II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN PALMA Keluarga tanaman palma (Arecaceae) merupakan tumbuh-tumbuhan yang sudah lama terdapat di Indonesia.Tanaman palma sudah dikenal sebagai tanaman yang mempunyai banyak manfaat bagi manusiadan mempunyai beragam jenis yang tersebar di daerah tropik dan subtropik. Indonesia sebagai negara tropik memiliki sekitar 460 jenis tanaman dari ± 35 genus, yang tersebar merata di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Irian Jaya, dan pulau-pulau kecil lainnya. Jenis-jenis yang umumnya dapat ditemui di Indonesia antara lain Enau atau Aren (Arenga pinata), gebang (Coryphautan), Nipah (Nypa fruticans Wurmb), nibung (Oncosperma tigillarium), rotan (Calamus rottan),kelapa (Cocos nucifera), salak (Salacca zalacca), sagu atau rumbia (Metroxylon sago), dan siwalan (Borassus flabellifer)(Rachman dan Sudarto 1992). Secara umum tanaman palma mempunyai ciri-ciri seperti batangnya tumbuh tegak ke atas dan jarang bercabang, batangnya beruas-ruas dan tidak memiliki kambium sejati, akarnya tumbuh dari pangkal batang dan berbentuk akar serabut, berdaun majemuk, tangkai daun memiliki pelepah daun yang membungkus batang, bunga tersusun dalam karangan bunga (mayang), buahnya ditutupi lapisan luar yang relatif tebal (biasa disebut sabut), biji buah relatif cair pada saat masih muda dan semakin mengeras ketika tua(Alamendah 2009). Tanaman palma banyak dibudidayakan sebagai tanaman penghasil gula, tepung, pati, dan tanaman hias.Beberapa tanaman palma yang dapat menghasilkan pati yaitu diantaranya sagu rumbia, aren, sagu baruk, dan Caryota mitis.
1. Sagu Rumbia Sagu rumbia (Metroxylon sp.) adalah salah satu jenis tanaman berbiji tunggal (monokotil) yang berasal dari divisi Spermathophyta, kelas Angiospermae, ordo Spadiciflorae,keluarga Palmae, marga Metroxylon. Sagu rumbia merupakan sagu sejati yang dapat tumbuh di lahan rawa, lahan kering dan daerah aliran sungaiseperti di Papua, Riau dan Kalimantan. Tanaman ini memiliki nama lokal yaitu pohon sagu (Indonesia), kirai (Jawa Barat), balau (Serawak), lapia (Ambon), dan pidgin (Papua).Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua yaitu tanaman sagu yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dengan kandungan pati rendah dan tanaman sagu yang berbunga atau berbuah sekali (Hepaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan patinya lebih banyak(Bintoro 1999). Tanaman sagu telah lama tersebar di nusantara, diperkirakan berasal dari Maluku dan Papua. Luas areal sagu yang terdapat di Indonesia diperkirakan lebih dari satu juta hektare. Selain di Maluku dan Papua, sagu juga terdapat di Aceh, Sumatra Barat, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan lebih dari 50 % sagu Indonesia tumbuh di Papua.Sagu tumbuh di daerah-daerah rawa yang berair tawar, rawa yang bergambut, sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, dan hutan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi. Bintoro (1999) menyatakan bahwa sagu di daerah Maluku dan Papua tumbuh liar pada rawa-rawa dan dataran rendah. Di Sumatra sagu banyak ditanam di daerah rawa-rawa yang membentang dari Provinsi Sumatra Selatan sampai Sumatra Utara melalui Jambi dan Riau, sagu dapat tumbuh baik pada tanah vulkanik, podzolik merah kuning, gumusol, alluvial, dan hidromofik. Bagian yang terpenting dari tanaman sagu adalah batang. Batang merupakan tempat untuk menyimpan cadangan makanan berupa karbohidrat. Batang sagu berbentuk silinder dengan kulit luar
3
yang keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Batang sagu berdiameter sekitar 50 cm bahkan dapat mencapai 80-90 cm. Sagu memiliki daun sirip, menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada tangkai daun. Bunga sagu majemuk yang keluar dari ujung batang sagu, berwarna merah kecokelat-cokelatan seperti karat. Kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda tergantung pada umur, jenis, dan lingkungan tumbuh. Penurunan kandungan pati dalam batang sagu biasanya ditandai dengan mulai terbentuknya primordia bunga (Haryanto dan Pangloli 1992). Pohon sagu dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pohon Sagu (Metroxylon sp.) Pati sagu dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif seperti di daerah Maluku dan Papua sampai saat ini masih mengkonsumsi makanan pokok berupa pati sagu yang dimasak dan dikenal dengan nama papeda.Selain itu, pati sagu dapat digunakan dalam industri pangan sebagaimana tepung beras, jagung, kentang, gandum, dan tapioka. Banyak digunakan dalam industri gula cair, industri rumah tangga, perekat, mie, kue, karamel, dan industri lainnya. Komposisi kimia yang terkandung dalam sagu rumbia disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia sagu rumbia Komponen
Jumlah (%)
Kadar Air
10-17
Protein
0.31
Lemak
0.11-0.25
Karbohidrat
81-88
Serat
1.35
Amilosa
27
Amilopektin
73
Sumber : Flach dan Rumawas (1996)
2. Aren Pohon aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan tumbuhan berbiji tertutup dan termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan). Klasifikasi lengkapnya adalah divisi Spermathophyta kelas Angiospermae, ordo Arecales, genus Arenga, dan species Arenga pinnata. Di Indonesia tanaman aren tersebar hampir di seluruh wilayah nusantara seperti di Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Maluku, dan lainnya. Pohon aren banyak tumbuh di daerah tropis. Jenis tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di tempat yang dekat aliran sungai, baik di hutan atau di tempat yang agak terbuka pada ketinggian0-
4
1400 m dpl. Tanaman aren (Gambar 2) memiliki tajuk (kumpulan daun) yang rimbun, dimana daundaun muda yang terikat erat pada pelepahnya berposisi agak tegak, sedangkan daun-daun yang tua mengering dan terlepas dari pelepahnya. Batang tanaman ini terbalut ijuk yang warnanya hitam dan sangat kuat, perakarannya menyebar dan cukup dalam, daun tanaman aren yang sudah dewasa berawarna hijau gelap dan bersirip ganjil, buah aren berbentuk bulat berdiameter 4-5 cm didalamnya berisi biji sebanyak tiga buah masing-masing berbentuk separti satu siung bawang putih. Sampai saat ini dikenal tiga jenis aren yaitu aren (Arenga pinnata), aren gelora (Arenga undulatifolia), dan aren sagu (Arenga microcarpa). Aren mempunyai banyak nama daerah seperti Enau (Indonesia), Hanau (Banjarmasin), Kawung (Sunda), Aren (Jawa), Onao (Toraja), Bone (Timor), Pola (Sumbawa), dan Anau (Minangkabau) (Sunanto 1993).
Gambar 2. Pohon aren Tanaman aren merupakan tanaman yang multiguna, hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Dari tandan bunganya dapat diperoleh nira untuk bahan pembuat gula, cuka atau minuman. Buahnya (kolang-kaling) dipakai sebagai bahan makanan dan minuman. Ijuknya merupakan bahan baku anyaman, dekorasi dan atap rumah tradisional, sedangkan batangnya mengandung pati yang dapat diperdagangkan (Flach dan Rumawas 1996). Pohon aren (Arenga pinnata) umumnya tumbuh pada wilayah ketinggian dengan sebaran yang luas sehingga memiliki potensi yang sangat besar. Selain buah dan niranya, batang tanaman aren dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat karena mengandung banyak pati. Salah satu bagian terpenting dari tanaman aren adalah bagian batang. Pada bagian ini dijumpai akumulasi pati yang cukup banyak. Untuk memperoleh pati dari bagian batang aren maka harus dilakukan ekstraksi.Proses ekstraksi ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengeluarkan pati dari sel tanaman dan memisahkannya dari komponen lainnya. Pada umumnya, tepung aren banyak terkandung dalam batang pohon aren yang relatif muda (15-25 tahun) tergantung pada tingkat kesuburanya.Pohon aren digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan tepung atau pati aren. Pati aren dihasilkan dari bagian empulur batang yang mengandung sel-sel parenchym penyimpan tepung. Batang tanaman aren mengandung pati 2,8311,51 g pati kering/100 g empulur (Nur Alam 2008).
3. Sagu Baruk Sagu baruk tergolong dalamfamily Palmae, genus Arenga microcarpa karena batang tanamanini menghasilkan pati. Meskipun tanaman ini termasuk genus Arenga microcarpa, sagu baruk memiliki perbedaan dengansagu sejati Metroxylon, yaitu tumbuh di lahan kering iklim kering dan basah tidak sama dengan sagu sejati yang tumbuh di daerah rawa. Sagu baruk (Gambar 3) memiliki struktur batang berbentuk silinder dan soliter serta berfungsi sebagai penyimpan makanan
5
cadangannya dalam bentuk karbohidrat. Diametenya beragam antara 15-20 cm tergantung pada kondisi kesuburan tanah. Tinggi batang dapat mencapai antara 6 sampai 15 m. Daun berwarna hijau tua mengkilat, berbentuk pelepah yang tersusun dari 50-60 pinak daun (leaflet).
Gambar 3. Pohon sagu baruk Bunga sagu baruk mirip dengan bunga tanaman aren (Arenga pinnata Merr.). Bunganya tersusun dalam satu rangkaian bunga(inflorescensia), bunga pertama muncul pada bagian pucuk (terminalis), sedangkan bunga kedua muncul pada ketiak daun di bawah bunga pertama, demikian seterusnya sampai kurang lebih enam rangkaian bunga. Umur berbunga antara 8-15 tahun tergantung kesuburan tanah. Sagu baruk biasanya ditanam bersama-sama dengan tanaman perkebunan lain seperti kelapa, pala dan cengkeh. PenyebaransSagu baruk di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Sitaro. Sebagai tanaman penghasil pati (karbohidrat), sagu baruk mampu menghasilkan pati antara20 kg sampai 30 kg/batang (Sembiring dan Suriarti 2009).Kandungan kimia dari pati sagu baruk disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan kimia pada pati sagu baruk Kandungan Kimia
Jumlah (%)
Kadar Air
12,54
Kadar Abu
0,32
Kalsium
0,014
Lemak
0,33
Serat Kasar
0,12
Karbohidrat
56,11
Kalsium
0,014
Sumber :Sembiring dan Suriarti (2009)
4. Caryota mitis (Fish-tail palm) Caryota mitis (fish-tail palm) merupakan tanaman jenis palma yang memiliki tinggi pohon 512 m dengan diameter batang 5-15 cm. Klasifikasi lengkapnya adalah divisi Spermathophyta, kelas Angiospermae, ordo Arecales, famili Arecaceae, spesies Caryota mitisLour. Tanaman Caryota mitis di Indonesia dikenal dengan beberapa nama, seperti genduru di Jawa Tengah, saray di Jawa Barat, dan bulung talang di Kalimantan. Tanaman ini memiliki kandungan sukrosa sangat tinggi pada air bunganya. Nira tanaman ini mengandung sukrosa 76,6 -83,5 g dan gula pereduksi 0,8 – 0,9 g per 100g nira (Flach dan Rumawas1996).
6
Dengan memanfaatkan bunganya Caryota mitis dapat dikelola sebagai tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, yang dapat dipanen terus-menerus selama waktu reproduktif tanaman tersebut. Air bunga (nira) pada Caryota mitis dapat digunakan sebagai sumber gula alternatif pengganti tebu. Proses untuk mendapatkan sukrosa murni dari air bunga pohon tersebut dapat dilakukan melalui proses ekstraksi air bunga, pengendapan kotoran, pemurnian air gula dan pemisahan dari kandungan senyawa lainnya, kristalisasi, dan penyimpanan untuk selanjutnya diproses menjadi kristal gula murni.
B. PATI Pati merupakan salah satu jenis poliskarida terpenting dan tersebar luas di alam. Pati disimpan sebagai makanan bagi tumbuh-tumbuhan, antara lain di dalam biji buah (padi, jagung, gandum), di dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong,kentang), dan batang (aren dan sagu). Berdasarkan jumlah molekul glukosa di alam pati, susunan kimia pati sangat bervariasi tergantung dari tanaman asal pati tersebut. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α- glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabang rantai molekul. Sifatsifat dari pati adalah tidak manis, tidak larut di dalam air dingin, di dalam air panas membentuk pasta atau gel, merupakan energi cadangan di dalam tanaman, di dalam biji-bijian merupakan granulagranula pati, sifat viskositasnya digunakan untuk mengentalkan makanan, dan sifat gelnya dapat diubah oleh asam.Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang dapat terlarut dalam air panas disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin selain mempunyai rantai lurus juga mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno 1997). Amilosa dan amilopektin mempunyai sifat fisik yang berbeda. Amilosa lebih mudah larut dalam air dan kurang kental dibanding amilopektin. Amilosa lebih mudah membentuk senyawa kompleks dengan asam lemak dan molekul organik. Kompleks amilosa dengan yodium akan memberikan warna biru, yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan kadar amilosa. Amilopektin tidak dapat membentuk senyawa kompleks dan reaksi dengan yodium memberikan warna merah (Kulp 1975). Amilosa (Gambar 4) merupakan rantai lurus yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang dihubungkan melalui ikatan α-1,4-glikosidik. Panjang rantai amilosa bervariasi pada setiap jenis pati. Panjang rantai lurus tersebut berkisar antara 250-2000 unit glukosa. Dalam rantai amilosa mengandung sangat sedikit cabang, jika ada hanya terdapat satu rantai cabang dari bebeapa ribu unit glukosa. Panjang rantai polimer akan mempengaruhi berat molekul amilosa, sedangkan panjang rantai polimer dipengaruhi oleh sumber pati (Fennema, 1976).
Gambar 4. Struktur amilosa
7
Amilosa merupakan rantai lurus dari polisakarida, yaitu unit glukosa yang dihubungkan melallui ikatan α-1,4-glikosidik, umumnya berkisar 500-600 unit gllukosa dengan berat molekul ratarata 100.000. Panjang rantai amilosa bervariasi pada setiap jenis pati dan memiliki sifat mudah larut dalam air serta kurang kental bila dibandingkan dengan amilopektin. Amilopektin adalah molekul polisakaridadengan rantai bercabang. Ikatan pada rantai utamanya (rantai lurus) adalahα-1,4glikosidik dan pada cabangnya α-1,6-glikosidik. Titik cabangamilopektin terdapat pada interval 20-30 unit glukosa dengan beratmolekul amilopektin lebih besar dari satu juta. Struktur kimia amilopektin (Gambar 5) pada dasarnya sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek α-1,4glikosidik, perbedaanya amilopektin mempunyai tingkat percabangan yang tinggi dan bobot molekul yang besar dengan ikatan α-1,6-glikosidik, dan setiap cabang mengandung 20-25 unit glukosa. Titik percabangan amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan amilosa. Sehingga kemampuan untuk membentuk komplek lebih terbatas (Pomeranz 1991).
Gambar 5. Struktur amilopektin Sifat amilopektin tidak larut dalam air, pada amilopektin sebagian dari molekul-molekul glukosa di dalam rantai percabangannya saling berikatan melalui gugus α-1,6. Ikatan α-1,6 sangat sukar diputuskan, apalagi jikadihidrolisis memakai katalisator asam. Untuk kepentingan tumbuhtumbuhan itu sendiri, cadangan pati di dalam sel-sel penyimpannya dapat diuraikan kembali menjadi glukosa untuk kemudian dikonversikan menjadi energi. Pada saat yang tepat, tubuh tanaman akan mensintesa α-amilase, β-amilase, dan R-enzim semuanya secara bersama-sama bertugas memutuskan ikatan-ikatan rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa bebas ( Tjokroadikoesoemo 1986). Perbandingan amilosa dan amilopektin (Tabel 3) yang terdapat pada pati dapat mempengaruhi sifat pati. Semakin rendah kadar amilosa maka semakin tinggi amilopektinnya. Jika kadar amilosa rendah maka pati akan semakin kental dan lengket, begitu pula sebaliknya(Winarno 1997). Tabel 3. Karakteristik amilosa dan amilopektin Karakteristik
Amilosa
Amilopektin
Struktur umum
Linear
Bercabang
Ikatan
α-1,4
α-1,4 dan α-1,6
3
104-105
Derajat Polimerisasi
~10
Kompleks dengan iod
Biru (~650 nm)
Ungu-coklat (~550 nm)
Produk hidrolisis dengan α-amilase
Maltotriosa, glukosa, maltosa, oligosakarida
Gula pereduksi (sedikit), oligosakarida(dominan)
Sumber : Pomeranz (1991)
8
Dalam bentuk aslinya pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk yang tidak beraturan. Demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 μml sampai 150 μml tergantung sumber patinya (Banks dan Geenwood 1975). Secara mikroskopik bahwa granula pati terkonsentrasi pada empulurdalam bentuk sel-sel atau ”vascular bundles” dengan diameter sel berkisar antara 40-50 mikron, bentuk granula pati sagu adalah oval(bulat telur). Untuk melepaskan granula pati dari jaringan pengikatnya dilakukan pemarutan atau dengan penggilingan, proses pelepasan granulapati akan lebih efektif dengan arah tegak lurus susunan serat ”vascular bundles” (Flach 1983).
C. ENZIM Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme perantara (intermediary metabolism) dari sel (Wirahadikusumah 2008). Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, aktivator atau inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Selain itu, kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah molekul yang meningkatkan aktivitas enzim. Enzim bekerja secara spesifik pada substrat tertentu sehingga dibedakan menjadi enam kelompok utama berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis yaitu oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase. Dalam proses pemutusan ikatan pada polisakarida pati secara enzimatis digunakan enzim penghidrolisis yang mampu bekerja secara spesifik pada ikatan glikosidik, pola pemutusan, spesifikasi substrat dan produk yang dihasilkan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi. Salah satu kelompok enzim yang banyak digunakan dalam industri adalah kelompok hidrolase. Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan bantuan molekul air, enzim yang termasuk ke dalam kelompok ini diantaranya adalah karboksil esterase, pektin metil esterase,α-amilase, β-amilase, invertase, dan selulase(Winarno 2010). Enzim yang dapat menghidrolisis pati terdiri atas dua grup, yaitu enzim yang dapat memecah ikatan α-,1,4-glikosidik dan enzim yang dapat mengkatalis hidrolisa spesifik dari ikatan α-1,6glikosidik pada amilopektin. Grup yang pertamadibedakan lagi atas endo-enzim yang memecah ikatan α-,1,4-glikosidik secara random atau pada ikatan yang berada di tengah rantai polimer, dan secara ekso-enzim yang memecah ikatan α-,1,4-glikosidik dari bagian ujung polimer (Whitaker 1972). Menurut Winarno (2010), menyatakan bahwa amilase merupakan enzim yang berfungsi memecah pati atau glikogen. Senyawa ini banyak terdapat dalam hasil tanaman dan hewan. Amilase dapat dikelompokan menjadi tiga golongan enzim, yaitu : α-amilase, enzim yang memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul, sering disebut endoamilase. β-amilase, enzim yang menghidrolisis unit-unit gula dari ujung molekul pati, sering disebut eksoamilase. Glukoamilase, enzim yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula non-pereduksi substrat pati.
9
1. α-AMILASE Enzim α-amilase adalah endo-enzim yang bekerja memutuskan ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun amilopektin. Karena pengaruh aktivitasnya, pati terputus-putus menjadi dekstrin dengan rantai sepanjang 6-10 unit glukosa. Jika waktu reaksi diperpanjang, dekstrin tersebut dapat dipotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa, maltotriosa, dan ikatan lain yang lebih panjang. Seperti diketahui, enzim α-amilase dapat menghidrolisis pati dengan cara memutuskan ikatan α-1,4 secara acak serta tidak dapat memutuskan ikatan α-1,6 sehingga menghasilkan hasil gelatinisasi yang lebih encer karena viskositasnya telah turun dengan cepat (Tjokroadikoesoemo 1986). Alfa-amilase yang berasal dari Bacillus licheniformis dikenal dengan nama dagang Termamyl. Termamyl adalah endo-amylase yang dapat menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik dalam pati (amilosa dan amilopektin) secara acak. Produk yang dihasilkan berupa dextrin dan oligosakarida, dalam proses hidrolisis terjadi pengurangan viskositas secara cepat. Oleh karena itu, termamyl sering disebut sebagai liquefying amylase (Olsen 1995). Daya tahan enzim terhadap suhu berbeda-beda tergantung dari jenis enzimnya, α-amilase (bacterial) lebih tahan panas dibandingkan α-amilase yang berasal dari sumber lainnya, sehingga lebih efektif penggunaanyadalam hidrolisis pati. Ketahanan panas ini menjadi faktor penting, sejak hidrolisis enzimatis dilakukan setelah pati tergelatinisasi dimana keseluruhan substrat akan terhidrolisis oleh enzim (Nagodawithana dan Reed 1993). Alfa-amilase dari Bachillus licheniformis optimum pada suhu tinggi bahkan dapat melebihi 90°C (Fullbrook 1984). Enzim ini memiliki kisaran pH optimum pada 5,5-7, dan suhu optimum antara 90-105°C (Naz 2002). Enzim α-amilase (α-1,4 glukan-4-glukanhidrolase, EC 3.2.1.1.) terdapat pada tanaman, jaringan mamalia, dan mikroba. α-amilase murni dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya darai malt (barley), air liur manusia, dan pankreas. Dapat juga diisolasi dari Aspergilus oryzae dan Bacillus subtilis. Mekanisme kerja α-amilase terdiri dari dua tahap, yaitu : tahap pertama degadasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degadasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Pada tahap ini pembentukan relatif sangat lambat. Keduanya merupakan kerja enzim α-amilase pada molekul amilosa (Gambar 6). Pada molekul amilopektin (Gambar 7) kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri α-limit dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang mengandung ikatan α-1,6-glikosidik (Winarno 2010).
Memecah ikatan α-1,4-glikosidik α-amilase
maltosa
α-amilase
maltotriosa
Gambar 6. Mekanisme kerja α-amilase pada amilosa (Tegge 1984)
10
Memecah ikatan α-1,4-glikosidik α-amilase α-amilase
maltotriosa
α-limit dekstrin
maltosa
Gambar 7. Mekanisme kerja α-amilase pada amilopektin (Tegge 1984)
2. Glukoamilase Glukoamilaseatau dikenal dengan nama amiloglukosidase (AMG)dapat diperoleh dari berbagai strain Aspergillus dan Rhizopus, enzim ini dapat menghidrolisis pati sampai mencapai DE 95-98 dengan kandungan dekstrosa sebanyak 93-95%. Glukoamilasebersifat ekso-amilase, yaitu dapat memutus rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian yang tidak mereduksi dari molekul tersebut. Glukoamilase dapat memotong ikatan α-1,4 pada pati dan oligosakaridaoligosakarida lainya melalui gugus tak mereduksi dari rantai pati atau oligosakarida tersebut. Disamping itu, amiloglukosidase juga dapat memotong ikatan α-1,6 sehingga molekul-molekul pati atau oligosakarida-oligosakarida tadi dapat dikonversikan menjadi molekul-molekul glukosa bebas (Tjokroadikoesoemo 1986). AMG merupakan glukoamilase (ekso-amilase) yang dapat menghidrolisis ikatan α-1,4glikosidik dan α-1,6-glikosidik dalam pati (amilosa dan amilopektin), hidrolisis tersebut berlangsung secara bertahap. Produk yang terbentuk berupa molekul glukosa yang telah terpisah dari ujung nonpereduksi pada substrat. Ikatan α-1,6-glikosidik dipecah lebih lambat daripada ikatan α-1,4-glikosidik sehingga pati dapat terkonversi menjadi glukosa. Oleh karena itu, AMG disebut sebagai saccharifying amylase (Olsen 1995). Enzim ini memecah pati dari luar dengan mengeluarkan unit-unit glukosa dari ujung nonpereduksi pada polimer pati. Hasil reaksinya hanya glukosa, sehingga dapat dibedakan dengan αamilase dan β-amilase. Dengan pengaruh enzim glukoamilase posisi glukosa α dapat diubah menjadi β, pH optimal 4-5 dan suhu optimal 50-60°C (Winarno 2010).
3. Dextrozyme Dextrozyme merupakan gabungan enzim amiloglusidase (AMG) atau α-1,4-D-glukan glukohidrolase dan pullulanase atau α-dextrin endo-1,6-glukosidase. Amiloglukosidase murni dapat memecahkan ikatan α-1,4-glikosidik secara sempurna pada amilosa, amilopektin, dan glikogen dari ujung non pereduksi. Amiloglukosidase juga dapat memotong ikatan α-1,6-glikosidik. Produk yang
11
dihasilkan oleh enzim amiloglukosidase ialah glukosa sehingga dapat dibedakan dengan α-amilase dan β-amilase (Winarno 2010). Meskipun amiloglukosidase dapat memotong ikatan cabang α-1,6-glikosidik, namun kerja enzim amiloglukosidase relatif lambat sehingga diperlukan penggunaan debranching enzyme (enzim pemotong percabangan) yang kerjanya lebih cepat dibandingkan dengan amiloglukosidase, sehingga dapat mempercepat pemotongan ikatan α-1,6-glikosidik. Enzim pemutus percabangan diklasifikasikan menjadi dua yaitu secara langsung dan secara tidak langsung, enzim yang bekerja secara langsung terdiri atas enzim pullulanase dan isoamilase, sedangkan enzim yang bekerja secara tidak langsung adalah transglukosilase dan amilo-1,6 glukosidase. Salah satu debranching enzyme yang sering digunakan adalah enzim pullulanase yang dapat menghidrolisis ikatan α-1,6-glikosidik pada amilopektin menjadi maltosa dan maltotriosa (Fullbrook1984). Dextrozyme yang diproduksi Novo terdiri dari amiloglukosidase yang dihasilkan oleh galur Aspergillus niger, dan pullulanase yang dihasilkan dari strain Bacillus acidopullulyticus. Menurut Reilly (1985), glukoamilase yang berasal dari Aspergillus niger dapat menghidrolisis dekstrin (DE 1015) dengan konsentrasi substrat 30-40% (b/b) pada kondisi standar pH 4-4,5 dan suhu 60oC diinkubasi selama 48-72 jam dapat menghasilkan sirup glukosa dengan DE 96.
4. Amilase Pankreatin Amilase pankreatin merupakan enzim yang dihasilkan dari ekstraksi pankreatin yang berasal dari binatang. Mekanisme kerja amilase pankreatin yaitu menghidrolisis amilosa menjadi glukosa, maltosa, maltotriosa dan maltotetrosa, dan menghidrolisis amilopektin menjadi maltosa, maltotriosa, maltotetrosa, tetrasakarida dan pentasakarida (Robyt 1984). Kisaran pH optimum untuk α-amilase yang berasal dari kelenjar ludah manusia dan pankreas babi atau mamalia yaitu pada pH 6,0-7,0 mendekati kondisi netral (Naz 2002). Menurut Wibisono (2004), enzim α-amilase pankreatin memiliki kondisi optimum kerja yaitu pada suhu 30°C dan pH 6,0. Enzim pankreatin mengandung amilase, lipase dan protease. Dalam tubuh hewan (mamalia), enzim pankreatin berasal dari pankreas yang berfungsi untuk mencerna makanan. Pankreatin merupakan enzim pencernaan, enzim pencernaan yang disekresi oleh pankreas memecah nutrien yang terkandung dalam makanan. Enzim pankreatin biasanya digunakan sebagai suplemen bagi manusia yang kekurangan akan enzim pencernaan, dan sering juga digunakan pada penderita pancreastitis.
D. HIDROLISIS PATI Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil / OH oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan hidrolisis dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap. Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air.Pemutusan rantai polimer pati dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantaipolimer secara spesifik pada percabangan tertentu (Norman 1981).
12
Pada dasarnya proses hidrolisis adalah pemutusan rantai polimer pati (C6H10O5)n menjadi unit-unit dextrosa (C6H12O6). Produk–produk hasil hidrolisis pati umumnya dikarakterisasi berdasarkan tingkat derajat hidrolisisnya dan dinyatakan dengan nilai DE (Dextrose Equivalent), yang menunjukan persentase dari dekstrosa murni dalam basis kering pada produk hidrolisis. Dekstrosa murni merupakan dekstrosa dengan derajat polimerisasi 1 (unit dekstrosa tunggal). Suatu produk dengan hidrolisis pati dengan nilai DE 15, menunjukan bahwa persentase dekstrosa murni pada produk kurang lebih sebesar 15%, (bk) (Dziedzic dan Kearsley 1995).Proses hidrolisis pati menjadi molekul glukosa dapat dilihat pada Gambar 8. (C6H10O5)n+ nH2O pati air katalis dan panas
(C6H12O6)n glukosa
Gambar 8. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa Pada hidrolisis sempurna dimana pati seluruhnya dikonversikan menjadi dekstrosa dan derajat konversi dinyatakan dengan Dekstrosa Ekuivalen (DE) dari larutan tersebut diberi indeks 100. Sedangkan pati yang sama sekali belum terhidrolisis memiliki DE=0. Besaran ini dapat dipakai secara tidak langsung untuk menggukur jenis dan kualitas gula-gula yang ada di dalam larutan (spektrum gula), konversi asam umumnya terbatas hanya dapat mencapai DE=55(Tjokroadikoesoemo1986). Monomer yang menjadi gula pereduksi dalam hasil hidrolisis ini adalah glukosa. Glukosa adalah monoskarida yang memilki enam atom karbon di dalam rantai molekulnya, salah satu ujung rantai glukosa merupakan gugus aldehida. Glukosa dapat dihasilkan melalui hidrolisis poliskarida atau disakarida, baik dengan asam maupun dengan enzim. Monosakrida ini juga dapat mereduksi larutan Fehling maupun Tollens, sehingga glukosa dinamakan gula pereduksi dan sifat mereduksi ini dimanfaatkan di dalam penentuan kandungan dekstrosa (DE). Umumnya gula-gula pereduksi mempunyai struktur hemiasetal atau hemiketal, sedangkan gula-gula non pereduksi termasuk ke dalam ketal atau asetal (Tjokroadikoesoemo 1986). DP suatu produk menunjukan jumlah rata-rata unit monosakarida di dalam molekul, sedangkan DE (Dextrose Equivalent) menunjukan jumlah gula pereduksi sebagai persen dari dekstrosa murni yang dihitung dalam basis berat kering (Wurzburg 1989). Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis enzimatis. Hidrolisis asam merupakan hidrolisis dengan menggunakan asam sebagai katalisnya, biasanya yang di pakai adalah asam kuat seperti HCl. Hidrolisis secara asam lebih mudah dilaksanakan, lebih murah biayanya namun memilki kekurangan dibandingkan hidrolisis enzimatis yaitu timbulnya warna dan rasa yang tidak diinginkan, sehingga dapat menurunkan mutu produk (Chaplin dan Buckle 1990). Hidrolisis enzimatis dilakukan menggunakan bantuan enzim α-amilase dan enzim glukoamilase (amiloglukosidase). Enzim α-amilase digunakan pada proses likuifikasi, sedangkan glukoamilase digunakan pada proses sakarifikasi. Hidrolisis enzimatis lebih banyak memberikan keuntungan dibandingkan dengan hidrolisa asam. Hidrolisis enzimatis menghasilkan konversi yang lebih besar jika dibandingkan dengan hidrolisa asam. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu lebih spesifik prosesnya dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah serta dihasilkan lebih sedikit produk samping dan abu serta kerusakan warna yang dapat diminimalkan (Norman 1981).
13
Aktivitas enzim α-amilase menentukan cepat lambatnya proses likuifikasi, enzim αamilase aktif terhadap substrat yang berbentuk gel. Hal ini ditunjukkan pada proses likuifikasi yang dilakukan tanpa gelatinisasi terlebih dahulu memerlukan waktu beberapa jam, tetapi pada likuifikasi yang dilakukan pada pati digelatinisasi terlebih dahulu ternyata hanya memerlukan waktu beberapa menit sesuai dengan konsentrasi enzim yang digunakan (Whitaker 1972). Secara umum dalam melakukan proses hidrolisis pati secara enzimatis ini, terdapat empat tahap penting (Gambar 9) yaitu : a) Likuifikasi dari pati yang telah tergelatinisasi b) Dekstrinisasi dari pati yang telah terlikuifikasi c) Sakarifikasi dari oligosakarida d) Isomerisasi glukosa . Larutan Pati
α-Amilase
Likuifikasi
Glukoamilase/ Pullulanase
Sakarifikasi
Maltodekstin
Sirup Maltosa Purifikasi
Isomerisasi
Sirup Glukosa Sirup Campuran
Glukose/Isomerase Pemurnian
Sirup Fruktosa
. Gambar 9. Tahapan proses hidrolisis pati secara enzimatis (Olsen 1995)
14