9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya (UU No. 23 Tahun 1997). Lingkungan hidup sebagai suatu sistem yang terdiri atas lingkungan alam (ecosystem), lingkungan buatan (technosystem) dan lingkungan sosial (sociosystem), dimana ketiga sub sistem ini saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang dinamis. Ketahanan masing masing sub sistem akan memberikan jaminan berkelanjutan yang tentunya akan memberikan peningkatan kualitas hidup setiap mahluk hidup didalamnya (Hendartomo, 2001). Masalah lingkungan hidup pada dasarnya muncul karena dinamika penduduk, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang kurang bijaksana serta kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan dan teknologi maju. Dampak negatif yang sering muncul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya positif dan memberikan manfaat yang besar terhadap manusia sering kali terjadi sebaliknya, manusia menjadi korban akibat dampak yang ditimbulkan dari aktivitas ekonomi yang dilakukan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang paling banyak timbul, sebagai dampak dari kegiatan ekonomi dan pembangunan. Berdasarkan implementasi UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang mendefinisikan tiga konsep dalam pembangunan berkelanjutan yaitu : kondisi sumberdaya alam, kualitas lingkungan dan faktor demografi. Agar upaya pelestarian lingkungan dapat berjalan dengan baik secara efektif dan efisien serta berkelanjutan dibutuhkan kebijakan untuk mewujudkan hal tersebut.
Dalam skenario politik ekonomi yang rumit saat ini, amatlah
penting untuk menetapkan kebijakan lingkungan dan sosial yang kuat pada seluruh tingkatan.
Demikian juga penegakan hukum harus berjalan dengan
secara efektif agar pelestarian keanekaragaman hayati dapat berjalan dengan baik.
10
Menurut Marcus and Willig (1997), manajemen lingkungan berdasarkan orientasi kebijakannya secara umum dapat dibagi 2 yaitu manajemen berorientasi pemenuhan (regulation compliance) dan orientasi setelah pemenuhan (beyond compliance): a). Orientasi pada pemenuhan (regulation compliance). Kebijakan ini merupakan awal pemikiran manajemen lingkungan di perusahaan. Berangkat dari pemikiran akan akibat yang ditimbulkan oleh aktifitas
perusahaan
yang
dapat
merugikan
keberlangsungan
bisnis
perusahaan maka ketaatan terhadap peraturan pemerintah perlu diterapkan semaksimal mungkin untuk menghindari penalti atau denda lingkungan, klaim dari masyarakat sekitar, dan lain lain. Kebijakan yang dimaksud adalah penerapan metoda reaktif, ad-hoc, dan pendekatan end-of-pipe dalam pengelolaan lingkungan seperti menanggulangi masalah polusi udara dengan peralatan penyaring udara (bag filter) dan limbah cair teknologi pengolah air limbah. b). Orientasi setelah pemenuhan (beyond compliance). Berangkat dari pemikiran bahwa cara tradisional menangani isu lingkungan dalam cara reaktif, adhoc, pendekatan end-of-pipe telah terbukti tidak efisien. Seiring kompetisi yang semakin meningkat dalam pasar global yang semakin berkembang, hukum lingkungan dan peraturan menerapkan standar baru bagi sektor bisnis di seluruh bagian dunia. Terdapat pendapat bahwa kinerja lingkungan yang baik tidak hanya masalah hukum dan moral. Pengurangan polusi berarti juga peningkatan efisiensi sumberdaya dan peningkatan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja sehingga tenaga kerja dapat lebih produktif. Sesuai dengan perkembangan pemahaman manajemen lingkungan, orientasi setelah pemenuhan juga bermacam tahapnya, namun umumnya bermuara pada tahap pencapaian kondisi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) sekaligus integrasi bisnis lingkungan dalam konsep 'triple bottom line', sesuai prinsip yang dinyatakan dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro, 1992. Orientasi kebijakan lingkungan tersebut saat ini telah diteliti oleh beberapa ahli diantaranya adalah oleh Kwon, et al. (2000) dari Korea. Penelitian tersebut
11
menyebutkan bahwa terdapat tiga hal yang menjadikan motivasi dari suatu perusahaan untuk mengimplementasikan sistem manajemen lingkungan, yaitu tekanan internasional, peraturan perundang-undangan nasional, dan tekanan pasar bebas. Namun orientasi kebijakan ini harus dilihat secara menyeluruh, dan tidak pada pendekatan isu lingkungan tunggal. Akan terdapat pendekatan yang berbeda karena satu perusahaan dapat bersikap reaktif, antisipatif, atau proaktif pada isuisu lingkungan yang berbeda tergantung pada sentralitasnya pada bisnis, masyarakat, minat penegak hukum, dan lain-lain. Kebijakan adalah peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan baik besaran maupun arahnya yang melingkupi kehidupan masyarakat umum. Kebijakan dapat dikatakan efektif apabila penerapan kebijakan dan instrumennya dapat menghasilkan perubahan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Sanim (2003), menyebutkan bahwa
tahapan kebijakan terdiri dari fase formulasi kebijakan dan fase implementasi kebijakan, sedangkan analisis kebijakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan. 2.2. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 Manajemen lingkungan saat ini telah banyak mengalami perubahan yang cukup berarti terutama dimulai sejak awal 1990an. Penelitian mengenai efek dan akibat penerapan manajemen lingkungan telah banyak dilakukan terutama sejak munculnya ISO 14001 di tahun 1996. Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, mengendalikan usaha-usaha anggota perusahaan dan proses penggunaan sumber daya perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan yang sudah ditetapkan. Sedangkan menurut Terry & Franklin (1999), manajemen diartikan sebagai proses tertentu yang terdiri atas kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lingkungan menurut definisi umum yaitu segala sesuatu di sekitar subyek manusia yang terkait dengan aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah hal-hal yang terkait dengan: tanah, udara, air, sumberdaya alam, flora, fauna, manusia, dan hubungan antar faktor-faktor tersebut. Titik sentral isu lingkungan adalah manusia. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dalam istilah manajemen adalah
12
upaya terpadu yang dilakukan oleh manusia dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup (Satriago, 1996). Manajemen lingkungan selama ini sebelum adanya ISO 14001 berada dalam kondisi terpecah-pecah dan tidak memiliki standar tertentu dari satu daerah dengan daerah lain, dan secara internasional berbeda penerapannya antara negara satu dengan lainnya. Praktek manajemen lingkungan yang dilakukan secara sistematis, prosedural, dan dapat diulang disebut dengan sistem manajemen lingkungan (SML).
Menurut ISO 14001
(Kuhre, 1996), SML adalah 'that part of the overall management system which includes organizational structure planning, activities, responsibilities, practices, procedures, processes, and resources for developing, implementing, achieving, reviewing, and maintaining the environmental policy'. Jadi disimpulkan bahwa menurut ISO 14001, SML adalah bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang berfungsi menjaga dan mencapai sasaran kebijakan lingkungan. Sehingga SML memiliki elemen kunci yaitu pernyataan kebijakan lingkungan dan merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan yang lebih luas. Berdasarkan cakupannya, terdapat pendapat yang membagi manajemen lingkungan dalam 2 macam yaitu: - Lingkungan internal, yaitu di dalam lingkungan pabrik/lokasi fasilitas produksi termasuk didalamnya kondisi lingkungan kerja, dampak yang diterima oleh karyawan dalam lingkungan kerjanya, fasilitas kesehatan, alat perlindungan diri (APD), asuransi pegawai, dll. - Lingkungan eksternal, yaitu lingkungan di luar lokasi pabrik/fasilitas produksi meliputi segala hal yang dapat menimbulkan dampak pada lingkungan di sekitarnya, termasuk masyarakat di sekitar lokasi pabrik, dan pihak yang mewakilinya (pemerintah, pelanggan, investor/pemilik). Aktifitas yang terkait yaitu komunikasi dan hubungan dengan masyarakat, usaha-usaha penanganan pembuangan limbah ke saluran umum, perhatian pada keseimbangan ekologis dan ekosistem di sekitar pabrik, dll. SML merupakan bagian integral dari sistem manjemen perusahaan secara menyeluruh yang terdiri dari satu set pengaturan-pengaturan secara sistematis
13
yang meliputi struktur perusahaan, tanggung jawab, prosedur, proses, serta sumberdaya dalam upaya mewujudkan kebijakan lingkungan yang telah digariskan oleh perusahaan. Pada dasarnya ISO 14001 adalah standar manajemen lingkungan yang sifatnya sukarela tetapi konsumen menuntut produsen untuk melaksanakan program tersebut. Pelaksanaan program sertifikasi ISO 14001 dapat dikatakan sebagai tindakan proaktif dari perusahaan yang dapat mengangkat citra dan memperoleh kepercayaan dari konsumen. Dengan demikian, maka pelaksanaan SML berdasarkan standar ISO seri 14001 bukan merupakan beban tetapi seharusnya merupakan kebutuhan bagi produsen (Kuhre, 1996). Praktek manajemen lingkungan perusahaan ditujukan agar menyatu dengan praktek manajemen bisnis umum, seperti telah dinyatakan oleh ISO 14001. Praktek manajemen lingkungan perusahaan sendiri perkembangannya banyak diinspirasikan oleh evaluasi implementasi ISO 14001. Seperti saat ini banyak bermunculan unit-unit belajar di perguruan tinggi seluruh dunia yang khusus mempelajari corporate environmental management, seperti di MIT, Harvard University, Lund University, dan berbagai kampus ternama lainnya.
Alasan
manajemen lingkungan banyak dipelajari adalah karena perkembangan keilmuan manajemen lingkungan yang dianggap banyak kalangan akademisi ternyata sangat penting dalam ikut menentukan perkembangan bisnis dunia dimasa mendatang. Aspek manajemen lingkungan yang berfokus fisik seperti definisi lingkungan secara tradisional, ternyata berpengaruh pula secara non-fisik dalam hal moralitas dan aspek modal spiritual manusia pelakunya. Praktek manajemen lingkungan selama ini berfokus pada perlindungan lingkungan dan berakar dari sasaran fisik lingkungan tersebut. Namun pada prakteknya, pada perusahaan yang telah mengimplementasikan ISO 14001, bila melakukannya dengan baik, akan ditanggapi karyawan dengan lebih banyak menyebutkan dampak intangiblenya yaitu peningkatan motivasi kerja (karena keamanan dan keselamatan kerja diperhatikan perusahaan), peningkatan kepercayaan
karyawan
terhadap
kebijakan
yang
ditempuh
manajemen,
peningkatan citra perusahaan di kalangan karyawan, dan seterusnya (Purwanto, 2002). Aspek-aspek peningkatan citra dan kepastian kelangsungan bisnis inilah
14
yang juga menjadi sebab utama banyak perusahaan mencari sertifikasi ISO 14001, dan memang terbukti berpengaruh demikian. Jadi praktek manajemen lingkungan yang baik akan selalu terkait dengan aspek intangible misalnya citra perusahaan dan kepercayaan karyawan. Dalam hal lain justru inilah yang diperlukan bila perusahaan dituntut untuk menjadi sistem perusahaan belajar (learning organization) yang diperlukan sistem perusahaan era informasi masa depan. Pengelolaan lingkungan hidup dalam sertifikasi ISO hanya merupakan satu langkah kecil, namun demikian proses ini akan berkembang dan meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman, penciptaan, pencatatan, dan pemeliharaan dari sistem yang diperlukan untuk sertifikasi yang diharapkan dapat membantu menjaga kondisi lingkungan.
Besarnya manfaat yang diperoleh
perusahaan setelah penerapan SML ISO 14001 tergantung dari standar ISO 14001 tersebut. Sertifikasi diberikan bila lembaga sertifikasi setelah melalui rangkaian penelitian dan audit terhadap proses serta dokumentasi terhadap perusahaan tersebut dapat dipastikan sesuai terhadap pemenuhan persyaratan standar ISO 14001 dan menerapkan dalam kegiatan sehari-hari yang menyangkut aspek teknis maupun non teknis. Berdasarkan hasil survei penerapan standar ISO 14001 di Indonesia yang dilakukan oleh Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup Kementrian Lingkungan Hidup (2003), menunjukkan bahwa pelaksanaan SML dianggap masih belum efektif. Hal ini disebabkan oleh : - Implementasi SML pada beberapa perusahaan belum sesuai dengan teori yang telah dikembangkan di Indonesia. - Kondisi lingkungan di beberapa perusahaan yang menerapkan SML belum terlihat peningkatan perbaikan kondisi lingkungannya. - Belum optimalnya pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan oleh beberapa perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISO 14001. Keuntungan dari penerapan ISO 14001 menurut Fredericks dan McCallum (1995) adalah adanya peningkatan pentaatan pada peraturan perundangundangan, pengurangan biaya yang berkaitan dengan audit konsumen, kemampuan menawarkan kontrak kerja, kekuatan pasar, pengembalian nilai
15
ekonomi dan adanya efisiensi sumberdaya dan kemampuan untuk beradaptasi pada perubahan yang terjadi.
Kwon, et al. (2000) dari Korea menyebutkan
bahwa terdapat tiga hal yang menjadikan motivasi dari suatu perusahaan untuk mengimplementasikan
sistem
manajemen
lingkungan,
yaitu
tekanan
internasional, peraturan perundang-undangan nasional, dan tekanan pasar bebas. Disamping itu dijelaskan bahwa ISO 14001 merupakan SML yang unik karena sistem tersebut dapat mengidentifikasi dampak, menilai penting atau tidaknya dampak, terdapat penetapan tujuan dan sasaran, dan dari sisi manajemen mempunyai fungsi mengadaptasikan sistem agar terjadi kesesuaian dengan standar yang telah ditetapkan. 2.3. Studi Lingkungan Analisis mengenai dampak lingkungan yang sering disebut dengan AMDAL lahir dengan diberlakukannya Undang Undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat pada tahun 1969. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa semua usulan legislasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan harus disertai dengan laporan Environmental Impact Assessment (Analisis dampak lingkungan) tentang usulan tersebut (Soemarwoto, 2001). Penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di Indonesia telah diatur dalam Undang Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam undang undang ini, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dimaksudkan sebagai alat untuk merencanakan tindakan preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin timbul oleh suatu kegiatan yang sedang direncanakan (Soemarwoto, 2001). Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Jika suatu kegiatan tidak termasuk dalam daftar wajib
AMDAL yang tecantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006, maka perlu dilengkapi dengan studi UKL & UPL.
16
Dokumen AMDAL/UKL-UPL memuat studi mengenai dampak lingkungan yang mungkin timbul dari suatu kegiatan yang direncanakan, baik pada tahap prakonstruksi, konstruksi maupun pascakonstruksi. Dokumen ini harus mendapat persetujuan dari otoritas pemerintah sebagai salah satu persyaratan ijin bagi perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya. Persyaratan-persyaratan yang dituangkan dalam dokumen merupakan suatu ikatan hukum bagi perusahaan terkait sehingga AMDAL/UKL-UPL harus menjadi bagian dari sistem manajemen lingkungan perusahaan (Hariadi, 2003). Tujuan penerapan AMDAL/UKL-UPL adalah untuk menjamin tetap terpeliharanya kemampuan lingkungan hidup guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan (Supardi, 2003).
Dengan demikian AMDAL/UKL-UPL
merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang bijaksana terutama dokumen RKL/RPL dan UKL/UPL yang merupakan dokumen yang bersifat operasional dan dapat diimplementasikan untuk memantau kondisi lingkungan. Hadi (2007) mengemukakan bahwa sampai saat pengelolaaan lingkungan hidup masih dipandang sebagai beban oleh beberapa pihak. Terdapat ciri-ciri lingkungan yang menyebabkan para pengambil keputusan dan kalangna bisnis tidak begitu mudah terdorong untuk menginternalisasikan aspek lingkungan dalam kebijakkannya. Ciri-ciri tersebut meliputi 1) bahwa lingkungan itu bersifat intangible artinya sulit untuk dikuantifikasi dalam nilai moneter; 2) dampak lingkungan terjadi dalam jangka panjang; 3) dampak lingkungan bersifat eksternalitas negatif dan 4) bahwa lingkungan sebagai ruang dan sumberdaya alam dianggap sebagai milik publik. 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan berhubungan dengan masalah kinerja lingkungan dan implementasi AMDAL/UKL-UPL dan ISO 14001 adalah seperti tertera pada Tabel 1.
17
Tabel 1. Penelitian yang telah dilakukan terkait dengan kinerja lingkungan dan implementasi AMDAL/UKL-UPL dan ISO 14001 No
Peneliti
1
Musafir Kumar (1999)
2
Rustiawan Anis (2000)
3
Romatio Wulandari (2002)
4
Joehar B. Simanjuntak (2004)
Judul Penelitian Kinerja Lingkungan Perusahaan yang Telah dan Belum Menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001 (Studi Kasus pada Perusahaan Tekstil di Jawa Barat) Evaluasi Perkembangan Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 (Studi Kasus : Tiga Industri di Jabotabek)
Kinerja Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 Pusat Metalurgi Mentok PT Tambang Timah - Bangka Efektivitas Pengelolaan Lingkungan Fisik Kimia Pasca-AMDAL pada Lapangan Minyak Lepas Pantai
Hasil Penelitian - Kinerja perusahaan yang telah bersertifikat ISO14001 lebih baik dibandingkan dengan yang belum bersertifikat. - Faktor utama yang dominan dalam pengelolaan adalah Kebijakan Lingkungan Perusahaan
- Penerapan SML ISO 14001 telah berkembang lebih baik dari persyaratan minimum standar SML ISO 14001. - Pola kinerja perusahaan belum menunjukkan kecenderungan membaik - Penerapan SML ISO 14001 belum dapat sepenuhnya menjamin tingkat ketaatan yang lebih baik terhadap peraturan yang berlaku. - Manfaat nyata adalah dari segi kebersihan dan kepedulian karyawan terhadap lingkungan. - Penerapan dan pemeliharaan SML ISO 14001 masih belum menjadi bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan. - Efektivitas pengelolaan kualitas air semakin membaik dari waktu ke waktu. - Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan meningkat nyata setelah perusahaan menerapkan SML ISO 14001