II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Tanaman Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya di Indonesia, fungsi rumah tanaman lebih kepada perlindungan tanaman dari pengaruh buruk cuaca dan mengurangi intensitas matahari yang berlebihan. Dalam konteks budidaya tanaman, pengertian rumah tanaman adalah struktur lingkungan yang tertutup oleh bahan transparan (tembus cahaya) dengan memanfaatkan radiasi surya untuk pertumbuhan tanaman (Mastalerz, 1977). Menurut Nelson (1981), istilah rumah tanaman digunakan untuk menyatakan sebuah bangunan yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya, sehingga tanaman tetap memperoleh cahaya matahari dan terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Kondisi lingkungan yang dimaksudkan adalah curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang atau keadaan suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Pemilihan bentuk rumah tanaman yang digunakan pada suatu lahan tergantung pada keadaan lingkungan dan jenis tanaman yang dibudidayakan (Walls, 1993). Dalam aplikasinya rumah tanaman dapat ditemukan dalam berbagai bentuk rumah tanaman seperti pada Gambar 1. Bentuk rumah tanaman yang umum digunakan didaerah tropis adalah bentuk venlo dan bentuk tunnel. Di Indonesia lebih banyak ditemukan rumah tanaman dengan bukaan pada atap. Bentuk ini lebih cocok untuk daerah tropis dengan pertimbangan bahwa penerimaan sinar matahari relatif banyak sehingga diperlukan suatu konstruksi yang memungkinkan sirkulasi udara berlangsung lebih lancar.
5
a. Flat Flat
b. Shed/Lean-to
c. Uneven span
d. Even span/Standard span/Standard peak/Gable peak/Gable
e. Venlo Venlo house
f. Mansard Mansard
g. Arch
h. Quonset/tunnel
i. Cold frame
Gambar 1. Bentuk rumah tanaman (Suhardiyanto, 2009). Bentuk
arch
dikembangkan
bukan
dengan
pertimbangan
untuk
memaksimumkan cahaya matahari yang ditransmisikan, tetapi lebih merupakan pertimbangan biaya (Tiwari dan Goyal, 1998). Biaya pembangunan rumah tanaman dengan atap arch dapat ditekan menjadi 75% dibandingkan dengan atap berbentuk peak. Selain itu, atap berbentuk lengkung (curved atau arch) lebih mudah dalam pemasangan atap dari bahan plastik film. Bentuk arch dapat dimodifikasi menjadi quonset/tunnel dan cold frame sesuai dengan kebutuhan dan keadaan lokasi. Konstruksi rumah tanaman di daerah tropika harus dibuat dengan memaksimalkan penggunaan bukaan baik pada atap atau dinding agar dapat memberikan efek pergantian udara (ventilasi) yang baik. Pemanfaatan ventilasi
6
atap yang dikombinasikan dengan cukupnya tinggi ruangan rumah tanaman juga membantu dalam pendinginan udara di dalam ruangan (Harmanto et al., 2006; Munoz et al., 1999) 2.2 Ventilasi Alamiah Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya (Suhardiyanto, 2009). Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama tipe ventilasi ini sering digunakan, terutama di daerah tropika. Akan tetapi ventilasi yang tergantung faktor alamiah ini memiliki sifat yang berbeda-beda dan menghadapi banyak keterbatasan. Faktor yang berpengaruh terhadap ventilasi alamiah antara lain cuaca, letak geografis, penghalang angin, dan persyaratan lingkungan. Faktor ini harus diperhatikan dalam perancangan sistem ventilasi alamiah dan pengaturanpengaturan selanjutnya (Hellickson & Walker, 1983). Ventilasi alamiah terjadi akibat faktor termal dan faktor angin. Faktor termal berperan dominan pada saat kecepatan udara rendah, sehingga terjadi pergerakan udara akibat perbedaan suhu dan kerapatan udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Bot (1983) menyatakan bahwa pada kecepatan angin kurang atau sama dengan 1.67 m/detik faktor termal berperan dominan. Selanjutnya Kamaruddin (1999) menyatakan bahwa batas kecepatan angin tersebut adalah 1 m/detik sedangkan menurut Papadakis et al. (1996) sebesar 1.67 m/detik. Adanya pergerakan angin disekitar rumah tanaman menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara antara di dalam dan di luar rumah tanaman. Papadakis et al. (1996) menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin di atas 1.8 m/detik efek termal terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat diabaikan. Inilah yang dinamakan ventilasi akibat faktor angin. Aliran udara pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu aliran udara laminer dan aliran udara turbulen yang biasanya dinyatakan berdasarkan nilai bilangan Reynold (Re). Batas atas bilangan Re untuk aliran udara laminer adalah 2000, untuk aliran transisi adalah 2000 – 3000, dan untuk aliran turbulen
7
adalah > 3000 (Cengel dan Cimbala, 2006). Aliran udara laminer kurang memberikan efek pertukaran udara yang baik, sedangkan aliran udara turbulen dapat memberikan efek pertukaran udara yang lebih baik. Hal ini disebabkan aliran udara turbulen bersifat tidak beraturan sedangkan aliran udara laminer membentuk lapisan-lapisan lurus yang sejajar. Gerakan berputar pada aliran udara turbulen menyebabkan pertukaran udara yang terjadi berlangsung lebih baik (Yuwono et al, 2008). 2.3
Pengaruh Ukuran Screen Terhadap Iklim Mikro dalam Rumah Tanaman Penggunaan screen sebagai penutup pada bukaan ventilasi membantu
menekan jumlah serangan hama pengganggu ke dalam rumah tanaman, akan tetapi penggunaannya akan menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara dalam
rumah
tanaman.
Beberapa
penelitian
telah
dilakukan
untuk
mengidentifikasi ukuran mesh screen yang sesuai untuk mencegah berbagai macam serangga masuk ke dalam rumah tanaman (Bethke 1990; Ross dan Gill, 1994; Teitel, 2007). Tipe dan jenis net yang harus digunakan untuk menekan serangan beberapa jenis hama disajikan dalam Tabel 1. Ukuran mesh menggambarkan banyaknya lubang per inchi panjang screen.
Tabel 1. Jenis screen yang diperlukan untuk menekan jumlah hama serangga Ukuran lubang screen Jenis hama serangga Micron Inchi Mesh (Serpentine) Leafminers
640
0,025
40
(Sweet potato) Whiteflies
462
0,018
52
(Melon) Aphids
340
0,013
78
(Greenhouse) Whitefly
288
0,0113
81
(Silver leaf) Whitefly
239
0,0094
123
(Western flower) Thrips
192
< 0,0075
132
Sumber: Bethke, 1990 dalam Harmanto et al., 2007.
Untuk daerah subtropika, Fatnassi et al. (2006) telah menguji screen antiBemisia (52 mesh) dan anti-Thrips (132 mesh) yang dipasang pada bukaan
8
ventilasi di atap dan dinding rumah tanaman multi-span dan menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban absolut udara di dalam rumah tanaman yang dipasang screen meningkat sebesar 2.7 oC dan 0.7 g/kg untuk screen anti-Bemisia (52 mesh) dan meningkat sebesar 4.7 oC dan 1.3 g/kg untuk screen anti-Thrips (132 mesh) dibandingkan dengan rumah tanaman yang tidak dipasangi screen pada bukaan ventilasinya. Harmanto et al., 2006 telah melakukan penelitian tentang iklim mikro menggunakan model matematika (metode energy balance) pada rumah tanaman modified arch dengan bukaan ventilasi atap dan dinding yang ditutup screen di daerah tropika. Ukuran screen yang digunakan adalah 78, 52 dan 40-mesh. Dibandingkan dengan screen ukuran 40 mesh, screen dengan ukuran 52 dan 78 mesh dapat menurunkan laju pertukaran udara sebesar 35% dan 78% dan meningkatkan suhu udara di dalam rumah tanaman sebesar 1 – 3 oC. Akan tetapi screen 40 mesh kurang efektif dalam mencegah hama masuk, sehingga ukuran net 52-mesh lebih dianjurkan untuk digunakan dalam mencegah kenaikan suhu udara dan menurunnya laju ventilasi secara nyata. Tanny et al. (2003) telah melakukan pengujian pada screenhouse berbentuk atap datar (flat-top) di daerah subtropika dengan ukuran screen 50 mesh dengan tanaman paprika di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil suhu dan kelembaban absolut dalam rumah tanaman menunjukkan bahwa suhu semakin meningkat dan kelembaban absolut semakin menurun dengan bertambahnya ketinggian lokasi pengukuran dalam rumah tanaman. Laju ventilasi dalam screenhouse dibandingkan dengan laju udara di kebun paprika yang dibudidayakan di ruang terbuka untuk kecepatan angin 1.5 - 3.5 m/detik menurun sebesar 51 – 71% di bagian tengah rumah tanaman, dan menurun sebesar 60 – 64% di bagian pinggir yang lebih dekat ke salah satu dindingnya. 2.4 Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah metode yang mempelajari atau memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika. CFD telah dikenal sejak tahun 1960-an, dan digunakan untuk menganalisis berbagai masalah seperti fenomena meteorologi, polusi udara dan pergerakan kontaminan,
9
pengkondisian udara untuk bangunan dan kendaraan, pembakaran di motor bakar dan sistem propulsi, interaksi berbagai objek dengan udara/air, serta aliran kompleks pada penukar panas dan reaktor kimia (Tuakia 2008). Pada dasarnya persamaan-persamaan pada fluida dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan differensial parsial (PDE) yang merepresentasikan hukum-hukum konversi massa, momentum dan energi. Pada simulasi CFD, pemecahan aliran fluida seperti udara digambarkan secara kuantitatif
dalam
besaran suhu dan kecepatan dengan bentuk persamaan differensial yang didasarkan pada analisis numerik metode volume hingga (finite volume method) khususnya persamaan Navier-Stokes. Metode CFD mengandung tiga komponen utama,
yaitu:
pre-processor,
solver
dan
post-processor
(Versteeg
dan
Malalasekera, 1995). 2.4.1. Pre-processor Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan aliran fluida ke dalam program CFD. Komponen tersebut berfungsi sebagai transformer input ke tahapan berikutnya dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Pada tahapan pre-processor dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) pembuatan geometri sistem yang akan dianalisis, 2) pembentukan grid dan mesh pada setiap domain atau seluruhnya, 3) pemilihan fenomena kimia dan fisik yang dibutuhkan, 4) menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, panas jenis, massa jenis dan sebagainya), 5) menentukan kondisi batas yang sesuai dengan keperluan (dinding, inlet, outlet, kecepatan, tekanan dan variabel turbulensi), 6) sumber panas yang dikehendaki serta jenis fluida yang disimulasikan. Ketepatan aliran dalam geometri ditentukan oleh jumlah sel di dalam grid yang dibangun. Semakin besar jumlah sel, ketepatan atau ketelitian dari hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak harus seragam. Perubahan mesh dapat dilakukan dengan memperhalus mesh pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan membuat mesh yang kasar untuk bagian yang relatif sedikit mengalami perubahan (Tuakia 2008).
10
2.4.2. Solver Proses pada solver merupakan proses pemecahan secara matematika dalam CFD. Metode yang digunakan adalah volume hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga (finite difference). Proses pemecahan matematika pada solver digambarkan sebagai diagram alir metode SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equation). Bentuk persamaan matematika 2 dimensi dinyatakan sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995): Persamaan Kekekalan Massa Keseimbangan massa (kontinuitas) untuk elemen fluida dinyatakan sebagai: laju kenaikan massa dalam elemen fluida = laju netto aliran massa ke dalam elemen terbatas. Semua elemen fluida merupakan fungsi dari ruang dan waktu, maka massa jenis fluida ρ ditulis dalam bentuk ρ (x, y, z, t) dan komponen kecepatan fluida ditulis sebagai dx/dt=u, dy/dt=v, dan dz/dt=w. Bentuk persamaan
matematis ditulis sebagai berikut: 𝜕 𝜌𝑢 𝜕 𝜌𝑣 + =0 𝜕𝑥 𝜕𝑦
(1)
dimana ρ adalah massa jenis fluida (kg/m3) dan x, y, z adalah arah koordinat kartesian.
Persamaan Momentum Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume. Momentum arah x:
𝜌 𝑢
𝜕𝑢 𝜕𝑢 𝜕𝑝 𝜕2𝑢 𝜕2𝑢 +𝑣 = + 𝜌𝑔𝑥 + 𝜇 + + 𝑆𝑀𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2
(2)
Momentum arah y:
𝜌 𝑢
𝜕𝑣 𝜕𝑣 𝜕𝑝 𝜕2𝑣 𝜕2𝑣 +𝑣 = + 𝜌𝑔𝑦 + 𝜇 + + 𝑆𝑀𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2
(3)
11
dimana μ adalah viskositas dinamik fluida (kg/m.s), 𝑔 adalah percepatan gravitasi
(m/s2) dan SMx, SMy, SMz adalah momentum yang berasal dari body per unit volume per unit waktu, masing-masing untuk koordinat x, y, dan z.
Persamaan Energi Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang menyatakan bahwa: laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Secara matematik dengan memasukan fungsi disipasi ditulis sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995): 𝜕𝑇 𝜕𝑇 𝜕2𝑇 𝜕2𝑇 𝜌 𝑢 +𝑣 =𝑘 + + 2𝜇 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥 2 𝜕𝑦 2 +𝜇
𝜕𝑣𝑥 𝜕𝑦
+
𝜕𝑣𝑦 𝜕𝑥
𝜕𝑣𝑥 𝜕𝑥
2
𝜕𝑣𝑦 + 𝜕𝑦
2
2
+ 𝑆𝑖
(4)
dimana T adalah suhu fluida (K), k adalah konduktivitas termal fluida (W/m.K), dan Si adalah energi yang ditambahkan per unit volume per unit waktu. Persamaan Kesetimbangan Aliran fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika, jika ada gangguan. Jika dihubungkan dengan variabel dan T, maka persamaan kesetimbangan untuk tekanan (P) dan energi dalam (i) adalah sebagai berikut (Versteeg dan Malalasekera, 1995): 𝑃 = 𝑃(𝜌, 𝑇)
(5)
𝑖 = 𝑖(𝜌, 𝑇)
(6)
Untuk gas ideal, dimana: 𝑃 = 𝜌𝑅𝑇 dan 𝑖 = 𝐶𝑣 𝑇 2.4.3. Post-processor Seluruh hasil yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya akan ditampilkan dalam post-processor. Hasil yang ditampilkan dapat berupa tampilan geometri domain dan grid, plot vektor kecepatan, distribusi sebaran suhu pada tiap-tiap titik yang dikehendaki, plot permukaan 2D, tracking (trajectory) partikel, visualisasi besaran yang dikehendaki, hasil (goals) dan sebagainya.