II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah, Meksiko, Kepulauan Karibia, dan Amerika Selatan. Plumeria dapat tumbuh di daerah tropis dan sub tropis (Eggli, 2002). Tanaman kamboja awalnya tersebar luas di wilayah tropis mulai dari wilayah tropis hangat Kepulauan Pasifik, bagian selatan Benua Amerika, Panama hingga Venezuela. Nama genus ―Plumeria‖ awalnya bernama ―Plumiera‖. Kata tersebut berasal dari ―Plumier‖, yaitu seorang ahli botani Prancis abad ke – 17, Charles Plumier, yang melakukan perjalanan ke dunia baru (Amerika) untuk mendokumentasikan tanaman dan hewan. Masyarakat di negara – negara empat musim menggemari tanaman kamboja, meskipun harus memberi perlakuan khusus ketika memasuki musim dingin. Di Amerika Serikat terdapat perkumpulan orang yang mengkoleksi Plumeria dengan nama The Plumeria Society of America. Iklim tropis yang dimiliki Indonesia sesuai dengan kebutuhan tumbuh tanaman kamboja. Oleh karena itu, tanaman ini tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia (Criley, 1998). Menurut GRIN (Germplasm Resources Information Network) (2003), klasifikasi Plumeria adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Apocynales
Famili
: Apocynaceae
Genus
: Plumeria L.
Spesies
: Plumeria sp.
Menurut Rengaswami dan Venkatarao (1960), secara umum, tanaman kamboja memiliki ciri-ciri: batang bulat dan berkayu keras, bengkok dengan percabangan
4
yang banyak. Kulit batang muda berwarna hijau dan akan berubah menjadi abu – abu seiring dengan penuaan batang. Pada waktu berbunga, cabangnya juga kehilangan daun dan hanya terlihat seperti pohon mati dengan cabang yang gundul. Kulit batang tanaman kamboja bergetah. Getah tanaman ini mengandung senyawa sejenis karet, triterpenoid, amyrin, lupeol, kautscuk, dan damar. Bila terkena kulit, getah kamboja dapat menimbulkan rasa gatal di kulit. Namun, getah ini juga bisa digunakan sebagai obat penyakit kulit (Heyne, 1987). Daun kamboja berbentuk lanset dengan ujung dan pangkal daun meruncing, berwarna hijau dan tebal, serta tulang daunnya menonjol. Panjang daun berukuran 15- 20 cm. Sementara lebar daunnya berkisar 6 – 12,5 cm. Selain bentuk lanset yang lebar, ada daun yang sempit dan ada pula yang ujung daunya tidak lancip, tetapi membulat. Ada pula tanaman kamboja yang memiliki daun yang pada bagian pangkalnya menyempit, tetapi di bagian ujung melebar (Random House Australia, 1999). Bunga kamboja memiliki ukuran diameter 8-12 cm. Mahkota bunga umumnya berjumlah lima helai dan memiliki wangi yang khas. Mahkota bunga mempunyai corong dengan lingkar yang sempit dan sisi bagian dalamnya berambut halus. Bentuk mahkotanya pun tidak monoton, ada yang bertajuk lebar hingga bulat serta mahkota panjang yang sempit dan berpilin (menggulung). Selain itu, ada mahkota yang berbentuk oval hingga bintang warna mahkota sangat beragam mulai dari putih, merah, pink, hingga kuning. Tangkai putik tanaman berukuran pendek dengan dasar bunga yang menonjol sehingga menutupi tabung kelopak (Little, 2006). Buah akan terbentuk bila terjadi penyerbukan. Proses penyerbukan hingga matangnya buah berlangsung kurang lebih 8 bulan. Buahnya tidak berdaging (buah kering atau follicle) dan berbentuk tabung dengan kedua ujungnya lancip. Buahnya bisa berjumlah satu atau dua yang saling terpisah. Panjang buah berkisar 15-20 cm dengan diameter 2 cm. Biji – biji akan beterbangan terbawa angin bila buahnya telah matang dan pecah. Biji berbentuk elips dengan embrio tanaman berada di salah satu ujung, sedangkan ujung lainnya berupa lembaran tipis yang
5
berfungsi sebagai sayap ketika terbang terbawa angin. Panjang biji 4 – 5 cm dengan lebar 1 cm. Biji berwarna cokelat muda seperti lembar daun yang kering (Amin, 2010).
2.2. Variasi Kultivar Kamboja (Plumeria sp.) Variasi kamboja (Plumeria sp.) dapat disebabkan dari perkawinan silang maupun mutasi genetik (Little, 2006). Aneka variasi pada bentuk helaian daun Plumeria sp. dapat dibedakan sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Gambar 1. Variasi Bentuk Helaian Daun Plumeria sp. : (a) bujur-lancip, (b) oval-bujur, (c) lancip, (d) bujur, (e) bujur-garis, (f) bulat-panjang (Little, 2006).
6
Beberapa variasi pada morfologi bunga atau bentuk petal Plumeria sp. dapat dibedakan sebagai berikut: Tipe-Tipe Bunga
Tipe keong (biasanya bunga yang masih kuncup)
a. Bentuk petal lebar, ujung bulat, cukup tumpang tindih
b. Bentuk petal membujur, ujung bulat, sedikit tumpang tindih
c. Bentuk petal lebar membujur, ujung bulat, cukup tumpang tindih
d. Bentuk petal lebar, ujung meruncing, cukup tumpang tindih
e. Bentuk petal lebar-bulat panjang, ujung membulat, sangat tumpang tindih
f. Bentuk petal lebar-bulat panjang, ujung meruncing, cukup tumpang tindih
g. Bentuk petal bulat panjang, ujung meruncing, cukup tumpang tindih
h. Bentuk petal bulat panjang, ujung meruncing, sedikit tumpang tindih
j.
k.
Bentuk petal menyempit, ujung meruncing, sedikit tumpang tindih
Bentuk petal spiral menyempit, ujung meruncing, sedikit tumpang tindih
l. Bentuk petal menyempit, ujung lonjong, sedikit tumpang tindih
i. Bentuk petal menyempit, ujung meruncing, sedikit tumpang tindih
Gambar 2. Variasi Bentuk Mahkota Bunga Plumeria sp. (Little, 2006) Terdapat lebih dari 300 kultivar Plumeria sp. yang menjadi koleksi Bali Frangipani Palace, Jalan Hayam Wuruk, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Beberapa di antaranya yang sering ditemukan di Bali adalah P. acuminata ‗Sudamala Bali‘, P. acuminata ‗Bali Mas‘, P. acuminata ‗Maroon‘, P. alba ‗Bali Hai Gold‘, P. alba ‗Bali Palace‘, P. rubra ‗Cheddi Pink‘, dan P. obtusa (Gambar 3- 9).
7
Gambar 3. Plumeria acuminata ‗Sudamala Bali‘
Gambar 4. Plumeria acuminata ‗Bali Mas‘
Gambar 5. Plumeria acuminata ‗Maroon‘ (Katalog Bali Frangipani Palace, 2012)
8
Gambar 6. Plumeria alba ‗Bali Hai Gold‘
Gambar 7. Plumeria alba ‗Bali Palace‘ (Katalog Bali Frangipani Palace, 2012)
Gambar 8. Plumeria rubra ‗Cheddi Pink‘ (Katalog Bali Frangipani Palace, 2012)
9
Gambar 9. Plumeria obtusa Terdapat beberapa variasi kultivar Plumeria sp. koleksi Bali Frangipani Palace yang berasal dari luar Bali (impor) di antaranya: Plumeria sp. ‗Jack Purple‘ berasal dari Thailand dan Plumeria sp. ‗Madam Poni‘ berasal dari Kepulauan Hawai‘i yang diperlihatkan pada Gambar 10 dan 11 (Bali Frangipani Palace, 2012).
Gambar 10. Plumeria sp. ‗Jack Purple‘
Gambar 11. Plumeria sp. ‗Madam Poni‘
10
2.3 Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Teknik molekuler telah memberikan peluang pengembangan dan identifikasi peta genetik spesies tanaman. Pendekatan genetika molekuler menggunakan penciri DNA telah berhasil membentuk penanda molekuler yang mampu mendeteksi gen dan sifat-sifat tertentu, evaluasi keragaman, kekerabatan, serta adanya evolusi pada tingkat genetik (Hoon-Lim et al., 1999). Salah satu teknik molekuler yang dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik adalah metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) (Dwiatmini dkk., 2003). Liu dan Furnier (1993) melaporkan penggunaan RAPD selalu memperlihatkan keragaman lebih tinggi daripada alozim dan RFLP, sehingga sangat mendukung upaya analisis keragaman genetik jika latar belakang genomnya belum diketahui. Analisis molekuler RAPD juga telah dipergunakan untuk mengembangkan sidik jari dan hubungan genetik (Maftuchah, 2001). Metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) merupakan suatu aplikasi standar dari PCR (Polymerase Chain Reaction). Keuntungan metode RAPD adalah relatif sederhana, membutuhkan kuantitas DNA yang lebih sedikit (5 -25 ng DNA) dalam setiap rantai PCR (Pandey et al., 1998). Pada metode ini DNA genom yang dideteksi berada pada strigency yang rendah, menggunakan oligonukliotida tunggal dan pendek biasanya 10-mer yang sekuennya dibuat secara acak. Kondisi strigency yang rendah memungkinkan primer dapat menempel pada banyak tempat pada genom dan menghasilkan sejumlah pita fragmen DNA. Teknik RAPD memiliki kemampuan yang cepat dalam mendeteksi polimorfisme pada sejumlah lokus. Teknik ini merupakan teknik yang paling cepat dalam mengumpulkan polimorfisme dalam DNA genom (Soemantri dkk., 2002). Metode RAPD mampu menampilkan hasil dalam waktu relatif singkat. Hasil dapat segera divisualisasi setelah proses amplifikasi DNA. Karakter yang muncul sangat banyak tergantung pada primer yang digunakan. Kelemahan metode ini adalah reproducibility yang rendah, namun kelemahan ini dapat diatasi dengan konsistensi kondisi PCR (Prana dan Hartati, 2003).
11