II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemupukan Tanaman Padi Keberadaan bahan organik tanah sangat berpengaruh dalam mempertahankan kelestarian dan produktivitas tanah serta kualitas tanah melalui aktivitas mikroba tanah dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologis tanah. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah dengan kandungan bahan organik rendah, akan berkurang daya sangganya terhadap segala aktivitas kimia, fisik, dan biologis tanahnya. Menurut Mario et al. (2008) hara N merupakan hara penyusun asam-asam amino, asam-asam nukleat, nukleotida, dan khlorofil. Hara ini mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi dan jumlah anakan), menambah luas daun dan tajuk tanaman, jumlah gabah permalai dan kandungan protein gabah. Dengan demikian, hara N berpengaruh terhadap semua parameter yang berhubungan dengan hasil. Konsentrasi N pada daun sangat erat hubungannya dengan kecepatan proses fotosintesis dan produksi biomass. Pemberian hara N menyebabkan kebutuhan tanaman akan hara lainnya seperti P dan K meningkat untuk mengimbangi laju pertumbuhan tanaman yang cepat. Unsur N diperlukan selama fase pertumbuhan tanaman, tetapi paling dibutuhkan pada awal sampai pertengahan fase anakan primordia bunga. Persediaan N yang cukup pada fase generatif diperlukan untuk memperlambat penuaan daun, mempertahankan fotosintesis selama pengisian gabah dan peningkatan protein gabah. Kekurangan hara N pada tanaman padi paling mudah diketahui di lapang. Tanaman nampak kekuning-kuningan, pertumbuhan kerdil, tanaman kurus dan anakan sedikit. Sebagian daun tua, kadang-kadang seluruhnya, berwarna hijau pucat, dan terjadi klorosis di ujungnya. Pada tanaman yang mengalami kahat N yang parah, daun-daun mengering dan tanaman akhirnya mati. Kecuali daun muda yang lebih hijau, daun lainnya lebih sempit, pendek, kaku dan berwarna hijau kekuningan. Kekurangan hara N sering terjadi pada fase krisis, yaitu fase anakan dan primordia, saat tanaman membutuhkan banyak N. Hara K dalam tanaman sangat mobile dan mempunyai fungsi esensial dalam pengaturan tekanan osmosis sel, aktivitas enzim, pH sel, keseimbangan kation-anion, pengaturan transpirasi pada stomata dan transpirasi asimilat hasil fotosintesis. Unsur K sebagai penguat dinding sel terlibat dalam lignifikasi sklerenkim-jaringan dengan sel-sel berdinding tebal. Kahat K menyebabkan terakumulasinya gula sederhana (gula labil dengan berat molekul rendah), asam amino dan amina yang merupakan sumber makanan yang cocok bagi patogen penyakit daun. Hara K berfungsi menambah luas daun dan kandungan klorofil daun dan memperlambat penuaan daun, sehingga dapat meningkatkan fotosintesis kanopi dan pertumbuhan tanaman. Peranan K bagi tanaman antara lain adalah memperbaiki daya toleransi terhadap kondisi iklim yang kurang menguntungkan, kerebahan, ketahanan terhadap hama dan penyakit. Peningkatan hasil karena pemupukan K baru terlihat jelas bila unsur lainnya seperti N dan P sudah mencukupi bagi tanaman (Mario et al. 2008).. Menurut Mario et al. (2008) hara P merupakan penyusun esensial dari Adenosine Trifosfat (ATP), nukleotida, asam-asam nukleat dan fosfolipid. Fungsi utama hara ini adalah menyimpan dan memindahkan energi yang mengintegrasikan membran. Hara P yang banyak diserap pada awal pertumbuhan tanaman dapat dipindah-ulangkan dikemudian hari. Hara P diperlukan tanaman sejak awal pertumbuhan dan bersifat sangat mobile dalam jaringan tanaman. Hara ini berfungsi dalam menunjang pertumbuhan akar, anakan, pembungaan, dan pemasakan biji terutama bila temperatur udara rendah. Pupuk P sebaiknya sudah diberikan sebelum tanaman menunjukkan gejala kekurangan
3
hara P. Penambahan P sangat dibutuhkan bila perakaran belum tumbuh dengan baik dan suplai P secara alami tidak mencukupi. Rauf et al. (2000) menyatakan waktu pemberian pupuk disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman dan jenis pupuk yang akan menjamin untuk optimalnya penyerapan unsur pupuk tersebut oleh tanaman. Pemberian pupuk TSP / SP-36 umumnya diberikan bersamaan tanam, sedangkan Urea diberikan dua kali yaitu ½ dosis saat tanam (satu minggu setelah tanam) ½ dosis 35 hari setelah tanam (saat tanaman aktif). Untuk menjamin efektifnya penyerapan unsur hara dari pupuk KCL, maka pemberiannya disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman padi yaitu 1/3 dosis 1 minggu setelah tanam, 1/3 dosis 35 hari setelah tanam (saat anakan aktif) dan 1/3 dosis 55 hari setelah tanam saat primordia). Penggunaan pupuk dengan kombinasi Urea 200 Kg/ha, SP-36 100 kg/ha dan KCL 150/ha dapat meningkatkan hasil padi 6,66 ton/ha, dengan efesiensi fisik cukup tinggi yaitu 10,8 kg gabah kering/kg.
2.2. Precision Farming System Di beberapa negara berkembang, sistem pertanian presisi (PFS) telah muncul sejak awal 1990-an dalam berbagai bentuk, tergantung pada pengetahuan dan teknologi yang tersedia pada Negara tersebut (Tran dan Nguyen 2004). PFS diimplementasikan dalam kombinasi dengan teknologi informasi dan mekanisasi pertanian. Teknologi informasi dan elektonik yang digunakan untuk mengumpulkan, memproses dan menganalisa multi-sumber data untuk pengambilan keputusan. Penurunan harga pertanian produk dalam beberapa tahun terakhir, ditambah dengan peningkatan biaya produksi, telah menyebabkan penerapan PFS disukai di banyak negara maju. PFS didasarkan pada pengetahuan terhadap ruang dan waktu keberagaman dalam produksi tanaman. Variabilitas dicatat dalam manajemen pertanian dengan tujuan meningkatkan produktivitas dan mengurangi risiko lingkungan. Sistem pertanian presisi in field, juga disebut sebagai pengelolaan tanaman spesifik lokasi (SSCM). Dalam sebuah studi PFS di negara maju, Segarra (2002) dalam Tran dan Nguyen (2004) menyoroti keuntungan dengan menerapkan FPS untuk petani, yaitu secara keseluruhan hasil meningkat, peningkatan efisiensi, mengurangi biaya produksi, peningkatan pengambilan keputusan dalam pengelolaan pertanian, mengurangi dampak lingkungan. Pemilihan tanaman yang tepat varietas, penerapan yang tepat jenis dan dosis pupuk, pestisida dan herbisida, dan irigasi sesuai kebutuhan tanaman optimal untuk pertumbuhan. Hal ini menyebabkan hasil pertanian meningkat. Dalam pertanian konvensional, petani masih cenderung melakukan praktek yang sama untuk tanaman di seluruh lahan mereka. Perlakuan terhadap varietas tanaman, penyiapan lahan, pupuk, pestisida dan herbisida diterapkan secara seragam. Hal ini menyebabkan pertumbuhan optimum dari tanaman tidak tercapai dan juga tidak efisiennya penggunaan input dan tenaga kerja. Ketersediaan teknologi informasi sejak 1980-an memberikan petani alat-alat baru dan pendekatan untuk mengkarakterisasi sifat dan banyaknya variasi di lapangan, memungkinkan mereka untuk mengembangkan strategi pengelolaan yang paling tepat untuk spesifik lokasi dan juga meningkatkan efisiensi input. Selain mekanisasi, alat-alat lain dan peralatan digunakan dalam PFS di negara maju. GPS adalah sistem navigasi berdasarkan jaringan satelit yang membantu pengguna untuk merekam informasi posisi (lintang, bujur dan ketinggian) dengan akurasi antara 100 hingga 0.01 m (Lang, 1992). GPS memungkinkan petani untuk mencari posisi yang tepat fitur lapangan, seperti jenis tanah, terjadinya hama, invasi gulma, lubang air, batas dan penghalang. Di banyak negara maju, GPS umumnya digunakan sebagai navigator untuk memandu driver ke lokasi tertentu. GPS memberikan panduan yang tepat. Sistem ini memungkinkan petani untuk mengidentifikasi lokasi lapangan
4
sehingga input (bibit, pupuk, pestisida, herbisida dan air irigasi) dapat diterapkan ke lapangan, berdasarkan kriteria kinerja dan input aplikasi sebelumnya (Tran dan Nguyen 2004). Penggunaan GIS dimulai pada 1960. Sistem ini terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak dan prosedur yang dirancang untuk mendukung penyusunan, penyimpanan, pengambilan dan analisis dari fitur atribut dan data lokasi untuk menghasilkan peta. GIS menghubungkan informasi di satu tempat sehingga dapat diekstrapolasi bila diperlukan. Komputerisasi peta pada GIS berbeda dari peta konvensional dan mengandung berbagai lapisan informasi (misalnya, peta survei tanah, curah hujan, tanaman, hara tanah tingkat dan hama). GIS membantu mengkonversi informasi digital ke bentuk yang dapat dikenali dan digunakan. Gambar digital dianalisis untuk menghasilkan informasi peta penggunaan lahan dan vegetasi. GIS semacam peta terkomputerisasi, namun peran sebenarnya adalah menggunakan statistik dan metode spasial untuk menganalisis karakter dan geografi. Database GIS pertanian dapat memberikan informasi tentang: topografi, jenis tanah, drainase permukaan, drainase bawah tanah, uji tanah, irigasi, tingkat aplikasi kimia dan hasil tanaman. Setelah dianalisis, informasi ini digunakan untuk memahami hubungan antara berbagai elemen yang mempengaruhi tanaman di situs tertentu (Trimble, 2005) diacu dalam (Tran dan Nguyen 2004). Batte dan VanBuren (1999) diacu dalam Tran dan Nguyen (2004) menyatakan Variablerate technology (VRT) yang otomatis dapat diterapkan untuk operasi pertanian yang luas. VRT system mengatur nilai pengiriman input pertanian tergantung pada jenis tanah dicatat dalam peta tanah. Informasi diekstrapolasi dari GIS dapat mengendalikan proses, seperti pembibitan, pupuk dan pestisida aplikasi, dan pemilihan herbisida dan aplikasinya pada tempat dan saat yang tepat.
2.3. Applicator pupuk Applicator pupuk untuk bahan kimia tepung terdiri dari tiga macam jenis yaitu drop type (gravity), rotary (centrifugal), dan air spreader (pneumatik). Mesin pemupuk drop type dapat digunakan untuk broadcast application maupun banded application. Gambar drop type applicator dapat dilihat pada gambar 1. Applicator jenis ini biasanya terdiri dari beberapa hopper kecil. Bahan kimia dijatah dan dijatuhkan melalui selang dan disebarkan dengan diffuser. Beberapa applicator jenis ini dilengkapi dengan pembuka alur untuk menempatkan bahan kimia di dalam tanah.
Gambar 1. Drop type applicator (Srivastava et al. 1993)
5
Diagram fungsional dari applicator bahan kimia tepung ditunjukkan pada Gambar 2. Fungsi utama dari applicator pupuk adalah metering (penjatah), distribution (penyalur), dan placament (penempatan).
Gambar 2. Diagram fungsional dari applicator bahan kimia tepung Salah satu bentuk dari metering device adalah tipe edge cell. Roda metering diletakkan pada bagian bawah hopper dan digerakkan oleh poros. Lebar rotor antara 6 mm sampai 32 mm digunakan untuk rate pemupukan yang berbeda. Untuk mengatur dosis yang yang dikeluarkan dilakukan dengan mengubah kecepatn putar rotor. Gambar edge cell vertical rotor device dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Edge cell vertical rotor device (Srivastava et al. 1993) Alat penyebar (diffusor) dapat dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu centrifugal, gravity, dan ram-air. Gravity diffusor adalah lempengan logam atau plastik yang dibentuk seperti huruf V terbalik yang dipasang di bagian bawah drop tube. Gravity diffusor menyebarkan bahan kimia dengan lebih teratur dibandingkan rotary spreader, sehingga lebih cocok digunakan untuk row-crop planter dan cultivator. Placement device dibedakan menjadi device yang menempatkan di dalam tanah dan di permukaan tanah. Pada tanaman yang sudah tumbuh, bahan kimia diberikan sebagai top dressing dan tidak dimasukkan ke dalam tanah.
2.4. Transplanter Penanaman bibit secara manual pada lahan yang luas akan membutuhkan waktu yang lama dan banyak tenaga kerja. Hal ini dapat diperbaiki dengan penggunaan alat tanam padi secara mekanis. Menurut Sandra (1995), penanaman bibit dengan alat tanam lebih efisien dari segi waktu. Menurut Sakai (1978) dalam Pradina (1999), macam alat atau tipe alat tanam padi yang menggunakan motor sebagai alat penggerak ada dua macam, yaitu: 1. Walking type transplanter (alat tanam padi mekanis roda 2) 2. Riding type transplanter (alat tanam padi roda 4)
6
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Alat tanam padi memiliki bagian-bagian antara lain: Motor (engine). Motor menggunakan pendingin udara atau air, daya motor yang digunakan antara 2 – 8.5 hp tergantung pada jumlah garpu penanam. Pengatur tenaga (power transmission). Berguna untuk menggerakkan alat tanam, garpu penanam, papan semaian, gigi, sabuk dan lainnya. Roda (wheels). Alat tanam mekanis mempunyai 2 atau 4 roda untuk bergerak. Pelampung (floats). Menjaga mekanisme penanaman agar hasilnya mempunyai kedalaman penanaman yang seragam. Papan semaian (seeding stand). Tempat semaian yang diletakkan pada alat tanam, bergerak secara horizontal dan sesuai dengan kecepatan penanaman. Garpu penanam (finger). Berfungsi menancapkan bibit ke lahan. Gerakan garpu penanam diperoleh dari putaran motor yang menggerakkan batang garpu.
2.5. Sinkage Mandang dan Nishimura (1991) menyatakan bahwa kemampuan lalu lintas traktor tidak hanya ditentukan oleh kelunakan dan kelemahan tanah tetapi juga tergantung pada kemampuan alat tersebut untuk bekerja pada kondisi tanpa adanya sinkage. Kemampuan ini disebut sebagai daya apung dari kendaraan. Sinkage adalah terjadinya penurunan permukaan tanah akibat gaya dari luar dengan mengabaikan distribusi dalam tanah khususnya lalu lintas, yang dapat mengakibatkan pemadatan tanah. Penurunan permukaan terjadi sampai pada keadaan di mana gaya penahan dari tanah seimbang dengan beban yang diberikan. Kenaikan beban dapat menyebabkan kenaikan sinkage (Mandang dan Nishimura, 1991). Batas sinkage pada kemampuan lalu lintas traktor maksimum adalah 15 – 20 cm, tetapi hal ini tergantung pada alat traksi traktor, kondisi profil dan permukaan tanah. Menurut Triratanasirichai (1991), semakin besar slip yang terjadi maka ketenggelaman roda juga akan semakin besar. Metode pengukuran ketenggelaman roda yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode alat ski dengan mekanisme 4 batang hubung yang dilengkapi sensor infrared distancemeter. Selain itu dinyatakan bahwa kisaran ketenggelaman roda yang terjadi pada traktor dua roda di sawah berkisar 10 cm – 42 cm. Sembiring et al. (1990) menyatakan bahwa beban tarik roda sangat dipengaruhi oleh adanya kontak antara roda dengan tanah. Kontak antara roda dengan tanah dipengaruhi oleh ukuran roda, berat roda, berat traktor yang ditumpu roda, dan kondisi tanah tumpuan roda. Semakin besar beban tarik maka ketenggelaman roda semakin besar.
2.6. Slip Roda Menurut Sembiring et al. (1990) faktor lain yang menurunkan drawbar pull adalah slip. Penurunan tenaga yang dibutuhkan untuk mengatasi slip akan menaikkan tenaga traktor. Besarnya slip dipengaruhi oleh beban roda penarik, landasan roda, dan jenis tarikan. Perbedaan kecepatan dan perbedaan transmisi juga dapat memberikan pengaruh pada slip. Efisiensi tenaga tarik yang tertinggi yang dapat dicapai oleh traktor yang bekerja di lapang dalam mengolah tanah adalah pada tingkat slip antara 15-25%. Pada tanah liat yang basah, tenaga terbesar untuk menarik mungkin dicapai pada slip sekitar 35% (Sembiring et al.,1990). Menurut Sembiring pada tanah basah atau becek, slip dapat terjadi samapai 60% dan hanya menghasilkan tenaga sekitat 10-20%. Hal ini berarti banyak tenaga yang hilang untuk mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta hasil yang didapat berupa proses pelumpuran lahan oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas kontak
7
permukaan roda dengan tanah untuk menaikkan tarikan. Makin luas permukaan luas kontak permukaan roda, maka tarikan akan semakin baik.
2.7. Lahan Sawah (Tanah Sawah) Sifat fisik tanah sawah berubah banyak setelah mengalami pelumpuran. Menurut Koga (1992), pelumpuran adalalah proses tanah kehilangan struktur granular yang disebabkan air berlebihan atau pengolahan tanah berlebihan. Menurut Adachi (1992) dalam Agni (2001), di Jepang, tanah pada kedalaman 10-15cm dari permukaan dilumpurkan menggunakan garu atau bajak rotary. Menurut Koga (1992) keuntungan pelumpuran untuk lahan sawah adalah pengendali gulma, melembutkan tanah, penghematan air, menjaga kelembapan tanah, perataan tanah, dan mereduksi tanah. Sedangkan kerugian dari pelumpuran adalah menambah biaya, memerlukan banyak air saat pelumpurannya, memperlambat pembusukan bahan organic sehingga terjadi akumulasi racun orhanik, dan pada saat rotasi tanaman sukar mengubah tanah berlumpur menjadi struktur granular. Menurut Sakai et al. (1998), pembentukan lapisan keras di bawah lapisan olah (top soil) harus dihindarkan pada pertanian lahan kering karena dapat mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Sebaliknya, pada pertanian lahan sawah, lapisan keras (kedap) sangat diperlukan karena mempunyai fungsi yaitu: (1) lapisan kedap dengan kekerasan tanah sebesar 7 kgf/cm 2 pada ketebalan lapisan 1015 cm mampu mendukung manusia, ternak dan mesin, (2) lapisan kedap juga akan mencegah lahan sawah menjadi terlalu dalam, sehingga kebutuhan air irigasi menjadi lebih kecil, serta (3) menghindari perkolasi berlebihan yang dapat menyebabkan hilangnya pupuk sehingga menurunkan hasil. Menurut Tada dan Toyomitsu (1992) dalam Agni (2001) di Jepang terdapat empat metoda dan peralatan sederhana untuk mengukur daya dukung tanah, yaitu: 1. Cone penetrometer, dimana sudut kerucut 30o atau 60o dan alas kerucut seluas 3.2 cm2 atau 6.45 cm2. 2. SR-II soil resistance meter digunakan untuk mengukur sinkage resistance dan shear resistance. 3. Yamamata soil hardness meter merupakan penetrometer yang memiliki pegas di dalam batangnya. 4. Vane shear test untuk mengukur tahanan geser tanah. Di jepang daya dukung tanah yang diminta lebih besar dari 4 kgf/cm 2 (0.4 MPa), yaitu ratarata nilai cone index yang diukur setiap 5 cm dalam lapisan olah (0-15 cm) pada waktu panen (Tada dan Tomitsu, 1992). Daya dukung tanah sawah berubah-ubah sepanjang tahun. Nilai daya dukung tanah terbesar terjadi pada waktu periode non irigasi (Februari dan Januari) ketika tanah telah dibajak pada akhir musim gugur dan tanah dalam kondisi paling kering. Pada periode ini nilai cone index pada tanah di atas lapisan kedap lebih besar dari 4 kgf/cm 2 dan di bawah lapisan kedap lebih besar dari 3 kgf/cm2. Menurut Koga (1992) dalam Agni (2001), terdapat nilai indeks kerucut kritis untuk berbagai tipe traktor, yaitu seperti yang disajikan pada Tabel 1.
8
Tabel 1. Nilai indeks kerucut kritis untuk berbagai tipe traktor Tipe Mesin Tractor with wheels Tractor with caterpillar Tractor with half wheels Combine with wheels Combine with half track
Kesukaran Operasi Mesin Bisa tetapi sulit untuk bekerja (kgf/cm2) Mudah untuk Bekerja (kgf/cm2) 4.5-6.0 >6.0 2.5-3.0 >3.0 2.0-2.5 >2.5 2.6-3.6 1.5-3.0
>3.6 >3.6
9