TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai berikut: Divisi
: Tracheophyta
Anak Divisi (Subdivisi)
: Pteropsida
Kelas
: Angiospermae
Anak Kelas (Subkelas)
: Monocotyledoneae
Bangsa (Ordo)
: Spadiciflorae (Arecales)
Suku (Familia)
: Palmae (Arecaceae)
Anak Suku (Subfamilia)
: Cocoideae
Marga (Genus)
: Elaeis
Jenis (Spesies)
: Elaeis guineensis Jacq.
(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008). Setyamidjaja (2006) menyatakan bahwa sebagai tanaman jenis palma, kelapa sawit tidak memiliki akar tunggang dan akar cabang. Perakaran kebanyakan terletak pada kedalaman 1,5 m dengan jumlah perakaran terbesar pada kedalaman antara 15-30 m. Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas. Batang berbentuk silindris dan berdiameter 40-60 cm, tetapi pada pangkalnya membesar. Pangkal batang umumnya membesar membentuk bonggol batang (bowl). Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500-4.000 mm per tahun, tetapi curah hujan optimal 2.000-3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari/tahun. Secara umum, suhu optimal untuk 5
6
pertumbuhan kelapa sawit adalah 240 C-280C dengan suhu terendah 180C dan tertinggi 320C. Adapun ketinggian tempat optimum untuk kelapa sawit adalah 0400 m diatas permukaan laut (Setyamidjaja, 2006). Tanah Ultisol Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktorfaktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat panjang, yang dapat dibedakan dari ciri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik, kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005). Dalam sistem klasifikasi tanah USDA terbaru (1975, 1985) yang masih terus dikembangkan dengan kerjasama Internasional untuk kesempurnaanya, tanah podsolik merah-kuning secara umum masuk ke dalam ordo ultisol. Ciri tanah ultisol yang terutama menjadi kendala bagi budidaya tanaman antara lain pH rendah, kejenuhan Al tinggi, lempung beraktifitas rendah, daya serat terhadap posfat kuat, kejenuhan basa rendah, kadar bahan organik rendah sampai sedang dan itu pun terdapat dalam lapisan permukaan tipis (horison A tipis) dan dengan sendirinya kadar N pun rendah serta terbatas dalam lapisan permukaan tipis itu, daya simpan air terbatas, derajat agregasi rendah dan kemantapan agregat lemah (Notohadiprawiro, 1986). Tanah yang baik untuk budi daya
kelapa
sawit
harus
banyak
mengandung lempung, beraerasi baik dan subur. Tanah harus berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam dan tidak berbatu. Tanah latosol, ultisol dan aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai dan muara
7
sungai dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit, tanah memiliki derajat kemasaman (pH) antara 4-6. Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan kelapa sawit antara 1-400 meter diatas permukaan laut. Topografi datar, berombak dan hingga bergelombang masih dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit dengan lereng antara 0-25% (Lumbangaol, 2011). Banyak tanah ultisol dan alfisol mudah sekali terkena pengikisan karena perubahan tekstur. Banyak sifat fisika tanah memburuk akibat pengolahan, membuat tanah menjadi kurang lolos air, dan lebih mudah hilang karena limpasan dan pengikisan. Kemampuan tanah untuk menambat air dan menyalurkannya kepada tumbuhan merupakan salah satu faktor pembatas utama dalam pertanian tropika (Sanchez, 1992). Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi),
pemupukan,
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
dan
pemberian
bahan
organik
8
Kriteria penialaian sifat-sifat tanah dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kriteria penilaian sifat-sifat tanah Sifat Tanah
Satuan
C (Karbon) N (Nitrogen) C/N P2O5 Total P2O5 eks-HCl P-avl Bray P-avl Truog P-avl Olsen K2O eks-HCl CaO eks-HCl MgO eks-HCl MnO eks-HCl K-tukar Na-tukar Ca-tukar Mg-tukar KTK (CEC) KB (BS) Kej. Al
% % % % ppm ppm ppm % % % % me/100 me/100 me/100 me/100 me/100 % % mmhos/c m
EC (Nedeco)
Sangat Rendah < 1,00 < 0,10 <5 < 0,03 < 0,021 < 8,0 < 20 < 10 < 0,03 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,10 < 0,10 < 2,0 < 0,40 <5 < 20 <10
Rendah
Sedang
Tinggi
1,00-2,00 0,10-0,20 5-10 0,03-0,06 0,021-0,039 8,0-15 20-39 10-25 0,03-0,06 0,05-0,09 0,05-0,09 0,05-0,09 0,10-0,20 0,10-0,30 2,0-5,0 0,40-1,00 5-16 20-35 10-20
2,01-3,00 0,21-0,50 11-15 0,06-0,079 0,040-0,060 16-25 40-60 26-45 0,07-0,11 0,10-0,20 0,10-0,20 0,10-0,20 0,30-0,50 0,40-0,70 6,0-10,0 1,10-2,0 17-24 36-50 21-30
3,01-5,00 0,51-0,75 16-25 0,08-0,10 0,061-0,10 26-35 61-80 46-60 0,12-0,20 0,21-0,30 0,21-0,30 0,21-0,30 0,60-1,00 0,80-0,10 11,0-20,0 2,10-8,00 25-40 51-70 31-60
Sangat Tinggi > 5,00 > 0,75 > 25 > 0,10 > 0,100 > 35 > 80 > 60 >0,20 > 0,30 > 0,30 > 0,30 > 1,00 > 1,00 > 20 > 8,00 > 40 > 70 > 60
-
-
2,5
2,6-10
> 10
(Staff Pusat Penelitian Tanah, 1983). Tekstur Tanah Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand) (berdiameter 2,00 – 0,20 mm atau 2000 – 200 µm), debu (silt) (berdiameter 0,20 – 0,002 mm atau 200 – 2 µm) dan liat (clay) (< 2 µm). Partikel berukuran diatas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah, tetapi menurut Lal (1979) harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah (Hanafiah, 2005). Di Laboratorium, tekstur tanah umumnya ditetapkan melalui dua metode, yaitu metode pipet (kurang teliti) atau metode hydrometer “Bouyoucos” (lebih teliti), yang keduanya didasarkan pada perbedaan kecepatan jatuhnya pertikelpartikel tanah didalam air dengan asumsi bahwa kecepatan jatuhnya partikel yang
9
berkerapatan (density) sama dalam suatu larutan akan meningkat secara linear apabila radius partikel bertambah secara kuadratik. Proporsi hasil penetapan masing-masing fraksi tanah ini kemudian dicocokkan dengan proporsi pada segitiga tekstur (Gambar 1), misalnya contoh tanah O berkadar pasir 25%, debu 25% dan liat 50%, maka berarti tanah bertekstur liat (Hanafiah, 2005). Secara skematis klasifikasi tanah tersebut dapat dilihat melalui klasifikasi segitiga USDA, seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA (Foth, 1951). Makin banyak ukuran pori mikro yang terbentuk, jika ukuran partikel penyusun tanah semakin besar. Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar/disebut lebih porous), tanah yang didominasi oleh debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang/agak porous),
10
sedangkan yang didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil/tidak porous) (Hanafiah, 2005). Menurut Hanafiah (2005) dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori makro (dari 5.700 partikel per gram tanah terbentuk sekitar 1.400 pori makro), sehingga luas permukaan yang disentuh bahan menjadi sangat sempit (hanya 45 cm2 per gram tanah), sehingga daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air dan udara mudah masuk keluar tanah, hanya sedikit air yang tertahan. Pada kondisi lapang, sebagian besar ruang pori terisi oleh udara, sehingga pori-pori makro disebut juga pori aerasi, atau dari segi kemudahannya dilalui air (permebilitas) disebut juga sebagai pori drainase. Namun persoalan pada fenomena tersebut meskipun ketersediaan air dan udara nya baik, ketersediaan nutrisi nya rendah. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah adalah kumpulan senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa anorganik hasil mineralisasi, termasuk mikrobia heterotrof dan autotrof yang terlibat. Sumber primer bahan organik tanah adalah jaringan organik tanaman, baik berupa daun, batang/cabang, ranting, buah maupun akar, sedangkan sumber sekunder berupa jaringan organik fauna termasuk kotorannya (Hanafiah, 2005). Komposisi kimia dari bahan organik terdiri atas 50% C, 5% N, 0,5% P, 0,5% S, 39% O dan 5% H. Bagaimanapun, nilai ini berbeda-beda pada setiap tanah. Bahan organik juga terdapat didalam larutan tanah. Senyawa organik larut dapat meningkatkan konsentrasi logam kation didalam larutan. Bahan organik
11
dapat dibagi menjadi humus dan non humus. Bahan organik didalam tanah dapat menjadi karakteristik dari komposisi kimia (Barber, 1984). Hakim, dkk. (1986) menyatakan bahwa pengaruh bahan organik pada ciri fisika tanah antara lain kemampuan menahan air meningkat, warna tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya, menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat. Pengaruh bahan organik pada kimia tanah antara lain meningkatnya daya jerap dan kapasitas tukar kation, kation yang mudah dipertukarkan meningkat, unsur N, P, S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia kembali, pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. Pengaruh bahan organik pada biologi tanah antara lain yaitu jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat, dan kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik juga meningkat. Diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik dan nitrogen tanah, faktor yang penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase. Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N, kadar bahan organik terbanyak ditemukan dilapisan atas setebal 20 cm (15-20%), makin ke bawah makin berkurang. Hal itu disebabkan akumulasi bahan organik memang terkonsentrasi dilapisan atas. Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin kedaerah dingin kadar bahan organik dan N makin tinggi. Bila kelembaban efektif meningkat kadar bahan organik dan N juga bertambah. Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat makin tinggi pula bahan organik dan N tanah bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir
12
memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis (Hakim, dkk., 1986). Bahan organik dapat menahan air 20 kali dibanding berat nya sendiri. Bahan organik tanah memainkan peranan penting dalam mencegah erosi dan desertifikasi. Pemeliharaan struktur tanah melalui agregasi yang difasilitasi oleh bahan organik memiliki peranan kunci untuk mencegah erosi dan desentrifikasi. Sisa-sisa tanaman mulsa atau partikel organik bila diketemukan dipermukaan tanah memainkan peran yang nyata dalam melindungi tanah dan mempengaruhi sifat air tanah (Yulipriyanto, 2010). Kadar bahan organik dalam tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan partikel yang ada di dalam tanah. Semakin tinggi bahan organik, ruang antar partikel nya semakin tinggi. Makin ke bagian bawah profil tanah, kadar bahan organik pada umumnya makin rendah hal ini mengingat bahwa sumber bahan organik terutama berasal dari serasah dan akar tumbuhan. Bahan organik tanah dapat memberikan pengaruh pada struktur tanah, permeabilitas tanah dan daya menyimpan air (Notohadiprawiro dan Tedjoyuwono, 1998). Mukhlis (2007) menyatakan bahwa penetapan bahan organik di laboratorium dapat dilakukan dengan metode Pembakaran, metode Walkley & Black. Prinsip Metode Walkley & Black adalah C-organik dihancurkan oleh oksidasi Kalium bikromat yang berlebih akibat penambahan asam sulfat. Kelebihan kromat yang tidak direduksi oleh C-organik tanah kemudian ditetapkan dengan jalan titrasi dengan larutan ferro. Untuk menghitung kandungan bahan organik tanah dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Bahan organik = % C Organik x 1,724 ………………………………………(1)
13
Kriteria bahan organik dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria bahan organik tanah Bahan Organik (%) <1,00 1,00-2,00 2,10-4,20 4,30-6,00 >6,00
Kriteria Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
(Puslittanak, 2005). Kerapatan Massa Tanah Kerapatan massa tanah (Bulk Density) adalah berat tanah kering udara dibagi dengan volumenya. Nilai kerapatan massa dari tanah dapat dituliskan sebagai: Kerapatan massa tanah (Db) =
Berat Tanah Kering Oven (g) volume tanah total (cm3 )
………………….. (2)
(Dingus, 1999). Tanah lebih padat mempunyai kerapatan massa atau Bulk density yang lebih besar daripada tanah mineral. Bagian atas mempunyai kandungan Bulk density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density dilapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0-1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki nilai Bulk density yang lebih rendah, misalnya dapat mencapai 0,1 g/cm3-0,9 g/cm3 pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan drainase, dll. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaaan (Hardjowigeno, 2003). Timbulnya proses pembentukan struktur dihorizon-horizon bagian atas dari bahan induk ini mengakibatkan kerapatan massa lebih rendah dari bahan
14
induk itu sendiri. Tanah-tanah organik memiliki nilai kerapatan massa yang sangat rendah dibandingkan dengan tanah mineral. Tergantung dari sifat-sifat bahan organik yang menyusun tanah organik itu dan kandungan air pada saat pengambilan contoh, maka biasanya kerapatan massa tanah itu berkisar antara 0,2-0,6 g/cm3 (Hakim, dkk., 1986). Kerapatan Partikel Tanah Kerapatan partikel tanah menyatakan berat butir-butir padat tanah yang terkandung di dalam tanah. Menghitung kerapatan butir tanah, be rarti menentukan kerapatan partikel tanah di mana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata-rata sekitar 2,6 g/cm3. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan partikel tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan partikel nya lebih kecil dari sub soil. Walau demikian kerapatan butir tanah tidak berbeda banyak pada tanah yang berbeda, jika tidak, akan terdapat suatu variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik atau komposisi mineral (Foth, 1984). Kerapatan partikel (Particle Density) dari tanah adalah massa tanah kering udara dibagi dengan volume dari partikel tanah. Kerapatan Partikel Tanah (Dp) =
Berat Tanah Kering Oven (g) Volume dari partikel tanah (cm3 )
………........ (3)
Berat jenis partikel merupakan fungsi perbandingan antara komponen bahan mineral dan bahan organik. Berat jenis partikel untuk tanah-tanah mineral berkisar antara 2,6 - 2,7 g/cm3, dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedang berat
15
jenis
partikel
tanah
organik
berkisar
1,30
-
1,50
g/cm3
(Pandutama, dkk., 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi particle density yaitu kadar air, tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan topografi. Kadar air mempengaruhi volume kepadatan tanah, dimana untuk mengetahui volume kepadatan tanah dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah, sebab tanpa adanya pengaruh kadar air maka proses particle density tidak berlangsung, karena air sangat mempengaruhi volume kepadatan tanah. Selanjutnya volume padatan tanah tersusun oleh fraksi pasir, liat, dan debu sehingga untuk mengetahui volume padatan tanah tertentu dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan partikel tanah. Semakin banyak kandungan bahan organik yang terkandung dalam tanah, maka makin kecil nilai particle density nya. Selain itu, dalam volume yang sama, bahan organik memiliki berat yang lebih kecil daripada benda padat tanah mineral yang lain.
Top soil banyak mengandung bahan organik dan kerapatan partikel nya
sampai 2,4 g/cm3 atau bahkan lebih rendah dari nilai itu. Dengan adanya bahan organik, menyebabkan nilai particle densitynya semakin kecil (Hanafiah 2005). Jika particle density suatu lahan rendah, maka tanah tersebut kurang baik untuk dijadikan media tanam, sebaliknya jika nilai particle density tinggi, maka baik untuk dijadikan suatu media tanam bagi produktivitas tanaman. Bahan organik memiliki berat yang lebih kecil dari berat benda padat tanah mineral yang lain dalam volume yang sama, jumlah bahan organik dalam tanah jelas mempengaruhi kerapatan butir. Akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan partikel nya lebih kecil dari sub soil (Hardjowigeno, 2003).
16
Dalam menentukan kerapatan partikel tanah, perhatian kita hanya tertuju pada partikel-partikel tanah. Jadi kerapatan partikel tiap jenis tanah adalah konstan dan tidak bervariasi dengan jumlah ruang antara partikel-partikel. Perbedaan kerapatan massa diantara jenis-jenis tanah tidak begitu besar, kecuali terdapat variasi yang besar didalam kandungan bahan organik dan komposisi mineral tanah (Hakim, dkk., 1986). Porositas Tanah Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa (Hanafiah, 2005). Porositas dari tanah adalah hasil dari kerapatan massa tanah (Bulk Density) dan kerapatan partikel tanah (Particle Density) adalah nilai dari persamaan: Porositas (%) = (1-
𝐷𝐷𝑏𝑏 𝐷𝐷𝑝𝑝
) x 100………………............………………………....... (4)
Dimana: Db = kerapatan massa tanah (Bulk Density) Dp = kerapatan partikel tanah (Particle Density) (Hausenbuiller, 1982). Pukulan
butir-butir hujan
pada
permukaan
tanah
yang terbuka
menghancurkan dan mendispersikan agregat tanah yang mengakibatkan penyumbatan pori tanah dipermukaan. Permukaan yang tertutup oleh vegetasi dapat menyerap energi tumbuk hujan dan karenanya mampu mempertahankan laju infiltrasi yang tinggi. Pengembalian sisa-sisa tanaman dan penambahan bahan
17
organik lainnya sebagai mulsa dipermukaan tanah juga mampu meningkatkan laju infiltrasi sebaik pengaruh vegetasi hidup (Hakim, dkk., 1986). Adapun kelas porositas tanah dapat dilihat dari Tabel 3. Tabel 3. Kelas porositas tanah Porositas (%)
100 60-80 50-60 40-50 30-40 < 30
Kelas Sangat porous Porous Baik Kurang baik Buruk Sangat buruk
(Arsyad, 1989). Kadar Air Kapasitas Lapang Persentase air yang tersedia berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen. Apabila air berada diatas kapasitas lapang atau terjadi kelebihan air pada tanah tersebut, maka semua pori-pori tanah terisi oleh air sehingga tanah akan jenuh air dan tanaman tidak bisa mengambil air yang mengakibatkan tanaman akan stres air, kemudian air akan terdrainase masuk ke dalam lapisan bawah tanah oleh adanya gaya gravitasi. Apabila pada tanah tersebut pergerakan air ke dalam lapisan bawah tanah sudah tidak terjadi lagi maka keadaan seperti ini disebut dengan kapasitas lapang. Jika pemberian air dihentikan sampai tanaman tidak mampu lagi menyerap dan mengambil air dari partikel tanah akan mengakibatkan tanaman akan mati atau layu, keadaan seperti ini disebut sebagai titik layu permanen. Jumlah air yang tersedia yang akan digunakan oleh tanaman dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik tanah dan kedalaman tanah (Sinaga, 2002). Menurut Abdurachman, dkk. (2006) metode gravimetrik adalah metode yang paling sederhana secara konseptual dalam menentukan kadar air tanah. Pada
18
prinsipnya mencakup pengukuran kehilangan air dengan menimbang contoh tanah sebelum dan sesudah dikeringkan pada suhu 105 – 110oC dalam oven. Hasilnya dinyatakan dalam presentase air dalam tanah, yang dapat diekspresikan dalam presentase terhadap berat kering, berat basah atau terhadap volume. Masingmasing dari presentase berat ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: Kandungan air tanah (%) =
berat basah-berat kering berat kering
x 100% ..............................(5)
Pada tanah-tanah mineral yang mempunyai kadar bahan organik rendah (<5%), jumlah bahan organik yang hilang pada suhu 105°C relatif sedikit dibandingkan dengan massa total, sehingga kesalahan pengukuran kadar air menjadi kecil. Jika tanah mengandung bahan organik yang lebih tinggi, jumlah kerikil yang banyak, atau mengandung garam, maka komponen khusus tersebut harus diperhatikan dalam menentukan kondisi kekeringan dan hasil yang didapat. Tidak semua tanah mempunyai kemampuan memegang air yang sama. Kemampuan memegang air setiap jenis tanah ditentukan oleh agregasi tanah, yang sangat tergantung kepada tekstur dan kandungan bahan organik dalam tanah. Untuk tanah-tanah bertekstur kasar (pasir) mempunyai kemampuan memegang air yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur halus (liat). Demikian juga, untuk tanah tanah dengan kandungan bahan organik yang rendah, kemampuan memegang airnya lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang mempunyai kandungan bahan organik tinggi (Abdurachman, dkk., 2006).
19
Permeabilitas Tanah Permeabilitas adalah kemampuan tanah untuk mentransfer air atau udara. Permeabilitas biasanya diukur dengan istilah jumlah air yang mengalir melalui tanah dalam waktu tertentu dan ditetapkan sebagai cm/jam. Koefisiensi permeabilitas dari liat yang homogen turun dengan cepat jika kandungan air menurun hingga saat lower plastic limit tercapai nilainya praktis sama dengan 0 (Hakim, dkk., 1986). Kelas permeabilitas tanah tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Kelas permebilitas tanah Kelas Sangat lambat Lambat Agak lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat (Uhland and O’neal, 1951).
Permeabilitas (cm/jam) < 0,125 0,125-0,50 0,50-2,00 2,00-6,25 6,25-12,50 12,50-25,00 > 25,00
Apabila dikaitkan dengan praktik pemupukan (bahan penyubur tanah, seperti kapur dan pupuk organik), maka pada tanah yang berpermeabilitas dan berperkolasi cepat, bahan-bahan yang diberikan akan cepat hilang sehingga menjadi tidak efisien. Porositas atau ruang pori adalah rongga antar tanah yang biasanya diisi air atau udara. Pori sangat menentukan sekali dalam permeabilitas tanah, semakin besar pori dalam tanah tersebut, maka semakin cepat pula permeabilitas tanah tersebut. (Hanafiah, 2005). Untuk test dilaboratorium dilakukan dengan dua cara yaitu constant head test atau banyaknya air yang mengalir lewat contoh tanah ditampung dalam gelas ukur. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan air tersebut di catat. Perlu diingat bahwa pada constant head test, tinggi muka air diatas bahwa pada
20
constant head test, tinggi muka air diatas contoh tanah di usahakan tetap (constant). Untuk test Falling Head, air didalam pipa yang dipasang diatas contoh tanah dibiarkan turun. Volume air yang melewati contoh tanah adalah sama dengan volume air yang hilang di dalam pipa (Asmaranto, 2013). Berdasarkan Hukum Darcy besarnya permeabilitas tanah (k) dengan uji constant head test yaitu: k=
ql AhL
…………………………………………………………………….(6)
dimana: k = nilai koefisien permeabilitas (cm/jam) q = debit (cm3/jam) hL = gradien hidrolik (cm) A = luas penampang (cm2) L = tebal kedalaman tanah (cm) (Craig, 1987). pH Tanah Hara yang sangat dipengaruhi oleh pH antara lain kalsium dan magnesium dapat ditukar, aluminium dan unsur mikro, ketersediaan posfor, hara yang berkaitan. Bila pH tanah mineral rendah, sejumlah Al, Fe dan Mn menjadi sangat larut, sehingga merupakan racun bagi tanaman. Ketersediaan posfor dipengaruhi sangat nyata oleh pH. Bentuk ion P dalam tanah juga bergantung dalam pH larutan. Pada pH rendah ion P akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe atau Mn membentuk senyawa yang tidak larut. Tampak nya kelarutan maksimum dari P berada pada pH 5,5. Mempertahankan pH 5,5 hingga 6 sangat berarti bagi penyediaan P bagi tanaman (Hakim, dkk., 1986).
21
Ketersediaan fosfor didalam tanah ditentukan oleh banyak faktor, tetapi yang paling penting adalah pH tanah. Pada tanah ber-pH rendah, fosfor akan bereaksi dengan ion besi dan aluminium. Reaksi ini membentuk besi fosfat atau aluminium fosfat yang sukar larut dalam air sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Pada tanah ber pH tinggi, fosfor akan bereaksi dengan ion kalsium. Reaksi ini membentuk ion kalsium fosfat yang sifatnya sukar larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Dengan demikian, tanpa memperhatikan pH tanah, pemupukan fosfor tidak akan berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman (Sianturi, 2010). Kriteria pH tanah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kriteria pH tanah Kriteria Sangat Masam Masam Agak Masam Netral Agak Alkalis Alkalis (BPP Medan, 1982).
pH H2O < 4,5 4,5-5,5 5,6-6,5 6,6-7,5 7,6-8,5 > 8,5
Kandungan Nitrogen Total Tanah Tanaman lebih sering mengalami kekurangan nitrogen (N) dibandingkan unsur-unsur yang lain dan tidak ada metode uji tanah untuk N yang dapat diterima secara luas dan tepat. Hal ini disebabkan karena 97-99% dari N ditanah berada sebagai kompleks organik dan lambat menjadi tersedia bagi tanaman melalui dekomposisi mikroorganisme. Masalah yang berkembang dalam uji N tersedia tanah adalah laju dekomposisi bahan organik, yang tergantung kepada temperatur, kelembapan, aerasi, tipe bahan organik, pH dan faktor-faktor lainnya. N-organik yang terbentuk mengalami pencucian, fiksasi, denitrifikasi dan kehilangan-
22
kehilangan lainnya. Jadi cukup sulit untuk menduga kapan N akan tersedia, berapa banyak ketersediaannya dan apa yang akan terjadi terhadap N tersebut bila telah tersedia. Oleh sebab itu uji tanah terhadap N ini dilakukan pada analisis N total (Mukhlis, 2007). Mukhlis (2007) menyatakan bahwa analisis N total tanah didasari oleh prinsip mengubah N-organik menjadi N-amonium oleh asam sulfat yang dipanaskan sekitar 3800 C dan menggunakan Cu-sulfat+Selenium+Na-sulfat sebagai katalisator. Proses ini disebut digestasi dan hasilnya disebut digest; secara keseluruhan disebut Kjedhal Digestasi. Asam digest yang mengandung amonium dibasakan dengan NaOH sehingga ion amonium dikonversi menjadi amoniak. Lalu didestilasi menjadi amonium hidroksida. NH4OH ditentukan jumlahnya dengan mentitrasi dengan HCl. Kandungan Posfat Tersedia Tanah Posfor merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Jumlah posfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tetapi, posfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Posfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa posfor organik. Posfor ini mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar optimal posfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0,3 % -0,5 % dari berat kering tanaman. Kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi lebih gelap. Kadang-kadang kadar nitrat dalam tanaman menjadi lebih tinggi karena proses perubahan nitrat selanjutnya terhambat (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
23
Ada banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengekstrak dan menganalisis Fosfor (P) total didalam tanah. Hanya dua metode yang sampai sekarang umum digunakan yaitu metode Peleburan Natrium Karbonat dan Metode Dekstruksi Asam. Metode Peleburan Natrium Karbonat dianggap sebagai metode yang dapat diandalkan namun membutuhkan peralatan yang sangat mahal, seperti cawan platina. Sementara metode Dekstruksi Asam kurang dapat menduga kadar P total tanah karena tidak dapat mengekstrak P dari mineral apatit. Kemampuan suatu dekstruksi asam dalam mengekstrak P tergantung kepada jenis asam atau kombinasi asam yang dipakai. Pemupukan fosfat merupakan salah satu cara mengelola tanah Ultisol, karena disamping kadar P rendah, juga terdapat unsur-unsur yang dapat meretensi fosfat yang ditambahkan. Kekurangan P pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah, atau kandungan P sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena diserap oleh unsur lain seperti Al dan Fe (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Kandungan Kalium Tukar Tanah Kalium tergolong unsur yang mudah bergerak dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman maupun dalam xilem dan floem. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma. Garam kalium berperan dalam tekanan osmosis sel. Peranan K dalam mengatur turgor sel diduga berkaitan dengan konsentrasi K dalam vakuola. Bila tanaman kekurangan K, maka banyak proses yang tidak berjalan dengan baik, misalnya terjadinya kumulasi karbohidrat, menurunnya kadar pati, dan akumulasi senyawa nitrogen dalam tanaman. Apabila kegiatan
24
enzim terhambat, maka akan terjadi penimbunan senyawa tertentu karena prosesnya menjadi terhenti (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) kebanyakan tanaman yang kekurangan Kalium memperlihatkan gejala lemahnya batang tanaman sehingga mudah roboh. Turgor tanaman berkurang sel menjadi lemah, daun tanaman menjadi kering, ujung daun berwarna coklat atau adanya noda-noda berwarna coklat (nekrosis). Kalau kekurangan Kalium berlansung terus, nekrosis akan menjadi jaringan yang kering dan mati, kemudian lepas dan daun menjadi berlubang. Berlawanan dengan posfor, sebagian besar dari tanah, sebagian besar dari tanah mineral mempunyai kadar kalium tinggi. Sebenarnya jumlah ini lebih banyak dibandingkan dengan unsur hara utama lainnya. Kadang-kadang jumlah ini dapat mencapai 40 hingga 60 ribu kg K2O/ha pada lapisan bajak. Namun demikian kalium yang dapat dipertukarkan tetap sedikit. Sebagian besar kalium berada dalam mineral primer yang sukar larut, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Ketersediaan kalium diartikan adalah kalium yang dapat dipertukarkan dan diserap tanaman. Dengan demikian ketersediaan kalium dalam tanah sangat bergantung kepada adanya penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri (Hakim, dkk., 1986). Menurut Hakim, dkk. (1986) menyatakan bahwa pengaruh pemberian kapur ke dalam tanah dapat menyebabkan kalium tanah menjadi tidak tersedia. Hal ini penting artinya dalam membatasi kehilangan kalium akibat pencucian. Pemberian kapur pada tanah-tanah masam juga mempunyai efek sampingan
25
kalium akibat pencucian lebih besar. Tetapi dipihak lain pun ternyata ketersediaan kalium tanah juga sangat rendah akibat pengapuran yang tinggi. Vegetasi Tanah Tanaman Mucuna Bracteata tumbuh baik pada pasir berdrainase baik, tanah liat dan utisols dengan pH 5-6,5 tetapi juga tumbuh dengan baik pada lahan berpasir asam, tidak toleran terhadap air yang berlebih. Pada lahan yang memiliki humus subur dan lapisan tanah dibawahnya asam, lapisan berikutnya rendah P dan tinggi Al, maka pertumbuhan akar akan berkumpul hanya pada lapisan humus. Jika humus subur tidak ada maka sistem perakaran akan dikembangkan luas hingga ke tanah asam. Pertumbuhan Mucuna lebih cepat dbandingkan dengan jenis penutup tanah kacangan lainnya. Pada umur 18 hingga 24 bulan setelah tanam, pertumbuhan Mucuna bracteata telah menutup 95% areal dengan ketebalan 40-90 cm. Siklus hidup tanaman ini berakhir setelah mencapai 8-10 bulan, yaitu setelah buah masak (Nusyirwan, 2014). Manfaat kacang-kacangan dalam pengusahaan tanaman kelapa sawit sebagai berikut menambah bahan organik sehingga memperbaiki struktur tanah, memperbaiki status hara tanah terutama nitrogen, memperbaiki sifat-sifat tanah akibat pembakaran (pembukaan lahan), melindungi permukaan tanah dan mengurangi bahaya erosi terutama pada tanah yang curam, mengurangi biaya pengendalian gulma, mendorong pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi (Pahan, 2006). Winarso (1995) menyatakan bahwa kemampuan memfiksasi N2-atmosfer dari simbiosis antara tanaman leguminose dan Rhizobium ini dapat ditunjukkan oleh pembentukan nodul atau bintil akar. Makin banyak dan besar bintil akar
26
merupakan indikasi fiksasi N2-atmosfer berjalan efektif. Efektifitas fiksasi N sangat dipengaruhi oleh keserasian hubungan antara Rhizobium dengan tanaman inangnya. Selain itu efektifitas fiksasi juga dipengaruhi lingkungan termassuk unsur hara. Pemberian pupuk P dan K pada tanaman kedelai dapat meningkatkan aktivitas Rhizobium dalam nodul/bintil akar. Peningkatan frekuensi pemberian N ini dapat meningkatkan kesesuaian ketersediaan N dalam tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga serapan N meningkat dan hasilnya j uga meningkat. Hal ini erat hubungannya dengan mobilitas N didalam tanah sehingga N cepat hilang sebelum digunakan tanaman baik melalui penguapan maupun pencucian. Semua atau sebagian besar pupuk N komersil mempunyai kelarutan tinggi jika diberikan ke dalam tanah. Berbeda dengan pupuk N dari bahan organik baik pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos, akan melepaskan N jika telah didekomposisikan. Semua bentuk N didalam tanah akan dikonversikan atau dioksidasi menjadi NO3-, selanjutnya menjadi subjek reaksi/proses denitrifakasi, erosi dan pencucian. Sehingga bentuk NO3- didalam tanah sangat tidak stabil (Winarso, 1995). Nephrolepis biserrata termasuk famili Lomariopsidacea dan dikenal dengan nama paku harupat. N. biserrata ditemukan di zona N. fruticants. N. Biserrata hidup merumpun, akarnya berwarna coklat tua. Batang N. biserrata berwarna hijau kecoklatan dan tumbuh tegak. Daun N. Biserrata berwarna hijau terang. N. Biserrata mempunyai daun majemuk. Daun N. Biserrata tersusun rapat dan tersebar di sepanjang batang. Ujung daun N. biserrata runcing, tepinya bergelombang, pangkalnya berlekuk. Daun N. Biserrata yang masih muda
27
menggulung berwarna hijau muda dan seluruh permukaan daunnya ditutupi oleh bulu-bulu halus berwarna putih (Ceri, 2014). Rumput merupakan famili tumbuhan yang sangat luas penyebarannya, memiliki sistem perakaran serabut yang berperan dalam pembentukan struktur tanah, titik tumbuh yang terdapat pada pangkal tanaman memungkinkan tumbuh kembali setelah pemotongan dan memiliki kemampuan membantu menutup tanah dengan cepat pada saat fase pertumbuhan pertama. Sifat-sifat pertumbuhan ini sangat erat hubungannya dengan keadaan air, unsur hara, keadaan tanah, cahaya dan temperatur. Rumput sebagai penutup tanah berperan dalam menahan daya tumbuk butir-butir hujan secara langsung kepada permukaan tanah sehingga penghancuran agregat tanah dapat dicegah, selain itu dapat menghambat daya laju aliran air sehingga dapat mengurangi pengikisan dan penghanyutan partikelpartikel tanah. Menurut hasil penelitian, jenis rumput tertentu sangat baik dikembangkan dalam usaha mengawetkan tanah-tanah kritis, karena selain pertumbuhan dan perkembangannya cepat, juga menunjang pembentukan agregat tanah, dan mengikat partikel-partikel tanah dengan kuat. Sistem perakaran rerumputan berhubungan dengan ruang poros dan struktur tanah, karena sistem perakaran dari rumput memegang dan mengikat partikel-partikel tanah, dan membantu memperbaiki struktur tanah (Pasaribu, 2013).