II. TINJAUAN PUSTAKA A. BOTANI TEMBAKAU Tembakau adalah tanaman musiman yang tergolong tanaman perkebunan. Tanaman tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Familli : Solanaceae Subfamili : Nicotianae Genus : Nicotianae Spesies : Nicotiana tabacum (Goodspread 1954) 1.
Bagian-bagian tanaman tembakau (Cahyono 1998) a. Akar Tanaman tembakau berakar tunggang menembus ke dalam tanah sampai kedalaman 50-75 cm, sedangkan akar kecilnya menyebar ke samping. Tanaman tembakau juga memiliki bulu akar. Perakarannya dapat tumbuh dan berkembang baik dalam tanah yang gembur, mudah menyerap air, dan subur. b. Batang Batang tembakau agak bulat, lunak tetapi kuat, makin ke ujung makin kecil. Ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun dan batang tanaman tidak bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain ditumbuhi daun juga tumbuh tunas ketiak daun dengan diameter 5 cm. Fungsi dari batang adalah tempat tumbuh daun dan organ lainnya, tempat jalan pengangkutan zat hara dari akar ke daun, dan sebagai jalan menyalurkan zat hasil asimilasi ke seluruh bagian tanaman. c. Daun Bentuk daun tembakau adalah bulat lonjong, ujungnya meruncing, tulang daun yang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Daun bertangkai melekat pada batang, kedudukan daun mendatar atau tegak. Ukuran dan ketebalan daun tergantung varietasnya dan lingkungan tumbuhnya. Daun tembakau tersusun atas lapisan palisade parenchyma pada bagian atasnya dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu tanaman berkisar 28-32 helai, tumbuh berselang-seling mengelilingi batang. Daun tembakau secara umum dapat diklasifikasikan menurut letaknya pada batang yang dimulai dari bawah ke atas, yaitu: daun pasir (zand blad/lugs), kaki (voet blad/cutters), tengah (midden blad/leaf), dan atas (top blad/tips). Bagian dari daun tembakau yang mempunyai nilai tertinggi adalah bawah dan tengah menyusul daun atas, sedang daun pasir dan pucuk hampir tidak bernilai kecuali untuk tembakau rajangan (Abdullah 1982). d. Bunga Bunga tembakau merupakan bunga majemuk yang terdiri dari beberapa tandan dan masing-masing berisi 15 bunga. Bunga berbentuk terompet dan panjang. Warna bunga merah jambu sampai merah tua pada bagian atasnya, sedangkan bagian lain berwarna putih. Kelopak memiliki 5 pancung, benang sari berjumlah 5 tetapi yang satu lebih pendek dan melekat pada mahkota bunga. Kepala putik atau tangkai putik terletak di
3
e.
2.
atas bakal buah di dalam tabung. Letak kepala putik dekat dengan benang sari dengan kedudukan sama tinggi. Buah Buah tembakau akan tumbuh setelah tiga minggu penyerbukan. Buah tembakau berbentuk lonjong dan berukuran kecil berisi biji yang sangat ringan. Biji dapat digunakan untuk perkembangbiakan tanaman.
Jenis-jenis tanaman tembakau (Susilowati 2006) a. Tembakau cerutu Tembakau cerutu dikenal ada 3 macam sesuai dengan fungsinya pada pembuatan rokok cerutu, yaitu: Tembakau pengisi Tembakau ini adalah jenis Vorstenland yang berdaun banyak, berwarna hijau, ketebalan daun tipis hingga sedang, daun terkulai sehingga kedudukannya tampak mendatar dan habitus piramidal. Tembakau pembalut Tembakau ini adalah jenis Besuki yang ramping, ketinggiannya sedang hingga tinggi, daunnya oval, kedudukan daun pada batang agak tegak, jarak daun satu dengan lainnya agak berjauhan, luas daun sedang hingga lebar, habitus silindris, ketebalan daun tipis, daunnya lunak dan memiliki aroma yang khas.
b.
Tembakau pembungkus Tembakau ini adalah jenis Deli dengan keadaan tanaman yang kokoh dan besar, ketinggian tanaman sedang, daunnya tipis dan elastis, bentuk daun bulat dan lebar, kedudukannya pada batang tampak mendatar, bermahkota tipe silindris, warna daun cerah. Tembakau sigaret Dalam industri rokok tembakau sigaret digunakan untuk bahan baku pembuatan rokok sigaret, baik sigaret putih maupun kretek. Tembakau Virginia Tembakau ini bersosok ramping, ketinggian tanaman sedang sampai tinggi, daun berbentuk lonjong yang ujungnya meruncing, warna daun hijau kekuningan, daun bertangkai pendek, kedudukan daun pada batang tegak, jarak antara daun satu dengan yang lain cukup lebar, daya adaptasinya luas terhadap tanah dan iklim.
Tembakau Oriental/Turki Tembakau ini unggul pada aromanya yang harum dan khas sehingga disebut juga aromatic tobacco. Tembakau Oriental digunakan oleh semua pabrik rokok sebagai campuran yang dapat meningkatkan mutu rokok sigaret.
Tembakau Burley Tembakau ini bercirikan warna daun hijau pucat, batang dan ibu tulang daun berwarna putih krem, dan tergolong ukuran besar (90-160 cm2), lebih banyak berbentuk silindris dibandingkan piramida, tinggi tanaman sekitar 180 cm.
Tembakau sigaret yang lain Tembakau jenis Rembang, Kasturi, Garut, Madura, Payakumbuh, dan Bugis banyak digunakan sebagai campuran tembakau sigaret.
4
c.
d.
e.
Tembakau pipa Tembakau pipa digunakan untuk pipa dan meliputi tembakau Lumajang. Tembakau Lumajang dibedakan menjadi tembakau Lumajang Na Oogst (NO)/sawah yang ditanam di sawah dan tembakau Lumajang Vor Oogst (VO)/tegal yang ditanam di tanah kering. Ciri-ciri tembakau Lumajang adalah tinggi, ramping, dan daun agak tegak. Tembakau asepan Tembakau ini diolah dengan cara pengasapan. Biasanya memiliki daun tebal, berat, kuat, berminyak, berwarna gelap. Tembakau asli Tembakau ini diusahakan oleh rakyat. Hasil panen diolah dengan dirajang dan dijemur matahari. Kegunaan tembakau rakyat adalah untuk bahan baku pembuatan rokok sigaret kretek.
B. TEMBAKAU TEMANGGUNG Tembakau yang berkembang di masyarakat kab. Temanggung terdiri atas varietas Genjah Kemloko dan Genjah Kenongo. Tembakau Temanggung varietas Genjah Kemloko berasal dari desa Kemloko Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten Temanggung yang menurut produsen rokok besar adalah tembakau terbaik di Temanggung bahkan di Indonesia. Varietas tersebut dikembangkan oleh Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat di Malang menjadi Kemloko 1, Kemloko 2, dan Kemloko 3. Tembakau jenis Kemloko 1 dan Kemloko 2 adalah jenis tanaman tembakau yang dibudidayakan pada dataran rendah sedangkan Kemloko 3 khusus untuk dataran tinggi. Tembakau varietas lainnya yang ada adalah Gober Togog, Genjah Kenanga, Crumpung, dan Genjah Mawar. Namun demikian, varietas tersebut tidak terlalu dikenal di Temanggung. Berikut ini deskripsi beberapa galur Tembakau Temanggung varietas Kemoloko yang banyak dibudidayakan di daerah Temanggung (Deptan 2011). 1. Kemloko 1 Nomor seleksi : 2258/2/1/1 Asal : Kemloko (lokal) Habitus : Kerucut Tinggi tanaman : 145,23 – 174,01 Panjang ruas (cm) : 4,69 – 6,81; makin keatas makin panjang Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun : 19,63 – 24,49 lembar Sudut daun : Tegak (35,25 – 56,75o) Ujung daun : Runcing Tepi daun* : Berombak, daun atas tidak menggulung daun bawah menggulung Permukaan daun : Rata, agak bergelombang Tebal daun* : Tipis Warna daun : Hijau Phylotaxy* : 3/8 putar ke kanan Tangkai daun : Duduk, tidak bertangkai Sayap : Sempit licin Telinga : Sempit, memeluk batang Panjang daun : 41,18 – 49,18 cm
5
2.
Lebar daun Bentuk daun* Index daun Umur berbunga Warna mahkota bunga Warna kepala sari Bentuk buah Warna biji Umur panen Potensi hasil Indek mutu Kadar nikotin Kadar gula Ketahanan terhadap - Penyakit lanas - Penyakit nematoda - Penyakit layu bakteri - Hama Aphis sp
: 21,57 – 27,17 cm : Lonjong, lebar meruncing : 0,482 : 67,96 – 81,44 hst : Merah muda sampai merah : Krem : Bulat telur : Coklat : 98 – 122 hari : 787,82 – 1011,46 Kg/Ha : 37,34 – 47,18 : 3,75 – 8,65% : 3,89% : : Tahan : Tahan : Rentan : Tahan
Kemloko 2 Asal Metode penulisan Habitus Tinggi tanaman (cm) Panjang ruas Warna batang Bulu batang Jumlah daun (produksi) Sudut daun Ujung daun Tepi daun Permukaan daun Tebal daun Warna daun Phylotaxi* Tangkai daun Sayap* Telinga Panjang daun Lebar daun Bentuk daun Index daun Umur berbunga Warna mahkota bunga Warna kepala sari Bentuk buah
: Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51 : Back Cross 3 kali : Silindris : 137,77 – 149,57 : Rapat : Hijau : Berbulu : 18,43 – 21,10 lembar : Tegak : Runcing : Berombak : Rata : Tipis : Hijau : 2/5 : Duduk : Sempit : Lebar : 47,52 – 51,77 cm : 22,32 – 25,95 cm : Lonjong : 0,501 – 0,502 : 94,76 – 100,00 hst : Merah muda : Krem : bulat telur
6
Warna biji Umur panen Potensi hasil Indek mutu Indek tanaman Kadar nikotin (%) Kadar gula (%) Ketahanan terhadap penyakit - Bakteri P.solanacearum - Jamur P. Nicotianane - Nematoda Meloidogyne ssp
: Coklat : 120 – 140 hst : 704 ± 280 Kg/Ha : 40,28 ± 5,42 : 28,38 ± 12,81 : 5,52 ± 3,46 % : 2,96% (relatif sedang) : : Tahan :: Tahan
Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 1 dan Kemloko 2
3.
Kemloko 3 Asal Metode penulisan Habitus Tinggi tanaman (cm) Panjang ruas Warna batang Bulu batang Jumlah daun (produksi) Sudut daun Ujung daun Tepi daun Permukaan daun Tebal daun Warna daun Phylotaxi* Tangkai daun Sayap* Telinga Panjang daun Lebar daun Bentuk daun Index daun Umur berbunga Warna mahkota bunga Warna kepala sari Bentuk buah Warna biji Umur panen Potensi hasil Indek mutu Indek tanaman Kadar nikotin (%)
: Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51 : Back Cross 2 kali : Silindris : 148,77 – 164,43 : Rapat : Hijau : Berbulu : 18,90 – 21,97 lembar : Tegak : Runcing : Berombak : Rata : Tipis : Hijau : 3/8 : Duduk : Lebar : Lebar : 37,57 – 49,15 cm : 20,99 – 24,96 cm : Lonjong : 0,505 – 0,508 : 89,33 – 99,33 hst : Merah muda : Krem : Bulat telur : Coklat : 119 – 139 hst : 695 ± 160 Kg/Ha : 36,01 ± 7,01 : 25,50 ± 9,49 : 6,02 ± 3,72 %
7
Kadar gula (%) : 1,98% (relatif sedang) Ketahanan terhadap penyakit : - Bakteri P.solanacearum : Sangat tahan - Jamur P. Nicotianane :- Nematoda Meloidogyne ssp : Tahan Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 2 dan Kemloko 3
C. EKSTRAKSI DAUN TEMBAKAU Ekstraksi daun tembakau menghasilkan ekstrak daun tembakau yang berupa senyawa volatil dan semi volatil yang menjadi penentu standar kualitas tembakau dengan kekhasan aroma yang dimilikinya. Jenis senyawa pada ekstrak tersebut beragam komposisinya di setiap hasil ekstrak, tergantung karakteristik perlakuan pendahuluan bahan yang dikenakan sebelumnya. Menurut Peng et al. (2004), adanya proses fermentasi daun tembakau berpengaruh terhadap hasil ekstrak yang dihasilkan. Senyawa volatil dan semi volatil pada tembakau dapat diperoleh melalui metode ekstraksi pelarut (solvent extraction) dan distilasi (distillation) (Podlejski et al. 1983). Umumnya, digunakan pelarut etanol untuk mnghasilkan komponen bioaktif dari daun tembakau pada metode ekstraksi pelarut (Xin et al. 2006). Sementara itu, metode distilasi hanya menggunakan pelarut berupa air (Podlejski et al 1983). Namun demikian, adanya kombinasi kedua metode tersebut (steam distillation and extraction) merupakan metode terbaik yang paling umum digunakan (Peng et al. 2004). Steam distillation secara khusus tidak efektif digunakan karena memerlukan banyak pelarut dan kemungkinan terjadinya kehilangan (loss) pada produk juga besar (Blanch et al. 1993). Begitu pula metode headspace co-distillation yang tidak efektif karena rendemen akhirnya tidak optimal. Efektivitas penggunaan metode SDE (steam distillation and extraction) untuk ekstraksi tembakau dibandingkan metode SD (steam distillation) dan HCD (headspace co-distillation) dapat dilihat berdasarkan jumlah rendemen yang tinggi pada metode SDE yaitu 445.48 ml/100 g, 228.42/100 g ml, dan 315.72 ml/100 g (Peng et al. 2004). Metode ekstraksi pelarut umumnya menggunakan kondisi suhu 50˚C dengan refluks hingga 4 kali berpelarut diklorometan selama 3 jam (Wu et al. 1992). Sementara itu metode SDE menggunakan suhu 60˚C selama 2.5 jam (Schultz et al. 1997). Dibandingkan kedua metode tersebut, metode HCD memerlukan suhu yang paling tinggi yaitu 130˚C selama 3 jam (Kim et al. 1982). Sementara itu, metode SDE-2 tahap berperan penting dalam menangkap senyawa aromatik pada tembakau berupa solanon dibandingkan metode tradisional. Metode tersebut terdiri atas ekstraksi SDE selama 4 jam pada pH 5.5. Setelah itu ekstrak diasamkan hingga pH 2.5 dengan penambahan diklorometan (Yaqin et al. 2006). Ekstraksi tembakau juga dapat dilakukan dengan cara hidrodistilasi dan superkritik CO2 (Stojanovic et al. 2000). Ekstraksi superkritik CO2 bahkan telah dipatenkan sebagai cara terbaik untuk menghilangkan senyawa nikotin pada hasil ekstraksi tembakau oleh Roselius et al. (1979). Ekstraksi superkritik CO2 itu pada tembakau Oltja dapat menghasilkan rendemen hingga 1.8% dan 2.5% untuk daun tembakau bagian tengah dan atas (Stojanovic et al. 2000). Kandungan senyawa dalam ekstrak daun tembakau dapat diketahui dengan penggunaan gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS) (Cai et al 2002). Berdasarkan analisis GC-MS diketahui bahwa ekstrak tembakau mengandung alkaloid (Andersen et al. 1280). Gabungan
8
alkaloid dan nitrat dengan bentuk nitrosamin dapat menimbulkan risiko karsinogenik (Brunnemann et al. 1991). Kandungan nikotin yang juga merupakan senyawa alkaloid pada tembakau yang digunakan sebagai rokok dikenal dapat memicu timbulnya penyakit kanker paruparu, sesak nafas, gigi kuning, kerusakan jaringan, leukoplakia, resiko kanker mulut, dan penurunan kemampuan indra pengecap (DerMarderosian 2001). Secara sederhana, komposisi kimia ekstrak daun tembakau dapat dilihat pada Tabel 1. Namun demikian, tembakau juga dikenal sebagai tanaman herbal yang bermanfaat. Hal itu dapat diperkuat dengan diketahuinya senyawa kimia pada tembakau yang bersifat antioksidan (Miller 1973) dan juga antibakteri (Khidyrovaet al. 2002). Senyawa antibakteri pada tembakau yang diketahui berdasarkan penelitian sebelumnya misalnya flavonoid (Machado et al. 2010) dan minyak atsiri (essential oil) (Palic et al. 2002). Minyak atsiri tersebut dapat diperoleh melalui proses distilasi air selama 4 jam yang kemudian diekstrak menggunakan kloroform dan selanjutnya dikeringkan dengan anhidrat Na2SO4. Pelarut yang tersisa dapat dihilangkan dengan cara vakum distilasi. Total rendemen minyak atsiri berdasarkan perlakuan itu dapat mencapai 0.13% untuk daun bagian atas dan 0.05% untuk daun bagian tengah (Stojanovic et al. 2000). Sementara itu, penelitian sebelumnya terkait rendemen ekstrak daun tembakau terhadap Tembakau Virginia, Burley, dan Turkish adalah 0.18 %, 0.40%, dan 0.08% disertai adanya aroma yang khas. Adanya aroma yang khas itu dipengaruhi oleh komposisi senyawa minyak atsiri yang terdiri atas neophytadien sebagai senyawa utama untuk daun tembakau bagian tengah dan atas (20.4% dan 20.7%). Tabel 1. Komposisi senyawa pada daun Tembakau Komponen Total nitrogen Protein nitrogen (protein) Nikotin Nitrogen dari asam α-amino Air terlarut karbohidrat Selulosa Pektin Polypentose Minyak atsiri Resin yang diektrak menggunakan benzena Resin yang diektrak menggunakan petroleum eter Polyphenol Volatile karbonil (asetaldehid) Asam organic Asam oxalic Asam citric Asam malat Asam volatile pH dari air yang terekstrak Abu Sumber: Podlejski & Olejniczak (1983)
Komposisi (% bk) 2,20 1,58 0,67 0,30 25,9 12,3 13,4 4,90 0,13 7,42 6,20 4,39 0,26 9,12 2,18 1,27 4,57 1,12 5,54 15,4
D. POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN TEMBAKAU Senyawa kimia dalam tanaman dapat bersifat antibakteri yaitu mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Pelczar & Chan 1998). Hal itu diuraikan oleh Pelczar et al. (1993) bahwa
9
beberapa senyawa metabolit sekunder yang meliputi fenol dan senyawa fenolik, alkaloid, dan minyak atsiri (essential oil) memiliki sifat antibakteri. Antibakteri digambarkan sebagai produk alami organik dengan berat molekul rendah dibentuk oleh mikroorganisme dan tumbuhan yang aktif melawan mikoroganisme lain pada konsentrasi rendah. Pengembangan aktivitas ini melalui jumlah terbatas dari mekanisme antibakteri yang dapat mempengaruhi sintesis dinding sel, integritas membran sel, sintesis protein, replikasi DNA dan repair, transkripsi, dan metabolit intermediate (Wax et al. 2008). Berdasarkan cara kerjanya, antibakteri dibedakan menjadi bakterisidal dan bakteriostatik. Bakteriostatik adalah zat yang bekerja menghambat pertumbuhan bakteri sedangkan bakterisidal adalah zat yang bekerja mematikan bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi (Chomnawang et al 2005). Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antibakteri dapat disebabkan oleh beberapa cara, antara lain: 1.
2.
3.
Menganggu pembentukan dinding sel Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antibakteri dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri. Bereaksi dengan membran sel Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler. Misalnya senyawa fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel. Menginaktivasi enzim Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam mempertahankan kelangsungan aktivitas bakteri sehingga mengakibatkan enzim memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan kelangsungan aktivitasnya. Akibatnya energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas bakteri menjadi terhambat atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan bakteri terhenti (inaktif). Efek senyawa antibakteri dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim dengan komponen senyawa antibakteri. Metabolit sekunder akan memblok biosintesis dinding sel dengan menghambat kerja enzim dalam mensintesis komponen berbeda dari dinding sel. Jika metabolit ini dapat mempengaruhi integritas membran sel maka akan mengacaukan strukturnya atau menghambat fungsi dari membran bakteri tersebut. Antibakteri yang mempengaruhi sintesis protein bertindak sebagai perusak unit ribosom, mengikat pada unit 50S dan mencegah translasi dan mengikat unit 30S menyebabkan terjadinya kesalahan translasi, memproduksi racun, dan mempengaruhi protein. Senyawa antibakteri akan mempengaruhi fungsi replikasi DNA dan repair, menghambat enzim girase, dan topoisomerase dan Nmetiltransferase. Akhirnya, beberapa senyawa antibakteri mengganggu metabolisme
10
4.
intermediate dengan menghambat enzim dalam biosintesis dari substansi berbeda (Berdy 2005). Menginaktivasi fungsi material genetik Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA) dan menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses pembelahan sel untuk pembiakan.
Kemampuan suatu zat antibakteri tersebut dipengaruhi oleh faktor antara lain: (1) konsentrasi zat antibakteri; (2) waktu penyimpanan; (3) suhu lingkungan; (4) sifat-sifat fisik dan kimia makanan termasuk kadar air, pH, jenis, dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz 1989). Mekanisme kerjanya secara umum adalah merusak dinding sel (seperti penisilin; sefalosporin; dan vankomisin), mengganggu permeabilitas sel (seperti penisilin, sefalosporin, vankomisin), dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat (seperti kloramfenikol; rifampisin; dan asam) (Fardiaz et al. 1987). Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri uji S. aureus (Gram positif) dan E .coli (Gram negatif). Perbandingan sifat kedua jenis bakteri tersebut disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Perbedaan bakteri Gram positif dan negatif
Ciri-ciri Struktur dinding sel
Komposisi dinding sel
Kerentanan terhadap penisilin Resisten terhadap gangguan fisik
Perbedaan Gram positif Gram negatif Tebal (5-80 nm) dan Tipis (10-15 nm) dan berlapis tunggal berlapis tiga (multi) (mono) Kandungan lipid Kandungan lipid rendah (1-4%), tinggi (11-21%), peptidoglikan peptidoglikan di berlapis tunggal, dan dalam lapisan kaku, komponen utama jumlah sedikit (10% lebih besar dari 50% berat kering) berat kering Lebih rentan Kurang rentan Lebih resisten Kurang resisten
Sumber : Pelczar & Chan (1998) Staphylococcus aureus S.aureus tergolong bakteri Gram positif, berbentuk kokus dengan diameter 0.7-0.9 µm, pola penataan sel berbentuk bola berpasangan, dapat hidup secara aerob maupun anaerob fakultatif, bersifat non motil dan tidak membentuk spora. Bakteri ini sering ditemukan pada makanan berprotein tinggi. Koloni bakteri ini berwarna putih sampai kuning keemasan. Tumbuh optimum pada suhu 37ºC, pH 7.0-7.5, dan tumbuh dengan baik pada larutan NaCl 15% (Todar 2004). S. aureus dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini memiliki kemampuan melakukan pembelahan, dan menyebar luas ke dalam jaringan serta mampu memproduksi bahan ekstra
11
seluler seperti katalase, koagulase, eksotoksin, lekosidin, toksineksfoliatif, Toksin Syndroma Shock Toxic, dan enterotoksin (Brooks et al 2001). Escherichia coli E. coli merupakan mikroba dari famili Enterobactericeae yang normal terdapat di saluran pencernaan hewan dan manusia. Bakteri ini berbentuk batang berukuran 2-6 µm, bersifat anaerob fakultatif dan tergolong bakteri Gram negatif. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 37ºC, dan pH 7.0-7.5 (Burcharan dan Ghibbons 2000). Beberapa strain E.coli bersifat patogen penyebab infeksi, antara lain infeksi saluran pencernaan, infeksi saluran kemih, dan meningitis (Todar 2004). Penelitian oleh Palic et al. (2002) dan Stojanovic et al. (2000) menunjukkan adanya perbandingan aktivitas antibakteri ekstrak dan minyak atsiri dari tembakau Prilep dan Oltja seperti terlihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Pada tabel tersebut terlihat bahwa minyak atsiri memiliki kemampuan antibakteri yang lebih baik. Tabel 3. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan minyak atsiri daun tembakau jenis Prilep Minyak Atsiri Ekstrak Standar Daun Daun Daun bagian Bakteri Daun bagian atas Thymol bagian bagian tengah (100 mg/ml) (10 mg/ml) tengah atas (100 mg/ml) E. coli 15.0 14.0 14.4 23.8 S. aureus 15.2 14.8 13.8 14.6 24.6 P. aeruginosa 15.2 14.8 14.4 24.2 Sumber: Palic et al. (2002) Tabel 4. Perbandingan diameter zona hambat (mm) aktivitas antibakteri oleh ekstrak dan minyak atsiri daun tembakau jenis Oltja Minyak Atsiri Ekstrak Standar Daun Daun Daun bagian Bakteri Daun bagian atas Thymol bagian bagian tengah (100 mg/ml) (10 mg/ml) tengah atas (100 mg/ml) E. coli 15.0 20.0 14.4 23.8 S. aureus 15.4 24.4 16.2 24.6 P. aeruginosa 15.4 20.2 24.2 Sumber: Stojanovic et al. (2000)
12