18
II. LANDASAN TEORI
2.1 Rasio Likuiditas
Likuiditas merupakan suatu indikator yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston, (2001) dalam Nugroho (2011) Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan hubungan kas dan aktiva lancar lainnya dengan kewajiban jangka pendek. Tingkat likuiditas yang tinggi berarti perusahaan tersebut semakin likuid dan semakin besar kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban finansial jangka pendeknya, hal tersebut baik bagi perusahaan agar tidak dilikuidasi akibat ketidakmampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.
Likuiditas menurut Riyanto (1995) dalam Nugroho (2011) adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat-alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar. Kemampuan membayar baru
19
terdapat pada perusahaan apabila kekuatan membayarnya adalah demikian besarnya sehingga dapat memenuhi semua kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Kemampuan membayar itu dapat diketahui setelah membandingkan kekuatan membayar-nya di satu pihak dengan kewajibankewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi di lain pihak.
Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi, dikatakan bahwa perusahaan tersebut adalah likuid, dan sebaliknya yang tidak mempunyai kemampuan membayar adalah illikuid.
Menurut Munawir (2001) dalam Nugroho (2011) likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera harus dipenuhi.
Current ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat megetahui dan menduga seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya. Dasar perbandingan tersebut dipergunakan sebagai alat petunjuk, apakah perusahaan yang mandapat kredit itu kira-kira akan mampu ataupun tidak untuk memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran kembali atau pada pelunasan pada tanggal yang sudah ditentukan. Dasar perbandingan itu menunjukan apakah jumlah aktiva lancar itu cukup melampaui besarnya
20
kewajiban lancar, sehingga dapatlah kiranya diperkirakan bahwa, sekiranya pada suatu ketika dilakukan likuiditas dari aktiva lancar dan ternyata hasilnya dibawah nilai dari yang tercantum di neraca, namun masih tetap akan terdapat cukup kas ataupun yang dapat dikonversikan menjadi uang kas di dalam waktu singkat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya (Tunggal, 1995).
Current ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi para kreditor, oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat atau dengan semestinya. Dilain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu current ratio yang tinggi tidak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.
Suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada suatu current ratio yang tinggi, akan tetapi current ratio yang rendah menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif. Yaitu bila saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat (Tunggal, 1995).
Munawir (2002) menyatakan current ratio 200% sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio yang umum tidak dapat ditentukan untuk
21
seluruh perusahaan. Current ratio 200% hanya merupakan kebiasaan atau rule of thumb dan akan digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa yang lebih lanjut.
Current ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut namun, suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi bukan merupakan jaminan bahwa perusahaan mampu membayar utang yang sudah jatuh tempo karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan, misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.
Riyanto (1995) dalam Elfianto (2011) menyatakan bahwa bagi perusahaan bukan kredit, current ratio kurang dari 2:1 dianggap kurang baik, sebab apabila aktiva lancar turun misalnya sampai lebih dari 50% maka jumlah aktiva lancarnya tidak akan cukup lagi menutup utang lancarnya. Pedoman current ratio 2 : 1, sebenarnya hanya didasarkan pada prinsip “hati-hati”. Pedoman current ratio 200% bukanlah pedoman mutlak. Rasio-rasio likuiditas adalah sebagai berikut:
Rasio Lancar (Current Ratio)
Current ratio merupakan salah satu rasio finansial yang sering digunakan. Current Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang jangka pendek. Rasio ini menunjukan kesanggupan membayar hutang jangka pendek
22
(Sarwoko dan Halim, 1989), Sedangkan menurut Syamsuddin (2004) current ratio merupakan alat untuk menghitung seberapa kemampuan perusahaan dalam membayar hutang jangka pendeknya dengan aktiva lancar yang tersedia. Selain itu, current ratio menunjukan likuiditas perusahaan yang diukur dengan membandingkan aktiva lancar terhadap hutang lancar atau hutang jangka pendek. Current ratio dapa dirumuskan seperti berikut:
=
%
Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio ini menunjukan bagaimana kemampuan kas perusahaan dalam membiayai hutang jangka pendeknya. Rumus cash ratio dapat dilihat dibawah ini, yaitu:
=
%
Rasio Cepat (Quick Ratio atau Acid-Test Ratio)
Quick Ratio atau Acid-Test Ratio menunjukan likuiditas perusahaan, seperti yang diukur dengan membandingkan aktiva lancar kecuali persediaan terhadap kewajiban jangka pendek atau hutang lancarnya. Rasio ini merupakan rasio likuiditas yang lebih ketat daripada current ratio. Persediaan dianggap aktiva lancar kurang likuid, sebab harus melalui dua tahap untuk menjadi kas (persediaan dijual menjadi piutang, kemudian piutang dikumpulkan baru menjadi kas). Quick
23
Ratio merupakan perbandingan antara aktiva lancar (kecuali persediaan) dengan hutang jangka pendek (Sarwoko dan Halim, 1989). Rumus quick ratio adalah:
−
=
%
Net Working Capital to Total Assets
Rasio ini menunjukan seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dalam membiayai modal kerja bersih yang akan digunakan. Rumus Net Working Capital to Total Assets dapat dilihat dibawah ini, yaitu:
=
−
%
2.2 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam menggunakan sumber dayanya berupa aset. Semakin tinggi rasio ini semakin efisien penggunaan asset dan semakin cepat pengembalian dana dalam bentuk kas. Rasio ini diukur dengan membandingkan penjualan dengan berbagai investasi dalam aktiva. Berdasarkan tingkat aktivitas, modal kerja akan diketahui komposisi elemen aktiva lancar yang efektif dan efisien. Rasio-rasio aktivitas adalah sebagai berikut:
24
Perputaran persediaan (Inventory Turnover)
Perputaran persediaan merupakan perbandingan antara harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan. Rasio ini menunjukan frekuensi perputaran persediaan barang. (Sarwoko dan Halim, 1989). Rasio perputaran persediaan menandakan likuiditas relatif persediaan yang diukur dengan berapa kali penggantian persediaan perusahaan selama tahun tersebut. Menghitung rasio perputaran persediaan digunakan rumus berikut sebagai berikut:
=
−
Dari rasio ini dapat ditentukan berapa lama rata-rata persediaan tersebut ada di gudang (average day’s inventory), yaitu dengan membagi jumlah hari dalam satu tahun dengan angka perputaran persediaan. Rumus untuk menghitung umur rata-rata persediaan adalah sebagai berikut:
−
=
Perputaran Piutang (Account Receivable Turnover)
Rasio perputaran piutang usaha menunjukan seberapa cepat perusahaan menagih kreditnya, yang diukur oleh lamanya waktu piutang dagang ditagih atau perputaran piutang usaha selama tahun tersebut. Rasio perputaran piutang merupakan perbandingan antara penjualan dengan rata-rata piutang. Jika
25
perusahaan mengalami kesulitan pengumpulan uang, piutang perusahaan akan besar dan rasio ini rendah. (Sarwoko dan Halim : 1989). Berikut ini adalah rumus untuk menghitung rasio perputaran piutang:
=
−
Rasio ini dapat menghitung hari rata-rata pengumpulan piutang atau periode penagihan piutang (average day’s collection), yaitu dengan membagi jumlah hari dalam satu tahun dengan angka perputaran piutang. Rmus untuk mengetahui berapa hari periode penagihan piutang adalah sebagai berikut:
=
Perputaran Utang Dagang (Account Payable Turnover)
Pengukuran account payable turnover sama saja dengan pengukuran account receivable turnover. Perhitungan account payable turnover ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali utang dagang perusahaan berputar dalam setahun (Syamsuddin, 2004). Rumus untuk menghitung perputaran piutang dagang yaitu:
=
−
26
Perputaran Total Aktiva (Total Assets Turnover)
Rasio aktivitas ini mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan menghasilkan volume penjualan. (Weston dan Brigham, 2010 dalam Afrinda, 2013). Perputaran total aktiva menunjukan efisiensi perusahaan menggunakan seluruh aktivanya untuk menghasilkan penjualan. Pada umumnya semakin tinggi perputaran aktiva, semakin efisien penggunaan aktiva tersebut. Rumus untuk menghitung perputaran total aktiva, yaitu:
=
Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Assets Turnover)
Rasio penjualan terhadap aktiva tetap memberikan ukuran perputaran dari pada pabrik dan peralatan. (Weston dan Brigham, 2010 dalam Afrinda, 2013). Rumus untuk menghitung perputaran total aktiva tetap, yaitu:
=
Perputaran Aktiva Operasi (Operating Assets Turnover)
Perputaran aktiva operasi merupakan perbandingan antara penjualan dengan aktiva operasi. Rasio ini menunjukan efektif tidaknya pemakaian aktiva. Semakin
27
tinggi rasio ini menunjukan semakin efektif pemakaian aktiva. (Sarwoko dan Halim, 1989). Rumus perputaran aktiva operasi:
= 2.3 Rasio Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Laba sering kali menjadi salah satu ukuran kinerja perusahaan, ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi berarti kinerjanya baik dan sebaliknya. Laba perusahaan selain merupakan indikator kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan prospek perusahaan di masa yang akan datang (Elfianto Nugroho, 2011). Laba juga sering dibandingkan dengan kondisi keuangan lainnya, seperti penjualan, aktiva, dan ekuitas. Perbandingan ini sering disebut rasio profitabilitas. Untuk dapat mengetahui seberapa besar perusahaan mampu menghasilkan laba, maka digunakan suatu analisis rasio keuangan. Penelitian ini menggunakan rasio Return On Asset (ROA), karena ROA merupakan rasio yang menunjukkan keefisiensian perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva. ROA mengukur tingkat pengembalian total aktiva setelah beban bunga dan pajak. Berikut ini merupakan indikator pengukur tingkat profitabilitas perusahaan, yaitu antara lain:
28
Gross profit margin
Gross profit margin atau margin laba kotor digunakan untuk mengetahui keuntungan kotor perusahan yang berasal dari penjualan setiap produknya. Rasio ini sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurut begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien (Elfianto nugroho, 2011). Rumus dari gross profit margin adalah sebagai berikut:
=
(
)
%
Net profit margin
Pengukuran yang lebih spesifik dari rasio profitabilitas yang berkaitan dengan penjualan adalah menggunakan net profit margin atau margin laba bersih. Net profit margin adalah ukuran profitabilitas perusahaan dari penjualan setelah memperhitungkan semua biaya dan pajak penghasilan (Elfianto nugroho, 2011). Rumus dari net profit margin adalah sebagai berikut:
=
%
29
Jika margin laba kotor tidak terlalu banyak berubah sepanjang beberapa tahun tetapi margin laba bersihnya menurun selama periode waktu yang sama, maka hal tersebut mungkin disebabkan karena biaya penjualan, umum, dan administrasi yang terlalu tinggi jika dibandingkan dengan penjualannya, atau adanya tarif pajak yang lebih tinggi. Di sisi lain, jika margin laba kotor turun, hal tersebut mungkin disebabkan karena biaya untuk memproduksi barang meningkat jika dibandingkan dengan penjualannya (James Van Horne dan John M. Wachowicz, 1997 dalam Nugroho 2011).
Berikut ini beberapa perhitungan dalam mencari profitabilitas, antara lain sebagai berikut:
Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) menunjukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang terpenting di antara rasio profitabilitas yang ada. Return On Assets (rasio pengembalian atas total aset) adalah rasio yang memberikan efisiensi operasi perusahaan secara keseluruhan. (Yuliani, 2012). Rumus ROA sebagai berikut:
=
(
)
%
30
Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) menurut Widyanto (1993) dalam Nugroho (2011) merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap penyertaan modal saham sendiri sehingga ROE juga dapat digunakan untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian (presentase) dari saham sendiri yang ditanamkan dalam bisnis. Rumus ROE sebagai berikut:
=
%
2.4 Penggolongan Rasio
Penggolongan rasio menurut Sartono (2010) terdiri dari: 1)Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios) 2)Rasio Aktivitas (Activity Ratios) 3)Rasio Profitabilitas (Profitability Ratios) 4)Rasio Solvabilitas (Solvency Ratios) 5)Rasio Nilai Pasar (Market Ratios) 6) Rasio Pertumbuhan (Growth Ratios) Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio likuiditas dan rasio aktivitas masing-masing yang diukur dengan current ratio, inventory turnover dan account receivable turnover.
31
2.5 Pengaruh current ratio terhadap ROA
Rasio lancar adalah ukuran dari likuiditas jangka pendek, atau perbandingan antara aset lancar dengan kewajiban lancar. Bagi perusahaan, rasio lancar yang tinggi menunjukkan likuiditas, tetapi hal ini juga bisa dikatakan menunjukkan penggunaan kas dan aset jangka pendek secara tidak efisien. Nilai likuiditas yang terlalu tinggi berdampak kurang baik terhadap earning power karena adanya iddle cash atau menunjukkan kelebihan modal kerja yang dibutuhkan, kelebihan ini akan menurunkan kesempatan memperoleh keuntungan (Riyanto,1996 dalam Nugroho, 2011). Sangat dimungkinkan hubungan Current ratio dengan ROA adalah negatif. Semakin tinggi Current ratio maka semakin rendah tingkat ROA, perbandingan terbalik antara profitabilitas dengan likuiditas (Van Horne & Wachowicz, 1997 dalam Nugroho, 2011).
Sebuah perusahaan dalam menjalankan operasinya membutuhkan dana yang sangat besar, baik untuk produksi maupun untuk investasi. Kebutuhan dana ini tidak dapat sepenuhnya dipenuhi menggunakan modal sendiri. Oleh karena itu, perusahaan harus melakukan peminjaman dana ke pihak lain ataupun melakukan penundaan pembayaran beberapa kewajiban. Utang yang dimiliki oleh perusahaan harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak menambah beban bagi perusahaan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kerugian. Rasio utang dalam sebuah laporan keuangan menunjukkan seberapa besar aset yang dibiayai dengan utang. Rasio ini menekankan pada peran penting pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva perusahaan yang didukung oleh
32
pendanaan utang. Perusahaan dapat mencegah terjadinya gagal bayar dengan mengetahui seberapa besar persentase utang yang dimiliki.
Perusahaan yang memiliki rasio lancar yang semakin besar, maka menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Hal ini menunjukkan perusahaan melakukan penempatan dana yang besar pada sisi aktiva lancar. Penempatan dana yang terlalu besar pada sisi aktiva memiliki dua efek yang sangat berlainan. Di satu sisi, likuiditas perusahaan semakin baik namun di sisi lain, perusahaan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan tambahan laba, karena dana yang seharusnya digunakan untuk investasi yang menguntungkan perusahaan, dicadangkan untuk memenuhi likuiditas. Semakin besar rasio ini,semakin besar likuiditas perusahaan. Menurut Van Horne, dan Wachowicz (1997) dalam Nugroho (2011), likuiditas perusahaan berbanding terbalik dengan profitabilitas. Maksudnya, semakin tinggi likuiditas perusahaan maka kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba semakin rendah.
2.6 Pengaruh inventory turnover terhadap ROA
Persediaan merupakan aktiva yang harus dikelola dengan baik, kesalahan dalam pengelolaan akan mengakibatkan komponen aktiva lain menjadi tidak optimal, bahkan bisa mengakibatkan kerugian. Pengelolaan dalam hal memanajemen perputaran persediaan bisa sangat menentukan dalam manajemen kelanjutan aktivitas perusahaan. Menurut Munawir (dalam Nina Sufiana dan Ketut Purnawati, 2013) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan memperkecil resiko terhadap kerugian yang disebabkan karena penurunan
33
harga atau karena perubahan selera konsumen. Hal ini juga akan menghemat ongkos penyimpanan dan pemeliharaan terhadap persediaan tersebut.
Penelitian yang mendukung teori ini adalah Irman Deni (2013) yang menyatakan perputaran persediaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas. Sufiana dan Purnawati (2013), dalam hipotesis penelitiannya membuktikan secara empiris bahwa perputaran persediaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas.
2.7 Pengaruh account receivable turnover terhadap ROA
Piutang merupakan aktiva yang timbul dikarenakan adanya penjualan secara kredit. Perputaran piutang adalah perbandingan antara penjualan dan rata-rata piutang. Perputaran piutang menujukkan usaha untuk mengukur seberapa sering piutang menjadi kas dalam satu periode tertentu. Semakin besarnya jumlah piutang berarti semakin besar pula keuntungan yang diperoleh, namun bersamaan dengan itu juga memperbesar resiko yang mungkin akan terjadi atas likuditasnya.
Perputaran piutang merupakan salah satu bentuk investasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Apabila perputaran piutang dikelola secara efektif dan efisien oleh perusahaan, maka akan menghasilkan laba atau tingkat profitabilitas yang tinggi bagi perusahaan. Ukuran kelancaran perputaran piutang menggambarkan sejauh mana kemampuan perusahaan dalam mengumpulkan piutangnya dan sejauh mana kelancaran pelunasan yang dilakukan oleh konsumen. Semakin besar tingkat perputaran piutang makan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh.
34
2.8 Penelitian Terdahulu
1. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terdapat inkonsistensi hasil penelitian. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdul Raheman dan Mohamed Nasr (2007) disebutkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara likuiditas (current ratio) dengan profitabilitas. Sedangkan penelitian yg dilakukan Dani (2003) menunjukkan bahwa likuiditas (current ratio) memiliki pengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas.
2. Erik Pebrin Naibaho (2013) melakukan penelitian tentang “Pengaruh perputaran piutang dan perputaran persediaan terhadap profitabilitas (studi empiris perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEI tahun 20082012)“. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perputaran piutang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, perputaran persediaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Sedangkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sipangkar (2009) menunjukkan bahwa tingkat perputaran persediaan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap profitabilitas.
3. Mohamad Tejo Suminar meneliti tentang (2015) “Pengaruh perputaran persediaan, perputaran piutang dan perputaran kas terhadap profitabilitas”. Hasil penelitian menyatakan bahwa perputaran persediaan mempunyai pengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA maupun ROE), perputaran piutang berpengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA maupun ROE), sedangkan perputaran kas berpengaruh negatif terhadap (ROA maupun ROE), Sedangkan menurut
35
penelitian Sitanggang (2008) menunjukkan bahwa tingkat perputaran piutang memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap profitabilitas.
4. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nidya afrinda (2013) yang menguji “Analisis pengaruh likuiditas dan solvabilitas terhadap profitabilitas”. Dari penelitian ini menunjukan bahwa current ratio berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return on assets (ROA), Cash ratio berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROA, quick ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, debt to total assets ratio (DAR) dan debt to equity ratio (DER) berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap ROA.