II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Klasifikasi Produk Tanaman Hias di Indonesia Tanaman hias didefinisikan sebagai jenis tanaman tertentu, baik tanaman
daun maupun tanaman bunga yang dapat ditata untuk memperindah lingkungan dan membuat suasana menjadi lebih artistik dan menarik. Tanaman hias berperan dalam menciptakan keselarasan alam sehingga menghasilkan suatu keindahan, kesejukan, kenyamanan dan kesinambungan kehidupan Berdasarkan pemanfaatan produknya, tanaman hias diklasifikasikan ke dalam empat kelompok produk, antara lain: a. Bunga Potong Tanaman hias yang bernilai ekonomis sebagai bunga potong harus memenuhi persyaratan tertentu, yakni berwarna indah, mulus, bersih, tidak bernoda dan baunya wangi tidak menyengat. Selain itu, bunga potong harus dapat bertahan lama setelah dipotong, tangkai bunga cukup panjang dan kuat, bunga tidak mudah rusak dalam pengepakan dan bunga dihasilkan oleh tanaman yang subur dan mudah berbunga tanpa mengenal musim. Beberapa jenis bunga potong yang terkenal di Indonesia adalah Anggrek, Krisan, Mawar, Anyelir, Gladiol dan Gerbera (Balai Penelitian Tanaman Hias 2009b). b. Daun Potong Nilai jual dari tanaman hias daun dipilih berdasarkan keindahan bentuk dan variasi warna, kemulusan dan ketegaran daun serta kekompakan susunan daun. Daun potong yang banyak dikembangbiakkan saat ini terdiri atas 29 jenis, termasuk Asparagus, Cordyline, Anthurium, Calathea, Palem Kuning, Waregu, Daun Salak, dan Andongijo, Kadaka dan Pakis . Warna daun potong tidak selalu hijau, tapi ada pula yang berwarna merah, hijau-kuning, perak-hijau dan ungu. Variasi warna daun ini berpeluang untuk menggantikan warna rangkaian yang berasal dari bunga (UPT Rawa Belong 2009b). Permintaan daun potong di Indonesia terus meningkat. Hal ini disebabkan perubahan terhadap tren rangkaian bunga. Semula daun hanya dikenal sebagai pelengkap rangkaian bunga. Dalam satu rangkaian, daun mengisi 30 persen porsi rangkaian. Fungsi daun kemudian berubah, kini daun memiliki nilai tambah
12
sehingga rangkaian lebih menarik dan tampak hidup. Daun potong menjadi elemen utama rangkaian, bukan hanya sebagai pelengkap.6 c. Tanaman Hias Pot Konsumen tanaman hias pot akan melihat kekompakan dan keserasian tanaman dengan wadah/pot serta keindahan tanamannya. Dengan demikian, nilai estetika bagi tanaman hias pot bukan hanya ditentukan dari tanaman hias, namun juga dari keindahan pot yang digunakan. Jenis yang paling dikenal dari kelompok tanaman hias pot antara lain Anthurium, Aglaonema, Philodendron, Spatyphillum, Kaktus, Sukulen, Sanseviera, Euphorbia, Adenium, Anggrek dan Bonsai. d. Tanaman Lanskap Tanaman lanskap bertujuan memberikan nilai estetika pada suatu ruang khusus. Nilai estetika diperoleh dari perpaduan antara warna (daun, batang, bunga), bentuk fisik tanaman, tekstur tanaman, skala tanaman dan komposisi tanaman. Nilai estetika tanaman dapat diperoleh dari satu tanaman, sekelompok tanaman sejenis, kombinasi berbagai jenis tanaman dan kombinasi tanaman dengan elemen lanskap lainnya. Konsumen tanaman hias taman juga mempertimbangkan kemudahan tanaman untuk diintegrasikan dalam suatu desain taman, tidak banyak memerlukan pemeliharaan, tahan terhadap hama dan penyakit serta tidak terlalu banyak menggugurkan daun (Balai Penelitian Tanaman Hias 2009b). Selain bertujuan memberikan nilai estetika, tanaman hias lanskap juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, memberikan efek visual dan psikologis dari kombinasi warna tanaman lanskap dan memberikan kesan yang terkandung dalam taman. Berdasarkan lokasi tumbuhnya, tanaman hias dapat digolongkan menjadi tanaman hias tropis dan non tropis. Tanaman hias tropis umumnya dimanfaatkan sebagai tanaman hias daun potong, tanaman pot serta tanaman lanskap. Berbagai jenis tanaman tropis antara lain Athurium, Sansievera, serta berbagai jenis Pakis. Tanaman hias subtropis umumnya dimanfaatkan sebagai bunga potong karena warnanya yang beragam, fase hidupnya yang lebih tahan lama, tangkai kokoh, lebih panjang dan lurus serta bentuk yang lebih variatif (Bina UKM 2010).
6
Andy Djati Utomo, ketua ikatan perangkai bunga Indonesia. Tren Rangkaian Flora. www.trubus-online.co.id [1 April 2010]
13
Tanaman Pakis dapat dimanfaatkan untuk beberapa fungsi, antara lain sebagai daun potong, tanaman lanskap dan tanaman pot. Pakis sebagai daun potong digunakan sebagai elemen rangkaian bunga. Jenis Pakis yang umum dimanfaatkan sebagai daun potong adalah Leather Leaf. Dalam pemanfaatannya sebagai tanaman pot, jenis Pakis yang umum digunakan adalah Dicksonia Antartica (Pakis Monyet). Sebagai tanaman lanskap, beberapa jenis Pakis yang umum digunakan adalah jenis Pakis Haji. Potensi penggunaan tanaman Pakis masih terus dapat digali mengingat banyak jenisnya yang masih ada di habitat aslinya.7
2.2
Agribisnis Tanaman Hias Pakis Tanaman Pakis merupakan tanaman daerah tropis dan sebagian wilayah
subtropis. Wilayah penyebaran Pakis antara lain Asia Tenggara, Afrika Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Total keragaman Pakis dunia sebanyak 10.000 varietas dan Indonesia memiliki lebih kurang 3000 varietas (Khoiriyah 2008). Penyebaran varietas Pakis merata di seluruh Indonesia, dengan pusat penyebaran terdapat di Papua. Penyebaran tanaman Pakis di Pulau Sumatera tercatat sebanyak 500 spesies, Pulau Kalimantan 1.000 spesies, Pulau JawaBali/NTB/NTT 500 spesies, Pulau Sulawesi 500 spesies, Kepulauan Maluku 690 spesies dan Papua 2.000 spesies. Dalam menentukan jumlah perkiraan total spesies di setiap wilayah penyebaran tersebut boleh jadi ada tumpang tindih antara satu pulau dengan lainnya, namun ada juga spesies endemik yang ada pada satu pulau saja8. Penyebaran Pakis dunia terlihat pada Gambar 1.
7 8
Dr. Ir. Budi Marwoto MS, Peneliti Balai Penelitian Tanaman Hias. Pemanfaatan dan Potensi Pakis. [10 Juni 2010] Anonim. 2010. Tumbuhan Pakis. www.wikipedia.com. 2010 [5 Juli 2010]
14
Gambar 1. Peta Penyebaran Pakis Dunia Sumber: www.cycadsforafrica.com
Menurut Wibowo dan Prasetya (1994), pengertian agribisnis mengacu pada semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosessing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Saragih (1998) mengemukakan bahwa pada sistem agribisnis terdiri atas empat subsistem, yaitu: (a) subsistem agribisnis hulu (downstream agribusiness), (b) subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness), (c) subsistem agribisnis hilir (upstream agribusiness), dan (d) subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (supporting institution). Subsistem agribisnis hulu (downstream agribusiness) berhubungan dengan pengadaan sarana produksi pertanian, yaitu memproduksi dan mendistribusikan bahan, alat, dan mesin yang dibutuhkan usahatani. Pada agribisnis tanaman hias, khususnya Pakis, input yang dibutuhkan berupa bibit, pupuk, pestisida dan obatobatan, serta peralatan penunjang pertanian. Terdapat teknologi terkait dengan perbanyakan benih secara masal, yakni teknik kultur jaringan (tissue culture). Kultur jaringan merupakan suatu teknik untuk mengisolasi sel, protoplasma, jaringan, dan organ serta kemudian menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali. Manfaat utama dari kultur jaringan adalah untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu relatif singkat dengan sifat fisiologi dan morfologi sama persis dengan induknya. Selain itu, melalui teknik kultur jaringan dapat diperoleh tanaman baru yang bersifat
15
unggul atau sifat yang dikehendaki. Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa (Departemen Kehutanan 2009). Subsistem agribisnis usahatani (on-farm agribusiness) mencakup kegiatan produksi yang menggunakan barang-barang modal dan sumberdaya alam untuk menghasilkan produk primer. Kegiatan usahatani juga perlu menerapkan SOP budidaya, manajemen produksi dan pengendalian mutu. Hal ini bertujuan menjaga kualitas dan standarisasi produk agar perusahaan mencapai hasil yang optimal. Kualitas tanaman Pakis akan optimal jika proses produksi telah menggunakan teknik dan teknologi budidaya. Tanaman Pakis tumbuh optimal pada kondisi pencahayaan 45 persen, kondisi udara yang lembab serta pada kondisi tanah yang mengandung Fosfor dan bersifat agak masam. Untuk itu diperlukan modifikasi lingkungan tumbuh mikro bagi Pakis. Pertama, produsen perlu mengatur pencahayaan dengan menggunakan paranet 55 persen, artinya cahaya yang masuk adalah 45 persen. Kedua, diperlukan teknologi yang mengatur kelembaban udara, yakni melalui sistem irigasi terkendali. Ketiga, untuk membangun kondisi tanah yang sesuai, maka diperlukan asupan hara Nitrogen (N) dan Kalium (K) dalam dosis yang tepat.9 Subsistem agribisnis hilir (upstream agribusiness) terdiri dari kegiatan pengolahan dan pemasaran komoditas primer dan produk turunannya. Misalnya saja merangkai daun dan bunga potong menjadi karangan bunga serta memasarkannya dengan kemasan menarik hingga ke tangan konsumen. Agribisnis tanaman Pakis mengenal beberapa kegiatan dalam subsistem hilirnya, dimulai dari aktivitas pasca panen meliputi sortasi, grading, pengawetan dan pengemasan. Tanaman Pakis kemudian dipasarkan hingga sampai ke tangan konsumen. Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (supporting institution) bertugas mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan ketiga subsistem agribisnis lainnya, misalnya penyuluhan, konsultan, keuangan, dan penelitian (research and development). Selain itu, hal yang harus diperhatikan dalam subsistem jasa pelayanan penunjang adalah sistem regulasi yang mengatur bisnis dan indormasi yang diperlukan dalam rangka usaha.
9
Budi Marwoto, Balai Penelitian Tanaman Hias. 2010 [1 Juli 2010]
16
2.3
Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Usahatani Tanaman Pakis Tanaman hias Pakis merupakan komoditas yang diperdagangkan baik
ditingkat nasional maupun internasonal. Keberhasilan usahatani tanaman hias ditentukan oleh faktor pemilihan bahan baku, tingkat penguasaan teknologi dan adanya strategi pemasaran yang jitu. Dalam kegiatan pelaksanaan dan pengelolaan usaha tanaman hias banyak terdapat risiko-risiko usaha yang menjadi faktor kritis yang harus mendapat perhatian lebih, diantaranya (Bina UKM 2010): 1. Iklim, Tanah dan Air Unsur iklim, tanah dan air sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan Pakis yang akan dibudidayakan. Ketersediaan air akan menentukan keberhasilan budidaya Pakis yang dipanen sepanjang tahun. Tanpa tersedianya air maka usahatani akan menjadi budidaya tradisional musiman. Syarat yang harus diperhatikan adalah bahwa air harus bebas dari hama penyakit serta benih gulma karena sistem irigasi yang digunakan adalah sistem perendaman atau irigasi tetes (drip irrigation). 2. Rumah Naungan Pada daerah tropis, kecenderungan yang terjadi adalah iklim panas, intensitas cahaya matahari dan hujan yang tinggi, adanya hama dan penyakit tanaman, serta perubahan suhu dan kelembaban. Kelima hal ini merupakan risiko produksi yang dominan pada usaha Pakis. Membangun rumah naungan menjadi keharusan, dengan kualitas dan ukuran yang dapat disesuaikan dengan modal dan kondisi lapang. Tanaman Pakis hanya membutuhkan cahaya 45 persen, sehingga rumah naungan yang dibangun perlu dipasangi paranet 55 persen. Kelembaban udara juga perlu dijaga, karena Pakis tumbuh optimal pada lingkungan dengan tingkat kelembaban tinggi. 3. Tanaman Induk (Mother Plant) Pertimbangan dalam memilih mother plant dari tanaman induk impor atau tanaman induk produksi dalam negeri sangat tergantung dari sejauh mana orientasi pasar. Jika dilakukan impor, maka yang perlu diperhatikan adalah kemampuan bahan tanaman tersebut untuk diperbanyak (anakan) tanpa menyebabkan penurunan mutu yang dihasilkan. Kondisi bibit yang perlu dijaga antara lain tanaman harus bebas dari hama dan penyakit, seragam, true to type,
17
selalu berada pada fase vegetatif, mendapat asupan hara yang cukup serta cukup dewasa pada saat diambil anakannya. 4. Sumber Daya Manusia (Human Resources) PT. Floribunda perlu memiliki SDM yang mempunyai kemampuan dalam pengetahuan teknis mengenai produksi tanaman hias Pakis serta dapat berhubungan dengan karyawan lain. Di samping itu, faktor cinta pada pekerjaan dan keuletan menghadapi tantangan adalah faktor yang cukup dominan untuk meminimalisasi risiko yang berhubungan dengan SDM. 5. Tindakan Pasca Panen dan Distribusi Karakteristik bunga pada umumnya mempunyai sifat mudah rusak (perishable) sehingga harus dikonsumsi dalam keadaan segar dan tidak cacat. Hal ini merupakan titik kritis yang memerlukan penanganan pasca panen yang baik, khususnya pengawetan (untuk memperpanjang fase hidup, misalnya dengan menyemprot daun potong Pakis dengan larutan air, gula dan pemutih) dan pengemasan. Sarana jalan yang baik, ketersediaan alat transportasi berupa cold storage serta kepastian pasar akan menjamin sistem distribusi yang baik, sehingga meminimumkan kerugian akibat kerusakaan produk. 6. Pemasaran Pemasaran dapat menjadi titik kritis pada saat tercapainya tujuan penjualan perusahaan serta persaingan (kompetisi) dalam industri. Strategi dan taktik penjualan harus benar-benar terfokus. Dalam menyusun strategi pemasaran, perusahaan perlu menetapkan: a. Jenis-jenis tanaman hias yang akan diproduksi, lebih baik jika menciptakan pasar atau tren dari jenis yang selama ini belum banyak ada di pasar b. Segmen-segmen pasar yang dianggap efektif, di antaranya adalah floris, hotel, wholesaler, perkantoran, catering, dan bisnis real estate. Setiap segmen pasar memiliki pertimbangan masing-masing dalam membeli bunga potong. c. Menyesuaikan skala produksi dan waktu panen berdasarkan tingkat permintaan yang dimiliki Selain beberapa hal tersebut, produsen tanaman hias Pakis harus menyadari bahwa tren pemakaian bunga dan tanaman hias selalu berubah setiap waktu sehingga produsen harus mengetahui jenis bunga atau tanaman hias yang
18
potensial diterima pasar. Produsen juga harus mengetahui saat-saat tertentu dimana kebutuhan akan bunga meningkat. Hal tersebut penting diketahui, agar produksi dapat diserap pasar dengan baik. Saat-saat tersebut antara lain hari raya Lebaran, Natal, tahun baru, Imlek, 17 Agustus, Valentine dan bulan-bulan ramai pernikahan (seperti bulan haji menurut kalender Islam).
2.4
Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai tanaman Pakis dan produk substitusinya telah banyak
dilakukan. Penelitian tersebut dilakukan pada waktu yang berbeda dan mengkaji berbagai topik. Kajian mengenai strategi pemasaran tanaman hias daun potong telah dilakukan oleh Rositasari (2006). Alat analisis yang digunakan adalah matriks IFE, EFE, SWOT dan AHP. Industri florikultura memiliki karakteristik tren dan selera konsumen yang selalu berubah. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan strategi pemasaran yang tepat dalam kegiatan bisnisnya. Strategi yang diprioritaskan sebagai strategi pemasaran antara lain menetapkan harga yang fleksibel dan melakukan diversifikasi serta pengembangan produk. Tanaman hias daun potong merupakan produk substitusi dari tanaman Pakis. Keduanya mempunyai fungsi yang sama dalam membentuk rangkaian tanaman hias. Usaha tanaman hias daun potong membutuhkan strategi pemasaran mengingat tren pasar yang selalu berubah. Sayangnya, target usaha perusahaan hanya berada pada lingkup dalam negeri, sehingga menutup kemungkinan perusahaan untuk meraih peluang ekspor yang terbuka lebar. Penelitian mengenai tanaman hias Pakis yang terdapat pada PT. Floribunda bertujuan untuk meraih peluang dalam memenuhi permintaan dari dalam dan luar negeri. Strategi pengembangan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan perusahaan sejenis guna menggali potensi dalam negeri serta meraih peluang ekspor. Kajian penelitian risiko produksi tanaman hias daun potong telah dilakukan oleh Safitri (2009). Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa komoditas daun potong potensial untuk dikembangkan. Namun, pengusahaannya tidak mudah karena menghadapi risiko dalam kegiatan produksinya. Risiko tersebut antara lain menurunnya jumlah produksi, serangan hama dan penyakit serta
19
ketidakpastian iklim. Perusahaan perlu menerapkan strategi untuk meminimalkan produksi, yakni dengan menetapkan pola penanaman terpadu, dan menjalankan kemitraan. Usaha tanaman hias Pakis pada PF Floribunda juga menghadapi risiko produksi dalam kegiatan bisnisnya. Adanya risiko produksi sangat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan untuk meraih peluang pasar. Penelitian mengenai risiko produksi dapat membantu dalam proses merumuskan strategi, yakni dengan mengoptimalkan budidaya dengan mempertimbangkan risiko produksi yang dihadapi. Fauziah (2009) melakukan penelitian dalam skripsinya yang berjudul Formulasi Strategi Bersaing Usaha Tanaman Hias pada PT Istana Alam Dewi Tara, Kota Depok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total skor matriks EFE (3,364) dan total skor matrix IFE (3,198) menempatkan posisi perusahaan pada kuadran 1 matrix IE (tumbuh dan kembangkan). Perusahaan memiliki posisi internal dan eksternal yang kuat, sehingga cocok untuk menerapkan strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk), dan strategi integrasi (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, dan integrasi horizontal). Berdasarkan matriks SWOT dan QSPM, maka strategi beserta prioritasnya adalah: (1) melakukan diferensiasi produk, (2) mengembangkan usaha dengan intensifikasi lahan, (3) melakukan ekspektasi pasar dengan riset pemasaran, (4) melakukan diversifikasi usaha, (5) mengusahakan pasokan bibit lokal berkualitas, (6) pengembangan pasar dengan membuka pasar baru, (7) merestukturisasi perusahaan untuk memperjelas spesialisasi pekerjaan dan otoritas kerja. Usaha tanaman hias berada pada struktur pasar persaingan sempurna. Dengan demikian, terdapat banyak perusahaan sejenis yang saling berkompetisi untuk mendapatkan market share. Menghadapi kondisi ini, maka dibutuhkan strategi bersaing bagi perusahaan guna mempertahankan dan meningkatkan posisinya di pasar. PT. Floribunda telah memilih untuk mengusahakan tanaman hias Pakis yang jarang diusahakan perusahaan lain. Pemilihan ini tepat, terlihat dari banyaknya permintaan untuk tanaman hias Pakis dari dalam dan luar negeri. Menghadapi situasi ini, maka strategi pengembangan usaha perlu dirumuskan
20
untuk meraih peluang dan mempertahankan posisi sebagai market leader. Kajian mengenai strategi pengembangan tanaman usaha hias Pakis yang minim pesaing dapat menjadi acuan bagi perusahaan lain tentang pentingnya melihat peluang usaha dan cara meraih peluang tersebut. Penelitian mengenai strategi pengembangan usaha tanaman hias dilakukan oleh Tambunan (2005) dalam skripsinya yang berjudul Strategi pengembangan usaha tanaman hias pada PT. Bina Usaha Flora di Cipanas, Cianjur. Alat analisis yang digunakan adalah matriks IFE, matriks EFE, Matriks IE, SWOT, dan Matriks QSP. Total skor pada matriks IFE dan EFE kemudian dipetakan ke dalam matriks IE. Hasilnya adalah perusahaan berada pada sel IV (growt and built). Hasil analisis SWOT dan prioritas dengan matriks QSP adalah strategi yang paling relevan berupa: (1) mendirikan floris atau retail di Jakarta, (2), menjalin kerjasama dengan pelanggan potensial, (3) melakukan segmentasi dan diferensiasi harga, dan (4) melakukan ekspansi pemasaran. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Lestari (2008) dalam skripsi yang berjudul Analisis Formulasi Strategi Pengembangan Tanaman Hias pada Galeri Tanaman Hias Kebun Raya Cibodas. Alat analisis yang digunakan adalah matriks IFE, matriks EFE, Matriks IE, SWOT, dan Matriks QSP. Galeri Kebun Raya Cibodas berada pada sel V matriks IE (hold and maintain). Hasil analisis SWOT dan matriks QSP menunjukkan prioritas strategi yang dijalankan perusahaan, antara lain: (1) berusaha meraih share lebih besar dari segmen pasar pengunjung Kebun Raya Cibodas, (2) memperbaiki kualitas produk, (3) melakukan pemasaran secara intensif dan terintegrasi, dan (4) mengembangkan penyediaan produk komplemen. Galeri Kebun Raya Cibodas memiliki latar belakang yang sama seperti PT. Floribunda. Galeri Kebun Raya membutuhkan strategi pengembangan usaha dalam rangka meraih pendapatan penjualan yang lebih besar terhadap pengunjung Taman Wisata Cibodas. Kajian mengenai strategi pengembangan usaha Pakis diharapkan dapat menjadi acuan bagi perusahaan lain dalam mengembangkan usahanya untuk membuka pasar baru, yakni dengan terlebih dahulu mencari informasi pasar, kemudian menerapkan strategi yang tepat untuk dapat meraih peluang.
21