KARAKTERISTIK INDUSTRI PENGOLAHAN KULIT DAN DAMPAK LIMBAH TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR (Studi Kasus Sentra Industri Kulit Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat)
AGUS HIKMAT SYAF P025010041
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
KARAKTERISTIK INDUSTRI PENGOLAHAN KULIT DAN DAMPAK LIMBAH TERHADAP LINGKUNGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT SEKITAR (Studi Kasus Sentra Industri Kulit Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat)
Oleh :
AGUS HIKMAT SYAF P025010041
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar pada Magister Sains Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
Hak Cipta milik AGUS HIKMAT SYAF tahun 2005 Hak Cipta Dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari IPB sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, foto kopi, microfilm dan sebagainya.
PERNYATAAN
Bersama ini saya menyatakan bahwa Tesis saya yang berjudul “Karakteristik
Industri
Pengolahan
Kulit dan Dampak Limbah terhadap
Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Sentra Industri Kulit Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat)” merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan dimanapun. Semua sumber data dan informasi yang
digunakan
sudah
dinyatakan
secara
jelas
dan
dapat
diperiksa
kebenarannya.
Bogor Desember 2005 Yang menyatakan,
Agus Hikmat Syaf
Judul Tesis
:
Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak Limbah terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi Kasus Sentra Industri Kulit Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat).
Nama
:
AGUS HIKMAT SYAF
NRP
:
P.025010041
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MSi. Ketua
Ir. Said Rusli, MA. Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS.
Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, MSc
Tanggal Ujian : 28 Oktober 2005
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul: ”Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak Limbah Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar
(Studi Kasus Sentra
Industri Kulit Sukaregang Kabupaten Garut Jawa Barat)”. Sudah barang tentu dalam proses penyelesaian tesis ini banyak fihak yang terlibat, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si, dan Ir. Said Rusli, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingannya. 2. Kepala Cabang Dinas Perindag dan Penanaman Modal Kabupaten Garut. membantu dalam penelitian ini. 3. Kepala UPTD Kulit Sukaregang Garut yang telah membantu di lapangan dan memberikan banyak informasi mengenai industri kulit di Kabupaten Garut. 4. Kepala Desa Kota Wetan, Desa Sukaresmi, Desa Suci, dan Desa Karang Mulya yang telah membantu dalam penelitian ini. 5. Mamah dan Bapak yang senantiasa memberikan dorongan dan do’a. 6. Istriku; Fenti Hikmawati dan anak-anak Fanida, Fariz dan Adika yang selalu setia menunggu dengan sabar. 7. Semua fihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materil dalam penulisan Tesis ini. Dalam penulisan Tesis ini sangat disadari masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan. Disamping itu penulis berharap Tesis ini ada guna dan manfaatnya. Amiin. Bogor, Desember 2005 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 9 Juli 1964, sebagai anak pertama dari pasangan Mariana dan Drs. H. Ma’mun. Pendidikan Sarjana ditempuh di Pendidikan Matematika Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung lulus tahun 1988. Pada tahun 2001 mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan di Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS Departemen Pendidikan Nasional. Penulis sebagai staf pengajar dengan jabatan terakhir Lektor Kepala di Jurusan MIPA Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung sejak tahun 1988. Penulis menikah dengan Dra. Fenti Hikmawati, MSi dengan dikaruniai tiga orang anak yaitu: Fanida Firdausi Fauziyyah (SMA), Muhammad Fariz Priamanggala (SD), dan Muhammad Faskha Adika.
DAFTAR ISI Halaman
Prakata………..…………………………………………………………………………
i
Riwayat Hidup………………………………………………………………………….
ii
Daftar Isi…………………………………………………………………………………
iii
Daftar Tabel…………………………………………………………………………….
vi
Daftar Gambar………………………………………………………………………….
x
Daftar Lampiran………………………………………………………………………...
xii
I
II
III
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1.2 Tujuan Penelitian………………..……………………………………… 1.3 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 1.4 Perumusan Masalah…………………………………………………… 1.6 Manfaat Penelitian……………..………………………………………
1 5 6 7 9
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Industri Kecil…………………………………………….. 2.2 Karakteristik Industri Kulit……………………………………………… 2.3 Karakteristik Limbah Industri Kulit……………………………………. 2.3.1 Pengertian Limbah Industri Kulit……………………………... 2.3.2 Jenis Limbah Industri Kulit……………………………………. 2.3.3 Sifat-sifat Limbah………………………………………………. 2.4 Dampak Limbah Industri Kulit terhadap Lingkungan………………. 2.5 Sistem Pengolahan Limbah Industri Kulit……………………………. 2.6 Baku Mutu Limbah……………………………………………………... 2.7 Aspek Ekonomi Pengolahan Limbah………………………………… 2.8 Persepsi…………………………………………………………………. 2.8.1 Pengertian Persepsi…………………………………………… 2.8.2 Proses Pembentukan Persepsi………………………………. 2.8.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi………………..
10 11 12 14 15 18 23 26 32 34 35 36 37 39
METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………… 3.2 Bahan dan Alat…………………………………………………………. 3.3 Metode Pengumpulan Data…………………………………………… 3.3.1 Populasi dan Sampel…………………………………………. 3.3.2 Pengumpulan Data……………………………………………. 3.4 Analisis Data……………………………………………………………. 3.4 Definisi Operasional
40 40 40 41 43 44 48
Halaman
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian…………………………………... 4.1.1 Keadaan Umum dan Objek Kabupaten Garut……………... 4.1.2 Keadaan Umum Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karangpawitan………………………………………………… 4.1.2.1 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian di Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karangpawitan………………................................ 4.1.2.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian di Kelurahan Kota Wetan, Sukamentri, Karangmulya, dan Suci Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karangpawitan…………………... 4.1.3 Sejarah dan Perkembangan Industri Kulit di Kabupaten Garut……............................................................................. 4.1.4 Kondisi Limbah Industri Kulit di Kabupaten Garut…………. 4.2 Karakteristik Unit Usaha dan Pengusaha Industri Kulit................... 4.2.1 Unit Usaha Industri Penyamakan kulit................................. 4.2.1.1 Karakteristik Industri Penyamakan kulit................ 4.2.1.2 Bahan Baku Penyamakan Kulit............................ 4.2.1.3 Jenis Bahan Penyamak Kulit................................. 4.2.1.4 Proses Produksi Industri Penyamakan kulit.......... 4.2.1.5 Daerah Pemasaran Kulit Tersamak...................... 4.2.2 Unit Usaha Industri Kerajinan barang-barang yang terbuat dari bahan kulit..................................................................... 4.2.2.1 Karakteristik Industri Kerajinan barang-barang yang terbuat dari bahan kulit................................. 4.2.2.2 Bahan Baku Kerajinan barang-barang yang terbuat dari bahan kulit.......................................... 4.2.2.3 Jenis Bahan Kerajinan barang-barang yang terbuat dari bahan kulit.......................................... 4.2.2.4 Proses Produksi Industri Kerajinan barangbarang yang terbuat dari bahan kulit..................... 4.2.2.5 Daerah Pemasaran Kerajinan barang-barang yang terbuat dari bahan kulit................................. 4.2.3 Karakteristik Pengusaha Industri kulit.................................. 4.2.3.1 Karakteristik Pengusaha Industri Penyamakan kulit........................................................................ 4.2.3.2 Karakteristik Pengusaha Industri Kerajinan barang-barang yang terbuat dari kulit................... 4.2.4 Karakteristik Pengelolaan limbah Industri kulit..................... 4.2.4.1 Jenis Limbah Industri Penyamakan kulit.............. 4.2.4.2 Volume limbah penyamakan kulit.......................... 4.2.4.3 Sistim Pengelolaan limbah....................................
50 50 52 54
55
59 61 62 63 65 67 69 70 75 76 78 80 81 82 83 83 85 88 91 91 94 95
iv
Halaman
V
4.3 Karakteristik Masyarakat Hulu dan Masyarakat Hilir ...................... 4.3.1 Karakteristik Masyarakat Hulu............................................. 4.3.1.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin.............. 4.3.1.2 Karakteristik Berdasarkan Usia............................. 4.3.1.3 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan.................. 4.3.1.4 Karakteristik Berdasarkan Kependudukan............ 4.3.1.5 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan.................... 4.3.2 Karakteristik Masyarakat Hilir............................................... 4.3.2.1 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin.............. 4.3.2.2 Karakteristik Berdasarkan Usia............................. 4.3.2.3 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan.................. 4.3.2.4 Karakteristik Berdasarkan Kependudukan............ 4.3.2.5 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan....................
100 100 100 100 101 102 102 103 103 103 104 104 104
4.4 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Industri Kulit..................... 4.4.1 Persepsi Masyarakat Hulu..........................………………... 4.4.1.1 Persepsi terhadap Variabel Ekonomi…................ 4.4.1.2 Persepsi terhadap Lingkungan Sosial................... 4.4.2 Persepsi Masyarakat Hilir...........................……………….... 4.4.2.1 Persepsi terhadap Aspek Ekonomi….................... 4.4.2.2 Persepsi terhadap Lingkungan Sosial.................. 4.4.3 Hubungan Persepsi Masyarakat Hulu dan Hilir Berdasarkan Variabel Ekonomi............................................ 4.4.4 Hubungan Persepsi Masyarakat Hulu dan Hilir Berdasarkan Variabel Sosial...............................................
105 105 105 111 118 118 123 130
4.5 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Limbah Industri Kulit........ 4.5.1 Persepsi Masyarakat Hulu................................................... 4.5.2 Persepsi Masyarakat Hilir...........................……………....... 4.5.3 Hubungan Persepsi Masyarakat Hulu dan Hilir berdasarkan Variabel Limbah..........................................….
133 133 140 146
4.6 Implikasi Studi terhadap Kebijakan Pengelolaan Limbah Industri Penyamakan Kulit ........................................................................... 4.6.1 Kondisi Umum Masyarakat..........................………………... 4.6.2 Kondisi Limbah............................................………………... 4.6.3 Kebijakan Pengelolaan Limbah...................………………... 4.6.4 Implikasi Kebijakan Pengelolaan Limbah...................……..
148
131
148 148 149 150
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...................................................................................... 5.2 Saran...............................................................................................
152 153
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. LAMPIRAN...........................................................................................................
155 157
v
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Sifat Dan Karakteristik Limbah Cair Penyamakan Kulit Menurut Jenis Tahapan Prosesnya............................................................................................................
16
2.
Sumber Gas Buang dan Partikel Debu Yang Dihasilkan Industri Penyamakan Kulit ...................................................................................................................
17
3.
Limbah Industri Kulit y ang Bisa Dimanfaaatkan Berdasarkan Tahapan Proses Produksi y ang dilakukan....................................................................................
18
4.
Jenis Kegiatan dan Tujuan Pengolahan Air Limbah...........................................
27
5.
Teknik Pengumpulan Data……………………………………………………………….
44
6.
Kategori Skala Likert Dihubungkan dengan Kualitas Persepsi...................................
46
7.
Batas Wilayah: Kabupaten Garut………………………………………………………
50
8.
Potensi Industri Kecil yang Menjadi Unggulan Kabupaten Garut Tahun 2003............................................................................................................................
51
9.
Letak Dan Keadaan Karangpawitan.
Kecamatan
52
10.
Lokasi Perusahaan Kerajinan dan Penyamakan Kulit di Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karangpawitan.................................................................................
53
11.
Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Garut Kota dan Kecarnatan Karangpawitan, Tahun 2000....................................................................
54
12.
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karangpawitan Kabupaten Garut............................................................
55
13.
Luas Wilayah dan Luas Pemukiman Dihubungkan dengan Jumlah Rukun Warga (Rw), Rukun Tetangga (Rt) dan Kepala Keluarga (Kk) di Kelurahan Sukamentri, Suci, Karang Mulya, dan Kota Wetan Tahun 2003. ...................................................
55
14.
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Kota Wetan, Sukamentri, Karang Mulya, dan Suci yang Termasuk Kecamatan Garut Kota dan Karangpawitan............................................................................................................
56
15.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Angkatan Kerja dan Bekerja y ang Terlibat Pada Kegiatan Industri Penyamakan dan Kerajinan Barang-Barang dari Kulit Garut Tahun 2000.................................................................................................................
57
16.
Batas Wilayah Sentra Industri Penyamakan Kulit di Wilayah Sukaregang. Kabupaten Garut .......................................................................................................
60
17.
Volume Air Limbah dan Lumpur Sentra Industri Penyamakan Kulit di Wilayah Sukaregang. Kabupaten Garut ..................................................................................
61
18.
Unit Pengolahan Air Limbah Terpadu di Wilayah Sukaregang Garut ........................
62
19.
Daftar Jumlah Unit Usaha Industri Penyamakan Kulit di Kabupat Garut Tahun 2003.................................................................................................................
64
20.
Jumlah Unit Usaha Industri Penyamakan Kulit Berdasarkan Rukun Warga (RW) y ang Termasuk Wilayah Sukaregang Garut..............................................
65
21.
Karakteristik Industri Penyamakan Kulit Berdasarkan Jumlah Pegawai dan Peralatan y ang Dimiliki di Sentra Sukaregang Garut Tahun 2003......................
65
22.
Karakteristik Industri Penyamakan Kulit Berdasarkan Jumlah Pegawai di Sentra Sukaregang Garut .................................................................................
66
23.
Asal Bahan Baku Kulit yang Didatangkan Ke Sentra Sukaregang Kabupaten Garut
67
Geografis
Kecamatan
Garut
Kota
dan
No
Halaman
24.
Harga rata-rata bahan baku kulit mentah di wilayah Sukaregang Garut ................
68
25.
Jumlah rata-rata Bahan Kimia yang digunakan dalapm proses penyamakan di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut setiap bulan...................................................
69
26.
Urutan Proses Produksi Penyamakan Kulit di wilayah Sukaregang Garut ..........
70
27.
Daftar harga jasa layanan mesin di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut s.d 30 Desember 2004..........................................................................................................
73
28.
Jumlah Unit Mesin / Peralatan yang terdapat di wilayah Sukaregang Garut.......
74
29.
Jumlah kulit tersamak yang dieksport dari Kabupaten Garut tahun 2003.................
76
30.
Daftar harga kulit tersamak di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut s.d 30 Desember 2004..........................................................................................................
76
31.
Kapasitas dan Nilai Produksi Barang -barang Kulit Sentra Sukaregang Garut dalam satu bulan..............................................................................................
77
32.
Daftar Jenis Hasil Produksi Kerajinan Barang Kulit di Kabupat Garut tahun 2003.................................................................................................................
77
33.
Persentase jumlah unit usaha kerajinan produk kulit pada masing-masing Kelurahan/Desa di Wilayah Sukaregang Garut .................................................
78
34.
Karakteristik Industri Kerajinan kerajinan produk kulit berdasarkan Jumlah Pegawai di Wilayah Sukaregang Garut .............................................................
79
35.
Karakteristik Industri Kerajinan produk kulit berdasarkan Jumlah Pegawai pada masing-masing Kelurahan/Desa di Wilayah Sukaregang Garut................
80
36.
Karakteristik Industri produk kulit berdasarkan Jumlah Jenis Komoditi, Pegawai dan Peralatan yang dimiliki tahun 2003.............................................
81
37.
Jumlah komoditi industri barang-barang yang terbuat dari kulit yang dieksport dari Kabupaten Garut tahun 2003.............................................................................
82
38.
Daftar nama perusahaan Industri penyamakan kulit berdasarkan lamanya jadi penghuni dan tahun berdiri di Wilayah Sukaregang...................................................
84
39.
Rata-rata Jumlah Kulit yang disamak dalam satu hari di Sentra Sukaregang Garut tahun 2005..............................................................................................
86
40.
Jumlah Pegawai dan Mesin Jahit yang dimiliki Empat Kelurahan/Desa di Wilayah Sukaregang tahun 2003......................................................................
91
41.
Proses Penyamakan Kulit di Wilayah Sukaregang Garut..........................................
92
42.
Jenis Limbah yang memiliki nilai Ekonomis di Wilayah Sukaregang Garut...............
94
43.
Jumlah bahan pembantu penyamakan kulit dalam satu bulan di wilayah Sukaregang Garut............................................................................................
95
44.
Volume limbah pada proses Penyamakan Kulit (tiap proses 1 ton bahan baku) di wilayah Sukaregang Garut.........................................................................................
95
45.
Keadaan Umum Pengelolaan Limbah di wilayah Sukaregang Garut........................
96
46.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Manfaat Langsung....................................................................................................................
106
47.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Menunjang Ekonomi..................................................................................................
106
48.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Kesejahteraan............................................................................................................
107
vii
No
Halaman
49.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Keuntungan Ekonomi.................................................................................................
108
50.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Keterlibatan dalam Pekerjaan....................................................................................
109
51.
Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Aspek Ekonomi ........................
110
52.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial mengenai Lama Tinggal.............................................................................................
112
53.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial mengenai Air Sumur...................................................................................................
113
54.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Te rhadap Aspek Sosial Mengenai Kualitas Air Sekitar Pabrik Kulit.................................................................
114
55.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial Mengenai Penggunaan air sungai..............................................................................
114
56.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial Mengenai Kesehatan.................................................................................................
115
57.
Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Aspek Sosial .............................
116
58.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Manfaat Langsung ..................................................................................................................
118
59.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Menunjang Ekonomi. ..................................................................................................................
119
60.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Kesejahteraan. .........................................................................................................
120
61.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Keuntungan Ekonomi.................................................................................................
121
62.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Keterlibatan dalam Pekerjaan....................................................................................
121
63.
Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Aspek Ekonomi...........................
122
64.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial mengenai Lama Tinggal.............................................................................................
124
65.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial mengenai Air Sumur...................................................................................................
125
66.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial Mengenai Kualitas Air Sekitar Pabrik Kulit.................................................................
126
67.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial Mengenai Penggunaan air sungai..............................................................................
126
68.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Industri Terhadap Aspek Sosial Mengenai Kesehatan.................................................................................................
127
69.
Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Aspek Sosial ..............................
128
70.
Hubungan antara masyarakat hulu dan hilir dengan persepsi mereka mengenai aspek ekonomi ..........................................................................................................
130
71.
Hubungan antara masyarakat hulu dan hilir dengan persepsi mereka mengenai aspek Sosial ..............................................................................................................
132
72.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah....................
134
viii
No
Halaman
73.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Upaya Pengelolaan Limbah............................
135
74.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Hasil Pengelolaan Limbah..............................
135
75.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Limbah terhadap Kualitas Perairan..
136
76.
Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Limbah Terhadap Kondisi Air Sungai
137
77.
Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Dampak Limbah .......................
137
78.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah.....................
140
79.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Upaya Pengelolaan Limbah.............................
141
80.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Hasil Pengelolaan Limbah...............................
142
81.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Limbah terhadap Kualitas Perairan...
143
82.
Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Limbah Terhadap Kondisi Air Sungai.
144
83.
Rekapitulasi Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Dampak Limbah ........................
144
84.
Hubungan antara masyarakat hulu dan hilir dengan persepsi mereka mengenai aspek Limbah ............................................................................................................
147
ix
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1.
Alur Kerangka Pemikiran...............................................................................................
7
2.
Sketsa tahapan proses dalam mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak.........
12
3.
Beberapa alternatif pilihan pengolahan air limbah untuk setiap fase pengolahan.........
29
4.
Aerasi dengan memasukkan udara kedalam limbah.....................................................
31
5.
Aerasi dengan menggunakan baling baling ..................................................................
31
6.
Proses pembentukan persepsi model Litterrer. ............................................................
38
7.
Persentase jumlah penduduk yang terlibat pada kegiatan industri kulit di Kabupaten Garut tahun 2000 Persentase jumlah penduduk berdasarkan angkatan kerja dan yang bekerja di Kabupaten Garut tahun 2000
58
8.
59
9.
Persentase Status Penduduk Pengusaha Pabrik..........................................................
63
10.
Persentase Penggunaan Jenis Bahan Baku Kulit Samak.............................................
69
11.
Proses pengeringan kulit di Wilayah Sukaregang Garut...............................................
71
12.
Proses penyamakan kulit di Wilayah Sukaregang Garut. .............................................
72
13.
Persentase Kontinuitas Proses Produksi Penyamakan kulit di Wilayah Sukaregang Garut..............................................................................................................................
74
14.
Persentase Sebaran Umur Pengusaha Industri Kulit....................................................
85
15.
Prosentase Sebaran Status Pendidikan Pengusaha Industri Kulit................................
85
16.
Kegitan Pekerja dalam Proses Penyamakan Kulit........................................................
87
17.
Proses produksi barang-barang yang terbuat dari bahan kulit. ....................................
89
18.
Persentase status pekerjaan pengrajin barang-barang yang terbuat dari bahan kulit.
90
19.
Jenis Limbah Padat di Wilayah Sukaregang Garut.......................................................
93
20.
Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dengan sistem yang dikelola secara individu..............................................................................................................
97
21.
Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dengan sistem terpadu.............................
98
22.
Kondisi Limbah penyamakan kulit di kali yang berada di kp. Jangkurang Kelurahan Sukamentri Kecamatan Garut Kota. ....................................................
99
23.
Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Jenis Kelamin.............................
100
24.
Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Usia.............................................
101
25.
Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Status Pendidikan.......................
101
26.
Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Status Kependudukan.................
102
27.
Persentase Sebaran Masyarakat Hulu Berdasarkan Pekerjaan....................................
102
28.
Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Jenis Kelamin...............................
103
29.
Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Usia..............................................
103
30.
Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Status Pendidikan........................
104
31.
Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Status Kependudukan..................
104
32.
Persentase Sebaran Masyarakat Hilir Berdasarkan Pekerjaan.....................................
105
33.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Manfaat Langsung Dari Industri kulit
110
x
No
Halaman
34.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit Dapat Menunjang Ekonomi.........................................................................................................................
110
35.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit kehidupan menjadi sejahtera......................................................................................................................
111
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit Menguntungkan Secara Ekonomi.................................................................... .....................................
111
36.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Lamanya Tinggal............................................
116
37.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Kondisi Air Sumur..........................................
116
38.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai kualitas air disekitar pabrik industri kulit..
117
39.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai menggunakan air sungai................................
117
40.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai keluhan kesehatan akibat limbah............
117
41.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Manfaat Langsung Dari Industri Kulit
122
42.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit Dapat Menunjang Ekonomi.........................................................................................................................
122
43.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit kehidupan menjadi
123
sejahtera............................................................................................................ 44.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Adanya Industri Kulit Menguntungngkan
123
Secara Ekonomi................................................................................................ 45.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Lamanya Tinggal............................................
128
46.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai Kondisi Air Sumur...........................................
128
47.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai kualitas air disekitar pabrik industri kulit..
129
48.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai menggunakan air sungai................................
129
49.
Persentase Masyarakat Hulu Mengenai keluhan kesehatan akibat limbah............
129
50.
Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah.....
138
51.
Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Upaya Pengusaha Industri Kulit Dalam Mengola Limbah..............................................................................................
138
52.
Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Hasil Pengolahan Limbah Industri Kulit...............................................................................................................................
139
53.
Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Kualitas Air Disekitar Pabrik Industri Kulit...................................................................................................................
139
54.
Persentase Persepsi Masyarakat Hulu Mengenai Kondisi Air Sungai...........................
139
55.
Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah......
145
56.
Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Upaya Pengusaha Industri Kulit Dalam Mengola Limbah..............................................................................................
145
57.
Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Hasil Pengolahan Limbah Industri Kulit. .............................................................................................................................
145
58.
Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Kualitas Air Disekitar Pabrik Industri Kulit................................................................................................................................
146
59.
Persentase Persepsi Masyarakat Hilir Mengenai Kondisi Air Sungai. .........................
146
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1.
Tahapan Proses Penyamakan Kulit...............................................................................
157
2.
Macam-macam Merk Dagang Industri Kulit Sukaregang Garut....................................
162
3.
Keputusan Bupati Garut Tentang Penetapan Areal Penyamakan.................................
164
4.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri............................................................................................................
183
5.
Daftar Perusahaan dan pemilik industri Penyamakan Kulit Sukaregang Garut.............
200
6.
Daftar Perusahaan dan pemilik industri Kerajinan Kulit Sukaregang Garut..................
206
7.
Instrumen Penelitian......................................................................................................
207
8.
Peta Kabupaten Garut...................................................................................................
215
xii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) merupakan tanggung jawab semua fihak. Berbagai kesepakatan telah memperkuat paradigma tersebut secara juridis dan politis. Meskipun berbagai kelengkapan normatifnya sudah semakin dilengkapi, namun proses realisasi dan implementasinya tidaklah mudah. Pada prinsipnya, konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (Soemarwoto. 2001) selalu bertumpu pada tiga aspek utama yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosio-kultural. Ketiganya merupakan satu kesatuan
yang
tidak
dapat
dipisahkan
dalam
mencapai
pembangunan
berkelanjutan. Dalam konteks ekologi, beban pembangunan tidaklah hanya terbatas pada kewajiban untuk memelihara dan menyisakan berbagai sumberdaya lingkungan bagi generasi mendatang, melainkan juga memperbaiki dan meningkatkan kualitas lingkungan yang ada. Dalam konteks ekonomi, beban pembangunan tidaklah hanya berorientasi pada efektifitas dan efisiensi usaha ekonomi yang dilakukan, melainkan juga
harus
menjamin
tercapainya
redistribusi manfaat ekonomi kepada seluruh masyarakat secara adil dan merata. Sedangkan untuk sosiokultural, beban pembangunan tidaklah hanya berorientasi pada kepastian berjalannya dinamika socio-kultural secara baik, melainkan juga harus bertujuan untuk terciptanya suatu tatanan sosio-kultural yang menjamin tercapainya pembangunan berkelanjutan. Beberapa
kendala
mendasar
diantaranya
adalah
keterbatasan
sumberdaya manusia, keterbatasan dana, dan belum mapannya instrumen kebijakan, dan n i stitusi pendukungnya. Kondisi tersebut menjadi lebih krusial
lagi pada tingkat regional yang baru saja berotonomi. Sumberdaya manusia yang ada tidak saja terbatas dalam segi pengetahuan dan keterampilan, namun juga dipersulit oleh besarnya jumlah populasi yang harus dikelola untuk mendukung pencapaian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan yang berwawasan lingkungan tidaklah dapat dipandang sebagai suatu tanggungjawab politis belaka, melainkan suatu kewajiban yang perlu dilaksanakan semua fihak. Pembangunan pada umumnya dilaksanakan bertujuan antara lain untuk meningkatkan tarap hidup yang lebih baik, meningkatkan pendapatan perkapita dan pemenuhan kebutuhan pokok, juga menghapus kemiskinan, memperluas kesempatan kerja dan mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dalam masyarakat, dengan memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Namaun dalam perhitungan sumberdaya alam, data utama sumberdaya alam yang ”renewable” dan ”non renewable” perlu dihimpun untuk kepentingan perencanaan eksploitasi jangka panjang guna menjamin aktivitas ekonomi yang berkelanjutan (Djajadiningrat, 2001). Agar tercapai pemerataan dalam pembangunan hendaknya diarahkan kepada sumberdaya yang ada untuk kepentingan pengembangan wilayah, atau pembangunan itu dapat menunjang timbulnya faktor-faktor produksi lain yang dapat mendorong pengembangan wilayah, sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan dapat memberikan rangsangan timbulnya kegiatan-kegiatan usaha baru yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pembangunan
dapat
menyebabkan
perubahan
dalam
lingkungan,
Pengaruh perubahan lingkungan itu adakalanya memberikan keuntungan pada kehidupan sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat, tetapi juga adakalanya menimbulkan kerugian.
2
Setiap
usaha
pembangunan
sangatlah
penting
untuk
selalu
mempertimbangkan berbagai risiko yang ditimbulkan, karena perubahan yang tidak menguntungkan akan menambah beban masyarakat, sehingga tujuan dalam pembangunan tersebut akhirnya tidak tercapai. Pembangunan industri akan dapat menciptakan lapangan kerja baru. Pertambahan penduduk di wilayah industri lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan penduduk di wilayah bukan industri, sehingga sangat mungkin akan muncul permasalahan akibat dari hal tersebut. Irawan dan Suparmoko (1999), menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan ekonomi suatu negara. Faktor tersebut dapat digolongkan menjadi faktor ekonomi dan non ekonomi (seperti sistem hukum, pendidikan, kesehatan, agama, pemerintah, dan lain sebagainya) Sebagai wilayah yang baru berotonomi, Pemerintahan Kabupaten Garut masih harus berjuang keras untuk menterjemahkan kebijakan dan aturan lingkungan hidup pada tingkat nasional menjadi kebijakan dan aturan yang sesuai pada tingkat lokal. Kabupaten Garut, adalah salah satu daerah yang sedang mengembangkan diri dalam Industri kecil dan menengah, khususnya industri rumahan, Wilayah ini adalah merupakan sentra yang memiliki nilai ekologi dan ekonomi penting; tidak hanya bagi Kabupaten Garut tapi juga bagi berbagai kabupaten dan Kota lain disekitarnya. Tanpa kesadaran dan perealisasian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan yang tepat dan konsisten, maka berbagai proses pembangunan di wilayah Kabupaten Garut, cepat atau lambat, akan menimbulkan dampak negatif jangka panjang yang sangat merugikan. Di sisi lain, Kabupaten Garut juga dituntut untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi bagi pemenuhan kesejahteraan penduduknya yang tergolong padat. Sejalan dengan tingginya keterkaitan mata pencaharian
3
penduduk
dengan
perubahan
lingkungan
disekitarnya,
maka
perubahan
lingkungan menjadi hal yang sangat serius untuk diperhatikan dan dipecahkan di Kabupaten Garut. Dalam setiap pembangunan selalu terjadi perubahan lingkungan. Sebagian perubahan itu telah direncanakan dan dikehendaki, sebagian lagi terjadi diluar perencanaan. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan pengaruh yang kurang baik terhadap kesejahteraan rakyat, sehingga dapat mengurangi manfaat pembangunan. Pada lingkup yang lebih spesifik di Kabupaten Garut pada saat sekarang banyak Industri yang dirasakan manfaatnya, khususnya bagi masyarakat pelaku ekonimi industri umumnya masyarakat sekitar industri tersebut. Banyaknya industri yang dilaksanakan secara rumahan dan sekarang berkembang khususnya di Kecamatan Garut Kota, dan Karang Pawitan dimana di kedua Kecamatan tersebut paling banyak terdapat unit usaha kerajinan barang kulit dan sejenisnya . Untuk mengetahui lebih lanjut perubahan lingkungan kegiatan industri di Kecamatan Garut Kota, dan Karang Pawitan Kabupaten Garut ini perlu diketahui peranan industri tersebut terhadap kehidupan sosial ekonomi pada masyarakat di sekitarnya. Di wilayah Kecamatan Garut Kota, dan Karang Pawitan Kabupaten Garut terdapat sejumlah industri rumahan pengolahan kulit baik Industri kecil maupun menengah yang melibatkan para pengusaha lokal. Dampak sosial dari pembangunan industri pengolahan kulit ini antara lain adanya perubahan pada kehidupan masyarakat misalnya tersedianya lapangan pekerjaan yang tentunya mendatangkan keuntungan secara finansial. Tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan kesiapan secara mental bagi para pelakunya, sehingga dampak negatif yang ditimbulkan sangat mungkin bisa terjadi.
4
Adanya proyek-proyek pembangunan pada umumnya akan menimbulkan perubahan pada lingkungan, tak terkecuali industri pengolahan kulit yang ada di Kabupaten Garut akan memunculkan persoalan baik pada lingkungan fisik, kimia, biologi, maupun sosial ekonomi dan sosial budaya bagi masyarakat sekitar industri tersebut. Walau disadari bahwa terjadinya perubahan lingkungan pada berbagai aspek akan berdampak saling kait mengkait satu dengan lainnya. Penelitian ini dipusatkan pada perubahan lingkunaan sosial ekonomi masyarakat sekitar industri pengolahan kulit mengenai dampak limbah yang ditimbulkan oleh adanya industri tersebut yang berada di Kabupaten Garut. Atas dasar itulah peneliti ingin melakukan kajian mengenai dampak limbah industri pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat yang berada di sekitar industri tersebut yang ada di wilayah Kabupaten Garut. Dalam kaitannya dengan hal tersebut peneliti mengambil sebuah topik yang dituangkan dalam judul penelitian “Karakteristik Industri Pengolahan Kulit dan Dampak Limbah terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar (Studi kasus di Kabupaten Garut Jawa Barat)” 1.2. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek sosial ekonomi mengenai industri pengolahan kulit dan dampak limbah terhadap lingkungan masyarakat sekitar di Kabupaten Garut. Secara spesifik tujuan penelitian adalah: 1.
Mengidentifikasi karakteristik industri dan limbah dari industri kulit di Kabupaten Garut
2.
Mengkaji proses pembuangan limbah industri pengolahan kulit, di Kabupaten Garut
5
3.
Menganalisis persepsi masyarakat terhadap dampak industri pengolahan kulit
4.
Menganalisis
persepsi
m asyarakat terhadap limbah industri pada
lingkungan sosial ekonomi sekitar industri pengolahan kulit 5.
Mengkaji Implikasi kebijakan pengelolaan limbah industri kulit.
1.3. Kerangka Pemikiran Dengan tersebarnya Industri rumahan khususnya pengolahan kulit di Kabupaten Garut menimbulkan tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, hanya masalahnya apakah masyarakat pelaku ekonomi tersebut memanfaatkanya atas dasar pertimbangan lingkungan atau hanya sekedar untuk mendapatkan keuntungan dari sisi ekonomi semata. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang karakteristik pelaku ekonomi dan karakteristik industri yang di jalankan dalam melakukan usaha. Tak terkecuali industri pennyamakan kulit yang dalam proses produksinya menggunakan bahanbahan kimia yang berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan secara umum, terlebih apabila dalam pengelolaannya tidak diimbangi dengan pengetahuan yang memadai
atau
dengan
sengaja
karena
pertimbangan
efisiensi
dalam
pengelolaannya tidak memperhatikan lingkungan sehingga dampak buruk yang ditimbulkan mengakibatkan kerugian bagi kesehatan masyarakat dan kerusakan pada lingkungan sekitar. Karakteristik pengusaha dan industri pengolahan kulit di Kabupaten Garut sangat bervariasi sehingga antara satu pengusaha dengan pengusaha industri pengolahan kulit bisa berbeda. Hal tersebut bisa dilihat tidak hanya dari aspek kerja secara operasional tetapi juga akan terlihat dari sikap mereka dalam menjalankan usahanya dipengaruhi banyak faktor.
6
Pengaruh dari Industri pengolahan kulit di Kabupaten Garut terhadap lingkungan sosial ekonomi dan lingkungan Biofisik bagi masyarakat yang ada disekitarnya akan ada, terlepas apakah pengaruh itu positif atau negatif. Kalau dampaknya positif akan menguntungkan dan apabila dampaknya negatif maka akan merugikan tidak saja bagi pelakuku ekonomi secara khusus tetapi bagi masyarakat secara umum. Hanya seberapa besar dampak tersebut muncul tentu hal inilah yang menjadi tujuan dalam penelitian ini selain faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat motivasi ekonomi pengusaha dalam menjalankan industri pengolahan kulit
Gambar 1. Alur kerangka pemikiran 1.4. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan industri yang dilakukan Sub Dinas Industri Kabupaten Garut tahun 2003, diketahui bahwa pada tahun 2002 terdapat 11.136 jumlah unit usaha yang menyerap tenaga kerja 52.693 orang dengan investasi yang tertanam sebesar Rp.586.695.120.000. Baik jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja, dan investasi yang tertanam terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
7
Produk yang dihasilkan memiliki peluang pemasaran yang paling baik adalah barang kulit (jaket, sarung tangan, jok kursi, sepatu, tas, topi ikat pinggang, dll.) kain sutera, batik tulis, makanan, minyak akar wangi, dan kerajinan akar wangi. Khusus untuk industri barang kulit yang dijalankan oleh masyarakat secara rumahan pada saat sekarang terus berkembang khususnya di Kecamatan Garut Kota, dan Kecamatan Karang Pawitan. Di kedua kecamatan tersebut terdapat tidak kurang 71 unit usaha kerajinan barang kulit dan sejenisnya yang dalam pengelolaannya kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan sebagai pertimbangan. Terdapat 4 desa yang secara kuantitatif paling banyak unit usaha kerajinan kulit dan paling banyak menyerap tenaga kerja. Desa-desa tersebut adalah Desa Kota Wetan, Sukaresmi, Suci, dan, Karang Mulya Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa dalam melaksanakan produksinya tidak semua pengusaha industri kulit ini menggunakan cara-cara pengelolaan limbah secara baik, terlebih Industri yang bergerak dalam penyamakan kulit dalam menjalankan usahanya secara kualitas konstribusinya sangat besar terhadap pencemaran lingkungan sekitar, karena tidak sedikit para pengusaha yang secara sengaja membuang limbahnya ke sungai yang terdapat disekitar pabrik, sehingga menimbulkan masalah terhadap lingkungan sosial, ekonomi pada masyarakat disekitar. Banyak keluhan dari masyarakat mengenai adanya limbah yang tidak dikelola dengan baik tersebut. Air sungai menjadi keruh, berbusa dan menimbulkan bau. Hal ini menganggu terhadap kesehatan baik rasa bau yang sangat menyengat atau timbulnya gatal-gatal di kulit akibat dari penggunaaan air sungai secara langsung oleh masyarakat terutama bagi para petani yang menggunakannya untuk pengairan kolam air tawar atau lahan pertanian. Air tidak layak lagi digunakan untuk kehidupan sehari-hari.
8
Akibat dari adanya pencemaran yang secara langsung berdampak negatif bagi masyarakat sekitar tidak jarang terjadi konflik antara masyarakat dengan pengusaha, yang berujung dengan munculnya protes dari masyarakat yang merasa dirugikan. Berdasarkan fenomena tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana
karakteristik
industri
pengolahan
kulit, yang ada di
Kabupaten Garut ? 2. Bagaimana proses pembuangan limbah industri pengolahan kulit, yang ada di Kabupaten Garut ? 3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap dampak industri ? 4. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap limbah industri pada lingkungan sosial ekonomi sekitar industri pengolahan kulit ? 5. Bagaimana implikasi kebijakan pengelolaan limbah industri kulit ? Sehubungan penelitian ini tidak diarahkan pada pengukuran biofisik kimia secara spesifik, maka dalam penelitian ini hanya dibatasi pada bagaimana persepsi masyrakat terhadap dampak industri pengolahan kulit, disamping membandingkannya dengan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi mengenai dampak limbah industri pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat, terutama bagi para pembuat kebijakan dan pengambilan keputusan dalam rangka early warning system. dapat juga digunakan sebagai bahan masukan bagi pengusaha industri pengolahan kulit khususnya mengenai pentingnya manajemen pengolahan limbah bagi keberlanjutan usahanya.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Industri Kecil. Departemen Perindustrian (1988) dalam Dalimunthe (2000), membagi industri kecil dalam lima kelompok, yaitu: 1) Industri kecil pengolahan pangan, yang meliputi industri pengolahan hasil tanaman pangan, industri hasil peternakan dan lain-lain. 2) Industri sandang dan kulit, yang meliputi industri pertenunan, industri batik, industri pakaian jadi, industri barang-barang dari kulit. 3) Industri kimia dan serat, yang meliputi industri minyak atsiri, industri komponen karet, industri vulkanisir ban, industri peti kemas dan kayu. 4) Industri barang logam, alat angkut dan jasa, yang meliputi industri pengecoran logarn, industri komponen dan suku cadang, industri jasa service dan reparasi. 5) Industri kecil kerajinan umum, yang meliputi industri anyam-anyaman, industri kerajinan ukiran dan industri permata. Allun (1987) mengemukakan bahwa karakteristik dari usaha kecil adalah sebagai berikut : 1) Tipe kepemilikan usaha yang cenderung kepada usaha perseorangan artinya pemilik merangkap manajer, sedangkan tenaga bantuan berasal dari dalam keluarga. 2) Jumlah tenaga kerja per unit usaha relatif tidak banyak. 3) Penggunaan energi, mengarah kepada sumber daya tradisional, yaitu dari tenaga manusia sendiri, tenaga hewani, ataupun bila menggunakan peralatan mesin maka dari tipe yang sederhana. 4) Teknologi yang digunakan biasanya sederhana. 5) Orientasi pemasaran ke pasar lokal atau daerah yang terbatas di sekitar
tempat usaha atau ada pembeli yang bisa menyalurkan produk sampai kepada konsumen luar negeri. 6) Kegiatan usaha bersifat informal, pola kegiatannya tidak teratur, baik dari segi waktu dan permodalan. 7) Tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan biasanya tidak terpisahkan dari tempat tinggalnya. Sedangkan batasan industri kecil berdasarkan jumlah tenaga kerja, dalam hal ini Departemen Perindustrian mengelompokan menjadi : 1) Industri rumah tangga dengan jumlah pekerja
1 -
2) Industri kecil dengan jumlah pekerja
5 - 19 orang
3) Industri sedang dengan jumlah pekerja 4) Industri besar dengan jumlah pekerja
4
orang
20 - 99
orang
= 100
orang
Menurut Saleh (1986) dalam Khodijah (1997), karakteristik industri kecil didominasi oleh (1) proses produksi yang sangat padat karya sehingga dapat memperluas lapangan kerja, (2) penggunaan teknologi yang lebih sederhana yang lebih cocok dengan kondisi ekonomi, sosial, serta fisik daerah pedesaan, (3) penggunaan dana yang relatif kecil dengan sumber dana berupa uang atau tabungan pemilik usaha itu sendiri. 2.2 Karakteristik Industri Kulit. Industri kulit meliputi industri penyamakan kulit , industri sepatu/ alas, dan industri barang-barang yang terbuat dari bahan kulit. Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah bahan mentah (hides dan atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak (Bapedal, 1996). Sedangkan industri barang-barang kulit adalah yang mengelola kulit jadi menjadi barang-barang untuk keperluan manusia meliputi tas, koper,
11
ikat pinggang, sarung tangan, jaket kulit wayang kulit, serta hasil tatah dan ukir (Anonim (1985) dalam Wikanti, 1995). 2.3 Karakteristik Limbah Industri Kulit. Dengan ditingkatkannya sektor industri maupun sektor pertanian diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat meningkat pula. Akan tetapi, di samping tujuan-tujuan tersebut dengan munculnya industri perlu dipikirkan efek sampingnya yang berupa limbah. Misal, timbulnya limbah padat (solid wastes) limbah cair (liquid wastes) maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini ada kalanya keluar sekaligus dalam tahapan proses industri atau satu persatu sesuai dengan proses yang terjadi di perusahannya. Tak terkecuali pada industri pengolahan kulit tentunya pada
tahapan
proses mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak tentunya akan menghasilkan limbah juga, yang apabila tidak dikelola dengan cara-cara baik akan menimbulkan dampak negatif yang tidak diharapkan karena terjadinya pencemaran pada lingkungan di sekitarnya Berikut ini Judoamidjojo (1980) menggambarkan sketsa tahapan proses dalam mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak (Gambar 2)
Gambar 2.
Sketsa tahapan proses dalam mengubah kulit mentah menjadi kulit siap samak
12
Menurut Mahida (1993) limbah adalah buangan cair yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat, baik domestik, perdagangan, maupun industri, dengan komponen utamanya adalah air yang telah digunakan. Limbah cair domestik adalah limbah yang mencakup keseluruhan buangan ke dalam saluran pembuangan yang berasal dari rumahtangga, termasuk didalamnya limbah industri kecil. Limbah mengandung benda-benda padat yang terdiri dari bahan organik dan anorganik. Bahan organik pada limbah umumnya terdiri dari senyawasenyawa nitrogen, karbohidrat, lemak, dan sabun Menurut Mahida (1993). Bahan-bahan pencemar yang terkandung pada limbah, sangat tergantung dari karakteristik dan jenis sumber penghasil limbah tersebut. Limbah yang ditimbulkan akibat adanya industri pengolahan kulit bisa berupa limbah padat, cair, dan gas. Limbah tersebut ada yang dihasilkan dari akibat selama tahapan proses penyamakan kulit, ada pula limbah yang dihasilkan setelah selesai proses penyamakan kulit. Khusus untuk limbah yang ditimbulkan dari akibat proses penyamakan kulit maka akan
menghasilkan
limbah yang berbeda macam dan komposisinya. Limbah yang ditimbulkan akibat dari proses penyamakan kulit bersumber dari kelebihan bahan kimia yang digunakan dalam proses penyamakan tersebut (Winter, 1984). Limbah lain yang dihasilkan selama proses pengolahan kulit jadi atau bahan mentah bisa berupa rambut dan wool, protein non kolagen dan kolagen, lemak, sisa-sisa perapihan, kulit belahan, serasah penyerutan serta debu pengamplasan (Winter, 1984 dan Sharphouse,1983). Dalam hal ini Sugiharto (1987) mengemukakan bahwa limbah industri pengolahan barang barang dari kulit berasal dari perendaman, dan pengapuran, pembuangan bulu atau rambut, Secara umum bahwa sifat-sifat limbah industri pengolahan kulit; total padatan tinggi keras, penggaraman, sulfida, kromium, pH, endapan kapur, dan BOD
13
sedangkan cara pengolahannya melalui perataan, sedimentasi, dan perlakuan biologi Khusus dalam proses penyamakan kulit sebagian besar dihasilkan limbah cair terutama ketika proses pengolahan kulit di rumah basah (beam house) pada saat pencucian, pengapuran dan ketika membuang atau membersihkan kapur, pemisahan atau ketika membersihkan bulu, penetralan, bating, dan ketika pengasaman. Limbah cair dari rumah basah berupa limbah pada saat proses pencucian dimana kadar garam yang digunakan pada proses ini biasanya sangat tinggi, di samping itu limbah cair yang bersifat asam dan limbah cair yang bersifat basa (Thorstensen, 1997). Karakteristik limbah dari penyamakan kulit sangat bervariasi dari hari ke hari maupun diantara tahapan proses (Winter, 1984). Kualitas dan macam bahan mentah dan macam produk akhir juga berpengaruh terhadap karakteristik limbah cair penyamakan kulit (Money, 1991). 2.3.1 Pengertian Limbah Industri Kulit. Kustaman (1991) menyatakan bahwa limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses proses alam dan tidak, atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Pengertian mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar, di samping juga dapat mencemari lingkungan. Persoalan pencemaran yang di sebabkan oleh adanya limbah tersebut timbul apabila lingkungan sudah tidak mampu lagi untuk menetralisir pengaruhnya. Sementara itu Henry dan Heinke (1989) dan Mahida (1992) menyatakan bahwa limbah adalah buangan cairan dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah digunakan dengan minimal 0,1 % bagian berupa zat padat yang terdiri dari
14
senyawa organik dan anorganik. Selanjutnya Partoatmodjo (1991) dan Kustaman (1991) membagi limbah menjadi tiga yaitu: limbah yang berbentuk padat (limbah padat), limbah yang berbentuk cair (limbah cair) dan limbah yang berbentuk gas (limbah gas). Menurut Jenie dan Rahayu (1993) limbah dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Walaupun tidak terlibat langsung dalam perpindahan penyakit, namun kandungan bahan organik yang tinggi dapat merupakan sumber makanan yang baik bagi perkembangan organisme. Limbah industri penyamakan kulit berdasarkan Dinas Perindustrian (1998) secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi; limbah padatan dan lumpur, cair, dan gas (bau). Limbah industri penyamakan kulit juga ditentukan oleh penggunaan bahan bakunya baik kulit besar maupun kulit kecil, bahan pembantu (obat-obatan kimia) maupun penggunaan teknologi proses dan tahapan proses, kapasitas sampai kepada jenis produk yang dihasilkan. Sumber utama limbah industri penyamakan kulit terdiri dari: 1) Bagian-bagian kulit yang harus dibuang (dihilangkan selama proses penyamakan), termasuk didalamnya rambut dan bulu, berbagai protein dan minyak, sisa-sisa pengguntingan kulit, sisa splitting dan bahan-bahan kimia yang dapat digunakan selama proses penyamakan. 2) Kelebihan bahan-bahan kimia dari proses penyamakan. Limbah tersebut selain berada dalam bentuk padatan, cairan dan gas juga dapat berupa limbah campuran yang mengandung beberapa substansi (Mixed Waste Water). 2.3.2 Jenis Limbah Industri Kulit. Sedikitnya terdapat tiga jenis limbah yang dihasilkan industri penyamakan kulit yaitu limbah padat, cair, dan gas.
15
2.3.2.1 Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit. Limbah cair industri penyamakan kulit adalah semua limbah industri penyamakan kulit yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair. Sifat dan karakteristik limbah cair penyamakan kulit menurut jenis tahapan prosesnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Sifat dan karakteristik limbah cair penyamakan kulit menurut jenis tahapan prosesnya Input
Proses
Limbah
Kulit mentah kering, 200-1000 % air, 1 g/l obat pembasah dan antiseptik (tepol,molescal,cysmolan),
Perendaman (Soaking)
Sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, debu dan kotoran lain.
Kulit yang sudah di rendam, 300 400 % air, 6 -10 % Kapur tohor ( C a (OH)2), 3 - 6 % Natrium sulphida (Na2 S).
Buang bulu (Unhairing) dan pengapuran (Liming)
Air yang berwarna putih kehijauan dan kotor, mengandung kalsium, natrium sulphida, daging dan lemak.albumin, bulu, sisa
Kulit, 200 -300 % air, 0,75-1,5% asam (H 2SO4, HCOOH, (NH 4)2SO4, Dektal).
Pembuangan (Deliming) kapur
Nitrogen amonia.
Kulit, 200 -300% air hangat 35 °C, 0,8 -1,5% Oropon atau Enzylon.
Pengikisan (Bating).protein
Lemak.
Kulit, 80 -100% air, 10-1 2 % garam dapur, 0,5-1 % asam (H2SO4, HCOOH).
Pengasaman (Pickling)
Protein, s i s a garam, sejumlah kecil mineral.
Kromium Sulphat Basa
Penyamakan krom (Chrome Tanning)
Krom
Sumber: Bapedal (1996)
2.3.2.2 Limbah Padat Industri Penyamakan Kulit. Berdasarkan
Dinas
Perindustrian
(1998)
limbah
padat
industri
penyamakan kulit adalah semua limbah industri penyamakan kulit yang berbentuk
padat
atau
berada
dalam
fase
padat
sampai
setengah
cair/bubur/lumpur. Jenis limbah padat pada industri penyamakan kulit terdiri dari: a. Limbah padat yang bisa ditimbun tanpa membahayakan.Adalah limbah padat yang tidak larut dalam air ataupun yang tidak mencemari udara (limbah padat tersebut stabil, baik fisik maupun kimia). b. Limbah padat yang bisa ditimbun tapi membahayakan. Adalah limbah padat
16
yang secara kimia stabil, namun secara fisik belum stabil. c. Limbah padat yang tidak bisa ditimbun. Adalah limbah padat yang secara fisik maupun kimia tidak stabil. Pemanfaatan limbah padat dapat dikelompokkan menjadi limbah padat tidak disamak dan limbah padat telah disamak. Limbah padat kulit hewan yang tidak disamak adalah bulu, sisa fleshing, trimming (pengguntingan tepi), dan split. Limbah padat kulit hewan yang telah disamak adalah sisa pengetaman, dan penghampelasan (Oktaviarty, 1998). 2.3.2.3 Limbah Gas Industri Penyamakan Kulit. Menurut Soehadji (1992) limbah gas industri penyamakan kulit adalah semua limbah industri penyamakan kulit yang berbentuk gas atau berada dalam fase gas. Proses penyamakan kulit mulai dari beam house sampai dengan proses penyamakan adalah merupakan proses perlakuan basah, sedangkan proses finishing kulit merupakan proses kering. Dengan demikian kemungkinan terjadinya pencemaran gas buang dan partikel debu lebih banyak bersumber dari proses finishing. Meskipun demikian gas buang kemungkinan dapat terjadi pula pada proses perlakuan basah. Pada industri penyamakan kulit, sumber gas buang dan partikel debu berasal dari beberapa peralatan produksi sebagaimana terlihat pada Tabel 2 Tabel 2 Sumber gas buang dan partikel debu yang dihasilkan industri penyamakan kulit No
Bentuk limbah
Sumber limbah
1.
Gas buang
Proses basah Mesin pengecatan Proses pengolahan limbah cair Boiler Diesel
2.
Partikel debu
Mesin penyerutan (Shaving) Mesin pengampelasan (Buffing)
Sumber: Bapedal (1996)
17
Dari tiga jenis limbah yang dihasilkan industri penyamakan kulit tersebut ada beberapa yang bisa dimanfaatkan sebagaimana disajikan pada Tabel 3 Tabel 3. Limbah Industri kulit yang bisa dimanfaaatkan berdasarkan tahapan proses produksi yang dilakukan No
Jenis
Proses
Manfaat
1.
Kulit Sasapan
Proses Pleshing
Dimasak untuk makanari
2.
Kulit Kanto
Proses Spliting
Dimasak untuk makanan
3.
Kulit split
Proses Spliting
Dimasak untuk bahan jaket sarung tangan dan lapis sepatu
4.
serbuk Kulit
Proses Shaving
Diproses lebih lanjut untuk eternit, sol sepatu dan fibe board
5.
Potongan kulit
Proses Finishing
Dibuat barang untuk souvenir
6.
Cairan Kapur
Proses Liming, reliming, dan deliming
Didaur ulang melalui Unit Pengolahan Air Limbah (UPAL) untuk mendapat air bersih
7.
Cairan Chroom
Proses Pickling
Diproses melalui sisem croom recovery untuk mendapatkan Fresh Chroom hombali
8.
Cairan warna
Proses dyieng
Didaur ulang melalui Unit Pengolahan Air Limbah (UPAL) untuk mendapat air bersih
9.
Cairan Lain
Proses Soaking, Washing dan Rinsing
Didaur ulang melalui Unit Pengolahan Air Limbah (UPAL) untuk mendapat air bersih
Sumber: Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut
2.3.3 Sifat -sifat Limbah Industri Kulit. Berdasarkan sifat-sifatnya maka limbah dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu: (1) sifat fisik, (2) sifat kimia, dan (3) sifat biologis. (Sundstrom, 1979) 2.3.3.1 Sifat fisik limbah, Sifat fisik limbah merupakan sifat dari parameter kualitas limbah yang memiliki penjelasan secara fisik. Parameter fisik kualitas limbah antara lain penetrasi cahaya matahari (kecerahan perairan), suhu, muatan padatan tersuspensi, warna, bau, kekeruhan, dan daya hantar listrik. Tingkat perubahan sifat fisik ini dapat digunakan untuk menentukan sumber pencemaran, penyebaran, dan perubahan yang terjadi sesuai dengan berjalannya waktu.
18
a. Kecerahan perairan. Berdasarkan kecerahan perairan maka penetrasi cahaya matahari yang dibutuhkan organisma yang terdapat dalam perairan dalam proses fotosintesis. Dalam proses ini dihasilkan oksigen yang kemudian digunakan untuk proses kimiawi perairan seperti proses, penguraian bahan organik, oksidasi dan pernafasan organisme yang berada di air. b. Suhu Berdasarkan parameter suhu dapat mempengaruhi kenyamanan kehidupan organisme perairan juga mempengaruhi kelarutan oksigen dan gas-gas terlarut lainnya. c. Muatan padatan tersuspensi Muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih tetap tertinggal sebagai sisa penguapan dan pemanasan pada suhu 103oC– 105oC. Besarnya nilai parameter ini akan berakibat terganggunya proses fisik dan kimia perairan. d. Warna dan bau Adanya perubahan warna dan bau pada perairan merupakan indikator dari adanya pencemaran. Adanya bau sebagai akibat pengaruh penguraian bahan organik yang tidak sempurna. Sedangkan warna sebagai akibat dari adanya ion-ion logam, humus, senyawa terlarut, plankton, limbah industri maupun padatan. Apabila oksigen terlarut tidak tersedia maka suasana akan menjadi anaerob dan akibat dekomposisi bahan organik dengan gas-gas yang menghasilkan bau misalnya H2S dan NH3 maka akan menimbulkan bau
19
busuk yang sangat menyengat (Koziorowski dan Kucharski, 1972, Tchobanoglous dan Burton. 1992). Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu, akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun Pembuangan lumpur limbah dari penyamakan kulit di atas tanah sebagai bahan urugan berpotensi mencemari lingkungan yaitu dengan terjadinya bau busuk, gas metana, dan pencemaran terhadap air tanah dan air permukaan karena terjadi pelindian (Kuai et al., 2000). Lingkungan tanah yang dijadikan tempat pembuangan limbah dari proses penyamakan kulit akan terjadi timbunan yang berlapis pada tanah yang bisa menimbulkan bau dari pembusukan bahan organik. e. Kekeruhan Nilai parameter ini sangat tergantung pada besarnya kandungan padatan tersuspensi, bahan koloid serta bahan-bahan yang berukuran lebih besar, baik bahan organik maupun bahan anorganik. f. Daya hantar listrik Berdasarkan daya hantar listriknya atau kemampuan air untuk mengalirkan arus listik, maka suatu perairan dapat diketahui besarnya kandungan padatan terlarut dalam air dengan ditandai tingginya nilai konduktivitas dari perairan tersebut yang menyatakan bahwa perairan tersebut mengandung padatan terlarut atau limbah.
20
2.3.3.2 Sifat Kimia Limbah, Sifat kimia limbah adalah kandungan senyawa-senyawa kimia di dalam limbah berdasarkan kaidah-kaidah perubahan kimia. Parameter kimia kualitas limbah, antara lain derajat kemasaman (pH), salinitas, senyawa-senyawa nitrogen (nitrat, nitrit, amonia), fosfat, oksigen terlarut, kebutuhan oksigen biokimia (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), sianida, sulfida, minyak, senyawa fenol, pestisida, logam-logam dan deterjen. Beberapa sifat kimia limbah yang dianggap penting antara lain adalah: a. Derajat Kemasaman (pH). Derajat keasaman dan kebasaan suatu substansi bergantung pada konsentrasi ion-ion hidrogen dari substansi tersebut. Nilai keasaman dan kebasaan dinyatakan dalam tolok ukur pH. Besarnya pH menggunakan skala berkisar antara 0 sampai 14. keadaan dikategorikan netral bila nilai pH sama dengan 7, sedangkan nilai pH yang lebih rendah dari 7 dikatakan bersifat asam, dan sebaliknya bila nilai pH lebih besar dari 7, maka keadaan ini dikatakan bersifat basa. Nilai pH dari limbah berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya limbah yang berasal dari industri yang memiliki kandungan bahan organik umumnya cenderung bersifat basa. Perubahan pH dari limbah akan mengganggu kehidupan ikan dan organisme lainnya. Rendahnya nilai pH di dalam limbah karena sifatnya yang korosif maka akan menyebabkan terjadinya karat pada benda-benda yang terbuat dari baja atau besi. b. Nilai DO, BOD, dan COD. Kehidupan mikroorganisme seperti ikan dan hewan lainnya, tidak terlepas dari kandungan oksigen yang terlarut di dalam air oksigen terlarut
21
(DO) merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan di dalam air. Standar minimum oksigen terlarut untuk kehidupan ikan adalah 5 ppm dan apabila di bawah standar tersebut akan menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya (Jenie, B. dan Rahayu, 1993). Jika bahan organik yang belum diolah dan dibuang kedalam air, maka bakteri akan menggunakan oksigen untuk proses pembusukan. Oksigen diambil dari yang terlarut di dalam air dan apabila pemberian oksigen tidak seimbang dengan kebutuhannya maka oksigen yang terlarut akan turun mencapai titik nol, dengan demikian kehidupan dalam air akan mati. Untuk mengukur kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk menguraikan benda organik di dalam air limbah digunakan satuan BOD5 (Biochemical Oxygen Demand), yang menggunakan ukuran mg/liter air kotor (Sugiharto, 1987). Nilai BOD digunakan untuk menyatakan kandungan senyawa organik limbah yang terkandung di dalam perairan. Semakin besar angka BOD ini menunjukan bahwa derajat pengotoran air limbah adalah semakin besar (Sugiharto, 1987). Untuk mengukur kandungan bahan organik di dalam limbah, pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan COD (Chemical Oxygen Demand) yang menunjukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah menjadi karbon dioksida, air, dan senyawa-senyawa anorganik seperti NH3 Semakin banyak senyawa organik limbah dalam air maka akan semakin tinggi nilai COD, sehingga tinggi rendah nilai COD menentukan kualitas pencemaran air. Analisis BOD dan COD limbah akan menghasilkan nilai yang berbeda. Nilai COD umumnya lebih tinggi dari BOD karena jumlah senyawa
22
kimia yang dapat dioksidasi secara kimiawi lebih besar daripada oksidasi secara biologis (Saeni, 1989, Jenie dan Rahayu, 1993). 2.4 Dampak Limbah Industri Kulit terhadap lingkungan. Meningkatnya sektor industri dengan tujuan meningkatnya taraf hidup masyarakat dalam pelaksanaan tidaklah sederhana. Munculnya industri selain akan menimbulkan dampak yang positif juga sangat mungkin akan menimbulkan dampak dampak negatif, terutama perlu diperhatikan efek samping dari limbah yang dikeluarkan industri tersebut dalam proses produksinya. Pada
proses
pembuangan
limbah
apabila
pengelolaannya
tidak
menggunakan cara-cara yang benar dan ramah terhadap lingkungan akan mengakibatkan dampak negatif yang berakibat kerusakan pada lingkungan dan akan merugikan bagi masyarakat sekitar. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai dengan proses yang ada diperusahaannya. Dalam hal ini Sugiharto (1987), menyatakan bahwa efek samping dari limbah tersebut bisa berupa: 1) Membahayakan kesehatan manusia karena dapat merupakan pembawa suatu penyakit (sebagai vehicle). 2) Merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda / bangunan maupun tanaman-tanaman dan peternakan. 3) Dapat merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan dan binatang peliharaan lainnya.
23
4) Dapat
merusak
keindahan
(aestetika),
karena
bau
busuk
dan
pemandangan yang tidak sedap dipandang terutama di daerah hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi. Tak terkecuali dengan industri pengolahan kulit di suatu daerah akan menimbulkan persoalan, terutama yang menyangkut dampak limbah industri pengolahan kulit tersebut terhadap lingkungan. Perlu kiranya diperhatikan efek samping yang akan ditimbulkan oleh adanya suatu industri sebelum industri tersebut mulai beroperasi. Hal tersebut sangat terkait dengan tersedianya bangunan pengolah limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan, dan bahan yang digunakan terutama pada limbah yang dimungkinkan berbahaya. Karena air limbah suatu industri baru diperbolehkan dibuang ke badan-badan air apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Adapun bahan kimia yang penting yang ada di dalam air limbah pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 2.4.1 Gangguan Terhadap Kesehatan. Limbah dapat menjadi media yang sangat effektif bagi penyebaran berbagai jenis penyakit. Limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui limbah. Beberapa jenis penyakit menular yang disebarkan melalui limbah berasal dari jenis mikroba seperti virus, bakteri, protozoa, dan metazoa. Penyakit-penyakit tersebut dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya masuk kedalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Slamet, 1996). Selain sebagai pembawa dan kandungan kuman penyakit, air limbah juga dapat mengandung bahan-bahan beracun, penyebab iritasi, bau dan bahkan
24
suhu yang tinggi serta bahan-bahan lainnya yang mudah terbakar (Sugiharto, 1987). 2.4.2 Gangguan Terhadap Kehidupan Biotik. Bahan organik yang terkandung pada limbah yang dibuang ke dalam suatu badan perairan, akan dapat mengancam kehidupan biologis pada badan air tersebut. Kandungan bahan organik yang tinggi di dalam air akan menurunkan kadar oksigen sebagai akibat dari terjadinya proses oksidasi oleh mikroorganisma yang ada di dalamnya. Pada proses oksidasi ini akan memanfaatkan oksigen terlarut dalam air sehingga suplai oksigen menjadi berkurang yang berakibat pada terganggunya kehidupan di dalam air, 2.4.3 Gangguan Terhadap estetika. Pembusukan bahan organik di samping akan menyebabkan timbulnya bau yang tidak sedap juga menimbulkan warna yang sangat kotor sehingga mengganggu pemandangan. Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika dan kejernihan serta bau dan warna dan juga temperatur (Sugiharto, 1987). Air permukaan yang dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah dari proses penyamakan kulit selain limbah yang berupa padat seperti bulu, kalsium karbonat, sisa irisan lemak dan daging, dapat menyenbabkan air menjadi keruh (Koziorowski dan Kucharski, 1972). 2.4.4 Kerusakan pada Benda. Karena sifatnya yang korosif maka adanya limbah dapat mempercepat proses terjadinya karat terutama pada benda-benda yang terbuat dari logam, sehingga mempercepat kerusakan pada benda tersebut. Demikian juga halnya
25
pada limbah dari pengolahan kulit, karena mengandung banyak lemak dari kulit yang dibersihkan maka limbah yang mengandung lemak akan menempel pada benda yang dilaluinya sehingga dapat menyumbat jalannya limbah tersebut menuju ke tempat pembuangan (Sugiharto, 1987). 2.5 Sistem Pengolahan Limbah Industri Kulit. Tujuan utama pengolahan limbah adalah untuk mengurangi BOD, partikel tercampur, serta membunuh organisme patogen dalam upaya mengurangi penyebaran
penyakit,
sehingga
air
buangan
(effluent)
tersebut
tidak
membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, diperlukan juga tambahan pengolahan untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun, serta bahan yang tidak dapat didegradasikan agar konsentrasi yang ada menjadi rendah. Untuk itu diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan tersebut di atas dapat dikurangi (Sugiharto, 1987). Proses pengolahan limbah menurut Mahida (1993) secara umum dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: (1) pengolahan secara mekanis yang terdiri dari penyaringan zat-zat padat dari limbah, penghilangan lemak pengambilan buih, dan sedimentasi atau pengendapan; (2) pembenahan secara kimiawi yang meliputi proses adsorbsi, pertukaran ion, osmosis, dan oksidasi kimia; (3) pembenahan secara biologis, yang tergantung pada aktivitas mikroorganisme menggunakan limbah untuk mensintesis bahan seluler untuk pertumbuhan mikroorganisme baru. Beberapa kegiatan yang biasanya dipergunakan pada pengolahan air limbah berikut tujuan dari kegiatan yang dilaksanakan dapat dilihat pada tabel 4.
26
Tabel 4.
Jenis kegiatan dan tujuan pengolahan air limbah
Jenis kegiatan
Tujuan pengolahan
1.
Penyaringan
1.
Untuk menghilangkan zat padat
2.
Perajangan
2.
Memotong benda yang berada di dalam air limbah
3.
Bak penangkap pasir
3.
Menghilangkan pasir dan koral
4.
Bak penangkap lemak
4.
Memisahkan benda terapung
5.
Tangki ekualisasi
5.
Melunakan air limbah
6.
Netralisasi
6.
Menetralkan asam atau basa
7.
Pengendapan/pengapungan
7.
Menghilangkan benda tercampur
8.
Reaktor lumpur aktif/aerasi
8.
Menghilangkan bahan organik
9.
Karbon aktif
9.
Menghilangkan bau, benda yang tidak dapat diuraikan
10.
Pengendapan kimiawi
10.
Untuk mengendapkan fosfat
11.
Nitrifikasi/denitrifikasi
11.
Menghilangkan nitrat secara biologis
12.
Air stripping
12.
Menghilangkan amoniak
13.
Pertukaran ion
13.
Menghilangkan jenis zat tertentu
14.
Saringan pasir
14.
Menghilangkan partikel padat yang lebih kecil
15.
Osmosis/elektrodialisis
15.
Menghilangkan zat terlarut
16.
Desinfeksi
16.
Membunuh mikroorganisme
(sumber: Sugiharto, 1987). Jenis kegiatan di atas dalam prakteknya tidak harus semua dipergunakan karena disesuaikan dengan kebutuhan. Adapun secara garis besar menurut Sugiharto, (1987) kegiatan pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam) bagian yaitu : 1. Pengolahan pendahuluan (pre treatment) 2. Pengolahan pertama (primary treatment) 3. Pengolahan kedua (secondary treatment) 4. Pengolahan ketiga (tertary treatment) 5. Pembunuhan kuman (desinfektion) 6. Pembuangan lanjutan (ultimate disposal) Pada setiap fase di atas terdapat beberapa jenis pengolahan yang dapat diterapkan. Dari beberapa jenis tersebut bisa dipilih salah satu yang diperkirakan lebih efektif dan effesien.
27
2.5.1 Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment) Agar mempercepat dan memperlancar proses pengolahan berikutnya maka perlu dilakukan pembersihan terutama pengambilan benda-benda terapung dan pengambilan benda-benda yang mengendap seperti pasir. a. Pengambilan Benda-Benda Terapung Pada umumnya menghilangkan zat padat yang kasar dilakukan dengan cara melewatkan air limbah melalui para-para atau saringan kasar, atau dagunakan alat pemecah (comminutor) untuk memotong zat padat yang terdapat dalam air limbah tanpa mengambilnya secara manual dari dalam aliran tersebut. b. Pengambilan Benda-Benda Mengendap Bak penangkap pasir digunakan untuk menghilangkan kerikil halus yang berupa pasir, koral, atau zat padat berat lainnya yang mengalami penurunan kecepatan, atau mempunyai gaya berat lebih besar dari zat organik yang dapat membusuk di dalam air limbah. Pada umumnya bak ini direncanakan untuk mengendapkan semua butiran yang berdiameter antara 0,15 – 0,21 mm. (Sugiharto, 1987).
28
Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pertama Kimia fisikua
67890-=.,
Pengolahan ketiga
Pembubuhan klor
Pembuangan lanjutan
Air buangan Air penampung Pencacahan & penyaringan
Netralisasi
Pengendapan
Lumpur aktif
Penyaringan dan osmosis
klorinasi
Pelunakan
penggumpalan
Pengapungan
Bak aerasi
Penyerapan karbon
ozonisasi
Saringan pasir
Pertukaran ion
Kolam anaerob
Saringan pasir
Bak stabilisasi
Denitrifikasi & NH 3 striping
Pemisahan minyak
Penggumpalan & pengendapan lumpur
Di buang di tanah
Pembakaran Pengolahan lumpur
Penutupan tanah Ke laut
Mengatur pH Menghilangkan Menghilangkan Menghilangkan menghilangkan ion, benda tidak benda organik, benda tercampur nutrien dan benda terurai, nutrien, terlarut yg terurai organik warna, bau Gambar 3. Beberapa alternatif pilihan pengolahan air limbah untuk setiap fase pengolahan Menstabilisasi air limbah
Pembunuh bakteri
Menghilangkan atau pengumpulan benda-benda
29
2.5.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment). Pengolahan
pertama
dimaksudkan
untuk
menghilangkan
zat
padat
tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pengendapan terjadi karena kondisi tenang. Bahan kimia dapat juga ditambahkan untuk menetralkan keadaan atau meningkatkan pengurangan dari partikel kecil yang tercampur. Pengendapan ini akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutnya dan pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara grafitasi. 2.5.3. Pengolahan Kedua (Secondary Treatment). Pengolahan kedua umumnya mencakup proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan organik melalui mikroorganisme yang ada di dalamnya. Pada proses ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain; jumlah air limbah, tingkat kekotoran, jenis kotoran yang ada dan sebagainya. Reaktor pengolah lumpur aktif dan saringan penjernihan biasanya dipergunakan dalam tahap ini. Pada proses penggunaan lumpur aktif (activated sludge), air limbah yang telah lama, ditambahkan pada tangki aerasi dengan tujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri secara cepat agar proses biologis dalam penguraian bahan organik berjalan lebih cepat. Lumpur aktif tersebut dikenal sebagai MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid). Terdapat dua hal yang penting dalam proses biologis ini yaitu: (1) proses penambahan oksigen, (2) proses pertumbuhan bakteri. Proses penambahan oksigen adalah suatu upaya untuk mengurangi bahan pencemar sehingga konsentrasinya berkurang atau hilang sama sekali. Dalam prakteknya penambahan oksigen ke dalam limbah dapat dilakukan dengan: (1) memasukan udara ke dalam limbah, dan (2) memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen.
30
a. Memasukan udara ke dalam limbah. Memasukan udara atau oksigen ke dalam limbah melalui benda porous atau nozzle. Apabila nozzle diletakan di tengah-tengah, maka akan meningkatkan kecepatan kontak gelembung udara tersebut dengan limbah, sehingga proses pemberian oksigen berjalan lebih cepat. Oleh karena itu, biasanya nozzle tersebut diletakkan di dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan berasal dari udara luar yang dipompakan kedalam limbah dengan pompa tekan. Gambar 4 menunjukan proses tersebut:
Gelembung udara
Tekanan udara Gambar 4. Aerasi dengan memasukkan udara kedalam limbah b. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen. Proses ini adalah cara mengontakkan air limbah dengan oksigen melalui pemutaran baling-baling yang diletakan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke atas sehingga terjadi kontak langsung dengan udara disekitarnya. Gambar 5 menunjukan proses tersebut: Balingbaling Limbah terangkat dan kontak dengan udara
Gambar 5
Aerasi dengan menggunakan baling baling
31
2.5.4 Pengolahan Ketiga (Tertary Treatment). Pengolahan ketiga ini dilakukan apabila pada pengolahan pertama dan pengolahan kedua masih terdapat zat berbahaya bagi masyarakat umum, biasanya dilaksanakan pada pabrik yang menghasilkan air limbah yang khusus. 2.5.5 Pembunuhan Kuman (Desinfektion) Pembunuhan Kuman bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme patogen yang ada di dalam air limbah. Mekanismenya sangat dipengaruhi oleh kondisi dari zat pembunuh maupun mikroorganismenya. Banyak zat pembunuh kimia termasuk klorin dan komponennya mematikan bakteri dengan cara merusak atau menginaktifkan enzim utama, sehingga terjadi kerusakan dinding sel. Mekanisme lain dari desinfeksi adalah dengan cara merusak langsung dinding sel seperti yang dilakukan apabila menggunakan bahan radiasi ataupun panas. 2.5.6 Pembuangan Lanjutan (Ultimate Disposal) Dari setiap tahap pengolahan air limbah, hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu penanganan secara khusus dalam pengolahannya agar dapat dimanfaatkan. Pembuangan akhir dari lumpur dan zat padat biasanya tergolong dalam pembuangan di tanah, karena kalau dibuang ke laut akan menimbulkan pecemaran terhadap kehidupan laut. Metode yang biasanya dipergunakan dari pembuangan di tanah adalah dengan menebarkan di atas tanah, membuat kolam, penimbunan, dan pengisian tanah yang cekung ( land filling). 2.6 Baku Mutu Limbah. Baku mutu adalah suatu aturan (berupa angka resmi) yang harus dilaksanakan yang berisi tentang spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang boleh
32
dibuang / jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambien (Suratmo, 1993). Pengertiannya, berdasarkan pemanfaatan dari sumberdaya tersebut maka baku mutu merupakan sfesifikasi dan jumlah bahan pencemar yang mungkin boleh dibuang baik di darat, di udara, maupun di air. Jadi baku mutu limbah cair berarti pencemaran berupa limbah cair. Baku mutu limbah padat merupakan pencemaran berupa limbah padat, dan baku mutu udara merupakan pencemaran berupa gas Berdasarkan UUPLH No.23.1.1997 dijelaskan bahwa
limbah adalah sisa
suatu usaha dari kegiatan. Bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah setiap bahan yang karena sifat atau konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Dalam UUPLH pasal 16.1 pengelolaan limbah merupakan rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan. Pengolahan limbah termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Kewajiban untuk melakukan pengolahan limbah merupakan upaya untuk mengurangi terjadinya kemungkinan risiko terhadap lingkungan hidup berupa terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup mengingat bahan berbahaya dan beracun (B3) mempunyai potensi yang cukup besar untuk menimbulkan efek negatif. Untuk itu pemerintah mengaturnya dalam pasal 18.3 dalam izin melakukan usaha atau kegiatan, dikenakan kewajiban yang berkenaan dengan penataan terhadap ketentuan mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang harus
dilaksanakan
oleh
penanggungjawab
usaha
atau
kegiatan
dalam
melaksanakan usaha atau kegiatannya. Bagi
usaha
atau
kegiatan
yang
diwajibkan
untuk
membuat
atau
melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, maka rencana
33
pengolahan dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang wajib dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha atau kegiatan harus dicantumkan dan dirumuskan dengan jelas dalam izin melaksanakan usaha atau kegiatan. Misalnya kegiatan untuk mengolah limbah, syarat mutu limbah yang boleh dibuang ke dalam media lingkungan hidup, dan kewajiban yang berkaitan dengan pembuangan limbah, seperti kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau tersebut kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup. Pasal 19.4 (UUPLH,1997) menyatakan suatu usaha atau kegiatan akan menghasilkan limbah. Pada umumnya limbah ini harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang kemedia lingkungan hidup sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Baku mutu air limbah di suatu daerah biasanya ditetapkan oleh pemerintah daerah misalnya Gubernur, yang disesuaikan dengan keadaan kualitas ambien daerah tersebut, sehingga baku mutu ambiennya tidak sampai terlampaui. Secara umum baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri di Indonesia diatur berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP – 51 / MENLH / I0 / 1995, tanggal 23 Oktober 1995, SK tersebut (Terlampir). Baku mutu limbah cair dibagi dalam empat golongan, yaitu; golongan I, II, III, dan IV. Golongan I adalah baku mutu air limbah yang paling ketat, sedangkan golongan IV merupakan baku mutu air limbah yang paling longgar (Suratmo, 1993). 2.7 Aspek Ekonomi Pengolahan Limbah. Umumnya limbah belum memiliki nilai ekonomi, bahkan memiliki nilai ekonomi negatif karena penanganannya sebelum dibuang memerlukan biaya yang
34
cukup besar (Murthado dan Said, 1988). Limbah yang dibuang kelingkungan tanpa penanganan yang memadai dapat menimbulkan kerusakan dan pencemaran . badan air. Tempat limbah tersebut dibuang dapat tercemar jika kemampuannya untuk menerima beban pencemaran terlampaui, sehingga persediaan air yang dapat digunakan dengan aman untuk mendukung kehidupan menjadi terbatas. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan berbagai upaya diantaranya mengolah dan mendaur ulang limbah tersebut sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan kembali, dengan demikian pandangan terhadap limbah dapat diubah dari hanya sekedar barang buangan menjadi sumberdaya (Soemarwoto dalam Neis, 1989). Mengolah dan mendaur ulang limbah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Terutama apabila hasil yang diharapkan lebih efektif dan effesien maka teknologi yang digunakan tentunya tidak sederhana. Tak terkecuali aspek ekonomi pengolahan limbah bagi pengelola industri kulit tentunya akan memperhitungkan antara aspek manfaat (benefit), yang diperoleh atas pengolahan limbah yang dilakukannya, dengan biaya (cost) yang dikeluarkan untuk pengolahan limbah tersebut. 2.8 Persepsi. Persepsi merupakan proses pengetahuan atau mengenali obyek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, atau kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu. (Chaplin, 1997). Persepsi seseorang terhadap suatu objek atau kondisi lingkungan tertentu akan mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya terhadap obyek atau kondisi itu (Morgan and King, 1971). Persepsi seseorang terhadap lingkungan mencerminkan
35
cara melihat, kekaguman, kepuasan serta harapan-harapan yang diinginkan dari lingkungannya (Edmund & Letey, 1973) 2.8.1 Pengertian Persepsi Beberapa ahli mendefinisikan persepsi dari berbagai pandangan, Rachmat (1991:51) mengungkapkan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Selanjutnya Desiderato dalam Rahmat, (1991:51), menyatakan bahwa Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli). Hubungan sensori dengan persepsi sudah jelas. Sensori adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitumenafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensori, tetapi juga atensi ekspektansi, motivasi dan memori. Sedangkan Hammaer dan Organ dalam Indrawijaya, (1983: 45) menyatakan bahwa: “Perception is the process by which people organize, interpret, experience an process cues or material input received from the exsternal environment”, Persepsi adalah suatu proses dengan mana seseorang mengorganisasikan dalam pikirannya, menafsirkan, mengalami dan mengolah pertanda atau gejala sesuatu yang terjadi dilingkungannya. Bagaimana segala sesuatu tersebut mempengaruhi persepsi seseorang, nantinya akan mempengaruhi pula perilaku yang akan dipilihnya. Dalam hal ini Combs, Avila, dan Burkey (dalam Asngari, 1984:11) mendefinisikan persepsi dengan “Perception is the interpretation by individuals of how things seen to them, espicially in reference to how individuals view themselves in relation to the world in which they are involved.” Sementara itu Allport dalam Asngari, (1984:11) mengungkapkan bahwa :
36
…it (perception) has something to do with awareness of the objects or condition about us. It is dependent to a large entent upon the impression theese object make upon our senses. It is the way things look to us, or the way they sound, feel, taste or smell. But perception also involves, to some degree, and understanding awarennes, a meaning or ecognition of these objects. Di samping itu Krech dalam Thoha, (1990:139) menyatakan bahwa “persepsi adalah suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambaran unik tentang kenyataan yang barangkali sangat berbeda dari kenyataan.” Jadi persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Oleh karena itu persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari kemampuan kognisi dan dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuan sehingga persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungan. “proses memahami ini melalui penglihatan, pendengaran, perasaan dan penciuman” (Miftah Thoha, 1990 : 136). Dalam penelitian ini pengertian persepsi berpedoman pada pendapat yang dikemukakan Sujana (1990 : 5) bahwa persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan, pendapat yang didalamnya terkandung unsur penilaian seseorang terhadap objek dan gejala berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimilikinya 2.8.2 Proses pembentukan persepsi Persepsi adalah suatu proses dimana seseorang menjadi sadar tentang keadaan dalam lingkungannya. Dengan persepsi ia sanggup membangun dirinya, mempengaruhi lingkungan dan berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut sejalan dengan Malcom Hardy dan Steve Hayes (1988:94) bahwa perkembangan persepsi sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
37
Dipihak lain Littererrer dalam Asngari (1984) mengemukakan bahwa persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Sehingga individu perlu mengerti dengan jelas tentang tugas dan tanggung jawab yang disandangnya. Luthans (dalam Thoha, 1990 : 138) mengemukakan bahwa proses persepsi meliputi suatu interaksi yang yang sulit dari kegiatan seleksi, penyusunan
dan
penafsiran,
walaupun
persepsi
sangat
tergantung
pada
penginderaan data, proses kognisi mungkin dapat menyaring, menyederhanakan atau mengubah secara sempurna data tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Litterrer (dalam Asngari, 1984 : 17-18) bahwa ada tiga (tiga) mekanisme dalam pembentukan persepsi yaitu “selectivity, closure and interpretation. Secara Skematis dapat dilihat pada Gambar 6
Gambar 6:
Proses pembentukan persepsi model Litterrer (1973). Sumber Asngari (1984:12)
Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau penyaringan. Kenudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi, pengalaman masa silam memegang peranan yang penting (Asngari, 1984 : 12-13). Selain itu persepsi bukan hanya dipengaruhi
38
oleh karakteristik pengalaman masa silam, tetapi karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status kependudukan, berhubungan dengan persepsi responden, karena persepsi merupakan proses pengamatan serapan yang berasal dari kemampuan kognisi orang tersebut. 2.8.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Faktor-faktor perangsang dalam mempersepsi yang penting adalah perbuatan memperhatikan suatu perubahan, intensitas, ulangan, kontras, dan gerak. Sedangkan faktor-faktor organisme yang penting dalam persepsi adalah minat, kepentingan dan kebiasaan memperhatikan yang telah dipelajari (Chaplin, 1997). Persepsi dipengaruhi oleh faktor dalam diri individu (internal) dan faktor di luar individu (eksternal). Faktor internal termasuk; kecerdasan ,minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat indera dan jenis kelamin. Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah pengaruh kelompok, pengalaman masa lalu dan perbedaan latar belakang sosiobudaya (Surata, 1993) Persepsi individu dibatasi oleh: (1) perbedaan pengalaman, motivasi dan keadaan; (2) perbedaan kemampuan alat indera; (3) perbedaan sikap, nilai, dan kepercayaan (Supriadi, 1989, Surata, 1993). Perbedaan tersebut selanjutnya mempengaruhi perbedaan respon terhadap stimuli, seperti kecenderungan mempersepsi sesuatu yang sesuai dengan sikap, nilai-nilai dan kebutuhan seseorang (selective perception), kecenderungan hanya menerima stimuli yang konsisten
dengan
sikap,
nilai
dan
kepercayaan
(selective exposure) dan
kecenderungan untuk mengingat pesan yang sesuai dengan sikap, nilai dan kepercayaan (selective retention).
39
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Garut Kota, dan Karang Pawitan Kabupaten Garut Propinsi Jawa Barat. Peta lokasi disajikan pada lampiran 1. Penelitian dilaksanakan selama Lima bulan mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2005.
3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya daftar pertanyaan kuisioner, sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah seperangkat alat perekam (tape recorder), perangkat lunak (soft ware) untuk analisis data, kamera foto, dan kelengkapan tulis menulis
3.3 Metode Pengumpulan Data Secara umum metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey deskriptif (Suratmo, 2002; Singarimbun dan Efendi, 1989). Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari : (1) data primer yang diperoleh secara langsung dari lokasi studi meliputi; karakteristik industri, karakteristik pengusaha, persepsi masyarakat hulu, persepsi masyarakat hilir dan persepsi pengusaha industri penyamakan kulit yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi, aspek lingkungan pemukiman dan aspek yang berkaitan dengan limbah industri penyamakan kulit, (2) data sekunder meliputi keadaan umum wilayah, kondisi sosial ekonomi, dan lain-lain yang diperoleh dari data potensi dari empat desa yang dijadikan lokasi penelitian, laporan-laporan penelitian, jurnal dan informasi dari instansi / badan yang relevan.
Objek penelitian adalah rumahtangga pengusaha industri pengolahan kulit dan masyarakat disekitar industri pengolahan kulit. Pengumpulan data primer
dilakukan
dengan
teknik
wawancara,
dan
observasi.
Untuk
mempermudah pengutipan data, digunakan daftar pertanyaan (kuesioner) dan daftar frekuensi. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi literatur, konsultasi dengan Dinas Instansi atau fihak swasta dan lainnya yang terkait. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena sosial yang terjadi di Kabupaten Garut, yang berhasil diamati oleh peneliti, yaitu masalah dampak limbah industri pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Dengan demikian, jika ditinjau dari aspek tujuan tersebut, sifat penelitian ini adalah deskriptif. 3.3.1 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha industri kulit yang berada di wilayah Sukaregang Garut yang keberadaannya terdaftar di Dinas Deperindag Kabupaten Garut, dan masyarakat yang terkena dampak baik masyarakat hulu yang berada disekitar pabrik kulit maupun masyarakat hilir yang berada disepanjang aliran sungai yang dijadikan tempat pembuangan limbah industri penyamakan kulit, kemudian instansi yang terkait yang berada di wilayah Kabupaten Garut. Dari hasil penelitian ditetapkan empat lokasi Kewlurahan/Desa yang kriteria penetapannya didasarkan kepada : 1. Wilayah yang memiliki banyak terdapat pabrik / industri kulit 2. Wilayah yang keberadaanya dipengaruhi baik langsung maupun tidak langsung oleh adanya kegiatan pabrik kulit. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel acak bertingkat secara proporsional (Proportionale Stratified Random Sampling) (Singarimbun
41
dan Effendi, 1995). Stratifikasi kesatu dilakukan dalam pengambilan sampel dua Kecamatan
dari
dua
puluh
sembilan
kecamatan
yang
ada,
dengan
pertimbangan bahwa dimungkinkan di kedua kecamatan tersebut secara dominan lebih banyak pengusaha yang menjalankan usahanya dalam bidang pengolahan kulit. Berdasarkan data dari Dinas Deperindag Kabupaten Garut terdapat 290 Unit Usaha Industri Kulit yang yang terdaftar dan sifatnya sangat bervariasi, sementara berdasarkan data yang dihimpun bahwa pengusaha industri penyamakan kulit di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut yang memiliki pabrik dengan peralatan mesin yang memadai jumlahnya sebanyak 38 Unit usaha. Lokasi penelitian diarahkan pada Kelurahan atau Desa yang wilayah administratifnya terdapat sentra pengrajin kulit terbanyak dan dimungkinkan adanya dampak langsung bagi masyarakat yang berada di desa sekitarnya yaitu meliputi 4 (empat) Kelurahan atau Desa ditetapkan secara purposive sampling sebagai lokasi studi. Kelurahan atau Desa tersebut adalah Kelurahan Kota Wetan, Kelurahan Sukamentri, Kelurahan Karang Mulya dan Desa Suci. yang sebagian besar kemudian disebut Wilayah Sukaregang Garut. Teknik sampel dalam penelitian ini adalah purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2003) •
Untuk masyarakat hulu diambil secara random masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar pabrik kulit dengan jumlah 50 orang.
•
Untuk masyarakat hilir diambil secara random masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang aliran sungai (sungai Ciwalen dan Sungai Cigulampeng) yang melintasi pabrik kulit dengan jumlah 50 orang.
•
Untuk Pengusaha industri penyamakan kulit diambil sebanyak 20 orang pengusaha yang secara aktif pada saat penelitian sedang beroperasi.
42
3.3.2 Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, kunjungan, wawancara mendalam dan dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah dipersiapkan kepada responden terpilih disetiap RT atau RW antara lain untuk mendapatkan data beberapa variabel yang diamati yaitu mengenai karakteristik masyarakat baik hulu maupun hilir, persepsi masyarakat terhadap dampak Industri kulit pada keadaan Sosial Ekonomi, dan persepsi masyarakat terhadap limbah industri kulit pada lingkungan pemukiman dan kesehatan. Hal yang sama dilakukan juga kepada pengusaha industri kulit di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut yang dijadikan sebagai lokasi penelitian. Responden tersebut dipilih secara acak. Wawancara mendalam tersebut lebih bersifat kualitatif mengenai pemahaman tentang kondisi responden, terutama yang berkaitan dengan; (1) Karakteristik industri penyamakan kulit, (2).Proses Produksi, (3) Manajemen, (4) Sistim Pengelolaan limbah, dan (5).Model Pengelolaan dalam menjalankan usaha. Secara ringkas pada Tabel 5 tertera teknik pengumpulan data yang dilaksanakan. Sedangkan data sekunder diperoleh dan Instansi-instansi yang terkait seperti 1. Kantor Dinas Deperindag Kabupaten Garut tahun 2003 2. Kantor Kecamatan Garut Kota dan Kecamatan Karang Pawitan 3. Kantor Kepala Desa Kota Wetan, Desa Sukaresmi, Desa Suci, dan Desa Karang Mulya. 4. Kantor Bapedalda Kabupaten Garut tahun 2003 5. Lembaga dan Instansi lain yang terkait 6. Literatur
43
Tabel 5. Teknik pengumpulan data Variabel
Unit Contoh
Teknik Pengambilan sampel/contoh
Teknik Pengumpulan data
1. Karakteristik Unit Usaha Industri Kulit 2. Karakteristik Pengusaha Industri Kulit 3. Sistim Pengolahan Limbah
pengusaha industri pengolahan kulit
Proportionale Stratified Rundom Sumpling) (Singarimbun dan Effendi, 1995)
Dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara, dengan menggunakan kuisioner.
4. Karakteristik masyarakat 5. Persepsi, terhadap Dampak Industri kulit 6. Persepsi terhadap Limbah industri kulit
Masyarakat Hulu dan Masyarakat Hilir
purposive dan quota sampling (Singarimbun, 1989)
Dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara, dengan menggunakan kuisioner,
3.4. Analisis Data Data yang terkumpul, khususnya data primer dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik nonparametrik. Pengolahan data tersebut dilakukan dengan software SPSS for Windows , Secara spesifik untuk menjawab masing-masing tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini data-data tersebut akan dianalisis berdasarkan kebutuhan antara lain sebagai mana terurai pada bagian-bagian berikut. 3.4.1 Data Karakteristik Industri Pengolahan Kulit. Data mengenai karakteristik Industi pengolahan kulit yang di dalamnya berupa Identitas dan latar belakang responden akan dianalisis dengan statistik deskriptif berupa persentase, karena jenis data yang diperlukan berupa data dengan skala nominal dan ordinal serta rataan.yang disajikan dalam bentuk tabulasi, antara lain yang berkaitan dengan status kependudukan, jumlah unit usaha, jumlah pegawai, jumlah produksi, skala usaha, pendapatan, dan lamanya berdiri.
44
3.4.2 Proses Pembuangan Limbah Industri Pengolahan Kulit Bagaimana proses pembuangan limbah yang terjadi pada industri pengolahan kulit terutama industri penyamakan kulit, dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dalam bentuk tabulasi. Hal tersebut diperoleh dari data hasil pengisian kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden terpilih baik dari kacamata; Individu, Pengusaha, maupun dari Proses Usaha yang dijalankan misalnya; bagaimana sistem pengolahan limbah yang sekarang ini berjalan, apakah tersedia IPAL dan lain sebagainya. 3.4.3 Persepsi Masyarakat terhadap Limbah Industri pada Lingkungan Sosial Ekonomi Sekitar Industri Pengolahan Kulit Penggalian informasi untuk penilaian persepsi masyarakat terhadap limbah industi pengolahan kulit dilakukan melalui pengisian kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden terpilih mengenai hal yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi mereka terutama dihubungkan dengan karakteristik responden (Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status domisili, pekerjaan utama, pekerjaan sampingan). Khusus bagi warga masyarakat apakah dengan adanya industri pengolahan kulit tersebut selama ini menimbulkan keuntungan misalnya kesejahteraan secara ekonomi atau malah menimbulkan kerugian misalnya adanya keluhan terhadap kesehatan dan lainsebagainya. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap dampak industri kulit dan dampak limbah industri pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial ekonomi, lingkungan pemukiman dan kesehatan, ditunjukkan oleh jawabanjawaban responden atas pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuisioner. Pernyataan-pernyataan responden diberi skor.
45
Tabel 6. Kategori skala Likert dihubungkan dengan kualitas persepsi. No
Kualitas Persepsi
Skor
1.
Sangat positif
5
2. 3. 4. 5.
positif sedang Kurang positif Tidak positif
4 3 2 1
Penentuan skor berdasarkan Skala Likert (Tabel 6), dimana masingmasing jawaban diberi skor 5, 4, 3, 2 dan 1. Setiap jawaban tersebut dijumlahkan skornya, kemudian dibagi dengan jumlah pertanyaan yang ada, sehingga diperoleh
skor
rata-rata
persepsi
masyarakat
tentang
limbah
industri
pengolahan kulit. Kualitas persepsi ditentukan berdasarkan beberapa kategori Skala Likert (Sugiyono,2003). 3.4.4 Persepsi Masyarakat terhadap Dampak Industri Pengolahan Kulit pada Lingkungan Sosial Ekonomi Sekitar Penggalian informasi untuk penilaian dampak industri pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar dilakukan melalui pengisian kuisioner dan wawancara langsung terhadap responden terpilih berdasarkan karakteristik responden (Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status domisili, pekerjaan utama, pekerjaan sampingan). Dalam hal ini Identitas dan latar belakang responden digunakan sebangai tolok ukur perbedaan mengenai data persepsi atau pendapat responden terhadap adanya limbah industi pengolahan kulit terhadap lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar serta mengetahui keinginan dan kecenderungan dalam pengelolaan terhadap lingkungan. Untuk melihat hubungan antara peubah bebas persepsi masyarakat hulu dan persepsi masyarakat hilir dengan peubah tak bebas yaitu dampak akibat adanya industri dan limbah industri pengolahan kulit dengan karakteristik
46
responden
akan digunakan uji statistik dengan prosedur Korelasi Rank
Spearmen (Sugiyono, 2003) dengan rumus:
ρ =1-
6 Σ bi2 n (n2 - 1 )
Dimana :
ρ
=
Korelasi Rank Spearmen
1
=
Bilangan konstan
6
=
Bilangan konstan
bi
=
Beda antar dua pengamatan berpasangan
n
=
Banyak pengamatan
Bila terdapat lebih dari 2 kategori karakteristik maka digunakan prosedur Konkordasi Kendal (Seagel, 1988) dengan rumus:
S
W = 1/12 k2 (N3 – N) Dimana :
w
=
Koefisien konkordasi dari Kendal
s
=
Jumlah kuadrat deviasi observasi dari mean Ri
1/12
=
Bilangan konstan
k
=
jumlah komponen ranking penjenjangan
N
=
banyaknya objek atau individu yang diberi ranking.
Pertimbangan menggunakan uji statistik Rank Korelasi Spearmen adalah: 1.
Masalah penelitian (Hipotesis) yang diajukan yaitu menyatakan hubungan.
47
2.
Hubungan dari dua gejala yang ada merupakan gejala-gejala yang bersifat ordinal atau tata jenjang.
3.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.
3.5. Definisi Operasional 1. Karakteristik Industri adalah tipe kepemilikan usaha didasarkan kepada jumlah tenaga kerja per unit usaha, berdsarkan pengelompokan; Industri rumah tangga dengan jumlah pekerja 1–4 orang, Industri kecil dengan jumlah pekerja 5-19 orang, Industri sedang dengan jumlah pekerja 20–99 orang, Industri besar dengan jumlah pekerja = 100 orang. 2. Industri pengolahan kulit meliputi industri penyamakan kulit, industri sepatu/ alas, dan industri barang-barang yang terbuat dari bahan kulit. 3. Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah bahan mentah (hides dan atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak (leather) dengan menggunakan bahan penyamak. 4. Industri barang-barang kulit adalah industri yang mengelola kulit jadi menjadi barang-barang untuk keperluan manusia meliputi dompet, tas, ikat pinggang, sarung tangan, jaket kulit, serta hasil tatah dan ukir. 5. Kulit adalah bagian penutup tubuh dari semua jenis hewan besar maupun kecil yang diambil untuk disamak disebut juga hide atau skin. Contohnya kulit sapi, kambing, domba, dan kerbau. 6. Dampak adalah efek samping dari adanya limbah industri kulit terhadap kesehatan manusia, merugikan segi ekonomi, merusak atau membunuh kehidupan dalam air, dan merusak keindahan (aestetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap. 7. Limbah adalah buangan berupa cair, padat maupun gas yang berasal dari suatu lingkungan masyarakat, baik domestik, perdagangan, maupun industri.
48
Khusus dalam proses penyamakan kulit limbah yang ditimbulkan akibat dari proses penyamakan kulit bersumber dari kelebihan bahan kimia yang digunakan dalam proses penyamakan. 8. Lingkungan sosial ekonomi adalah situasi dimana masyarakat bertempat tinggal berhubungan satu sama lain dan melakukan kegiatan ekonomi. 9. Masyarakat hulu adalah masyarakat yang tempat tinggalnya berada di sekitar pabrik penyamakan kulit 10. Masyarakat hilir adalah masyarakat yang bertempat tinggal jauh atau berada pada radius kurang lebih satu km jaraknya dari sentra industri penyamakan kulit, terutama mereka yang berada di sepanjang dan hulu kali yang melintasi industri kulit. 11. Persepsi persepsi dapat diartikan sebagai tanggapan, pendapat yang didalamnya terkandung unsur penilaian seseorang terhadap objek dan gejala berdasarkan pengalaman dan wawasan yang dimilikinya.
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Terdapat dua kegiatan unit usaha industri kulit yaitu industri penyamakan dan industri kerajinan barang kulit. Berdasarkan skala usaha yang dijalankan industri penyamakan kulit dan industri produk kulit sebagian besar tergolong pada industri skala kecil, sedangkan industri produk kulit sebagian besar tergolong skala kecil, dan sebagaian besar pengusaha merupakan penduduk asli secara turun temurun menjalankan usaha secara rumahan dan tradisional. Usaha penyamakan dan kerajinan kulit terpusat di wilayah Sukaregang. Untuk mendapatkan bahan kulit yang siap pakai pada proses penyamakan digunakan berbagai macam bahan kimia yang tergolong berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Limbah industri penyamakan kulit di Kabupaten Garut yang paling banyak berupa limbah cair, kemudian padatan/lumpur, dan gas. 2. Upaya penanganan limbah dilakukan baik secara perorangan maupun masal walaupun belum dikatakan sempurna, karena dilingkungan pabrik atau disepanjang perairan yang melewati pabrik masih dirasakan adanya bau yang sangat menyengat, timbulnya kekeruhan dan busa disepanjang kali Cikayambang, Cigulampeng, dan Ciwalen. 3. Secara umum adanya industri kulit memiliki dampak ekonomi yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat hulu lebih merasakan adanya manfaat dibandingkan masyarakat hilir. Keluhan kesehatan akibat limbah masyarakat hilir lebih sering dibanding masyarakat hulu.
4. Terdapat perbedaan yang kontradiktif antara masyarakat hulu dan masyarakat hilir mengenai dampak limbah bagi kehidupan, menanggapi upaya pengusaha dalam pengelolaan limbah dan hasil pengelolaan limbah
kebanyakan
masyarakat
hulu
menyatakan
cukup
baik,
sementara kebanyakan masyarakat hilir menyatakan jelek, mengenai kualitas air sungai kebanyakan masyarakat hulu menyatakan cukup baik sementara masyarakat hilir menyatakan jelek 5. Industri penyamakan kulit di Kabupaten Garut memiliki prospek yang cukup baik
untuk
dikembangkan,
industri
ini
merniliki
kemampuan
untuk
memproduksi kulit tersamak yang dibutuhkan oleh industri-industri barang jadi kulit, dengan pengalaman dalam penyamakan yang sangat lama, terpusatnya kegiatan penyamakan kulit di sentra Sukaregang, walaupun sistim pengelolaan limbah sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah maupun undang-undang namun kesadaran masyarakat penegakan hukum masih kurang.
5.2. Saran 1. Industri penyamakan kulit sebagai industri yang strategis dan potensial perlu dikembangkan dengan meminimalisir dampak negatif dari limbah berbahaya yang ditimbulkannya. Besarnya keuntungan yang diperoleh harus diimbangi dengan kelestarian lingkungan disekitarnya. 2. Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat dan pengusaha mengenai pentingnya Instalasi pengolahan limbah dan membrerikan pemahaman mengenai dampak limbah bagi lingkungan hidup dan kesehatan. 3. Karena penelitian ini hanya membahas masalah sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar Industri pengolahan kulit, maka bagi para peneliti yang
153
berminat pada masalah serupa akan lebih lengkap apabila dilakukan pengamatan lebih lanjut menyangkut pengukuran biofisik kimia yang lebih mendalam.
154
L A M P I R A N
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Macam-macam Merk Dagang Industri Kulit Sukarehgang Garut
Lampiran 3.
Keputusan Bupati Garut Tentang Prenetapan Areal Penyamakan.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Peta Kabupaten Garut
TAHAPAN PROSES PENYAMAKAN KULIT SUKAREGANG KABUPATEN GARUT
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
27
29
26
28
30
Daftar Industri Kerajinan barang-barang yang terbuat dari Kulit berdasarkan Jumlah Pegawai dan peralatan yang dimiliki di Sentra Sukaregang Garut tahun 2003 Kelurahan Kota Wetan Kecamatan Garut Kota JENIS KOMODITI NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91.
Nama Aan Sofyan Andi Suhandi Mashudi Ayat E Bahrun Asep MH Ii Safe’i Yandi Suryandi Wawan Itoh Nandang Asep Saeful K Endang Tata Jumena Obar Deding K Misbah Hari D Idan Sudinta Dudung Ny. Atim Ny. Nani Ruswandi Nandang Agus Sapari Sulaeman Ansori M. Ridwan Tatang Sulaeman Yoa H. Gunawan Pandi Oding Oim Arip Ny. Yuyun Ny. Acah Wawan Hamid Endang Ojob Utun Ade Nana H. Dadan Adah Hendi Andrian Wiwin Darwin Wawan Agus Ato S. Pepep Tatang Herlan Udin Ade Taryana Abud Sehapudin H. Entoh H. Yuyun Heri Dodi Aceng Ade Kilo Uman Fauzi Tono Jajang Farouk Umar Adas Supriatna Moh. Soleh Darso Sumarna Tursino Sahrimi Sapria H. Ijad Audarus Komar B Ohid Rustandi Ugan Yusuf H. Ukus Dedi Blue Kuswan R. Iyus Roni Ugan Suganda Ahmad Sodik Aman Nurjaman H. Tita wastika Wawn Ridwan JUMLAH
Jaket Kulit 1800 600 600 1200 1500 1200 1500 2400 500 300 750 1000 600 600 500 500 1000 500 600 2600 1500 1800 1200 1500 2400 3000 1200 1200 1800 1800 1200 600 500 1000 500 1200 1200 1200 1800 500 500 600 3000 600 600 750 1000 500 1000 1200 900 1500 2000 900 1300 900 500 500 600 500 1500 1200 5000 1500 600 1000 77500
tas
Dompet -
-
-
15000 6000 6000 27000
300 300
Sandal 4000 2000 6000
sarung tangan
Sepatu
Sabuk
Topi
-
-
-
3000 3000 750 600 600 1200 2000 1800 3000 12000 27950
8000 18000 1800 1200
-
15000 15000 15000 15000 89000
Sumber: Hasil Rekapitulasi Data dari Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut tahun 2005
12000 12000
JUMLAH Tenaga Mesin Kerja Jahit 7 6 3 2 3 3 5 8 5 8 5 3 5 5 8 5 3 3 8 2 3 2 5 2 8 1 3 1 4 3 2 1 3 5 2 1 3 2 2 4 2 2 2 3 5 5 4 5 3 3 2 2 3 3 5 10 5 5 6 10 4 5 6 6 4 4 6 5 4 3 6 5 8 6 10 8 4 4 4 3 6 5 6 6 4 3 2 2 2 2 4 3 2 2 5 4 2 2 4 3 4 4 4 4 6 5 2 1 2 2 2 1 10 12 2 2 2 2 3 2 4 3 2 2 3 2 6 6 4 4 4 4 4 4 3 2 5 4 8 6 3 2 5 4 3 2 3 1 5 2 4 4 2 2 5 5 5 5 5 2 2 2 2 2 2 1 1 4 5 5 5 10 7 8 20 10 5 0 3 15 5 5 394
Desa Suci Kecamatan Karangpawitan JENIS KOMODITI NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.
Nama Yana M Engkar Endang K Ano K Asep D Herman Ita Endang Ruhiya Moh. Yusuf Ayi Nurlubis Sobirin Ius Kudus Agus Jamaludin Daud Surya Dedih Nandang Judin Dedi Suryadi Nunu Nugraha Ena Herdiana Tatang Tatan Tedi H. Zaki Siradj Hendri Mumu Maemunah Ibrohim Sujana JUMLAH
Jaket Kulit 3000 300 1500 500 1500 500 1000 600 600 600 600 1200 600 1750 3500 600 1500 19850
tas 300 -
Dompet 15000 36000 6000 12000 18000 87000
Sandal
sarung tangan
Sepatu
15000 15000
-
30000 30000 5000 21000 10000 96000
Sabuk
Topi
1200 12000 13200
-
JUMLAH Tenaga Mesin Kerja Jahit 15 14 2 1 5 16 2 2 5 6 2 2 2 3 2 3 4 6 5 5 6 2 6 5 3 3 8 5 4 2 2 2 2 3 2 3 8 5 3 3 3 5 4 1 2 1 8 1 5 1 10 20 3 6 9 10 132 136
Sumber: Hasil Rekapitulasi Data dari Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut tahun 2005
Kelurahan Karangmulya Kecamatan Karangpawitan JENIS KOMODITI NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Nama Agus Rahayu Yuniarwan Nuryusuf Memed Yani Ukun Udin Saepudin m. simon hidayat Aen karnaen Afandi a. hamzah Burhanudin Tosin Aman Aep JUMLAH
Jaket Kulit 1000 1500 1000 600 1500 750 28000 1920 3000 4500 43770
tas
Dompet
Sandal
sarung tangan
Sepatu
Sabuk
Topi
10000
30000 9000
6000 1800 7800
10000
30000
9000
JUMLAH Tenaga Mesin Kerja Jahit 4 3 4 5 2 2 4 5 3 3 5 5 3 3 15 15 20 10 4 10 10 5 11 10 4 10 6 4 15 6 110 96
Sumber: Hasil Rekapitulasi Data dari Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut tahun 2005
Kelurahan Sukamentri Kecamatan Garut Kota JENIS KOMODITI NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Nama H. Ijah Cecep Supriadi Encang Asep Solihin Dadang Rohman Bahrum Nina Nugraha Gunawan Bana Rohana Gumilar Jajang Yana Fredi Rida karyana Nuryana Toto heryanto JUMLAH
Jaket Kulit 3600 600 600 600 1000 750 600 600 600 4800
13750
tas
Dompet
9000 1000 -
3000 3000
18000 24000 52000
6000
Sandal
Sepatu -
-
sarung tangan 20000 -
Sabuk
Sumber: Hasil Rekapitulasi Data dari Sub Dinas Industri DEPERINDAG Kabupaten Garut tahun 2005
Topi -
-
JUMLAH Tenaga Mesin Kerja Jahit 3 4 10 12 3 3 3 2 3 3 8 5 4 4 5 5 5 3 4 2 2 2 2 1 2 4 16 8 15 15 15 15 100 88
Tabel .....Daftar Jenis Hasil Produ ksi Kerajinan Barang Kulit di Kabupat Garut tahun 2003 LOKASI NO
KEL./ DESA
1. Kota Wetan
KECAMATAN Garut Kota
2. Sukamentri 3. Suci
4. Karang Mulya
JUMLAH UNUIT USAHA 60 69
Karang Pawitan
68
72
PRODUKSI KAPASITAS PRODUKSI/TAHUN Sepatu 46.800 Sandal 93.600 Jaket Kulit 60.000 sarung tangan 120.000 Jaket Kulit 45.000 Dompet 72.000 Sabuk 72.000 Sarung tangan 90.000 Jaket Kulit 50.000 Dompet 360.000 Sabuk 75.000 Sarung tangan 75.000 Jaket Kulit 40.000 JENIS
SATUAN Pasang Pasang potong Pasang potong Buah Buah Pasang potong Buah Buah Pasang potong