II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Teknologi Teknologi secara harfiah memiliki arti segala daya upaya yang dapat dilaksanakan oleh manusia untuk mendapatkan taraf hidup uang lebih baik. Dari definisi tersebut diketahui bahwa tujuan akhir dari penggunaan teknologi adalah kesejahteraan hidup, tetapi teknologi juga seringkali berdampak negatif bagi suatu usaha, sistem atau lingkungan. Penggunaan suatu teknologi selalu memiliki trade off yang harus dipertimbangkan. Memilih suatu teknologi hendaknya berdasarkan trade off yang paling minimal (Sa’id dkk 2004). Teknologi diperoleh melalui suatu proses yang dikembangkan oleh manusia yang memiliki ilmu pengetahuan dan pengalaman yang cukup. Tjakraatmadja dalam Sa’id dkk (2004) mengumukakan lima sifat pokok teknologi yang perlu dipahami, yaitu : 1) Ilmu pengetahuan dan praktik atau percobaan merupakan prasyarat untuk tumbuh dan berkembang teknologi. Teknologi yang dikuasai akan semakin berkembang jika sudah terbagi dan termanfaatkan. Jika ilmu pengetahuan, seperti biokimia, mikrobiologi, genetika, dan biomolekuler dikuasai dengan baik maka hal tersebut merupakan pintu gerbang menuju penguasaan bioteknologi. 2) Teknologi dapat berupa kompetensi yang melekat pada diri manusia (human embedded technology), dapat berwujud fisik yang melekat pada mesin dan peralatan (object embedded technology), serta informasi yang diwadahi oleh sistem dan organisasi (document embedded technology). Teknologi dibutuhkan oleh manusia baik berupa benda fisik, keahlian dan keterampilan, maupun berupa dokumen informasi (seperti buku, jurnal, dan majalah). 3) Teknologi tidak memberikan nilai guna jika tidak diterapkan (tidak terbagi dan terpakai secara tepat guna). Sebagai contoh pada dekade 1980-an Indonesia pernah mengimpor traktor yang digunakan untuk mengolah sawah yang luas. Setelah tiba di Indonesia, alat tersebut ternyata tidak dapat digunakan karena ukuran lahan sawah di Jawa kecil-kecil, sedangkan lahan sawah di luar pulau Jawa walaupun luas tetapi sangat sedikit jumlahnya.
12
Dengan demikian, traktor dalam kapasitas besar tersebut tidak berdaya guna dan tidak tepat sasaran. 4) Sebagai
salah
satu
aset
perusahaan,
teknologi
dapat
ditemukan
dikembangkan, dibeli, dijual, dicuri, atau tidak bernilai guna jika teknologi yang dimiliki sudah kadaluarsa. Hal ini menunjukan bahwa teknologi bersifat dinamis dan memiliki siklus hidup yang sama dengan siklus hidup produk. Oleh karena itu, perlindungan yang diberikan terhadap suatu teknologi harus memadai, terutama dalam hal perlindungan paten atau hak cipta. 5) Umumnya teknologi digunakan untuk kesejahteraan masyarakat atau meningkatkan kualitas hidup manusia. Dengan demikian, teknologi merupakan faktor penting dalam pengembangan ekonomi suatu wilayah. 2.2. Pengertian Teknologi Tepat Guna Teknologi tepat guna dalam konteks negara berkembang dikelompokan ke dalam empat orientasi yang mendasar yaitu : 1) Pertimbangan pilihan teknologi. 2) Pertimbangan kelompok sasaran. 3) Pertimbangan keterbatasan sumberdaya. 4) Pertimbangan perubahan yang evolusioner yang selaras dengan tradisi. Teknologi tepat guna memiliki ciri-ciri skala kecil, padat karya, dan didasarkan pada kebutuhan masyarakat pedesaan. Selain ciri-ciri tersebut teknologi tepat guna juga memerlukan : 1) Konsisten dengan kebudayaan setempat. 2) Menjaga daur ekologi, dan 3) Selaras dengan proses pengambilan keputusan setempat Pada saat ini masyarakat Indonesia masih berada pada taraf hidup yang masih rendah, dan karenanya perlu dibawa ke taraf hidup yang lebih baik. Salah satu jalur usaha peningkatan itu adalah penyedian dan pemanfaatan masukan instrumental berupa teknologi, baik yang berupa proses teknologi maupun produk. Hal yang menjadi perhatian adalah jalur usaha penyediaan dan pemanfaatan proses dan produk teknologi tertentu, yaitu teknologi yang mempunyai ciri: 1) Dapat dioperasikan dengan mudah oleh anggota masyarakat yang masih rendah taraf keterampilan teknologinya.
13
2) Dapat merangsang pertumbuhan keterampilan berteknologi masyarakat yang bersangkutan dengan mudah. 3) Prasarana dan sarana pendukung bagi pengoperasian teknologi itu dapat disediakan dengan mudah. 4) Dalam penerapannya sangat memperhatikan keseimbangan dan keserasian dengan lingkungan, serta kemampuan ekonomi masyarakatnya. Teknologi dengan ciri-ciri tersebut merupakan teknologi tepat guna. Jelas bahwa diatas itu semua, teknologi tersebut harus dapat menegaskan fungsi-fungsi kehidupan yang membina kepada membaiknya taraf hidup masyarakat yang menggunakannya ataupun masyarakat yang diperkenalkan kepada teknologi itu. 2.3. Pengertian Manajemen Teknologi Teknologi merupakan suatu aspek yang berkaitan secara tidak langsung dengan sistem ekonomi, budaya, dan politik. Oleh karena itu, manajemen teknologi diperlukan untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan manfaat yang diperoleh. Menurut Tjakraatmadja dalam Sa’id dkk (2004), manajemen teknologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk memaksimumkan nilai suatu teknologi dengan cara melakukan proses manajemen yang tepat. Manajemen teknologi adalah suatu disiplin akademik yang memainkan peranan yang sangat penting dalam memapankan dasar pengetahuan yang akan memungkinkan suatu industri untuk melakukan pengelolaan teknologi (Sa’id dkk 2004). Secara harfiah, manajemen teknologi menghubungkan disiplin-disiplin rekayasa, ilmu pengetahuan alam, dan manajemen untuk merencanakan, mengembangkan, dan menerapkan kemampuan tujuan strategik dan operasional dari suatu organisasi (Gaynor 1991). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.
14
Area yang Langsung Relevansinya dengan Manajemen Teknologi
Rekayasa/ilmu pengetahuan
A
Manajemen Teknologi
B Manajemen
Gambar 2. Hubungan Antar Rekayasa/Ilmu Pengetahuan, Manajemen Teknologi dan Manajemen Sumber : NRC diacu dalam Gaynor (1991)
2.4. Pengertian dan Konsep Sistem Agribisnis Pertanian dalam arti luas adalah seluruh mata rantai proses pemanenan energi surya secara langsung dan tidak langsung melalui fotosintesis dan proses pendukung lainnya untuk kehidupan manusia yang mencakup aspek ilmu pengetahuan dan kemasyarakatan dan mencakup bidang tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan (IPB dalam Septiyorini dkk 2008). Agribisnis berasal dari kata Agribusiness, di mana Agri berarti Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang berorientasi profit. Jadi secara sederhana agribisnis (agribusiness) didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait dengan pertanian yang berorientasi profit. Jika didefinisikan secara lengkap agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian, dan kelembagaan penunjang kegiatan. Yang dimaksud dengan berhubungan adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Antara 2004). Konsep agribisnis merupakan suatu konsep pertanian secara utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran, dan aktivitas lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pertanian tersebut (Soekartawi 1991). Namun pada saat ini masih banyak masyarakat dan juga para terdidik yang belum memahami dengan benar tentang konsep agribisnis. Menurut Arsyad dkk diacu dalam
15
Soekartawi (1991) yang dimaksud dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah-satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan, hasil, dan pemasarannya yang ada hubungannya dengan pertanian secara luas. Termasuk kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. Kegiatan subsistem penunjang memiliki peran yang tidak kalah penting dengan subsistem lainnya dalam pengembangan suatu sistem agribisnis. Subsistem pendukung dapat berupa lembaga-lembaga pendukung maupun pelayanan pemerintah daerah untuk mempermudah aktivitas agribisnis yang dilakukan oleh para pelaku usaha. 2.5. Manajemen, Teknologi, dan Agribisnis Manajemen teknologi adalah suatu disiplin akademik yang memainkan peranan
penting
dalam
memapankan
dasar
pengetahuan
yang
akan
memungkinkan suatu industri untuk melakukan pengelolaan teknologi (Sa’id dkk 2004). Dengan adanya fungsi manajemen tersebut, maka ruang lingkup penerapan manajemen teknologi dalam bidang agribisnis menjadi sangat luas, mulai dari perencanaan teknologi sampai dengan pengawasan teknologi dalam rangka mencapai nilai tambah yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. 2.6. Agribisnis dan Agroindustri Kegiatan ekonomi pada sektor pertanian yang terbatas pada usahatani primer harus lebih dipacu pengembangannya menjadi mega sektor yang disebut agribisnis. Kinerja agribisnis yang meliputi tiga kegiatan yaitu subsektor organisasi hulu, subsektor usahatani dan subsektor agribisnis hilir. Pengembangan agribisnis dan agroindustri sangat strategis karena beberapa hal, yaitu: 1) Bersifat resources based yang berarti tidak tergantung pada komponen impor dalam proses produksinya. 2) Kegiatan agroindustri berorientasi ekspor yang dappat meningkatkan devisa negara. Hal ini terbukti dengan kenyataan bahwa agroindustri menyumbang 50 persen ekspor nonmigas dan 30 persen total ekspor Indonesia selama kurun waktu 1981-1995.
16
3) Memiliki dimensi pemerataan karena memiliki keterkaitan ke depan (forward linkages) dan ke belakang (backward linkages) yang kuat dan digerakan oleh petani dan pengusaha. Peranan agroindustri untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dapat dipacu melalui peningkatan produktivitas tenaga kerja, khususnya dalam berbagai pelaksanaan proyek padat karya, peningkatan teknologi budidaya proses hilir agroindustri, serta akumulasi modal melalui ekspor produk aggroindustri yang telah mempunyai nilai tambah yang besar dalam negeri. (Mangunwidjaya dan Sailah 2009). 2.7. Perencanaan Strategi Perencanaan strategi merupakan salah satu dari sekian banyak konsep perencanaan yang dikembangkan. Perencanaan merupakan suatu proses aktivitas yang berorientasi ke depan dengan memperkirakan berbagai hal agar aktivitas di masa mendatang dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Orientasi perencanaan ke masa depan, maka perencanaan bersifat memperkirakan dan memprediksikan
berdasarkan
pertimbangan
rasional,
logis,
dan
dapat
dilaksanakan. Sementara dalam David (2006) perencanaan strategi didefinisikan sebagai rencana permainan (game plan) perusahaan. Perencanaan strategi lebih umum digunakan dalam dunia bisnis. Perencanaan strategi hanya mengacu pada formulasi strategi, berbeda dengan manajemen strategis yang mengacu pada formulasi, implementasi, dan evaluasi strategi. Rencana strategis dihasilkan dari pilihan manajerial yang sulit dari berbagai alternatif yang baik dan tanda komitmen untuk pasar yang spesifik, kebijakan, prosedur, dan opersi menggantikan. 2.8. Kelembagaan Mekanisasi Pertanian Hal yang perlu mendapatkan perhatian secara khusus, terutama dari pembelajaran evolusi mekanisasi pertanian dari tahun 1950 sampai pada saat sekarang ini adalah masalah lemahnya kelembagaan dalam sistem pengembangan mekanisasi pertanian. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan, jika mekanisasi pertanian harus disiapkan sebagai mesin penggerak revitalisasi (engine of revitalization) dalam Deptan (2005) adalah sebagai berikut : 17
1) Lembaga atau Asosiasi Petani Lembaga petani perlu dibangun dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada petani-petani yang merupakan
anggotanya,
serta
melobi
pemerintah dalam hal kepentingan usahatani. Melalui lembaga pertanian ini diharapkan dapat tercipta komunikasi antara pemerintah dengan petani sehingga petani dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingannya dengan lebih baik. Lembaga seperti ini hendaknya dibangun atas inisiatif petani, bukan dari pemerintah. 2) Kebijakan Perdagangan Alsintan Pengadaan, distribusi, dan penggunaan alat dan mesin pertanian dipengaruhi oleh kebijakan perdagangan. Pemerintah perlu menciptakan iklim perdagangan yang kondusif dengan menaikkan proteksi terhadap impor alsintan, terutama terhadap negara yang melakukan dumping. Kebijakan proteksi ini selain dapat mendorong perkembangan industri alsintan dalam negeri juga dapat memberikan proteksi terhadap petani sebagai konsumen. Alsintan produksi luar seringkali tidak sesuai untuk digunakan di Indonesia karena kondisi lahan dan agronomis yang berbeda. Selain itu, pemerintah juga perlu untuk memeratakan distribusi alsintan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu caranya yaitu dengan tidak memberikan bantuan alsintan hanya pada satu jenis alsintan tertentu atau di daerah tertentu saja. Distribusi alsintan harusnya disesuaikan dengan kebutuhan alsintan di tiap wilayah. 3) Penelitian dan pengembangan Penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pihak swasta saja tidak cukup. Pemerintah harus meningkatkan riset dan pengembangan yang dilakukan melalui lembaga pemerintah yang ada seperti BBP Mektan dan LIPI serta membina kerjasama antara lembaga riset pemerintah, swasta, universitas dan asing. Dengan demikian, inovasi teknologi dapat lebih ditingkatkan dan menguntungkan semua pihak. Dalam penelitian dan pengembangan yang dilakukan, perlu juga diciptakan penghubung antara peneliti dengan petani. Penghubung ini selain bertugas
untuk
mendemonstrasikan
teknologi
baru
kepada
petani
dan
meningkatkan kesadaran petani akan pentingnya teknologi, juga berfungsi sebagai
18
sarana bagi petani untuk menyampaikan mengenai jenis alsintan apa yang dibutuhkan dan tingkat mekanisasi seperti apa yang diharapkan. Jadi melalui penghubung ini dapat tercipta feed back bagi penelitian selanjutnya. 4) Kredit Selama ini kesulitan perolehan kredit selalu menjadi kendala bagi petani dalam usaha pengembangan usahatani. Menurut Nuswantara (2003). Untuk mengatasi kendala ini, pemerintah perlu mempersiapkan upaya pembentukan bank pertanian. Bank pertanian hendaknya terletak di daerah-daerah sentra produksi pertanian, terutama di pedesaan dan kota-kota kecil yang mudah dijangkau petani. Melalui bank pertanian diharapkan dapat memberi kemudahan bagi petani dalam memperoleh kredit, baik itu sebagai modal usaha maupun untuk pembiayaan aktivitas pertanian. Kredit yang diberikan jangan dibatasi pada jenis alsintan tertentu karena ini akan mempengaruhi pilihan petani terhadap alsintan yang akan digunakan. Petani harus diberikan kebebasan dalam memilih alsintan apa yang diinginkan dan yang sesuai dengan kebutuhannya. 5) Lembaga pelatihan dan pendidikan Petani
Indonesia
pada
umumnya
berpendidikan
rendah.
Untuk
mengintroduksi teknologi baru maka diperlukan pelatihan dan pendidikan agar petani mampu mengoperasikan alsintan dengan baik dan aman. Pelatihan dan pendidikan ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani sehingga dapat mengembangkan diri di subsektor lain maupun di bidang agroindustri, serta memajukan cara berpikir petani. 6) Fasilitas produksi dan perbaikan lokal Kondisi lahan di tiap daerah berbeda-beda. Dengan melakukan produksi lokal maka produksi dapat dilakukan secara spesifik sesuai dengan kondisi lahan setempat dan mengurangi biaya transportasi ke petani. Selain itu, penyerapan tenaga kerja di desa juga dapat ditingkatkan. 7) Penyediaan jasa penyewaan mesin Dengan penyediaan jasa penyewaan mesin, petani kecil yang tidak sanggup membeli alsintan dapat tertolong. Mereka dapat menggunakan mesin dan mendapatkan manfaat dari mesin tanpa harus mengeluarkan biaya besar untuk
19
membelinya. Selain itu, petani yang berfungsi sebagai kontraktor dapat mendapatkan manfaat ganda. Mereka dapat
memperoleh
keuntungan dari
pemanfaatan mesin maupun dari penyewaan mesin. Usaha jasa penyewaan alsintan oleh kelompok tani dan KUD kurang menguntungkan karena rendahnya profesionalisme dan pengelolaan yang kurang baik. Karena itu, kemampuan manajemen kelompok tani atau KUD perlu ditingkatkan agar mampu mendapatkan keuntungan dari usaha sewa jasa yang dilakukan. Untuk mendukung perkembangan lembaga-lembaga tersebut di atas, maka peran pemerintah sangatlah penting. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah baik itu di bidang mekanisasi pertanian, pertanian secara umum, perdagangan, perindustrian, keuangan, keagrariaan, maupun ketenagakerjaan, dan pendidikan diharapkan dapat diselaraskan dalam mendukung perkembangan mekanisasi pertanian di Indonesia. 2.9. Kajian Penelitian Terdahulu Mengkaji penelitian terdahulu merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang penelitian yang telah dilakukan. Penelitian terdahulu dapat dijadikan acuan, terutama yang berkaitan dengan topik penelitian yang sedang dilakukan. Pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini. Wahyudin (2001) menganalisis Unit Pelaksana Teknis Dinas Unit Pelaksana Modernisasi Bertahap (UPT UPMB) yang memiliki tugas pokok melakukan kegiatan penyuluhan, pembinaan, dan bimbingan penangkapan ikan dan salah satu fungsinya adalah melakukan pembinaan dan pelayanan jasa pemeliharaan, perbaikan mesin, dan docking kapal. Menurut hasil analisis, faktor internal strategis yang mempengaruhi keberhasilan UPT UPMB yang merupakan kekuatan adalah Peraturan Daerah DKI Jakarta, lokasi docking yang strategis, ketersediaan lahan untuk pengembangan, dukungan dana dari pemerintah, dan pemberdayaan sektor swasta di lingkup UPT UPMB. Adapun faktor-faktor yang merupakan kelemahan, yaitu sistem insentif, budaya kerja birokrasi, pelayanan perawatan kapal, prosedur standar operasional, kapasitas dan sarana penunjang di Pulau Pramuka masih terbatas, kualitas dan kuantitas SDM, dan kontribusi terhadap PAD masih perlu ditingkatkan.
20
Tabel 5. Penelitian Terdahulu No 1
Nama Wahyudin
Judul Penelitian
Alat Analisis
Perencanaan Strategi UPT
Analisis Matrik IFAS dan
UPMB
EFAS,
Muara
Angke
dalam Bidang Pembinaan,
Matrik
Tahun 2001
IE,
dan
Sederhana
dan
2002
2003
Analisis SWOT
Pelayanan Jasa Perawatan Dan
Docking
Kapal
Perikanan 2
Supena
Kelembagaan Jasa Alat dan
Tabulasi
Friyatno,
Mesin Pertanian (Alsintan)
interpretation analysis
Muhammad
Formulasi Strategi Usaha
Analisis Finansial, Analisis
Aries ZA
Pelayanan Jasa Alat dan
Lingkungan
Mesin
TOWS.
Handewi
P
Rachman, dan Supriyati 3
Pertanian:
Kasus
Di
Studi
dan
Matriks
Kabupaten
Sumbawa 4
Feby
Fadilah
Rahmat
Analisis
Strategi
Pencapaian
Rencana
Analisis
Hierarki
Proses
2009
Mesin,
2009
(AHP)
Penerimaan Pajak Bumi, dan
Bangunan
Agribisnis Pada
Sektor
Perkebunan
Kantor
Pelayanan
Pajak Bumi, dan Bangunan Cibinong 5
Agung Lukito
Dwi
Uji
Kinerja
Penghancur Organik
Mesin Sampah
(Crusher)
dan
Mesin Penghancur Pupuk Kandang
Uji
Kinerja
Konsumsi
Bahan
Bakar,
Ukuran Partikel Bahan Hasil Penghancuran dan Loss
(Manure
Breaker) di UPTD BPT Mekanisasi
Pertanian,
Cianjur, Jawa Barat.
Friyanto dkk (2002) melaksanakan dua tahap penelitian pada lima kabupaten yang masing-masing kabupaten mewakili provinsi tertentu yaitu Majalengka, Klaten, Kediri, Agam dan Sidrap untuk tahap pertama dan dua 21
kabupaten yaitu Indramayu dan Ngawi pada tahap kedua. Penelitian ini menganalisis tiga alat mesin pertanian yaitu traktor, pompa dan thresher. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa penggunaan alsintan yang sudah hampir merata di semua lokasi penelitian adalah traktor, namun ketersediaan sarana pendukung pengembangan traktor seperti bengkel dan suku cadang masih sangat terbatas. implikasi dari hal ini adalah perlu didukungnya kebijakan yang kondusif untuk mengembangkan sarana pendukung traktor tersebut. Sedangkan pengembangan pompa dan thresher belum merata, hal ini dipengaruhi oleh sistem pemasaran, sistem hubungan kerja, dan budaya setempat. Disimpulkan bahwa perlu adanya dorongan dari pihak pemerintah maupun swasta untuk memecahkan masalah permodalan alsintan berupa bantuan permodalan pengadaan alsintan ditingkat petani dan pengembangan sistem sewa yang adil antara pemilik alsintan dan petani. Pada penelitian Muhammad Aries ZA (2002) dengan judul Formulasi Strategi Usaha Pelayanan Jasa Alat dan Mesin Pertanian: Studi Kasus Di Kabupaten Sumbawa disimpulkan bahwa terdapat enam pihak yang terlibat langsung dalam proyek pengadaan alsintan di Kabupaten Sumbawa, yakni pimpinan proyek, kontraktor, pabrik alsintan, bupati, kepala subdinas bina usaha pertanian, dan kelompok UPJA. Pada pelaksanaannya mekanisme pengadaan alsintan terdiri dari lima tahap, antara lain identifikasi calon penerima alsintan, pelelangan dan pengadaan Alsintan, pelaksanaan kegiatan magang untuk manajer dan operator, pelatihan dan pembekalan kelompok UPJA, dan monitoring dan pelaporan. Berdasarkan penelitian disimpulkan bahwa alternatif strategi yang dapat dilaksanakan adalah memperluas pelayanan jasa di luar anggota, mengganti pola kerja sama operasional dengan pola kemitraan lainnya, mengoptimalkan kursus dan pelatihan bagi manajer dan operator, meningkatkan jumlah alsintan yang dikelola kelompok UPJA yang telah ada, peningkatkan kualitas pelayanan, dan meningkatkan pemeliharaan dan perawatan. Penelitian yang dilakukan oleh Feby Fadilah Rahmat dengan judul “Analisis Strategi Pencapaian Rencana Penerimaan Pajak Bumi, dan Bangunan Sektor Agribisnis Perkebunan Pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi, dan Bangunan
22
Cibinong” bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang menjadi penyusun rencana penerimaan PBB sektor agribisnis perkebunan, dan merekomendasikan alternatif strategi yang tepat untuk KPPBB Cibinong. Berdasarkan penelitian didapatkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sumber, dan validitas data, pemerintah, dan perilaku wajib pajak. Alternatif pemilihan strategi yang tepat, dan efektif bagi perusahaan berdasarkan prioritasnya pembentukan basis data. Lukito (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Uji Kinerja Mesin Penghancur Sampah Organik (Crusher) dan Mesin Penghancur Pupuk Kandang (Manure Breaker) di UPTD BPT Mekanisasi Pertanian, Cianjur, Jawa Barat” melaksanakan uji kinerja terhadap alat mesin pertanian yang ada di BPT Mekanisasi Pertanian Jawa Barat. Disimpulkan bahwa dibutuhkan modifikasi untuk mesin penghancur sampah organik. Modifikasi dilakukan pada bagian pisau dan penutup pisau yang dibuat lebih rapat agar bahan tidak keluar melalui selasela penutup. Sedangkan untuk mesin penghancur kompos dibutuhkan modifikasi di bagian pisau, karena pada kecepatan putaran mesin tinggi pisau dapat bergeser. Selain itu, dibutuhkan adanya penutup untuk pisau agar bahan tidak terlempar jauh dari mesin. Pada penelitian ini terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini dilakukan di BPT Mekanisasi Pertanian Jawa Barat dengan memfokuskan pada strategi pengembangan dari balai. Selama ini banyak penelitian uji kerja alat yang dilaksanakan di BPT Mekanisasi Pertanian Jawa Barat, namun penelitian tentang strategi pengembangan balai tersebut belum pernah dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan analisis Proses Hirarki Analitik (PHA) untuk menentukan prioritas strategi pemasaran yang akan diterapkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
23