenis ini. a) Skala Penilaian Penilaian pestasi kerja ini sarat dengan evaluasi subyektif atas kinerja individual dengan skala dari terendah sampai tertinggi. Penilaian ini banyak didasarkan pada opini penilai dan dibanyak kasus kriteria tidak langsung terkait pada kinerja pekerjaan. Hal-hal yang dievaluasi misalnya dalam segi kehandalan, inisiatif, output keseluruhan, sikap, kerja sama, kualitas kerja, dan sebagainya. Kemudian dibuat derajat skala misalnya dari buruk, cukup, sampai sempurna yang tiap skala tersebut diberi skor dari satu sampai lima. Dari perhitungan numerik dapat diperoleh total skor dan rata-ratanya. Teknik ini dinilai murah untuk mengembangkan dan mengelola dimana penilaian membutuhkan pelatihan yang sedikit, waktu yang relatif singkat dalam mengisi formulir dan dapat diterapkan untuk banyak karyawan.
12
b) Daftar Periksa Metode daftar periksa mensyaratkan penilai untuk menyeleksi kata-kata atau pernyataan yang menggambarkan kinerja dan karakteristik karyawan. Metode ini dibuat sedemikian rupa dengan memberikan bobot tertentu pada setiap hal (item) yang terkait dengan derajat kepentingan dari item tersebut. Misalnya, yang menyangkut aspek-aspek kerajinan bekerja, memelihara alat-alat kantor dengan baik, kerja sama yang kooperatif, karyawan memiliki rencana kerja sampai derajat perhatian terhadap petunjuk yang diberikan atasan dalam kaitannya dengan pelaksanaan di lapangan dan sebagainya. Total bobot mencapai 100. Kemudian semuanya diperiksa untuk melihat total bobot setiap karyawan. Metode ini relatif praktis dan terstandar. Namun, apabila banyak digunakan pernyataan-pernyataan bersifat umum akan mengurangi keterkaitannya dengan pekerjaan itu sendiri. c) Metode Pilihan yang Dibuat Metode pilihan yang dibuat mensyaratkan penilai untuk memilih pernyataan paling umum dalam setiap pasangan pernyataan tentang karyawan yang dinilai. Sering kedua pasangan pernyataan itu mengandung unsur-unsur positif dan negatif. d) Metode Kejadian Kritis Metode ini mensyaratkan penilai untuk mencatat penyataan-pernyataan yang menggambarkan perilaku bagus dan buruk yang terkait dengan kinerja pekerjaan. Biasanya pernyataan tentang kejadian kritis tersebut dicatat oleh para penyelia selama periode evaluasi untuk setiap bawahan. Metode ini sangat bermanfaat untuk memberikan umpan balik kepada karyawan. e) Metode Catatan Prestasi Sangat dekat dengan metode kejadian kritis adalah metode catatan prestasi yang digunakan utamanya oleh kalangan profesional. Bentuk catatan berbagai prestasi meliputi aspek-aspek publikasi, pidato, peran kepemimpinan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang terkait dengan pekerjaan profesional.
13
b. Penilaian Berorientasi Masa Depan Penilaian berorientasi masa depan berfokus pada kinerja masa depan dengan mengevaluasi potensi karyawan atau merumuskan tujuan kinerja masa depan. Dalam praktiknya, banyak pendekatan berorientasi masa lalu meliputi sebuah bagian bagi penyelia dan karyawan untuk mencatat rencana masa depannya. Ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja masa depan, yaitu sebagai berikut. a) Penilaian Diri Apa yang dilakukan para karyawan untuk mengevaluasi diri dapat menjadi teknik evaluasi yang bermanfaat jika tujuan dari penilaian adalah untuk pengembangan diri lebih jauh. Dimensi penting dari penilaian diri adalah keterlibatan karyawan dalam komitmen proses perbaikan kinerja. b) Pengelolaan berdasarkan Tujuan Inti pokok dari pendekatan pengelolaan berdasarkan tujuan meliputi tujuan-tujuan yang secara obyektif dapat diukur dan bersama-sama diakui oleh karyawan dan manajer. c) Penilaian Psikologis Beberapa perusahaan mempekerjakan ahli psikologi industri, baik sebagai pekerja penuh, paruh waktu (menurut kebutuhan). Apabila psikolog digunakan untuk evaluasi, mereka menilai potensi individu masa depan dan bukan kinerja individu masa lalu. d) Pusat-Pusat Penilaian Pusat-pusat penilaian merupakan metode lain untuk menilai potensi masa depan, tetapi tidak menyandarkan diri hanya pada seorang psikolog. Pusatpusat penilaian adalah bentuk penilaian terhadap karyawan yang standar yang mengandalkan pada beragam tipe evaluasi dan penilaian yang ganda. Tipe ini biasanya digunakan untuk para manajer yang tampil dengan potensi untuk melakukan pekerjaan yang lebih bertanggung jawab. 2.2. Pengembangan Karir Karyawan Karir adalah suatu proses seseorang selama bekerja, ada cara dan jalur untuk mengembangkannya. Karir merupakan bagian dari perjalanan dan tujuan hidup seseorang (Moeheriono, 2009). Kini, karir dikenal sebagai karir yang senantiasa
14
berubah. Karir yang senantiasa berubah (protean career) berdasarkan arah diri dengan sasaran keberhasilan psikologis pada pekerjaan seseorang. Para karyawan mengambil tanggung jawab utama untuk mengelola karirnya (Noe et al, 2010). Menurut Panggabean (2004), implementasi perencanaan karir merupakan pengembangan karir. Pengembangan karir dapat didefinisikan sebagai semua usaha pribadi karyawan yang ditujukan untuk melaksanakan rencana karirnya melalui pendidikan, pelatihan, pencarian dan perolehan kerja serta pengalaman kerja. Titik awal pengembangan karir dimulai dari diri karyawan itu sendiri, dimana setiap orang bertanggung jawab atas pengembangan atau kemajuan karirnya. Setelah komitmen dimiliki, beberapa kegiatan pengembangan karir dapat dilakukan. Untuk mengarahkan pengembangan karir agar menguntungkan karyawan
dan
organisasi,
departemen
SDM
melakukan
pelatihan
dan
pengembangan bagi karyawan. Menurut Rivai (2006), pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Perencanaan karir sebagai upaya untuk pengembangan karir haruslah mempertimbangkan keinginan karyawan. Suatu penelitian menyimpulkan bahwa ada lima hal yang menjadi keinginan karyawan, yaitu : a. Persamaan karir (career equity) Karyawan menginginkan adanya kesamaan di dalam sistem promosi dan kesempatan memajukan karir. b. Masalah pengawasan (supervisory concern) Karyawan menginginkan di dalam pengembangan karirnya ada peran aktif para pengawas serta dapat memberikan umpan balik bagi prestasi kerjanya. c. Kesadaran akan adanya kesempatan (awareness of opportunity) Karyawan menginginkan adanya kesempatan untuk berkarir. d. Minat karyawan (employment interest) Karyawan mempunyai keinginan tingkat minat yang berbeda-beda dalam memajukan karirnya. e. Kepuasan karir (career satisfaction) Tingkat kepuasan karir karyawan berbeda-beda tergantung pada usia dan kedudukan karyawan tersebut.
15
Menurut Rivai (2006), kinerja, pendidikan, pengalaman dan kadang-kadang keberuntungan berpengaruh terhadap pencapaian karir individu. Dengan demikian, pengembangan karir merupakan tindakan seorang karyawan untuk mencapai rencana karirnya. Departemen SDM perlu fleksibel dan proaktif di dalam melakukan pengembangan karir karyawan. Fleksibilitas di dalam program pengembangan karir penting sekali, karena jika produktivitas meningkat, kepuasan pribadi meningkat serta tercapainya efektivitas perusahaan, hal ini sebagai salah satu indikator bahwa tujuan dari perencanaan dan pengembangan karir karyawan tercapai dengan baik. 2.2.1 Manfaat Pengembangan Karir Karyawan Menurut Panggabean (2004), pada dasarnya pengembangan karir dapat bermanfaat bagi organisasi maupun karyawan. Bagi organisasi, pengembangan karir dapat : a. Menjamin ketersediaan bakat yang diperlukan b. Meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
mendapatkan
dan
mempertahankan karyawan-karyawan yang berkualitas c. Menjamin agar kelompok-kelompok minoritas dan wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan karir d. Mengurangi frustasi karyawan e. Mendorong adanya keanekaragaman budaya dalam sebuah organisasi f. Meningkatkan nama baik organisasi Bagi karyawan, pengembangan karir identik dengan keberhasilan, karena pengembangan karir bermanfaat untuk dapat : a. Menggunakan potensi seseorang dengan sepenuhnya b. Menambah tantangan dalam bekerja c. Meningkatkan otonomi d. Meningkatkan tanggung jawab 2.2.2 Tahap-Tahap Pengembangan Karir Individu Menurut Rivai (2006), hubungan antara tahapan-tahapan karir dan kebutuhan individu dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :
16
Kebutuhan Utama
Keamanan, Jaminan
Pencapaian, Harga Diri, Kebebasan
Harga Diri, Aktualisasi Diri
Aktualisasi Diri
Fase Awal Pegawai Kontrak
Fase Lanjutan Promosi
Fase Mempertahankan Mempertahankan Posisi
Fase Pensiun Berpikir Strategis
Usia Tahap Karir
Gambar 1. Tahap-tahap karir (Rivai, 2006) Fase awal atau fase pembentukkan menekankan pada perhatian untuk memperoleh jaminan terpenuhinya kebutuhan dalam tahun-tahun awal pekerjaan. Selanjutnya adalah fase lanjutan, dimana pertimbangan jaminan keamanan sudah mulai berkurang, namun lebih menitikberatkan pada pencapaian, harga diri dan kebebasan. Fase selanjutnya adalah fase mempertahankan, pada fase ini, individu mempertahankan pencapaian keuntungan atau manfaat yang telah diraihnya sebagai hasil pekerjaan dimasa lalu. Individu telah merasa terpuaskan, baik secara psikologis maupun finansial. Setelah fase mempertahankan dilewati, individu kemudian memasuki fase pensiun. Pada fase pensiun ini individu telah menyelesaikan satu karir, dan dia akan berpindah ke karir yang lain, dan individu memiliki kesempatan untuk mengekspresikan aktualisasi diri yang sebelumnya tidak dapat dia lakukan. 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Sari (2005), dalam skripsi yang berjudul Kajian Evaluasi Penilaian Prestasi Kerja dan Promosi Jabatan Pada PT Champion Kurnia Djaja Technologies. Pelaksanaan penilaian prestasi kerja pada PT Champion Kurnia Djaja Technologies
menggunakan metode management by objective (manajemen
berdasarkan sasaran) dan skala penilaian grafik. Alat analisis yang digunakan adalah uji korelasi spearman. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, terdapat hubungan yang kuat antara variabel penilaian prestasi kerja dengan pola karir (jenjang karir, promosi karyawan dan pengembangan karir). Selain itu ditemukan juga bahwa penilaian prestasi kerja memiliki hubungan yang lemah terhadap peluang karyawan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Lemahnya hubungan tersebut menyebabkan analisis
17
untuk mengetahui hubungan antara penilaian prestasi kerja dengan pola karir tidak dapat dilakukan lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena responden tidak konsisten dalam menjawab pertanyaan kuesioner sehingga sulit untuk mengamati keadaan yang sebenarnya terjadi. Saputra (2006), dalam skripsi yang berjudul Hubungan Faktor-Faktor Penilaian Prestasi Kerja Dengan Pengembangan Karir Pegawai Pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata PEMKAB Bogor yang bertujuan menganalisis hubungan faktor-faktor penilaian prestasi kerja dengan pengembangan karir pegawai. Alat analisis yang digunakan adalah uji korelasi spearman. Berdasarkan analisis hubungan faktor-faktor penilaian prestasi kerja dengan pengembangan karir pegawai, faktor tanggung jawab memiliki hubungan yang sangat kuat dengan pengembangan karir pegawai, kualitas kerja memiliki hubungan yang kuat dengan pengembangan karir pegawai. Faktor yang memiliki hubungan sedang dengan pengembangan karir pegawai yaitu kuantitas kerja, kepemimpinan, inisiatif, kepribadian, pengetahuan pekerjaan, dan kerjasama. Sedangkan faktor yang memiliki hubungan rendah dengan pengembangan karir pegawai yaitu kesetiaan dan faktor yang memiliki hubungan sangat rendah dengan pengembangan karir pegawai yaitu kehadiran. Oktavianto (2010), dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Pengembangan Karir Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan (Studi Kasus PT XYZ Bogor). Pelaksanaan penilaian kompetensi yang diterapkan adalah sistem penilaian 360 derajat yang dinamakan sebagai CBRHM (Competence Based Human Resource Management). Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa sistem pengembangan karir dan sistem peningkatan kinerja yang diterapkan di PT XYZ Bogor sudah dilaksanakan dengan baik. Faktor kualifikasi pada pengembangan karir mendominasi pengaruh terhadap peningkatan kinerja dan diikuti oleh faktor kompetensi.