BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI LINGKUNGAN HIDUP, LIMBAH INDUSTRI, PENGELOLAAN LIMBAH DAN PERAN MASYARAKAT
A. Tinjauan Pustaka Mengenai Lingkungan Hidup 1. Pengertian Lingkungan Hidup Manusia hidup di bumi tidak sendirian, melainkan bersama makhluk lain, yaitu tumbuhan, hewan dan jasad renik. Makhluk hidup yang lain itu bukanlah sekedar kawan hidup yang hidup bersama secara netral atau pasif terhadap manusia, melainkan hidup manusia itu terkait erat pada mereka. Tanpa mereka manusia tidaklah dapat hidup. Kenyataan ini dapat kita lihat dengan mengandaikan di bumi ini tidak ada tumbuhan dan hewan. Dari manakah kita mendapatkan oksigen dan makanan. Sebaliknya seandainya tidak ada manusia, tumbuhan, hewan dan jasad renik akan dapat melangsungkan kehidupannya, seperti terlihat dari sejarah bumi sebelum ada manusia. Karena itu anggapan bahwa manusia adalah makhluk yang paling berkuasa tidaklah betul. Seyogyanya kita menyadari bahwa kitalah yang membutuhkan makhluk hidup yang lain untuk kelangsungan hidup kita dan bukannya mereka yang membutuhkan kita untuk kelangsungan hidup mereka. Karena itu sepantasnyalah kita bersikap lebih merendahkan diri. Sebab faktor penentu kelangsungan hidup kita
30
31
tidaklah di dalam tangan kita, sehingga kehidupan kita sebenarnya amat rentan. Manusia
bersama
tumbuhan,
hewan dan
jasad
renik
menempati suatu ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti misalnya udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya disebut lingkungan hidup makhluk tersebut.29 Menurut Pasal 1 butir (1) Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain
Menurut Otto Soemarwoto sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor. Pertama, oleh jenis dan jumlah masingmasing jenis unsur lingkungan hidup tersebut. Dengan mudah dapat kita lihat, suatu lingkungan hidup dengan 10 orang manusia, seekor anjing, tiga ekor burung perkutut, sebatang pohon kelapa dan sebuah bukit batu akan berbeda sifatnya dari lingkungan hidup yang sama besarnya tetapi hanya ada seorang manusia, 10 ekor anjing, tertutup
29
Otto Soemarwoto,” Ekologi, Lingkungan Hidup”, Jakarta: Djembatan, 2001, hlm 51-52.
32
rimbun oleh pohon bambu dan rata tidak berbukit batu. Dalam golongan jenis unsur lingkungan hidup termasuk pula zat kimia. Kedua, hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan hidup itu. Misalnya, dalam suatu ruangan terdapat delapan buah kursi, empat buah meja dan empat buah pot dengan tanaman kuping gajah. Dalam ruangan itu delapan kursi diletakan sepanjang satu dinding, dengan sebuah meja di muka setiap dua kursi dan sebuah pot di atas masing-masing meja. Sifat ruangan berbeda jika dua kursi dengan sebuah meja diletakan di tengah-tengah masing-masing dinding dan sebuah pot di masing-masing sudut. Hal serupa berlaku juga untuk hubungan atau interaksi sosial dalam hal unsur-unsur itu terdiri atas benda hidup yang mobil, yaitu manusia dan hewan. Dengan demikian lingkungan hidup tidak saja menyangkut komponen biofisik, melainkan juga hubungan sosial budaya manusia. Ketiga, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup. Misalnya, suatu kota yang penduduknya aktif dan bekerja keras merupakan lingkungan hidup yang berbeda dari sebuah kota yang serupa, tetapi penduduknya santai dan malas. Demikian pula suatu daerah dengan lahan yang landai dan subur merupakan lingkungan yang berbeda dari daerah dengan lahan yang berlereng dan tererosi.
33
Keempat, faktor non-materil suhu, cahaya dan kebisingan. Kita dapat dengan mudah merasakan ini. Suatu lingkungan yang panas, silau dan bising sangatlah berbeda dengan lingkungan yang sejuk, cahaya yang cukup, tapi tidak silau dan tenang.30 Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler. Kegiatannya, apakah sekedar bernafas ataupun membendung sungai, sedikit atau banyak akan merubah lingkungannya. Perubahan pada lingkungan itu pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Misalnya, seseorang yang bekerja dalam sebuah ruangan kecil yang tertutup. Dengan pernafasannya ia akan mengurangi kadar gas oksigen dalam udara di kamar itu dan menambah kadar gas karbondioksida. Pernafasannya juga menghasilkan panas, sehingga suhu dalam ruangan naik. Kenaikan suhu menstimulasi pembentukan keringat, sehingga hawa dalam ruangan itu menjadi tidak sedap. Dengan penurunan kadar gas oksigen, kenaikan kadar gas karbondioksida, kenaikan suhu dan bau keringat, menjadi pengaplah ruangan itu. Prestasi kerja orang itu akan menurun. Makin lama menurunlak kualitas lingkungan dalam kamar itu dan seiring dengan itu makin menurun pulalah prestasi orang itu. Interaksi antara manusia dengan lingkungan hidupnya tidaklah sederhana seperti diuraikan di atas, melainkan kompleks, karena pada umumnya dalam lingkungan hidup itu terdapat banyak unsur. 30
Ibid, hlm.53-54
34
Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan. Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan hidupnya: udara untuk pernafasannya, air untuk minum, keperluan rumah tangga dan kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian. Oksigen yang kita hirup dari udara dalam pernafasan kita, sebagian besar berasal dari tumbuhan dalam proses fotosintesis dan sebaliknya gas karbondioksida yang kita hasilkan dalam pernafasan digunakan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Jelaslah manusia adalah bagian integral lingkungan hidupnya. Ia tak dapat terpisahkan dari padanya. Manusia tanpa lingkungan hidupnya adalah suatu abstraksi belaka. Mutu lingkungan sangatlah penting, karena ia merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Perbincangan tentang lingkungan pada dasrnya adalah perbincangan tentang mutu lingkungan. Namun dalam perbincangan itu apa yang dimaksud dengan mutu lingkungan tidaklah jelas, karena tidak diuraikan secara eksplisit. Mutu lingkungan hanyalah dikaitkan dengan masalah lingkungan, misalnya pencermaran, erosi dan banjir. Dengan lain perkataan mutu lingkungan itu diuraikan secara negatif, yaitu apa yang tidak kita kehendaki, seperti misalnya air tercemar.
35
Agar kita dapat mengelola lingkungan dengan baik, kita tidak saja perlu mengetahui apa yang tidak kita kehendaki, melainkan juga apa yang kita kehendaki. Dengan demikian kita dapat mengetahui kearah mana lingkungan itu ingin kita kembangkan untuk mendapatkan mutu yang kita kehendaki. Eliminasi hal yang tidak kita kehendaki, belum tentu menghasilkan lingkungan dengan mutu yang kita inginkan. Misalnya, bila suatu ruangan dengan dinding yang berwarna merah dianggap sebagai lingkungan yang tidak baik dan warna biru adalah yang baik, eliminasi warna merah tidaklah a priori menghasilkan ruangan yang berwarna biru. Untuk mendapatkan mutu yang kita kehendaki itu secara eksplisit haruslah kita nyatakan keinginan kita untuk mendapatkan ruangan dengan dinding biru tersebut. Tidaklah mudah untuk menentukan apa yang dimaksud dengan mutu lingkungan, oleh karena persepsi orang terhadap mutu lingkungan berbeda-beda. Dengan singkat dapatlah dikatakan mutu lingkungan yang baik membuat orang kerasan hidup dalam lingkungan tersebut. Perasaan kerasan itu disebabkan karena orang mendapat rezeki yang cukup, iklim dan faktor alamiah lainnya yang sesuai dan masyarakat yang cocok pula. Misalnya, orang yang baru pulang dari Amerika Serikat atau Eropa, sering menyatakan mereka senang hidup disana, tetapi tidak merasa kerasan. Rezeki cukup, sehingga semua kebutuhan sehari-hari dapat terpenuhi dan setiap akhir pekan dapat berekreasi. Tetapi iklimnya, terutama musim dingin,
36
dirasakannya
mengganggu.
Masyarakatnya
dianggap
terlalu
berorientasi pada pekerjaan dan kurang ada hubungan sosial yang hangat. Jelaslah perasaan kerasan sangatlah subjektif. Kerasan tidaklah sama dengan senang. Kerasan menunjukan ia ingin tinggal tetap ditempat tersebut. Kalau ia pergi ketempat lain timbul keinginan untuk kembali ketempat tersebut. Misalnya seorang yang karena pekerjaannya harus pindah ketempat lain, setelah pensiun ia ingin kembali ketempat yang ia kerasan itu. Kerasan bukan karena satu atau dua faktor saja yang terpenuhi dalam satu lingkungan, melainkan adanya integrasi faktor-faktor secara optimum. Karena itu pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan perasaan kerasan, bukanlah suatu maksimisasi satu atau dua faktor, misalnya maksimisasi rezeki, melainkan suatu optimisasi banyak faktor yang saling berkaitan dengan secara terintegrasi. Yang penting bukanlah masing-masing faktor secara tersendiri, melainkan totalitas kondisi. Totalitas kondisi itu adalah lebih dari jumlah masing-masing faktor. Oleh karena itu pengelolaan
lingkungan
bersifat
holistik,
yaitu
memandang
keseluruhannya sebagai suatu kesatuan. Pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan kondisi optimum, didasarkan pada pertimbangan untung rugi. Orang bersedia untuk mengurangi atau mengorbankan suatu keuntungan untuk mendapatkan keuntungan lain atau mengurangi suatu kerugian. Dengan demikian
37
pada hakekatnya orang menganalisis manfaat dan resiko lingkungan agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi secara optimum. Udara yang segar dan kontak sosial merupakan kebutuhan manusia. Tidak semua kebutuhan hidup bersifat esensial, melainkan ada yang bersifat hanya sekedar tambahan agar dapat menikmati hidup dengan lebih baik. Kebutuhan hidup yang esensial disebut kebutuhan hidup dasar. Kebutuhan itu mutlak diperlukan untuk dapat hidup dengan sehat, aman dan manusiaw. Persepsi orang tentang kebutuhan dasar berbeda-beda, karena dipengaruhi pula oleh faktor sosial budaya, ekonomi dan waktu, serta pertimbangan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Dalam hidupnya orang selalu berusaha untuk pertama-tama memenuhi kebutuhan dasarnya, apapun yang diartikannya pada keadaan dan waktu itu. Mutu hidupnya sangatlah tergantug pada pemenuhan kebutuhan dasarnya. Makin baik kebutuhan dasar itu dipenuhi, makin baik pula mutu hidupnya. Mutu hidupnya itu sering dapat dipertinggi lagi, apabila kebutuhan hidup yang tidak esensial dapat pula dipenuhi. Akan tetapi apabila kebutuhan dasar tidak dapat dipenuhi, pemenuhan kebutuhan yang tidak esensial tidaklah banyak artinya. Berdasarkan uraian di atas mutu lingkungan dapatlah diartikan sebagai kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan mutu hidup. Makin tinggi derajat mutu hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut dan sebaliknya.
38
Karena mutu hidup tergantung dari derajat pemenuhan kebutuhan dasar, mutu lingkungan dapatlah diartikan sebagi derajat pemenuhan kebutuhan dasar dalam kondisi lingkungan tersebut. Makin tinggi derajat pemenuhan kebutuhan dasar itu, makin tinggi pula mutu lingkungan dan sebalinya.31 2. Dasar Hukum Lingkungan Hidup Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan dunia Internasional untuk memberikan perhatian lebih besar terhadap lingkungan hidup. Hal ini mengingat kenyataan bahwa lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi kelangsungan hidup di dunia. Konfrensi PBB tentang lingkungan hidup manusia akhirnya diadakan di Stockholm tanggal 5-16 Juni 1972 sebagai awal kebangkitan modern yang ditandai perkembangan berarti bersifat menyeluruh dan menjalar ke berbagi pelosok dunia dalam bidang lingkungan hidup. Konfrensi itu dihadiri 113 negara dan beberapa puluh peninjau serta telah menghasilkan Deklarasi Stockholm yang berisi 24 prinsip lingkungan hidup dan 109 rekomendasi rencana aksi lingkungan hidup manusia, hingga dalam suatu resolusi khusus,
31
Ibid, hlm. 55-58.
39
konfrensi menetapkan tanggal 5 Juni sebagi hari lingkungan hidup sedunia.32 Di Indonesia perhatian mengenai lingkungan hidup sudah dilakukan sejak tahun 1960-an, tonggak pertama sejarah tentang permasalahan lingkungan hidup dipancangkan melalui seminar tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Nasional di Bandung pada tanggal 15-18 Mei 1972. Dalam
seminar
tersebut disampaikan makalah tentang
“Pengaturan Hukum Masalah Lingkungan Hidup Manusia: Beberapa Pikiran dan Saran” oleh Mochtar Kusumaatmadja, makalah tersebut merupakan pengarahan pertama mengenai perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Hasil yang dapat diperoleh dari seminar tersebut yaitu konsepnya mengenai pengertian umum permasalahan lingkungan hidup di Indonesia.33 Dalam hal ini, perhatian terhadap perubahan iklim, kejadian geologi yang bersifat mengancam kepunahan makhluk hidup dapat digunakan sebagai petunjuk munculnya permasalahan lingkungan hidup. Pada saat itu, pencemaran oleh limbah industri dan rumah tangga belum dipermasalahkan secara khusus, saat ini masalah
32
Muhamad Erwin, “Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup”, Bandung: Refika Aditama, 2008, hlm, 4. 33 Ibid, hlm 4.
40
lingkungan hidup tidak hanya berhubungan dengan gejala-gejala perubahan alam yang sifatnya mengikuti perkembangan zaman, tetapi juga menyangkut pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah industri yang dihasilkan dari proses produksi barang dan jasa yang langsung dibuang ke sungai tanpa proses pengelolaan terlebih dahulu. Pada Pelita V, berbagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan memperluas
hidup
dilakukan dengan memperkuat sanksi dan
jangkau
peraturan-peraturan
tentang
pencemaran
lingkungan hidup, dengan lahirnya Keppres No 77 Tahun 1994 tentang Organisasi Bapedal sebagai acuan bagi pembentukan Bapeda/Wilayah ditingkat Provinsi, yang juga bermanfaat bagi arah pembentukan Bapeda/Daerah. Peraturan ini dikeluarkan untuk memperkuat Undangundang No 4 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dianggap perlu untuk diperbaharui, kemudian diubah menjadi Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan di ikuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, kemudian disempurnakan oleh Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
41
3. Manfaat dan Risiko Lingkungan Dalam Pembangunan Pembangunan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup.
Interaksi antara
pembangunan dan
lingkungan hidup
membentuk sistem ekologi yang disebut ekosisitem. Pembangunan bertujuan untuk menaikan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat. Dapat pula dikatakan pembangunan bertujuan untuk menaikan mutu hidup rakyat. Karena mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat dipenuhinya kebutuhan dasar, pembangunan dapat diartikan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik. Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang esensial untuk kehidupan kita. Kebutuhan dasar terdiri atas tiga bagian, yaitu kebutuhan dasar untuk hayati, kebutuahan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi, dan derajat kebebasan untuk memilih. Banyak jenis kebutuhan dasar untuk banyak anggota masyarakat kita masih belum terpenuhi dengan baik. Misalnya pangan, air bersih, pendidikan, pekerjaan, dan rumah masih belum dapat tersedia dengan cukup, walaupun sudah banyak perbaikan sejak pembangunan dilancarkan lebih dari 30 tahun yang lalu. Dengan masih belum terpenuhinya kebutuhan dasar itu, mutu lingkungan hidup banyak rakyat masih belum baik. Karena itu masih harus diteruskan. Dalam usaha memperbaiki mutu hidup, harus dijaga agar kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan pada tingkat
42
yang lebih tinggi tidak menjadi rusak. Sebab kalau kerusakan terjadi, bukannya perbaikan mutu hidup yang akan dicapai, melainkan justru kemerosotan. Bahkan bila kerusakan terlalu parah, dapatlah terjadi kepunahan kehidupan kita sendiri atau paling sedikit ekosisitem tempat kita hidup dapat mengalami keambrukan yang akan mengakibatkan banyak
kesulitan.
Pembangunan
demikian
bersifat
tidak
berkelanjutan.34 Pembangunan tidak saja menghasilkan manfaat bagi manusia, melainkan juga membawa resiko terhadap lingkungan. Misalnya sungai dibendung yang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga air, bertambahnya air untuk pengairan sawah dan terkendalinya banjir. Risikonya ialah tergenangnya kampung dan sawah, tergusurnya penduduk, dan kepunahan jenis tumbuhan dan hewan. Pembangunan yang terjadi sekarang ini di Indonesia adalah pembangunan di sektor industri, dimana pembangunan di sektor industri ini secara tidak langsung merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tetapi, dalam pembangunan
industri
ini
seringkali
kurang
memperhatikan
lingkungan dalam pelaksanaanya seperti, industri yang menggunakan sumber daya alam seenaknya, padahal sumber daya alam tersebut lama kelamaan akan habis tanpa memperhatikan generasi yang akan datang dapat menikmatinya, pembuangan limbah tanpa pengolahan terlebih 34
Otto Soemarwoto,” Ekologi, Lingkungan Hidup”, Jakarta: Djembatan, 2001, hlm158-159.
43
dahulu sehingga dapat mencemari lingkungan, serta penggunaan AMDAL pada saat akan dibangunnya suatu industri. Secara umum, definisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL)
adalah
suatu
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mengidentifikasi, memprediksi, menginterpretasi dan mengkomunikasikan pengaruh suatu rencana kegiatan (proyek) yang dapat berdampak besar atau kecil terhadap lingkungan. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (1) menyatakan : “Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan”.35
Dalam AMDAL terdapat dua jenis batasan tentang dampak, yaitu: a. Dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diprakirakan akan ada setelah ada pembangunan. b. Dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi
lingkungan
pembangunan dan
yang
diprakirakan
akan
ada
tanpa
adanya
yang diprakirakan akan ada dengan adanya
pembangunan tersebut.
35
Pasal 1 butir (1) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
44
AMDAL suatu usaha atau kegiatan bersifat terbuka untuk umum dan diketahui oleh masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan. Sebab sejak awal proses pembuatan dokumen AMDAL, melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 33 ayat (1) menyatakan : “Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup”.36
Sedangkan Pasal 34 ayat (1) menyatakan : “Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup”.37
AMDAL suatu usaha atau kegiatan yang berupa dokumen terdiri dari 4 (empat) bagian yang terdiri dari : 1) Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL) Pengertian Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999
36 37
Ibid, Pasal 33 ayat (1). Ibid, Pasal 34 ayat (1).
45
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (3) yang menyatakan :
“Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan”.38
2) Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Pengertian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (4) yang menyatakan :
“Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan”. 39
3) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Pengertian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (5) yang menyatakan :
“Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan”.40
38
Ibid, Pasal 1 butir (3). Ibid, Pasal 1 butir (4). 40 Ibid, Pasal 1 butir (5). 39
46
4) Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Pengertian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (6) yang menyatakan :
“Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan”. 41
Pedoman
penyusunan
Kerangka
Acuan
Analisis
Dampak
Lingkungan (KA-ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) didasarkan kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 14 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan AMDAL, yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pedoman Umum Penyusunan AMDAL adalah keseluruhan proses yang berturut-turut meliputi : 1) Penyusunan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL). 2) Penyusunan
Analisis
Dampak
Lingkungan
(ANDAL),
Rencana
Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Menurut ketentuan operasional (Peraturan Pelaksanaan) terdapat masalah hukum yang harus diperhatikan, yaitu dalam proses pengambilan keputusan (decision making process) yang berkaitan dengan Pasal 18, menurut
41
Ibid, Pasal 1 butir (6).
47
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22 ayat (1) menyatakan : “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup bwajib memiliki AMDAL”.42 Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, Pasal 11 ayat (1) menyatakan :
Komisi penilai pusat berwenang menilai hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria : a. Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan keamanan negara; b. Usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi daerah tingkat I; c. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain; d.
Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;
e. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain.43 Kriteria yang menentukan adanya dampak besar dan penting ditetapkan berdasarkan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Oleh sebab itu, kriteria tersebut dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak bersifat ilmitatif.
42
Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 43 Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL.
48
Prosedur pengambilan keputusan sebagaimana tersebut di atas tidak dapat dipisahkan dari tujuan AMDAL sebagai salah satu ketentuan hukum, dari ketentuan hukum tersebut AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan ini untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Penjelasan Pasal 7 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL menyatakan :
“Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari proses perizinan melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Izin merupakan suatu instrumen yuridis preventif. Oleh karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sebagaimana telah diterbitkan oleh instansi yang bertanggungjawab wajib dilampirkan pada permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup”.44
AMDAL merupakan salah satu syarat perizinan dalam sistem hukum lingkungan Indonesia bagi orang atau kelpompok yang akan mendirikan suatu perusahaan atau industri, khususnya yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan. Dalam pemberian izin untuk mendirikan suatu perusahaan atau industri, apabila tidak dilengkapi dengan AMDAL dapat dikenakan sanksi kepada yang
44
Ibid, Penjelasan Pasal 7 ayat (2).
49
memberikan izin tersebut. Hal tersebut tercantum dalam UndangUndang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindunghan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 112 yang menyatakan : “Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.45 Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negaranegara latin yang banyak menggunakan teknologi dalam industri yang didatangkan dari negara-negara maju untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan. Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh negara importir, tetapi memakmurkan negara pengekspor. Negara importir hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan teknologi. Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam memakai teknologi dalam industrinya, bahwa untuk masuk era globalisasi ekonomi dan era reformasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku
45
Pasal 112 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindunghan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
50
pembangunan di negara-negara berkembang untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ketahapan pembangunan berikutnya. Akibat dari tindakan penyesuaian yang harus dipenuhi dalam memenuhi permintaan akan sumber daya dalam proses industri agar menghasilkan berbagai produk yang dibutuhkan manusia, sering kali harus mengorbankan ekologi dan lingkungan hidup. Disamping itu, IPTEK juga dikembangkan dalam bidang antariksa dan militer yang menyebabkan terjadinya eksploitasi energi, sumber daya alam dan lingkungan yang dilakukan untuk memenuhi berbagai pruduk yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian
persepsi
yang
berbeda
mengenai
masalah
lingkungan hidup sering menimbulkan ketidak harmonisan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Akibatnya seringkali terjadi kekurang tepatan dalam menerapkan berbagai perangkat peraturan, yang justru menguntungkan perusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
B. Tinjauan Umum Mengenai Limbah Industri 1. Pengertian Limbah Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.
51
Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 butir (20) menyatakan: “Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan”.46 Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya. Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 1 butir (2) menyatakan : “Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain”.47
Bahan beracun dan berbahaya banyak dijumpai sehari-hari, baik sebagai keperluan rumah tangga maupun industri yang tersimpan, diproses,
diperdagangkan,
diangkut dan lain-lain.
Insektisida,
herbisida, zat pelarut, cairan atau bubuk pembersih deterjen, amoniak, sodium nitrit, gas dalam tabung, zat pewarna, bahan pengawet dan 46 Pasal 1 butir (20) Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 47 Pasal 1 butir (2) Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 perubahan atas Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
52
masih banyak lagi untuk menyebutnya satu per satu. Bila ditinjau secara kimia bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Terdapat lima juta jenis bahan kimia telah dikenal dan di antaranya 60.000 jenis sudah dipergunakan dan ribuan jenis lagi bahan kimia baru setiap tahun diperdagangkan. Sebagai limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan terutama yang bersumber dari pabrik industri. Bahan beracun dan berbahaya banyak digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai penolong. Beracun dan berbahaya dari limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan itu sendiri, baik dari jumlah maupun kualitasnya. 48 Beberapa kriteria berbahaya dan beracun antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan reduktor, iritasi bukan radioaktif, mutagenik, patogenik, mudah membusuk dan lainlain. Dalam jumlah tertentu dengan kadar tertentu, kehadirannya dapat merusakkan kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu tertentu. Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun dan berbahaya pada suatu ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai ambang batas, yang artinya dalam jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak membahayakan lingkungan
48
www.google.com, “Limbah Industri”, diakses pada 8 Juli 2010.
53
ataupun pemakai. Karena itu untuk tiap jenis bahan beracun dan berbahaya telah ditetapkan nilai ambang batasnya. Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan limbah tergantung pada jenis dan karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam jangka waktu relatif singkat tidak memberikan pengaruh yang berarti, tapi dalam jangka panjang cukup fatal bagi lingkungan. Oleh sebab itu pencegahan dan penanggulangan haruslah merumuskan akibat-akibat pada suatu jangka waktu yang cukup jauh. Melihat pada sifat-sifat limbah, karakteristik dan akibat yang ditimbulkan pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang diperlukan langkah pencegahan, penanggulangan dan pengelolaan. 2. Jenis-jenis Limbah Industri Limbah berdasarkan nilai ekonominya dirinci menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah nonekonomis. Limbah yang mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dengan proses lanjut akan memberikan nilai tambah. Misalnya: tetes merupakan limbah pabrik gula. Tetes menjadi bahan baku untuk pabrik alkohol. Ampas tebu dapat dijadikan bahan baku untuk pabrik kertas, sebab ampas tebu melalui proses sulfinasi dapat menghasilkan bubur pulp. Banyak lagi limbah pabrik tertentu yang dapat diolah untuk menghasilkan produk baru dan menciptakan nilai tambah.
54
Limbah nonekonomis adalah limbah yang diolah dalam proses bentuk apapun tidak akan memberikan nilai tambah, kecuali mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini yang sering menjadi persoalan pencemaran dan merusakkan lingkungan. Dilihat dari sumber limbah dapat merupakan hasil sampingan dan juga dapat merupakan
semacam
"katalisator".
Karena
sesuatu
bahan
membutuhkan air pada permulaan proses, sedangkan pada akhir proses air ini harus dibuang lagi yang ternyata telah mengandung sejumlah zat berbahaya dan beracun. Di samping itu ada pula sejumlah air terkandung dalam bahan baku harus dikeluarkan bersama buangan lain. Ada limbah yang terkandung dalam bahan dan harus dibuang setelah proses produksi. Tapi ada pula pabrik menghasilkan limbah karena penambahan bahan penolong. Sesuai dengan sifatnya, limbah digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu: limbah cair, limbah gas/asap dan limbah padat. Ada industri tertentu menghasilkan limbah cair dan limbah padat yang sukar dibedakan. Ada beberapa hal yang sering keliru mengidentifikasi limbah cair, yaitu buangan air yang berasal dari pendinginan. Sebuah pabrik membutuhkan air untuk pendinginan mesin, lalu memanfaatkan air sungai yang sudah tercemar disebabkan oleh sektor lain. Karena kebutuhan air hanya untuk pendinginan dan tidak untuk lain-lain, tidaklah tepat bila air yang sudah tercemar itu dikatakan bersumber dari pabrik tersebut.
55
Limbah gas/asap adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel, debu melalui udara, dibantu angin memberikan jangkauan pencemaran yang cukup luas. Gas, asap dan lain-lain berakumulasi/bercampur dengan udara basah mengakibatkan partikel tambah berat dan malam hari turun bersama embun. Limbah padat adalah limbah yang sesuai dengan sifat benda padat merupakan sampingan hasil proses produksi. Pada beberapa industri tertentu limbah ini sering menjadi masalah baru sebab untuk proses pembuangannya membutuhkan satu pabrik pula. Limbah penduduk kota menjadikan kota menghadapi problema kebersihan. Kadang-kadang bukan hanya sistem pengolahannya menjadi persoalan tapi bermakna, dibuang setelah diolah. Menurut sifat dan bawaan limbah mempunyai karakteristik baik fisika, kimia maupun biologi. Limbah air memiliki ketiga karakteristik ini, sedangkan limbah gas yang sering dinilai berdasarkan satu karakteristik saja seperti halnya limbah padat. Berbeda dengan limbah padat yang menjadi penilaian adalah karakteristik fisikanya, sedangkan karakteristik kimia dan biologi mendapat penilaian dari sudut akibat. Limbah padat dilihat dari akibat kualitatif sedangkan limbah air dan limbah gas dilihat dari sudut kualitatif maupun kuantitatif.
56
a. Limbah Cair Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Di samping itu ada pula bahan baku mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu bahan sebelum diproses lebih lanjut. Air ditambah bahan kimia tertentu kemudian diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis perlakuan ini mengakibatkan buangan air. b. Limbah Padat Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan, lumpur, bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yaitu dapat didaur ulang, seperti plastik, tekstil, potongan logam dan kedua limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis. Bagi limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis dapat ditangani dengan berbagai cara antara lain ditimbun pada suatu tempat, diolah kembali kemudian dibuang dan dibakar.
57
c. Limbah Gas dan Partikel Udara adalah media pencemar untuk limbah gas. Limbah gas atau asap yang diproduksi pabrik keluar bersamaan dengan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dan Jain-lain. Penambahan gas ke dalam udara melampaui kandungan alami akibat kegiatan manusia akan menurunkan kualitas udara. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang seperti uap air, debu, asap, dan kabut .Sedangkan pencemaran berbentuk gas tanya aapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung. Gas-gas ini antara lain SO2, NOx, CO, CO2, hidrokarbon dan lain-lain. d. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Merupakan
sisa
suatu
usaha
atau
kegiatan
yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan jumlahnya secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
58
Undang-undang No 32 Tahun 2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 butir (22) menyatakan: “Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3”.49
Karakteristik limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah : 1) Mudah meledak 2) Mudah terbakar 3) Bersifat reaktif 4) Beracun 5) Menyebabkan infeksi 6) Bersifat korosif, dan 7) Limbah lain yang bila diuji dengan metode toksikologi dapat diketahui termasuk dalam jenis limbah B3. Berdasarkan sumbernya, limbah B3 dapat diklasifikasikan menjadi : 1) Primary sludge, yaitu limbah yang berasal dari tangki sedimentasi pada pemisahan awal dan banyak mengandung biomassa senyawa organik yang stabil dan mudah menguap. 2) Chemical sludge, yaitu limbah yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi. 49
Pasal 1 butir (22) Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
59
3) Excess activated sludge, yaitu limbah yang berasal dari proses pengolahan dengn lumpur aktif sehingga banyak mengandung padatan organik berupa lumpur dari hasil proses tersebut. 4) Digested sludge, yaitu limbah yang berasal dari pengolahan biologi dengan digested aerobic maupun anaerobic di mana padatan/lumpur yang dihasilkan cukup stabil dan banyak mengandung padatan organik. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, Pengelolaan
pengolahan, Limbah
menanggulangi
B3
pencemaran
dan ini
penimbunan bertujuan
dan
limbah
untuk
kerusakan
B3.
mencegah, lingkungan,
memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya.
60
Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. 50 3. Dasar Hukum Limbah Di Indonesia, peraturan yang berkaitan dengan limbah telah diatur dalam Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diundangkan sebagai pengganti Undang-undang No 23 Tahun 1997. Pengaturan mengenai limbah diatur dalam Pasal 1 butir (20) s/d butir (24), serta dalam Bab VII Pasal 58 s/d Pasal 61 Undangundang
No
32
Tahun
2009
tentang
Perlindungan
dan
PengelolaanLingkungan Hidup. Dalam Pasal 1 butir (20) menjelaskan mengenai pengertian limbah, butir (21) menjelaskan mengenai pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), butir (22) menjelaskan mengenai pengertian limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), butir (23) menjelaskan mengenai 50
www.google.com, “Pengertian Limbah”, diakses tanggal 12 Juli 2010.
61
pengertian pengelolaan limbah B3, dan butir (24) menjelaskan mengenai
dumping/pembuangan
limbah
secara
langsung
ke
lingkungan tanpa pengelolaan terlebih dahulu. Dalam Bab VII Undang-undang No 32 Tahun 2009 mengatur mengenai pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) serta limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pengelolaan berati berhubungan
dengan
proses
:
menghasilkan,
mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, mengolah, menggunakan dan menimbun. Setiap orang yang menggunakan B3 dan menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan sebelum dibuang langsung ke sungai (lingkungan). Selanjutnya dalam Pasal 60 Undang-undang No 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa : “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin”.51
Secara khusus, hal mengenai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diatur dalam Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan oleh Peraturan Pemerintah No 85 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun diantaranya yaitu :
51
Pasal 60 Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
62
1) Kewajiban bagi setiap penghasil limbah B3 (badan usaha yang mendapat izin Menteri Lingkungan Hidup) untuk mengelola limbahnya 2) Kewajiban bagi badan usaha pengelola limbah B3 yaitu yang melakukan pengumpulan, pengolahan, penimbunan, pemanfaatan dan pengangkutan limbah B3 3) Ketentuan mengenai pengawas dan pelaksanaan pengelolaan limbah B3 4) Ketentuan teknis administratif dalam kegiatan pengelolaan limbah B3, termasuk sanksi-sanksi pelanggarannya. Semua ketentuan yang berhubungan dengan para pengelola limbah B3 baik penghasil, pengumpul, pengangkut, maupun penimbun telah diperinci secara jelas, serta hal-hal teknis juga telah dibahas yang mencakup seluruh aspek yang berhubungan dengan pengelolaan limbah dari mulai sumber sampai ke pembuangan akhir limbah B3. Untuk pelaksanaan, diatur pula terutama yang menyangkut program kendali dan pengawasan di daerah. 4. Dampak Pencemaran Limbah Industri Dampak yang dapat ditimbulkan oleh limbah yang dibuang secara
langsung
mengakibatkan
tanpa
pengelolaan
pencemaran
terhadap
terlebih
dahulu,
lingkungan
dapat
hidup
menyebabkan menurunnya fungsi dari lingkungan hidup tersebut.
yang
63
Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 butir (14) menyatakan : “Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”.52
Ditinjau dari segi ilmu kimia, yang disebut pencemaran lingkungan adalah peristiwa penyebaran bahan kimia dengan kadar tertentu yang dapat merubah keadaan keseimbangan pada daur materi, baik keadaan struktur maupun fungsinya sehingga mengganggu kesejahteraan manusia. Pencemaran lingkungan ini perlu mendapat penanganan secara serius oleh semua pihak, karena pencemaran lingkungan dapat menimbulkan gangguan terhadap kesejahteraan dan kesehatan manusia, bahkan dapat berakibat terhadap jiwa manusia. Berdasarkan medium fisik lingkungan tersebarnya bahan kimia ini, maka pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh bahan kimia dapat dibagi menjadi tiga jenis pencemaran, yaitu : Pencemaran air, Pencemaran udara dan Pencemaran tanah.53 a.
Pencemaran Air Air sebagai sumber daya alam mempunyai arti dan fungsi sangat vital bagi umat manusia, dimana tiada kehidupan dapat
52 Pasal 1 butir (14) Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 53 Suprianto, dalam, “Pencemaran Lingkungan di Indonesia”, Jakarta: Kencana, 2004, hlm.21.
64
berlangsung tanpa air. Air dibutuhkan oleh manusia, dan makhluk hidup lainnya seperti tetumbuhan, berada di permukaan dan di dalam tanah, di danau dan laut, menguap ke atmosfer, lalu terbentuk awan, turun dalam bentuk hujan, infitrasi ke bumi/tubuh bumi, membentuk air bawah tanah, mengisi danau dan sungai serta laut, dan seterusnya. Sekali jaring/jalur siklus ini terganggu atau dirusak, sistemnya tidak berfungsi sebagaimana lazimnya oleh akibat limbah industri, pengrusakan hutan atau hal-hal lainnya, maka dengan sendirinya membawa efek terganggu atau rusaknya sistem itu. Suatu limbah industri yang bersenyawa dengan limbah pestisida/insektisida dan buangan domestik lainnya, lalu menyatu dengan air sungai, akan merusak air sungai dan mungkin juga badan sungai. Pencemaran air ini apabila dibiarkan terus menerus akibatnya akan semakin parah, dimana ikan-ikan di sungai mati dan mencemari air sungai yang justru dibutuhkan oleh manusia serta lingkungan sekitar sungai akan rusak. b. Pencemaran Udara Pencemaran udara adalah penyimpangan dari kondisi normal, bertambahnya kadar/konsentrasi unsur tertentu atau masuknya unsur/ikatan kimia lain yang merubah kualitas udara
65
sehingga
merugikan
lingkungan
(lingkungan
hidup
dan
ekosistem). Pencemaran udara dapat saja terjadi dari sumber pencemaran udara seperti : pembakaran batu bara, bahkan bakar minyak dan pembakaran lainnya, yang mempunyai limbah berupa partikulat (aerosol, debu, abu terbang, kabut,asap, jelaga), selain kegiatan pabrik yang berhubungan dengan perempelasan, pemulasan
dan
pengolesan
(grinding),
penumbukan
dan
penghancuran benda keras (crushing), pengolahan biji logam dan proses pengeringan. Kegiatan pembongkaran dan pembukaan lahan dan penumpukan sampah atau pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. Kadar pencemaran udara semakin tinggi mempunyai dampak yang lebih merugikan. Keadaan cuaca dan metereologi mempengaruhi pembentukan penyebaran pencemaran udara. Peredaran pencemaran udara mulai dari sumber sampai ke lingkungan berakhir pada permukaan tanah dan perairan; jatuhnya pada vegetasi, hewan ternak atau objek lain di tanah. Udara yang tercemar, akibatnya menyerupai air yang tercemar, yakni tidak mengenal batas kecamatan, daerah atau propinsi dan negara. Bumi yang kini semakin panas akibat berbagai aktivitas industri, pembakaran batu bara, perombakan/penggundulan hutan
66
yang tidak terkendali (deforestation), penggunaan aerosol berlebihan, dan akibat-akibat pencemaran lainnya, dapat merusak ozon yang justru melindungi kehidupan makhluk dan tata lingkungan di permukaan bumi. Timbulnya lubang ozon merupakan ancaman serius bagi umat manusia dan seluruh bumi ini, serta panas yang semakin memuncak akan mengakibatkan permukaan laut naik sampai sekitar tiga meter (mencairnya gunung-gunung es di kutub Utara). Greeenhouse efect (efek rumah kaca) akibat proses produksi menciptakan panas yang beralih naik ke atmosfir dan terus berlipat ganda, tertumpuknya konsentrasi karbondioksida dan gas-gas lainnya yang bergantung di atmosfir, dapat merubah iklim/cuaca di bumui bahkan menjadi kian gawat. Seperti telah diungkapkan di atas, bahwa pemanasan atmosfer dapat mengakibatkan es di kutub Utara mencair, tetapi sesudah mencair hanya suatu penurunan suhu atmosfer bumi yang tajam dapat mengembalikan es itu. Lapisan ozon dalam stratosfer (± 35 km di atas permukaan laut) berfungsi melindungi manusia dari radiasi ultra violet yang bisa menyebabkan kanker kulit. Begitupun penyakit katarak dan penyakit mata lainnya akan semakin meluas, kulit pada tubuh manusia akan semakin tidak tahan terhadap radiasi ultra violet. Cuaca/iklim akan
67
menimbulkan efek-efek lainnya di permukaan bumi, misalnya musim dingin mungkinakan semakin pendek, sedangkan musim kering akan semakin ekstrim, bahkan efek-efek lainnya akan turut bergandengan dengannya, curah hujan pada suatu tempat akam elebihi dari waktu yang lalu-lalu dan pada tempat yang lain mungkin berkurang, selain akan menimbulkan pergeseran waktu tanam akibat curah hujan yang terus berubah. c.
Pencemaran Tanah Pencemaran tanah dapat terjadi melalui bermacam-macam akibat, ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Yang langsung mencemarkan tanah dapat berupa tertuangnya zat-zat kimia berupa pestisida atau insektisida yang melebihi dosis yang ditentukan. Misalnya penggunaan DDT dan Endrin, serta mungkin pestisida atau insektisida lainnya. Pencemaran tidak langsung dapat terjadi juga akibat dikotori oleh minyak bumi. Sering juga tanah persawahan dan kolam-kolam ikan tercemar oleh buangan minyak. Bahkan sering pula suatu lahan berlebihan dibebani oleh zat-zat kimia (pestisida, insektisida, herbisida), sewaktu dibongkar oleh buldozer pada musim kering, debu tanahnya yang bercampur zat-zat kimia itu ditiup angin, menerjang ke udara, mencemari udara, lalu jatuh lagi di tempat lain, di permukaan tanah, di sungai, air sumur,
68
danau maupun tanaman dan tumbuh-tumbuhan, makhluk hidup lain dan sebagainya.54 C. Pengelolaan Air Limbah Pembuangan air limbah baik yang bersumber dari kegiatan domestik (rumah tangga) maupun industri ke badan air dapat menyebabkan pencemaran lingkungan apabila kualitas air limbah tidak memenuhi baku mutu limbah. Dalam kegiatan industri, air limbah akan mengandung zat-zat/kontaminan yang dihasilkan dari sisa bahan baku, sisa pelarut atau bahan aditif, produk terbuang atau gagal, pencucian dan pembilasan peralatan, blowdown beberapa peralatan seperti kettle boiler dan sistem air pendingin, serta sanitary wastes. Agar dapat memenuhi baku mutu, industri harus menerapkan prinsip pengendalin limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe pollution prevention) dan setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention). Pengendalian
dalam
proses
produksi
bertujuan
untuk
meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan peencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan.
54
Muhamad Erwin, “Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup”, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 37-43.
69
Namun walaupun begitu, masalah air limbah tidak sesederhana yang dibayangkan karena pengolahan air limbah memerlukan biaya investasi yang besar dan biaya operasi yang tidak sedikit. Untuk itu, pengolahan air limbah harus dilakukan dengan cermat, dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) atau unit pengolahan limbah (UPL) yang benar, serta pengoperasian yang cermat. Dalam pengolahan air limbah itu sendiri, terdapat beberapa parameter kualitas yang digunakan. Parameter kualitas air limbah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu parameter organik, karakteristik fisik, dan kontaminan spesifik. Parameter organik merupakan ukuran jumlah zat organik yang terdapat dalam limbah. Parameter ini terdiri dari total organic carbon (TOC), chemical oxygen demand (COD), biochemical oxygen demand (BOD), minyak dan lemak (O&G), dan total petrolum hydrocarbons (TPH). Karakteristik fisik dalam air limbah dapat dilihat dari parameter total suspended solids (TSS), pH, temperatur, warna, bau, dan potensial reduksi. Sedangkan kontaminan spesifik dalam air limbah dapat berupa senyawa organik atau inorganik. 1.
Teknologi Pengolahan Air Limbah Tujuan utama pengolahan air limbah ialah untuk mengurai kandungan bahan pencemar di dalam air terutama senyawa organik, padatan tersuspensi, mikroba patogen, dan senyawa organik yang
70
tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme yang terdapat di alam. Pengolahan air limbah tersebut dapat dibagi menjadi 5 (lima) tahap: 1) Pengolahan Awal (Pretreatment) Tahap pengolahan ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam aliran air limbah. Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit removal, equalization and storage, serta oil separation. 2) Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment) Pada dasarnya, pengolahan tahap pertama ini masih memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi pada pengolahan tahap pertama ialah neutralization, chemical addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration. 3) Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment) Pengolahan tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat-zat terlarut dari air limbah yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Peralatan pengolahan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin, rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
71
4) Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment) Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation and sedimentation, filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane separation, serta thickening gravity or flotation. 5) Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment) Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or wet
combustion,
pressure
filtration,
vacuum
filtration,
centrifugation, lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.
2.
Pemilihan Teknologi
Pemilihan
proses
yang
tepat
didahului
dengan
mengelompokkan karakteristik kontaminan dalam air limbah dengan menggunakan
indikator
parameter.
Setelah
kontaminan
dikarakterisasikan, diadakan pertimbangan secara detail mengenai aspek ekonomi, aspek teknis, keamanan, kehandalan, dan kemudahan peoperasian. Pada akhirnya, teknologi yang dipilih haruslah teknologi yang tepat guna sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah. Setelah pertimbangan-pertimbangan detail, perlu juga dilakukan studi kelayakan atau bahkan percobaan skala laboratorium yang bertujuan untuk:
72
1) Memastikan bahwa teknologi yang dipilih terdiri dari prosesproses yang sesuai dengan karakteristik limbah yang akan diolah. 2) Mengembangkan dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan efisiensi pengolahan yang diharapkan. 3) Menyediakan informasi teknik dan ekonomi yang diperlukan untuk penerapan skala sebenarnya.
Perlu kita semua sadari bahwa limbah tetaplah limbah. Solusi terbaik dari pengolahan limbah pada dasarnya ialah menghilangkan limbah itu sendiri. Produksi bersih (cleaner production) yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan terbentuknya limbah langsung pada sumbernya di seluruh bagian-bagian proses dapat dicapai dengan penerapan kebijaksanaan pencegahan, penguasaan teknologi bersih, serta perubahan mendasar pada sikap dan perilaku manajemen. 55
D. Tinjauan Umum Mengenai Peran Masyarakat 1. Pengertian Peran Masyarakat
Suatu proses yang melibatkan masyarakat umum, dikenal sebagai peran masyarakat. Yaitu proses komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses kegiatan, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang berwenang.
55
www. Google.com, “Proses Pengelolaan Air Limbah”, diakses tanggal 15 Juli 2010.
73
Dari sudut terminologi peran serta msyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok; Kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Bahasan yang lebih khusus lagi, peran serta masyarakat sesungguhnya merupakan suatu cara untuk membahas incentive material yang mereka butuhkan (Goulet, 1989). Dengan perkataan lain, peran serta masyarakat merupakan insentif moral sebagai "paspor" mereka untuk mempengaruhi lingkupmakro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang sangat menetukan kesejahteraan mereka.
Tujuan dari peran serta masyarakat sejak tahap perencanaan adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan (public interest) dalam
rangka
meningkatkan
kualitas
pengambilan
keputusan
lingkungan (Canter, 1977). Karena dengan melibatkan masyarakat yang potensial terkena dampak kegiatan dan kelompok kepentingan (interest groups), para pengambil keputusan dapat menangkap pandangan, kebutuhan dan pengharapan dari masyarakat dan kelompok tersebut dan menuangkannya ke dalam konsep. Pandangan dan reaksi masyarakat itu, sebaliknya akan menolong pengambil keputusan untuk menentukan prioritas, kepentingan dan arah yang positif dari berbagai faktor.
74
Sejak proses peran serta masyarakat haruslah terbuka untuk umum, peran serta masyarakat akan mempengaruhi kredibilitas (accountability)
badan
yang
bersangkutan.
Dengan
cara
mendokumentasikan perbuatan keputusan badan negara ini, sehingga mampu menyediakan sarana yang memuaskan jika masyarakat dan bahkan pengadilan merasa perlu melakukan pemeriksaan atas pertimbangan yang telah diambil ketika membuat keputusan tersebut. Yang pada akhirnya akan dapat memaksa adanya tanggung jawab dari badan negara tersebut atas kegiatan yang dilakukannya. 56 2. Dasar Hukum Peran Masyarakat Di Indonesia, peraturan yang mengatur mengenai peran masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdapat dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan : (1) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Peran masyarakat dapat berupa: a. Pengawasan sosial; b. Pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau c. Penyampaian informasi dan/atau laporan. (3) Peran masyarakat dilakukan untuk: a. meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; b. meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
56
www.google.com, “Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan”, diakses pada tanggal 8 September 2010.
75
c. menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat; d. menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial; dan e. mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.57
Peran masyarakat sangatlah penting untuk berperan serta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup guna kelangsungan masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya. Peran masyarakat berfungsi sebagai fungsi kontrol dalam pengawasan pembuangan limbah oleh industri yang mengelolala limbahnya terlebih dahulu dengan IPAL dan industri yang membuang limbah tanpa pengelolaan terlebih dahulu, agar tidak terjadi pencemaran lingkungan yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan terhadap lingkungan hidup.
57
Pasal 70, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.