BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Dan Program Kebersihan 2.1.1.
Pengertian dan Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Gerakan lingkungan hidup di Indonesia telah dimulai pada tahun 1960-an. Sebuah tonggak sejarah gerakan ini ialah diselenggerakannya Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional oleh Universitas Padjadjaran dalam bulan Mei 1972, sebulan sebelum Konferensi PBB tentang Lingkungan Hidup di Stokholm. Tonggak sejarah lain adalah diangkatnya seorang Menteri Negara Lingkungan Hidup pada tahun 1987. Dengan pengangkatan ini Lingkungan Hidup merupakan bagian resmi kebijakan pemerintah. Dengan masuknya lingkungan hidup sebagai bagian kebijakan pemerintah pembangunan ekonomi diisyaratkan untuk berwawasan lingkungan dengan tujuan untuk menghasilkan pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan berkesinambungan yang tidak mengalami keambrukan karena rusaknya lingkungan hidup. Pembangunan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah dan luas yang mengancam berlanjutnya pembangunan. Kerusakan lingkungan hidup dan dampaknya yang parah menunjukkan bahwa sistem pengelolaan lingkungan hidup kita telah gagal membuat pembangunan kita berwawasan lingkungan.
Lingkungan
menurut
Kamus
Umum
Bahasa
Indonesia,
Poerwadarminta
(Neolaka;2008;25) adalah berasal dari kata lingkung yaitu sekeliling, sekitar. Lingkungan adalah bulatan yang melingkupi atau melingkari, sekalian yang terlingkung disuatu daerah
Universitas Sumatera Utara
sekitarnya. Menurut ensiklopedia Umum (1977) lingkungan adalah alam sekitar termasuk orang-orangnya dalam hidup pergaulan yang mempengaruhi manusia sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan dan kebudayaannya. Dalam Ensiklopedia Indonesia(1983) lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar suatu organisme meliputi : (1) Lingkungan mati (abiotik) yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cahaya, gravitasi, atmosfir dan lainnya. (2) Lingkungan hidup (biotik) yaitu lingkungan diluar suatu organisme yang terdiri atas organisme hidup seperti tumbuhan, hewan dan manusia. Menurut Undang – Undang RI No. 4 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-Undang RI No 23 tahun 1997 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup, dikatakan bahwa Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Pada penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan sistem yang meliputi lingkungan alam, lingkungan buatan dan lingkungan sosial yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Oleh sebab itu keberadaan lingkungan hidup harus turut dipertimbangkan dalam setiap pengelolaan suatu kegiatan manusia termasuk pengelolaan sampah pemukiman, karena lingkungan hidup manusia adalah sistem dimana berada perwujudan atau tempat dimana terdapat kepentingan manusia di dalamnya (Soerjadi;1988). Masih menurut Soerjadi (1988) bahwa lingkungan hidup manusia terdiri dari lingkungan alam, sosial dan lingkungan buatan mempunyai hubungan saling mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan hidup manusi terdiri atas lingkungan hidup sosial yang menentukan seberapa jauh lingkugan hidup alam mengalami perubahan drastis menjadi lingkungan hidup buatan. Dalam upaya meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan upaya untuk mengadakan koreksi terhadap lingkungan dengan memodifikasi lingkungan, agar pengaruh merugikan dapat dijauhkan dan dilaksanakan pencegahan melalui efisiensi dan pengaturan lingkungan, sehingga bahaya lingkungan dapat dihindarkan dan keserasian serta keindahan dapat terpelihara. Lebih tegasnya Soerjadi (1988), menyatakan ada tiga upaya yang harus dijalankan secara seimbang yaitu upaya teknologi, upaya tingkah laku atau sikap dan upaya untuk memahami dan menerima koreksi alami yang terjadi karena dampak interaksi manusia dan lingkungannya. Chiras (Neolaka;1991) menyatakan bahwa lingkungan menunjukkan keluasan segala sesuatu meliputi air, binatang, dan mikro organisme yang mendiami tanah itu. Jadi lingkungan termasuk segala komponen yang hidup dan tidak hidup, interaksi antar sesama komponen. Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Dari pengertian lingkungan yang sama yaitu perlu disadari bahwa ternyata pengelolaan lingkungan oleh manusia sampai saat ini tidak sesuai dengan etika lingkungan yaitu manusia bersikap superior terhadap alam. Manusia beranggapan bahwa dirinya bukan bagian dari alam semesta sehingga dia boleh bebas mengelolanya bahkan dapat merusak lingkungan hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
Antar manusia dengan lingkungan hidupnya selalu terjadi interaksi timbal balik. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Demikian pula manusia membentuk lingkungan hidupnya dan manusia dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Laporan Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Nasional yang diselenggerakan oleh Universitas Padjadjaran pada bulan Mei 1972 menyatakan
“ Hanya dengan lingkungan hidup yang optimal, manusia dapat
berkembang dengan baik, dan hanya dengan manusia yang baik lingkungan akan berkembang kearah yang optimal”. Sepanjang masa lingkungan hidup memegang peranan penting dalam kebudayaan manusia, mulai dari manusia primitif sampai pada yang modern. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup (Pasal 1 ayat (2) UU No. 23 Tahun 1997). Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 3 UU Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997, bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggerakan dengan asas tanggungjawab, asas keberlanjutan dan asas manfaat bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan Yang maha Esa. Dan yang menjadi sasaran pengelolaan lingkungan hidup ini adalah (Pasal 4 UUPLH No. 23 Tahun 1997) : 1. Tercapainya keselarasan dan keseimbangan antara manuisa dengan lingkungan hidupnya. 2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup. 3. Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan 4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup. 5. Terkendalinya pemanfaatan sumer daya secara bijaksana.
Universitas Sumatera Utara
6. Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha dan/atau kegiatan diluar wilayah Negara yang menyeabkan pencemaran dan/atau perusak lingkungan hidup. (dalam Neolaka,2008;113) Pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah merancang tujuan dari pengelolaan lingkungan hidup yaitu : (tahun 2004-2009) 1. Mewujudkan perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup dengan : a. Penurunan beban pencemaran lingkungan meliputi air, udara, atmosfir, laut dan tanah. b. Penurunan laju kerusakan lingkungan hidup yang meliputi sumber daya air, hutan dan lahan, keanekaragaman hayati, energi dan atmosfir, serta ekosistem pesisir laut. c. Terintegrasinya dan diterapkannya pertimbangan pelestarian fungsi lingkungan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pengawasan pemanfaatan ruang dan lingkungan. 2. Meningkatnya kepatuhan para pelaku pembangunan untuk menjaga kualitas fungsi lingkungan hidup. 3. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik dibidang pengelolaan lingkungan hidup. Dengan terwujudnya pengarusutamaan prinsip tata pemerintahan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dipusat dan daerah ( Zoer`aini,2009;25) Visi pengelolaan lingkungan agar terwujudnya perbaikan kualitas fungsi lingkungan hidup yang diselenggerakan dengan asas tanggungjawab Negara, asas berlanjutan, asas manfaat diselenggerakan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup melalui penerapan prinsip-prinsip good environmental governance, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ada beberapa misi yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan visi pengelolaan lingkungan hidup yaitu, : (1) Mewujudkan kebijakan pengelolaan SDA dan lingkungan hidup guna mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan. (2) Membangun koordinasi dan kemitraan para pemangku kepantingan dalam pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan lingkungan hidup secara efisien, adil dan berkelanjutan.
Universitas Sumatera Utara
(3) Mewujudkan pencegahan kerusakan dan pengendalian pencemaran SDA dan lingkungan hidup dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup (Zoer`aini, 2009;26) Agar tujuan pengelolaan lingkungan hidup tersebut dapat dicapai, maka perangkat hukum positif telah memberikan pengakuan adanya hak dan kewajiban yang dipunyai baik individu-individu, warga masyarakat atau kelompok social tertentu seperti ditetapkan dalam pasal 5 UUPLH No. 23/1997. Dengan demikian berarti bahwa pasal 5 ini dapat ditafsirkan bahwa setiap manuisa tanpa kecuali berhak untuk menikmati/memanfaatkan lingkungan hidup,
manusia
juga
mempunyai
kewajiban
untuk
memelihara,
mencegah,
dan
menanggulangi, sesuatu akibat dan penggunaan hak atas lingkungan hidupnya. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup atau untuk mendapatkan mutu lingkungan yang baik, dilakukan upaya memperbesar manfaat lingkungan dan memperkecil resiko lingkungan, agar pengaruh yang merugikan dapat dijauhkan sehingga kawasan lingkungan hidup dapat terpelihara. Sujatmoko (1983) mengatakan bahwa Indonesia menghadapi 2 macam masalah mengenai lingkungan hidup, yaitu pertama kemelaratan dan kepadatan penduduk. Masalah yang kedua adalah pengrusakan dan pengotoran lingkungan hidup yang diakibatkan oleh proses pembangunan. Pembangunan erat kaitanya dengan lingkungan hidup, dimana pembangunan itu membutuhkan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Menurut Hardjasumantri (2002) bahwa pembangunan dapar berjalan, tanpa menganggu lingkungan hidup. Untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup tidak dapat dilakukan sendiri oleh pemerintah, dibutuhkan swadaya masyarakat banyak untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Universitas Sumatera Utara
Selain dengan proses pembangunan, manusia dapat bertindak sebagai subjek pembangunan yaitu sebagai pengelola, pencemar maupun perusak lingkungan, tetapi juga manusia dapat juga sebagai objek pembangunan yaitu menjadi korban pencemaran aiar, udara dan lain-lain. Pencemaran lingkungan hidup tidak hanya dalam bentuk pencemaran fisik, tetapi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan sosial. Oleh karenanya setiap pengelolaan terhadap lingkungan hidup harus pula dilakukan secara sadar dan terencana. Hubungan keserasian antara arah pembangunan kelestarian lingkungan hidup perlu diusahakan dengan memperhatikan kebutuhan manusia, seperti lapangan kerja, pangan, sandang, dan pemukiman, kesehatan dan pendidikan (Emil Salim;1991). Dari gambaran diatas dapat diketahui kunci permasalahan lingkungan adalah manusia. Jadi manusia dengan lingkungannya merupakan suatu yang tidak dapat dipisahkan. Karena kedua hubungan tersebut saling pengaruh dan mempengaruhi (Natsir;1986). Tingkah laku manusia selalu mempengaruhi keharmonisan dan keseimbangan lingkungan. Manusia yang mampu memelihara lingkungan dengan baik adalah manusia yang mampu mempergunakan alam sekitarnya guna memenuhi kebutuhan materinya secara wajar, sehingga kualitas lingkungan dapat dijaga dan ditingkatkan sekaligus memberikan manfaat kepada manusia. Berdasarkan pengertian pengelolaan lingkungan hidup yang telah diutarakan diatas, maka pengelolaan sampah domestik pun harus dikaitkan dengan upaya memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Artinya pengelolaan sampah hendaknya merupakan upaya dalam pendayagunaan, pengawasan, dan pengendalian sampah, serta pemulihan lingkungan akibat pencemaran sampah.
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar adanya interaksi antara lingkungan sosial dan lingkungan buatan dan dengan kegiatan manusia yang menghasilkan sampah, maka bila sampah tidak dikelola secara tepat akan mengancam kualitas lingkungan kota. Dalam hal pengelolaan sampah pertimbangan lingkungan hendaknya selalu menjadi dasar perumusan kebijakan dan atau penanggulangannya. Atas dasar itu tidak berlebihan kiranya dinyatakan bahwa pengelolaan sampah haruslah berwawasan lingkungan. 2.1.2.
Teori tentang Kesadaran Lingkungan Hasil penelitian teoritik tentang kesadaran lingkungan hidup dari Neolaka (1991),
menyatakan bahwa kesadaran adalah keadaan tergugahnya jiwa terhadap sesuatu, dalam hal ini lingkungan hidup, dan dapat terlihat pada prilaku dan tindakan masing-masing individu. Hussel yang dikutip Brawer (1986), menyatakan bahwa kesadaran adalah pikiran sadar (pengetahuan) yang mengatur akal, hidup wujud yang sadar, bagian dari sikap/prilaku, yang dilukiskan sebagai gejala dalam alam dan harus dijelaskan berdasarkan prinsip sebab musebab. Tindakan sebab, pikiran inilah menggugah jiwa untuk membuat pilihan, misalnya memilih baik-buruk, indah - jelek. Buletin Para Navigator (1988), menyatakan bahwa kesadaran adalah modal utama bagi setiap orang yang ingin maju. Secara garis besar sadar itu dapat diukur dari beberapa aspek antara lain : kemampuan membuka mata dan menafsirkan apa yang dilihat, kemampuan aktivitas, dan kemampuan berbicara. Jika seseorang mampu melakukan ketiga aspek diatas secara terintegrasi maka dialah yang disebut dengan sadar. Dari segi lain kesadaran adalah adanya hak dan kemapuan kita untuk menolak melakukan keinginan orang lain atau sesuatu yang diketahui buruk/tidak bermanfaat bagi dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Kesadaran lingkungan menurut M.T Zen (1985) adalah usaha melibatkan setiap warga Negara dalam menumbuhkan dan membina kesadaran untuk melestarikan lingkungan berdasarkan tata nilai, yaitu tata nilai dari pada lingkungan itu sendiri dengan filsafat hidup secara damai dengan alam lingkungannya (Neolaka; 2008;19) Menurut Emil Salim (1982), kesadaran lingkungan adalah upaya untuk menumbuhkan kesadaran agar tidak hanya tahu tentang sampah, pencemaran, penghijauan, dan perlindungan satwa langka, tetapi lebih dari pada itu semua, membangkitkan kesadaran lingkungan manusia Indonesia khususnya pemuda masa kini agar mencintaim tanah iar. Daniel Chiras (Neolaka;2008;18) menyatakan bahwa dasar penyebab kesadaran lingkungan adalah etika lingkungan. Etika lingkungan yang sampai saat ini berlaku adalah etika lingkungan yang didasarkan pada sistem nilai yang mendudukkan manusia bukan bagian dari alam, tetapi manusia sebagai penakluk dan pengatur alam. Didalam pendidikan lingkungan hidup, konsep mental tentang manusia sebagai penakluk alam perlu diubah menjadi manusia sebagai bagian dari alam. Dari teori-teori diatas maka dapat diberikan pengertian sebagai berikut : 1. Kesadaran adalah pengetahuan. Sadar sama dengan tahu. Pengetahuan tentang hal yang nyata, konkret, dimaksudkan adalah pengetahuan yang mendalam (menggugah jiwa), tahu sungguh-sungguh, dan tidak salah. Tidak asal mengetahui/tahu, sebab banyak orang tahu pentingnya lingkungan hidup tetapi belum tentu sadar karena tindakan/perilaku merusak lingkungan/tidak mendukung terciptanya kelestarian lingkungan hidup. 2. Kesadaran adalah bagian dari sikap atau perilaku. Pengertian kesadaran yang ada sebagian dari sikap menjadi benar jika setiap perilaku yang ditunjukkan terus bertambah dan menjadi sifat hidupnya. Contoh yang dikaitkan dengan lingkungan yaitu terdapatnya larangan untuk tidak membuang sampah kesungai/saluran, maka sebagai manusia yang sadar lingkungan harus mentaati larangan tersebut dengan tidak membuang sampah ke sungai. Dikatakan demikian karena menurut teori kesadaran adalah pengetahuan dan merupakan bagian dari sikap atau tindakan (Maftuchah Yusuf, dalam Neolaka;2008;23) 2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesadaran Lingkungan
Universitas Sumatera Utara
a) Faktor Ketidak tahuan Ke tidak tahuan adalah berlawanan dengan ke tahuan. Menurut Suriasumantri (1987) pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, rasa ingin tahu merupakan sarana untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak mungkin. Manusia tidak hanya memiliki pengetahuan tetapi mampu menalar, artinya dapat berpikir secara logis dan analitis. Kemampuan menalar manusia menyebabkan ia mampu mengembangkan pengetahuannya. b). Faktor kemiskinan Kemiskinan adalah keadaan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kemiskinan dianggap sebagai peristiwa sosio ekonomi dimana sumber daya yang ada digunakan untuk memuaskan keinginan yang sedikit, sedangkan yang banyak tidak dapat memenuhi kebuutuhan ppokoknya sendiri. Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang paling berpengaruh terhadap timbulnya masalah sosial. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas penduduk Indonesia, disamping faktor lain seperti tingkat produktivitas, pendidikan, kesehatan dan keadaan sosial ekonomi lainnya. Penyebab kemiskinan pertambahan penduduk dan tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup. c). Faktor Kemanusiaan Manusia adalah mahluk yang berakal budi. Manusia mempunyai kemampuan atau keterampilan untuk memciptakan sebuah dunia baru. Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan guna memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya.
Manusia
berinteraksi
dengan
lingkungannya.
Manusia
mempengaruhi lingkungan hidupnya, ia juga mengusahakan sumber daya alam lingkungannya untuk mempertahankan keturunannya, dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungannya. Manusia bersama dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu ekosistem. Didalam suatu ekosistem, kedudukan manusia adalah sebagai bagian dari unsur lain yang mungkin tidak terpisahkan. Karena itu seperti dengan organisme lain, kelangsungan hidup manusia tergantung pula pada kelestarian ekosistemnya. Untuk menjaga ekosistem, faktor manusia adalah sangat dominan. Manusia harus dapat menjaga keserasian hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya sehingga keseimbangan ekosistem tidak terganggu. d) . Faktor Gaya Hidup Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi informasi serta Komunikasi yang sangat cepat, sudah tentu berpengaruh pula terhadap gaya hidup manusia. Perubahan gaya hidup ini adalah suatu hal yang wajar apabila Iptek yang diserapnya memberikan perubahan kearah yang positif dan diterima oleh lingkungan dimana individu/manusia itu berada. Namun, hendaknya sebagai manusia yang selalu dipengaruhi oleh Iptek dan Teknologi Informasi serta komunikasi perlu memiliki kebijakan dan kearifan dalam menghadapi kecanggihan Iptek dan teknologi informasi tersebut. Pasang (2002) menyatakan bahwa krisis lingkungan saat ini sudah sedemikian besar sehingga para ahli mengakui bahwa mereka sendiri tidak dapat menyelesaikan masalah itu. Artinya bahwa untuk menyelamatkan lingkungan hidup atau bumi kita ini diperlukan
Universitas Sumatera Utara
individu/manusia yang bermoral tinggi dan mencintai lingkungannya, memiliki nilai spiritual yang tinggi/ mencintai agamanya. Telah dikatakan bahwa gaya hidup dapat merusak lingkungan hidup. Ada beberapa gaya hidup dimasyarakat yang dapat memperparah rusaknya lingkungan hidup yaitu : a. b. c. d. e.
Gaya hidup yang menekankan pada kenikmatan, foya-foya, berpesta pora. Gaya hidup yang mementingkan materi Gaya hidup yang konsumtif Gaya hidup yang sekuler atau yang mengutamakan keduniaan Gaya hidup yang mementingkan diri sendiri (Neolaka;2008;64)
2.1.4. Program Kebersihan Program kebersihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Seperti contohnya sampah, jika pembuangan sampah tidak terarah pada tempatnya yang sudah tersedia akan mencemari lingkungan sekitarnya dimana sampah tersebut akan membusuk dan berserakan, sehingga wabah penyakit mudah terjangkit disamping pemandangan menjadi kurang menarik. Dengan lingkungan yang baik maka dapat ditingkatkan mutu lingkungan, dimana lingkungan yang baik dapat dilihat dari kebersihan dan keindahannya. Menurut Zoer`aini (2009) kebersihan dan keindahan lingkungan adalah suatu keadaan yang sesuai dengan tata lingkungan untuk memenuhi harapan dalam menghasilkan sebuah kota yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu kebersihan kota harus semakin mendapat perhatian dari berbagai pihak, tidak hanya ibu rumah tangga, pemerintah dan seluruh masyarakat kota secara bersama-sama bertanggungjawab menjaga dan memelihara kebersihan dan keindahan kota. Pengaturan kebersihan merupakan hal sangat luas, yaitu berupa segala tindakan untuk menuju terciptanya lingkungan serasi dan warga masyarakat
Universitas Sumatera Utara
yang tinggal didalamnya tetap sehat, perkembangan fisiknya normal dan dapat bertahan hidup sesuai dengan daya dukung lingkungannya. Program kebersihan adalah upaya untuk mewujudkan kota menjadi bersih secara menyeluruh dan berkesinambungan. Dalam program kebersihan ini diperlukan partisipasi penuh dari segenap lapisan masyarakat, agar lingkungan yang bersih, indah, sehat dan nyaman dapat terwujud, karena tinggi rendahnya martabat suatu bangsa dapat dilihat dalam kemampuannya menampilkan sesuatu yang terbaik bagi bangsa dan negaranya. Untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih, sehat dan indah perlu dilakukan pengelolaan lingkungan hidup yang konseptual. Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Untuk membuat semua insan menjadi sadar lingkungan hidup yaitu perempuan, pria, anak-anak dan masyarakat terhadap kualitas lingkungan hidup yaitu lingkungan hidup yang nyaman, aman, sehat, dan estetis perlu dilakukan berbagai usaha seperti; 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sosialisasi Penyuluhan Pelatihan Pendidikan formal, informal dan nonformal Penelitian dan pengkajian Sosialisasi hasil penelitian dan aplikasinya Seminar, lokakarya, semilok dan diskusi Publikasi, menulis, membuat buku Memanfaatkan media (cetak, elektronik) dan lain-lain (dalam Zoer`aini; 2009;110)
2.2. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Universitas Sumatera Utara
Pengertian tentang partisipasi oleh banyak ahli biasanya diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan, yang bila dikaitkan dengan pembangunan maka akan merupakan upaya peran serta masyarakat dalam pembangunan. Istilah lain partisipasi yang sering digunakan adalah peran serta, keterlibatan dan keikutsertaan yang terwujud di dalam sikap gotong-royong. Menurut Budiono (1999), gotong-royong adalah usaha yang dilakukan secara bersama tanpa imbalan yang ditujukan untuk kepentingan bersama. Dalam makna yang sama Widiayanti dan Sunindha (1989) mendefinisikannya sebagai suatu usaha yang diselenggerakan secara bersama yang dapat diwujudkan dalam pengertian partisipasi. Achmadi (1978) menambahkan bahwa partisipasi, masyarakat dalam bentuk swadaya gotong-royong merupakan modal utama. Sedangkan swadaya diartikannya sebagai kemampuan dari suatu kelompok masyarakat yang dengan kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan iktihar pemenuhan kebutuhan. Menurut Cohen dan Uphoff (Ndraha;1990) bahwa patisipasi dapat merupakan keluaran dan masukan pembangunan. Bentuk partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam program pembangunan terdiri dari partisipasi dalam pengambilan keputusan, implementasi, pemanfaatan, dan evaluasi pembangunan. Berkaitan dengan pengertian partisipasi dan kaitannya dengan program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat maka partisipasi menjadi elemen yang sangat penting. Tanpa perhitungan partisipasi masyarakat, program pembangunan yang akan dilaksanakan merupakan perencanaan diatas kertas (Pusic dalam Adi;2001). Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dari dua hal yaitu; partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan. Kedua hal tersebut mempunyai segi positif dan segi negatife, baik dalam bentuk partisipasi dalam perencanaan dan partisipasi dalam pelaksanaan.
Universitas Sumatera Utara
Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah dapat mendorong munculnya keterlibatan secara emosional terhadap program-program pembangunan yang direncanakan bersama, sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya suatu keputusan bersama. Segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah sebagian besar dari suatu program (tentang penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Segi negatifnya adanya kecenderungan menjadikan warga masyarakat sebagai objek pembangunan, dimana warga masyarakat dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi, dan tanpa timbulnya keinginan untuk mengatasi masalahnya. Akibatnya, warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari. Menurut Tjokroamidjojo (1990) bahwa dalam partisipasi terdapat tiga tahapan, yaitu; 1. Keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi kebijaksanaan dalam perencanaan. 2. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggungjawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. 3. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan. Selanjutnya Suratmo (1995) menyatakan bahwa tujuan dasar dari partisipasi masyarakat Indonesia adalah (a) mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, (b) mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan Negara dan (c) membantu pemerintah untuk dapat mengambil kebijaksanaan dan keputusan yang lebih baik dan tepat. Partisipasi menuntut adanya keikutsertaan seseorang atau kelompok dalam suatu kegiatan. Keikutsertaan atau keterlibatan seseorang dapat secara langsung dan tidak
Universitas Sumatera Utara
langsung. Keterlbatan secara langsung, misalnya ikut serta secara langsung dalam melaksanakan suatu kegiatan (fisik terlibat); sedangkan keterlibatan secara tidak langsung misalnya seseorang secara fisik tidak ikut terlibat secara langsung dalam suatu kegiatan tetapi memberikan bantuan material atau sumbangan pikiran dalam kegiatan tersebut. Pengertian partisipasi masyarakat menurut Keith Davis adalah “Participation is defined as mental and emotional involuement of a person in group situation inlich encomrages him to contribute to group”. Defenisi ini mengandung pengertian sebagai berikut; a. Partisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosional seseorang yang lebih dari sekedar keterlibatan fisik. b. Partisipasi memotivasi orang-orang untuk memdukung situasi tumbuhnya insiatif untuk mencari sasaran/tujuan kelompoknya. c. Partisipasi memdorong orang untuk merasa ikut serta bertanggungjawab atas aktivitas kelompok (Keith Davis,dalam media info kesos,2010;133)
Keterlibatan mental dan emosional akan mendorong kesadaran sehingga tumbuh motivasi dari masing-masing individu dalam masyarakat untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Dalam berpartisipasi di dalamnya memiliki arti kepedulian sosial dan kesetiakawanan sosial. Kepedulian sosial atau kesetiakawanan sosial yaitu suatu rasa empati yang diwujudkan dalam bentuk tindakan atau perilaku membantu orang lain yang mengalami kesulitan dan untuk mewujudkannya memerlukan kesadaran dan tanggungjawab. Sebagaimana diungkapkan Haryadi Subadio (1991;10) bahwa kesetiakawanan sosial pada hakekatnya merupakan tenggang rasa, kemampuan menempatkan diri dalam situasi dan kesulitan orang lain, sehingga tidak bersikap semena-mena, sanggup merasakan dan mewujudkan toleransi terhadap keadaan orang lain, serta rela mengulurkan tangan bila diperlukan. Partisipasi sosial, kepedulian sosial dan kesetiakawanan sosial terhadap orang
Universitas Sumatera Utara
lain merupakan bentuk empati yang tercermin dalam kesediaan melakukan suatu tindakan atau perbuatan membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Berdasarkan pengertian tentang partisipasi masyarakat yang telah dikemukakan diatas,
maka
dapat
juga
disimpulkan
bahwa
partisipasi
masyarakat
adalah
keikutsertaan/keterlibatan masyarakat secara aktif baik secara moril maupun materil, yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama yang didalamnya menyangkut kepentingan individu. Dengan begitu, terlihat jelas bahwa peran serta masyarakat menjadi demikian pentingnya didalam setiap bentuk kegiatan pembangunan, karena dengan dukungan masyarakat yang saling berinteraksi senantiasa memberikan harapan kearah berhasilnya suatu kegiatan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa ciri pokok dari partisipasi yaitu kesediaan untuk turut serta dalam suatu kelompok. Dimana adanya keterkaitan perasaan dan pikiran dalam situasi kelompok, sehingga mendorong seseorang untuk membantu berhasilnya pencapaian tujuan kelompok. Dari pengertian mengenai partisipasi yang mengacu pada Davis diatas, dapat diambil tiga unsur pokok yaitu kesadaran, rasa memiliki, dan tanggungjawab dalam pengelolaan sampah domestik. Dari penjelasan mengenai istilah partisipasi diatas dapat penulis nyatakan bahwa, partisipasi masyarakat adalah keterlibatan dari sejumlah individu yang terorganisir untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian partisipasi masyarakat dapat dikategorikan kedalam suatu proses, misalnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah domestik di Kelurahan Binjai. Hal yang sama dikatakan oleh Sastropoetro (1988) bahwa partisipasi masyarakat merupakan
Universitas Sumatera Utara
keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan tanggungjawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Hampir senada dengan pendapat Hetifah (2002) mengemukakan bahwa partisipasi dimaknai sebagai keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah atau kepentingan eksternal. Dengan kata lain, partisipasi dianggap sebagai kemauan rakyat untuk menciptakan pembangunan masyarakat secara mandiri. Maka partisipasi merupakan bentuk praktis dari aspirasi, inisiatif dan keterlibatan warga. Akan tetapi permasalahannya, konsep partisipasi tidak bisa dilaksanakan secara maksimal oleh pemerintah ataupun warga sendiri. Ada ambiguitas konsep dan aplikasi partisipasi dalam tataran praktis. Selain itu, lokalitas dan dimensi waktu juga menjadi penentu maksimalnya ruang partisipasi masyarakat. Dr.Sudarshan dalam jurnal Syamsul Wathoni (2006) mensyaratkan bahwa partisipasi maksimal hanya bisa dilakukan dengan memperhatikan dua hal mendasar Pertama; struktur kelembagaan yang memungkinkan warga untuk berpartisipasi dan memutuskan persoalan mereka sendiri. Kedua; representasi masyarakat yang terwakili secara proporsional didalam setiap proses pengambilan kebijakan yang mengatasnamakan kepentingan bersama. Namun begitu, Ignas Kleden (2004) melihat partisipasi bukan dari kuantitas, yang lebih menekankan pada angka-angka dan jumlah warga yang berpartisipasi akan tetapi lebih pada kualitas wacana partisipasi yang dikembangkan. Kualitas wacana yang dimaksud ditentukan oleh dua aspek; argumentasi yang baik dan mempunyai dasar yang kuat, kepentingan yang lebih luas yang dipertaruhkan. Agar partisipasi lebih bermakna, argument untuk partisipasi dan akuntabilitas institusional harus didasari oleh konsepsi hak, yang dalam konteks pembangunan memperkuat status warga negara. Jika semula warga dirumuskan
Universitas Sumatera Utara
sebagai pemanfaat, sekarang ini sudah harus diposisikan sebagai pihak yang berhak dan sah atas pembangunan itu. Selanjutnya Asngari (2001) menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi adanya pengertian bersama. Adanya pengertian tersebut adalah karena diantara orang-orang itu saling berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua pihak diperlukan : (a) terciptanya suasana yang bebas atau demokratis dan (b) terbinanya kebersamaan. S.P. Hadi (1995) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan proses dimana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Ditinjau dari segi kualitas, partisipasi adalah sebagai masukan kebijaksanaan, strategis, komunikasi, media pemecahan publik dan terapi sosial. Keikutsertaan masyarakat ini akan membawa pengaruh positif, dimana mereka akan bisa memahami atau mengerti berbagai permasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang akan diambil. Keterlibatan masyarakat merupakan bagian dari proses perencanaan yang dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan, aspirasi masyarakat yang terkena dampak sehingga dampak negatife yang ditimbulkan dapat dihilangkan serta sebagai upaya para perencana untuk memperoleh input dari masyarakat tentang segala sesuatu yang menyangkut nasib mereka. Lebih lanjut S.P Hadi menyatakan untuk mencapai sasaran tersebut terdapat dua elemen partisipasi yang harus dipenuhi oleh masyarakat yakni: adanya komunikasi dua arah yang terus menerus dan informasi yang berkenaan dengan proyek, program dan kebijaksanaan disampaikan dengan bermacam-macam teknik yang tidak hanya pasif dan formal tetapi juga aktif dan informal.
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.
Pentingnya Partisipasi Pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan menurut Diana Conyers
(1991) didasarkan tiga alasan utama, yaitu : 1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kodisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. 2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. 3. Adanya anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri. Menurut Moeljarto (1994) partisipasi menjadi amat penting, terdapat beberapa pembenaran, yaitu; 1. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut. 2. Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat. 3. Partisipasi menciptakan suatu lingkungan umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaanya akan tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya pembangunan. 4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki. 5. Partisipasi memperluas zona wawasan penerima proyek pembangunan. 6. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintak kepada seluruh masyarakat. 7. Partisipasi menopang pembangunan. 8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia. 9. Partisipasi merupakan cara yang efektif untuk membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan daerah. 10. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri. 2.2.2. Bentuk dan Jenis Partisipasi Davis (Sastropoetro;1988) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan program-program pembangunan, partisipasi juga dapat dilihat dari bentuk dan jenisnya yakni :
Universitas Sumatera Utara
1. Bentuk partisipasi yang nyata yaitu: a. Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan. b. Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas. c. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk melaksanakan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. d. Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lainnya yang membutuhkannya. 2. Jenis-jenis partisipasi a. Pikiran ( psychological participation) b. Tenaga ( physical participation) c. Pikiran dan tenaga ( psy chological dan physical participation) d. Keahlian ( participation with skill) e. Barang ( material participation) f. Uang ( money participation)
Menurut Effendi partisipasi ada dua bentuk yaitu partisipasi vertical dan partisipasi horizontal a. Partisipasi vertical adalah suatu bentuk kondisi tertentu dalam masyarakat yang terlibat didalamnya atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan mana masyarakat berada sebagai posisi bawahan. b. Partisipasi horizontal adalah dimana masyarakatnya tidak mustahil untuk mempunyai prakarsa dimana setiap anggota/kelompok masyarakat berpartisipasi secara horizontal antara satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Berbagai defenisi diatas menggambarkan beberapa prinsip yang terkandung dalam partisipasi khususnya dalam konteks pembangunan, seperti adanya rasa kebersamaan, kesukarelaan dan kerjasama. Hal yang sama juga terlihat dalam pandangan Santoso dan iskandar (1974), berdasarkan pengalaman dilapangan dalam keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan, terdapat enam elemen dalam partisipasi yaitu : (a) Rasa senasib dan sepenanggungan (b) Keterkaitan dengan tujuan hidup (c) Adanya prakarsawan
Universitas Sumatera Utara
(d) Iklim partisipasi (e) Adanya pembangunan itu sendiri
Selanjutnya dalam hal pemanfaatannya, menurut Sutoro Eko dkk partisipasi juga dapat dipahami dalam 2 (dua) hal yaitu; 1. Partisipasi sebagai sebuah ALAT Partisipasi dilihat sebagai sebuah proses yang didalam proses ini rakyat local (desa) dapat bekerjasama atau bergabung dengan program pembangunan yang diperkenalkan oleh siapa pun, secara eksternal. Partisipasi sebagai alat yang didalamnya prakarsa semacam ini dapat dilaksanakan secara lebih efektif. Partisipasi warga desa disponsori oleh perwakilan eksternal dan ia dilihat sebagai sebuah teknik untuk membantu kemajuan program desa. 2. Partisipasi sebagai TUJUAN Partisipasi dilihat sebagai tujuan itu sendiri. Tujuan itu dapat dinyatakan sebagai pemberdayaan rakyat yang dipandang dari segi perolehan keahlian, pengetahuan dan pengalaman mereka untuk mengambil tanggungjawab yang lebih besar untuk pembangunan. Kemiskinan warga desa sering dipahami dari segi keterabaian dan kekurangan akses dan control sumber daya yang mereka perlukan untuk meneruskan dan memperbaiki hidup mereka.
2.2.3.
Indikator dan Karakteristik Partisipasi Menurut loina Lalolo Krina P.(2003), partisipasi masyarakat merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat pembangunan. Pembahasan lebih lengkap mengenai indikator dari partisipasi dapat dilihat berikut ini : 1. Didasarkan pada asumsi bahwa organisasi pemerintahan akan bekerja lebih baik jika anggota-anggota dalam stuktur diberi kesempatan untuk terlibat secara intim dengan setiap keputusan organisasi. Hal ini menyangkut 2 aspek yaitu; a. Keterlibatan aparat melalui terciptanya nilai dan komitmen diantara para aparat agar termotivasi dengan kuat pada program yang diimplementasikan b. Keterlibatan publik, dalam desain dan implementasi program.
Universitas Sumatera Utara
2. Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan publik. Dalam mewujudkan kerangka yang cocok bagi partisipasi perlu dipertimbangkan beberapa aspek yaitu; a. Partisipasi melalui konstitusional dan jaringan civil society b. Partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society sebagai service provider c. Local kultur pemerintah d. Faktor-faktor lainnya, seperti transparansi substansi proses terbuka dan konsentrasi pada kompetensi 3. Pemerintahan partisipatif bercirikan; a. Fokusnya adalah pada memberikan arah dan mengundang orang lain untuk berpartisipasi b. Basis konstitusional dan demokratis c. Gabungan antara pemerintah dan actor lain dalam masyarakat d. Visi dan pengembangan berdasarkan konsensus sangat penting e. Pemerintah hanya berperan sebagai chairperson 4. Asumsi dasar dari partisipasi adalah semakin dalam keterlibatan individu dalam tantangan berproduksi, semakin produktif individu tersebut. 5. Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggeraan pemerintah. (buku pedoman penguatan Pengamanan program pembangunan Daerah, Bappenas & Depdagri, 2002)
Dari beberapa indikator diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip partisipasi masyarakat
menuntut
masyarakat
harus diberdayakan, diberikan
kesempatan
dan
diikutsertakan untuk berperan dalam proses-proses birokrasi mulai dari tahap perencanaan pelaksanaan dan pengawasan atau kebijakan publik. Hetifah Sj. Sumarto (2008) menyebutkan ada tiga karakteristik dari partisipasi yang dianggap ideal; 1. Berpengaruh, proses yang berlangsung memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan dan pengambilan keputusan 2. Inklusif, forum yang ada harus merepresentasikan populasi dan terbuka terhadap perbedaan cara pandang maupun nilai-nilai, serta memberikan kesempatan yang sama bagi semua pihak untuk berperan serta 3. Deliberatif, proses yang dijalankan harus memungkinkan adanya dialog yang terbuka, membuka akses terhadap informasi, saling menghargai, ruang untuk saling
Universitas Sumatera Utara
memahami dan membangun kerangka isu bersama dan menuju kepada kesepakatan bersama.
Karakteristik partisipasi menurut Saca Firmansya a) Partisipasi pasif/manipulative a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahukan apa yang sedang atau telah terjadi b. Pengumuman sepihak oleh manajement atau pelaksana pproyek memperhatikan tanggapan masyarakat c. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan diluar kelompok sasaran professional
b) Partisipasi dengan cara memberikan pertanyaan a. Maasyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam quesionae atau sejenisnya b. Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhhi proses penyelesaian c. Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat c) Partisipasi melalui konsultasi a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi b. Orang luar mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian mendefenisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat. c. Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama d) Partisipasi untuk insentif material a. Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi dan sebagainya b. Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajaran c. Masyarakat tidak punya andil untuk melanjutkan keguatan-kegiatan yang dilakukan pada saat intensif yang disediakan/ diterima telah habis e) Partisipasi fungsional a. Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek b. Pembentukan kelompok setelah ada keputusan utama yang disepakati c. Pada awalnya kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar tetapi pada saatnya mampu sendiri f) Partisipasi interaktif a. Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru b. Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis
Universitas Sumatera Utara
c. Kelompok masyarakat mempunyai peran control atas keputusan mereka sehingga mereka mempunyai andil di dalam seluruh penyelenggeraan kegiatan
2.3. Keberadaan Sampah dan Akibatnya 2.3.1.
Pengertian Sampah
Para ahli kesehatan Amerika membuat batasan Sampah/waste diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, serta tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Dari batasan ini jelas bahwa sampah adalah hasil suatu kegiatan manusia yang dibuang karena sudah tidak berguna. Sehingga bukan semua
benda padat yang tidak
digunakan dan dibuang disebut sampah misalnya; benda-benda alam, benda-benda yang keluar dari bumi akibat gunung meletus, banjir pohon dihutan yang tumbang akibat angin rebut dan sebagainya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2008 temtang Pengelolaan Sampah menjelaskan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Dengan demikian sampah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut; a) Adanya sesuatu benda atau benda padat, b) Adanya hubungan langsung/tidak langsung dengan kegiatan manusia, c) Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi.
Universitas Sumatera Utara
Atas dasar uraian diatas maka pengetian sampah dalam tulisan ini adalah segala barang atau benda yang sudah tidak dipakai lagi karena telah habis fungsi pertamanya. Pada dasarnya klasifikasi sampah digolongkan berdasarkan sumber, bentuk, dan jumlahnya.
a) Sumber-sumber sampah Berdasarkan sumbernya sampah digolongkan dalam dua kelompok besar yaitu : i. Sampah domestik yaitu sampah yang sehari-hari yang dihasilkan oleh akibat aktivitas dan kepentingan manusia secara langsung yaitu; dari rumah tangga, pasar, sekolah, pusat keramaian, pemukiman, rumah sakit dan sebagainya ii. Sampah non domestik, yaitu sampah yang sehari-hari dihasilkan oleh akibat aktifitas dan kepentingan manusia secara tidak langsung; dari pabrik, industry, pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan, transportasi dan sebagainya. Menurut Bahar (1986) sumber sampah itu dapat digolongkan atas tiga kelompok yaitu; sampah berasal dari kegiatan rumah tangga, dari kegiatan perdagangan dan dari kegiatan perindustrian. Sampah dari kegiatan rumah tangga, biasanya merupakan sisa makanan, bahan dan peralatan yang tidak dipakai lagi dalam rumah tangga, sisa pengelolaan makanan, bahan pembungkus, bermacam-macam kertas, kain bekas dan lain-lain. Sampah dari kegiatan perdagangan adalah sampah yang berasal dari tempat-tempat perdagangan seperti pasar,swalayan, pusat pertokoan, warung dan tempat jual beli lainnya. Biasanya sampah yang berasal dari perdagangan ini terdiri dari jenis seperti bahan dagangan
Universitas Sumatera Utara
yang rusak, kertas,plastik dan daun pembungkus. Sampah dari kegiatan industry, jumlah dan jenisnya sangat tergantung pada jenis dan jumlah bahan yang diolah oleh perusahaan perindusrtian tersebut. Sumber sampah menurut Mubarrok a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Sampah yang berasal dari pemukiman (domestik waste) Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti sisa-sisa makanan baik yang sudah di masak atau yang belum, bekas pembungkus berupa kerta, plastic, daun, dan sebagainya. Pakaian-pakaian bekas, bahan- bahan bacaan, perabot rumah tangga, daun-daun dari kebun atau taman. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api dan sebagainya. Sampah ini berupa; kertas, plastic, botol, daun dan sebagainya. Sampah yang berasal dari perkantoran Sampah dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, perusahaan dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas-kertas, plastik, karbon, klip, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering dan mudah terbakar. Sampah yang berasal dari jalan raya Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas-kertas, kardus-kardus, debu, batu-batuan, pasir, sobekan ban, onderdil-onderdil kendaraan yang jatuh, daun-daunan dan sebagainya. Sampah yang berasal dari industry Sampah ini berasal dari kawasan industry termasuk sampah yang berasal dari pembangunan industry, dan segala sampah yang berasal dari proses produksi, misalnya sampah sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, potongan tekstil, kaleng dan sebaginya. Sampah yang berasal dari pertanian/pertambangan Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya; jerami, sisa sayur mayor, batang padi, batang jagung, ranting kayu yang patah dan sebagainya. Sampah yang berasal dari pertambangan Sampah ini berasal dari daerah pertambangan dan jenisnya tergantung dari jenis usaha pertambangan itu sendiri, misalnya batu-batuan, tanah/cadas, pasir, sisasia pembakaran (arang) dan sebagainya. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan Sampah yang berasal dari peternakan dan periknan ini berupa kotoran-kotoran ternak, sisa-sisa makan, bangkai binatang dan sebagainya .(Mubarak ;2009 ; 275)
Universitas Sumatera Utara
b) Bentuk sampah Berdasarkan bentuknya sampah dapat digolongkan pada tiga kelompok besar yaitu, sampah padat, sampah cair dan sampah gas 1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah dibagi menjadi : a. Sampah an-organik, adalah sampah yang umunya tidak dapat membusuk, misalnya; logam/besi, pacahan gelas, plastik dan sebagainya. b. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya; sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan dan sebagainya. 2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar a. Sampah yang mudah terbakar, misalnya;kertas, karet, kayu, plastic, kain bekas dan sebagainya. b. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya; kaleng-kaleng bekas, besi/logam bekas, pecahan gelas, kaca dan sebagainya. 3. Berdasarkan karakteristik sampah a. Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan atau pembuatan makanan, yang umumnya mudah membusuk, dan berasal dari rumah tangga, restoran, hotel dan sebagainya. b. Rabish, yaitu sampah yang berasal dari perkantoran, perdagangan baik yang mudah terbakar, seperti kertas, karton, plastic dan sebagainya, maupun yang tidak mudah terbakar, seperti kaleng bekas, klip, pecahan kaca, gelas, dan sebagainya. c. Ashes (abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan-bahan yang mudah terbakar, termasuk abu rokok. d. Street sweeping ( sampah jalanan) yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan, yang terdiri dari campuran bermacam-maacam sampah, daun-daunan, kertas, plastik, pecahan kaca, besi, debu, dan sebagainya. e. Sampah industry, yaitu sampah yang berasal dari industry atau pabrik-pabrik. f. Bangkai binatang, yaitu bangkai binatang yang mati karena alam, ditabrak kendaraan, atau dibuang oleh orang lain. g. Bangkai kendaraan, adalah bangkai mobil, sepeda, sepeda motor, dan sebagainya. h. Sampah pembangunan, adalah sampah dari proses pembangunan gedung, rumah dan sebagainya, yang berupa puing-puing, potongan-potongan kayu, besi beton, bambu dan sebagainya (Mubarak,2009;276) Beberapa faktor yang mempengaruhi sampah adalah jumlah penduduk, system pengumpulan/pembuangan sampah, pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah, faktor geografis, waktu, sosial, ekonomi dan budaya, musim hujan, kebiasaan masyarakat, kemajuan teknologi serta jenis sampah
Universitas Sumatera Utara
Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya, sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah: (a) Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah inipun berpacu dengan laju pertambahan penduduk. (b) Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnya pun semakin banyak bersifat tidak dapat membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan. (c) Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula ( Neolaka;2008;67) 2.4. Dampak Sampah bagi Manusia dan Lingkungan Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih ditingkatkan. Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampah negatif yang tidak sedikit.
2.4.1.
Dampak Sampah bagi Kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang
tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit. Menurut Gelbert dkk (1996; 46-48) Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut; a. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat dapat bercampur dengan air
Universitas Sumatera Utara
minum. Penyakit demam berdarah dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. b. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit) c. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah d. Sampah beracun; Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
2.4.2. Dampak Sampah terhadap Lingkungan a. Pencemaran Udara Sampah yang menumpuk dan tidak segera terangkut merupakan sumber bau tidak sedap yang memberikan efek buruk bagi daerah sensitif sekitarnya seperti permukiman, perbelanjaan, rekreasi, dan lain-lain. Pembakaran sampah seringkali terjadi pada sumber dan lokasi pengumpulan terutama bila terjadi penundaan proses pengangkutan sehingga menyebabkan kapasitas tempat terlampaui. Asap yang timbul sangat potensial menimbulkan gangguan bagi lingkungan sekitarnya. Sarana pengangkutan yang tidak tertutup dengan baik juga sangat berpotensi menimbulkan masalah bau di sepanjang jalur yang dilalui, terutama akibat bercecerannya air lindi dari bak kendaraan. Proses dekomposisi sampah di TPA secara kontinu akan berlangsung dan dalam hal ini akan dihasilkan berbagai gas seperti CO, CO2, CH4, H2S, dan lain-lain yang secara langsung akan mengganggu komposisi gas alamiah di udara, mendorong terjadinya pemanasan global, disamping efek yang merugikan terhadap kesehatan manusia di sekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
Pembongkaran sampah dengan volume yang besar dalam lokasi pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau. Disamping itu juga sangat mungkin terjadi pencemaran berupa asap bila sampah dibakar pada instalasi yang tidak memenuhi syarat teknis. Seperti halnya perkembangan populasi lalat, bau tak sedap di TPA juga timbul akibat penutupan sampah yang tidak dilaksanakan dengan baik. Asap juga seringkali timbul di TPA akibat terbakarnya tumpukan sampah baik secara sengaja maupun tidak. Produksi gas metan yang cukup besar dalam tumpukan sampah menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap yang dihasilkan akan sangat mengganggu daerah sekitarnya. b. Pencemaran Air Prasarana dan sarana pengumpulan yang terbuka sangat potensial menghasilkan lindi terutama pada saat turun hujan. Aliran lindi ke saluran atau tanah sekitarnya akan menyebabkan
terjadinya
pencemaran.
Instalasi
pengolahan
berskala
besar
menampung sampah dalam jumlah yang cukup besar pula sehingga potensi lindi yang dihasilkan di instalasi juga cukup potensial untuk menimbulkan pencemaran air dan tanah di sekitarnya. Lindi yang timbul di TPA sangat mungkin mencemari lingkungan sekitarnya baik berupa rembesan dari dasar TPA yang mencemari air tanah di bawahnya. Pada lahan yang terletak di kemiringan, kecepatan aliran air tanah akan cukup tinggi sehingga dimungkinkan terjadi cemaran terhadap sumur penduduk yang trerletak pada elevasi yang lebih rendah. c. Pencemaran Tanah
Universitas Sumatera Utara
Pembuangan sampah yang tidak dilakukan dengan baik misalnya di lahan kosong atau TPA yang dioperasikan secara sembarangan akan menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya sampah organik dan mungkin juga mengandung Bahan Buangan Berbahaya (B3). Bila hal ini terjadi maka akan diperlukan waktu yang sangat lama sampai sampah terdegradasi atau larut dari lokasi tersebut. Selama waktu itu lahan setempat berpotensi menimbulkan pengaruh buruk terhadap manusia dan lingkungan sekitarnya. d. Gangguan Estetika Lahan yang terisi sampah secara terbuka akan menimbulkan kesan pandangan yang sangat buruk sehingga mempengaruhi estetika lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat terjadi baik di lingkungan permukiman atau juga lahan pembuangan sampah lainnya. Proses pembongkaran dan pemuatan sampah di sekitar lokasi pengumpulan sangat mungkin menimbulkan tumpahan sampah yang bila tidak segera diatasi akan menyebabkan gangguan lingkungan. Demikian pula dengan ceceran sampah dari kendaraan pengangkut sering terjadi bila kendaraan tidak dilengkapi dengan penutup yang memadai. Di TPA ceceran sampah terutama berasal dari kegiatan pembongkaran yang tertiup angin atau ceceran dari kendaraan pengangkut. Pembongkaran sampah di dalam area pengolahan maupun ceceran sampah dari truk pengangkut akan mengurangi estetika lingkungan sekitarnya. Lokasi TPA umumnya didominasi oleh ceceran sampah baik akibat pengangkutan yang kurang baik, aktivitas pemulung maupun tiupan angin pada lokasi yang sedang dioperasikan. Hal ini menimbulkan pandangan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
menyenangkan bagi masyarakat yang melintasi / tinggal berdekatan dengan lokasi tersebut. e. Kemacetan Lalu lintas Lokasi penempatan sarana/prasarana pengumpulan sampah yang biasanya berdekatan dengan sumber potensial seperti pasar, pertokoan, dan lain-lain serta kegiatan bongkar muat sampah berpotensi menimbulkan gangguan terhadap arus lalu lintas. Arus lalu lintas angkutan sampah terutama pada lokasi tertentu seperti transfer station atau TPA berpotensi menjadi gerakan kendaraan berat yang dapat mengganggu lalu lintas
lain;
terutama
bila
tidak
dilakukan
upaya-upaya
khusus
untuk
mengantisipasinya. Arus kendaraan pengangkut sampah masuk dan keluar dari lokasi pengolahan akan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap lalu lintas di sekitarnya terutama berupa kemacetan pada jam-jam kedatangan. f. Dampak Sosial Hampir tidak ada orang yang akan merasa senang dengan adanya pembangunan tempat pembuangan sampah di dekat permukimannya. Karenanya tidak jarang menimbulkan sikap menentang/oposisi dari masyarakat dan munculnya keresahan. Sikap oposisi ini secara rasional akan terus meningkat seiring dengan peningkatan pendidikan
dan
taraf
hidup
mereka,
sehingga
sangat
penting
untuk
mempertimbangkan dampak ini dan mengambil langkah-langkah aktif untuk menghindarinya. 2.4.3. Dampak terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi Dampak-dampak tersebut adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau tidak sedap dan pemandangan yang buruk Karena sampah bertebaran dimana-mana. b. Memberikan dampak negative terhadap kepariwisataan c. Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting disini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas) d. Penmbuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain. e. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atu tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan atau diperbaiki (Gilbert dkk; 1996) Menurut Hadiwiyoto (1983) jika ditinjau dari segi keseimbangan lingkungan, kesehatan, keamanan dan pencemaran, apabila sampah tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai gangguan-gangguan antara lain sebagai berikut : 1. Sampah dapat menimbulkan pencemaran udara karena mengandung gas-gas yang terjadi dan rombakan sampah bau yang tidak sedap, daerah becek dan kadang-kadang berlumpur terutama apabila musimpenghujan datang. 2. Sampah yang bertumpuk-tumpuk dapat menimbulkan kondisi dari segi fisik dan kimia yang tidak sesuai dengan lingkungan normal, yang dapat mengganggu kehidupan dilingkungan sekitarnya. 3. Disekitar daerah pembuangan sampah akan terjadi kekurangan oksigen. Keadaan ini disebabkan karena selama proses peromabakan sampah menjadi senyawa-senyawa sederhana diperlukan oksigen yang diambil dari udara disekitarnya. Karena kekurangan oksigen dapat menyebankan kehiidupan flora dan fauna menjadi terdesak. 4. Gas-gas yang dihasilkan selama degradasi (pembusukan) sampah dapat membahayakan kesehatan karena kadang-kadang proses pembusukan ada mengeluarkan gas beracun. 5. Dapat menimbulkan berbagai penyakit, terutama yang dapat ditularkan oleh lalat atau seranngga lainya, binatang-binatang seperrti tikus dan anjing. 6. Secara estetika sampah tidak dapat digolongkan sebagai pemandangan yang nyaman untuk dinikmati
2.5. Sistem Pengelolaan Sampah
Universitas Sumatera Utara
Karena sampah dapat merugikan kesehatan, keamanan, pencemaran dan merupakan sesuatu yang tidak dipergunakan lagi dan harus dibuang, maka sampah dikelola dengan sebaik-baiknya sedemikian rupa sehingga hal-hal negatife bagi kehidupan tidak sampai terjadi. Agar sampah dapat dikelola dengan baik maka sebelumnya harus diketahui atau diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Untuk menanggulanginya maka ditentukan cara pengolahan yang baik agar jangan sampai terjadi dampak terhadap kesehatan manusia dan pencemaran terhadap lingkungan. Syarat utama untuk menghindari dampak dari sampah dan sekaligus
menciptakan
lingkungan yang sehat dan bersih sampah dapat terangkut seluruhnya dari TPS (Tempat Pembuangan Sementara) ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) setiap harinya. Pengelolaan sampah yang baik bukan untuk kepentingan kesehatan saja, tetapi juga untuk keindahan lingkungan. Yang dimaksud dengan pengelolaan sampah disini adalah meliputi pengumpulan, pengangkutan, sampai dengan pemusnahan atau pengelolaan sampah sedemikian rupa sehingga sampah tidak menjadi ganguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Cara-cara pengelolaan sampah antara lain : (1) Pengumpulan dan pengangkutan sampah Pengumpulan sampah adalah menjadi tanggungjawab dari masing-masing rumah tangga atau instansi yang menghasilkan sampah. Oleh sebab itu, mereka harus membangun atau mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah. Kemudian dari masing-msing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke tempat pembuangan sementara dan selanjutnya ketampat pembuangan sampah akhir. Mekanisme pengangkutan untuk daerah perkotaan adalah tanggungjawab pemerintah daerah setempat uang didukung oleh partisipasi masyarakat. (2) Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Universitas Sumatera Utara
Pemusnahan dan pengelolaan sampah ini dapat dilakukan dengan melalui berbagai cara yaitu; a. Ditanam, yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah. b. Dibakar, yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran. c. Dijadikan pupuk yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk. Apabila setiap rumah tangga dibiasakan untuk memisahkan sampah organic dengan non organik kemudian sampah organik dioleh menjadi pupuk tanaman dapat dijual atau dipakai sendiri. Sedangkan sampah anorganik dibuang dan akan segera dipungut oleh para pemulung. Dengan demikian maka masalah sampah akan berkurang (Wijadmoko,2003;29)
2.6. Model Pengelolaan Sampah Meskipun banyak kota atau kabupaten memiliki cara pengelolaan sampah, tetapi modelnya tidak banyak berbeda. Hampir disetiap daerah menerapkan model yang paling sederhana dan dirasakan cukup aman. Alasannya cukup masuk akal yaitu anggaran APBD tidak seyogianya dinvestasikan untuk hal yang konsumtif. Bila tidak dirasakan dampak negatife terhadap lingkungan maka model pengelolaan sampah tersebut bisa saja dilanjutkan. Namun, bila dampak negatife sudah dirasakan maka mulai harus dipikirkan mencari model baru yang lebih efisien dan aman. 2.6.1.
Model Pengelolaan Sampah di Indonesia Model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan
tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urungan atau model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman dibawahnya, tidak
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan polusi udara, polusi pada air sungai, longsor tau estetika. Model ini umumnya dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu besar. Pengelolaan sampah yang kedua lebih maju dari cara urugan, yaitu tumpukan. Model ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengelolaan air buangan (leachate) dan pembakaran ekses gas metan (flare). Model yang lengkap ini telah memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan. Model seperti ini banyak diterapkan dikota-kota besar. Namun, sayangnya model tumpukan ini umumnya tidak lengkap, tergantung dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Aplikasinya ada yang terbatas pada tumpukan saja atau tumpukan yang dilengkapi saluran air buangan, jarang yang membangun unit pengelolaan air buangan. Meskipun demikian ada suatu daerah yang mengelolanya dengan kreatif. Berikut ini beberapa model pengelolaan sampah di beberapa kota di jawa (Sudradjat,2008;10-15) a. DKI Jakarta (Bantar Gebang) Pengelolaan sampah DKI Jakarta di Bantar Gebang telah didirikan sejak tahun 1986. Lokasi lahan di Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membayar tipping fee kepada Pemda Bekasi sebesar Rp 60 juta per ton sampah. TPA Bantar Gebang dikelola dengan penerapan sistem tumpukan yang dilengkapi dengan IPAS (Intalasi Pengelolaan Air Sampah) dan sistem drainage. Sistem drainage ini untuk menampung air buangan atau lindi hitam (leachate) ke dalam IPAS dan membuangnya ke sungai terdekat. Sistem IPAS menggunakan activated sludge system, yaitu danau yang diberi aerasi dengan agiator (pengaduk bertenaga besar). Operasional IPAS dan kebersihan drainage perlu dikontrol dengan baik setiap hari agar tidak terjadi klaim dari masyarakat tentang kualitar air bangunan. Demikian juga jalan yang dilalui truk perlu dijaga kebersihan dari tetesan air yang
Universitas Sumatera Utara
keluar dari truk dan sampah yang berserakan sepanjang jalan tersebut. Tujuannya agar terhindar dari bau, pemandangan yang tidak sedap, serta munculnya penyakit yang berhubungan dengan kesehatan kulit dan paru-paru. Namun pada kenyataannya, pada tahun 2005 penduduk disekitar TPA terserang penyakit dermatitis sebanyak 2.710 orang. Pembakaran gas metan juga dilakukan pada beberapa timbunan meskipun tidak tertata baik. Pemisahan material anorganik dilakukan oleh pemulung yang jumlahnya puluhan orang serta sudah merupakan kegitan social-ekonomi tersendiri dan melibatkan bisnis yang nilainya cukup besar. Meskipun model ini sangat minimal, tetapi terbukti efektif dan telah menolong masyarakat DKI Jakarta dalam mengatsi masalah sampah. Permasalahan sampah di DKI Jakarta saat ini adalah volume sampah yang tidak bisa ditampung lagi oleh areal yang ada. Perluasan areal ke daerah lain, terutama lintas provinsi tidak akan memecahkan persoalan, tetapi hanya akan memindahkan persoalan. Dengan pendekatan ilmiah diharapkan aka nada jalan keluar yang lebih arif dan efektif. b. Surabaya (Sukolilo) Model TPA di Surabaya persis sama dengan DKI Jakarta, sekitar tahun 1980-an TPA Sukolilo diprotes oleh masyarakat setempat karena menimbulkan polusi bau, padahal masyarakat datang ke lokasi setelah TPA tersebut berjalan beberapa tahun. Namun, hal ini tidak bisa diabaikan karena masalah social bagian dari masalah sampah kota. Sebagai jalan keluar, Pemerintah Kota Surabaya selanjutnya mengimpor 1 (satu) unit incinerator (pembakar) dari Inggris. Ternyata, alat tersebut tidak efektif karena biaya pembakaran sangat besar dan polusi bau berubah menjadi asap dan debu, bahkan partikulat. Aplikasi incinerator di Indonesia kurang sesuai karena kadar air sampah sangat tinggi (>80 %) sehingga sebagian energi yang digunakan untuk membakar (minyak residu)
Universitas Sumatera Utara
adalah untuk menguapkan air. Hal tersebut mengakibatkan biaya operasional alat tersebut menjadi sangat tinggi. Solusinya adalah TPA dipindahkan lokasinya ke daerah pantai di wilayah kabupaten Sidoarjo. Masalah yang mungkin timbul di TPA baru ini adalah salinitas yang bisa menghambat efektivitas kerja mikroba. Selain itu, air buangan dari sampah akan mengotori perairan/perikanan karena jaraknya yang terlalu dekat. Semua kelemahan tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan pendekatan teknologi asal memungkinkan biayanya. Aplikasi Incinerator di Indonesia kurang sesuai karena kadar air sampah sangat tinggi.
c. Solo (Mojosongo) Model pengelolaan sampah di kota Solo sama dengan daerah lain yaitu dengan cara tumpukan. Kelebihannya adalah sampah pada gundukan yang telah menjadi kompos dibagibagikan secara gratis kepada masyarakat. Masyarakat menyaring kompos dari bahan organik yang tidak terurai serta kotoran kasar, kemudian di jual. Dengan cara ini ada sistem input dan sistem output sehingga luasan areal TPA untuk timbunan sampah akan lebih lama penuh karena output berupa kompos selalu keluar dari areal tersebut. Masyarakat sekitar juga diuntungkan karena adanya penghasilan tambahan, yang cukup besar. Selain itu, system tersebut berhasil memacu tumbuh kembangnya pertanian organic di wilayah tersebut. Hal lain yang menarik adalah adanya hewan ternak sapi yang dipelihara oleh penduduk sekitar dengan cara dilepas secara liar diareal TPA untuk mencari makanan sendiri. Berdasarkan penelitian dari WHO, ternyata susu tidak tercemar oleh kotoran yang berasal dari sampah.
Universitas Sumatera Utara
Pada awal pembangunan TPA, penduduk yang tinggal di pinggir sebelah kiri dan kanan jalan menuju TPA adalah pemulung yang di impor dari daerah lain. Pemulung tersebut diberikan gubuk sederhana oleh Pemda setempat. Kini gubuk-gubuk tersebut telah berubah menjadi rumah bata dan hampir setiap rumah memiliki motor. Setiap pagi hari, berpuluhpuluh truk parker disepanjang jalan menuju TPA melakukan transaksi bisnis jual-beli material selain sampah, seperti kertas/karton, besi, plastic, kaleng dan aluminium. Model ini ternyata bisa dijadikan contoh cara pengelolaan sampah yang berhasil karena terasa manfaatnya bagi masyarakat tingkat rendah, disamping juga dapat mengatasi masalah lingkungan. d. Medan ( Namo Bintang dan Terjun) Selama ini sistem pembuangan sampah di Medan masih berkiblat pada sistem open dumping. Sebuah sistem pembuangan sampah yang dilakukan di lahan terbuka. Truk yang mengangkut sampah dari seluruh penjuru kota ditimbang untuk mengetahui volume sampah, kemudian sampah yang masuk ke TPA diratakan dengan alat berat supaya tidak menggunung. Tidak haren jika, dua TPA saat ini, TPA Namobintang seluas 17 Hektar dan TPA Terjun seluas 14 Hektar cepat penuh. Selain makan tempat, sistem open dumping juga menyebabkan pulusi. Sistem ini menimbulkan pemanasan yang mengakibatkan gas metana naik sehingga bisa menimbulkan polusi yang berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan. Metana dapat juga menjadi suatu bahan yang mudah meledak jika konsentrasinya berlebihan. Gas sampah TPA mempunyai potensi meledak oleh perpindahan dari sampah dan berakumulasi di tempat tertentu.Pemerintah Sumatera Utara akan menerapkan sistemm baru yaitu sanitary landfill dan juga giat menggarap proyek TPA tepadu di STM Hilir. Semua
Universitas Sumatera Utara
daerah sesuai amanat undang-undang akan segera meninggalkan sisitem pengelolaan sampah sistem terbuka. Tak terkecuali Medan. Pemerintah kota Medan telah mengeluarkan beberapa peraturan yang dijadikan dasar dalam melaksanakanpengelolaan sampah di kota medan yaitu : a. Peraturan Daerah kota Medan no. 4 tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata kerja Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Kota Medan b. Peraturan Daerah Kota Medan No.8 tahun 2002 tentang Retribusi Pelayanan Kebersihan yang sekaligus mencabut SK Walikotamadya KDH Tingkat II Medan No. 970/301/1993 tanggal 30 Desember 1993 tentang Tarip Pelayanan Kebersihan. c. Surat keputusan Walikota Medan Nomor 24 tahun 2001 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata kerja Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Medan. d. Surat Keputusan Walikota Medan Nomor 10 tahun 2002 tentang Tugas dan Fungsi Dinas Kebersihan Kota Medan. e. Surat Keputusan walikota Medan Nomor 539/1306/K/2002 tanggal 1 Juli 2002 tentang Pembekuan Pelayanan Umum Kebersihan Kota Medan ole PD Kebersihan,yang sepenuhnya dialihkan menjadi tanggungjawab Dinas Kebersihan Kota Medan (Dinas Kebersihan Kota Medan,2008)
e. Daerah lainnya Dibeberapa kota di Jawa Barat yang penduduknya tidak begitu padat dan memilki topografi lembah dan pengunungan seperti di kota Kuningan, Sumedang, Garut, Ciamis dan Tasikmalaya sampahnya dibuang ke lembah. Cara tersebut juga dianut pada kota lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur karena cukup efektif dan murah. Di Jogyakarta, pengelolaan sampah dilakukan dengan cara tumpukan dan dilengkapi dengan unit pengelolaan sampah masinal (mesin) yang dikelola leh Pemda setempat. Cara tumpukan telah dilakukan secara professional. Di Malang, TPA cara tumpukan dibangun dengan bantuan dana asing dan dirancang secara modern dengan mengambil lokasi disuatu lembah. Di Bogor terutama TPA
Universitas Sumatera Utara
didaerah Gunung Galuga, Leuwiliang, juga menggunakan cara tumpukan, tetapi karena tingginya curah hujan maka sampah kota memerlukanwaktu cukup lama untuk pembusukannya. Di Bandung kasusnya sama dengan DKI Jakarta, yaitu kemampuan TPA di daerah Lembang sudah tidak bisa mengatasi volume sampah yang begitu besar, disamping cuaca yang sangat dingin sehingga pembusukan berjalan sangat lamban. 2.7. Minimisasi Sampah Minimisasi limbah/sampah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas, dan tingkat bahaya limbah yang berasal dari proses produksi dengan reduksi dari sumber dan/atau pemanfaatan limbah. Pada dasarnya minimisasi limbah/sampah merupakan bagian dari pengelolaan limbah dan dapat mengurangi penyebaran limbah di lingkungan, meningkatkan efisiensi produksi dan dapat memberikan keuntungan ekonomi, antara lain: a. Mengurangi biaya pengangkutan ke pembuangan akhir; b. Mengurangi biaya pembuangan akhir; c. Meningkatkan pendapatan karena penjualan dan pemanfaatan limbah. Usaha minimisasi limbah di Indonesia telah dimulai di sektor industri pada tahun 1995 dengan membuat suatu komitmen nasional dalam penerapan strategi produksi bersih dalam proses industri. Walaupun demikian usaha serupa belum dimulai di sektor domestik/rumah tangga dan baru terbatas pada kegiatan pengumpulan dan sedikit daur-ulang. Salah satu bagian dari minimasi limbah yang perlu diperhatikan adalah limbah atau sampah padat yang dihasilkan dari pengemasan (packaging) karena jumlah yang dihasilkan akan semakin meningkat di masa mendatang. Upaya minimisasi limbah padat rumah tangga antara lain melalui kegiatan daur-ulang dan produksi kompos.
Universitas Sumatera Utara
Sangat disayangkan bahwa Pemerintah Daerah belum memiliki komitmen yang kuat mengenai minimisasi limbah rumah tangga. Komitmen ini sudah seharusnya dituangkan dalam kebijaksanaan Pemda dan diperkuat dengan peraturan daerah. Di tingkat Pusat kegiatan 3-M (Mengurangi, Menggunakan kembali, Mendaur-ulang) sudah dibakukan melalui kebijaksanaan, strategi dan dijabarkan dalam pelaksanaan kegiatan yang lebih konkrit. Pelaksanaan kegiatan tersebut antara lain berupa pemberian paket bantuan proyek perintisan UDPK (Usaha Daur-ulang dan Produksi Kompos) di 50 kota Dati II di Indonesia. Petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan dan tata cara tentang kegiatan 3-M sudah disusun dan disebarluaskan melalui diseminasi-diseminasi oleh Ditjen Cipta Karya Dept. PU. Tetapi harapan untuk dapat merangsang Pemda melakukan kegiatan pengomposan dan daur-ulang sehingga dapat mengefisienkan biaya pengelolaan sampah kota ternyata belum dapat tercapai (Sudrajat, 2007) 2.7.1. Penanganan Sampah 3-R Penanganan sampah 3-R adalah konsep penanganan sampah dengan cara reduce/mengurangi (R1), reuse/menggunakan kembali (R2), dan recycle/mendaur-ulang sampah (R3) mulai dari sumbernya (Dit, Bintek DJCK, 1999). Penanganan sampah 3-R sangat penting untuk dilaksanakan dalam rangka pengelolaan sampah padat perkotaan yang efisien dan efektif sehingga diharapkan dapat mengurangi biaya pengelolaan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan perhitungan di atas kertas, bila sampah kota dapat ditangani melalui konsep 3-R, maka sampah yang sampai yang akan sampai di TPA hanya ± 20% saja. Hal itu berarti akan sangat mengurangi biaya pengangkutan dan pembuangan akhir. Penanganan sampah 3-R akan lebih baik lagi bila dipadukan dengan siklus produksi dari suatu barang yang akan dikonsumsi. Langkah-langkah pengerjaan
Universitas Sumatera Utara
penanganan sampah 3-R dapat disesuaikan dengan sumber penghasil sampah yaitu rumah tangga. Tabel 1. Upaya Penanganan Sampah Melalui Prinsip 3-R Di Sumber Sampah Penanganan 3R
Cara Pengerjaan
R-1
R-2 R-3
2.7.2.
Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar Gunakan produk yang dapat diisi ulang Kurangi penggunaan bahan sekali pakai Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada pihak yang memerlukan. Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang. Gunakan baterai yang dapat diisi kembali. Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur-ulang dan mudah terurai Lakukan penanganan untuk sampah organik menjadi kompos dengan berbagai cara yang telah ada (sesuai ketentuan) atau manfaatkan sesuai dengan kreatifitas masing-masing. Lakukan penanganan sampah anorganik menjadi barang yang be rmanfaat.
Daur-Ulang dan Pengomposan Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas
kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk bekas pakai. Daur ulang bisa menggunakan prinsip 2 R yaitu reuse dan recycle. Menggunakan kembali: barang-barang yang dianggap sampah karena sifat dan karakteristiknya dapat dimanfaatkan kembali tanpa melalui proses produksi. Sementara mendaur-ulang sampah didaur ulang untuk dijadikan bahan baku industri dalam proses produksi. Dalam proses ini, sampah sudah mengalami perubahan baik bentuk maupun fungsinya. Sampah organik dapat
Universitas Sumatera Utara
didaur ulang menjadi produk-produk berguna seperti kompos, pupuk kandang, briket dan biogas. Material yang dapat didaur ulang antara lain botol bekas wadah kecap, saos, sirup, creamer dan lain-lain, kertas, aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue dan lain-lain, besi bekas, plastik bekas wadah shampoo, air mineral, jerigen, ember dan lainlain, sampah basah dapat diolah menjadi kompos. Kompos merupakan hasil permentasi dari bahan-bahan organik sehingga berubah bentuk, berwarna kehitam-hitaman dan tidak berbau. Pengomposan merupakan proses penguraian bahan-bahan organik dalam suhu yang tinggi sehingga mikroorganisme dapat aktif menguraikan bahan-bahan organik sehingga dapat dihasilkan bahan yang dapat digunakan tanah tanpa merugikan lingkungan. Proses pembuatan kompos adalah dengan menggunakan aktivator EM-4, yaitu proses pengkomposan dengan menggunakan bahan tambahan berupa mikroorganisme dalam media cair yang berfungsi untuk mempercepat pengkomposan dan memperkaya mikroba.
2.8.
Keterlibatan Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek yang terpenting
untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu. Masyarakat senantias ikut berpartisipasi terhadap proses-proses pembangunan bila terdapat faktor-faktor yang mendukung anrata lain; kebutuhan, harapan, motivasi, ganjaran, kebutuhan sarana dan prasarana, dorongan moral dan adanya kelembagaan baik informal maupun formal. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan salah satu faktor teknis untuk menanggulangui persoalan sampah perkotaan dan lingkungan pemukiman dari
Universitas Sumatera Utara
tahu ke tahun yang semakin kompleks. Selain partisipasi masyarakat, diperlukan juga perhatian dari pemerintah khususnya pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat sebagai
faktor
pelaksana
pembangunan
daerah
dan
pemegang
kebijakan
dalam
mengakomodir kegiatan dan program-program pengelolaan sampah perkotaan secara lestari dan partisipasi masyarakat sehingga kebersihan dan keindahan Kota Medan dapat terwujud dalam rangka peningkatan kualitas hidup masyarakat kota. Solusi dalam mengatasi sampah ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efesiensi terhadap semua program pengelolaan sampah yang dimulai pada skala kawasan (tingkat kelurahan dan kecamatan) kemudian dilanjutkan pada skala yang lebih luas.
2.9. Pengertian pola Untuk memberikan suatu gambaran tentang Pola Pengelolaan Sampah Domestik di Kecamatan Medan Denai khususnya Kelurahan Binjai, terlebih dahulu dijelaskan mengenai pengertian istilah pola atau model agar diperoleh kesamaan visi dan persepsi dalam membahas konsep tersebut. Pola adalah suatu model (contoh, acuan, atau ragam) dari suatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Depertemen P dan K, 1984;75). Defenisi lain dari pola adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat presentase yang bersifat menyeluruh atau pola adalah abstraksi dari realitas dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simarmata,1983;12) Dalam dunia ilmu pengetahuan, pola mengandung arti suatu abstraksi ataupun gambaran dari sistem yang kompleks, dengan penyederhanaan untuk memudahkan pemahaman keadaan ataupun obyek tertentu (Pamuji, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Pola biasa dipergunakan untuk menentukan atau mengagambarkan sesuatu, misalnya sistem informasi manajemen, membantu dalam menerangkan sistem, menentukan, menjelaskan, menggambarkan hubungan dan kegiatan menampakkan sesuatu situasi dalam pelambangan yang bisa dimanipulasi untuk menghasilkan suatu prediksi. Tujuan akhir inilah yang paling penting bagi pengambil keputusan (Amirin,1987) Pola bermanfaat untuk melakukan prediksi akibat-akibat ada atau tidaknya perubahan faktor penyebab. Pola merupakan alat bantu yang baik dalam pengkajian persoalan dan perumusan
serta
penentian
alternative
kebijaksanaan
(Tjoroamijojo
&
Moestopadidjaya;1988). Pola pengelolaan sampah di Kecamatan Medan Denai merupakan suatu kegiatan manusia yang kompleks, memerlukan pemecahan dengan pendekatan keterpaduan karena dalam pengelolaan itu terdapat implikasi hubungan antara institusi terkait yang tidak efektif bila dipecahkan secara farsial.
Universitas Sumatera Utara