II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Arabika Kopi Arabika merupakan jenis kopi tertua yang dikenal dan dibudidayakan di dunia dengan varietas-varietasnya. Kopi Arabika menghendaki iklim subtropik dengan bulan-bulan kering untuk pembungaannya. Di Indonesia tanaman kopi Arabika cocok dikembangkan di daerah-daerah dengan ketinggian antara 800-1500 m di atas permukaan laut dan dengan suhu rata-rata 15-24ºC. Pada suhu 25ºC kegiatan fotosintesis tumbuhannya akan menurun dan akan berpengaruh langsung pada hasil kebun. Mengingat belum banyak jenis kopi Arabika yang tahan akan penyakit karat daun, dianjurkan penanaman kopi Arabika tidak di daerah-daerah di bawah ketinggian 800 m dpl (Sihombing, 2011). Klasifikasi tanaman kopi Arabika (Coffea arabica L.) menurut Rahardjo (2012) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea arabica L. 5
6
Kondisi lingkungan tumbuh tanaman kopi yang paling berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi adalah tinggi tempat dan tipe curah hujan. Oleh karena itu, jenis tanaman kopi yang ditanam harus disesuaikan dengan kondisi tinggi tempat dan curah hujan di daerah setempat (Ernawati et al., 2008). Menurut Panggabean (2011) dalam Anshori (2014) karakter morfologi yang khas pada kopi arabika adalah tajuk yang kecil, ramping, ada yang bersifat ketai dan ukuran daun yang kecil. Biji kopi arabika memiliki beberapa karakteristik yang khas dibandingkan biji jenis kopi lainnya,
seperti bentuknya yang agak memanjang,
bidang cembungnya tidak terlalu tinggi, lebih bercahaya dibandingkan dengan jenis lainnya, ujung biji mengkilap, dan celah tengah dibagian datarnya berlekuk. 2.2 Tanaman Kopi Robusta Tanaman kopi Robusta biasa tumbuh hingga mencapai ketinggian ± 12 m. Kopi Robusta dalam pasar dunia menyumbang hingga 20%, yakni kedudukan tertinggi ke dua setelah Kopi Arabika (Harding, 2009). Kopi jenis robusta merupakan kopi yang paling akhir dikembangkan oleh pemerintahan Belanda di Indonesia. Kopi ini lebih tahan terhadap cendawan Hemileia vastatrix dan memiliki produksi yang tinggi dibandingkan kopi liberika. Akan tetapi, citarasa yang dimilikinya tidak sebaik dari kopi jenis arabika. Kopi ini dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian diatas 600 sampai 700 m dpl. Karakter morfologi yang khas pada kopi robusta adalah tajuk yang lebar, perwatakan besar, ukuran daun yang lebih besar dibandingkan daun kopi arabika, dan memiliki bentuk pangkal tumpul. Selain itu, daunnya tumbuh berhadapan dengan batang, cabang, dan ranting-rantingnya (Najiyatih & Danarti 2012).
7
Klasifikasi tanaman kopi Robusta (Coffea robusta L.) menurut Rahardjo (2012) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super Divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Rubiales
Famili
: Rubiaceae
Genus
: Coffea
Spesies
: Coffea robusta L.
Menurut Panggabean (2011) dalam Ansorhi (2014) Biji kopi robusta juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan biji kopi lainnya. Secara umum, biji kopi robusta memiliki rendemen yang lebih tinggi dibandingkan kopi arabika. Selain itu, karakteristik yang menonjol yaitu bijinya yang agak bulat, lengkungan bijinya yang lebih tebal dibandingan kopi arabika, dan garis tengah dari atas ke bawah hampir rata. 2.3 Mikoriza Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara fungi dengan akar tumbuhan tingkat tinggi. Tanaman inang memperoleh hara nutrisi sedangkan fungi memperoleh senyawa karbon hasil fotosintesis. Infeksi mikoriza
8
pada akar tanaman inang ini mulai ditemukan pada profil tanah sekitar kedalaman 20 cm tetapi walaupun demikian, masih terdapat pada kedalaman 70-100 cm. Mikoriza dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk perkembangan MVA adalah pada suhu 30°C, tetapi untuk kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28-35°C (Burni et al., 2007). Pada akar, hanya korteks primer dan sekunder yang menjadi tempat terjadinya infeksi. Berbeda dengan infeksi oleh patogen, infeksi MVA tidak menyebabkan luka maupun perubahan warna. Pada permukaan akar juga sering dijumpai hifa, akan tetapi hifa tersebut tidak cukup banyak untuk menutupi akar seperti pada ektomikoriza dapat. Dengan adanya hifa eksternal ini, maka areal perakaran bertambah. Dengan bertambahnya akar eksternal ini, maka kemampuan untuk menyerap unsur hara terutama P dan air bertambah (Mosse, 1981 dalam Anas 1993). Mikoriza dikenal dengan dua tipe yaitu Ektomikoriza dan Endomikoriza. Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang terinfeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks membentuk struktur seperti pada jaringan Hartiq (Gambar 2.1). Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang terinfeksi tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang
9
berbentuk oval yang disebut vesikula dan sistem percabangan hifa yang dichotomous disebut arbuskula.
Gambar 2.1 Perbedaan kolonisasi antara ektomikoriza dan endomikoriza (Hazirah, 2015)
Mikoriza
vesicular
arbuskular
membentuk
organ-organ
khusus
dan
mempunyai peranan yang juga spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskula, vesikela, dan spora (Gambar 2.2). Ada dua struktur khas yang dibentuk oleh jamur mikoriza vesikula arbuskula (Mosse, 1981 dalam Widiarti, 2007), yaitu : 1. Arbuskula dibentuk secara intraseluler oleh percabangan yang berulang-ulang dari suatu infeksi hifa, tukar menukar nutrien mungkin lebih banyak antara tanaman inang dengan simbion. Arbuskula terbentuk setelah 2-3 hari inang
10
terinfeksi. Hidupnya relatif pendek 1-3 minggu dan akan melakukan degenerasi ke suatu massa granular dari materi dinding jamur ke dalam sel inang. 2. Vesikula memiliki bentuk yang menyerupai kantung dan menggelembung, dibentuk di bagian ujung hifa. Vesikula mengandung lemak dan diperkirakan bertindak sebagai tempat penyimpanan sementara. Secara normal, vesikula terbentuk setelah arbuskula, dan biasanya menjadi lebih banyak pada waktu tanaman dewasa.
Gambar 2.2 Infeksi mikoriza pada akar tanaman (Widiarti, 2007)
Mikoriza arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman dimana tiap jenis tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih jenis MVA, tetapi tidak semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon positif terhadap inokulasi MVA. Konsep ketergantungan tanaman akan MVA adalah relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan MVA untuk pertumbuhannya. Tanaman yang
11
mempunyai ketergantungan yang tinggi pada keberadaan MVA, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang nyata terhadap inokulasi MVA, dan tidak dapat tumbuh sempurna tanpa adanya asosiasi dengan MVA (Yassir & Mulyana, 2006). Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman spesies dan populasi MVA. Tanah yang didominasi oleh fraksi lempung (clay) merupakan kondisi yang diduga sesuai untuk perkembangan spora Glomus, dan tanah berpasir genus Gigaspora ditemukan dalam jumlah tinggi. Pada tanah berpasir, pori-pori tanah terbentuk lebih besar dibanding tanah lempung dan keadaan ini diduga sesuai untuk perkembangan spora Gigaspora yang berukuran lebih besar dari pada spora Glomus (Yassir & Mulyana. 2006). Sistem klasifikasi dari MVA adalah (Widiatma, 2015) : Kingdom : Fungi Divisi
: Zygomycetes
Ordo
: Glomales
Famili
: Acoulosporaceae, Gigasporaceae, Glomaceae, Paraglomaceae
Genus
:Acoulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus, Paraglomus, dan Scutellospora.
Sampai saat ini ada 6 genus fungi yang termasuk ke dalam MVA . Karakteristik yang khas untuk masing-masing genus ialah sebagai berikut: 1. Glomus Spora berbentuk bulat dan jumlahnya banyak. Jumlah dinding spora berlapislapis terdiri dari empat lapisan, tidak bereaksi dengan larutan Melzer, tidak memiliki ornamen. Ada dudukan hifa (subtending hyphae) lurus berbentuk silinder. Warna
12
sporanya bening, hialin (transparan), putih, kuning, atau coklat. Ukuran spora ratarata 259 μm (INVAM, 2008 dalam Yovita, 2008). 2. Paraglomus Spora berbentuk bulat dengan warna kuning, semi transparan, dan bening. Jumlah dinding spora terdiri dari tiga lapisan transparan. Dudukan hifa berbentuk silinder. Ukuran spora rata-rata 85μm (INVAM, 2009). 3. Gigaspora Sporanya bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh, tidak memiliki ornamen. Hifa membentuk suspensor bulbous atau dudukan hifa yang membulat. Memiliki sel auksilari yang merupakan perwujudan vesikula eksternal. Warna sporanya kuning cerah. Spora berbentuk bulat dengan ukuran rata-rata 321μm. Spora dinding terdiri dari tiga lapisan (INVAM, 2009). 4. Scutellospora Proses perkembangan Scutellospora sama dengan Gigaspora, untuk membedakan
dengan
genus
Gigaspora,
pada
Scutellospora
terdapat
lapisan kecambah. Bila berkecambah, hifa ke luar dari lapisan kecambah tadi. Spora bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh. Warna sporanya merah coklat ketika bereaksi dengan larutan Melzer. Ukuran sporanya rata-rata 165μm (INVAM, 2009). 5. Acaulospora Proses tapi sebenarnya
perkembangan tidak.
spora
Pertama-tama
Acaulospora ada
hifa yang
seolah-olah dari ujungnya
hifa
membesar
seperti spora yang dibuat hifa terminal. Diantara hifa terminal dan dudukan hifa akan timbul bulatan kecil yang semakin lama semakinbesar. Lapisan luar tidak
13
bereaksi dengan larutan Melzer, tetapi lapisan dalam bereaksi dengan larutan Melzer (warna lebih gelap – merah keunguan). Warna sporanya dominan merah. Dinding spora terdiri dari tiga lapisan. Ukuran sporanya rata-rata 279 μm (INVAM, 2009). 6. Entrophospora Proses
perkembangan spora
Entrophospora
hampir sama
dengan
proses perkembangan spora Acaulospora, yaitu di antara hifa terminal dengan dudukan hifa. Warna sporanya kuning coklat. Jika spora belum matang, warnaya tampak jauh lebih buram. Spora berbentuk bulat dengan ukuran rata-rata 121 μm. Dinding spora terdiri dari dua lapisan (INVAM, 2009). 2.4 Teknik Perbanyakan Mikoriza Menurut Norland (1993) dalam Herryawan (2012) penggunaan spora sebagai starter pada inokulum telah dimulai sejak abad ke-18, karena spora mempunyai bobot yang ringan, sehingga dapat dikumpulkan dan disimpan selama beberapa tahun. Dibandingkan dengan inokulum vegetatif, spora memerlukan waktu 3-4 minggu lebih lama untuk berkecambah dan menginfeksi akar. Tanaman bermikoriza juga dapat digunakan untuk menginfeksi akar tanaman lain. Cara yang paling tua untuk mengintroduksi fungi mikoriza ialah dengan tanah terinfeksi. Tanaman terinfeksi jika dipindahkan ke tempat lain akan menyebarkan miselia mikoriza sampai ke akar tanaman yang dituju (Menge & Timmer, 1982). Akar dengan mikoriza yang berlimpah harus dipilih dan kemudian digunakan ketika masih segar. 2.5 Zeolit Zeolit merupakan sekelompok mineral yang terdiri dari beberapa jenis unsur. Secara umum mineral zeolit adalah senyawa alumino silikat hidrat dengan logam
14
alkali tanah.
Penggunaan zeolit sebagai media pertumbuhan tanaman sangat
bermanfaat dan memiliki keunggulan dibandingkan menggunakan jenis media yang lain. Keunggulan tersebut yaitu zeolit dapat menyerap air dalam jumlah cukup tinggi sehingga mudah untuk perawatan dan penyiraman tanaman. Dapat secara otomatis mengatur keseimbangan pH media mengingat sifat keasaman dari zeolit yang unik. Zeolit tidak mudah hancur dan tidak mudah menggumpal, hal ini dapat membantu pertumbuhan jaringan akar tanaman. Dalam air zeolit mampu mengikat bakteri Escherichia coli11, kemampuan ini bergantung pada laju penyaringan dan perbandingan volume air dengan massa zeolit. Sehingga zeolit mampu mengatasi mikroba-mikroba patogen yang berada dalam daerah perakaran (Dwikarsa et al., 2007). Prasetia (2012), menyatakan bahwa zeolit merupakan saringan alami yang dapat mengikat dan mempertahankan kandungan hara serta kadar air dalam tanah, dengan demikian dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dapat digunakan oleh MVA untuk melakukan perkembangbiakan.