II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Konsumen Konsumen adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk di konsumsi pribadi (Kotler, 2000). Sedangkan menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Setiap konsumen berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan pemenuhan yang maksimal. Jumlah dan keanekaragaman barang yang dapat dipenuhi bergantung pada besar pendapatan atau penghasilan. Tingkat kemakmuran dan kesejahteraan seseorang atau masyarakat bergantung pada tingkat konsumsi yang digunakan. Berikut merupakan sifat-sifat konsumen, yaitu: 1. Ingin mengetahui keadaan atau ciri-ciri barang-barang yang akan dibeli. 2. Menginginkan barang yang baik dan berkualitas. 3. Menginginkan barang yang murah harganya. 4. Menginginkan kejujuran dalam bertransaksi jual beli. 2.2 Kepuasan Konsumen 2.2.1. Pengertian Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai dengan harapannya. Konsumen
merasa puas jika harapan mereka terpenuhi, dan merasa sangat
gembira jika harapan mereka terlampaui. Kepuasan konsumen muncul dari dalam hati konsumen dengan perasaan senang atau kecewa setelah membandingkan persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapanharapanya. Jika kinerja berada memenuhi harapan maka pelanggan puas tetapi jika kinerja berada di bawah harapan, maka konsumen tidak puas. Kepuasan tinggi menciptakan kelekatan emosional terhadap merek tertentu, bukan hanya kesukaan atau preferensi rasional, hasilnya adalah kesetiaan konsumen yang tinggi (Kotler, 2005).
Kepuasan konsumen menurut Engel (1990) merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Kepuasan konsumen sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan pemakaiannya (Tjiptono, 2004). Menurut Rangkuti (2003), kepuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi. Salah satu faktor yang menentukan kepuasan konsumen adalah persepsi mengenai kualitas jasa yang berfokus pada lima dimensi yaitu responsiveness, reliability, emphaty, assurance dan tangible. 2.2.2. Pengukuran Kepuasan Konsumen Kepuasan adalah konsep yang jauh lebih luas dari hanya sekedar penilaian kualitas pelayanan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain (Suhartanto, 2001). Alat untuk mengukur kepuasan konsumen berkisar dari yang primitif sampai yang canggih, dengan menggunakan metode (Kotler, 2000), yaitu: 1. Sistem keluhan dan saran Media yang digunakan dapat berupa kotak saran yang diletakkan di tempattempat strategis, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain. 2. Survei kepuasan konsumen Wawancara langsung dengan melakukan survei, dimana akan terlihat dan mendengar sendiri bagaimana tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap mereka. 3. Pembelanjaan siluman (Ghost Shopping) Seseorang yang diberi tugas atau manager sendiri turun berperan sebagai pelanggan potensial dan melaporkan berbagai temuan penting baik terhadap karyawan sendiri maupun para pelanggan.
4. Analisis konsumen yang hilang (Lost Customer Analysis) Dengan menghubungi kembali kustomer yang beralih kepada produk pada perusahaan yang lain. Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh kualitas produk, harga dan faktorfaktor yang bersifat pribadi. Menurut Kotler (2000) ada lima dimensi jasa faktor itu yaitu sebagai berikut: 1. Reliability Kemampuan karyawan untuk memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten. 2. Responsiveness Kemauan dari karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen, misalnya penyediaan sarana yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat. 3. Assurance Berupa
kemampuan
karyawan
untuk
menimbulkan
keyakinan
dan
kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen, misalnya janji dalam promosi. Hal ini mencakup: a. Competence, untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen atas keterampilan dan keahlian yang dimiliki penyedia jasa. b. Courtesy, untuk mengukur kepuasan konsumen terhadap sikap sopan santun dan keramahan penyedia jasa. c. Credibility, untuk mengukur kepuasan konsumen terhadap kejujuran perusahaan, apakah perusahaan dapat dipercaya atau tidak d. Security, untuk mengukur kepuasan konsumen terhadap rasa aman yang meliputi secara fisik, secara finansial, dan rahasia yang dapat dijamin perusahaan. 4. Emphaty Kesediaan karyawan dan pengelola untuk lebih peduli memberikan perhatian secara pribadi kepada langganan, misalnya karyawan atau pengelola harus mencoba menempatkan diri sebagai pelanggan. Jika pelanggan mengeluh maka harus dicari solusi untuk mencapai persetujuan yang harmonis dengan menunjukkan rasa peduli yang tulus.
5. Tangible Berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi, misalnya gedung dan kebersihan yang baik serta penataan ruangan yang rapi. 2.2.3. Nilai Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap kualitas jasa, kualitas produk, kualitas harga serta faktor situasi dan personel konsumen. Nilai produk Nilai Pelayanan Nilai karyawan
Nilai konsumen total
Nilai Citra
Nilai yang diberikan kepada konsumen
Biaya Moneter Biaya Energi Biaya Mental
Biaya konsumen total
Biaya Waktu
Gambar 1. Penentuan Nilai yang Diberikan Kepada Konsumen Kotler (2005) menyatakan bahwa nilai bagi konsumen adalah selisih antara nilai konsumen total dengan biaya konsumen total. Nilai konsumen total adalah sekumpulan manfaat yang diharapkan oleh konsumen dari produk atau jasa tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan biaya konsumen total adalah sekumpulan biaya yang diharapkan oleh konsumen yang dikeluarkan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang produk. 2.3. Jasa Jasa menurut Kotler (2000) adalah setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak yang lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan, produksi jasa dapat terikat atau tidak terikat pada satu produk (fisik). Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikomsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya.
Definisi jasa menurut Zeithaml dan Britner (2005) adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya. Berdasarkan pengertian jasa di atas, Tjiptono (2004) mengutarakan ada lima karakteristik utama jasa bagi pembeli pertamanya, yaitu: 1. Intangibility (tidak berwujud) Jasa berbeda dengan barang. Barang merupakan suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bagi para pelanggan, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi karena terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli sebelum pembelian dilakukan. Kualitas pada jasa yang akan diterima konsumen, umumnya tidak diketahui sebelum jasa bersangkutan dikonsumsi. 2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) Barang biasa diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. 3. Variability atau Heterogeneity (berubah-ubah) Jasa bersifat variabel karena merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap dan perilakunya. 4. Perishability (tidak tahan lama) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan. 5. Lack of Ownership Lack of Ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi, menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbangan dan pendidikan).
2.4. Klasifikasi Jasa Jasa dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian menurut Kotler (2000) yaitu sebagai berikut: 1. Berdasarkan faktor produksi yang digunakan, yang meliputi: a. People based service. Jasa yang melibatkan peranan manusia dalam proses produksinya sehingga sulit untuk dilakukan standarisasi. b. Equipment based service. Jasa yang mengandalkan penggunaan peralatan dalam memberikan atau menyampaikan jasanya. 2. Berdasarkan atas kebutuhan akan kehadiran konsumen (client presence). Tidak semua jasa memerlukan kehadiran konsumen, sehingga konsumsi dan produksi jasa dapat dilakukan walaupun konsumen menginginkan jasa tidak hadir dan tidak terlibat secara langsung, seperti jasa pengiriman barang, angkutan dan lain-lain. 3. Berdasarkan pemenuhan kebutuhan. 4. Berdasarkan tujuan perusahaan. Berdasarkan tujuan perusahaan dapat dibedakan menjadi profit motif dan non profit motif. 2.5 Atribut Kotler (2004) menyatakan bahwa atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa melibatkan penentuan manfaat yang akan diberikan. Pengertian atribut produk menurut Fandy Tjiptono (2004) adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan. Menurut Engel, et al (1994) menyatakan bahwa atribut produk adalah karakteristik dari suatu produk yang berfungsi sebagai atribut evaluatif selama pengambilan keputusan. Penilaian terhadap atribut produk dapat menggambarkan sikap konsumen terhadap suatu produk tersebut sekaligus mencerminkan perilaku konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Berikut merupakan atribut–atribut dan taraf dalam jasa outbound pada Tabel 2.
Tabel 2. Atribut–atribut dan Sub-dimensi dalam Jasa Outbound No Atribut Sub-dimensi 1 Learning through Experience - Memfasilitasi sebuah pengalaman unik, relevant, saling berkaitan yang memberikan pembelajaran mengenai sebuah ketrampilan (fisik, mental, emosional maupun spiritual), kemampuan, berdasarkan refleksi diri maupun kelompok - Belajar dari keberhasilan, maupun dari kegagalan 2
Challenge and Adventure
- Menggunakan kondisi ekstrem atau tidak lazim untuk mengasah ketrampilan fisik, emosi, mental dan spiritual peserta - Memanfaatkan dan mengelola risiko dengan tepat
3
Supportive Environment
- Merancang sebuah pengalaman yang mendukung keselamatan fisik dan emosional - Mengembangkan budaya kelompok yang saling peduli dan memberikan nilai positif
4
Character Development
- Menunjukkan peningkatan kepercayaan diri dan aktualisasi diri - Menunjukkan rasa tenggang rasa dan empati terhadap orang lain serta mampu menerapkan hidup sehat dan seimbang
5
Leadership
- Menunjukkan kemampuan untuk menetapkan tujuan, menginspirasi dan mengarahkan orang lain
6
Sarana Pendukung
7
Lokasi
- Outbound equipment, security
- Tempat yang menunjang untuk aktivitas outbound seperti di alam terbuka Sumber: Diolah dari http:// www. Outboundtraining.org (2010) 2.5.1 Outbound Outbound training merupakan jenis latihan di alam terbuka (outdoor) untuk pengembangan diri (self development) yang disimulasi melalui permainanpermainan edukatif baik secara individual maupun kelompok dengan tujuan untuk
meningkatkan motivasi,
kepercayaan diri,
berpikir kreatif,
kebersamaan, tanggung jawab, komunikasi, rasa saling percaya dan lainnya.
rasa
2.5.1.1. Sejarah Outbound Training Outbound berasal dari kata out of boundaries yang mempunyai arti keluar dari batas merupakan istilah dibidang kelautan menandakan saat sebuah kapal keluar dari darmaga melewati batas perairan. Pada tahun 1941 di Inggris kegiatan outbound pertama kali di dunia ini dibangun oleh seorang tokoh pendidikan berkebangsaan Jerman bernama Dr. Kurt Hahn. Outbound pada awalnya dikenal dengan nama Outward Bound saat Hahn mendirikan sekoleh di Aberdovey, Inggris yang bertujuan untuk melatih fisik dan mental para pelaut muda terutama guna menghadapi ganasnya pelayaran di lautan Atlantik pada saat berkecamuknya Perang Dunia II. Pelatihan ini menggunakan metode moutaineering (mendaki gunung) dan petualngan laut sebagai medianya. Metode pelatihan ini kemudian berkembang dan mulai ditiru di banyak tempat, bahkan sampai akhirnya diperkenalkan di luar Inggris. Setidaknya, setelah era Perang Dunia II, lembaga serupa dibangun di berbagai daerah di Inggris, Eropa, afrika, Asia, dan Australia. Di Indonesia kegiatan outbound dikenal sejak tahun 1990 yang sampai sekarang banyak didirikan lembaga profesionalisme dan kelengkapan program serta perlengkapan outbound. 2.6. Bauran Pemasaran Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran mereka. Alat–alat itu membentuk suatu bauran pemasaran. Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Bauran pemasaran menurut Mc Carthy dalam Kotler (2000) mengklasifikasikan menjadi empat kelompok yang luas yang disebut 4P (Empat P), yaitu: Produk (product), Harga (price), tempat (place), dan Promosi (promotion). 1. Produk (Product) Menurut Philip Kotler (2002), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk–produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, peristiwa, orang, tempat, properti, organisasi dan gagasan.
Pemasar biasanya mengklasifikasikan produk berdasarkan karakteristik produk: daya tahan, wujud, dan penggunaan (konsumen atau industri). Tiap jenis produk memiliki strategi bauran pemasaran yang sesuai. Klasifikasi produk tersebut antara lain: 1. Daya Tahan dan Keberwujudan Produk dapat diklasifikasikan kedalam tiga kelompok menurut daya tahan dan wujudnya: a) Barang yang tidak tahan lama (nondurable goods): barang yang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberepa kali penggunaan. b) Barang tahan lama (durable goods): barang tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya dapat digunakan berkali-kali. c) Jasa (services): jasa bersifat tidak berwujud, tidak dapat dipisahkan dan mudah habis. 2. Klasifikasi Barang Konsumen Banyaknya barang yang dibeli konsumen dapat diklasifikasikan kebiasaan belanja konsumen sebagai berikut: a) Barang convenience adalah barang–barang yang biasanya sering dibeli konsumen, segera dan dengan usaha yang minimum. b) Barang Shopping adalah barang-barang yang karakteristiknya dibandingkan berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan gaya dalam proses pemilihan dan pembelian. c) Barang khusus (speciality goods) adalah barang–barang dengan karakteristik unik dan identifikasi merek dimana untuk memperoleh barang-barang itu sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. b) Barang Unsought adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau diketahui namun secara normal konsumen tidak berpikir untuk membelinya 3. Klasifikasi Barang Industri Barang industri dapat diklasifikasikan berdasarkan cara barang memasuki proses produksi dan harga relatifnya. Kita dapat membedakan tiga kelompok barang industri sebagai berikut: a) Bahan baku dan suku cadang (materials and parts) adalah barang-barang yang sepenuhmya memasuki produk yang dihasilkan.
b) Barang modal (capital goods) adalah barang-barang tahan lama yang memudahkan pengembangan dan pengelolaan produk akhir. c) Perlengkapan dan jasa bisnis adalah barang dan jasa tidak tahan lama yang membantu pengembangan dan pengelolaan produk akhir. 2. Harga (Price) Dalam memasarkan produknya, perusahaan harus menetapkan harga yang sesuai dengan tujuan pemasaran perusahaan dan tidak merugikan perusahaan itu sendiri. Harga menurut Lamb, Hair, Mc Daniel (2001) adalah sesuatu yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa. Harga khususnya merupakan pertukaran uang bagi barang atau jasa juga pengorbanan waktu karena menunggu untuk memperoleh barang atau jasa. Harga dapat berhubungan dengan segala sesuatu dengan nilai presepsi (percieved value), tidak hanya uang. Philip Kotler (2002) mengatakan bahwa perusahaan harus mempertimbangkan berbagai faktor dalam menetapkan kebijakan harga yaitu sebagai berikut: a. Memilih tujuan penetapan harga Perusahaan harus memutuskan dimana ia ingin memposisikan tawaran pasarnya. Semakin jelas tujuan perusahaan, semakin mudah untuk menetapkan harga. b. Menentukan permintaan Tiap harga yang dikenakan perusahaan akan mnenghasilkan level permintaan yang berbeda-beda dan karena itu akan memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap tujuan pemasaran. c. Memperkirakan biaya Permintaan menetukan batas harga tertinggi yang dapat dikenakan perusahaan atas produknya. Dan biaya perusahaan menentukan batas terendahnya. d. Menganalisis biaya, harga, dan tawaran pesaing Dalam rentang kemungkinan harga yang ditentukan oleh permintaan pasar dan biaya perusahaan, perusahaan harus memperhitungkan biaya pesaing, harga pesaing dan kemungkinan reaksi harga oleh pesaing. e. Memilih metode penetapan harga Terdapat enam metode penetapan harga sebagai berikut: penetapan harga markup (mark-up pricing), penetapan harga asaran pengembalian (target-return pricing), penetapan harga sesuai harga berlaku (going- rate pricing), dan penetapan harga penawaran tertutup (sealed-bid pricing).
f. Memilih harga akhir Dalam memilih harga akhir, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai faktor tambahan, termasuk penetapan harga psikologis, pengaruh elemen bauran pemasaran lain terhadap harga, kebijakan penetapan harga perusahaan, dan dampak dari harga terhadap pihak-pihak lain. 3. Tempat (Place) Alat bauran pemasaran yang penting lainnya ialah tempat (distribusi). Philip Kotler (2002) menyatakan bahwa tempat (distribusi) adalah termasuk berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan agar produk dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan sasaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih tempat yaitu saluran pemasaran, cakupan pasar, pengelompokan pasar, lokasi, persediaan dan transportasi. Sebagian besar produsen tidak langsung menjual langsung menjual barang mereka kepada pemakai akhir. Diantara produsen dan pemakai terdapat saluran pemasaran, sekumpulan perantara pemasaran yang melakukan berbagai fungsi dan menyandang berbagai nama. Beberapa perantara seperti pedagang besar, membeli, mengambil alih hak dan menjual kembali barang dagangan itu, mereka disebut pedagang (merchants). Selain itu ada seperti pialang, perwakilan pemanufaktur, dan agen penjualan, mencari pelanggan yang dapat bernegosiasi atas nama produsen tetapi tidak memiliki hak atas barang itu, mereka disebut agen. Adapun fasilitator yaitu berfungsi sebagai membentu proses distribusi namun tidak memiliki hak atas barang, tidak menegosiasikan pembeli ataupun penjualan. (Kotler, 2002). 4. Promosi (Promotion) Promosi adalah alat bauran pemasaran yang meliputi semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produknya ke pasar sasaran. (Kotler, 2002). Bauran promosi tersebut menurut Philip Kotler (2002) antara lain adalah sebagai berikut: a. Periklanan yaitu semua bentuk penyajan dan promosi nonpersonal atas ide, barang atau jasa yang dilakukan perusahaan atau sponsor tertentu b. Promosi penjualan yaitu berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa. c. Hubungan
masyarakat
dan
publisitas
yaitu
berbagai
program
untuk
mempromosikan dan melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya. d. Penjualan pribadi yaitu interaksi lansung dengan satu calon pembeli atau lebih guna melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesan.
e. Pemasaran langsung yaitu penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail, dan alat penghubung lainnya untuk berkomunikasi secara langsung dengan atau mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu. 2.7. Konsep Segmentasi, Target, dan Posisi Pasar 1. Segmentasi Pasar terdiri dari banyak sekali pembeli yang berbeda dalam beberapa hal, misalnya keinginan, kemampuan keuangan lokasi, sikap pembelian dan praktek-praktek pembeliannya. Tidak ada cara tunggal dalam melakukan segmentasi pasar. Manajemen dapat melakukan pengkombinasian dari beberapa variable untuk mendapatkan suatu cara paling pas dalam segmentasi pasarnya. (Umar 2000) Beberapa variable utama untuk mesegmentasi pasarnya adalah: a. Komponen Geografis, seperti komponen bangsa, negara, provinsi dan kabupaten atau kotamadya. b. Komponen Demografis, seperti usia dan tahap daur hidup, jenis kelamin dan pendapatan. c. Komponen Psikografis, seperti kelas sosial, gaya hidup, dan kepribadian. d. Komponen Perilaku, seperti kesempatan, manfaat yang dicari, status pengguna, tingkat penggunaan, status esetiaan, tahap kesiapan pembeli,dan sikap. 2. Target Pasar Setelah segmen pasar diketahui, selanjutnya perusahaan perlu mengevaluasi dan dilanjutkan dengan memutuskan beberapa segmen pasar yang akan dicakup, lalu memilih segmen mana yang akan dilayani. (Umar, 2000) a. Ukuran dan Pertumbuhan Segmen, perusahaan harus mengumpulkan dan menganalisis tentang penjualan terakhir, proyeksi laju pertumbuhan penjualan dan margin laba yang diharapkan untuk berbagai segmen, lalu pilih segmen yang diharapkan paling sesuai. (Umar 2000) Contoh jasa outbound
PT Mandiri Kreasi
Bersaudara mempunyai pasar sendiri untuk merebut hati konsumennya yaitu dengan memiliki program-program yang mnemfokuskan pada peningkatan kualitas SDM yang dikemas dalam permainan outbound yang menarik dan kreatif sehingga PT Mandiri Kreasi Bersaudara mampu bersaing pada perusahaan-perusahaan besar.
b. Kemenarikan Struktual Segmen, suatu segmen mungkin mempunyai ukuran dan pertumbuhan yang sesuai dengan yang diharapkan, akan tetapi belum tentu menarik dari sisi profitabilitasnya, jadi perusahaan harus tetap mempelajari faktor-faktor yang struktual yang utama yang mempengaruhi daya tarik segmen dalam jangka panjang. c. Sasaran dan Sumber Daya, perusahaan harus mempertimbangkan sasaran dan sumberdayanya dalam kaitan dengan segmen pasar. Walau ada segmen yang bagus akan tetapi dapat ditolak jika tidak prosfektif dalam jangka panjang. Selanjutnya, walau segmen itu bagus dalam jangka panjang, tetap harus dipertimbangkan kemampuan perusahaan dalam menyediakan
sumberdayanya. Contohnya trainer
outbound yang dimiliki PT Mandiri Kreasi Bersaudara mempunya background di bidang pariwisata, pendidikan, manajemen, dan psikologi sehingga dapat memberikan pelayanan yang baik. 3. Posisi Pasar
Setelah perusahaan memutuskan segmen pasar yang akan dimasuki, selanjutnya harus diputuskan pula posisi mana yang akan ditempati dalam segmen tersebut. Jika perusahaan dapat menentukan posisinya sendiri sebagai yang memberikan nilai superior kepada sasaran terpilih, maka ia memperoleh keunggulan komparatif (Umar 2000). 2.8. Uji Validitas Uji Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu dapat mengukur variabel yang diukur. Jenis validitas menurut Anastasi dan Nunnaly dalam singarimbun dan Efendi (1989) dapat digolongkan menjadi: 1. Validitas Konstruksi untuk mencari kerangka konsep ada tiga digunakan, yaitu: a) Mencari definisi konsep yang dikemukakan para ahli yang ditulis dalam literatur. Definisi suatu konsep biasanya berisi kerangka dari konsep tersebut. Terkadang para ahli tidak memberikan definisi, tetapi memberikan kerangka konsep yang jelas. Terdapat definisi yang jelas dan cukup operasional untuk dijadikan dasar penyusunan alat ukur, definisi tersebut sudah dapat langsung dipakai untuk menyusun pertanyaan dalam kuesioner. b) Seandainya definisi konsep yang diukur tidak diperoleh dari literatur, periset harus mendefinisikan sendiri konsep tersebut. Untuk membentuk penyusunan
definisi dan mewujudkan definisi tersebut ke dalam bentuk yang operasional, periset disarankan untuk mendiskusikan konsep tersebut dengan para ahli yang kompeten di bidang tersebut. Kemudian pendapat para ahli dan pendapat periset dicari kesamaannya. c) Jika ternyata para ahli pun tidak ditentukan, maka periset menanyakan definisi konsep yang diukur kepada calon responden, atau orang orang yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden. Misalnya periset ingin mengukur konsep sistem informasi pemasaran. Untuk mendefinisikan konsep ini, periset dapat langsung menanyakan kepada beberapa calon responden terseleksi dengan ciri-ciri sistem informasi pemasaran yang efektif. Berdasarkan jawaban responden, kemudian disusun kerangka konsepnya. 2. Validitas Isi. Validitas isi adalah suatu pengukur untuk mengetahui sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua spek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Misalnya, seorang periset ingin mengukur konsep sistem informasi SDM. Jika didalam penyusun kuesioner si peneliti hanya memasukkan beberapa dimensi saja dari keseluruhan dimensi merupakan kerangka konsep untuk mengukur efektivitas sistem informasi SDM, maka alat yang disusun tidak memiliki validitas isi yang tinggi. 3. Validitas Prediktif. Alat pengukur yang dibuat oleh periset seringkali dimaksudkan untuk memprediksikan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Dalam riset bisnis yang bersifat riset sosial, cukup sering terjadi para periset bermaksud memprediksi apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, misalnya dalam upaya meningkatkan pendapatan perusahaan, seringkali diteliti sikap konsumen terhadap produk–produk perusahaan. Dengan pengukuran sikap ini dapat diketahui jenis produk apa yang disukai. 2.9. Uji Reliabilitas Realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Umar (2003), Reabillitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukuran di dalam mengukur gejala yang sama. Gejala prilaku tidak semantap gejala keuangan, maka dalam pengukuran gejala perilaku selalu diperhitungkan unsur kesalahan pengukuran (measurement error).
2.10. Importance Performance Analysis (IPA) Importance Performance Analysis merupakan suatu metode yang menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan (Brandt, 2000). Importance Performance Analysis menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan dalam grafik dua dimensi yang memudahkan penjelasan data dan mendapatkan usulan praktis. Interpretasi grafik IPA sangat mudah, dimana grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran importance-performance sebagaimana terlihat pada Gambar 2. A
B
Prioritas utama
Pertahankan prestasi
Y (Kepentingan)
C
D
Prioritas Rendah
Berlebihan X (kepuasan)
Gambar 2. Diagram Kartesius Kepuasan Konsumen (Supranto, 1991) Berikut penjelasan untuk masing-masing kuadran, yaitu: Kuadran A: Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting oleh konsumen namun kondisi pada saat ini belum memuaskan sehingga pihak manajemen berkewajiban mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk meningkatkan kinerja berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini merupakan prioritas untuk ditingkatkan. Kuadran B: Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang
bagi
kepuasan
konsumen
sehingga
pihak
manajemen
berkewajiban memastikan bahwa kinerja institusi yang dikelolanya dapat terus mempertahankan prestasi yang telah dicapai. Kuadran C: Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah dan sekaligus dianggap tidak terlalu penting bagi konsumen, sehingga pihak manajemen tidak perlu memprioritaskan atau terlalu memberikan perhatian pada faktor-faktor tersebut.
Kuadran D: Faktor-faktor yang terletak pada kuadran ini dianggap tidak terlalu penting sehingga pihak manajemen perlu mengalokasikan sumber daya yang terkait dengan faktor-faktor tersebut kepada faktor-faktor lain yang mempunyai prioritas penanganan lebih tinggi yang masih membutuhkan peningkatan. 2.11.
Customer Satisfaction Index (CSI) Customer Satisfaction index adalah metode pengukuran untuk menentukan tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas pelayanan jasa yang diukur. Hasil dari pengukuran CSI ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan sasaran terhadap peningkatan pelayanan kepada pelanggan. Menurut Stratford dalam Aminah, dkk (2008), metode pengukuran CSI meliputi
tahapan yaitu: 1. Menghitung Importance weighting factors (faktor kepentingan terbobot), yaitu mengubah nilai rataan tingkat kepentingan menjadi angka presentase dari total nilai rataan tingkat kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total importance weighting factors 100%. 2. Menghitung weighted score (skor terbobot) yaitu nilai perkalian antar nilai rataan tingkat kepuasan masing–masing atribut dengan importance weighting factors masing–masing atribut. 3. Menghitung weighted total (total terbobot), yaitu menjumlahkan weighted score dari semua atribut mutu jasa. 4. Menghitung satisfaction index (indeks kepuasan), yaitu weighted total dibagi skala maksimal yang digunakan (skala maksimal 5), kemudian dikalikan 100%. Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria tingkat kepuasan konsumen. Adapun kriterianya berdasarkan Aditiawarman dalam Aminah, dkk (2008), dengan kriteria sebagai berikut: 0,00 – 0,34
= Tidak puas
0,35 – 0,50
= Kurang puas
0,51 – 0,65
= Cukup puas
0,66 – 0,80
= Puas
0,81 – 1,00
= Sangat Puas
2.12. Uji Chi–Square Uji Chi–Square menurut Kountur (2005) adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengukur frekuensi dari dua variabel dengan banyak kategori untuk menentukan apakah ada hubungan antara kedua variabel. Uji Chi–Square merupakan salah satu uji statistik non parametrik, maka uji Chi–square dapat diterapkan untuk pengujian data nominal atau kategorik.