II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. LIMBAH CAIR INDUSTRI Industri pertanian termasuk jenis industri yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, akibat buangan cair (air limbah), padat, gas, suara dan panas yang berlangsung selama proses produksi. Dari kelima jenis limbah industri tersebut, limbah cair merupakan jenis limbah yang paling perlu mendapat perhatian, karena volumenya yang sangat besar dan kuantitas polutannya yang beragam (Hobson dan Robertsor; 1986). Pada beberapa industri, volume limbah cair sangat besar. Limbah cair
ini sebagai hasil dari proses pencucian dengan jumlah polutan vang bervariasi tergantung pada operasi produksi produk olahan dan tahap-tahap proses yang berlangsung. Oleh karena itu, limbah ini dapat membahayakan lingkungan perairan bila dibuang ke badan penerima air tanpa perlakuan pengolahan. Bahaya yang ditimbulkan antara lain, berupa turunnya kualitas air di dalam badan penerima air, timbulnya gas berbau busuk, seperti H2S, CH4 atau NH3 , atau munculnya warna tiruan oleh kekeruhan atau adanya padatan bukan zat organik (Tampubolon, 1990). Limbah cair didefinisikan sebagai buangan cair yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat dan lingkungan industri dimana komponen utamanya adalah air yang telah digunakan dan mengandung benda padat yang terdiri dari zat-z-at organik dan anorganik (Mahida, 1984). Menurut Tchobanoglous dan Burton (1991), berdasarkan asalnya limbah cair dapat dibedakan meniadi empat macarn yaitu, air limbah rumah tangga (domestic waste), air limbah industri (industrial waste), rembesan air tanah lewat saluran dan luapan air hujan. Menurut Sugiharto (1998), sesuai dengan sumber asalnya, maka limbah cair mempunyai komposisi yang bervariasi dari setiap tempat dan setiap unit.
3
Diantara beberapa jenis polutan, kandungan bahan organik dalam suatu limbah yang masuk ke badan air bebas perlu mendapat perhatian sebab dapat mengancam kehidupan biologis pada badan air tersebut. Kandungan bahan organik yang sangat tinggi memungkinkan terjadinya proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam badan air. Proses tersebut akan menggunakan oksigen terlarut dalam badan air, sehingga pada akhimya ketersediaan oksigen bagi kehidupan di lingkungan tesebut berkurang. HaI ini dapat
membawa
bahaya
kematian
makhluk
hidup
di
dalamnya
(Tchobanoglous dan Burton, 1991). Untuk mengetahui lebih luas tentang limbah cair, maka perlu diketahui juga mengenai kandungan yang ada di dalam limbah cair dan sifat-sifatnya. Limbah cair mempunyai sifat yang dapat dibedakan menjadi tiga bagian besar; yaitu: sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologis (Sugiharto,1987). Sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika, kejernihan, bau, wama dan temperatur. Beberapa komposisi limtrah cair akan hilang bila dilakukan pemanasan secara lambat. ]umlah total endapan terdiri dari benda-benda yang mengendap, terlarut dan tercarnpur (Tchobanoglous dan Burton,1991). Sifat kimia limbah cair ditentukan oleh kandungan bahan kimia yang ada di dalam limbah cair. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap. Selain itu, akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan beracun (Sugiharto, 1987). Sifat biologis limbah cair diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum serta untuk keperluan kolam renang. Selain itu, diperlukan juga untuk menaksir tingkat kekotoran limbah cair sebelum dibuang ke badan air. Pemerisaan biologis di dalam limbah cair untuk memisahkan apakah ada bakteri-bakteri patogen berada di limbah cair (Tchobanoglous dan Burton, 1991). Menurut Polprasert (1989), karakteristik limbah cair sangat bervariasi tergantung pada keadaaan lokasi pengolahan, waktu (tiap jam dalam sehari, tiap hari dalam seminggu), musim, dan tipe saluran pembuangan. Kekuatan
4
limbah cair tergantung pada derajat pengenceran, proses produksi, jumlah tahapan produksi dan jumlah penggunaan air dalam setiap tahap produksi. Berdasarkan derajat pengenceran, maka kekuatan limbah cair dibagi menjadi tiga yaitu konsentrasi kuat, sedang dan lemah. Limbah cair dengan konsentrasi kuat (BOD5 = 400 - 500 mg/l) merupakan campuran yang keruh dan kotor (black liquor), sedangkan limbah cair dengan konsentrasi lemah (BOD5 = 100 mg/l) tampak tidak keruh dan agak jernih (white liquor) (Shmidt, 1982). Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. Jika bahan organik terlarut merupakan bahan organik tahan urai dan sangat lambat mengalami proses penghancuran akan menghasilkan nilai COD yang tinggi dan nilai BOD yang rendah ( Alaert dan santika, 1987). Oksigen adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan hanya sedikit larut dalam air. Semua makhluk yang hidup didalam air sangat tergantung pada oksigen terlarut, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai indikator mutu air (Sastrawijaya, 1991). Kehidupan mikroorganisme ikan dan hewan lainnya tak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut dalam air. Air yang tidak mengandung oksigen tidak akan memberikan kehidupan, sehingga oksigen yang terlarut didalam air sangat penting artinya bagi kehidupan (Wardhana, 1995).
5
Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair Pengolahan Rumput Laut
Sumber : PERATURAN/MENLH/12/2008 B. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Pada dasarnya tujuan utama pengolahan limbah cair adalah untuk melindungi lingkungan hidup terhadap. pencemaran yang diakibatkannya melalui pengurangan beban bahan organik (BOD), partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen. Selain itu, diperlukan juga tambahan pengoiahan untuk menghilangkan bahan nutrisi komponen teraracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasi agar konsentrasi yang ada menjadi rendah (Sugiharto, 1987). Tchobanoglous dan Burton (1991) mengatakan bahwa teknik-teknik pengolahan
limbah
cair
yang
telah
dikembangkan
secara
umum
diklasifikasikan menurut tiga metode pengolahan yaitu: 1. Pengolahan secara fisik 2. Pengolahan secara kimia 3. Pengolahan secara biologis Metode mana yang paling tepat digunakan untuk penanganan limbah cair industri sangat tergantung pada karakteristik limbah cair, kualitas keluaran yang dibutuhkan, dan tujuan akhir pengolahan. Selain itu, pemilihan metode juga dipengaruhi oleh biaya, kendala dan perbaikan kualitas air pada
6
waktu yang akan datang (Eckenfelder, 1980). Menurut Conway dan Ross (1980) penurunan kandungan bahan organik terdegradasi dalam limbah cair lebih ekonomis digunakan penanganan secara biologis dari pada metode fisik atau kimia. Tahapan pengolahan limbah cair yang umum digunakan adalah pengolahan pendahuluan (pretreatment),
pengolahan
primer (primery
treatment), pengolahan sekunder (secondery treatment) dan pengolahan tersier (tertiery treatment) (Sugiharto, 1987). Pengolahan pendahuluan bertujuan untuk membersihkan limbah cair dari benda-benda yang dapat menghambat proses pengolahan lanjut. Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan zat padatan tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengolahan sekunder mencakup proses
biologis
untuk
mengurangi
bahan-bahan
organik
melalui
mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada tahap ini biasanya digunakan lumpur aktif (activated sludge) untuk mempercepat proses biologis yaitu penguraian atau degradasi bahan-bahan organik. Selanjutnya
pengolahan
tersier merupakan kelanjutan dari pengolahan-pengolahan terdahulu yang akan dipergunakan apabila banyak terkandung zat-zat berbahaya dan merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan kandungan zat-zat yang terbanyak dalam limbah cair (Sugiharto, 1987). Mahida (1984) mengatakan bahwa umumnya pada pabrik-pabrik berpola biasa, kadar limbah cair yang dapat ditangani secara memuaskan terbatas dan limbah pekat harus diencerkan secara khusus, dengan air atau dengan aliran akhir sebelum diterapkan pada filter. Pembuangan dengan cara pengenceran juga sering dilakukan oleh pabrik-pabrik tertentu. Pengenceran tersebut dilakukan pada Iimbah cair sampai pada konsentrasi yang cukup rendah kemudian dibuang keperairan bebas.
7
C. PENGOLAHAN LIMBAH CAIR SECARA BIOLOGI Pengolahan Limbah cair secara biologis merupakan proses biokimia yang dapat berlangsung dalam dua lingkungan utama, yaitu lingkungan aerobik dan lingkungan anaerobik. Lingkungan aerobik adalah lingkungan dimana oksigen terlarut di dalam air terdapat dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga oksigen bukan merupakan suatu faktor pembatas. Proses pengolahan secara biologis menurut Djajadinigrat dan Wisjnusuprapto (1991) dibedakan mmjadi dua, yaitu: 1. Proses biologis aerobik 2. Proses biologis anaerobik Proses aerobik adalah proses mempertemukan bahan organik dengan mikroba pencemar aerob dalam suasana atau lingkungan beroksigen. Sehingga mikroba dapat mencerna bahan organik dan mempergunakan hasil pencernaannya untuk berkembang biak. Proses anaerobik mempertemukan mikroba anaerob dengan bahan organik di dalam suatu lingkungan tanpa oksigen. Dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses biologis adalah sebagai berikut : 1. Proses Penambahan Oksigen Proses penambahan oksigen merupakan salah satu cara untuk menurunkan konsentrasi zat pencemar organik di dalam limbah cair atau bahkan menghilangkanya sama sekali. Dua cara penambahan oksigen (aerasi) yaitu dengan memasukkan udara bersih ke dalam limbah cair dan dengan rnemaksa limbah cair ke atas untuk dapat kontak dengan oksigen atau udara. Memasukkan udara atau oksigen murni ke dalam limbah cair dilakukan melalui benda porous atau nozzle. Apabila nozzle diletakkan di tengah-tengah, maka akan meningkatkan kecepatan kontak gelembung udara dengan limbah cair, sehingga proses pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Oleh karena itu, biasanya nozzle ini diletakkan pada
8
dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan adalah berasal dari udara luar yang dipompakan ke dalam limbah cair oleh pompa tekan (aerator). Memasukkan limbah cair ke atas dilakukan dengan cara mengontakkan limbah cair dengan oksigen melalui pemutaran balingbaling yang diletakkan pada permukaan limbah cair. Akibat dari pemutaran ini, Iimbah cair akan terangkat ke atas dan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya (Sugiharto,1987). 2.
Proses Pertumbuhan Bakteri Bakteri diperlukan untuk menguraikan bahan organik yang ada di dalam limbah cair. Oleh karena itu, diperlukan jumlah bakteri yang cukup untuk menguraikan bahan-bahan tersebut. Bakteri akan berkembang biak apabila jumlah makanan yang terkandung di dalamnya cukup tersedia sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan. Akan tetapi, mikroorganisme sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH, oksigen terlarut, cara pencampuran unsur ataupun senyawa toksik dan karakteristik serta iumlah bahan organiknya. (Sugiharto, 1987). Pada umurrnya metoda biologis merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi kandungan bahan organik dalam buangan (Sugiharto, 1987). Metode ini banyak digunakan dalam pengolahan timbah cair pada industri chemical, petrochemical, pulp dan industri kertas (Shmidt, 1982). Menurut Djajadiningrat dan Wisjnusuprapto (1991), ada sembilan tipe penanganan limbah cair secara biologis yang umum dipergunakan, yaitu activited sludge ( lumpur aktif), aerated lagoon, aerobic digetion, anaerobic digetion, tricking filter, cakram biologl kontak anaerobik, nitrifikasi dan denitrifikasi. Dari berbagai cara tersebut lumpur aktif merupakan cara pengolahan konvensional yang sederhana tapi efektif (Tchobanoglous dan Burton, 1991).
9
D.
PROSES LUMPUR AKTIF Lumpur aktif merupakan gumpalan partikel yang mengandung campuran mikroorganisme aerobik yang dihasilkan melalui proses aerasi. Pada
prinsipnya
proses
lumpur
aktif
adalah
proses
pemanfaatan
mikroorganisme yang dapat menguraikan senyawa organik dalam limbah cair secara aerobik menjadi sumber tenaga, bahan seluler baru, air, dan karbon dioksida (Jenie dan Rahayu, 1993). Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986), ada dua hal penting yang membedakan proses lumpur aktif dengan proses fermentasi mikrobial. Pertama, pada proses lumpur aktif terdapat komponen aktif yang bukan kultur murni tetapi merupakan gabungan dari bakteri, kapang, fungi protozoa, dan rotifer. Mikroorganisme tumbuh dan berinteraksi satu sama lain. Kedua, komponen lumpur aktif terdiri dari biomasa aktif dan yang sudah mati. Bakteri yang terdapat dalam lumpur aktif berflokulasi , secara umum terdiri atas bakteri gram negatif termasuk pengoksidasi karbon dan nitrogen. Beberapa kelompok bakteri yang ditemukan pada lumpur aktif adalah Pseudomonas, Zooglaea,
Arthrobacter,
Sphaerotilus,
Achromobacterium,
Bacillus,
Nitrosomonas,
Alcaligenes,
Flavobacterium, Nitrobacter,
Nocardia
Cytophaga, Acinetobacter,
(Verstraete
dan
Vaerenbergh,1986; Prave et al.,1987; Tchobanoglous dan Burton, 1991). Pseudomonas dan Arthrobacter merupakan bakteri pengurai bahan organik terutama karbohidrat menghasilkan karbon dioksida dan air. Bacillus dan Flavobacterium merupakan bakteri pendegradasi protein menghasilkan amonia, karbon dioksida dan air. Cytophaga
merupakan bakteri yang
berperan dalam pemecahan polimer. Zooglaea merupakan bakteri yang berperan dalam pembentukan flok pada lumpur aktif. Sphaerotilus merupakan bakteri yang menyebabkan lumpur aktif bersifat bulki (sludge bulking). Nitrosomonas dan Nitrobacter bakteri yang berperan dalam nitrifikasi, yaitu proses oksidasi amonia dengan adanya oksigen meniadi nitrit yang selanjutnya menjadi nitrat. . Sedangkan Acinetobacter bakteri yang dapat melakukan penyisihan fosfor. Bacillus dan Pseudomonas berperan juga
10
dalam proses denitrifikasi yaitu oksidasi nitrat menjadi gas nitrogen. Sedangkan bakteri Pseudomonas dan Nocardia berperan dalam degradasi hidrokarbon (Verstraete dan Vaerenbergh, 1986; Henry dan Heinke,1989). Djajadiningrat dan Wisjnusuprapto (1991) mengemukakan bahwa pada proses pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif, nilai COD awal yang digunakan merupakan kisaran nilai antara 50 sampai 4000 mg/L limbah cair. Kisaran pH yang normal dalam pengoperasian lumpur aktif adalah 6,5 7,5. Pada nilai pH di atas 9 aktivitas mikroorganisme akan terganggu. Di bawah pH 5,5 akan tumbuh kapang dengan pesat yang bersifat kompetitor bagi bakteri. Menurut Jenie dan Rahayu (1993), proses lumpur aktif dapat berlangsung dengan konsentrasi oksigen terlarut sebesa 0.5- 1.0 mg/L. Menurut Benefield dan Randall (1980), lumpur aktif mampu merubah limbah cair organik menjadi bentuk anorganik yang mantap atau menjadi massa sel. Dalam proses ini bahan organik terlarut atau koloid yang telah mengalami sedimentasi awal, dengan menggunakan bermacam-macam jenis mikorganisme
akan
teriadi
metabolisme
dengan
menghasilkan
karbondioksida (CO2) dan air. Pada waktu yang sama fraksi yang cukup besar dirubah menjadi massa sel, yang dapat dipisahkan dari aliran limbah cair dengan jalan sedimenatasi gravitasi. Selanjutnya Verstraete dan Vaerenbergh (1986) menambahkan bahwa reaksi yang teriadi pada proses lumpur aktif secara aerobik adalah sebagai berikut: 1. Penyerapan bahan organik yang tersuspensi, koloid, dan terlarut pada pada flok lumpur aktif. 2. Biodegradasi bahan organik menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida, air, mineral dan sintesis biomasa baru. 3. Konsumsi bakteri dan bahan organik lain oleh protozoa dan mikroorganisme predator . 4. Oksidasi nitrogen amonium meniadi nitrit yang selaniutnya menjadi nitrat oleh bakteri nitrifikasi. 5. Oksidasi sel pada saat bakteri kekurangan substrat (endogenous respiration).
11
Proses lumpur aktif tidak hanya menurunkan bahan organik, tetapi dapat menurunkan kandungan nitrogen melalui reaksi nitrifikasi dan denitrifikasi dan dapat melakukan penurunan kandungan fosfor. Dalam proses lumpur aktif menurut Davis dan Cornwel (1991) senyawa organik dan nitrogen digunakan untuk sistesis sel sedangkan fosfor digunakan untuk pembentukan ATP dan asam nukleat. Parameter yang penting dalam perancangan proses lumpur aktif adalah laju pembebanan bahan organik. Penentuan laju pembebanan tersebut akan menentukan waktu tinggal, kualitas lumpur dan kebutuhan oksigen. Waktu tinggal limbah cair di dalam bak aerasi menunjukkan lama kontak antara mikroorganisme dengan limbah cair. Secara umum waktu tinggal untuk proses pengolahan limbah cair dengan menggunakan lumpur aktif adalah 4 sampai 23 jam (Forster, 1985). 1. Degradasi Senyawa Karbon Dalam limbah cair bahan organik dapat berupa protein, karbohidrat dan hidrokarbon. Bahan organik yang didegradasi dibagr menjadi dua, yaitu bahan yang didegradasi secara cepat dan bahan organik yang didegradasi secara lambat. Bahan organik yang didegradasi secara cepat terdiri dari molekul sederhana dan dapat langsung dapat untuk pertumbuhan sel. Sedangkan bahan organik yang didegradasi secara lambat terdiri dari molekul kompleks yang diuraikan dengan enzim ekstraseluler menjadi molekul sederhana, sehingga dapat digunakan untuk pertumbuhan sel (Henze et . a1.,1987). Degradasi senyawa karbon terjadi ketika senyawa-senyawa organik diuraikan dan dioksidasi oleh mikroorganisme heterotropik pada proses aerasi. Mikroorganisme heterotropik tersebut menggunakan sumber karbon yang sarna, baik untuk sistesis sel menghasilkan sel-sel baru maupun untuk oksidasi (Tchobanoglous dan Burton, 1991). Menunrt Verstraete dan Vaerenbergh (1986), degradasi senvawa organik secara aerobik dapat dituliskan dengan reaksi sebagai berikut:
12
2.
Nitrifikasi Nitrogen terdapat dalam limbah cair dapat berupa nitrat, nitrit, amonium, dan sebagai molekul terikat (nitrogen organik). Menurut Davis dan Comwell (1991), ada tiga dampak negatif senyawa nitrogen terhadap badan penerima air, yaitu: a. NH3 yang rendah dan NO3- dapat memacu pertumbuhan ganggang yang pesat. b. Oksidasi NH3 menjadi NO2 menggunakan banyak oksigen terlarut, sehingga badan air akan kekurangan oksigen terlarut yang dapat mengancam kelangsungan hidup di air. c. NH3 bersifat toksik pada ikan. Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986), amonia bebas (NH3) bersifat toksik terhadap ikan pada konsentrasi 1 mg/l sehingga perlu dilakukan penyisihan senyawa ini. Proses penyisihan senyawa ini dapat ditempuh dengan cara nitrifikasi. Nitrifikasi merupakan proses oksidasi senyawa nitrogen amonia menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat oleh bakteri kemoautotropik. Bakteri kemoautrotopik menggunakan karbon anorganik berupa karbondioksida, bikarbonat, dan karbonat sebagai sumber karbon untuk menghasilkan energi dalam sintesis sel baru. Menurut Barnes dan Bliss (1983), bahwa reaksi yang terjadi pada proses nitrifikasi terdiri dari reaksi nitritifikasi dan nitratifikasi. Nitritifikasi adalah oksidasi amonia menjadi nitrit yang dilalarkan oleh bakteri Nitrosomonas (N.europaea darrt N.monocella) dan Nitrosococcus, yang mempunyai pH optimal 5.0 - 9.0. Nitrosomonas terutama N.europaea telah banyak digunakan yang diisolasi dari instalasi penanganan limbah cair. Reaksi yang teriadi dapat dijabarkan sebagai berikut:
13
Nitratifikasi adalah oksidasi nitrit menjadi nitrat yang dilakukan oleh bakteri Nitrobacter (N.agilis dan N.winogradskyi) dan Nitrosospira graolis yang mempunyai pH optimal 7.0 - 8.3. Nitrobacter terutama N.agilis telah banyak dipelajari dan digunakan dalam dalam penanganan limbah cair secara biologis. Reaksi yang terjadi pada saat oksidasi nitritt menjadi nitrat dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sehingga reaksi akan seluruan akan tertulis sebagai berikut;
Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986), proses nitrifikasi dapat berjalan pada kandungan oksigen terlarut lebih besar dari 0.5 mg/l, temperatur 5 - 40 oC, dan pada kisaran pH 5.5 - 9.0 sedangkan kondisi optimal berlangsung pada pH 7.5. Pada pH di bawah 7.0 reaksi nitrifikasi bejalan lambat dan Casey et. al. (1992) menambahkan bahwa kondisi ini akan memacu pertumbuhan lumpur yang bulky, dimana akan mengakibatkan reduksi NO3- yang dihasilkan pada saat nitrifikasi menjadi NO2-, dan bakteri pembentuk flok akan melakukan reduksi NO3- menjadi N2. Menurut Boongorsrang (1982), pH optimal nitrifikasi untuk bakteri Nitrasomonas dan Nitrobacter adalah sebesar 8 .3 dan 7.7. Sehingga kisaran pH optimal nitrifikasi sekjtar pH 7.7 - 8.3. Dalam kondisi optimal bakteri autotropik menggunakan 4.33 - 4.57 gram oksigen untuk setiap perubahan satu gram NH3-N mmjadi NO3-N. Efisiensi nitrifikasi dapat dihitung dengan membandingkan konsentrasi NO2-N dan NO3-N yang terbentuk pada akhir proses dengan konsentrasi NH3-N kemudian dikalikan 100 persen. 14
Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986), neraca massa nitrogen dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Nav adalah jumlah N dalam bentuk NH3-N atau N-organik yang ada pada kondisi awal. N-nitrifikasi adalah jumlah N yang diubah oleh bakteri nitrifikasi menjadi NO2-N dan NO3-N. Dalam proses oksidasi ini digunakan sejumlah oksigen yang dapat dinyatakan dengan parameter NOD. Sedangkan Nimmob menyatakan jumlah N yang diubah menjadi biomasa sel dan N-flok merupakan jumlah N yang terjebak pada flok lumpur aktif. Verstraete
dan Vaerenbergh (1986) mengatakan bahwa
NOD
merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk oksidasi NH3-N menjadi NO2-N dan NOa-N selama proses nitrifikasi. Adapun hubungan NOD dengan Nav dan Nimmob dapat dinyatakan sebagai berikut: NOD = (Nav - Nimmob) x 4.33 Untuk setiap pembentukan satu gram biomasa dibutuhkan 0.05 gram N yang digunakan untuk pembentukan protein dan asam nukleat. Secara spesifik dapat dinyatakan sebagai berikut: Nimmob = COD x Fb x Ycod x 0.05 Fb menyatakan fraksi senyawa organik vang mudah didegradasi sedangkan Ycod mrupakan gram biomasa untuk setiap penyisihan setiap gram COD.
3.
Penyisihan Fosfat Limbah cair umunurya mengandung fosfor dalam bentuk fosfat, polifosfat, dan senyawa organik fosfor. Keberadaan fosfor dalam bentuk fosfat yang bersamaan dengan nitrat akan memacu pertumbuhan ganggang pada badan air. Konsentrasi fosfat diusahakan menurun sampai batas minimal agar pertumbuhan ganggang secara pesat dapat dicegah. Konsentrasi 0.5 mg/l PO4 dapat mencegah pertumbuhan ganggang, sedangkan pertumbuhan ganggang
15
dapat dihentikan pada konsentrasi PO4 di bawah 0.05 mg/I (Chen dan Fuhs, 1975; Yall et. a1.,7970). Penyisihan fosfat dapat dilakukan dengan proses lumpur aktif yang mengandung
bakteri
Acinetobacter.
Bakteri
Acinetobacter
akan
menggunakan fosfat untuk pembentukan ATP yang selanjutnya digunakan untuk sintesis asam nukleat. Jika konsentrasi fosfat berlebihan maka akan disimpan dalam bentuk polifosfat. Polifosfat ini akan diubah menjadi ATP jika diperlukan (Verstraete dan Vaerenbergh, 1986). Penyisihan fosfat dilakukan pada kondisi aerobik, karena pada kondisi anaerobik terjadi pembebasan ortofosfat sehingga kandungan ortofosfat pada sistem penanganan limbah cair akan meningkat. Sedangkan pada kondisi aerobik terjadi pemanfaatan ortofosfat untuk sistesis sel dan disimpan untuk kebutuhan di masa mendatang, bersamaan dengan penyisihan senyawa organik. Proses aerobik mampu menurunkan kandungan fosfat pada limbah cair sekitar 10 - 30 persen (Tchobanoglous dan Schroeder, l986; Hiinel 1988). Efisiensi proses penyisihan fosfat dipengaruhi oleh oksigen terlaruf pH, konsentrasi biomasa, dan laju aliran udara. Agar proses penyisihan dapat berjalan dengan baik maka oksigen terlarut harus dijaga minimal 2.0 rng/L Proses penyisihan tidak akan berjalan pada konsentrasi oksigen terlarut sebesar 0.2 - 0.4 mg/l. Adapun pH optimal proses penyisihan sekitar 7.0 - 8.0 (Stall dan Sherrard, 1976).
4. Rasio F/M (Food to Microorganism Ratio) Nilai
F/M
menyatakan
perbandingan
makanan
terhadap
mikroorganisme yang terdapat dalam bioreaktor. Nilai F/M yang disarankan untuk sistem kombinasi degradasi senyawa karbon dan nitrogen dalam satu tahap (Single-Stage Nitrification) adalah 0.05-0.15 kg BOD/kg MLSS.hari (Sugiarto,1987). Menurut Davis dan Cornwell (1991), nilai F/M yang tinggi (waktu tinggal lumpur aktif rendah) menyebabkan sistem kelebihan makanan. Keadaan ini menyebabkan efisiensi pengolahan menjadi buruk. Nilai F/M
16
rendah (waktu tinggal lumpur aktif panjang) menyebabkan sistem kekuragan makanan, keadaan ini menghasilkan degradasi limbah yang lebih baik. Data desain untuk sistem Sigle-Stage Nitrification disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Data desain sistem kombinasi degradasi senyawa karbon dan nitrogen dalam satu tahap (Sugiarto,1987) Parameter
Unit C
>30o
pH
-
8.0-8.5
F/M
Kg BOD/kg
0.05-0.15
HRT
MLSS.hari
18-24
SRT
Jam
20-30
MLSS
Hari
3-6
g/l
0.08-0.24
Oksigen
kg BOD/m3.hari
1-2
Terlarut
mg/l
Suhu
Laju Beban
o
Nilai
5. Waktu Tinggal Waktu tinggal cairan didalam reaktor adalah salah satu parameter penting untuk mendesain sistem penanganan limbah cair. Pengaruh waktu tinggal terhadap kinerja reaktor akan mempengaruhi parameter lain seperti tingkat laju pembebanan, stabilitas reaktor dan penurunan kandungan organik (indriyati,2002). Waktu ini dalam bioreaktor menunjukan lama kontak antara mikroorganisme dengan limbah cair. Secara umum, waktu tinggal minimum untuk proses pengolahan limbah cair dengan menggunakan lumpur aktif adalah 4-8 jam (Foster, 1985). Waktu tinggal minimum yaitu waktu tinggal yang harus dicapai untuk suatu proses pengolahan limbah cair dalam bioreaktor. Dibawah nilai waktu tersebut akan terjadi pencucian (washout), sehingga proses dalam bioreaktor tidak mencapai tujuan. Desain untuk bioreaktor dapat diturunkan dengan menetapkan tingkat efisiensi yang dikehendaki. Dengan penggunakan waktu tinggal sebagai parameter bebas untuk desain,
17
parameter-parameter lain dapat ditentukan dari berbagai hubungan model matematika (Mantulang, 1993).
18