4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Merek Menurut Aaker dalam Durianto dkk (2001) merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual tertentu, atau membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan para pesaing. Menurut Susanto (2004) merek merupakan kombinasi nama, kata, simbol dan desain kemasan yang menjadi ciri khas suatu produk yang membedakannya dengan pesaingnya. Merek merupakan suatu sarana bagi perusahaan untuk mengembangkan dan memelihara loyalitas pelanggan. Sekitar 70 % pelanggan menggunakan merek sebagai petunjuk alam membuat keputusan pembelian. Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melindungi dan meningkatkan merek. Kotler (2002) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo atau simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu. Engel dkk (1994) mengemukakan bahwa merek memiliki tiga dimensi. Dimensi pertama adalah atribut fisik (physical atribute), seperti warna, harga, bahan. Dimensi kedua adalah atribut fungsional (functional atribute) atau konsekuensi pemakaian suatu merek. Dimensi ketiga adalah karakterisasi, kepribadian merek sebagaimana dirasakan oleh konsumen. Elemen-elemen ini diperantarai oleh pengolahan informasi dari individu yang berinteraksi dengan merek itu cocok atau tidak cocok dengannya. Menurut Stanton dalam Rangkuti (2004) merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual. Dengan demikian, merek mempunyai dua unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-
5
huruf atau kata-kata yang dapat terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain atau warna tertentu yang spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek berguna untuk mempermudah konsumen, untuk mengenali dan mengidentifikasi barang dan jasa yang hendak dibeli. 2.2. Pengertian Ekuitas Merek (Brand Equity) Ekuitas Merek (Brand Equity) adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Aset dan liabilitas harus mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau sebuah simbol sehingga jika dilakukan perubahan terhadap nama dan simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang mendasari dasar ekuitas merek akan berubah pula. (Durianto dkk,2001). Analisis ekuitas merek merupakan kegiatan memperoleh informasi untuk menyusun strategi agar suatu merek menjadi merek yang kuat. Kegiatan penyusunan strategi tersebut meliputi kegiatan menciptakan, mengembangkan, mengimplementasikan, dan mengelola merek secara terus menerus sampai merek tersebut menjadi kuat. Menurut Kapferer dalam Rangkuti (2004), apabila suatu konsep merek yang kuat dapat dikomunikasikan secara baik kepada pasar sasaran yang tepat, maka merek tersebut akan menghasilkan brand image yang dapat mencerminkan identitas merek yang jelas. Pembahasan mengenai merek saat ini dapat dibedakan menjadi dua pendekatan besar, yaitu: 1.
Pembahasan mengenai konsep merek yang dikembangkan oleh manajemen.
2.
Pembahasan mengenai konsep brand image yang dikembangkan oleh pelanggan. Pembahasan konsep merek yang dikembangkan oleh manajemen adalah
menyususn visi, misi, serta nilai suatu merek, lalu pelanggan memberikan respons terhadap merek tersebut, misalnya dengan membentuk asosiasi, kesan dan persepsi, tergantung pada situasi yang terbentuk. Terdapat proses yang berurutan dan saling berkaitan antara brand manager dan pelanggan. Tugas brand manager adalah merumuskan tujuan perusahaan kedalam suatu merek. Cara untuk mengetahui apakan tujuan tersebut telah tercapai atau belum dilakukan
6
serangkaian penelitian berupa analisis ekuitas merek dikaitkan dengan nilai yang dimiliki oleh suatu merek. Menurut Aaker dalam Durianto dkk (2001), ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: 1.
Kesadaran merek (brand awareness) Menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tersebut.
2.
Asosiasi merek (brand association) Mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga pesaing, selebritis, dan lain-lain.
3.
Persepsi kualitas (Perceived quality) Mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
4.
Loyalitas merek (brand loyalty) Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk.
5.
Aset-aset merek lainnya (other proprietary brand asset) Empat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek lainnya dikenal dengan
elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas merek yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut. Konsep
ekuitas merek ini dapat ditampilkan pada Gambar
1,
yang
memperlihatkan kemampuan ekuitas merek dalam menciptakan nilai bagi perusahaan atau pelanggan atas dasar lima kategori aset yang telah disebutkan. Durianto dkk (2001) menyatakan bahwa ekuitas merek merupakan aset yang dapat memberikan nilai tersendiri di mata pelanggannya. Aset yang dikandungnya dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek. Ekuitas merek memberikan nilai
7
bagi konsumen dan perusahaan, nilai-nilai yang didapat oleh perusahaan dalam bentuk: Persepsi Kualitas Asosiasi Merek
Kesadaran Merek
Loyalitas Merek
Ekuitas merek (Nama, Simbol)
Memberikan nilai kepada pelanggan dengan memperkuat: 1. Interpretasi/proses informasi 2. Rasa percaya diri dalam pembelian 3. Pencapaian kepuasan dari pelanggan
Aset-aset merek yang lain Memberikan nilai kepada perusahaan dengan memperkuat: 1. Efisiensi dan efektivitas program pemasaran 2. Loyalitas merek 3. Harga/laba 4. Perluasan merek 5. Peningkatan perdagangan 6. Keuntungan kompetitif
Gambar 1. Konsep Ekuitas Merek (Durianto dkk, 2001) 1.
Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama. Promosi yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Ekuitas merek yang kuat dapat menghilangkan keraguan konsumen terhadap kualitas merek.
2.
Empat dimensi ekuitas merek: kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasiasosiasi, dan aset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian konsumen. Seandainya kesadaran merek, persepsi kualitas, asosiasi-asosiasi tidak begitu penting dalam proses pemilihan merek, ketiganya tetap dapat mengurangi keinginan atau rangsangan konsumen untuk mencoba merekmerek lain.
3.
Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon inovasi yang dilakukan para pesaing. Loyalitas merek adalah salah satu kategori ekuitas merek yang dipengaruhi oleh kategori ekuitas merek lainnya. Kategori-kategori ekuitas merek lainnya juga berhubungan satu sama lain. Persepsi kualitas dapat dipengaruhi
oleh kesadaran merek. Nama merek
dapat memberikan kesan bahwa produk dibuat dengan baik (persepsi kualitas), diyakinkan oleh asosiasi dan loyalitas (seorang konsumen yang loyal tidak akan menyukai produk yang kualitasnya rendah).
8
4.
Asosiasi merek juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning maupun strategi perluasan produk. Suatu analisis terhadap portofolio merek sangat diperlukan untuk mengetahui efektivitas dari perluasan merek yang telah dilakukan.
5.
Salah satu cara memperkuat ekuitas merek adalah dengan melakukan promosi besar-besaran yang membutuhkan biaya besar. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang lebih tinggi dengan menerapkan
premium
price
(harga
premium),
dan
mengurangi
ketergantungan pada promosi sehingga dapat diperoleh laba yang lebih tinggi. 6.
Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang memiliki ekuitas merek tersebut.
7.
Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi. Toko, super market dan tempattempat penjualan lainnya tidak akan ragu-ragu untuk menerima suatu produk dengan ekuitas merek yang kuat yang sudah terkenal untuk dijual kepada konsumen. Produk dengan ekuitas merek yang kuat akan dicari oleh pedagang karena mereka yakin bahwa produk dengan merek tersebut akan memberikan keuntungan bagi mereka. Ekuitas merek yang kuat membuat saluran distribusi dapat berkembang sehingga semakin banyak tempat penjualan yang pada akhirnya akan memperbesar volume penjualan produk tersebut.
8.
Aset-aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing. Bila dimensi utama dari ekuitas merek yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek sudah sangat kuat, secara otomatis aset ekuitas merek lainnya juga akan kuat. Contohnya kesetiaan perantara maupun pemasar (diler, grosir, dll) sangat tergantung pada kekuatan empat elemen utama dari ekuitas merek. Umumnya, mereka tidak ragu lagi terhadap perusahaan yang memiliki ekuitas merek kuat, sehingga kepercayaan untuk memasarkan produknya semakin meningkat. Hal
9
tersebut menyebabkan penekanan riset ekuitas merek diberikan pada keempat elemen utama dari ekuitas merek, sedangkan aset ekuitas merek lainnya akan secara otomatis terimbas oleh kekuatan dari keempat elemen utama tersebut. 2.2.1 Kesadaran Merek (Brand Awareness) Durianto, dkk (2001), Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Menurut Shimp (2000), kenal akan merek mencerminkan tingkat kesadaran yang cenderung dangkal, sedangkan kemampuan mengingat merek mencerminkan tingkat kesadaran lebih dalam. Kesadaran merek membutuhkan continuum ranging (jangkauan kontinum) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kelompok produk. Durianto dkk (2001) menyatakan jangkauan kontinyu dapat terwakili dalam tingkatan kesadaran merek yang berbeda yang dapat digambarkan dalam suatu piramida pada Gambar 2.
Puncak Pikiran (Top of Mind) Pengingatan kembali merek (Brand Recall) Pengenalan merek (Brand Recognition)
Tidak menyadari merek (Brand Unaware) Gambar 2. Piramida Brand Awarenes (Durianto, dkk, 2001)
10
1.
Brand Unaware (tidak menyadari merek) Tingkat ini merupakan tingkat terendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek
2.
Brand Recognition (pengenalan merek) Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini penting pada saat seorang pembeli memilih suatu merek pada saat melakukan pembelian. Tahap ini disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali dengan bantuan (aided recall)
3.
Brand Recall (pengingatan kembali merek) Tingkatan ini disebut juga sebagai tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan (unaided recall) karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Brand recall didasarkan pada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk.
4.
Top of Mind (puncak pikiran) Tingkatan kesadaran merek tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang ada dalam pikiran konsumen. Top of mind menggambarkan merek yang pertama kali diingat responden atau pertama kali disebut ketika seseorang ditanya tentang suatu kategori produk. Peran kesadaran merek terhadap ekuitas merek dapat dipahami dengan
membahas bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai. Penciptaan nilai ini dapat dilakukan paling sedikit dengan empat cara yaitu: 1.
Anchor to which other association can be attached (jangkar yang menjadi cantolan bagi asosiasi lain) Suatu merek dapat digambarkan seperti suatu jangkar dengan beberapa rantai. Rantai menggambarkan asosiasi dari merek tersebut.
2.
Familiarity-Liking (rasa suka) Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dan terbiasa dengan merek kita, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek yang kita pasarkan.
11
3.
Substance/Commitment (substansi/komitmen) Kesadaran akan nama dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Secara logika, suatu nama dikenal karena beberapa alasan, mungkin karena program iklan perusahaan yang ekstensif, jaringan distribusi yang luas, ekstensi yang sudah lama dalam indistri, dll. Jika kualitas dua merek sama, kesadaran merek akan menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian konsumen.
4.
Brand to Consider (Mempertimbangkan merek) Langkah pertama dalam suatu langkah pembelian adalah menyeleksi dari suatu kelompok merek-merek yang dikenal untuk dipertimbangkan merek mana yang akan diputuskan dibeli. Merek yang memiliki top of mind yang tinggi mempunyai nilai yang tinggi. Suatu merek tidak tersimpan dalam ingatan, maka merek tersebut tidak dipertimbangkan di benak konsumen. Merek-merek yang biasanya disimpan dalam ingatan konsumen adalah merek yang disukai atau merek yang dibenci. Pengenalan maupun pengingatan merek akan melibatkan upaya
mendapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk. Brand awareness dapat dicapai dan diperbaiki dengan beberapa cara berikut: 1.
Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan tampil beda dibandingkan dengan lainnya serta harus ada hubungannya antara merek dengan kategori produknya.
2.
Memakai slogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membatu konsumen untuk mengingat merek.
3.
Jika merek memiliki simbol, hendaknya simbol yang dipakai dapat dihubungkan dengan mereknya.
4.
Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat pelanggan.
5.
Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai kategori produk, merek, atau keduanya.
12
6.
Melakukan pengulangan untuk meningkatkan pengingatan karena membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan (Durianto dkk, 2001)
2.2.2 Asosiasi Merek (Brand Association) Brand association (Asosiasi merek) adalah segala kesan yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan yang terkait merek akan semakin meningkat dengan semakin banyakya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek atau dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam strategi konsumsinya, ditambah lagi jika kaitan tersebut didukung oleh suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Suatu merek yang telah mapan akan memiliki posisi menonjol dalam persaingan bila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi merek yang saling berhubungan akan menimbulkan suatu rangkaian yang disebut brand image. Semakin banyak asosiasi yang saling berhubungan, semakin kuat brand image yang dimiliki oleh merek tersebut. (Durianto dkk, 2001). Menurut Rangkuti (2004), Asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para pelanggan karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dengan merek yang lain. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu: 1.
Dapat membantu proses penyusunan informasi Asosiasi-asosiasi yang terdapat pada suatu merek, dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang dapat dengan mudah dikenal oleh pelanggan.
2.
Perbedaan Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan satu merek dari merek yang lain.
3.
Alasan untuk membeli Asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak.
13
4.
Penciptaan sikap atau perasaan positif Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.
5.
Landasan untuk perluasan Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu merek perluasan merek, yaitu dengan menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru. Asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image) menjadi
pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya pada merek tersebut. Banyak sekali didapati kemungkinan asosiasi dan variasi dari brand association yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi perusahaan maupun dari sisi pengguna. Menurut Durianto dkk (2001), berbagai fungsi asosiasi merek tersebut adalah: 1.
Help process/retrieve information (Membantu proses penyusunan informasi) Asosiasi-asosiasi dapat membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan. Sebuah asosiasi dapat menciptakan informasi padat bagi pelanggan yang memberikan suatu cara untuk menghadapinya.
2.
Differentiate (Membedakan) Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu merek dari merek yang lain.
3.
Reason to buy (Alasan pembelian) Brand association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi konsumen (customer benefits) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.
4.
Create positive attitude/feelings (Menciptakan sikap atau perasaan positif) Beberapa asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi tersebut dapat menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman
14
mereka sebelumnya serta pengubahan pengalaman tersebut menjadi sesuatu yang lain daripada yang lain. 5.
Basis for extentions (Landasan untuk perluasan) Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan menciptakan rasa kesesuaian (sense of fit) antara merek dan sebuah produk baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut. Asosiasi-asosiasi
yang
terkait
dengan suatu
merek
umumnya
dihubungkan dengan berbagai hal berikut (Durianto dkk, 2001): 1.
Product attributes (Atribut produk) Mengasosiasikan atribut atau karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan. Mengembangkan asosiasi semacam ini efektif karena jika atribut tersebut bermakna, asosiasi dapat secara langsung diterjemahkan dalam alasan pembelian suatu merek.
2.
Intangibles attributes (Atribut tak berwujud) Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas,
kemajuan teknologi, atau kesan nilai yang
mengikhtisarkan serangkaian atribut yang objektif. 3.
Customer’s benefits (Manfaat bagi pelanggan) Karena sebagian besar atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka biasanya terdapat hubungan antar keduanya. Manfaat bagi pelanggan dapat dibagi menjadi dua, yaitu rational benefit (manfaat rasional) dan psychological benefit (manfaat psikologis). Manfaat rasional berkaitan erat dengan atribut dari produk yang dapat menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Manfaat psikologis sering kali merupakan konsekuensi ekstrem dalam proses pembentukan sikap, berkaitan dengan perasaan yang ditimbulkan ketika membeli atau menggunakan merek tersebut.
15
4.
Relative price (Harga relatif) Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua dari tingkat harga.
5.
Application (Penggunaan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau aplikasi tertentu.
6.
User/customer (Pengguna/pelanggan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut.
7.
Celebrity/person (orang terkenal/khalayak) Mengaitkan orang terkenal atau artis dengan sebuah merek dapat mentransfer asosiasi kuat yang dimiliki oleh orang terkenal ke merek tersebut.
8.
Life style/personality (Gaya hidup/kepribadian) Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hamper sama.
9.
Product class (Kelas produk) Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya.
10. Competitors (Para pesaing) Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai atau bahkan mengungguli pesaing. 11. Country/geographic area (Negara/wilayah geografis) Sebuah Negara dapat menjadi simbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk, bahan, dan kemampuan. Asosiasi tersebut dapat dieksploitasi dengan mengaitkan merek pada sebuah negara. 2.2.3 Persepsi kualitas (Perceived quality) Perceived quality dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Perceived
16
quality merupakan persepsi dari pelanggan, maka perceived quality tidak dapat ditentukan secara obyektif. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa, maka dapat dikatakan bahwa membahas perceived quality berarti akan membahas keterlibatan dan kepentingan pelanggan (Durianto dkk, 2001) Garvin dalam Durianto (2001), mengemukakan tujuh dimensi persepsi kualitas,yaitu: 1.
Kinerja Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama,
misalnya
karakteristik operasional mobil adalah kecepatan, akselerasi, sistem kemudi, serta kenyamanan. Faktor kepentingan pelanggan berbeda satu sama lain, seringkali pelanggan mempunyai sikap yang berbeda dalam menilai atribut-atribut kerja ini. Kecepatan akan dinilai tinggi oleh sebagian pelanggan, namun dianggap tidak relevan atau dinilai rendah oleh sebagian pelanggan lain yang lebih mementingkan atribut kenyamanan. 2.
Pelayanan Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk tersebut
3.
Ketahanan Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut
4.
Keandalan Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu pembelian ke pembelian berikutnya
5.
Karakteristik produk Bagian-bagian tambahan dari produk, seperti remote control sebuah video, tape deck, sistem WAP untuk telepon genggam. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai perkembangan.
17
6. Kesesuaian dengan spesifikasi Pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan teruji. 7.
Hasil Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan “hasil akhir” produk yang baik maka kemungkinan produk tersebut tidak akan mempunyai atribut kualitas lain yang penting. Secara umum, perceived quality dapat menghasilkan nilai-nilai sebagai
berikut (Durianto dkk, 2001): 1.
Alasan untuk membeli Keterbatasan informasi, uang, dan waktu membuat keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi oleh perceived quality suatu merek yang ada dibenak konsumen, sehingga sering kali alasan keputusan pembeliannya hanya didasarkan kepada perceived quality dari merek yang akan dibelinya.
2.
Diferensiasi atau posisi Salah satu karakteristik yang penting dari merek produk adalah posisinya dalam dimensi perceived quality , apakah merek tersebut merupakan yang terbaik atau sama baiknya dengan merek lainnya, apakah merek tersebut lebih ekonomis, super optimum, atau optimum.
3.
Harga premium Salah satu keuntungan dari perceived quality adalah memberikan ruang pilihan dalam menentukan premium price (harga premium). Harga premium dapat meningkatkan laba yang secara langsung dapat meningkatkan profitabilitas.
4.
Perluasan saluran distribusi Perceived quality mempunyai arti penting bagi para pengecer, distributor, dan saluran distribusi lainnya. Para pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi penyalur produk atau merek dengan perceived quality yang tinggi, yang berarti dapat semakin memperluas distribusi dari merek perceived quality produk tersebut,
18
5.
Perluasan merek Suatu merek produk dengan perceived quality yang kuat dapat dieksploitasi kearah perluasan merek. Merek dengan kuat dapat digunakan untuk memperkenalkan kategori produk baru. Merek dengan merek yang perceived quality-nya kuat akan mempunyai kemungkinan sukses yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang perceived quality-nya lemah sehingga perluasan produk dari merek dengan perceived quality yang kuat memungkinkan perolehan pasar yang lebih besar lagi. Sedemikian pentingnya peran perceived quality bagi suatu merek
sehingga upaya membangun perceived quality yang kuat perlu memperoleh perhatian serius agar perusahaan dapat merebut dan menaklukan pasar di setiap kategori produk. Membangun perceived quality harus diikuti dengan peningkatan kualitas nyata dari produknya karena akan sia-sia meyakinkan pelanggan bahwa kualitas merek produknya adalah tinggi bilamana kenyataan menunjukkan kebalikannya. upaya tersebut dalam jangka panjang akan menjadi boomerang. Hal ini karena pelanggan yang pada tahap awal memutuskan untuk membeli produk karena perceived quality-nya, pada gilirannya akan sampai kepada tahap evaluasi yang menghantarkannya kepada rasa puas atau tidak puas. Pelanggan yang tidak puas akan merasa dikecewakan sehingga perceived quality yang dimiliki pada awalnya berganti dengan kesan benci karena merasa dibodohi. Kejadian tersebut menyebabkan kemungkinan perpindahan merek yang sangat besar di kemudian hari. Hal ini dapat pula terjadi untuk pelanggan lama yang dalam pembelian yang kesekian kalinya mengalami kejadian serupa seperti pembeli pemula di atas. Intinya adalah jika pengalaman penggunaaan dari para pelanggan tidak sesuai dengan kualitas yang diposisikan maka citra perceived quality tidak dapat dipertahankan. Berikut adalah berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam membangun perceived quality (Durianto dkk, 2001):
19
1.
Komitmen terhadap kualitas Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap kualitas serta memelihara kualitas secara terus-menerus. Upaya memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin dalam tindakan tanpa kompromi.
2.
Budaya Kualitas Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan budaya maka kualitas yang harus dimenangkan.
3.
Informasi masukan dari pelanggan Pelanggan yang mendefinisiskan kualitas dalam membangun perceived quality. Sering kali para pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap penting oleh pelanggannya, maka perusahaan perlu secara berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya sehingga diperoleh informasi yang akurat.
4.
Sasaran/standar yang jelas Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang jelas, dapat dipahami, dan diprioritaskan.
5.
Kembangkan karyawan yang inisiatif Karyawan harus dimotivasi dan diizinkan untuk berinisiatif serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.
2.2.4 Loyalitas merek (Brand Loyalty) Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain. Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada sebuah merek tidak akan dengan mudah memindahkan
20
pembeliannya ke merek lain, apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Brand loyalty merupakan salah satu indikator inti dari brand equity yang jelas terkait dengan peluang penjualan, yang berarti pula jaminan perolehan laba perusahaan di masa mendatang. Pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternative merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Banyak pelanggan dari suatu merek masuk dalam kategori ini berarti merek terse4ut memiliki brand equity yang kuat (Durianto dkk, 2001). Pengelolaan dan pemanfaatan yang benar mambuat brand loyalty dapat menjadi aset strategis bagi perusahaan. Beberapa potensi yang dapat diberikan oleh brand loyalty kepada perusahaan, yaitu: 1.
Reduced marketing costs (mengurangi biaya pemasaran) Terkait dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru. Biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.
2.
Trade leverage (meningkatkan perdagangan) Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Kesimpulannya adalah pembeli ini dapat membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini.
3.
Attracting new costumer (menarik minat pelanggan baru) Banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka pada merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan untuk mengonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Pelanggan yang puas
21
umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru. 4.
Provide time to respond to the competitive threats (memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan) Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, maka pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui produknya dengan cara menyesuaikan dan menetralisasikannya. Terkait dengan brand loyalty suatu produk, didapati adanya beberapa
tingkatan brand loyalty. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Tingkatan brand loyalty tersebut adalah sebagai berikut (Durianto dkk, 2001): 1.
Switcher (berpindah-pindah) Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Tingkatan ini menjelaskan bahwa merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.
2.
Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) Pembeli yang berada dalam tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut. Tingkatan ini menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha,
22
biaya maupun pengorbanan lain. Kesimpulannya bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka selama ini. 3.
Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) Tingkatan satisfied buyer ini menjelaskan bahwa pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi produk tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini agar dapat menarik minat pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).
4.
Likes the brand (menyukai merek) Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut dan dijumpai perasaan emosiaonal yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam pengunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived quality yang tinggi. Sering kali rasa suka ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
5.
Commited buyer (pembeli yang komit) Pada tahapan ini, pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak lain.
23
Tiap tingkatan brand loyalty mewakili tantangan pemasaran yang berbeda dan juga mewakili tipe aset yang berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Tampilan piramida brand loyalty yang umum dapat dilihat pada Gambar 3.
Commited Buyer
Liking the Brand Satisfied Buyer
Habitual Buyer Switcher Gambar 3. Piramida Brand Loyalty yang umum (Durianto, dkk, 2001) Piramida loyalitas tersebut memperlihatkan bahwa bagi merek yang belum memiliki brand equity yang kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkatan switcher. Porsi terbesar kedua ditempati oleh konsumen yang berada pada taraf habitual buyer. Bagi merek yang memiliki brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand loyalty-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik, maksudnya makin ke atas makin melebar sehingga diperoleh jumlah committed buyer yang lebih besar daripada switcher seperti tampak pada Gambar 4. Schiffman dan Kanuk (2004) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya/terciptanya loyalitas merek adalah: 1. Perceived product superiority (penerimaan keunggulan produk) 2. Personal fortitude (keyakinan yang dimiliki oleh seeorang terhadap merek tersebut) 3. Bonding with the product or company (keterikatan dengan produk atau perusahaan)
24
4. Kepuasan yang diperoleh konsumen
Commited Buyer Liking the Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer Switcher
Gambar 4. Piramida Brand Loyalty bagi merek yang memiliki Brand Equity yang kuat (Durianto, dkk, 2001) 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Wardhani (2006) melakukan penelitian mengenai Analisis Ekuitas Merek Kartu GSM Prabayar pada Mahaiswa S1 IPB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi brand awareness, mengetahui kesan-kesan yang terkait dengan merek melalui analisis brand association, menganalisis perceived quality dan mengetahui tingkat loyalitas pelanggan melalui analisis brand loyalty terhadap merek kartu seluler GSM prabayar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, uji Cochran, analisis biplot dan brand switching pattern matrix. Pada analisis brand awareness, posisi top of mind diraih merek simPATI sebanyak 40 persen, brand recall dengan persentase terbesar ditempati merek mentari sebanyak 22,82 persen, brand recognition tertinggi diraik merek jempol sebanyak 52,27 persen dan posisi unaware of brand terbanyak yaitu Jempol sebanyak 73,91 persen. Pada analisis brand association, atribut-atribut pembentuk brand image simPATI adalah sinyal kuat, jaringan luas, suara jernih, mudah mendapatkan voucher isi ulang, kemudahan melakukan pengisian ulang, fasilitas beragam serta dapat menerima dan mengirim SMS. Sedangkan IM3
25
memiliki atribut-atribut mudah mendapatkan voucher isi ulang, nilai nominal voucher isi ulang beragam, kemudahan melakukan pengisian ulang, fasilitas yang beragam, dapat menerima dan mengirim SMS, sering memberikan bonus/hadiah, jangka waktu masa aktif dan masa tenggang lama. Pada analisis perceived quality, dilihat per atributnya, simPATI unggul untuk atribut sinyal kuat, jaringan luas, suara jernih, kemudahan melakukan pengisian ulang, dapat menerima dan mengirim SMS. Dilihat per atributnya, IM3 unggul untuk atribut harga kartu perdana murah, harga voucher isi ulang murah, mudah mendapatkan voucher isi ulang dan nilai nominal voucher isi ulang beragam. Sedangkan untuk atribut cepat merespon pengaduan pelanggan, Bebas menempati nilai tertinggi. Dari hasil pengolahan analisis biplot, dapat diinterpretasikan bahwa IM3 meru pakan merek GSM prabayar yang diposisikan sebagai kartu yang memiliki sebagian besar atribut, dengan kata lain IM3 adalah merek yang paling mampu menjawab kebutuhan konsumen. Pada analisis brand loyalty, tingkat switcher yang paling tinggi pada merek Jempol sebanyak 20 persen, tingkat habitual buyer tertinggi pada merek Mentari sebanyak 45,46 persen, tingkat satisfied buyer tertinggi terdapat pada merek Bebas sebanyak 100 persen, tingkat liking the brand tertinggi terdapat pada merek Bebas dan Jempol yaitu sebanyak 100 persen, sedangkan tingkat committed buyer tertinggi pada merek Jempol sebanyak 80 persen. Verawati (2006) melakukan penelitian mengenai Analisis Ekuitas Merek Coca-cola serta Implikasinya terhadap Bauran Pemasaran (Studi Kasus Mahasiswa Universitas Padjajaran Bandung). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis ekuitas merek Coca-cola dan implikasinya terhadap bauran pemasaran, serta mengidentifikasi elemenelemen ekuitas merek Coca-cola (brand awareness, brand association, perceived quality dan brand loyalty). Metode yang digunakan antara lain analisis deskriptif, uji Cochran dan Importance Performance Analysis (IPA). Pada analisis brand awareness, posisi top of mind terbanyak sebesar 49 persen diraih oleh merek Coca-cola. Sedangkan analisis brand recall terbanyak diraih oleh merek Sprite sebanyak 76 persen. Untuk analisis brand
26
recognition, terdapat 6,12 persen responden Coca-cola yang perlu diberikan bantuan untuk mengenal mereknya. Tidak ada seorangpun yang tidak mengenal merek Coca-cola pada hasil analisis unaware of brand. Pada analisis brand association, asosiasi-asosiasi yang membentu brand image merek Coca-cola adalah asosiasi nama perusahaan pembuatnya, rasa yang enak, pelepas dahaga seketika dan kemasan. Pada analisis perceived quality, atribut yang memiliki tingkat kepentingan tinggi dan tingkat persepsi rendah adalah atribut memiliki rasa yang segar dan harga yang ditawarkan terjangkau. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan dan persepsi yang tinggi adalah atribut bebas dari bahan pengawet dan memiliki kemasan yang bersih. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan dan persepsi yang rendah adalah atribut menarik tidaknya warna yang ditawarkan, mempunyai aroma yang khas, mempunyai kemasan yang menarik dan volume yang diberikan sesuai dengan kebutuhan. Atribut yang memiliki tingkat kepentingan rendah tetapi persepsinya tinggi adalah atribut kemudahan dalam mendapatkan, iklan dan promosi yang sering ditampilkan, memiliki citra merek yang kuat dan atribut produk dijual dalam kondisi dingin. Pada analisis brand loyalty, switcher sebanyak 16,33 persen, habitual buyer sebanyak 33,67 persen, satisfied buyer sebanyak 43,88 persen, liking the brand sebanyak 37,76 persen, dan committed buyer sebanyak 29,59 persen. Implikasi terhadap bauran produk adalah pihak Coca-cola perlu mempertahankan dan melakukan perbaikan serta diferensiasi pada kemasan dan aroma yang khas. Implikasi terhadap bauran harga, pihak Coca-cola dapat menyesuaikan harga dengan mutu dan volume sesuai selera konsumen sehingga dapat meningkatkan penjualan. Implikasi terhadap bauran promosi, pihak Coca-cola tetap mempertahankan dan meningkatkan kegiatan promosi baik melalui above the line maupupun below the line. Implikasi terhadap bauran distribusi adalah Coca-cola harus mempertahankan ketersediaannya di berbagai tempat yang dapat mengurangi konsumen yang mencoba atau berpindah ke merek minuman lainnya.