BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bahaya Limbah Industri Bagi Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat Industri memiliki peranan penting dan memberikan banyak kontribusi dalam
pembangunan ekonomi. Setiap kegiatan industri selalu menghasilkan limbah yang akan dibuang ke lingkungan dan berpotensi memberikan pengaruh dampak terhadap lingkungan sekitarnya baik dalam bentuk padat, cair maupun gas dengan jumlah yang melebihi batas (Suligundi, 2013). Jika tidak dikelola dengan baik maka limbah tersebut dapat menimbulkan dampak negatif yakni pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, menurunnya estetika daerah tersebut, terganggunya ekosistem sekitar pembuangan limbah, dan kerugian ekonomi (Rahmadi, 2011). Kegiatan industri juga memiliki andil dalam pencemaran udara yang terdapat di daerah sekitarnya. Pencemaran udara tersebut dapat berupa debu atau partikel yang jika terhirup berpotensi mengganggu lingkungan dan kesehatan manusia tergantung dari komposisi senyawa kimianya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain CO, SO2, NH3, senyawa flour, SO3, asam hidroklorit, dan unsur radioaktif lainnya. Senyawa-senyawa tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi lingkungan seperti mengakibatkan adanya hujan asam hingga penipisan lapisan ozon di atmosfer. Selain mengandung senyawa kimia, cemaran udara juga mengandung logam berat seperti debu arsen dapat berpotensi menimbulkan kanker kulit dan paru (Prayudi, 2005; Siregar, 2005).
7
8
Pada pencemaran tanah lebih banyak disebabkan oleh cemaran pada seperti sampah organik maupun anorganik yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah, kualitas air tanah, hingga matinya makhluk hidup yang ada disekitar limbah tersebut. Sampah organik masih dapat diuraikan oleh organisme pengurai menjadi humus, akan tetapi pada sampah anorganik membutuhkan waktu yang lama untuk diuraikan oleh organisme pengurai tersebut. Selain berbentuk padatan, limbah yang mencemari tanah dapat berupa cairan. Jika limbah tersebut mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya seperti logam berat, selain merusak kualitas tanah juga dapat merusak kualitas air tanah (Hardiani, 2009; Putranto, 2011) Pencemaran air yang disebabkan oleh kegiatan industri dapat menyebabkan naiknya angka BOD, COD, coliform, dan TSS. Naiknya angka BOD dan COD menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam air sehingga dapat membunuh biota yang terdapat dalam air yang tercemar. Adanya coliform dalam air menyebabkan menurunnya kualitas air dan dapat menyebabkan keracunan jika di konsumsi (Ali dkk., 2013). Selain itu, implikasi logam berat dalam air terhadap kesehatan manusia dapat menyebabkan gangguan pada sistem susunan syaraf, fungsi ginjal, reproduksi, hemopoitik, pencernaan, kanker, dan lain-lain. Sebagai contoh yaitu kasus pencemaran Minamata pada tahun 1958 di Jepang akibat keracunan limbah merkuri yang meracuni ikan yang dikonsumsi penduduk sekitar. Pencemaran tersebut menyebabkan gangguan pada fungsi saraf pada penduduk yang mengonsumsi ikan tersebut. Kasus lainnya terjadi pada tahun 1971-1972, dimana terjadi keracunan merkuri pada gandum yang dikonsumsi oleh penduduk Irak sehingga menyebabkan kematian pada 500 penduduk dan 6000 penduduk lainnya masuk rumah sakit (Sudarmaji dkk., 2006)
9
2.2
Penggunaan Limbah Teh Sebagai Pupuk Organik Limbah teh adalah salah satu hasil sisa kegiatan ekstrasi teh yang dilakukan oleh
industri minuman teh. Jika limbah tersebut tidak diatasi dengan baik maka akan menimbulkan permasalahan lingkungan sehingga limbah tersebut perlu dilakukan pengolahan sebelum dilepas kembali ke lingkungan (Oktavia dkk., 2012). Dalam pembuatan pupuk organik dapat berasal dari hewan maupun serasah tanaman. Limbah teh merupakan salah satu serasah tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan dasar atau bahan tambahan dalam pembuatan pupuk organik. Dalam pembuatan pupuk organik, limbah teh dapat di tambahkan mikroorganisme untuk di frementasi sebagai kompos ataupun dengan penambahan kotoran hewan. Selain itu limbah teh juga dapat digunakan langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu untuk dijadikan pupuk organik (Slamet, 2005; Virgiawan dkk., 2014). Manfaat dari penggunaan limbah teh sebagai pupuk organik yakni dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan memperbaiki kesuburan tanah. Kandungan dari limbah teh beragam tergantung dari sumber dan perusahaan yang mengolahnya (Hariani dkk., 2013). Dalam penelitian ini menggunakan limbah teh yang berasal dari PT. CCBI unit Bali yang memiliki komposisi untuk setiap 5 kg limbah sebagai berikut :
10
Tabel 2.1 Komposisi Limbah Teh PT. CCBI unit Bali (Sumber : Sucofindo (2010)) Parameter
2.3
Unit
Result
Total P2O5 content
%
0.13
K2O content
%
0.10
Carbon (C) Organic content
%
11.04
C/N ratio
-
12.84
Moisture content
%
79.98
Manganese (Mn) content
%
0.02
Iron (Fe) content
ppm
14.1
Zinc (Zn) content
ppm
9.9
Copper (Cu) content
ppm
10.6
Boron (B) content
ppm
< 0.1
Cobalt (Co) content
ppm
< 0.1
Molybdenum (Mo) content
ppm
< 0.1
Pupuk Organik Pupuk organik merupakan pupuk yang komposisinya berasal bahan-bahan organik
yang berasal dari tumbuhan dan atau hewan yang telah melewati proses rekayasa terlebih dahulu. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair dan bahan-bahan organik yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik sangatlah bervariasi yakni berasal dari kotoran hewan, pupuk hijau, limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pasar, dan sisa panen sehingga kualitas dari pupuk yang dihasilkan tergantung dari kualitas bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk (Yang, 2001 dalam Simanungkalit dkk., 2006). Menurut Yulipriyanto (2010), pupuk organik secara umum dikelompokkan menjadi 3 jenis yakni pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos. Pupuk kandang merupakan pupuk
11
organik yang terbuat dari campuran kotoran, amparan, air kencing, dan sisa pakan hewan. Pupuk hijau berasal dari bahan hijauan yakni tumbuh-tumbuhan, sedangkan kompos merupakan bahan organik yang difermentasi dengan bantuan mikroorganisme (Firmansyah, 2011). Pupuk organik memiliki banyak keuntungan dalam penggunaannya yakni menyediakan segala unsur hara yang dibutuhkan tanaman baik mikro maupun makro sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas dari hasil produksi serta meningkatkan daya tahan tanaman dari hama dan penyakit. Selain itu, pupuk organik juga berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan seperti memperbaiki sifat kimia, fisika, dan biologi tanah (Anindyawati, 2010; Nasahi 2010). Dalam penyediaan pupuk organik yang berkualitas, pemerintah telah menetapkan standar pupuk organik yang telah diatur di dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011. 2.4
Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis) Klasifikasi tanaman kacang panjang dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut:
Kingdom : Plantarum Phyllum
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub Kelas : Dicotyledonae Ordo
: Leguminales
Famili
: Papilionaceae (Leguminoceae)
12
Genus
: Vigna
Species
: Vigna sinensis L.
Kacang panjang (Vigna sinensis) merupakan salah satu komoditi sayuran yang banyak dikonsumsi sebagian besar penduduk indonesia dimana terdapat 170 spesies yang tersebar luas di berbagai kawasan di dunia. Tanaman ini dapat tumbuh di daratan rendah hingga dataran tinggi dan memiliki persyaratan iklim panas dengan suhu antara 20 oC hingga 30oC (Rukmana, 1995). Tanah yang digunakan haruslah gembur, mengandung humus, dan memiliki pH tanah 5½ - 6½ karena cocok untuk pertumbuhan tanaman ini (AKK, 2004). Tanaman ini memiliki batang yang panjang yang bersifat membelit ataupun setengah membelit. Pada tangkai daun terdapat daun yang letaknya bersusun tiga berwarna hijau-muda hingga hijau-tua. Bunga tanaman ini terletak pada ujung tangkai dengan bentuk seperti kupu-kupu dan memiliki warna yang bervariasi yakni putih, kuning, dan biru tergantung spesiesnya. Sedangkan buahnya panjang, ramping, berbentuk polong dan memiliki warna hijau keputih-putih hingga hijau kekuning-kuningan. Tanaman ini memiliki umur sekitar 85 hari setelah tanam. Polong muda yang siap panen memiliki ukuran polong yang telah maksimal, memiliki biji polong yang tidak menonjol, dan mudah dipatahkan. Panjang polong yang dihasilkan sekitar 30-75 cm tergantung dari varietas tanaman (Edi dan Bobihoe, 2010; Rukmana, 1995). Dalam pemeliharaannya, terdapat hama yang dapat menyerang kacang panjang sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman. Lalat kacang merupakan salah satu hama yang menyebabkan munculnya bintik-bintik putih disekitar tulang daun
13
sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dikarenakan daun yang berubah warna menjadi kekuningan, terjadi perakaran sekunder dan pembengkakan pada pangkal batang. Hama penggorok daun yang merupakan larva dari lalat Liriomyza sp dapat menyerang bagian dalam daun sehingga terdapat guratan-guratan putih pada permukaan atas daun. Kutu daun yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman hingga penurunan hasil panen, ulat grayak, pengerek biji/hama gudang yang merusak biji dan ulat bunga yang menyerang bunga dan memakan polong tanaman (Rukmana, 1995; Baliadi dan Tengkano, 2010) 2.5
Tanaman Metimun (Cucumis Sativus L.) Berikut ini merupakan klasifikasi tanaman mentimun dalam taksonomi tumbuhan
sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Phyllum
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Violales
Famili
: Cuvurbitaceae
Genus
: Cucumis
Species
: Cucumis sativus L.
Mentimun (Cucumis Sativus L.) merupakan salah satu sayuran buah yang dapat dikonsumsi dalam bentuk olahan segar. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada
14
dataran rendah dengan ketinggian 0 – 1000 meter dpl dan memiliki iklim panas untuk pertumbuhan optimum sehingga jika ditanam pada daerah yang beriklim basah maka ditanam pada musim kemarau. Tanaman ini memiliki daun tunggal dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi tergantung spesiesnya. Bunga tanaman berbentuk terompet berwarna kuning. Sedangkan warna buahnya berkisar dari putih hingga hijau tua untuk mentimun muda dan berwarna coklat, kuning tua hingga putih bersisik untuk mentimun tua. Tanaman ini dapat dipanen setelah 30-50 hari pasca tanam. Pada varietas lokal, panjang buah yang dihasilkan antara 12-19 cm dan angka produktivitas antara 8-14 ton/ha (Sumpena, 2004). Dalam pemeliharaannya, kumbang mentimun (Aulacophora sp.) dan kumbang totol hitam (Henosepilachna Sp.) merupakan hama yang menyerang tanaman mentimun yang dapat menyebabkan daun mentimun menjadi berlubang tak beraturan (Edi dan Bobihoe, 2010). Kutu daun (Aphis sp.) merusak daun tanaman sehingga daun menjadi berkerut, menggulung, dan berlubang. Larva lalat Liriomyza sp atau hama penggorok daun dapat merusak bagian dalam daun dan menimbulkan guratan putih pada permukaan atas daun serta menjadi vektor penyakit Cucumber Mozaik Virus (CMV) (Prabowo, 2009; Baliadi dan Tengkano, 2010). 2.6
Tanaman Tomat (Lycopersicum esculentum) Menurut taksonomi tanaman, tumbuhan tomat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Phyllum
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
15
Sub Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Solanaceae
Genus
: Lycopersicum
Species
: Lycopersicum esculentum
Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman yang dapat dikonsumsi segar dan dimanfaatkan untuk berbagai industri makanan. Tanaman ini sangat cocok ditanam di daerah yang beriklim kering dan tumbuh pada ketinggian 1000-2000 m dpl (AAK, 2004). Akan tetapi seiring perkembangan teknologi, tanaman ini dapat tumbuh di daerah dataran rendah dengan ketinggian 100-600m dpl dan dataran tinggi dengan ketinggian 1000-2500 dpl (Wiryanta, 2003). Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan baik di tanah yang gembur dan subur dengan pH berkisar antara 6-7 (AAK, 2004). Tomat memiliki batang yang lunak ketika muda dan mengeras ketika tua dengan ditumbuhi bulu-bulu halus di seluruh permukaannya. Daunnya memiliki warna hijau, berbulu, dan tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang. Sedangkan bunganya berwarna kuning dan buahnya berukuran kecil bulat atau bulat memanjang berwarna merah atau kuning pada tomat. Tomat umumnya dapat dipanen pada umur 90 hari sejak dilakukan penyemaian dan di panen kembali setiap 3-5 hari sekali hingga buah habis. Buah tomat yang normal akan berbentuk beralur, bulat, bulat pipih, bulat lonjong, dan lonjong. Kemudian menurut beratnya tomat digolongkan menjadi 3 golongan yakni tomat besar
16
dengan berat 150 g/buah, tomat sedang antara 100-150 g/buah, dan tomat kecil berukuran kurang dari 100 g/buah (Wiryanta, 2003). Heliotis armigera merupakan salah satu hama yang seiring menyerang tanaman tomat yang dapat menyebabkan buah tanaman menjadi busuk dan rontoh. Kutu Kebul merupakan hama utama pada tanaman tomat yang membuat daun menjadi mengkerut dan menggulung. Selain itu terdapat hama lainnya seperti Agrotis epsilon yang menyebabkan daun tanaman hanya tinggal tulang daunnya saja, Penggorok Daun dan Thrips spp menyebabkan daun menjadi layu,dan Nematode (Meloidogyna sp) yang menyerang akar tanaman (Oliveira, 2001; Edi dan Bobihoe, 2010). 2.7
Pertumbuhan dan Jumlah Produksi Buah pada Tanaman Pertumbuhan adalah suatu peristiwa perubahan biologis suatu makhluk hidup
dimana makhluk hidup mengalami pertambahan ukuran yakni pertambahan akan tinggi, volume, massa, dsb. Sehingga pada tanaman, pertumbuhan tanaman bermulai dari biji, kecambang, hingga berbentuk bibit yang lengkap dengan akar, batang, dan daun. Pada tanaman, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yakni faktor dalam dan faktor luar (Sembiring dan Sudjino, 2009). Faktor dalam merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang berasal dari dalam tubuh tanaman itu sendiri seperti hormon dan gen. Sedangkan faktor luar merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman seperti air, nutrisi, cahaya, kelembapan, mineral, gaya gravitasi, ketersediaan oksigen, dan suhu (Rachmawati dkk., 2009)
17
2.8
Metode Penelitian Eksperimental Menurut Borg dan Gall (1983), penelitian eksperimen adalah penelitian yang
dilakukan dengan pengontrolan secara ketat terhadap variabel-variabel di luar eksperimen sehingga dapat diandalkan keilmiahannya. Metode penelitian eksperimental merupakan suatu metode yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan memberikan suatu perlakuan tertentu tehadap subjek penelitian yang nantinya akan dilakukan pengamatan dan pengukuran suatu dampak. Penelitian ini merupakan penelitian kausal dimana hasil penelitian dibuktikan melalui suatu perbandingan yakni kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol atau kondisi subjek yang sesudah dan sebelum diberikan perlakuan (Jaedun, 2011). Dalam penelitian ini merupakan quasi experimental design dimana responden tidak dipilih secara random, diberikan perlakuan, dan terdapat kelompok kontrol (Euis, 2011). Penelitian ekperimental memiliki beberapa karakteristik yakni metode penelitian ini memberikan pengujian hipotesa yang lebih ketat dibandingkan jenis penelitian lainnya dan merupakan penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh suatu perlakuan terhadap dampak dalam kondisi yang dikendalikan oleh peneliti. Selain itu, metode ini merupakan metode yang paling tepat dalam menguji hipotesis sebab-akibat dan memenuhi validitas internal (Jaedun, 2011). 2.9
Analisis Varian Analisis varian atau Anova merupakan suatu metode pengujian hipotesis yang
digunakan untuk menguji perbedaan rata-rata lebih dari dua sampel dengan cara membandingkan variasi datanya (Ghozali, 2009). Terdapat prinsip dalam analisis variasi
18
ini, dimana prinsip tersebut menganalisis variabilitas data menjadi dua sumber variasi. Dua sumber variasi tersebut adalah variasi dalam kelompok dan variasi antar kelompok. Dalam pelaksanaan analisis varian, setelah estimasi kedua populasi varian diatas di hitung maka akan dibandingkan. Hipotesis nol akan diterima jika nilai F hasil peritungan lebih kecil dari nilai F pada tabel. Selain itu (Budiarto, 2012). Selain itu dilakukan uji normalitas menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov, jika data tidak berdistribusi normal maka jenis analisis yang digunakan ialah Kruskall-Wallis (Ghozali, 2009).