4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Industri Garment Industri garmen adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT), bisnisyang global, yang akan terus eksis, dinamis dan berkembang. Karena di dalambisnis ini berhubungan dengan cara mengekspresikan diri, emosi dan identitas seseorang, yang akan sangat dipengaruhi oleh budaya dan kehidupan sosialnya dalam masyarakat. Dalam industri ini akan sangat banyak melibatkan pekerja dengan berbagai macam talenta dan kemampuan agar produk yang dibuat sesuai dengan keinginan konsumen (ILO, 2006). Dalam hal ini Biro Pusat Statistik membagi jenis usaha berdasarkan besarnya jumlah pekerja, yaitu (Adiningsih, 2004): Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah pekerja kurang dari 3 orang. Usaha kecil, dengan jumlah pekerja sebanyak 5-9 orang.Usaha menengah, dengan jumlah pekerja sebanyak 20-99 orang. Usaha besar, dengan jumlah pekerja lebih dari 100 orang. Industri garmen sekarang ini sudah sangat jauh berkembang, sehingga menyebabkan timbulnya persaingan bebas. Para pelaku pasar sedang berlombalomba untuk menciptakan desain dan produk baru. Dengan adanya persaingan yang global maka akan sangat berdampak pada industri yang ada di dalam negeri, karena banyaknya produk dari luar negeri sudah menguasai pasar. Industri garmen berkembang pesat pada negara-negara di Asia dan pemegang bisnis garmen terbesar sampai saat ini adalah negara Cina, tercata sudah lebih dari 19 juta orang bekerja pada industri tekstil dan industri pakaian,yang mana semua pekerjanya 70% didominasi oleh wanita (ILO, 2006). Produk-produk dari Cina yang sekarang sudah menguasai sebagian besar pasar di Indonesia.Selain inovasi yang terus berkembang, faktor utama yang menunjang adalah harga yang murah. Pengembangan industri garmen merupakan salah satu bagian dariprioritas pengembangan 10 kluster. Industri garmen menjadi salah satu industri yang mempunyai peran strategis tidak saja karena kontribusinya terhadap perolehan devisa tetapi juga dalam penyerapan terhadap tenaga kerja karena produk yang demikian beragamdari hulu ke hilir, mulai dari bahan baku sampai barang konsumsi. Karena itu, Indonesia mempunyai sumber yang potensial untuk
5
pengembangan klaster industri garmen, sebab Indonesia memiliki sumber daya alam petrokimia sebagai bahan baku industri ini. Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai potensi penyediaan bahan baku yang cukup besar bagi industri garmen, baik berupa kayu maupunnonkayu seperti limbah pertanian, bambu dan sumber serat lainnya. Indonesia dewasa ini memiliki potensi produksi bahan baku industri garmen yang cukupbesar, yaitu serat sintetis sebesar 1.408.700 ton/tahun, benang 1.920.258 ton/tahundan kain 1.312.106 ton/tahun (Indonesia, Departemen Perindustrian, 2005). Impor garmen di pasar dunia diperkirakan meningkat rata-rata 4% pertahun, namun kemampuan Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasar relatif kecil. Hal itu terlihat dari kenyataan bahwa dengan peningkatan ekspor garmen dunia tahun 2003 ke tahun 2004 sebesar US$ 614 juta, namun pangsa pasar produk TPT Indonesia relatif tetap. Tujuan utama ekspor garmen Indonesia pun relatif tetap, yaitu ke Amerika Serikat, Eropa dan Jepang (Indonesia, Departemen Perindustrian, 2005). Selain kondisi aktual di atas, industri garmen nasional juga dipengaruhi oleh perilaku pasar (konsumen dan buyer di pasar dunia) yang antara lain tercermin dari trend permintaan yang cepat berubah, konsumen makin sensitif terhadap harga (persaingan harga yang semakin ketat), semakin pendeknya waktupemesanan (lead time), dan perilaku konsumen yang makin sulit diramalkan.
B. Balance Score Card BSC merupakan konsep yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1992. Konsep BSC pada dasarnya merupakan konsep manajemen dan dalam implementasinya difokuskan pada pengukuran kinerja organisasi atau perusahaan dengan pendekatan keseimbangan (balance). Pendekatan secara seimbang tersebut dilakukan dengan mengukur kinerja berdasarkan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan (Nawawi, 2006).
6
Kebanyakan perhatian organisasi hanya bertumpu pada kepentingan pemilik modal, sehingga hanya perspektif keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen dan mengabaikan kinerja aspek non-keuangan lainnya. Dalam lingkungan persaingan yang kian turbulen, proses pengambilan keputusan manajemen perlu didukung dengan sistem tolok ukur kinerja integratif, dimana secara internal konsisten dengan visi, misi dan strategi perusahaan disertai umpan balik yang semakin cepat, serempak dan simultan. BSC merupakan sarana pengukuran kinerja yang melintasi empat perspektif yang seimbang dan terkait secara klausal dari hilir ke hulu. Aspek-aspek yang diukur dalam BSC (Yuwono dkk, 2007) adalah : 1. Perspektif keuangan, yaitu mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu growth, sustain dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran berbeda, sehingga penekanan pengukurannya berbeda pula. Growth (tahap pertumbuhan) dimana pada umumnya perusahaan masih beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal rendah. Tolok ukur yang cocok dalam tahap ini, misalnya ada atau tidaknya tingkat pertumbuhan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan. Sustain adalah tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian yang baik, sehingga tolok ukur keuangan diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Harvest adalah tahap dimana sudah tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran utamanya
adalah
keuangan,
sehingga
sebagai
tolok
ukur
adalah
memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja. 2. Perspektif pelanggan, dimana perspektif ini merupakan leading indicator, sehingga kinerja yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan/nasabah di masa depan, meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu: a. Customer Core Measurement yang memiliki beberapa komponen pengukuran :
7
1) Markets share yang meliputi : jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan. 2) Customer retention : mengukur tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. 3) Customer acquisition : mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru 4) Customer satisfaction : menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition. 5) Customer profitability : mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut. b. Customer Value Proposition menggambarkan pemicu kinerja yang didasarkan pada atribut : 1) Product/service attributes : meliputi produk atau jasa, harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan, selanjutnya pengukuran kinerja ditetapkan berdasarkan hal tersebut. 2) Customer relationship : menyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan. Konsumen biasanya menganggap penyelesaian order yang cepat dan tepat waktu sebagai faktor yang penting bagi kepuasannya. 3) Image and reputation : menggambarkan faktor-faktor yang menarik konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Membangun citra dan reputasi dapat dilakukan melakukan iklan dan menjaga kualitas seperti dijanjikan 3. Perspektif proses bisnis internal.
Perspektif ini memungkinkan manajer
untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk atau jasanya sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Pengukuran kinerja dalam perspektif ini berpedoman pada proses-proses berikut : a. Proses inovasi, yaitu proses menggali pemahaman tentang kebutuhan pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang dibutuhkan.
8
b. Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa. Pengukuran kinerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada : waktu, mutu dan biaya. c. Proses pelayanan purna jual merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk atau jasa dilakukan. Perusahaan dapat mengukur, apakah upayanya dalam pelayanan purna jual telah memenuhi harapan pelanggan. 4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam perspektif ini perusahaan menggunakan tolok ukur : a. Kemampuan pegawai (Imployee capabilities), yaitu adanya perencanaan dan upaya implementasi reskilling pegawai, sehingga kecerdasan dan kreativitas pegawai dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Tolok ukur kemampuan pegawai adalah tingkat kepuasan pegawai, tingkat perputaran pegawai dan besarnya pendapatan perusahaan per pegawai. b. Kemampuan sistem informasi (Information systems capabilities), yaitu adanya sistem informasi yang memadai, sehingga kebutuhan informasi seluruh tingkatan pegawai dapat dipenuhi sebaik-baiknya. Adapun tolok ukurnya adalah tingkat ketersediaan, ketepatan dan waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. c. Motivasi dan pemberdayaan (Motivation and empowerment), yaitu adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif kepada karyawan, sehingga perlu dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Adapun tolok ukurnya adalah banyaknya pegawai yang telah mengetahui dan mengerti tujuan dari perusahaan. Dengan menelusuri serangkaian aktivitas penciptaan nilai tambah melalui serangkaian indikator sebab akibat yang penting bagi organisasi dari mulai aktivitas keuangan, operasional, bisnis, korporasi dan lain-lain, para pengambil
9
keputusan akan mendapatkan gambaran komprehensif mengenai kinerja beragam aktivitas perusahaan, namun tetap dalam satu rangkaian strategi yang saling terkait satu sama lain. C. Strategi Pemasaran Untuk mencapai suatu tujuan dan menciptakan keunggulan bersaing setiap perusahaan menggunakan strategi yang tepat.
Menurut Hamel dan
Prahalad yang dikutip Rangkuti (2005) mengatakan bahwa “Strategi merupakan tindakan yang bersifat inkremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari “apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Menurut David (2006), strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Strategi bisnis berupa perluasan geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi karyawan, divestasi, likuidasi dan join venture.
Penetrasi pasar merupakan suatu strategi untuk
pertumbuhan perusahaan dengan meningkatkan penjualan produk yang ada saat ini kepada segmen pasar yang sekarang tanpa mengubah produk (Kotler dan Amstrong, 2001). Tujuan akhir dari strategi penetrasi pasar adalah untuk menguasai dan mempertahankan pangsa terdepan dari pasar total untuk produk baru (Boyd et al., 2000). Dapat pula diartikan bahwa strategi adalah bakal tindakan yang menuntut keputusan manajemen puncak dan sumber daya perusahaan yang banyak untuk merealisasikannya. Dua peubah yang sangat penting untuk pelaksanaan strategi adalah segmentasi pasar dan pemosisian produk, kedua hal tersebut merupakan kontribusi penting bagi manajemen strategis dalam pemasaran (David, 2004). Positioning adalah citra produk atau jasa yang ingin dilihat oleh konsumen. Kunci dari positioning adalah persepsi konsumen terhadap produk atau jasa (Sumarwan, 2004). Hal lainnya, bargaining power pelanggan meningkat sedemikian rupa, sehingga industri atau dunia usaha harus
10
melayaninya, kalau tidak mau tersingkir dari kancah persaingan yang semakin dahsyat (Purnomo dan Zulkieflimansyah, 1999). Menurut Rangkuti (2005), segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli/konsumen secara terpisah. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki, sedangkan positioning merupakan penetapan posisi pasar, yang bertujuan untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk yang ada di pasar ke dalam benak konsumen. Menetapkan pasar sasaran adalah proses mengevaluasi daya tarik dari masing-masing segmen pasar dan memilih satu atau lebih segmen untuk dimasuki (Kotler dan Amstrong, 2001). Menurut Buttle (2004), segmen pasar adalah proses memilah-milah pasar menjadi sub-sub kelompok bersifat kurang lebih homogen yang memungkinkan diberi proposisi nilai yang berbeda dan pada akhir proses tersebut, perusahaan dapat menentukan segmen-segmen mana yang ingin dilayaninya. Menurut Kotler dan Amstrong (2001), segmen pasar adalah suatu kelompok konsumen yang memberikan respon dengan cara yang sama terhadap serangkaian usaha-usaha pemasaran tertentu. Pendekatan umum yang dilakukan oleh produsen dalam mengidentifikasi segmen utama suatu pasar terdiri dari tiga langkah, yaitu tahap survei adalah melakukan wawancara terhadap kelompok pengamatan untuk mendapatkan pemahaman atas motivasi, sikap dan perilaku konsumen; Tahap analisis dengan analisis faktor dan analisis kelompok untuk menghasilkan segmen yang berbeda; Tahap pembentukan bertujuan membentuk kelompok berdasarkan perbedaan sikap, perilaku demografis, psikografis dan pola media (Kotler dan Susanto, 1999). Peubah dalam melakukan segmentasi pasar konsumen, terdiri atas segmentasi geografis, demografis, psikografis dan perilaku, sedangkan peubah dalam melakukan segmentasi pasar bisnis adalah demografis, operasional, pendekatan pembelian, situasi dan karakteristik pribadi (Purnama, 2002). Segmentasi yang efektif dapat diukur, besar, dapat diakses, dapat dibedakan dan dapat diambil tindakan.
11
Menurut Etzel,dkk dalam Saladin (2004) menyatakan bahwa Marketing is a total system of business designed to plan, price, promote and distribute want satiffying product to target markets to achieve organizational objective. Pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan mencapai sasaran serta tujuan organisasi”. Pemasaran menurut Kotler dan Susanto (1999), merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain.
Sama halnya dengan Rangkuti (2005), mengatakan
bahwa Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut adalah masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas. McLeod Jr dan Schell (2001) mengatakan bahwa pemasaran terdiri dari kegiatan perorangan dan organisasi yang memudahkan dan mempercepat hubungan pertukaran yang memuaskan dalam lingkungan yang dinamis melalui penciptaan, pendistribusian, promosi dan penentuan harga barang, jasa dan gagasan. Proses pemasarannya sendiri menurut Kotler dan Amstrong (2001) adalah proses menganalisis peluang pemasaran, menyeleksi pasar sasaran, mengembangkan bauran pemasaran dan mengatur usaha pemasaran. Jadi, tugas pemasaran yang penting adalah meyakinkan sebanyak mungkin calon pelanggan untuk mengadopsi produk pelopor dengan cepat untuk kemudian menurunkan biaya unit dan membantun sejumlah besar pelanggan yang setia sebelum para pesaing masuk ke pasar (Boyd et al., 2000). Dari semua pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang dituju untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Sementara itu, strategi pemasaran adalah logika pemasaran dan berdasarkan itu unit usaha diharapkan mencapai sasaran-sasaran
12
pemasarannya. Dalam mendesain suatu strategi pemasaran, hal penting yang dilakukan oleh perusahaan adalah menerapkan konsep segmentation, targeting dan positioning (STP). Perusahaan perlu memilih pasar sasaran yang akan dilayani sesuai dengan kemampuannya. Para pemasar wajib memahami keragaman dan kesamaan konsumen atau perilaku konsumen, agar mampu memasarkan produknya dengan baik. Para pemasar harus memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil keputusan konsumsi, sehingga pasar dapat merancang strategi pemasaran dengan lebih baik.
D. Matriks SWOT Analisis matriks Strenghts, Weaknesses, Opportunities danThreats (SWOT) merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi oleh perusahaan. Rangkuti (2005) menyatakan analisis SWOT adalah mengidentifikasi berbagai faktor yang secara sistematis untuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada dan secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul yag berasal dari intern dan ekstern perusahaan. Menurut David (2006), teknis perumusan strategi yang digunakan untuk membantu menganalisa, mengevaluasi dan memilih strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu : (1) tahap mengumpulkan data yang meringkas informasi input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi, (2) tahap pencocokan, berfokus pada strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor-faktor eksternal dan internal, (3) tahap keputusan, merupakan tahap untuk memilih strategi yang spesifik dan terbaik dari berbagai strategi alternatif yang ada untuk diimplementasikan. Alat analisis untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan dengan menggunakan matriks SWOT, dapat menggambarkan dengan jelas peluang dan ancaman dari luar yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Matriks ini menghasilkan empat set alternatif strategis, yaitu strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT.
13
E. Kinerja Keuangan Kinerja keuangan dapat diukur dengan melakukan analisis laporan keuangan dalam periode waktu tertentu. Laporan keuangan dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan. Laporan Keuangan adalah “wakil perusahaan” dalam menjelaskan keuangannya. Dua jenis laporan keuangan yang paling banyak dipakai adalah Neraca (Balance Sheet) dan Laporan Rugi/Laba (Income Statementatau Profit and Loss Statement). Neraca terdiri dari komposisi aktiva sertakomposisi hutang dan modal. Sedangkan Laporan Rugi/Laba terdiri dari komposisi penjualan, harga pokok dan biaya-biaya perusahaan dalam periode tertentu (Mulyono, 1994). Rasio merupakan gambaran hubungan atau perimbangan (mathematical judgement) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain (Munawir, 1995). Sedangkan Riyanto (2001) menyatakan bahwa rasio merupakan alat yang dinyatakan dalam ‘arithmethical term’ yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan dua data, dan jika dihubungkan dengan masalah keuangan maka akan menjadi data keuangan. Menurut Jusuf (2008), secara umum jenis-jenis rasio keuangan dapat dibagi lima golongan, yaitu rasio likuiditas, leverage, aktivitas, profitabilitas dan pertumbuhan. Dari setiap golongan tersebut dapat dijelaskan rasio-rasio yang terkait di dalamnya. a. Rasio Likuiditas. Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk bagian dari kewajiban jangka panjang yang telah berubah menjadi kewajiban jangka pendek).Rasio yang termasuk dalam golongan ini adalah current ratio dan quick ratio.Current ratio adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana kewajiban lancar (current liabilities) dijamin pembayarannya oleh aktiva lancar (current asset). Quick ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban lancar menggunakan aktiva yang paling likuid (quick asset) berwujud kas, surat berharga dan piutang.
14
b. Rasio Leverage. Rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besarharta perusahaan diperoleh atau didanai dengan hutang. Rasio yang termasuk golongan ini antara lain adalah debt to equity ratio dan liabilitiesto total asset. Debt to equity ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur proporsi hutang terhadap modal sendiri.Liabilities to total assetadalah rasio yang menjelaskan seberapa besar harta yang dimiliki perusahaan didanai dengan hutang. c. Coverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat keamanan bank dalam pemberian kredit, rasio yang dipergunakan adalah Timesinterest earned ratio atau EBIT Coverage Ratio (Earning before interestand taxed coverage ratio). Rasio ini mengukur tingkat kemampuan perusahaan untuk membayar bunga pinjaman. d. Rasio Aktivitas. Rasio yang dipergunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang terdapat dalam perusahaan. Beberapa rasio yang masuk dalam golongan ini adalah assetturnover, accounts receivable turnover dan inventory turnover. Asset turn over (perputaran aktiva) menunjukkan manajemen mengelola seluruh investasi (aktiva) guna menghasilkan penjualan. Accounts receivable turn over adalah rasio yang dipergunakan untuk mengukur perputaran dana yang tertanam pada piutang periode tertentu. Inventory turnover adalah rasio yang mengukur perputaran dana yang tertanam pada inventory. e. Rasio Rentabilitas. Rasio yang dipergunakan untuk mengukur efektivitas manajemen perusahaan secara keseluruhan, yang ditunjukkan dengan besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Rasio yang masuk golongan ini di antaranya adalah gross profit margin, net profit margin ratio, return onequity dan return on asset. Gross profit margin adalah rasio yang menunjukkan berapa persen keuntungan yang dicapai dengan menjual produk. Net profit margin ratio adalah rasio yang mengukur perbandingan persentase laba bersih terhadap penjualan. Return on Investment (ROI)atau yang biasa dikenal juga dengan istilah Return on asset (ROA) adalah rasio yang menunjukkan tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh investasi yang telah dilakukan. Return on equity (ROE) adalah rasio untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari modal yang diinvestasikan oleh pemilik perusahaan (pemegang saham).