II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Konsep Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller, 2007). Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler dan Keller (2007) mendefinisikan pemasaran sebagai suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemilik sahamnya. Menurut
Payne
(2000)
pemasaran
merupakan
suatu
proses
mempersepsikan, memahami, menstimulasi dan memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang dipilih secara khusus dengan menyalurkan sumber-sumber sebuah organisasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan demikian, pemasaran merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah organisasi terhadap kebutuhan pasar. Pemasaran memberi perhatian pada hubungan timbal balik yang dinamis antara produk-produk dan jasa-jasa perusahaan, keinginan dan kebutuhan konsumen, dan kegiatan-kegiatan para pesaing. Konsep pemasaran menekankan pentingnya keseimbangan antara pencapaian tujuan organisasi dan kepuasan pelanggan. Secara spesifik, konsep pemasaran berpandangan bahwa tujuan organisasi hanya bisa tercapai dengan efektif apabila pelanggan puas. Pelanggan yang puas cenderung berpotensi akan loyal terhadap produk dan produsen yang sama. Disamping itu, kesediaan untuk membayar harga premium juga terbentuk. Hasil akhirnya, penjualan perusahaan akan bertumbuh dan dengan sendirinya tujuan organisasi terwujud (Marknesis, 2009).
7
2.2. Pengertian dan Konsep Jasa Jasa merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut (Supranto, 2006). Jasa menurut Lovelock dan Wright (2005) adalah : a. Jasa adalah tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya. Walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik, serta kinerjanya pada dasarnya tidak nyata dan tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-faktor produksi. b. Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan yang mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut. Sedangkan manfaat yang dimaksud adalah keuntungan atau laba yang diperoleh pelanggan dari kinerja jasa atau penggunaan barang fisik. Menurut Payne (2000), jasa merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa
unsur
ketakberwujudan
(intangibility)
yang
berhubungan
dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Menurut Tjiptono (2008) karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut : a. Intangibility (tidak berwujud) Jasa berbeda dengan barang, jika barang merupakan suatu obyek, alat, atau usaha maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasanya dapat dikonsumsi, tetapi tidak dapat dimiliki. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. b. Inseparability (tidak terpisahkan) Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan
8 pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. c. Variability (bervariasi) Jasa bersifat beragam, karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, mutu, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. d. Perishability (mudah lenyap) Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu datang, dijual kembali, atau dikembalikan. 2.3. Mutu Jasa American Heritage Dictionary dalam Hidayat (2007) memberi arti mutu sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari karakteristik atau derajat atau nilai-nilai dari suatu keunggulan. American Society for Quality Control dalam Kotler dan Keller (2007) mengungkapkan mutu sebagai keseluruhan fitur dan sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Menurut Payne (2000) mutu jasa berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Jika penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, pelanggan akan merasa jasa ini memadai (Lovelock dan Wright, 2005). Kesenjangan jasa merupakan penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima. Kesenjangan jasa didefinisikan sebagai perbedaan antara apa yang diharapkan pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap jasa yang benar-benar diserahkan (Lovelock dan Wright, 2005). Menurut Zeithaml et al, dalam Supranto (2006), ada lima kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa kepada pelanggan, yaitu :
9 a. Kesenjangan tingkat harapan pelanggan dan persepsi manajemen 9 Manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan pelanggan. b. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa Manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. c. Kesenjangan antara spesifikasi mutu dan penyampaian jasa Para personel mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar. d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan perusahaan. e. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda dan pelanggan keliru mempersepsikan mutu jasa tersebut. Mendefinisikan mutu jasa sebagai evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan diperlukan jasa pelengkap yang berbeda, tetapi hampir semuanya dapat digolongkan menjadi delapan kelompok (Lovelock dan Wright, 2005), yaitu : a. Informasi, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang mempermudah pembelian dan penggunaan jasa dengan memberitahukan kepada pelanggan tentang fitur dan kinerja jasa sebelum, selama dan setelah penyerahan jasa. b. Penerimaan
pesanan,
yaitu
sekelompok
jasa
pelengkap
yang
mempermudah pembelian dengan menciptakan prosedur yang cepat, akurat dan tanggap untuk menerima permohonan keanggotaan, melakukan pemesanan, atau melakukan reservasi. c. Penagihan, yaitu sekumpulan jasa pelangkap yang memudahkan pembelian dengan menyediakan dokumentasi yang jelas, tepat waktu,
10 akurat dan relevan tentang apa yang harus dibayar pelanggan, dirambah dengan informasi tentang bagaimana membayarnya. d. Pembayaran, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang memudahkan pembelian dengan menawarkan pilihan prosedur yang mudah untuk melakukan pembayaran dengan cepat. e. Konsultasi, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai dengan memberikan jawaban kepada pelanggan yang membutuhkan saran, konseling, atau pelatihan untuk membantu mendapatkan manfaat sebesarbesarnya dari pengalaman jasa tersebut. f. Keramahan, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang menambah nilai dengan
cara
memperlakukan
para
pelanggan
seperti
tamu
dan
menyediakan perlengkapan kenyamanan yang mampu mengantisipasi kebutuhannya selama berinteraksi dengan penyedia jasa. g. Pengamanan, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai dengan membantu pelanggan menangani atau mengamankan barang milik pribadinya yang dibawa ke tempat penyerahan jasa atau tempat membeli. h. Pengecualian, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai dengan menanggapi permintaan khusus, memecahkan masalah, menangani pengaduan dan saran, serta menyediakan kompensasi atau kegagalan jasa. Zeithaml, Parasuraman dan Berry menemukan lima penentu mutu jasa yang disajikan menurut tingkat kepentingannya (Tjiptono, 2008), yaitu : a. Benda berwujud (tangible) : penampilan fasilitas fisik fasilitas layanan, peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia (SDM) dan materi komunikasi perusahaan. b. Keandalan (reliability) : kemampuan menyampaikan layanan yang dijanjikan secara akurat sejak pertama kali. c. Ketanggapan/responsif (responsiveness) : kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu pelanggan memberikan jasa dengan segera. d. Kepastian/jaminan (assurance) : pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuannya menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
11 e. Empati (emphaty) : kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing pelanggan. 2.4. Pelanggan 2.4.1. Konsep dan Pengukuran Kepuasan Pengertian kepuasan menurut Kotler dan Keller (2007) adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Menurut Engel, Blackward dan Miniard (1994), kepuasan adalah evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Sedangkan ketidakpuasan adalah hasil dari harapan yang diteguhkan secara negatif. Sementara itu, menurut Oliver dalam Marknesis (2009) kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang didapatkan seseorang dari membandingkan antara kinerja (atau hasil) produk yang dipersepsikan dengan harapannya. Apabila kinerja lebih rendah dibandingkan ekspektasi, maka pelanggan akan merasa tidak puas. Apabila kinerja sama dengan harapan, maka pelanggan akan puas. Sedangkan jika kinerja melampaui harapan, maka pelanggan merasa sangat puas atau bahagia. Tujuan melakukan pengukuran kepuasan pelanggan (Marknesis, 2009), diantaranya : a.
Mengidentifikasi tuntutan atau kebutuhan pelanggan, yakni aspekaspek yang dinilai penting oleh pelanggan dan mempengaruhi apakah pelanggan puas atau tidak.
b.
Menentukan
tingkat
kepuasan
pelanggan
organisasi pada aspek-aspek penting.
terhadap
kinerja
12
c.
Membandingkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap organisasi lain, baik pesaing langsung maupun tidak langsung.
d.
Mengidentifikasi PFI (Priorities for improvement) melalui analisis gap antara skor tingkat kepentingan dan kepuasan.
e.
Mengukur indeks kepuasan pelanggan yang bisa menjadi indikator andal dalam memantau kemajuan perkembangan dari waktu ke waktu. Menurut Kotler (2005), ada beberapa metode yang biasa
digunakan setiap perusahaan untuk mengukur, memantau kepuasan pelanggannya dan para pelanggan pesaing, yaitu : a.
Sistem Keluhan dan Saran Pelanggan
menyampaikan
saran,
kritik,
pendapat
dan
keluhannya. Media yang digunakan berupa kotak saran yang diletakkan di lokasi-lokasi strategik (mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang biasa diisi langsung atau dikirimkan via pos kepada perusahaan), saluran khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan dan pendapat. b.
Ghost Shopping Dengan metode ini, perusahaan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan pesaing, jadi diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk dan jasa perusahaan. Berdasarkan pengalaman tersebut, diminta melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan kelemahan produk perusahaan pesaing.
c.
Lost Costumer Analysis Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supay dapat mengambil kebijakan
13
perbaikan dan penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja kesulitan metode ini adalah pada mengindentifikasi atau mengontak mantan pelanggan yang bersedia memberikan masukan dan evaluasi terhadap kinerja perusahaan. d.
Survei kepuasan pelanggan Sebagian besar riset dilakukan dengan metode survei. Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya : a.
Directly Reported Satisfaction Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan.
b.
Derived Satisfaction Pengukuran
ini
mirip
dengan
pengukuran
mutu
jasa
SERVQUAL. Pertanyaan yang diajukan menyangkutkan dua hal utama, yaitu tingkat harapan pelanggan terhadap kinerja produk, perepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk, alternatif lain tingkat kepentingan masing-masing atribut atau kinerja ideal juga bisa ditanyakan. c.
Problem Analysis Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalahmasalah yang dihadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan, saran-saran perbaikan dan selanjutnya melakukan analisis content terhadap semua masalh dan saran perbaikan untuk
mengidentifikasikan
bidang-bidang
utama
yang
membutuhkan perhatian dan tindak lanjut segera. d. Importance Performance Analysis (IPA) Dalam teknik ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut yang relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian nilai rataan tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan tersebut akan dianalisis di matriks IPA. Matriks ini sangat
14 bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang spesifik, dimana perbaikan kinerja berdampak besar pada kepuasan total. Selain itu, matriks ini juga menunjukkan bidang atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi prioritasnya. 2.4.2. Konsep dan Pengukuran Loyalitas Menurut Griffin (2005), loyalitas pelanggan adalah komitmen yang kuat dari konsumen, sehingga bersedia melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa yang disukai secara konsisten dan dalam jangka panjang, tanpa terpengaruh oleh situasi dan usaha-usaha marketing dari produk lain yang berusaha membuat beralih untuk membeli produk lain tersebut. Jadi, loyalitas pelanggan adalah suatu sikap yang berkomitmen untuk tetap menggunakan produk atau pelayanan dari penyedia tertentu. Loyalitas pelanggan merupakan kombinasi antara kemungkinan pelanggan untuk membeli ulang dari pemasok yang sama di kemudian hari dan kemungkinan untuk membeli produk atau jasa perusahaan pada berbagai tingkat harga (Marknesis, 2009) Menurut Griffin (2005), terdapat empat jenis loyalitas, yaitu : a.
Tanpa Loyalitas. Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu.
b.
Loyalitas yang lemah. Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah, karena pelanggan membeli karena kebiasaan.
c.
Loyalitas tersembunyi. Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan pembelian berulang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi.
d.
Loyalitas Premium. Jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang juga tinggi.
15
Menurut Sutisna (2001), ada lima macam cara untuk mengukur loyalitas pelanggan, yaitu : a.
Pengukuran Perilaku Pengukuran ini termasuk pendekatan instrumental conditioning yang memandang bahwa pembelian konsisten sepanjang waktu dapat menunjukkan loyalitas merek. Loyalitas pelanggan diukur berdasarkan pembelian yang dilakukan oleh pelanggan.
b.
Pengukuran Switching Cost Pengukuran ini merupakan indikasi loyalitas pelanggan terhadap suatu merek, sebab pada umumnya biaya untuk beralih merek sangat mahal dan berisiko besar, sehingga tingkat perpindahan konsumen akan rendah.
c.
Pengukuran Kepuasan Walaupun kepuasan pelanggan tidak menjamin loyalitas, tetapi ada kaitan penting antara kepuasan dan loyalitas. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan pelanggan beralih mengkonsumsi merek lain, kecuali ada faktor-faktor penarik yang sangat kuat.
d.
Pengukuran Kesukaan Terhadap Merek Pengukuran ini dilakukan dengan melihat kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormat atau bersahabat dengan merek
yang
membangkitkan
kehangatan
dalam
perasaan
pelanggan. Hal tersebut dapat menyulitkan pesaing dalam menarik pelanggan yang sudah mencintai merek pada tahap ini. Ukuran rasa kesukaan dapat tercermin melalui kemauan untuk membayar dengan harga yang lebih mahal untuk memperoleh merek tersebut. e.
Pengukuran Komitmen Merek yang mempunyai brand equity tinggi akan memiliki sejumlah
besar
pelanggan
dengan
komitmen
tinggi
pula.
Pengukuran komitmen itu didasari oleh teori kognitif, dimana loyalitas pelanggan merupakan komitmen merek yang mungkin
16
tidak hanya direflesikan oleh perilaku pembelian yang terusmenerus. 2.5. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Haryanti (2005) melakukan penelitian “Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen Terhadap Handphone Sony Ericsson (Kasus Mahasiswa Institut Pertanian Bogor)”. Pengambilan contoh dilakukan dengan teknik non probability sampling dengan cara purposive sampling (pertimbangan tertentu). Alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif untuk mengetahui perilaku konsumen dalam menggunakan ponsel Sony Ericsson. IPA digunakan untuk mengukur kepuasan konsumen dengan skala likert 1-5, tabulasi silang dan korelasi rank Spearman untuk mengetahui hubungan antara kepuasan dengan loyalitas konsumen. Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS versi 12.0, untuk menganalisis hubungan antara kepuasan dengan loyalitas pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan kuesioner sahih dan dapat diandalkan. Sebanyak 52% responden adalah pria, 53% responden berusia 18-21 tahun, 65% responden bertempat tinggal di kost, rataan pengeluaran responden dan keluarga 38% berkisar Rp. 2.000.001-Rp.5.000.000, rataan pengeluaran responden untuk membeli pulsa kurang dari Rp. 100.000 sebanyak 59%. HP Sony Ericsson yang banyak dimiliki responden adalah seri T (76%) dengan tipe T230 (20%). Hasil IPA terdapat pada diagram Kartesius menghasilkan 6 atribut pada kuadran I : mutu sinyal, garansi, harga jual kembali yang tinggi, harga terjangkau, daya tahan baterai dan teknologi yang canggih; 4 atribut pada kuadran II : keaslian produk, keragaman fitur/fasilitas, bentuk/desain menarik dan kemudahan dalam penggunaan; 4 atribut pada kuadran III : layanan purna jual, kelengkapan aksesoris, outlet penjualan resmi dan layanan monitor jelas dan nyata; 4 atribut pada kuadran IV : merek terkenal dan terpercaya, warna menarik, tidak mudah rusak dan keragaman tipe produk. Konsumen dalam penelitian ini masuk dalam kriteria loyalitas sebagai clients dan advocates. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut kuadran I tidak mempunyai hubungan dengan loyalitas. Sedangkan kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut dalam
17 kuadran II, III dan IV mempunyai hubungan dengan loyalitas. Hubungan antara kepuasan dengan loyalitas adalah positif lemah, artinya jika semakin tinggi kepuasan, maka konsumen semakin loyal. Putri (2009) melakukan penelitian “Analisis Kepuasan dan Loyalitas Konsumen terhadap Kartu Seluler IM3 (Studi Kasus : Mahasiswa Program Strata-I Institut Pertanian Bogor)”. Alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif untuk menganalisis karakteristik konsumen pengguna kartu seluler IM3. IPA untuk mengukur kepuasan konsumen dan menentukan tingkat kepuasan konsumen secara menyeluruh. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 15.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari keseluruhan atribut kartu seluler IM3 yang dianggap responden sangat penting dan paling memuaskan adalah tarif SMS terjangkau. Atribut pada kuadran I (prioritas utama) adalah tarif telepon terjangkau, sinyal atau jaringan yang kuat, kejernihan suara dan kecepatan dalam penyelesaian komplain/masalah. Kuadran II (pertahankan prestasi) berupa atribut kejelasan dan kelengkapan informasi dalam berbagai media, harga voucher isi ulang yang murah, tarif internet terjangkau, tarif SMS terjangkau dan jangkauan wilayah yang luas. Kuadran III (prioritas rendah) adalah fitur dan layanan yang menarik, bonus dan hadiah dan pelayanan prima. Kuadran IV (berlebihan) terdapat atribut kemasan stater pack/perdana yang menarik, harga stater pack/perdana yang murah dan kemudahan mendapatkan voucher isi ulang. Berdasarkan perhitungan Costumer Satisfaction Index (CSI), tingkat kepuasan konsumen kartu seluler IM3 (74,40%) berada pada kategori puas (0,66-0,80). Konsumen kartu seluler IM3 sudah memiliki loyalitas yang tinggi, ditunjukkan dengan banyaknya responden yang termasuk kriteria advocates 62%. Rekomendasi untuk meningkatkan kepuasan terhadap konsumen kartu seluler IM3 dari analisis IPA adalah memprioritaskan rekomendasi perbaikan kinerja pada kuadran I.