7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Kehidupan Kerja 2.1 Kualitas kehidupan kerja atau yang dikenal dengan istilah Quality of Work Life (QWL) dijelaskan Siagian (2007) sebagai sebagai upaya yang sistematik dalam kehidupan organisasional melalui cara dimana para karyawan diberi kesempatan untuk turut berperan menentukan cara mereka bekerja dan sumbangan yang mereka berikan kepada organisasi dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. Flippo (2005) mendefinisikan QWL sebagai setiap kegiatan perbaikan yang terjadi pada setiap tingkatan dalam suatu organisasi untuk meningkatkan efektifitas organisasi yang lebih besar melalui peningkatan martabat dan pertumbuhan manusia. QWL bukan hanya sebagai pendekatan mengenai pemerkayaan dan pemekaran pekerjaan saja melainkan QWL juga sebagai falsafah atau suatu pendekatan yang mencakup banyak kegiatan yang berbeda di tempat kerja yang bertujuan untuk memajukan pertumbuhan dan martabat manusia, bekerja sama dan saling membantu, menentukan perubahan-perubahan kerja secara partisipatif dan menganggap tujuan-tujuan karyawan dan organisasi dapat berjalan bersamasama. Penerapannya seperti program kelompok setengah otonom, program kualitas dan program komite manajemen pekerja. Rivai dan Sagala (2009) menjelaskan kualitas kehidupan kerja merupakan usaha yang sistematik dari organisasi untuk memberikan kesempatan yang lebih besar kepada pekerja untuk mempengaruhi pekerjaan dan kontribusi mereka terhadap pencapaian efektivitas perusahaan secara keseluruhan. Kualitas kehidupan kerja juga mengandung makna adanya supervisi yang baik, kondisi kerja yang baik pembayaran dan imbalan yang baik, pekerjaan yang menarik dan menantang serta pemberian reward yang memadai. Manajemen dan departemen SDM berperan proaktif untuk mencari upaya untuk mendorong pekerja sehingga mereka dapat menggunakan kemampuan mereka. Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk memperbaiki kualitas kehidupan kerja adalah keterlibatan karyawan. Keterlibatan karyawan terdiri dari brbagai metode yang sistematis agar karyawan berpartisipasi dalam
8
pengambilan keputusan dan hubungan merekadengan pekerjaan, tugas dan perusahaan. Melalui upaya melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, karayawan akan turut merasa bertanggung jawab, dan merasa turut memiliki atas keputusan dimana ia turut berpartisipasi di dalamnya. Hariandja (2007) mengatakan peningkatan kualitas kehidupan kerja sebagai sebuah
proses yang merespon pada kebutuhan pegawai dengan
mengembangkan suatu mekanisme yang memberikan kesempatan secara penuh pada pegawai dalam pengambilan keputusan dan merencanakan kehidupan kerja mereka. Pengertian QWL yang banyak digunakan adalah pengertian yang berasal dari Cascio, hal tersebut dikarenakan Cascio dipandang sebagai pelopor dari perkembangan QWL itu sendiri. Menurut Cascio (1995), QWL dapat diartikan menjadi dua pandangan, pandangan pertama menyebutkan bahwa QWL merupakan sekumpulan keadaan dan praktek dari tujuan organisasi, contohnya adalah pemerkayaan pekerjaan, kebijakan promosi dari dalam, kepenyeliaan yang demokratis, partisipasi karyawan, dan kondisi kerja yang aman), Gambar 1 akan menjelaskan tentang pandangan ini. Sementara pandangan yang kedua mengartikan QWL sebagai persepsi-persepsi karyawan seperti bahwa karyawan merasa aman, secara relatif merasa puas serta mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebagai layaknya manusia (Cascio, 1995). Unsur-unsur QWL menurut Cascio (1995) adalah sebagai berikut 1. Partisipasi pekerja Pengikutsertaan karyawan dalam operasi perusahaan dan pengambilan keputusan akan membuktikan bahwa karyawan diterima dan dihargai yang berdampak pada munculnya perasaan memiliki dan perasaan ikut bertanggung jawab pada keberhasilan tujuan perusahaan. Rasa tanggung jawab ini sebagai manifestasi dari kesediaan bekerja dengan kinerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab masingmasing. Partisipasi ini dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan, saran, kritik, pendapat, kreativitas, inisiatif,
9
dll. Hal ini dilakukan dalam rangka mengembangkan dan memajukan organisasi. 2. Pengembangan Karir Manajemen pada semua bidang dan jenjang harus menaruh perhatian pada pembinaan karir karyawan yang potensia dengan cara pemberian kesempatan yang sama untuk mengikuti program pelatihan dan pengembangan SDM, melaksanakan penilaian kinerja secara jujur dan obyektif sebagai dasar dalam pemberian bonus dan insentif, pelaksanaan konsultasi karir dan promosi karyawan untuk jabatan yang lebih tinggi. 3. Penyelesaian Konflik Pengelolaan konflik yang terjadi di perusahaan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu a. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung sasaran kelompok dan memperbaiki kinerja kelompok. Bila yang terjadi konflik fungsional maka pengelolaan konflik dapat dilakukan perusahaan dengan cara mendorong karyawan untuk meningkatkan prestasi agar berlangsung persaingan secara sportif dan jujur. b. Konflik disfungsional adalah konflik yang menghambat kinerja kelompok. Konflik ini harus dicegah karena akan berdampak negatif bagi kemajuan organisasi. Pencegahan terjadinya konflik ditetapkan prosedur penyelesaian konflik dengan menunjuk pihak serta mekanisme penyampaian masalah sebelum terjadinya konflik. Pihak yang ditunjuk berada pada masingmasing jenjang jabatan manajerial organisasi dan nantinya berkewajiban mengelola setiap konflik yang terjadi. 4. Komunikasi Penciptaan dan pengembangan komunikasi yang efektif berfungsi dalam proses pertukaran informasi. Proses ini akan menjamin aliran informasi ke tiap pekerja. 5. Kesehatan Kerja Penyelenggaraan
poliklinik
atau
rumah
sakit
atau
sekedar
menyediakan dana kesehatan untuk mengganti biaya pengobatan karyawan
10
maupun keluarganya merupakan bentuk perhatian dan perlindungan organisasi dalam mewujudkan kesehatan kerja. 6. Keselamatan Kerja Kondisi lingkungan kerja merupakan faktor eksternal yang sulit diprediksi.
Manajer
perlu
memberikan
perlindungan
terhadap
kemungkinan terjadinya kecelakaan dengan mengikutsertakan karyawan dalam asuransi. Perhatian dan pelaksanaan kesehatan lingkungan kerja berpotensi pada peningkatan keterikatan karyawan karena karyawan mengetahui bahwa diri dan keluarganya mendapat perlindungan yang layak dalam bekerja. 7. Keamanan Kerja Program keamanan kerja dapat dilakukan dengan menghindarkan rasa takut akan mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan penyelenggaraan program dana pensiun. 8. Kompensasi yang Layak Kompensasi yang layak dapat memberikan ketenangan dan kesediaan bagi karyawan untuk bekerja secara optimal sebagai bentuk kontribusi bagi perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini berpotensi akan meningkatkan keterikatan karyawan karena akan muncul rasa aman dan nyaman dalam bekerja. 9. Kebanggaan Rasa kebanggan akan lahir sebagai wujud penghargaan individu karyawan akan tugas dan kewajiban di perusahaan tempat ia mengabdi. Kebanggan terhadap organisasi dapat ditumbuhkan pada para karyawan denga cara keikutsertaan organisasi dalam kegiatan sosial untuk kepentingan masayarakat
11
Gambar 1. Kualitas kehidupan kerja (Cascio, 1995) Cascio (1995) menyebutkan bahwa untuk merealisasikan QWL secara berhasil diperlukan persyaratan-persyaratan sebagai berikut : 1. Manajer seharusnya dapat menjadi seorang pemimpin yang baik serta dapat menjadi pembimbing karyawannya, bukan sebagai bos dan diktator. 2. Keterbukaan dan kepercayaan. Kedua faktor tersebut merupakan persyaratan utama dalam menerapkan konsep QWL ke dalam manajemen. 3. Informasi yang berkaitan dengan kegiatan dan manajemen harus diinformasikan kepada karyawan dan saran-saran dari karyawan harus diperhatikan secara serius.
12
4. QWL harus dapat dilaksanakan secara berkelanjutan mulai dari proses pemecahan masalah yang dihadapi manajemen dan para karyawan hingga sampai membentuk mitra kerja antara mereka. 5. QWL tidak dapat dilaksanakan secara sepihak oleh manajemen saja, melainkan peran serta seluruh karyawan perlu ditingkatkan. Menurut Siagian (2007), filsafat yang melatarbelakangi konsep QWL adalah harkat dan martabat manusia yang perlu dihargai, gaya demokratik sebagai gaya manajerial yang didambakan, serta penghargaan terhadap kemampuan intelektual karyawan. Dari dasar filsafat yang digunakan dapat diharapkan para karyawan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap keberhasilan
organisasi.
QWL
sebagai
sebuah
filsafat
manajemen
menekankan bahwa: 1. QWL merupakan program yang komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tuntutan karyawan. 2. QWL memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan, seperti ketentuan yang mengatur pencegahan tindakan yang diskriminatif, memperlakukan karyawan dengan cara-cara yang manusiawi dan ketentuan tentang sistem imbalan upah minimum. 3. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan berbagai perannya memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji. Keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian kebutuhan berdasarkan berbagai ketentuan normatif yang berlaku di suatu wilayah negara tertentu. 4. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi yang pada hakekatnya berarti penampilan gaya manajemen yang demokratis termasuk penyelia yang simpatik. 5. Peningkatan QWL dan pemerkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang penting. 6. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis.
13
Hariandja (2007) menjelaskan bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu : 1. Pendekatan struktural, pendekatan ini dilakukan dengan melakukan perubahan sistem kerja pegawai yang dapat dilakukan dengan : a. Mendesain ulang pekerjaan dengam mempertimbangkan aspek kebutuhan manusia dalam pekerjaan, seperti peningkatan otonomi, variasi tugas, signifikansi tugas, identitas tugas dan umpan balik. b. Meningkatkan keterlibatan pegawai dalam pengambilan keputusan, mengatur, dan merencanakan pekerjaan mereka melalui pendekatan tim atau kelompok kerja dengan cara mengembangkan sistem berikut : 1) Gugus kendali mutu, sebuah kelompok kerja yang beranggotakan 3 sampai 15 orang yang melakukan pertemuan secara teratur dan bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendiskusikan masalahmasalah yang berkaitan dengan proses produksi dan bisnis. 2) Sosiotechnical
Sistem,
desain
ulang
kelomok
kerja
yang
menggabungkan aspek-aspek teknis dengan pda pekerjaan. 3) Codetermination, kebijakan yang melibatkan seluruh pegawai (melalui perwakilan) dalam pengambilan keputusan secara formal dan berimpilkasi pada pegawai. 4) Autonomus Work Group, kelompok kerja kecil tanpa pimpinan yang diberikan wewenang penuh untuk mengelola pekerjaan mereka dimana semua aspek yang berkaitan dengan pekerjaan diputuskan oleh kelompok. 2. Pendekatan proses, pendekatan ini dilakukan dengan berbagai proses keorganisasian untuk menciptakan adanya saling percaya di antara pegawai, saling membantu, mengurangi munculnya kelemahan manusia dan membantu memecahkan masalah yang dihadapi pegawai. Pendekatan ini dapat dilakukan melalui: a. Peningkatan hubungan komunikasi. b. Peningkatan disiplin kerja. c. Penanggulangan stress. d. Bimbingan.
14
e. Peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja. 2.2 Keterikatan Karyawan 2.2. 2.2.1 Definisi Keterikatan Karyawan Perusahaan layaknya sebuah organisasi yang membutuhkan sumber daya manusia sebagai motor penggeraknya. Jika memiliki sumber daya manusia yang profesional maka perusahaan akan mampu bergerak menuju visi dan misi yang ditetapkan. Dengan pentingnya keberadaan karyawan yang profesional, setiap perusahaan sebisa mungkin akan mempertahankan karyawan terbaiknya untuk tetap berada di dalam perusahaan. Karyawan tersebut sebisa mungkin dikondisikan dalam lingkungan yang membuat ia betah di dalamnya. Penciptaan mutu lingkungan kerja yang baik akan berusaha diciptakan perusahaan agar dapat melahirkan rasa keterikatan karyawan kepada perusahaan. Keterikatan karyawan merupakan gagasan dalam perilaku organisasi yang menjadi daya tarik dalam beberapa tahun terakhir. Daya tarik ini timbul karena keterikatan karyawan berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Kenyataannya, meskipun terdapat banyak pendapat mengenai faktor yang termasuk dalam keterikatan karyawan, masih terdapat kekurangjelasan definisi dan pengukuran dari keterikatan karyawan (Robertson dan Cooper, 2010). Banyak ahli dan praktisi yang memberikan definisi dan pengukuran dengan cara yang berbeda. Kebanyakan keterikatan karyawan didefinisikan sebagai komitmen emosional dan intelektual terhadap organisasi atau sejumlah usaha melebihi persyaratan pekerjaan (discretionary effort) yang ditunjukkan oleh karyawan dalam pekerjaannya (Frank et al., 2004), seperti dikutip oleh Saks (2006). Karyawan yang mengikatkan dirinya dengan perusahaan akan berkomitmen secara emosional dan intelektual terhadap perusahaan serta akan memberikan usaha terbaiknya melebihi apa yang dijadikan target dalam suatu pekerjaan. Keterikatan karyawan sudah digunakan secara luas dan menjadi istilah yang populer (Robinson et al. (2004)), dikutip dari Saks (2006). Meskipun begitu, Robinson (2004) juga menyatakan bahwa masih terdapat sedikit riset akademis dan empiris pada topik yang sudah menjadi begitu populer ini.
15
Menurut Hughes dan Rog (2008), dikutip dari Gibbons (2006), keterikatan karyawan adalah hubungan emosional dan intelektual yang tinggi yang dimiliki oleh karyawan terhadap pekerjaannya, organisasi, manajer, atau rekan kerja yang memberikan pengaruh untuk menambah persyaratan pekerjaan (discretionary effort) dalam pekerjaannya. Hubungan yang baik dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, organisasi tempat dimana dia bekerja, manajer yang menjadi atasannya dan memberikan dukungan dan nasehat, atau rekan kerja yang saling mendukung membuat individu dapat memberikan upaya terbaik yang melebihi persyaratan dari suatu pekerjaan. Kahn (1990), dikutip dari Saks (2006) mendefinisikan personal engagement sebagai: “the harnessing of organizational members’ selves to their work roles; in engagement, people employ and express themselves physically, cognitively, and emotionally during role performances”. Karyawan secara sadar mengikat dirinya dengan pekerjaannya, dan ketika
mereka
sudah
terikat
maka
mereka
memperkerjakan
dan
mengekspresikan diri mereka secara fisik, kognitif dan emosional selama pelaksanaan
pekerjaannya.
Sedangkan,
personal
disengagement
didefinisikan sebagai: “the uncopling of selves from work roles; in disengagement, people withdraw and defend themselves physically, cognitively, or emotionally during role performances” Robinson et al. (2004), dikutip dari Robertson dan Cooper (2009) memberikan definisi engagement sebagai sikap positif yang ditunjukan karyawan terhadap organisasi dan nilai perusahaan. Seorang karyawan yang terikat (employee engaged) memiliki kesadaran terhadap bisnis, dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi.. Kesadaran bisnis yang dimiliki oleh karyawan akan membuatnya memberikan upaya terbaik mereka dalam meningkatkan kinerja mereka. Mereka sadar bahwa kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja mereka.
16
Keterikatan karyawan memiliki keterkaitan dengan berbagai gagasan dalam perilaku organisasi namun tetap berbeda. Keterikatan karyawan bukan hanya sekedar sikap seperti komitmen organisasi tetapi merupakan tingkat
seorang
karyawan
penuh
perhatian
dan
melebur
dengan
pekerjaannya. Dalam literatur akademis, keterikatan karyawan telah didefinisikan sebagai konstruk yang unik dan berbeda yang mengandung komponen kognitif, emosi, dan perilaku yang berhubungan dengan kinerja individu (Saks, 2006). 2.2.2 Dimensi Keterikatan Karyawan Menurut Watson (2008) keterlibatan karyawan mengacu pada hubungan yang luas dan mendalam antara orang dan organisasi. Keterikatan memainkan peran penting dalam lingkungan bisnis. Dapat didefinisikan, keterikatan karyawan meliputi 3 dimensi yaitu : 1. Rational Karyawan memahami dengan baik peran dan tanggung jawab mereka. 2. Emotional Seberapa banyak gairah/antusias mereka untuk bekerja dan antusias terhadap organisasi mereka 3. Motivational Mereka bersedia berkontribusi dengan berusaha dan bekerja sesuai peran mereka masing-masing dengan baik. Keterikatan merupakan kombinasi dari komitmen dan line of sight, dimana komitmen merupakan motivasi karyawan untuk membantu keberhasilan organisasi. Line of sight merupakan fokus dan arah yang memungkinkan karyawan untuk memahami apa yang harus dilakukan seorang karyawan untuk membuat organisasi mereka sukses. Gallup (1998) telah mengembangkan dan mengidentifikasi 12 pertanyaan penting yang berhubungan erat dengan outcomes penting bisnis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Pertanyaan ini muncul dari riset pelopor yang dilakukan oleh Gallup yang menjadi prediktor terbaik kinerja dari kelompok kerja dan karyawan.
17
Tabel 1. Pertanyaan engagement yang dikembangkan oleh Gallup No. Elemen Pertanyaan Engagement 1. Saya mengetahui apa yang diharapkan dari saya pada pekerjaan. 2. Saya memiliki peralatan dan materi-materi yang saya butuhkan untuk mengerjakan pekerjaan saya dengan baik. 3. Dalam bekerja saya memiliki kesempatan untuk mengerjakan apa yang saya kerjakan secara baik setiap hari. 4. Dalam tujuh hari terakhir, saya menerima penghargaan atau pujian karena mengerjakan pekerjaan saya dengan baik. 5. Supervisor saya, atau seseorang dalam lingkungan kerja, terlihat peduli dengan saya sebagai individu. 6. Ada orang dalam lingkungan kerja yang mendorong perkembangan saya. 7. Pendapat saya didengar dalam lingkungan kerja. 8. Misi dan tujuan perusahaan membuat saya merasa pekerjaan saya penting. 9. Rekan sejawat atau rekan kerja saya memiliki komitmen untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas. 10. Saya mempunyai teman baik di lingkungan kerja. 11. Enam bulan terakhir ini seseorang menanyakan/membicarakan tentang perkembangan saya. 12. Setahun terakhir ini saya memiliki keuntungan untuk belajar dan tumbuh dalam lingkungan kerja saya. Sumber : Gallup, 1998 Sebagaimana yang diungkapkan oleh Coffman dan Buckingham (2005), sebanyak 12 pertanyaan Gallup bisa dikelompokkan menjadi empat dimensi yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat keterikatan (engagement) karyawan yang optimal. Hal tersebut antara lain adalah : 1. Dimensi 1 - "What Do I get?" Dimensi ini berarti "Apakah yang saya dapatkan?", hal ini merupakan pertanyaan dasar yang menanyakan tentang hal-hal dasar (basic needs) yang dibutuhkan oleh seorang karyawan untuk berkontribusi kepada perusahaan. Menjawab pertanyaan tersebut, biasanya dilakukan dengan memberikan 2 (dua) pertanyaan kunci berikut: 1) "I know what is expected of me at work?" atau diartikan "saya tahu yang diharapkan dari pekerjaan saya". Semua hal tersebut, bisa dijelaskan jika karyawan yang bersangkutan sudah mempunyai dan memahami job descriptions yang jelas atas posisi atau jabatan yang diembannya saat ini.
18
2) "Saya memiliki materi dan peralatan (materials and equipment) yang saya perlukan untuk bekerja dengan benar?" Pertanyaan di atas menggambarkan apakah karyawan sudah cukup dibekali dengan materi-materi atau perlengkapan/peralatan yang dibutuhkan untuknya dapat melaksanakan pekerjaannya. Materi maupun perlengkapan tersebut dapat berupa material fisik seperti kendaraan bermotor, komputer/laptop, handphone/alat komunikasi, hingga sekedar alat dan/atau media tulis, atau berupa material berupa informasi atau pengetahuan dasar maupun spesifik yang dibutuhkan terkait posisi atau pekerjaannya seperti pengetahuan terkait perusahaan, peraturan dan SOP. 2. Dimensi 2 – "What do I give?" Dimensi ini berarti "Apa yang dapat saya berikan?" atau apakah kontribusi yang sudah karyawan berikan mendapatkan tanggapan atau dukungan
yang
setimpal
dari
manajemen
perusahaan.
Untuk
mengidentifikasi sejauh mana dukungan dari manajemen tersebut sudah dilakukan perusahaan bagi karyawannya, maka beberapa hal yang perlu ditanyakan antara lain 1) "Do what I do best every day?" – (sudahkan saya) melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan setiap hari? Hal ini juga mengarah kepada ukuran apa yang bisa digunakan untuk mengetahui tingkat kontribusi karyawan dalam bekerja. 2) "Is there any recognition in last seven days?" – apakah ada pengakuan atas kinerja dalam 7 hari terakhir? 3) “Is supervisor/someone at work cares?" – apakah atasan/rekan kerja peduli? 4) "Is there someone giving) encourages (motiavation for) development?" – seorang rekan kerja memotivasi perkembangan saya Untuk poin pertanyaan no. 4, 5 dan 6, hal terkait dengan program penghargaan atas kontribusi baik karyawan kepada perusahaan, serta perhatian atasan dan kemampuan coaching bagi karyawan yang berkinerja baik.
19
3. Dimensi 3 – "Do I belong?" Pada dimensi ini, pertanyaan ditujukan untuk mengidentifikasi penerimaan seorang karyawan di dalam tim kerjanya atau pada sisi lain akan menunjukkan sejauh mana kerjasama tim terjadi (teamwork). Untuk mengidentifikasinya, beberapa poin pertanyaan yang bisa ditanyakan adalah: 1) "Is my opinions count?" – (apakah) di tempat kerja, pendapat saya dihargai? 2) “What is mission/purpose of company?" – apakah misi/tujuan perusahaan? 3) "Are co-workers committed to quality?" – apakah rekan kerja berkomitmen terhadap kualitas? 4) "Do I have best friend?" – (apakah) saya memiliki sahabat di tempat kerja? 4. Dimensi 4 – "How can we all grow?" Untuk dimensi yang terakhir ini, pertanyaan dilakukan untuk mengidentifikasi apakah perusahaan mempunyai/memberikan program dan kesempatan berkembang kepada setiap Karyawannya dan bagaimana kaitan hal itu terhadap pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan (overall growth). Untuk mengidentifikasi hal tersebut, pertanyaan yang dapat diajukan adalah: 1) "Is there any progress in last six months?" – (apakah ada) kemajuan dalam 6 bulan terakhir? 2). "Is there any opportunity to learn and growth" – (apakah ada) kesempatan untuk belajar dan berkembang? May et al. (2004), dikutip dari Saks (2006), menemukan bahwa keberhargaan (meaningfulness), keamanan, dan ketersediaan sumber daya yang mendukung pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan engagement. Mereka juga menemukan bahwa job enrichment dan ketepatan tugas (role fit) merupakan prediktor positif bagi meaningfulness; penghargaan rekan kerja dan penyelia yang mendukung merupakan prediktor yang positif keamanan sedangkan ketaatan pada norma rekan kerja
20
dan kesadaran diri merupakan prediktor negatif; dan ketersediaan sumber daya merupakan prediktor positif bagi ketersediaan secara psikologis (psychological availability) sedangkan partisipasi pada kegiatan di luar perusahaan sebagai prediktor negatif. Menurut Maslach et all. (2001), dikutip dari Saks (2006), terdapat enam hal yang mempengaruhi engagement yaitu beban kerja, kontrol, rewards dan recognition, dukungan komunitas dan sosial, keadilan yang diterima,
dan
nilai.
Mereka
berpendapat
bahwa
job
engagement
berhubungan dengan beban kerja yang seimbang (sustainable workload), kebebasan memilih dan mengendalikan, upah dan penghargaan yang pantas, komunitas kerja yang mendukung, kewajaran (fairness) dan keadilan (justice), serta pekerjaan yang berarti dan bernilai. 2.2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Keterikatan Karyawan Keterikatan
karyawan
seorang
karyawan
yang
tinggi
akan
menampilkan kinerja yang sangat baik. Menurut Coffman (2002), untuk memulai pembentukan keterikatan karyawan maka yang harus dilakukan adalah memperkuat hubungan melalui sistem komunikasi yang lancar. Karyawan juga membutuhkan penguatan hubungan kerja dengan tim sehingga memunculkan komitmen yang kuat dalam organisasi. Manajer dapat memanfaatkan talenta karyawan untuk membangkitkan kekuatan karyawan serta mengembangkan tujuan dan target sehingga dapat meningkatkan kontribusi karyawan kepada perusahaan. Menurut Maslach et al. (2001), dikutip dari Saks (2006), terdapat enam area kerja yang dapat mempengaruhi keterikatan karyawan yaitu beban kerja, kendali, imbalan dan pengakuan, komunitas dan dukungan sosial, perceived fairness, dan nilai. Kekuatan pendorong dibalik popularitas dari keterikatan karyawan bahwa terdapat dampak positif untuk organisasi (Saks, 2006). Schaufeli dan Bakker (2004) serta Sonnentag (2003), seperti dikutip Saks (2006), menemukan engagement memiliki hubungan positif terhadap komitmen organisasi dan memiliki hubungan negatif dengan intention to quit dan dipercaya juga berhubungan dengan kinerja dan perilaku peran
21
ekstra (extra-role behaviour), yang sering juga disebut sebagai perilaku anggota organisasi atau Organization Citizenship Behaviour (OCB) 2.2.4 Ciri-ciri Keterikatan karyawan Menurut Finney (2010) karyawan yang memiliki ikatan dengan pekerjaanya memiliki sifat umum yaitu: 1. Mempercayai misi organisasi mereka 2. Menyenangi pekerjaan mereka dan memahami kontribusi pekerjaan mereka pada tujuan yang lebih besar 3. Tidak memerlukan pendisiplinan dan mereka hanya memerlukan kejelasan, komunikasi dan konsistensi 4. Selalu meningkatkan kebenaran keterampilan mereka dengan sikap positif, fokus, keinginan, antusiasme, kreativitas dan daya tahan 5. Dapat dipercaya dan saling percaya satu sama lain 6. Menghormati manajer mereka 7. Mengetahui bahwa manajer mereka menghormati mereka 8. Merupakan sumber tetap ide-ide baru yang hebat 9. Memberikan yang terbaik kepada organisasi Menurut
Wyatt
(2009)
karyawan
di
kawasan
Asia-Pasifik
menunjukkan kecenderungan terbaginya karyawan menjadi tiga kelompok dasar yaitu: 1. Security Motivated Karyawan cenderung bergabung dengan organisasi untuk keamanan pekerjaan, memilih berdasarkan karakteristik pekerjaan dan peduli dengan kunci masalah gaya hidup seperti keseimbangan kehidupan kerja, masa kerja dan hubungan dengan rekan kerja 2. Financially Motivated Karyawan yang termasuk dalam financially motivate didorong oleh pertimbangan keuangan. Alasan yang paling sering dikutip bagi mereka untuk bergabung adalah basis gaji, diikuti dengan kesempatan menerima upah insentif dan manfaat tunjangan kesehatan 3. Opportunity Motivated
22
Karyawan yang menggunakan pengembangan karir, gaji, promosi dan insentif sebagai alasan mereka untuk bergabung dengan sebuah organisasi. Dibandingkan dengan kelompok pertama dan kedua, karyawan ini lebih fokus pada penghargaan jangka panjang. Menurut Fredrickson (2009) dikutip dari Finney (2010) telah mengidentifikasi tiga kategori umum keadaan emosi yang memancarkan kebahagiaan. Walaupun sifatnya pribadi, keadaan emosi tersebut berdampak langsung ke tempat kerja. Keadaan emosi itu seperti: 1. Sukacita Sukacita mendorong seseorang untuk lebih sosial sehingga karyawan dapat memiliki hubungan yang sehat dengan yang lainnya. 2. Minat Minat memicu rasa ingin tahu, kegembiraan, motivasi intrinsik dan mengalirnya rasa terserapnya kinerja secara penuh dalam aktivitas yang menyenangkan. 3. Kepuasan Selain menunjukkan rasa kedamaian, kepuasan juga merupakan perasaan diterima dan dipedulikan oleh orang lain. 2 Hasil Penelitian Terdahulu 2.3. Melia (2010) melakukan penelitian dengan judul Analisis Komitmen Organisasi Melalui Faktor-faktor Quality of Work Life (QWL) (Studi Kasus Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB). Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara faktor-faktor Quality of Work Life terhadap komitmen organisasional. Faktor-faktor QWL yang paling berpengaruh dengan komitmen affective tenaga kependidikan adalah faktor integrasi lingkungan kerja dan faktor relevansi sosial sedangkan untuk tenaga pendidik adalah faktor integrasi lingkungan kerja dengan pengaruh positif, nyata dan agak kuat. Fahrani (2009) melakukan penelitian
yang berjudul
Analisis
Komitmen Organisasi dan Keterikatan karyawan Pada PT Semen Gresik (Persero) Tbk.
Berdasarkan penelitian tersebut bahwa pengaruh antar
variabel laten terhadap karakteristik individu dan stres kerja berpengaruh
23
positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Serta karakteristik Individu juga berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi. Variabel iklim organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi, begitu juga pada varaibel stres kerja yang mana pada penelitian ini berpengaruh tidak signifikan pada komitmen organisasi. Dengan adanya survei keterikatan karyawan ini maka dapat diketahui tingkat keterikatan karyawan di PT Semen Gresik (Persero) Tbk, yaitu 51 persen karyawan not engaged dan 49 persen karyawan termasuk engaged kepada perusahaan.