II. TINJAUAN PUSTAKA A. SISTEM STANDARISASI NASIONAL A.1. Sejarah Perkembangan Standar Sejak zaman dahulu manusia sebenarnya telah menerapkan standarisasi dalam menjalankan kehidupannya, terbukti dengan pemakaian batu untuk kapak dan alat pencacah yang pada dasarnya mempunyai bentuk yang sama. Hal ini terjadi di semua wilayah dunia baik di Afrika, Eropa, atau Asia. Jika kita telusuri dari mulai bahasa tulisan, bentuk huruf, bentuk simbol, pikogram, bentuk notasi musik yang sudah berlaku sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Legenda yang sangat menarik pada zaman kaisar Qin Shi Huangdu di negeri China 2200 tahun yang lalu telah memperlihatkan bagaimana standarisasi sangat diperhatikan khususnya tentang diberlakukannya pemakaian as dan roda kereta sebagai alat angkutan utama di China pada zaman tersebut, bentuknya harus sama diseluruh daerah kekuasaan kaisar Huangdu. Alasan penyeragaman as dan roda tersebut dikarenakan jalur kereta antar kota banyak mengalami kerusakan sehingga mengakibatkan seringnya as patah. Dengan peraturan tersebut terjadi kemajuan perdagangan yang cukup pesat karena arus transportasi kereta menjadi lebih lancar, hal tersebut disebabkan jika terjadi kerusakan kereta maka tidak begitu sulit memperbaikinya, karena suku cadang mudah diperoleh dimana saja dengan ukuran dan bentuk yang sama (Winarno,2002). A.2. Perkembangan Standar Standar didefinisikan secara ringkas sebagai persyaratan minimal, atau suatu spesifikasi, ketentuan baku untuk suatu barang atau jasa yang dibuat dengan cara konsensus oleh semua pihak yang terkait (produsen, konsumen, pakar di bidangnya, dan pemerintah) dengan memperhatikan segi kesehatan, keselamatan, dan perlindungan lingkungan, serta selalu mengikuti perkembangan iptek, dan untuk
keuntungan/bermanfaat
memerlukannya.
bagi
semua
pihak
yang
terlibat
dan
8
Sampai saat ini definisi standar tersebut tetap berlaku, dengan demikian standar tidak statis tetapi dinamis karena harus mengikuti perkembangan iptek yang ada. Oleh karena itu tepat sekali jika ISO (International Organization for Standarization) mengatur bahwa paling sedikit satu kali dalam lima tahun standar harus ditinjau kembali, artinya standar tersebut dapat berubah sama sekali, dimodifikasi, diamandemen, atau tetap seperti semula. Demikian halnya standar yang dibuat oleh CAC (Codex Alimentarius Commission) selalu diperbaharui sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Standar yang dibuat dari mulai tingkat international, regional, nasional, asosiasi, perusahaan, dan personal, semuanya mengikuti kaidah yang sama yaitu konsensus diantara pihak yang terkait sesuai tingkatannya. Standar tersebut meliputi berbagai aspek misalnya nomenklatur, simbol, spesifikasi, pengambilan contoh dan pengujian, klasifikasi, rasionalisasi, code of practices, keamanan, pengemasan dan pelabelan, pasokan dan pengantaran. Selanjutnya dalam perkembangannya standar sangat diperlukan oleh beberapa perusahaan untuk meningkatkan keamanan produknya dan pada saat yang sama perusahaan dapat mengurangi pengujian dan pengesahan yang dituntut oleh konsumennya. A.3. Tujuan dan Asas Sistem Standarisasi Nasional Tujuan Sistem Standarisasi Nasional adalah terwujudnya jaminan mutu dan perlindungan keselamatan, keamanan, dan kesehatan konsumen yang dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas nasional dalam menunjang program pengembangan, pemantapan dan peningkatan produksi dan ekspor produk dan jasa Indonesia dalam menghadapi persaingan dalam perdagangan dalam negeri maupun internasional, dengan meningkatkan penerimaan dan kepercayaan atas barang dan atau jasa yang dihasilkan di pasar domestik dan internasional. Dalam menjalankan kegiatan standarisasi di Indonesia digunakan asasasas Sistem Standarisasi Nasional. Asas-asas tersebut adalah: (1) Asas manfaat: Standarisasi harus dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan melindungi bangsa dan negara; (2) Asas kebersamaan: Standarisasi nasional harus
9
merupakan usaha bersama dari semua pihak sehingga dengan demikian tercerminlah semangat gotong royong berdasarkan kekeluargaan; (3) Asas kemandirian: Standarisasi nasional harus dikembangkan untuk kepentingan pembangunan nasional yang dilandasi dengan sikap percaya pada diri sendiri (Winarno,2002). A.4. Badan Standarisasi Nasional Untuk mewujudkan dan mengembangkan Sistem Standarisasi Nasional, sistem ini dikelola oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Di dalam rangka mengembangkan dan membangun kegiatan standarisasi, diperlukan kerjasama yang sinergik antara berbagai institusi yang bergerak di bidang standarisasi, instansi teknis yang terkait, dunia usaha dan industri, dan konsumen. Dalam kaitan inilah Badan Standarisasi Nasional dibentuk untuk menyelaraskan kegiatan standarisasi di Indonesia, untuk dapat melakukan pengembangan standarisasi nasional bekerjasama dengan instansi teknis terkait. Dengan Surat Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 telah dibentuk Badan Standarisasi Nasional (BSN)
dengan tugas
membantu
Presiden dalam
menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standarisasi. Dalam menjalankan tugasnya BSN dibina oleh Dewan Pembina Standarisasi Nasional (DPSN) serta dibantu oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Badan Standarisasi Nasional (BSN) mempunyai fungsi: (1) Perumusan kebijaksanaan, penyusunan rencana dan program nasional di bidang standarisasi; (2) Pembinaan dan pelaksanaan koordinasi kegiatan standarisasi dengan instansi teknis dan instansi lainya; (3) Pelaksanaan kerjasama internasional, dokumentasi, dan informasi serta pemasyarakatan di bidang standarisasi; (4) Penetapan akreditasi dan syarat sertifikasi di bidang standardisasi; standarisasi;
(5) (6)
Pelaksanaan Penetapan
penelitian Standar
dan
Nasional
pengembangandi Indonesia
bidang
(SNI);
(7)
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang standarisasi dan jaminan mutu (Winarno,2002).
10
A.5. Penerapan Standar Standar yang diatur dalam Sistem Standardisasi Nasional ini adalah Standar Nasional Indonesia dan berlaku di negara Republik Indonesia. Penerapan standar adalah kegiatan menggunakan Standar Nasional Indonesia. Kegiatan penggunaan Standar Nasional Indonesia sangat erat kaitannya dengan kegiatan pemberlakuan standar, akreditasi dan sertifikasi. A.5.1. Pemberlakuan standar Standar Nasional Indonesia (SNI) dirumuskan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan atau instansi teknis bekerjasama dengan instansi terkait berdasarkan Program Nasional Perumusan SNI melalui tahap-tahap penyiapan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), rapat konsensus RSNI dan penetapan RSNI hasil konsensus menjadi SNI oleh BSN. Dalam melakukan persiapan RSNI, bila diperlukan dapat diawali dengan kegiatan penelitian dan pengembangan standardisasi yang dilaksanakan oleh Badan Standardisasi Nasional ataupun oleh panitia (Winarno,2002) Standar Nasional Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup, diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis, yang selanjutnya disebut sebagai SNI wajib. SNI wajib harus diterapkan sepenuhnya oleh semua pihak yang berkaitan. Standar Nasional Indonesia yang tidak berkaitan dengan kepentingan keamanan, keselamatan, dan kesehatan, atau kelestarian fungsi lingkungan hidup, berdasarkan pertimbangan tertentu dapat diberlakukan secara wajib oleh instansi teknis atau diterapkan secara sukarela oleh pihak yang merasa memerlukan. Unsur-unsur yang terkait dalam penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah: dalam hal ini penerapan SNI merupakan instrumen penting untuk melaksanakan pengaturan dan pengawasan yang bertujuan untuk melindungi
kepentingan
umum,
khususnya
mengenai
keamanan,
keselamatan, kesehatan konsumen dan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta untuk memanfaatkan segala sumber daya secara rasional.
11
2. Profesi: bagi unsur profesi penerapan SNI penting untuk mengembangkan metode, sistem, ilmu pengetahuan, teknologi, dan cara pemecahan masalah yang terkait dengan kegiatan standardisasi 3. Produsen: penerapan SNI memungkinkan antara lain penyederhanaan operasi proses pada semua tingkat, pengurangan jenis dan ragam persediaan bahan baku, komponen dan produk akhir, penggunaan teknisteknis produksi massal, dan peningkatan efisiensi dan produktivitas. 4. Konsumen: melalui penerapan SNI, konsumen akan mendapatkan seperangkat perlindungan dalam bentuk jaminan mutu barang dan atau jasa. 5. Lembaga sertifikasi dan laboratorium: melalui penerapan SNI, lembaga sertifikasi dan laboratorium berperan serta dalam menjamin mutu barang dan atau jasa serta kebenaran hasil pengukuran dan pengujian. A.5.2. Akreditasi Kegiatan akreditasi adalah rangkaian kegiatan pengakuan formal berupa pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, penundaan, dan pencabutan akreditasi lembaga-lembaga sertifikasi (yang antara lain mencakup sistem mutu, produk, personil, sistem manajemen lingkungan, sistem HACCP, sistem manajemen keamanan pangan), laboratorium penguji dan atau laboratorium kalibrasi dan akreditasi lainya di bidang standardisasi lainnya oleh Komite Akreditasi Nasional. KAN menyatakan bahwa lembaga sertifikasi atau laboratorium yang dimaksud telah memenuhi persyaratan untuk melakukan sesuatu kegiatan standardisasi tertentu. Komite Akreditasi Nasional (KAN) merupakan badan akreditasi, yang dibentuk untuk menunjang pelaksanaan penerapan SNI. Komite Akreditasi Nasional merupakan bagian dari Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang dibentuk dengan keputusan Presiden dan merupakan satu-satunya badan akreditasi independen di Indonesia. Komite Akreditasi Nasional (KAN) mempunyai tugas pokok untuk memberikan akreditasi kepada lembaga-lembaga sertifikasi, laboratorium penguji/ kalibrasi dan akreditasi bidang standardisasi lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan
12
memberikansaran pertimbangankepada Kepala BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Komite Akreditasi Nasional (KAN) bertugas pula untuk memperjuangkan keberterimaan di tingkat internasional atas sertifikat yang diterbitkan oleh laboratorium atau lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh KAN. Komite Akreditasi Nasional (KAN) menetapkan peraturan dan persyaratan pemberian, pemeliharaan, perpanjangan, penundaan, dan pencabutan akreditasi, baik sebagian atau keseluruhan dari lingkup akreditasi. Pelaksanaan akreditasi di Indonesia mengikuti peraturana dan persyaratan akreditasi yang berlaku secara internasional, yaitu peraturan dan persyaratan yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi internasional atau regional di bidang standardisasi, misalnya peraturan dan persyaratan yang disusun dan ditetapkan oleh International Organization for Standardization (ISO), International Cooperation (IEC), Asia Pacific Laboratory Accreditation
(APLAC),
International
Laboratory
Accreditation
(ILAC),
International Accreditation Forum (IAF) dan sebagainya (Winarno,2002). Jenis atau bidang akreditasi yang dicakup oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) meliputi: (1) akreditasi lembaga sertifikasi sistem mutu; (2) akreditasi lembaga sertifikasi sistem HACCP; (3) akreditasi lembaga sertifikasi personel; (4) akreditasi lembaga sertifikasi produk; (5) akreditasi lembaga sertifikasi sistem manajemen lingkungan; (6) akreditasi lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan; (7) akreditasi lembaga sertifikasi inspeksi teknis; (8) akreditasi laboratorium penguji; (9) akreditasi laboratorium kalibrasi; (10) akreditasi laboratorium kesehatan. Rangkaian kegiatan dalam proses akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) terhadap Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP yang berhak menerbitkan sertifikat Sistem HACCP bagi industri pangan ataupun Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan yang berhak menerbitkan sertifikat ISO 22000 bagi industri pangan. Terdiri dari beberapa tahap awal dari proses tersebut adalah Lembaga sertifikasi yang membutuhkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) akan mengajukan permohonan kepada Komite Akreditasi Nasional (KAN), kemudian KAN akan menunjuk tim auditor yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua tim auditor dan 1-3 (satu sampai dengan
13
tiga) orang anggota tim auditor yang akan melaksanakan asesmen terhadap Lembaga sertifikasi tersebut. Tim Auditor tersebut memberikan laporan asesmen Lembaga sertifikasi kepada KAN setelah semua ketidaksesuaian telah diperbaiki oleh Lembaga sertifikasi dan telah diverifikasi oleh Tim Auditor dari KAN. Langkah selanjutnya KAN akan membentuk Panitia Teknik yang terdiri dari para stakeholder, kemudian hasil laporan asesmen dikaji dan dievaluasi, yang kemudian akan menghasilkan suatu rekomendasi bahwa Lembaga sertifikasi layak untuk mendapatkan sertifikat akreditasi. Setelah sertifikat akreditasi didapat oleh suatu Lembaga sertifikasi, maka sertifikat akreditasi tersebut akan berlaku selama empat tahun, dan selama kurun waktu empat tahun tersebut KAN akan melaksanakan surveillance terhadap Lembaga sertifikasi satu tahun satu kali, untuk memastikan bahwa sistem yang telah diterapkan masih dijalankan secara konsisten. Rangkaian dari proses akreditasi tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1 (Winarno,2002)
PROSES AKREDITASI
KAN
MEMBENTUK 5 REKOMENDASI
2
1
MENGAJUKAN PERMOHONAN
LAPORAN ASESMENI
4 7
TIM AUDITOR ASESMEN/ RE-ASESMEN
SURVAILEN 3
LEMBAGA-LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM HACCP Gambar 1. Proses Akreditasi Lembaga Sertifikasi oleh KAN.
8
PEMBERIAN AKREDITASI
PANITIA TEKNIK
MENUNJUK AUDITOR
6
14
Implementasi sistem assesmen baik pada proses akreditasi lembaga sertifikasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) maupun pada sertifikasi pada industri pangan dari suatu lembaga sertifikasi harus memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan. Adapun perbedaan standar kesesuaian asemen yang digunakan dalam proses akreditasi dan sertifikasi sistem HACCP dibandingkan dengan standar yang digunakan dalam proses akreditasi dan sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan adalah pada proses akreditasi dan sertifikasi sistem HACCP, Komite Akreditasi Nasional (KAN) harus mengimplementasikan Pedoman BSN 3-1999 agar dapat menjalankan tugasnya sebagai lembaga akreditasi yang independen, dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan akreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) akan mengirimkan tim auditor yang kualifikasinya sesuai dengan Pedoman BSN 1002-1999, Lembaga sertifikasi sistem HACCP yang diaudit harus mengimplementasikan Pedoman BSN 10011999 agar dapat mempunyai wewenang untuk menerbitkan sertifikat sistem HACCP. Bagi industri pangan yang sudah mengimplementasikan SNI 01 4852 1998 dan Pedoman BSN 1004-2002 maka berhak mengajukan dan mendapat sertifikat sistem HACCP dari Lembaga sertifikasi sistem HACCP setelah diaudit oleh tim auditor dari Lembaga sertifikasi sistem HACCP yang kualifikasinya sesuai dengan Pedoman BSN 1003-1999. Standar-standar kesesuaian asesmen baik proses akreditasi maupun sertifikasi sistem HACCP lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 (Winarno,2002). Untuk standar kesesuaian asesmen proses akreditasi dan sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan, Komite Akreditasi Nasional (KAN) harus mengimplementasikan ISO/IEC 17011 agar dapat menjalankan tugasnya sebagai lembaga akreditasi yang independen. Dalam melaksanakan tugasnya untuk melakukan akreditasi, Komite Akreditasi Nasional (KAN) akan mengirimkan tim auditor yang kualifikasinya sesuai dengan Pedoman BSN 1002-1999, sedangkan Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang diaudit harus mengimplementasikan ISO/IEC 17021:2006 dan ISO/TS 22003:2007 agar dapat mempunyai wewenang untuk menerbitkan sertifikat ISO 22000. Bagi industri pangan yang sudah mengimplementasikan ISO 22000:2005 dan ISO 22004:2005 maka berhak mengajukan dan mendapat sertifikat ISO 22000 dari Lembaga
15
sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan setelah diaudit oleh tim auditor dari Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang kualifikasinya sesuai dengan Pedoman BSN 1003-1999. Standar-standar kesesuaian asesmen baik proses akreditasi maupun sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 (Winarno,2002).
KAN Akreditasi
Auditor Akreditasi HACCP
Sertifikasi
LSSHACCP LSSHACCP LSSHACCP Auditor Sertifikasi HACCP
Badan Usaha LSSHACCP LSSHACCP
Pedoman BSN 3-1999 Pedoman BSN 1002-1999
Pedoman BSN 1001-1999 Pedoman BSN 1003-1999
- SNI 01 - 4852 - 1998 - Pedoman BSN 1004 - 2002
Gambar 2. Standar kesesuaian asesmen proses akreditasi dan sertifikasi lembaga sertifikasi sistem HACCP.
KAN Akreditasi
Auditor Akreditasi SMKP
Sertifikasi
LSSMKP LSSHACCP LSSHACCP Auditor Sertifikasi SMKP
Badan Usaha LSSHACCP LSSHACCP
ISO/IEC 17011 Pedoman BSN 1002-1999
ISO/IEC 17021:2006 ; ISO/TS 22003:2005 Pedoman BSN 1003-1999
ISO 22000:2005 ISO 22004:2005
Gambar 3. Standar kesesuaian asesmen proses akreditasi dan sertifikasi lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan.
16
A.5.3. Sertifikasi Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat oleh pihak tertentu untuk menyatakan bahwa suatu organisasi telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Sertifikasi diperlukan untuk memberikan keyakinan (confidence) kepada seluruh pihak bahwa suatu sistem manajemen organisasi memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Kegiatan sertifikasi tersebut dibagi menjadi 3 tipe kegiatan utama, yaitu: (1) Sertifikasi pihak pertama yaitu rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh pihak pertama (produsen); (2) Sertifikasi pihak kedua yaitu rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh pihak kedua (konsumen); (3) Sertifikasi pihak ketiga yaitu rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat yang dilakukan oleh pihak ketiga (lembaga sertifikasi yang netral dan kredibel) (Winarno,2002). Proses sertifikasi sistem HACCP dan atau sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan dari lembaga sertifikasi kepada suatu industri pangan merupakan contoh kegiatan tipe sertifikasi pihak ketiga. Sertifikasi sistem HACCP adalan rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat sistem HACCP dari suatu lembaga sertifikasi sistem HACCP yang sudah mendapat akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) sesuai Pedoman BSN 1001:1999 kepada badan usaha yang mampu menerapkan sistem HACCP menurut SNI 01 4852 1998 dan Pedoman BSN 1004:2002. Sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat ISO 22000 dari lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang sudah mendapat akreditasi dari
Komite
Akreditasi
Nasional (KAN) sesuai ISO/IEC 17021:2006
ISO/TS
22003:2007
dan
kepada badan usaha yang mampu menerapkan sistem manajemen keamanan pangan menurut ISO 22000:2005 dan ISO 22004:2005 Rangkaian kegiatan dalam proses sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP dan atau Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang berhak menerbitkan sertifikat Sistem HACCP dan atau sertifikat ISO 22000 bagi industri pangan. Awal dari proses tersebut adalah industri pangan yang membutuhkan sertifikasi
sistem HACCP dan atau sertifikasi sistem
17
manajemen keamanan pangan dari suatu Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP dan atau Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan akan mengajukan permohonan kepada Lembaga Sertifikasi Sistem HACCP dan atau Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan. Lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan akan menunjuk tim auditor yang terdiri dari 1 (satu) orang ketua tim auditor dan 1-2 (satu sampai dengan dua) orang anggota tim auditor akan melaksanakan asesmen terhadap industri pangan. Tim auditor tersebut membuat laporan asesmen dan setelah semua ketidaksesuaian telah diperbaiki oleh industri pangan dan telah diverifikasi oleh tim auditor. Langkah selanjutnya akan dibentuk komite teknis yang terdiri dari para stakeholder, kemudian tim auditor mempresentasikan hasil laporan asesmen , yang kemudian akan menghasilkan suatu rekomendasi bahwa suatu industri pangan tersebut layak untuk mendapatkan sertifikat sistem HACCP dan atau sertifikat sistem manajemen keamanan pangan. Setelah sertifikat tersebut didapat oleh suatu industri pangan, maka sertifikat tersebut akan berlaku selama tiga tahun, dan selama kurun waktu tiga tahun tersebut KAN akan melaksanakan surveillance terhadap
industri pangan tersebut satu tahun satu kali, untuk
memastikan bahwa sistem yang telah diterapkan masih dijalankan secara konsisten. Rangkaian dari proses sertifikasi sistem HACCP dan atau sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4 (Winarno,2002).
18
5
MEMBENTUK
REKOMENDASI
LSSHACCP / LSSMKP MENUNJUK AUDITOR
6
2
4 7
TIM AUDITOR
1
MENGAJUKAN PERMOHONAN
ASESMEN/ RE-ASESMEN
8
SURVAILEN
PEMBERIAN SERTIFIKASI
Komite teknis
LAPORAN ASESMENI
3
Industri/bisnis pangan
Gambar 4. Proses Sertifikasi Sistem HACCP dan atau sistem manajemen keamanan pangan bagi industri pangan. B. STANDAR INTERNATIONAL PRASYARAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN B.1. ISO 17021/IEC:2006: Conformity Assessment- Requirements for Bodies Providing Audit and Certification of Management Systems. Sertifikasi manajemen seperti manajemen mutu atau sistem manajemen lingkungan suatu organisasi merupakan salah satu cara untuk memberi jaminan bahwa organisasi telah menerapkan sistem manajemen untuk aspek-aspek yang relevan dari kegiatan organisasi, selaras dengan kebijakan yang ditetapkannya (ISO 17021,2006). Standar international ini menjelaskan persyaratan untuk lembaga-lembaga sertifikasi. Pemenuhan atas persyaratan-persyaratan ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa lembaga sertifikasi memberi sertifikasi sistem manajemen secara kompeten, konsisten, dan netral, sehingga memperoleh pengakuan lembaga dan keberterimaan sertifikasi yang
diterbitkannya
secara
nasional dan
internasional. Standar international ini sebagai dasar yang memfasilitasi
19
pengakuan sertifikasi sistem manajemen dalam rangka kepentingan perdagangan international. Standar international ini dimaksudkan untuk digunakan oleh lembagalembaga yang melaksanakan audit dan sertifikai sistem manajemen. Standar ini memuat persyaratan umum untuk lembaga sertifikasi yang melaksanakan audit dan sertifikasi di bidang sistem manajemen mutu, sistem manajemen keamanan pangan, dan sistem manajemen lingkungan. Klausul-klausul
yang
ada
pada
ISO/IEC
17021:2006
harus
diimplementasikan oleh lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang ingin memperoleh akreditasi Komite Akreditasi Nasional, berikut ini adalah klausul-klausul ISO/IEC 17021:2006 berikut dengan penjelasan singkatnya. B.1.1. Klausul 1:Ruang lingkup Standar ini memuat prinsip dan persyaratan konsistensi, kompetensi, dan ketidakberpihakan audit dan sertifikasi seluruh tipe sistem manajemen dan untuk lembaga yang melaksanakan kegiatan-kegiatan ini. Lembaga sertifikasi yang beroperasi sesuai standar ini tidak perlu menawarkan seluruh tipe sertifikasi sistem manajemen. B.1.2. Klausul 2: Acuan Normatif: (1) ISO/IEC 17000:2004 Penilaian kesesuaian kosa kata dan prinsip umum; (2) ISO 9000:2005 QMS-Prinsip dan kosa kata; (3) ISO 19011:2002 Panduan untuk audit QMS dan EMS B.1.3. Klausul 3: Definisi dan istilah: (1) Klien tersertifikasi: organisasi yang sistem manajemennya telah disertifikasi; (2) Ketidakberpihakan: keobjektifan nyata dan dipersepsikan; (3) Konsultan sistem manajemen: partisipasi dalam perancangan, penerapan, atau pemeliharaan suatu sistem manajemen. B.1.4. Klausul 4: Prinsip Prinsip sebagai landasan kinerja dan persyaratan deskriptif. Prinsip ini seharusnya diterapkan sebagai panduan untuk mengambil keputusan yang diperlukan pada situasi yang tidak terantisipasi. Tujuan sertifikasi adalah untuk memberikan keyakinan kepada seluruh pihak bahwa suatu sistem manajemen memenuhi persyaratan
yang telah
ditetapkan. Nilai dari sertifikasi merupakan tingkat keyakinan publik dan
20
kepercayaan yang dibentuk melalui asesmen oleh pihak ketiga yang kompeten dan tidak berpihak (netral). B.1.5. Klausul 5: Persyaratan umum B.1.5.1. Materi kontrak dan hukum Hukum dan hal yang terkait dengan kontrak meliputi tanggung jawab hukum, yang berarti lembaga sertifikasi harus berupa badan hukum, perjanjian sertifikasi yang artinya lembaga sertifikasi harus memilik perjanjian yang berkekuatan hukum serta tanggung jawab keputusan sertifikasi yang maksudnya adalah lembaga sertifikasi harus mempertahankan kewenangannya atas keputusannya yang berkaitan dengan sertifikasi. B.1.5.2. Manajemen ketidakberpihakan Lembaga sertifikasi harus memiliki komitmen terhadap ketidakberpihakan dalam kegiatan sertifikasi sistem manajemen serta memiliki pernyataan yang dapat diakses publik untuk menyatakan ketidakberpihakannya. B.1.5.3. Pertanggunggugatan dan keuangan: Lembaga sertifikasi telah mengevaluasi resiko yang timbul dari kegiatan sertifikasinya dan memiliki pengaturan yang cukup untuk menanggung pertanggunggugatan serta mengevaluasi keuangan dan sumber pendapatannya B.1.6. Klausul 6: Persyaratan struktural B.1.6.1. Struktur organisasi dan manajemen puncak Lembaga
sertifikasi
mendokumentasikan
struktur
organisasi
yang
menunjukkan tugas, tanggung jawab, dan kewenangan manajemen dan personel sertifikasi serta setiap komite B.1.6.2. Komite pengamanan ketidakberpihakan Struktur lembaga sertifikasi harus mengamankan ketidakberpihakan atas kegiatan lembaga sertifikasi dan menyediakan suatu komite untuk membantu pengembangan sertifikasinya.
kebijakan
yang
berkaitan
ketidakberpihakan
kegiatan
21
B.1.7. Klausul 7 : Persyaratan sumberdaya B.1.7.1. Kompetensi manajemen dan personel Lembaga sertifikasi harus memiliki proses untuk menjamin bahwa personel memiliki pengetahuan yang sesuai dengan tipe sistem manajemen, menentukan cara memperagakan kompetensi sebelum melaksanakan fungsi spesifik, serta memiliki akses kepada tenaga ahli teknis. B.1.7.2. Personel yang terlibat dalam kegiatan sertifikasi: Lembaga sertifikasi harus memiliki personel yang memiliki kompetensi yang cukup untuk mengelola tipe dan ruang lingkup program audit, memiliki akses kepada auditor dalam jumlah yang cukup, menetapkan secara jelas kewajiban dan kewenangan untuk setiap personelnya, serta menjamin bahwa auditor memiliki pengetahuan dan kompetensi untuk kegiatan sertifikasi. B.1.7.3. Penggunaan auditor eksternal dan tenaga ahli teknis eksternal secara individu
Lembaga sertifikasi mensyaratkan auditor dan tenaga ahli teknis
eksternal untuk membuat perjanjian tertulis yang mencakup aspek kerahasiaan, bebas dari kepentingan komersial dan tekanan lainnya. B.1.7.4. Rekaman personel Lembaga sertifikasi memelihara rekaman personel yang mutakhir mencakup kualifikasi, pelatihan, pengalaman, status profesional, dan kompetensi. B.1.7.5. Subkontrak Kegiatan mensubkontrakkan kepada organisasi lain untuk melakukan sebagian kegiatan sertifikasi atas nama lembaga sertifikasi, maka lembaga sertifikasi harus memiliki perjanjian yang berkekuatan hukum mencakup pengaturan, termasuk kerahasiaan dan konflik kepentingan dengan seluruh lembaga yang di subkontrakkan. B.1.8. Klausul 8: Persyaratan Informasi B.1.8.1. Informasi yang dapat diakses publik: Lembaga sertifikasi memelihara dan membuat akses publik terhadap informasi yang menjelaskan proses audit dan proses sertifikasi untuk pemberian, pemeliharaan, perluasan, pengurangan, pembekuan, atau pencabutan sertifikasi.
22
B.1.8.2. Dokumen sertifikasi Lembaga
sertifikasi
memberikan
dokumen
sertifikasi
kepada
klien
tersertifikasinya dengan cara yang dipilihnya, serta mengidentifikasikan secara spesifik kelengkapan sertifikat yang meliputi nama dan lokasi, tanggal pemberian, perluasan atau pembaruan sertifikasi, tanggal kadaluarsa atau batas waktu sertifikasi ulang sesuai dengan siklus sertifikasi ulang, kode identifikasi tertentu, standar atau dokumen normatif lainnya, lingkup sertifikasi, nama dan alamat lembaga sertifikasi, dan informasi lainnya yang disyaratkan standar yang digunakan untuk sertifikasi. B.1.8.3. Direktori klien tersertifikasi Lembaga sertifikasi harus memelihara dan membuat akses publik atau menyediakan berdasarkan permintaan, dengan cara yang dipilih suatu direktori sertifikasi yang sah minimal memuat nama, dokumen normatif yang sesuai, lingkup dan lokasi untuk setiap klien yang disertifikasi. B.1.8.4. Acuan sertifikasi dan penggunaan tanda: Lembaga sertifikasi memiliki suatu kebijakan yang mengatur setiap tanda yang telah diberikan hak penggunaannya kepada klien yang telah disertifikasi. Kebijakan tersebut harus menjamin antara lain keterlusuran ke lembaga sertifikasi. B.1.8.5. Kerahasiaan Lembaga sertifikasi melalui perjanjian yang berkekuatan hukum harus memiliki suatu kebijakan dan pengaturan untuk mengamankan kerahasiaan informasi yang diperoleh atau dibuat selama pelaksanaan kegiatan sertifikasi pada seluruh tingkatan strukturnya, termasuk komite dan lembaga eksternal atau individu yang bertindak atas namanya. B.1.8.6. Pertukaran informasi antara lembaga sertifikasi dan kliennya Lembaga sertifikasi harus menyampaikan kepada kliennya mengenai deskripsi rinci mengenai kegiatan sertifikasi awal dan kelanjutannya, persyaratan normatif untuk sertifikasi, mengenai biaya permohonan, prosedur penanganan keluhan dan banding yang mutakhir.
23
B.1.9. Klausul 9: Persyaratan proses B.1.9.1. Persyaratan umum Program audit harus mencakup dua tahap audit awal, audit survailen pada tahun pertama dan kedua dan audit sertifikasi ulang di tahun ketiga sebelum berakhirnya sertifikasi. Lembaga sertifikasi menjamin bahwa suatu rencana audit untuk setiap audit ditetapkan sebagai dasar perjanjian tentang pelaksanaan dan penjadwalan kegiatan audit. B.1.9.2. Audit dan sertifikasi awal Lembaga sertifikasi harus mensyaratkan wakil yang berwenang dari organisasi pemohon untuk memberikan informasi yang diperlukan seperti ruang lingkup, fitur umum dari organisasi pemohon, informasi umum sesuai bidang sertifikasi yang dimohon, informasi mengenai seluruh proses yang disubkontrakkan, serta standar atau persyaratan lain keperluan sertifikasi organisasi pemohon. Adapun tahapan proses audit dan sertifikasi awal terdiri dari permohonan, kajian permohonan,audit sertifikasi awal,audit tahap satu, audit tahap dua, kesimpulan audit untuk sertifikasi awal, dan informasi untuk pemberian sertifikasi awal. B.1.9.3. Kegiatan survailen Lembaga
sertifikasi
harus
mengembangkan
survailennya
sehingga
keterwakilan area-area dan fungsi yang dicakup dalam lingkup sistem manajemen dipantau secara reguler dan memperhitungkan perubahan yang ada pada klien yang disertifikasi dan sistem manajemennya. Audit survailen adalah audit lapang tetapi bukan audit sistem secara menyeluruh dan harus direncanakan bersama dengan kegiatan survailen lainnya. B.1.9.4. Sertifikasi ulang Audit
sertifikasi
ulang
harus
direncanakan
dan
dilaksanakanuntuk
mengevaluasi pemenuhan terhadap seluruh persyaratan standar sistem manajemen atau dokumen normatif lain secara berkelanjutan. Tujuan audit sertifikasi ulang adalah untuk mengkonfirmasi keberlanjutan kesesuaian dan efektivitas sistem manajemen secara keseluruhan serta relevansi dan kemampuan organisasi terhadap lingkup sertifikasi.
24
B.1.9.5. Audit khusus Lembaga sertifikasi harus merespon permohonan untuk perluasan ruang lingkup sertifikasi yang telah diberikan, melakukan suatu kajian terhadap permohonan dan menentukan kegiatan audit yang penting untuk memutuskan apakah perluasan diberikan atau tidak. Hal ini dapat dilakukan bersamaan dengan audit survailen. B.1.9.6. Pembekuan, pencabutan, atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi Lembaga sertifikasi harus memiliki kebijakan dan prosedur terdokumentasi untuk pembekuan, pencabutan, atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi dan harus menspesifikasikan tindakan-tindakan penting yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi. B.1.9.7. Banding Lembaga sertifikasi harus memiliki proses terdokumentasi untuk menerima, mengevaluasi, dan membuat
keputusan, terhadap
banding, serta harus
bertanggung jawab atas seluruh keputusan di semua tingkatan proses penanganan banding dan menjamin bahwa personel yang terlibat dalam proses penanganan banding berbeda dengan personel yang melaksanakan audit dan membuat keputusan sertifikasi. B.1.9.8. Keluhan Selama penerimaan keluhan, lembaga sertifikasi harus mengkonfirmasikan apakah keluhan tersebut terkait dengan kegiatan sertifikasi yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap keluhan tentang klien yang disertifikasi harus diteruskan oleh lembaga sertifikasi kepada klien yang disertifikasinya pada waktu yang tepat. B.1.9.9. Rekaman pemohon dan klien Lembaga sertifikasi harus memelihara rekaman audit dan kegiatan sertifikasi lainnya untuk seluruh klien termasuk seluruh organisasi yang mengajukan permohonan dan seluruh organisasi yang diaudit, disertifikasi atau yang sertifikasinya dibekukan atau dicabut.
25
B.1.10. Klausul 10: Persyaratan sistem manajemen untuk lembaga sertifikasi B.1.10.1. Persyaratan sistem manajemen berdasar ISO 9001 Lembaga sertifikasi harus menetapkan dan memelihara sistem manajemen, sesuai persyaratan ISO 9001. Untuk penerapan persyaratan ISO 9001, lingkup sistem manajemen harus mencakup desain dan pengembangan persyaratan untuk jasa sertifikasinya. Lembaga sertifikasi harus memasukkan sebagai input tinjauan manajemen informasi yang relevan tentang banding dan keluhan dari pengguna kegiatan sertifikasi. B.1.10.2. Kaji ulang manajemen Manajemen puncak lembaga sertifikasi harus menetapkan prosedur untuk kaji ulang sistem manajemennya pada interval waktu yang terencana untuk menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya. B.1.10.3. Audit internal Lembaga sertifikasi harus menetapkan prosedur audit internal untuk memverifikasi bahwa lembaga sertifikasi memenuhi dan sistem manajemen diterapkan dan dipelihara secara efektif. Program audit harus direncanakan, dengan mempertimbangkan pentingnya proses dan area yang akan diaudit dan juga hasil audit sebelumnya. B.2. ISO/TS 22003:2007: Food safety managements systems- Requirements for bodies providing audit and certification of food safety management systems Standar ISO/TS 22003:2007 merupakan standar persyaratan teknis bagi Lembaga Sertifikasi yang menyelenggarakan
audit dan sertifikasi Sistem
Manajemen Keamanan Pangan (SMKP). Ruang lingkup standar ini adalah dapat diaplikasikan untuk audit dan sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) yang sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam ISO 22000 serta menyediakan informasi yang diperlukan dan kepercayan diri bagi pelanggan/ industri pangan mengenai sertifikasi yang telah diperoleh. Klausul-klausul
yang
ada
pada
ISO/TS
22003:2007
harus
diimplementasikan oleh lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang ingin memperoleh akreditasi Komite Akreditasi Nasional, berikut ini adalah klausul-klausul ISO/TS 22003:2007 berikut dengan penjelasan singkatnya.
26
B.2.1. Klausul 5: Persyaratan umum B.2.1.1.Manajemen ketidakberpihakan Lembaga sertifikasi dan setiap bagian dari bagian hukumnya yang sama tidak menawarkan atau menyediakan konsultasi analisis bahaya, konsultasi sistem manajemen keamanan pangan, dan konsultasi sistem manajemen. Lembaga sertifikasi harus memastikan bahwa auditor yang melakukan konsultasi analisis bahaya, konsultasi sistem manajemen keamanan pangan, dan konsultasi sistem manajemen dalam dua tahun terakhir dianggap sebagai ancaman tinggi terhadap imparsialitas tidak diijinkan untuk melakukan audit terhadap organisasi tersebut. B.2.2. Klausul 6: Persyaratan struktural Struktur organisasi dan manajemen puncak pada lembaga sertifikasi harus mendokumentasikan struktur organisasi yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, dan kewenangan manajemen dan personel sertifikasi serta setiap komite. Lembaga sertifikasi harus mengamankan ketidakberpihakan atas kegiatan lembaga
sertifikasi
pengembangan
dan
kebijakan
menyediakan yang
suatu
berkaitan
komite
untuk
membantu
ketidakberpihakan
kegiatan
sertifikasinya. B.2.3. Klausul 7: Persyaratan sumber daya B.2.3.1. Kompetensi manajemen dan personel Persyaratan mengenai kompetensi manajemen dan personel dalam ISO 22003:2007 meliputi kompetensi manajemen dan personel, personel yang terlibat dalam kegiatan sertifikasi, bahwa seluruh personel yang terlibat dalam audit dan kegiatan sertifikasi memiliki atribut personel seperti berpandangan terbuka, diplomatis, suka memperhatikan, mampu memahami situasi, menyesuaikan diri, ulet, logos, dan percaya pada diri sendiri. B.2.3.2. Personel yang terlibat dalam kegiatan sertifikasi Personel yang melaksanakan tinjauan kontrak ditinjau dari pendidikan, pelatihan keamanan pangan, pelatihan audit, dan kompetensi, dalam hal kompetensi lembaga sertifikasi harus memastikan bahwa personel yang melakukan
tinjauan
kontrak
menunjukkkan
kemampuannya
untuk
mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan dalam area: (1) klasifikasi
27
pemohon dalam kategori dan sektor rantai pangan; (2) asesmen produk, proses, dan praktek pemohon; (3) distribusi kompetensi dan persyaratan auditor SMKP; (4) penentuan persyaratan waktu dan durasi audit; (5) kebijakan dan prosedur lembaga sertifikasi terkait tinjauan kontrak. B.2.3.3. Personel yang memberikan sertifikasi Lembaga sertifikasi memastikan bahwa personel yang mengambil keputusan pemberian sertifikasi memiliki pendidikan, pelatihan keamanan pangan, pelatihan audit, dan pengalaman kerja seperti yang disyaratkan bagi auditor. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa personel yang mengambil keputusan
pemberian
sertifikasi
menunjukkan
kemampuannya
untuk
mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan dalam area:prinsip HACCP, pemahaman tentang pre-requisite program, identifikasi bahaya keamanan pangan, implementasi dan pengelolaan bahaya keamanan pangan, koreksi serta tindakan koreksi yang dilakukan sehubungan hal keamanan pangan, asesmen bahaya keamanan pangan yang potensial terkait dengan rantai pangan, undang-undang dan regulasi terkait keamanan pangan dengan tujuan untuk melaksanakan audit sistem manajemen keamanan pangan, persyaratan sistem manajemen keamanan pangan yang relevan, standar yang relevan, mengases dan meninjau laporan audit atas ketepatan dan kelengkapannya, mengases dan meninjau efektivitas tindakan perbaikan, serta proses sertifikasi. B.2.3.4. Auditor Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan mikrobiologi umum dan kimia umum serta kursus dalam kategori industri rantai pangan jika mereka melaksanakan audit sistem manajemen keamanan pangan. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor telah lulus pelatihan prinsip HACCP, asesmen bahaya, analisis bahaya, prinsip manajemen keamanan pangan mencakup pre-requisite program, pelatihan teknik audit berdasarkan ISO 19011, ISO 22000.
28
Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor memiliki kualifikasi minimal lima tahun penuh pengalaman kerja dalam industri terkait rantai pangan termasuk minimal dua tahun bekerja dalam jaminan mutu atau fungsi keamanan pangan dalam produksi pangan atau manufaktur, retail, inspeksi atau yang setara. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa dalam tiga tahun terakhir auditor melakukan paling sedikit 12 hari audit sistem manajemen keamanan pangan di paling sedikit empat organisasi di bawah pimpinan auditor yang berkualifikasi. Untuk memelihara kualifikasi auditor, lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor telah memiliki minimal lima eksternal audit per tahun termasuk paling sedikit dua audit sistem manajemen keamanan pangan atau minimal empat audit lapangan sistem manajemen keamanan pangan atau sepuluh hari audit sistem manajemen keamanan pangan per tahun. Lembaga sertifikasi merekam kompetensi auditor untuk setiap kategori dan sektor serta menyediakan bukti keberhasilan evaluasi. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor menunjukkan kemampuan untuk mengaudit dalam hal: a.
Prinsip,
prosedur
dan
teknik
audit
untuk
memungkinkan
auditor
mengaplikasikan hal tersebut yang sesuai pada audit yang berbeda dan untuk menjamin bahwa audit dilaksanakan dengan cara yang konsisten dan sistematik. Sehingga auditor harus mampu mengaplikasikan prinsip, prosedur, dan teknik audit, merencanakan dan mengelola pekerjaan secara efektif,
melakukan
audit
pada
jadwal
waktu
yang
disepakati,
memprioritaskan dan focus pada hal yang signifikan, mengumpulkan informasi melalui wawancara, mendengarkan, pengamatan dan pengkajian dokumen, memahami kesesuaian dan konsekwensi teknik pengambilan contoh pada audit, memverifikasi akurasi informasi yang dikumpulkan, mengkonfirmasi kecukupan dan kesesuaian bukti audit untuk mendukung temuan audit dan kesimpulan, mengases factor yang dapat mempengaruhi realibilitas temuan audit dan kesimpulan audit, menggunakan dokumen kerja untuk merekam kegiatan audit, mempersiapkan laporan audit, memelihara kerahasiaan dan keamanan informasi, dan mengkomunikasikan secara efektif baik melalui kemampuan bahasa personal atau melalui penterjemah.
29
b.
Sistem manajemen dan dokumen acuan : untuk memungkinkan auditor untukmemahami ruang lingkup audit dan criteria audit. Pengetahuan dan keterampilan pada area ini mencakup: aplikasi system manajemen pada organisasi yang berbeda, interaksi antara komponen system manajemen, standar sistem manajemen keamanan pangan, prosedur berlaku atau dokumen system manajemen lainnya yang digunakan sebagai kriteria audit, kemampuan untuk mengenali perbedaan antara dan prioritas dokumen acuan, kemampuan untuk mengaplikasikan dokumen acuan pada situasi audit yang berbeda, dan sistem dan teknologi informasi untuk otorisasi, keamanan, distribusi, dan pengendalian dokumen.
c.
Situasi organisasi : untuk memungkinkan auditor memahami konteks operasi organisasi. Pengetahuan dan keterampilan dalam area ini harus mencakup: ukuran, struktur, fungsi, dan hubungan organisasi, proses bisnis secara umum dan terminology terkait, dan kebiasaan sosial budaya auditi.
d.
Hukum, regulasi, dan persyaratan lain yang berlaku yang relevan dengan disiplin :
untuk memungkinkan auditor untuk bekerja dengannya dan
menyadari persyaratan yang digunakan organisasi diaudit. Pengetahuan dan keterampilan pada area ini harus mencakup: kode, hukum, dan regulasi lokal, regional, dan nasional, kontrak dan perjanjian, traktat dan konvensi internasional, dan persyaratan lain dimana organisasi terdaftar. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa auditor menunjukkan kemampuan untuk mengaplikasikan terminologi, pengetahuan, dan keterampilan dalam area spesifik keamanan pangan berikut: Prinsip HACCP, pre-requisite program relevan untuk kategori yang dipertimbangkan, identifikasi bahaya keamanan pangan,
metodologi yang digunakan untuk penentuan, penerapan, dan
pengelolaan tindakan pengendalian dan kemampuan untuk mengases efektifitas dari tindakan pengendalian yang dipilih, koreksi dan tindakan koreksi yang akan digunakan berhubungan dengan hal keamanan pangan,
asesmen bahaya
keamanan pangan yang potensial terkait dengan rantai suplai pangan, evaluasi pre-requisite program relevan yang dapat digunakan termasuk penetapan dan pemilihan metode evaluasi yang sesuai atau panduan untuk pre-requisite program bagi kategori yang dipertimbangkan, hukum dan regulasi dan praktik sektor
30
spesifik, produk, proses, dan praktik spesifik sektor, persyaratan sistem manajemen keamanan pangan relevan, standar keamanan pangan yang relevan. B.2.3.5. Tenaga ahli Lembaga sertifikasi memastikan bahwa tenaga ahli memiliki pengetahuan berkorespondensi pendidikan post secondary dalam industri rantai pangan yang akan diaudit, dalam proses yang akan diaudit,dan dalam bahaya keamanan pangan berlaku bagi sektor. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa tenaga ahli memiliki pengalaman kerja pada area teknis serta menunjukkan kemampuan untuk menyediakan keahlian pada area teknis mereka. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa tim audit sistem manajemen keamanan pangan memiliki kompetensi dalam menerapkan pre-requisite program dan HACCP dalam sektor yang diaudit, dalam proses yang diaudit, dan dalam bahaya keamanan pangan yang berlaku bagi sektor. B.2.3.6. Penggunaan auditor dan tenaga ahli eksternal Penggunaan auditor eksternal dan tenaga ahli teknis eksternal secara individu
Lembaga sertifikasi mensyaratkan auditor dan tenaga ahli teknis
eksternal untuk membuat perjanjian tertulis yang mencakup aspek kerahasiaan, bebas dari kepentingan komersial dan tekanan lainnya. B.2.3.7. Rekaman personel Lembaga sertifikasi memelihara rekaman personel yang mutakhir mencakup kualifikasi, pelatihan, pengalaman, status profesional, dan kompetensi. B.2.3.8. Subkontrak Kegiatan mensubkontrakkan kepada organisasi lain untuk melakukan sebagian kegiatan sertifikasi atas nama lembaga sertifikasi, maka lembaga sertifikasi harus memiliki perjanjian yang berkekuatan hukum mencakup pengaturan, termasuk kerahasiaan dan konflik kepentingan dengan seluruh lembaga yang di subkontrakkan
31
B.2.4. Klausul 8: Persyaratan informasi Lembaga sertifikasi memenuhi seluruh persyaratan dalam klausul 8 ISO/IEC 17021:2006. B.2.5. Klausul 9: Persyaratan proses B.2.5.1. Persyaratan umum Lembaga sertifikasi menetapkan secara tepat ruang lingkup sertifikasi dalam hal tingkatan rantai pangan (misalnya produksi primer, pengolahan pangan, produksi bahan kemasan), kategori, dan sektor serta tidak memperbolehkan pengecualian bagian dari proses, sektor, produk, atau jasa dari ruang lingkup sertifikasi ketika proses, sektor, produk atau jasa berpengaruh pada keamanan pangan produk akhir. Lembaga
sertifikasi memiliki proses untuk memilih hari, waktu, dan
musim audit sehingga tim audit memiliki kesempatan mengaudit organisasi yang beroperasi pada sejumlah lini produk, kategori, dan sektor yang dicakup oleh ruang lingkup. Lembaga sertifikasi memiliki prosedur terdokumentasi untuk menentukan waktu audit dan untuk setiap klien, lembaga sertifikasi harus menentukan waktu yang diperlukan untuk merencanakan dan menyelesaikan audit sistem manajemen keamanan pangan klien secara lengkap dan efektif serta waktu audit yang ditentukan oleh lembaga sertifikasi dan justifikasi untuk penentuannya direkam. Dalam menentukan waktu audit, lembaga sertifikasi mempertimbangkan aspek berikut: persyaratan standar sistem manajemen keamanan pangan yang relevan, ukuran dan kompleksitas organisasi, konteks teknologi dan regulatori, setiap subkontrak dari setiap kegiatan yang dicakup dalam ruang lingkup sistem manajemen keamanan pangan, hasil audit sebelumnya, pertimbangan jumlah lokasi dan multi lokasi. Lembaga sertifikasi mensertifikasi organisasi multilokasi di bawah 1 sertifikat, lembaga sertifikasi mengkonfirmasi kondisi berikut: seluruh lokasi memiliki aktifitas yang sama dan berlokasi dalam negara yang sama, seluruh lokasi beroperasi di bawah satu pusat sistem manajemen keamanan pangan yang terkendali dan teradministrasi seperti yang ditetapkan dalam klausul 4 ISO 22000:2005 atau sistem manajemen keamanan pangan lainnya yang ekivalen,
32
audit internal telah dilaksanakan pada setiap lokasi dalam 3 tahun hingga sertifikasi, sertifikasi lanjutan, audit internal harus dilaksanakan pada setiap lokasi dalam periode sertifikasi, audit internal dari seluruh lokasi harus memenuhi ISO 22000 atau ekivalen, temuan audit pada suatu lokasi harus dipertimbangkan sebagai indikasi dari keseluruhan system dan koreksi harus diimplementasikan. Lembaga sertifikasi menawarkan sertifikasi multi lokasi, lembaga sertifikasi harus menggunakan program pengambilan contoh untuk menjamin audit sistem manajemen keamanan pangan yang efektif dimana: pengambilan contoh untuk lebih dari 20 lokasi harus berada pada rasio 1 lokasi per 5 lokasi dengan jumlah minimum 20 lokasi. Seluruh lokasi harus dipilih secara acak dan setelah audit, tidak ada lokasi contoh yang mungkin menjadi ketidaksesuaian (misalnya tidak memenuhi ambang batas sertifikasi untuk ISO 22000), evaluasi dari temuan audit dari lokasi contoh harus dianggap ekivalen dengan temuan audit internal dari lokasi organisasi yang sama, paling sedikit setiap tahunnya, audit pada pusat sistem manajemen keamanan pangan harus dilakukan, paling sedikit setiap tahunnya, audit survailen harus dilakukan pada lokasi contoh, dan temuan audit dari lokasi contoh harus dipertimbangkan sebagai indikasi keseluruhan sistem dan koreksi harus diimplementasikan. Lembaga sertifikasi menyediakan laporan tertulis dari setiap audit. Laporan harus berdasarkan panduan relevan yang disediakan dalam ISO 19011. Tim audit dapat mengidentifikasi peluang perbaikan tetapi tidak boleh memberikan solusi spesifik.
Kepemilikan laporan audit harus dipelihara oleh
lembaga sertifikasi. Laporan harus mencakup acuan terhadap pre-requisite program yang digunakan oleh organisasi, metodologi HACCP yang digunakan, komentar atas tim HACCP, dan isu lainnya terkait sistem manajemen keamanan pangan. B.2.5.2. Audit dan sertifikasi awal Lembaga sertifikasi harus mensyaratkan wakil yang berwenang dari organisasi pemohon untuk memberikan informasi yang diperlukan seperti ruang lingkup, fitur umum dari organisasi pemohon, informasi umum sesuai bidang sertifikasi yang dimohon, informasi mengenai seluruh proses yang disubkontrakkan, serta standar atau persyaratan lain keperluan sertifikasi organisasi pemohon. Adapun
33
tahapan proses audit dan sertifikasi awal terdiri dari permohonan, kajian permohonan,audit sertifikasi awal,audit tahap satu, audit tahap dua, kesimpulan audit untuk sertifikasi awal, dan informasi untuk pemberian sertifikasi awal. Lembaga sertifikasi melakukan audit sertifikasi awal SMKP dalam 2 tahap : tahap 1 dan tahap 2. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa ketika organisasi telah
mengimplementasikan
kombinasi
tindakan
pengendalian
yang
dikembangkan secara eksternal, audit tahap 1 tinjauan dokumentasi yang dicakup dalam sistem manajemen keamanan pangan untuk menentukan apakah kombinasi tindakan pengendalian cocok bagi organisasi. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa dokumentasi telah dikembangkan dalam rangka memenuhi persyaratan ISO 22000 dan tetap mutakhir. Lembaga sertifikasi memastikan bahwa sasaran dari audit tahap 1 adalah untuk menyediakan fokus bagi perencanaan audit tahap 2 dengan memperoleh pengertian sistem manajemen keamanan pangan dalam konteks identifikasi bahaya keamanan pangan organisasi, analisis, rencana HACCP, dan pre-requisite program, kebijakan dan sasaran dan secara khusus, pernyataan organisasi tentang kesiapan audit dengan meninjau organisasi telah mengidentifikasi pre-requisite program
yang
sesuai
dengan
bisnis
(misalnya
persyaratan
peraturan
perundangan), sistem manajemen keamanan pangan mencakup proses dan metode yang cukup untuk identifikasi dan asesmen dari bahaya keamanan pangan organisasi dan berikut pemilihan dan kategorisasi dari tindakan pengendalian, legislasi keamanan pangan diterapkan untuk sektor yang relevan dari organisasi, sistem manajemen keamanan pangan didesain untuk mencapai kebijakan keamanan pangan organisasi, program implementasi sistem manajemen keamanan pangan menjustifikasi pelaksanaan audit atau tahap 2, validasi, verifikasi, dan program peningkatan memenuhi persyaratan standar sistem manajemen keamanan pangan, dokumen dan perencanaan sistem manajemen keamanan pangan tersedia untuk mengkomunikasikan secara internal dan dengan pemasok, pelanggan, dan pihak terkait yang relevan, dokumentasi tambahan yang perlu ditinjau dan atau pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk diperoleh lebih jauh. Lembaga sertifikasi menginformasikan kepada klien bahwa hasil dari audit tahap 1 dapat mengarahkan pada penundaan atau pengecualian audit tahap 2.
34
Setiap bagian dari sistem manajemen keamanan pangan yang diaudit selama audit tahap 1 dan ditentukan diimplementasikan secara lengkap, efektif dan sesuai dengan persyaratan, mungkin tidak memerlukan untuk diaudit ulang selama audit tahap 2.
Lembaga sertifikasi memastikan bahwa bagian audit dari SMKP tetap
sesuai dengan persyaratan sertifikasi. Pada kasus ini, laporan audit tahap 2 harus mencakup temuan ini dan harus secara jelas menyatakan kesesuaian telah ditetapkan selama audit tahap 1. Interval antara audit tahap 1 dan 2 diharapkan tidak lebih lama dari 6 bulan. Audit tahap 1 harus diulang apabila interval yang lebih lama dibutuhkan. B.2.5.3. Kegiatan survailen Lembaga sertifikasi harus mengembangkan survailennya sehingga keterwakilan area-area dan fungsi yang dicakup dalam lingkup sistem manajemen dipantau secara reguler dan memperhitungkan perubahan yang ada pada klien yang disertifikasi dan sistem manajemennya. Audit survailen adalah audit lapang tetapi bukan audit sistem secara menyeluruh dan harus direncanakan bersama dengan kegiatan survailen lainnya. B.2.5.4. Sertifikasi ulang Audit
sertifikasi
ulang
harus
direncanakan
dan
dilaksanakanuntuk
mengevaluasi pemenuhan terhadap seluruh persyaratan standar sistem manajemen atau dokumen normatif lain secara berkelanjutan. Tujuan audit sertifikasi ulang adalah untuk mengkonfirmasi keberlanjutan kesesuaian dan efektivitas sistem manajemen secara keseluruhan serta relevansi dan kemampuan organisasi terhadap lingkup sertifikasi. B.2.5.5. Audit khusus Lembaga sertifikasi harus merespon permohonan untuk perluasan ruang lingkup sertifikasi yang telah diberikan, melakukan suatu kajian terhadap permohonan dan menentukan kegiatan audit yang penting untuk memutuskan apakah perluasan diberikan atau tidak. Hal ini dapat dilakukan bersamaan dengan audit survailen.
35
B.2.5.6. Pembekuan, pencabutan, atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi Lembaga sertifikasi harus memiliki kebijakan dan prosedur terdokumentasi untuk pembekuan, pencabutan, atau pengurangan ruang lingkup sertifikasi dan harus menspesifikasikan tindakan-tindakan penting yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi. B.2.5.7. Banding Lembaga sertifikasi harus memiliki proses terdokumentasi untuk menerima, mengevaluasi, dan membuat
keputusan, terhadap
banding, serta harus
bertanggung jawab atas seluruh keputusan di semua tingkatan proses penanganan banding dan menjamin bahwa personel yang terlibat dalam proses penanganan banding berbeda dengan personel yang melaksanakan audit dan membuat keputusan sertifikasi. B.2.5.8. Keluhan Selama penerimaan keluhan, lembaga sertifikasi harus mengkonfirmasikan apakah keluhan tersebut terkait dengan kegiatan sertifikasi yang menjadi tanggung jawabnya. Setiap keluhan tentang klien yang disertifikasi harus diteruskan oleh lembaga sertifikasi kepada klien yang disertifikasinya pada waktu yang tepat. B.2.5.9. Rekaman pemohon dan klien Lembaga sertifikasi harus memelihara rekaman audit dan kegiatan sertifikasi lainnya untuk seluruh klien termasuk seluruh organisasi yang mengajukan permohonan dan seluruh organisasi yang diaudit, disertifikasi atau yang sertifikasinya dibekukan atau dicabut. B.2.6. Klausul 10: Persyaratan sistem manajemen untuk lembaga sertifikasi B.2.6.1. Persyaratan sistem manajemen berdasar ISO 9001 Lembaga sertifikasi harus menetapkan dan memelihara sistem manajemen, sesuai persyaratan ISO 9001. Untuk penerapan persyaratan ISO 9001, lingkup sistem manajemen harus mencakup desain dan pengembangan persyaratan untuk jasa sertifikasinya. Lembaga sertifikasi harus memasukkan sebagai input tinjauan manajemen informasi yang relevan tentang banding dan keluhan dari pengguna kegiatan sertifikasi.
36
B.2.6.2. Kaji ulang manajemen Manajemen puncak lembaga sertifikasi harus menetapkan prosedur untuk kaji ulang sistem manajemennya pada interval waktu yang terencana untuk menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya. B.2.6.3. Audit internal Lembaga sertifikasi harus menetapkan prosedur audit internal untuk memverifikasi bahwa lambaga sertifikasi memenuhi dan sistem manajemen diterapkan dan dipelihara secara efektif. Program audit harus direncanakan, dengan mempertimbangkan pentingnya proses dan area yang akan diaudit dan juga hasil audit sebelumnya. C. STANDAR NASIONAL PRASYARAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN C.1. Pedoman BSN 1003-1999: Kriteria Auditor Klausul-klausul yang ada pada Pedoman BSN 1003-1999 merupakan persyaratan tambahan mengenai kriteria auditor yang harus diimplementasikan oleh lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang ingin memperoleh akreditasi Komite Akreditasi Nasional, berikut ini adalah klausul-klausul Pedoman BSN 1003-1999 berikut dengan penjelasan singkatnya. C.1.1. Ruang lingkup Pedoman ini memuat kriteria dan persyaratan auditor kepala, auditor dan calon auditor sertifikasi sistem HACCP berdasar sistem standardisasi nasional serta memberikan dasar penyusunan prosedur registrasi auditor sertifikasi sistem HACCP. C.1.2. Definisi C.1.2.1. Auditor sertifikasi sistem HACCP adalah seseorang yang telah memiliki kualifikasi untuk melaksanakan asesmen dan audit HACCP. Auditor sertifikasi sistem HACCP terdiri atas calan auditor, auditor, dan auditor kepala. C.1.2.2. Audit kecukupan adalah pemeriksaan atau penilaian yang rinci atas suatu rencana HACCP dengan maksud untuk memastikan bahwa semua unsur-unsur
37
sistem HACCP yang terdapat dalam SNI 01 4852 1998 dan Pedoamn BSN 1004:2002 telah dimuat atau ditunjukkan dengancukup dalan rencana HACCP. C.1.2.3. Asesmen adalah penilaian lapangan pada badan usaha untuk membuktikan apakah rencana HACCP yang ada secara teknis maupunilmiah adalah benar sesuai dengan kondisi di badan usaha yang bersangkutan. C.1.2.4. Kriteria yang harus dipenuhi untuk kualifikasi dan penjenjangan dari calon auditor, auditor, dan auditor kepala, harus memenuhi persyaratan yang tercakup pada standar ini. D. STANDAR PRASYARAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI SISTEM HACCP D.1. PEDOMAN BSN 1001-1999, Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (HACCP) D.1.2. Ruang Lingkup Pedoman ini memuat prasyarat umum yang harus dipenuhi oleh Lembaga Sertifikasi yang melakukan sertifikasi sistem HACCP agar diakui kewenangannya dan kemampuannya pada tingkat nasional dan internasional dalam melaksanakan sertifikasi sistem HACCP. D.1.3. Definisi D.1.3.1 Dalam Pedoman BSN 1001:1999 dijelaskan definisi dari beberapa kosa kata yang berhubungan dengan asesmen, seperti Badan usaha, Lembaga Sertifikasi, Sistem Mutu, Kompeten, Auditor HACCP, Sertifikasi Sistem HACCP dan Verifikasi. D.1.4. Ketentuan Umum Lembaga Sertifikasi harus mampu melayani semua badan usaha yang memerlukan sertifikat Sistem HACCP. Pelayanan sertifikasi tidak boleh dipengaruhi oleh faktor finansial atau faktor lain yang dapat menurunkan kepercayaan terhadap sertifikat yang dikeluarkan. Lembaga Sertifikasi dalam memberikan pelayanan tidak boleh melakukan diskriminasi.
38
D.1.5. Organisasi Dalam Pedoman BSN 1001:1999 ditetapkan bahwa suatu organisasi harus bisa bertindak untuk: (1) tidak memihak; (2) bertanggung jawab atas keputusannya yang berkaitan dengan pemberian, pemeliharaan, perluasan, pengurangan,
penundaan,dan
pencabutan
sertifikasi;
(3)
menunjuk
dan
menetapkan manajemen yang akan mempunyai wewenang dan tanggung jawab menyeluruh atas semua hal seperti: pelaksanaan sertifikasi, perumusan masalah kebijakan, keputusan sertifikasi, verifikasi penerapan kebijakan, verifikasi keuangan, dan pendelegasian kewenangan kepada personel; (4) mempunyai dokumen legalitas hukum; (5) mempunyai struktur terdokumentasi untuk menjaga kenetralan; (6) memastikan bahwa setiap keputusan sertifikasi diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang tidak melaksanakan asesmen; (7) mempunyai hak dan tanggung jawab yang relevan terhadap kegiatan sertifikasi; (8) mempunyai aturan dan kemampuan yang memadai untuk menyelesaikan pertanggungjawaban terhadap tuntutan yang timbul akibat operasinya dan/ atau kegiatannya; (9) mempunyai keuangan yang stabil dan sumber daya yang disyaratkan untuk mengoperasikan sistem sertifikasi; (10) memperkerjakan sejumlah personel dengan kualifikasi pendidikan, pelatihan, pengetahuan teknik, dan pengalaman yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi sertifikasi; (11) mempunyai sistem mutu yang memberikan kepercayaan keberadaannya dalam mengoperasikan sistem sertifikasi untuk badan usaha; (12) mempunyai manajemen, kebijakan dan prosedur sertifikasi yang berbeda dengan kegiatan lainnya; (13) bebas dari tekanan komersial, keuangan, dan tekanan lainnya yang dapat mempengaruhi hasil proses sertifikasi; (14) menjamin bahwa kegiatan lembaga lainnya yang terkait, tidak mempengaruhi kerahasiaan, objektifitas atau kenetralan sertifikasinya; (15) mempunyai kebijakan dan prosedur untuk menyelesaikan keluhan, naik banding, dan perselisihan. D.1.6. Personel Lembaga Sertifikasi Personel Lembaga Sertifikasi harus kompeten dalam melaksanakan fungsinya. Informasi mengenai kualifikasi pelatihan dan pengalaman setiap personel harus dipelihara oleh lembaga sertifikasi. Bila pekerjaan audit di subkontrakkan kepada lembaga lain, maka lembaga sertifikasi harus menjamin bahwa
39
personel yang terkait harus memenuhi persyaratan yang berlaku. Khusus auditor harus memenuhi Pedoman BSN 1003-1999. D.1.7. Dokumentasi dan verifikasi perubahan Lembaga Sertifikasi harus memelihara sistem verifikasi semua dokumen yang berkaitan dengan sistem sertifikasi HACCP dan harus menjamin bahwa dokumen terbitan mutakhir tersedia, semua perubahan dokumen atau amandemen terhadap dokumen dikerjakan oleh orang yang tepat, dokumen yang telah diganti tidak digunakan lagi oleh lembaga sertifikasi, semua perubahan mengenai dokumentasi lembaga sertifikasi harus diberitahukan kepada KAN, perubahanperubahan persyaratan sertifikasi harus diberitahukan kepada badan usaha yang telah disertifikasi, lembaga Sertifikasi harus mensyaratkan badan usaha yang telah disertifikasi untuk memberitahukan perubahan dokumentasi kepada lembaga sertifikasi. D.1.8. Sertifikasi dan verifikasi Lembaga sertifikasi harus memenuhi ketentuan persyaratan mengenai sertifikasi dan verifikasi yaitu: (1) mempunyai prosedur tertulis untuk melakukan sertifikasi dan verifikasi sistem HACCP, sesuai dengan persyaratan yang berlaku; (2) melakukan verifikasi sistem HACCP badan usaha secara teratur dan sewaktuwaktu bila diperlukan, untuk menjamin bahwa penerapan sistem HACCP sesuai dengan rencana HACCP dan dilaksanakan secara efektif; (3) memberikan dokumen sertifikasi kepada setiap badan usaha yang sistem HACCPnya telah disertifikasi seperti surat atau sertifikat yang ditandatangani oleh pejabat yang bertanggungjawab untuk tugas tersebut; (4) menggunakan fasilitas yang dipersyaratkan, meliputi keahlian personel sertifikasi dan peralatan untuk melaksanakan asesmen, sertifikasi dan verifikasi sistem HACCP badan usaha; (5) mempunyai jaringan kerjasama dengan laboratorium penguji yang telah diakreditasi sesuai dengan ruang lingkupnya dengan menjamin independensinya; (6) melakukan pengendalian yang tepat atas penggunaan sertifikat sistem HACCP-nya; (7) mempunyai prosedur tertulis untuk pencabutan dan pembatalan sertifikat sistem HACCP.
40
D.1.9. Rekaman/ catatan Lembaga sertifikasi harus memelihara sistem rekaman/catatan yang sesuai dengan kondisinya yang khusus dan untuk memenuhi setiap peraturan yang ada. Semua rekaman/catatan harus disimpan untuk periode tertentu, dijamin keamanannya dan kerahasiaannya sehingga dipercaya oleh pelanggan. D.1.10. Sistem Mutu Sistem mutu lembaga sertifikasi harus didokumentasikan dalam bentuk panduan mutu dan prosedur mutu terkait, serta panduan mutu minimal harus berisi hal-hal berikut: (1) pernyataan kebijakan mutu; (2) uraian ringkas tentang status legal lembaga sertifikasi; (3) nama, kualifikasi, pengalaman, dan pokok acuan eksekutif senior dan personel sertifikasi lain yang mempengaruhi mutu dari fungsi sertifikasi; (4) bagan organisasi yang menunjukkan jalur kewenangan; (5) uraian organisasi lembaga sertifikasi; (6) kebijakan dan prosedur kaji ulang manajemen; (7) prosedur administrasi termasuk pengendalian dokumen; (8) tugas operasional dan fungsional serta jasa yang berkaitan dengan mutu; (9) kebijakan dan prosedur pengangkatan dan pelatihan personel lembaga sertifikasi (termasuk auditor) serta pemantauan unjuk kerja; (10) daftar subkontrakor dan rincian prosedur untuk pengasesan, perekaman, dan pemantauan kompetensi; (11) kebijakan dan prosedur untuk penerapan proses sertifikasi; (12) kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan naik banding, keluhan dan perselisihan; (13) prosedur untuk melaksanakan audit internal berdasarkan ketentuan Pedoman BSN. D.1.11. Kerahasiaan Lembaga sertifikasi harus mempunyai pengaturan yang memadai, konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk menjaga kerahasiaan informasiyang diperoleh selama kegiatan sertifikasi pada semua tingkat organisasinya, termasuk komite dan institusi atau personel dari luar yang bertindak atas nama lembaga sertifikasi. D.1.12. Publikasi Lembaga sertifikasi harus membuat dan memperbaharui daftar badan usaha yang telah disertifikasi termasuk garis besar lingkup sertifikasi setiap badan
41
usaha. Daftar tersebut harus tersedia untuk umum. Uraian sistem sertifikasi harus tersedia dalam bentuk publikasi. D.1.13. Naik banding, keluhan, dan perselisihan Lembaga sertifikasi harus mempunyai prosedur naik banding terhadap keputusan. Permohonan naik banding, keluhan, dan perselisihan yang diajukan oleh badan usaha atau pihak lain kepada lembaga sertifikasi harus sesuai dengan prosedur lembaga sertifikasi. Rekaman semua permohonan naik banding, keluhan, perselisihan, tindakan perbaikan, tindakan pencegahan dan koreksi yang berkaitan dengan sertifikasi harus didokumentasi. D.1.14. Audit Internal dan Kaji Ulang Manajemen Lembaga sertifikasi harus melakukan secara sistematik audit internal dan kaji ulang manajemen berkala mengenai kesesuaian dengan persyaratan pedoman ini mencakup semua prosedur untuk memverifikasi bahwa sistem mutu diterapkan dan efektif. Menjamin bahwa personel yang bertanggung jawab diberi informasi hasil audit, tindakan koreksi telah dilaksanakan pada waktunya, dan hasil audit direkam. D.1.15. Laporan kepada instansi teknis berwenang Lembaga sertifikasi harus menyampaikan laporan kegiatan sertifikasi secara berkala kepada instansi teknis yang berwenang sesuai dengan perundangundangan yang berlaku. E. SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN ISO 22000 Sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 adalah suatu sistem menajemen keamanan pangan yang baru saja dikeluarkan oleh the International Organization for Standarization (ISO) pada tanggal 1 September 2005. ISO 22000 ini menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang mengkombinasikan unsur-unsur kunci yang sudah banyak dikenal untuk menjamin keamanan pangan sepanjang rantai pangan hingga ke konsumen yang dikenal dengan konsep form farm to table. Kepentingan dari ISO 22000 ini adalah peningkatan jumlah makanan yang aman untuk dikonsumsi oleh manusia. ISO 22000 merupakan suatu perpaduan standar sistem manajemen mutu
42
ISO 9001:2000 dengan standar keamanan pangan HACCP (Hazard Analytic Critical Control Point) dan diharapkan konsumen/organisasi dapat menghasilkan makanan/minuman yang berkualitas sesuai dengan harapan pelanggan dan aman (ISO 22000,2005). Ada beberapa elemen kunci dari ISO 22000 yaitu : (1) merupakan sistem manajemen yang menggunakan pendekatan ISO 9001:2000; (2) adanya kontrol terhadap proses; (3) adanya komunikasi (internal & eksternal) sepanjang rantai pangan; (4) adanya prerequisite program; (5) adanya infrastruktur dan pemeliharaan program; (6) adanya 7 prinsip HACCP. ISO 22000 mengintegrasikan 12 langkah HACCP Codex Alimentarius Commission (CAC). Dimana organisasi melakukan semua analisa bahaya, semua bahaya yang teridentifikasi dianalisis dan dikaji. Pengendalian bahaya mengkombinasikan program prasyarat (PRP), program prasyarat operasional (OPRP) dan rencana HACCP. Standar internasional ISO 22000 ini menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan dimana sebuah organisasi dalam rantai
pangan
perlu
untuk
mendemonstrasikan
kemampuannya
dalam
mengendalikan bahaya keamanan pangan untuk memastikan bahwa pangan yang dihasilkan adalah aman pada saat dikonsumsi konsumen. Standar ini dapat diterapkan untuk seluruh organisasi yang terlibat dalam rantai pangan dan yang ingin menerapkan sistem secara konsisten dan dapat membuat produk yang aman. Standar
Internasional
ISO
22000:2005
dimaksudkan
untuk
mengharmonisasikan pada tingkat global persyaratan-pesyaratan manajemen keamanan pangan untuk bisnis dalam rantai pangan. Hal ini terutama ditujukan untuk penerapan oleh organisasi yang ingin mencari sistem manajemen keamanan pangan yang lebih fokus, coherent dan integrated. Standar Internasional ISO 22000:2005 menetapkan persyaratan-persyaratan untuk sistem manajemen keamanan pangan dimana sebuah organisasi dalam rantai
pangan
perlu
untuk
mendemonstrasikan
kemampuannya
dalam
mengendalikan bahaya keamanan pangan untuk memastikan bahwa pangan yang dihasilkan adalah aman pada saat dikonsumsi konsumen. Standar ISO 22000:2005 bisa diterapkan untuk seluruh organisasi baik besar maupun kecil yang terlibat
43
dalam rantai pangan dan ingin menerapkan sistem secara konsisten sehingga dapat membuat produk yang aman untuk dikonsumsi. Standar Internasional ini juga menetapkan persyaratan-persyaratan yang memungkinkan organisasi untuk merencanakan, menerapkan, mengoperasikan, memelihara dan memperbaharui sebuah sistem manajemen keamanan pangan yang dimaksudkan untuk memberikan produk yang aman untuk di konsumsi. Dapat mendemonstrasikan kesesuaian dengan perundang-undangan tentang keamanan pangan yang berlaku, mengevaluasi dan mengkaji persyaratanpersyaratan konsumen dan mendemonstrasikan kesesuaiannya dengan persyaratan konsumen yang terkait dengan keamanan pangan dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan. Organisasi secara efektif mengkomunikasikan persoalan keamanan pangan ke para pemasok pelanggan dan pihak-pihak yang relevan dalam rantai pangan, memastikan bahwa organisasi memenuhi kebijakan keamanan pangan yang telah ditetapkan. Organisasi harus mendemontrasikan kesesuaian dengan prasyarat standar Internasional kepada pihak-pihak terkait, mencari sertifikasi atau registrasi oleh lembaga sertifikasi atas sistem manajemen keamanan pangan yang telah ditetapkan, bisa juga membuat deklarasi sendiri atas kesesuaian dengan standar ISO 22000:2005. Sistem ISO 22000:2005 dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. F. PANDUAN LEMBAGA SERTIFIKASI UNTUK PROSES AKREDITASI Akreditasi lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan merupakan tujuan akhir dari keseluruhan proses pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan,
maka penulis akan menjabarkan tahapan proses akreditasi
lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang mengacu kepada aturan proses akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional yang dapat digunakan sebagai acuan suatu lembaga sertifikasi system manajemen keamanan pangan yang akan mengajukan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional. Persyaratan
44
akreditasi bagi lembaga sertifikasi system manajemen keamanan pangan adalah pemenuhan terhadap standar ISO/IEC 17021:2006 dan ISO/TS 22003:2007. F.1. Panduan bagi lembaga sertifikasi Lembaga sertifikasi harus memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh Komite Akreditasi Nasional. Lembaga sertifikasi harus dapat membuktikan bahwa sertifikasi system manajemen keamanan pangan yang diterbitkannya dapat memberikan jaminan bahwa system manajemen keamanan pangannya telah memenuhi kriteria sistem manajemen keamanan pangan dan juga memenuhi peraturan perundangan terkait yang berlaku. Seluruh program prasyarat dasar system manajemen keamanan pangan harus terpenuhi sebagai bagian dari kriteria sertifikasi terutama persyaratan yang dipersyaratkan dalam PP no 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan serta peraturan perundangan lainnya yang berlaku. F.1.1. Ruang Lingkup Ruang Lingkup sertifikasi yang diberikan oleh lembaga sertifikasi harus sesuau dengan ruang lingkup akreditasi yang diberikan oleh Komite Akreditasi Nasional. Lembaga sertifikasi harus mendefinisikan dengan jelas dan tepat lingkup sertifikasi berdasarkan Tabel 1. Ruang Lingkup Sertifikasi berikut ini (KAN, 2007) : Tabel 1. Ruang Lingkup Sertifikasi No Kelompok Ruang Lingkup 1 Ruang Lingkup C (Produk Hewan Mudah Rusak) C.01 Susu dan Produk Susu
C.02 Daging Daging
dan
C.03 Unggas Unggas
dan
Produk
1. Minuman berbasis susu dan produk susu 2. Produk susu terfermentasi dan produk rennet 3. Produk susu terkondensasi 4. Produk susu berbasis krim (pasta) 5. Produk susu bubuk 6. Keju 7. Produk olahan susu lainnya Produk 1. Daging segar utuh dan potongan 2. Daging olahan mentah 3. Daging olahan masak Produk 1. Unggas segar utuh dan potongan 2. Unggas olahan mentah
45
No
Kelompok Ruang Lingkup C.04 Ikan dan Produk Ikan
C.05 Telur dan Produk Telur 2
3
Produk 3. Unggas olahan masak 1. Ikan segar utuh dan potongan 2. Ikan olahan mentah 3. Ikan olahan masak 1. Telur segar 2. Produk Telur
Ruang Lingkup D (Produk Tanaman Mudah Rusak) D.01 Buah dan Produk Buah 1. Buah segar 2. Buah olahan kecuali produk pengalengan dan minuman D.02 Sayur dan Produk sayuran 1. Sayur segar 2. Sayur olahan kecuali produk pengalengan dan minuman Ruang Lingkup E (Produk dengan Umur Simpan Panjang dalam Suhu Ruang/ Suhu Modifikasi) E.01 Produk Pengalengan 1. Pengalengan buah dan sayur 2. Pengalengan daging, unggas, dan ikan E.02 Produk Minuman kecuali 1. Air Minum dalam kemasan Produk Olahan Susu 2. Jus dan konsentrat buah dan sayuran 3. Minuman energi 4. Produk minuman kopi, teh, rempahrempah dan minuman asal sereal kecuali kakao 5. Minuman alkohol E.03 Produk Pasta dan Mi 1. Produk pasta 2. Mi dan produk sejenis E.04 Tepung dan Produk 1. Tepung dan tepung instan Tepung 2. Pati 3. Produk ekstrusi 4. Biskuit 5. Bakeri E.05 Gula dan Produk Gula 1. Gula mentah 2. Pemanis 3. Larutan gula dan sirup 4. Madu 5. Produk kakao dan produk coklat termasuk penggunaan bahan substitusi 6. Produk confectionery E.06 Garam 1. Garam 2. Produk substitusi garam E.07 Produk Lemak dan 1. Produk lemak dan minyak bebas air Minyak 2. Produk emulsi (air dalam lemak) 3. Produk emulsi (lemak dalam air)
46
No
Kelompok Ruang Lingkup Ruang Lingkup G (Katering) G.01 Hotel G.02 Restoran G.03 Katering Ruang Lingkup L (Biokimia) L.01 Bahan Tambahan Pangan
Produk
Ruang Lingkup yang diajukan suatu lembaga sertifikasi ke Komite Akreditasi Nasional dapat dikaji berdasarkan beberapa kategori pertimbangan antara lain: (1) Latar belakang pendidikan lead auditor/auditor; (2) Makalah/ skripsi/ penelitian yang pernah ditulis oleh lead auditor/auditor; (3) Pengalaman lead auditor/auditor dalam mengaudit ke lapangan; (4) Sarana penunjang lain yang mendukung.
F.1.2. Personel Persyaratan auditor Lembaga sertifikasi HACCP mengacu kepada Pedoman BSN 1003-1999. Jadi pada Lembaga sertifikasi sistem HACCP untuk kompetensi personel yang diatur oleh pedoman atau persyaratan dari lembaga akreditasi hanya meliputi kompetensi auditor, berbeda dengan persyaratan bagi personel untuk lembaga sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan yang mengacu pada ISO/TS 22003:2007 selain kompetensi auditor diatur pula kompetensi personel lain, seperti personel yang melakukan tinjauan kontrak, personel yang mengambil keputusan sertifikasi, dan tenaga ahli. Dalam hal ini yang
dilakukan oleh
lembaga sertifikasi untuk
menjembatani gap tersebut adalah melaksanakan training mengenai ISO 17021:2006 dan ISO 22003:2007 terhadap seluruh personel yang terlibat dari personel yang melakukan tinjauan kontrak, personel yang mengambil keputusan sertifikasi ,lead auditor/auditor, komite pengamanan ketidakberpihakan dan tenaga ahli. Lembaga sertifikasi dapat menggunakan ketua tim/ lead auditor sistem manajemen mutu yang telah memiliki pengalaman mengaudit untuk ruang lingkup produk makanan dan minuman serta lulus pelatihan terkait keamanan pangan seperti prinsip HACCP, asesmen bahaya, analisis bahaya, dan prinsip manajemen keamanan pangan termasuk program persyaratan dasar.
47
Lembaga sertifikasi harus menjamin bahwa tim audit memiliki kompetensi dalam aplikasi program prasyarat dasar dan HACCP untuk sub sektor yang diaudit.
F.1.3. Persyaratan Proses Lembaga sertifikasi harus memiliki proses penentuan waktu audit sehingga tim audit mempunyai kesempatan mengaudit organisasi yang beroperasi pada sejumlah lini, kategori dan sektor produk yang termasuk dalam lingkup. Lembaga sertifikasi harus menentukan waktu yang diperlukan untuk merencanakan dan menyelesaikan audit untuk setiap klien secara lengkap dan efektif. Justifikasi penentuan tersebut harus direkam. Untuk proses penentuan waktu audit, lembaga sertifikasi menggunakan perhitungan waktu audit dengan mengadopsi dari ISO/TS 22003:2007. Dalam menentukan waktu audit, lembaga sertifikasi harus mempertimbangkan durasi minimal audit lapangan untuk sertifikasi awal yang dapat dilihat perhitungannya pada rumus dan Tabel 2. Waktu minimal audit sertifikasi awal dibawah ini (KAN,2007) Perhitungan waktu audit minimal untuk sertifikasi awal ● Waktu minimal audit untuk satu lokasi (Ts) adalah: Ts = (D+H+MS+FTE), dimana D
= waktu dasar audit lapangan
H
= hari audit untuk tambahan HACCP studies
MS = hari audit untuk tidak adanya sistem manajemen yang sesuai FTE = hari audit berdasarkan jumlah pegawai penuh waktu ● Waktu minimal audit untuk setiap tambahan lokasi (Tm) adalah: Tm = Ts x 50/100
48
Tabel 2. Waktu Minimal Audit Sertifikasi Awal Kategori
D Waktu dasar audit lapangan
H Setiap penambaha n HACCP study
Pertanian (hewan) Pertanian (tanaman) Produk hewan mudah rusak
0.75
0.25
0.75
0.25
1.50
0.50
Produk buah dan sayuran mudah rusak Produk dengan umur simpan panjang pada suhu ruang Produksi pakan
1.00
0.50
1.50
0.50
1.50
0.50
Katering
1.00
0.50
Distribusi
1.00
0.50
Jasa
1.00
0.25
Transportasi dan penyimpanan
1.00
0.25
Produsen peralatan Produsen biokimia Produsen bahan kemasan
1.00
0.25
1.50
0.50
1.00
0.25
MS Ketidakberad aan sistem manajemen yang sesuai tersertifikasi
FTE Jumlah pegawai
1 to 19 = 0 20 to 49 = 0.5 50 to 79 = 1.0 80 to199 = 1.5 200 to 499 = 2.0 500 to 899 = 2.5 900 to 1.299 = 3.0 1.300 to 3.999 = 3.5 0.25 1.700 to 2.999 = 4.0 3.000 to 5000 = 4.5 >5000 = 5.0
Untuk setiap tambahan lokasi yang dikunjungi
50% dari waktu minimal audit lapangan
Waktu minimal untuk sertifikasi awal mencakup audit tahap 1 dan 2 namun belum mencakup waktu persiapan audit dan penulisan laporan. Waktu minimal audit ini ditetapkan untuk audit terhadap system yang hanya memiliki satu HACCP study. HACCP study berhubungan dengan analisis bahaya terhadap
49
kelompok produk dengan bahaya, teknologi produksi, serta teknologi penyimpanan yang serupa. Waktu minimal dalam melaksanakan audit survailen sebaiknya adalah satu per tiga waktu audit sertifikasi awal dengan minimal hari audit adalah 0,5 hari. Waktu minimal untuk audit sertifikasi ulang sebaiknya adalah dua per tiga waktu audit sertifikasi awal dengan minimal hari audit adalah 0,5 hari. Jika organisasi tidak memiliki sistem manajemen yang telah disertifikasi sebaiknya dilakukan penambahan waktu audit. Sertifikat system manajemen harus mancakup ruang lingkup keamanan pangan untuk produk yang sesuai. Untuk jumlah pekerja sebaiknya diartikan sebagai jumlah pekerja penuh waktu. Faktor lain dapat meningkatkan waktu minimal audit adalah beberapa aspek berikut: persyaratan standar, ukuran dan kompleksitas organisasi, konteks teknologi dan peraturan, setiap subkontrak dari setiap kegiatan yang termasuk dalam lingkup system manajemen keamanan pangan, hasil audit sebelumnya, serta jumlah lokasi dan pertimbangan multilokasi. F.1.4. Sertifikasi Multilokasi Lembaga sertifikasi harus membuat pengaturan yang jelas terkait pelaksanaan multilokasi. Sertifikasi multilokasi dapat dilakukan bila kondisi dibawah ini terpenuhi: (1) seluruh lokasi dioperasikan di bawah sistem manajemen keamanan pangan yang dikendalikan dan diadministrasikan secara terpusat; (2) seluruh lokasi memiliki aktivitas yang sama dan berlokasi dalam satu negara; (3) internal audit telah dilaksanakan di setiap lokasi dalam jangka waktu tiga tahun sebelum sertifikasi; (4) untuk sertifikasi ulang, internal audit harus dilaksanakan di setiap lokasi dalam periode sertifikasi; (5) temuan audit di suatu lokasi harus dipertimbangkan sebagai indikasi dari seluruh system dan untuk koreksi harus diimplementasikan. Pengambilan contoh untuk sertifikasi multilokasi hanya dapat dilakukan bagi organisasi yang memiliki lebih dari 20 lokasi di bawah pengendalian kantor pusat. Jika lembaga sertifikasi melakukan sertifikasi multilokasi, lembaga sertifikasi harus menggunakan program pengambilan contoh untuk menjamin audit yang efektif dengan ketentuan pengambilan contoh multilokasi hanya berlaku bagi organisasi yang memiliki lebih dari 20 lokasi. Penambahan jumalh lokasi untuk
50
keperluan pengambilan contoh lebih dari 20 lokasi, dilakukan dengan menambah 1 lokasi audit untuk setiap penambahan 5 lokasi operasi. F.2. Prosedur permohonan dan proses akreditasi lembaga sertifikasi F.2.1. Permohonan akreditasi Calon
lembaga
sertifikasi
sistem
manajemen
keamanan
pangan
mengajukan permohonan akreditasi kepada Komite Akreditasi Nasional, dan KAN mengirimkan formulir permohonan akreditasi dilengkapi dengan dokumen yang terkait. Wakil yang berwenang dari lembaga sertifikasi yang mengajukan permohonan harus menandatangani formulir permohonan resmi yang dilampiri dengan uraian lengkap dari ruang lingkup akreditasi yang diminta serta persetujuan untuk memenuhi persyaratan akreditasi dan memberikan panduan mutu yang dikendalikan serta dokumen lain yang diperlukan untuk asesmen. F.2.2. Persiapan asesmen dan asesmen Komite Akreditasi Nasional membuat rencana kegiatan asesmen terhadap pemohon, KAN menunjuk secara resmi tim asesmen atas nama Komite Akreditasi Nasional berdasarkan pedoman BSN dan pedoman KAN yang terkait. Selanjutnya Komite Akreditasi Nasional memberitahukan dengan resmi kepada lembaga sertifikasi yang mengajukan permohonan mengenai rencana dan tanggal pelaksanaan asesmen serta nama anggota tim asesmen yang ditunjuk dengan tenggang waktu yang cukup. Lembaga sertifikasi yang mengajukan permohonan diberi kesempatan untuk menyatakan keberatan atas isi pemberitahuan tersebut. Tim asesmen mengases lembaga sertifikasi yang mengajukan permohonan berdasarkan
persyaratan
akreditasi.
Komite
Akreditasi
Nasional
akan
menyaksikan 1(satu) kali asesmen yang dilaksanakan oleh pemohon sebelum akreditasi awal/re-akreditasi/penambahan ruang lingkup yang diberikan oleh KAN. F.2.3. Laporan asesmen Komite Akreditasi Nasional menetapkan bahwa hasil asesmen yang telah dilaksanakan, dilaporkan sesuai dengan prosedur yang minimal menjamin bahwa:
51
a. pertemuan antara tim audit dengan manajemen lembaga diadakan sebelum meninggalkan lokasi, pada saat tim audit memberikan laporan tertulis atau lisan pada lembaga pemohon tentang kesesuaian atau ketidaksesuaiannya terhadap persyaratan akreditasi. b. Tim audit melaporkan temuannya kepada Komite Akreditasi Nasional mengenai kesesuaian lembaga untuk semua persyaratan akreditasi lembaga sertifikasi c. Komite Akreditasi Nasional segera memberitahukan laporan hasil asesmen kepada lembaga, mengidentifikasikan setiap ketidaksesuaian yang harus diperbaiki agar semua persyaratan akreditasi dipenuhi d. Lembaga sertifikasi diberi waktu melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan dalam waktu yang telah disepakati pada asesmen awal atau sejak kunjungan re-asesmen dan survailen dilakukan, maksimum 2 bulan untuk temuan minor dan untuk temuan mayor yang memiliki resiko tinggi seperti kompetensi auditor dan tenaga ahli, lembaga sertifikasi harus melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan dalam kurun waktu 1 bulan. e. Komite
Akreditasi
Nasional
harus
mengundang
lembaga
untuk
memberikan komentar atas laporan dan menguraikan tindakan spesifik yang telah diambil, atau direncanakan dalam waktu yang telah ditetapkan untuk memperbaiki setiap ketidaksesuaian terhadap persyaratan akreditasi yang diidentifikasi selama asesmen. F.2.4. Keputusan Akreditasi Dalam memutuskan apakah suatu lembaga sertifikasi dapat diakreditasi atau
tidak,
Komite
Akreditasi
Nasional
mengevaluasi
informasi
yang
dikumpulkan selama proses akreditasi dan memperhatikan pertimbangan teknis dari panitia teknis akreditasi. Personel yang membuat keputusan akreditasi tidak berperan serta dalam audit. Komite Akreditasi Nasional tiodak mendelegasikan tanggungjawabnya dalam penetapan, perpanjangan, perluasan, pengurangan, penundaan, dan pencabutan akreditasi.
52
F.2.5. Pemberian Akreditasi Bila lembaga sertifikasi yang mengajukan permohonan telah memenuhi persyaratan akreditasi, maka Komite Akreditasi Nasional akan memberikan sertifikat akreditasi yang ditandatangani oleh Ketua Komite Akreditasi Nasional.