BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Konsumen 1. Pengertian Kepuasan Konsumen Untuk mengetahui masalah kepuasan konsumen terlebih dahulu harus didapati pengertian arti kepuasan itu sendiri. Kepuasan merupakan suatu respon emosi seseorang terhadap suatu hal yang tengah dihadapinya. Emosi berarti menunjukkan perasaan suka atau tidak suka terhadap suatu hal. Kepuasan merupakan kebutuhan dasar yang dapat digambarkan sebagai suatu hal yang menyenangkan. Dikemukakan oleh Lefrancois (dalam Sugiarto, 1999). Kebutuhan dasar ini muncul karena adanya dorongan-dorongan tertentu yang harus disalurkan. Rasa puas akan muncul jika dorongan tersebut dapat disalurkan dan begitu pula sebaliknya akan merasa tidak puas apabila dorongan-dorongan tersebut tidak dapat disalurkan. Arti dari kepuasan konsumen ini tidak lepas dari perilaku konsumen. Menurut Kotler (a; 1994) mengatakan bahwa perilaku konsumen didefinisikan sebagai
suatu tindakan yang langsung diterima oleh konsumen dalam
mendapatkan, mengkonsumsi serta memakai produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului tindakan tersebut. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa perilaku konsumen tadi terbagi menjadi dua bagian (Swastha, 2000) yang pertama adalah perilaku yang tampak, variabel-variabel yang termasuk di dalamnya adalah jumlah pembelian, waktu dan
proses transaksi yang dilakukan oleh konsumen, yang kedua adalah perilaku yang tidak tampak, variabel-variabelnya antara lain adalah persepsi, ingatan terhadap informasi, dan perasaan kepemilikan oleh konsumen. Perilaku konsumen menentukan dalam proses pengambilan keputusan membeli yang tahapnya dimulai dari pengenalan masalah yaitu berupa desakan yang membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya. Selanjutnya tahap mencari informasi tentang jasa yang dibutuhkan dan dilanjutkan pada tahap penyeleksian. Tahap berikutnya adalah keputusan pembelian dan diakhiri dengan perilaku sesudah pembelian dimana konsumen akan membeli lagi atau tidak, tergantung dari tingkat kepuasan yang didapat dari produk jasa tersebut (dalam Tjiptono,1999). Kepuasan
konsumen
adalah
tingkat
perasaan
konsumen
setelah
membandingkan dengan harapannya (dalam Engel dkk, 1994). Konsumen yang merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh produk atau jasa maka sangat besar kemungkinannya untuk menjadi konsumen dalam waktu yang lama. Kepuasan konsumen ini juga ada dorongan akan tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan dewasa ini yang semakin meningkat. Konsumen saat ini semakin kritis dan menuntut. Hal ini dapat diketahui dari keluhan-keluhan komsumen pada kolom media cetak. Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa informasi keluhan konsumen di media cetak tidak selalu dapat menjadi patokan yang tetap untuk melihat perilaku konsumen yang mengeluh.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen Richard Oliver (dalam Engel dkk, 1994) telah mempelopori penelitian dengan model diskonfirmasi harapan. Konsumen melakukan pembelian dengan harapan produk sesuai apa yang diharapkannya. Para peneliti mengidentifikasi tiga jenis harapan: 1. Kineija yang wajar. Suatu penilaian normatif yang mencerminkan kineija bahwa konsumen harus
menerima
sesuai
dengan
apa yang
sudah
dikeluarkannya. 2. Kineija yang ideal. Tingkat kinerja ideal yang optimum atau diharapkan. 3. Kineija yang diharapkan. Bagaimana kemungkinan kinerja nantinya. Ketiga
faktor
kepuasan
konsumen
tersebut
digunakan
untuk
membandingkan apa yang diharapkan oleh konsumen. Kebanyakan peneliti memandang penilaian kepuasan konsumen ini sebagai penilaian subjektif mengenai perbedaan antara harapan konsumen dengan kualitas pelayanan yang diberikan. Selain itu untuk melihat bahwa konsumen juga memanfaatkan atau menikmati evaluasi kineija atau pelayanan yang diberikan untuk konsumen. Perusahaan perlu memperhatikan pangsa pasar target dalam rangka mewujudkan kepuasan konsumen. Jadi, dalam hal ini pangsa pasar target merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen. Menurut Engel dkk (1994) pangsa pasar disini berupa, antara lain: 1. Komponen kepribadian {personality). Penelitian kepribadian selalu penting di dalam psikologi klinis. Dalam hal ini kepribadian konsumen lebih mengarah kepada kepribadian produk, yaitu keberanian, status pengguna,
2. Komponen Demografis. Bidang demografi ini mempelajari tentang istilah konsumen seperti usia, pendapatan, dan pendidikan. 3. Komponen Psikografis. Dalam hal ini lebih dikenal dengan sebutan gaya hidup (life style). Gaya hidup adalah pola yang digunakan orang untuk hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Antara lain; kepribadian, nilai, kepercayaan, dan pola perilaku (kesempatan, manfaat yang dicari, status pengguna, tingkat penggunaan, status kesetiaan, tahap kesiapan pembeli, dan sikap konsumen). Terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen (dalam Swastha, 2000), yaitu: 1. Faktor sosial budaya, yang terdiri dari kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, kelompok sosial dan referensi serta keluarga. 2. Faktor psikologis, yang terdiri dari motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap.
3. Aspek-aspek yang Merupakan Indikator Kepuasan Konsumen Kotler (1998) mengemukakan aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan konsumen dalam menerima kualitas pelayanan. Aspek-aspek tersebut antara lain adalah: 1.
Proses peningkatan kualitas pelayanan Yaitu semua aktivitas yang termasuk dalam mengidentifikasi, meriset dan mengembangan jasa baru secara cepat, meningkatkan kualitas pelayanan di kereta api, dengan kualitas pelayanan baik dan harga sesuai.
2. Proses manajemen sediaan (Fasilitas yang disediakan) Semua aktivitas yang berupa pengembangan dan pengolahan
untuk
meningkatan fasilitas yang disediakan bagi konsumen. 3. Proses pemesanan sampai dengan pembayaran (Administrasi) Semua aktivitas yang berupa pemesanan, menyetujui dan pembayaran. Dalam hal ini pemesanan tiket sampai dengan pembayaran atau pemberangkatan. 4. Proses pelayanan kepada konsumen Semua aktivitas yang berupa kemudahan konsumen untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan keinginan, menjawab dan menyelesaikan masalaha dari konsumen.
4. Langkah-langkah Untuk Menghilangkan Ketidakpuasan Konsumen Kotler (1994) mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan dalam usaha untuk menghilangkan ketidakpuasan dari konsumen antara lain: 1. Dengan mengirimkan surat pada konsumen bahwa konsumen telah memilih jasa yang baik. 2. Memberikan informasi mengenai tempat-tempat untuk pelayanan jasa tersebut. 3. Memasang iklan yang isinya orang tersebut merasa puas dengan pelayanan jasa yang telah diberikan. 4. Memberikan
buku
yang
berisi
petunjuk
ketidakcocokan terhadap jasa yang telah dibelinya.
yang
dapat
mengurang
5. Menyediakan sarana bagi konsumen untuk menyampaikan keluhan dan saransaran yang membangun untuk perusahaan tersebut. Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan, bahwa kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari perusahaan untuk konsumen sesuai dengan apa yang diharapkankan oleh konsumen. Harapan konsumen adalah adanya kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang didapatkan dari perusahaan tersebut. Penyampaian jasa ini dapat berupa pemberian informasi tentang produk atau fasilitas yang akan diperoleh ketika konsumen selama menggunakan jasa perusahaan atau kereta api. Apabila informasi ini sesuai dengan apa yang diperoleh konsumen maka akan menimbulkan persepsi yang baik dan menimbulkan kepuasan pada konsumen. Sebaliknya apabila informasi tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang diperoleh, maka konsumen akan merasa dirugikan dan menimbulkan rasa ketidakpuasan.
B. Persepsi Kualitas Pelayanan 1. Pengertian Persepsi Dalam suatu lingkungan sosial akan selalu teijadi proses komunikasi antara orang yang satu dengan orang yang lain, baik secara perorangan maupun kelompok. Dalam proses tersebut, siapapun yang mula-mula mengambil inisiatif akan selalu berubah dan berharap agar tujuannya dalam berkomunikasi dapat diterima dan dimengerti oleh orang yang menerima. Penerimaan inilah yang kita sebut dengan persepsi.
Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penciuman, dan penghayatan perasaan. Dasar untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi. Berikut ini beberapa definisi persepsi menurut para ahli. Proses pengorganisasian dan penginterpretasian data berdasarkan hasilhasil pengalaman sebelumnya. Persepsi akan menggambarkan pengenalan individu terhadap manusia, kondisi atau situasi yang berada dalam jangkauan stimulus sensoris {oleh Crow dan Crow, 1973). Ahli lain, Gibbons dkk (dalam Atkinson dkk, 1991) mengartikan persepsi sebagai proses pengenalan maupun proses pemberian arti oleh individu melalui proses belajar dan karakter obyek yang dipersepsi maupun faktor-faktor dalam diri individu seperti kepribadian dan harapan. Menurut Robbins (1996) persepsi adalah suatu proses yang mana individuindividu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Apa yang dipersepsikan oleh setiap individu akan cukup berbeda dengan kenyataan yang obyektif. Selanjutnya Irwanto (1994) mengatakan bahwa penangkapan dari berbagai gejala di luar diri individu melalui lima indera yang dimiliki manusia, proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antar gejala, maupun peristiwa) sampai rangsangan itu disadari dan dimengerti. Karena persepsi bukan hanya
sekedar penginderaan maka ada beberapa ahli lain yang mengatakan kalau persepsi merupakan penafsiran pengalaman. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Stimulus masuk ke pusat susunan syaraf yaitu otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat dan yang didengarnya, proses inilah individu mengalami persepsi. Karena itu proses penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi, dan proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari persepsi. Proses penginderaan akan selalu teijadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus melalui alat inderanya. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya, pendapat dari Branca, 1965, Woodworth dan Marquis, 1957 (dalam Walgito, 1994) Sedangkan menurut Davidoff (dalam Walgito, 1994) Stimulus yang diindera itu oleh individu diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan, sehingga individu menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera itu. Persepsi menurut Desiderato (dalam Rakhmat, 1999) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Persepsi adalah tahap kedua dalam upaya mengamati dunia kita, mencakup pamahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian. Kemudian persepsi diorganisir ke dalam bentuk dan dasar.
Bentuk ini dicirikan dalam potongan yang bagus dan kejelasan dalam perhatian. Dasar, sifatnya kabur tidak jelas dan tidak punya bentuk yang baik dan tidak jelas (dalam kamus lengkap psikologi). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang teijadi pada diri individu untuk mengolah, menafsirkan serta menarik hubungan tentang obyek, peristiwa, situasi dari lingkungan yang diterima oleh panca indera.
2. Pengertian Kualitas pelayanan Pelayanan dengan kualitas yang baik adalah keinginan konsumen dan merupakan suatu keberhasilan dari sebuah perusahaan. Oleh karena itu perusahaan yang baik adalah perusahaan yang selalu menjaga kualitas pelayanannya. Kualitas pelayanan yang baik akan menyebabkan konsumen merasa puas sehingga bersedia menggunakan jasa pelayanannya kembali di lain waktu. Kualitas pelayanan yang dirasakan oleh konsumen, didefmisikan oleh Parasuraman dkk (dalam Tjiptono, 1999) sebagai penilaian secara umum atau sikap yang berhubungan dengan keunggulan dari suatu pelayanan. Kualitas pelayanan yang dirasakan adalah kesimpulan dari perbandingan penampilan apa yang konsumen rasakan mengenai sebuah perusahaan dengan yang seharusnya mereka berikan. Definisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya kepada
konsumen untuk mengimbangi harapan dari konsumen. Menurut Wyckof (dalam, Tjiptono, 1999), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan dari konsumen. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu pelayanan yang diharapkan dan pelayanan yang diterima, oleh Parasuraman dkk (dalam Tjiptono, 1999). Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila pelayanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan dengan baik dan memuaskan. Jika pelayanan yang diterima melampaui
harapan konsumen,
maka kualitas
pelayanan yang
dipersepsikan merupakan kualitas ideal dan dirasakan atau diterima oleh konsumen. Sebaliknya jika kualitas pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas pelayanan yang dipersepsikan konsumen buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen secara tepat.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Bagian dari kebijakan pelayanan adalah kualitas pelayanan. Kualitas suatu pelayanan perlu ditentukan melalui aspek-aspeknya. Aspek dari kualitas pelayanan ini dapat dijelaskan berikut ini. Ada delapan aspek kualitas pelayanan yang dikembangkan oleh Garvin (dalam Tjiptono, 1999) yang dapat digunakan sebagai perencanaan dan analisis, antara lain adalah:
1. Kineija {performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah konsumen yang dapat naik, kemudahan dan kenyamanan dalam peijalanan, dan sebagainya. 2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan {features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti tempat duduk, AC, kamar mandi, bagasi barang, dan sebagainya. 3. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya kereta api tidak sering macet atau rusak pada waktu perjalanan. 4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya standar keamanan, seperti pengecekan kembali rel kereta api yang akan dilalui. 5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis pemakaian kereta api ini. Umumnya daya tahan kereta api buatan Eropa (kereta api baru) lebih baik daripada buatan dalam negeri (yang sudah lama). 6. Serviceability,
meliputi
kecepatan,
kompetensi,
kenyamanan,
mudah
direparasi; serta penanganan keluhan dari konsumen yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan, yang juga mencakup pelayanan perbaikan dan penyediaan komponen yang dibutuhkan.
7. Estetika, yaitu daya tank produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik dari kereta api yang menarik, model/desain, warna, penampilan interior di dalam gerbong, dan sebagainya. 8. Kualitas yang dipersepsikan {perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen pemakai jasa tersebut. Biasanya karena kurangnya pengetahuan konsumen akan ciri-ciri produk yang akan dibelinya, maka konsumen akan mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi perusahaan. Umumnya orang akan menganggap kereta api eksekutif sebagai jaminan kualitas pelayanannya yang lengkap. Karena harga dan gengsinya di lingkungan sosial masyarakat sekitarnya. Sementara itu beberapa pakar seperti Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono, 1999) melakukan penelitian khusus terhadap beberapa jenis jasa dan berhasil mengidentifikasikan sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan. Kesepuluh faktor tersebut menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry adalah sebagai berikut (1985): 1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi ketja dan kemampuan untuk dipercaya. Hal ini berarti perusahaan memberikan pelayanannya secara tepat semenjak saat pertama hingga akhir peijalanan. Selain itu juga berarti bahwa perusahaan yang bersangkutan berhasil memenuhi janjinya, misalnya memberikan pelayanannya sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. 2. Responsiveness, yaitu kemampuan dan kesiapan para pegawai untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen.
3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan pelayanannya untuk konsumen. 4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas pelayanannya mudah dijangkau, waktu untuk menunggunya tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan mudah untuk dihubungi, dan lain-lain. 5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, dan keramahan yang dimiliki oleh para pegawainya. 6. Communication, artinya memberikan informasi kepada konsumen dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan dari konsumen. 7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama perusahaan, reputasi perusahaan, karakteristik pribadi, dan hubungan dengan konsumen. 8. Security, yaitu aman dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan finansial, dan kerahasiaan. 9. Understanding,
yaitu
usaha
untuk
memahami
kebutuhan
konsumen.
Kebutuhan yang diinginkan oleh konsumen inilah yang mempengaruhi kepuasan konsumen. 10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari pelayanan, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang disediakan, perlengkapan yang dipakai untuk konsumen menunjang kenyamanan dalam peijalanan.
Dalam perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1988, menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (dalam Tjiptono, 1999) menyebutkan lima kriteria yang dipakai pelanggan dalam menilai kualitas pelayanan (rangkuman dari sepuluh faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan), yaitu: 1. Reliability atau keandalan. Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. 2. Tangibles atau bukti langsung Yaitu meliputi fasilitas fisik seperti gerbong dari KA, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan di dalam gerbong, perlengkapan peralatan selama peijalanan, penampilan para pegawai, dan sarana komunikasi. 3. Responsiveness atau daya tanggap Yaitu, respon atau kesigapan pegawai dalam membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan pegawai dalam melayani konsumen, kecepatan pegawai dalam menangani transaksi, dan penanganan perusahaan terhadap keluhan yang diberikan oleh konsumen. 4. Assurance atau jaminan Yaitu mencakup kemampuan pegawai atas: pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan
pelayanan,
keterampilan
dalam
memberikan
informasi,
kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memakai jasa yang di
berikan untuk konsumen, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan konsumen terhadap KA. Dimensi kepastian atau jaminan ini yang merupakan gabungan dari dimensi: 1) Kompetensi {Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para pegawai untuk melakukan pelayanan yang baik terhadap konsumen. 2) Kesopanan {Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para pegawai kepada konsumen. 3) Kredibilitas {Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan konsumen kepada perusahaan, seperti pelayanan, prestasi, reputasi dan sebagainya. Emphaty Yaitu perhatian secara individual yang diberikan KA untuk konsumen antara lain berupa kemudahan konsumen untuk mendapatkan tiket KA, kemampuan pegawai untuk berkomunikasi dan melayani para konsumen, dan usaha dari KA ini untuk memahami keinginan dan kebutuhan dari konsumen. Dimensi Emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi: 1) Akses {Access), meliputi kemudahan konsumen untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. 2) Komunikasi
{Communication),
merupakan kemampuan
melakukan
komunikasi dari pegawai untuk menyampaikan informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen.
3) Memahami konsumen (Understanding the Consumer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan konsumen.
4. Pengertian Persepsi Terhadap Kualitas Pelayanan Menilai kualitas suatu pelayanan yang tidak berwujud atau dalam hal ini pelayanan jasa memang relatif lebih sulit. Pelayanan sebenarnya dapat dipandang sebagai suatu barang yang berisi kumpulan kegiatan pelayanan yang diberikan untuk konsumen. Jenis pelayanan ini biasanya nampak oleh indera penglihatan manusia, misalnya saja pemesanan tiket sebelum berangkat, fasilitas makan, bantal maupun selimut. Sedangkan pelayanan yang tidak terlihat oleh indera penglihatan manusia adalah jenis pelayanan yang biasa disebut sebagai jasa implisit, yaitu keuntungan-keuntungan bersifat psikologis dan hanya dapat dirasakan secara samar, misalnya ada rasa aman barang-barang yang dibawa oleh konsumen ataupun terjamin segala sesuatunya, karena diatas kereta api dengan menempuh jarak yang panjang dan membutuhkan waktu yang cukup lama maka sebisa mungkin semua kebutuhan dan kebiasaan manusia dipenuhi oleh pihak kereta api, misalnya ada kamar mandinya atau ruang makannya. (Fitzsimmons dan Fitzsimmons, dalam Tjiptono, 1999). Kualitas harus dimulai dari kebutuhan konsumen dan diakhiri dengan persepsi dari konsumen (b; Kotler, 1994). Hal ini berarti bahwa citra dari kualitas pelayanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Konsumen yang memakai dan menikmati pelayanan jasa, sehingga
konsumenlah yang seharusnya menentukan kualitas pelayanan mana yang baik. Persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan dari suatu jasa. Namun perlu diperhatikan bahwa kineija jasa seringkali tidak konsisten, sehingga konsumen memberikan penilaian yang kurang bagus terhadap jasa tersebut. Oliver (dalam Tjiptono, 1999) berpendapat bahwa faktor penentu kualitas pelayanan adalah kesesuaian antara keadaan pelayanan yang diberikan untuk konsumen dari penyedia pelayanan dalam hal ini adalah suatu perusahaan transportasi. Menurut Binter dan Parasuraman dkk (dalam Tjiptono, 1999), menggambarkan persepsi terhadap kualitas pelayanan adalah sebagai hasil dari perbandingan antara keadaan pelayanan dengan pelayanan yang sempuma atau pelayanan yang baik memang menjadi hak konsumen.
5.
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Persepsi
Terhadap
Kualitas
Pelayanan Berdasarkan hasil survey pelayanan yang meliputi kepentingan dan penyajiannya (Kotler, b; 1994), faktor-faktor yang diinginkan oleh konsumen terhadap pelayanan jasa yang diberikan, sebagai berikut sesuai dengan tingkatannya adalah sebagai berikut: a. Pelayanan dikeijakan saat itu juga ketika permintaan dilakukan. b. Tanggapan yang cepat dari perusahaan terhadap suatu permasalahan atau keluhan dari konsumen. c. Jaminan pekeijaan yang cepat pada saat melayani konsumen.
d. Mampu mengeijakan semua pekerjaan yang dibutuhkan. e. Pelayanan tersedia ketika saat dibutuhkan. f. Pelayanan yang ramah dan adil. g. Siap dan sesuai dengan yang dijanjikan kepada konsumen. h. Penyajian hanya untuk pelayanan yang diperlukan. i. Pemberesan setelah selesai penyajian pelayanan.
6. Aspek-aspek Yang Merupakan Indikator Persepsi Terhadap Kualitas Pelayanan. Selain itu ada ahli lain yang menemukan aspek-aspek yang mempengaruhi persepsi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan untuk konsumen. Gronroos (dalam Tjiptono, 1999) berpendapat ada enam unsur yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan yang diterima, yaitu: 1. Kemampuan yang profesional. Kriteria yang pertama ini adalah dimana konsumen menyadari bahwa perusahaan, pegawai, dan sumberdaya fisik, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan keluhan yang disampaikan oleh konsumen.
3. Akses yang mudah. Konsumen merasa bahwa penyedia jasa, jam keija, pegawai, dan sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga konsumen dapat melakukan akses dengan mudah. 4. Kepercayaan. Konsumen memahani bahwa apapun yang teijadi, konsumen dapat memberikan kepercayaan segala sesuatunya terhadap perusahaan jasa beserta pegawainya. 5. Penanganan Konsumen menyadari bahwa jika ada kesalahan yang tidak diharapkan, maka perusahaan jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan masalah yang tepat. 6. Reputasi Konsumen menyakini bahwa operasi dari perusahaan jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya. Dari keterangan tersebut di atas, persepsi individu muncul karena adanya interpretasi berdasarkan hasil dari pengalaman sebelumnya. Persepsi terhadap kualitas pelayanan berarti interpretasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan jasa kepada konsumen selama menggunakan jasa kereta api. Persepsi konsumen terhadap kualitas
pelayanan didasarkan
pada
penilaian yang
menyeluruh atas keunggulan jasa tersebut berdasarkan pengalaman atau seringnya konsumen dalam menggunakan jasa tersebut
C. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Konsumen Pemakai Jasa Transportasi Kereta Api Kualitas pelayanan merupakan faktor penting yang dalam memberikan pelayanan terhadap konsumen. Pelayanan yang baik, yang sesuai dengan yang diharapkan konsumen akan menumbuhkan rasa kepuasan dan kepercayaan konsumen dalam menikmati produk atau jasa yang digunakannya. Sebaliknya, kualitas pelayanan yang buruk atau tidak sesuai dengan yang digarapkan konsumen akan menyebabkan munculnya rasa tidak puas pada diri konsumen. Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan atau hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan antara konsumen dengan perusahaan akan memungkinkan perusahaan untuk memahami harapan dari konsumen serta kebutuhan konsumen. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan konsumen dengan cara memaksimalkan kualitas pelayanan perusahaan yang dapat menyenangkan konsumen dan meminimalkan kualitas pelayanan yang membuat konsumen kecewa. Pada gilirannya kepuasan konsumen dapat menciptakan kepercayaan dan kesetiaan konsumen kepada perusahaan yang memberikan kualitas pelayanan yang memuaskan. Banyak dimensi kualitas pelayanan yang harus diperhatikan oleh perusahaan jasa, terutama dalam menetapkan biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk membayar jasa yang menjadi haknya. Biaya yang ditetapkan harus kompetitif dengan pesaing-pesaing lainnya dalam industri jasa.
Dalam konteks kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen, telah mencapai tingkat yang tinggi bahwa harapan konsumen terhadap kualitas yang diberikan memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas pelayanan maupun kepuasan konsumen. Menurut Olson dan Dover (dalam Tjiptono, 1999), harapan konsumen merupakan keyakinan dari konsumen sendiri sebelum mencoba atau memilih jasa tersebut, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widyaningrum (1997) yang melihat ada hubungan antara persepsi terhadap Brand Image dan Kualitas Palayanan terhadap Perilaku Ulang Pengambilan Kredit pada perum Pegadaian yang menghasilkan kesimpulan bahwa secara umum cukup baik walaupun hasilnya bervariasi. Pada saat ini penerapan manajemen kualitas pelayanan dalam industri jasa telah menjadi kebutuhan pokok apabila industri jasa ingin berkompetisi dalam pasar domestik Indonesia. Tuntutan konsumen Indonesia terhadap tingkat pelayanan yang diberikan oleh produsen industri jasa telah meningkat. Hal ini dapat ditunjukkan melalui hasil Riset Kepuasan Konsumen yang terdapat dalam majalah SWA Edisi 7-27 Maret 1996, hal. 53. Dalam riset kepuasan konsumen itu, skor yang digunakan adalah 1 sampai 7, dimana 7 merupakan skor paling ideal untuk kualitas pelayanan, sedangkan 1 merupakan skor paling jelek untuk kualitas pelayanan. Hasil yang diperoleh adalah rata-rata nilainya 6, dapat dilihat kalau kualitas pelayanan sangat mempengaruhi kepuasan konsumen. Hubungan antara persepsi terhadap kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen itu sendiri adalah kepuasan konsumen terhadap kualitas pelayanan
adalah hasil dari perbandingan antara harapan konsumen (sebelum menerima kualitas pelayanan) dan pengalaman konsumen (setelah menerima kualitas pelayanan). Jika harapannya terpenuhi, maka konsumen akan puas dan persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan yang diberikan ini positif, dan sebaliknya jika tidak terpenuhi maka konsumen tidak puas dan persepsinya terhadap kualitas pelayanan yang diberikan negatif. Kualitas pelayanan yang diterima oleh konsumen kurang atau tidak sesuai dengan harapan dari konsumen, maka konsumen akan merasa tidak puas. Sedangkan jika kualitas pelayanan yang diterima konsumen melebihi harapan konsumen, konsumen merasa bahagia dan lebih dari sekedar puas. Nantinya akan menimbulkan rasa percaya dalan diri konsumen untuk selalu memakai maupun akan memakainya lagi jika konsumen membutuhkannya. Konsep utama dari bisnis jasa adalah mutu pelayanan dengan konsumen. Kereta api eksekutif Taksaka merupakan salah satu bisnis jasa, maka konsep utama dari kereta api eksekutif Taksaka adalah mutu pelayanan dengan konsumen. Dari konsep inilah antara kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen hubungan keduanya sangat erat. Dari sinilah semakin terdoronglah banyak perusahaan yang ingin meningkatkan kualitas pelayanan daripada peningkatan jumlah jasa yang akan diberikan. Lebih baik sedikit tapi keuntungannya banyak daripada banyak tapi keuntungan yang diperolehnya tidak sebanyak yang dikeluarkan untuk biaya penambahan jumlah jasa.
Persepsi konsumen terhadap kualitas pelayanan yang diterima dipengaruhi oleh faktor psikologis yang mempengaruhi konsumen untuk memilih jasa tersebut. Teori psikologis dapat memberikan pengetahuan yang sangat penting tentang alasan-alasan yang berhubungan dengan pembelian seseorang. Proses pembelian dan penjualan tidak bisa lepas dari kepribadian individu baik itu perusahaan maupun konsumen. Kepribadian disini dapat didefinisikan sebagai serangkaian sikap dan kepercayaan seseorang yang dicerminkan dalam perilaku konsumen (dalam Swastha, 2000). Pengaruh dan sifat kepribadian konsumen terhadap pandangan dan perilaku pembeliannya adalah sangat umum, yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam teori Psikoanalitis. Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari perusahaan kepada konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan oleh konsumen. Karena berbagai faktor yang dipersepsikan konsumen dan perusahaan, maka jasa sering disampaikan dengan cara yang berbeda dengan apa yang sudah dipersepsikan oleh konsumen. Dari keterangan di atas, maka peneliti mencoba mencari hubungan dan antara persepsi terhadap kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen pemakai jasa kereta api eksekutif Taksaka. Dipilihnya kereta api eksekutif Taksaka karena kereta ini telah menjadi sarana transportasi yang memiliki tingkat kualitas pelayanan yang cukup memadai dan salah safu andalan 4ari pihak Kereta Api Indonesia (KAI).
34 D. Hipotesis Ada hubungan yang positif antara persepsi terhadap kualitas pelayanan dengan kepuasan konsumen pemakai jasa kereta api eksekutif Taksaka.