1
BAB I PENDAHULUAN
Bab I berisi beberapa sub bab yang menjelaskan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang menjelaskan alasan peneliti mengambil topik excess cash holdings dan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. Rumusan masalah berisi gap penelitian, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan, tujuan, dan manfaat penelitian secara empiris dan praktis.
1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan manajemen keuangan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan berkaitan dengan dana seperti aktivitas penggunaan dana, perolehan dana, dan pengelolaan aktiva (Brigham dan Houston, 2006). Dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan membutuhkan dana yang dapat bersumber dari pendanaan internal atau eksternal. Pendanaan internal didapatkan dari laba yang ditahan oleh perusahaan yang kemudian dapat digunakan perusahaan untuk menjalankan aktivitas operasinya dan berinvestasi. Pendanaan eksternal diperoleh perusahaan dengan cara menerbitkan utang dan ekuitas. Aktivitas lainnya yang dilakukan oleh perusahaan yaitu yang berhubungan dengan pengelolaan aktiva. Salah satu aktiva yang sangat penting yang dimiliki
2
oleh perusahaan adalah kas. Kas merupakan aktiva yang paling likuid sehingga memberikan fleksibilitas bagi perusahaan untuk dapat melaksanakan kegiatan operasi dan juga berinvestasi ketika terdapat kesempatan investasi (IOS) yang menguntungkan (Opler, et.al., 1999). Kas memberikan manfaat kepada perusahaan karena sifat kas yang likuid sehingga memberikan fleksibilitas bagi perusahaan jika pendanaan eksternal tidak tersedia atau terlalu mahal. Manfaat lainnya dari menahan kas adalah perusahaan dapat menghemat biaya transaksi apabila perusahaan kekurangan aset likuid sehingga perusahaan tidak perlu melikuidasi aset yang ada, menurunkan pembayaran dividen atau mengurangi investasi (Opler, et.al., 1999). Perusahaan yang menahan kas dihadapkan pada trade-off antara biaya dan manfaat dari menahan kas.
Biaya dari menahan kas adalah biaya yang berkaitan dengan
tingkat pengembalian yang rendah jika dibandingkan dengan aktiva lainnya (Mun dan Jang, 2015). Selain itu, menahan kas juga menyebabkan adanya biaya keagenan (Hendrawaty, 2015). Motif-motif perusahaan menahan kas telah dijelaskan oleh Keynes (1936) dan motif tersebut berhubungan dengan manfaat yang dihasilkan dari menahan kas. Ada tiga motif yang dikemukakannya berkaitan dengan alasan perusahaan menahan kas yaitu motif transaksi, motif spekulasi, dan motif berjaga-jaga (precautionary motive). Alasan perusahaan menahan kas berdasarkan motif transaksi adalah kas dapat membantu perusahaan ketika pendanaan eksternal terlalu mahal sehingga perusahaan tidak perlu melikuidasi aset yang ada atau jika perusahaan memiliki pembayaran jatuh tempo. Sedangkan motif berjaga-jaga
3
dimaksudkan ketika perusahaan kekurangan arus kas dan pendanaan eksternal sulit, perusahaan dapat menggunakan aset likuid atau kas untuk beroperasi dan berinvestasi
ketika
perusahaan
memiliki
kesempatan
investasi
yang
menguntungkan. Motif spekulasi adalah motif yang berhubungan dengan mempertahankan aset perusahaan agar tetap likuid guna memperoleh keuntungan dari adanya perubahan harga dari surat berharga atau obligasi.
Perusahaan yang mempunyai tujuan memaksimalkan kekayaan pemegang saham seharusnya menahan tingkat kas yang sesuai antara biaya dan manfaat. Teori yang membahas mengenai hal ini adalah teori trade-off. Teori ini dapat menjelaskan alasan perusahaan menahan kas dilihat dari sisi memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Teori ini berpendapat bahwa tidak adanya jumlah kas yang optimal, tidak ada yang berubah pada perusahaan jika perusahaan memiliki 1 unit mata uang yang didanai dari utang (Opler, et.al., 1999). Teori lain yang dapat menjelaskan alasan perusahaan menahan kas adalah teori pecking order dan teori keagenan. Berdasarkan teori pecking order, perusahaan akan menghindari penerbitan ekuitas karena biaya dari adverse selection yang terlalu mahal (Myers dan Majluf, 1984). Perusahaan lebih senang untuk menahan kas dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan untuk melakukan investasi dan beroperasi. Apabila kas yang dimiliki perusahaan tidak cukup maka perusahaan akan melakukan pendanaan eksternal dengan menerbitkan utang lalu ekuitas. Teori pecking order berpendapat akan terjadi penurunan pada leverage perusahaan jika perusahaan mengakumulasi pendanaan internal dan teori ini sejalan dengan teori trade-off (Opler, et.al., 1999).
4
Teori keagenan dapat menjelaskan mengapa pihak manajer perusahaan menahan kas dari batas optimal yang dibutuhkan perusahaan untuk melakukan operasi dan berinvestasi (Opler, et.al., 1999). Kas berlebih yang dimiliki perusahaan dapat memicu terjadinya konflik keagenan yaitu konflik antara prinsipal (manajer atau pemegang saham mayoritas) dan agen (pemegang saham minoritas). Konflik ini terjadi karena pihak manajemen (perusahaan) dan pemegang saham memiliki preferensi yang berbeda terkait kas. Pemegang saham lebih senang kas yang dimiliki perusahaan diditribusikan sebagai dividen tetapi pihak manajemen perusahaan lebih senang untuk menahan kas di dalam perusahaan (Jensen, 1986). Masalah keagenan yang ditimbulkan dari kas telah menjadi perhatian peneliti terdahulu. Jensen (1986) menyebut masalah keagenan terkait masalah kas yang dimiliki perusahaan sebagai hipotesis arus kas bebas (free-cash flow hypothesis). Manajemen dapat menggunakan kas tersebut untuk mengejar kepentingan pribadi dengan cara mengakuisisi perusahaan yang akan menurunkan nilai perusahaan atau berinvestasi pada proyek dengan net present value (NPV) negatif (Harford, 1999). Situasi dimana perusahaan memiliki kas yang tinggi atau berlebih akan membuat manajer untuk terlibat pada aktivitas yang akan membawa penurunan pada kinerja perusahaan (Martin-Reyna, et.al, 2013). Opler, et.al., (1999) meneliti determinan apa saja yang mempengaruhi alasan perusahaan menahan kas. Hasilnya bahwa alasan perusahaan menahan kas mendukung teori trade-off yaitu terjadi penurunan kas secara signifikan berkaitan dengan ukuran perusahaan (size), leverage, dividen, dan modal kerja bersih (net
5
working capital). Kas perusahaan akan meningkat seiring dengan meningkatnya rasio cash flow-to-asset, rasio pengeluaran modal terhadap aset (capital expenditure-to-assets ratio), volatilitas industri, dan pengeluaran research and development. Peneliti kemudian mengindentifikasi perusahaan yang menahan kas melebihi batas optimal dari determinan menurut teori trade-off dan teori pecking order (Simutin, 2010; Lee dan Powell, 2011). Kas berlebih yang dimiliki perusahaan akan semakin meningkatkan masalah keagenan di dalam perusahaan (Martin-Reyna, et.al, 2013). Kelebihan kas yang dimiliki perusahaan yang tidak lagi berhubungan dengan operasi dan berinvestasi dinamakan excess cash. Penelitian yang menguji mengenai kas berlebih yang dimiliki perusahaan akan menimbulkan masalah keagenan telah dilakukan peneliti sebelumnya. Excess cash didefinisikan sebagai kelebihan kas yang tidak lagi berhubungan dengan kegiatan investasi dan operasi, yang mudah untuk disalahgunakan oleh pihak perusahaan dan dialokasikan secara tidak efisien (Frésard dan Salva, 2010). Fresard dan Salva menyatakan kelebihan kas yang dimiliki perusahaan dapat digunakan oleh insider untuk keuntungan pribadi mereka.
Simutin (2010)
mendefinisikan excess cash sebagai kelebihan kas yang dimiliki perusahaan yang ditentukan oleh karakteristik masing-masing perusahaan. Attig et.al. (2011) mendefinisikan excess cash sebagai cadangan kas yang melebihi tingkat kebutuhan perusahaan dalam pendanaan kegiatan operasi dan juga pendanaan kegiatan investasi yang menguntungkan. Maka, kas berlebih yang ditahan perusahaan dapat menurunkan nilai perusahaan (Hendrawaty, 2015). Tingkat cash
6
holdings normal perusahaan dapat diestimasi dengan menggunakan determinan yang mempengaruhinya. Lee dan Powell (2011) membagi sampel penelitian menjadi transitory yaitu perusahaan yang menahan kelebihan kas hanya selama setahun selama periode penelitian dan persistence, yaitu perusahaan yang menjaga tingkat excess cash selama dua tahun atau lebih. Hasilnya menyatakan bahwa nilai marjinal kas menurun seiring dengan semakin tingginya kas yang dimiliki perusahaan dan semakin lama perusahaan menahan kas. Hal ini sesuai dengan masalah keagenan yang ditimbulkan dari menahan kas berlebih dan terjadi pada perusahaan dalam kelompok persistence. Chen, et.al. (2012) menemukan adanya efek negatif antara interaksi kas perusahaan dengan kas tahun sebelumnya terhadap excess return pada perusahaan di Amerika Serikat selama periode 1988-2009. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tambahan kas pada kas yang sudah berlebih dapat menyebabkan masalah keagenan dalam perusahaan. Azmat (2014) menemukan adanya masalah keagenan yang diakibatkan dari kas yang ditahan oleh perusahaan. Penelitian tersebut menguji pengaruh tingkat kas optimal terhadap nilai perusahaan. Menahan kas menimbulkan biaya dan juga manfaat, maka apabila manfaat dan biaya itu sebanding maka akan ditemukannya tingkat kas optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kas yang menyimpang dari batas optimal akan menimbulkan masalah keagenan dan berdampak negatif terhadap nilai perusahaan. Temuan-temuan penelitian tersebut mendukung adanya masalah keagenan yang diakibatkan kas berlebih (excess cash) yang ditahan oleh perusahaan.
7
Penelitian mengenai dampak excess cash holdings terhadap nilai perusahaan di Indonesia dilakukan oleh Hendrawaty (2015). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara excess cash holdings dan nilai perusahaan. Ini mendukung pernyataan bahwa excess cash menimbulkan masalah keagenan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Mikkelson dan Partch (2003) tidak menemukan adanya masalah keagenan yang diakibatkan adanya excess cash terhadap kinerja operasi. Perusahaan menahan kas untuk mengantisipasi kebutuhan dana untuk beroperasi dan juga kebutuhan investasi di masa depan. Ketika perusahaan menahan kas yang besar perusahaan tidak perlu khawatir akan kekurangan dana dan tidak perlu mendapatkan pendaaan eksternal mengingat pendanaan eksternal terlalu mahal (Myers dan Majluf, 1984). Argumen tersebut dapat diterima jika perusahaan memiliki kesempatan investasi yang menguntungkan. Apabila perusahaan mempunyai kesempatan investasi yang menguntungkan, kas dapat membantu perusahaan untuk berinvestasi sehingga tidak perlu melewatkan kesempatan tersebut (Chen et.al, 2012). Bates, et.al. (2009) menemukan bahwa cash holdings berhubungan positif dengan kesempatan investasi yang artinya perusahaan menahan kas untuk kesempatan investasi yanga akan ditemuinya. Ozkan dan Ozkan (2004) juga menemukan hasil yang sama bahwa cash holdings berhubungan positif dengan pertumbuhan perusahaan dan berhubungan negatif dengan utang bank. Masalah keagenan yang diakibatkan oleh excess cash holdings akan melemah atau tidak berdampak buruk pada perusahaan jika perusahaan memiliki
8
kesempatan investasi yang menguntungkan. Hal ini sesuai dengan temuan Bates, et.al. (2009) bahwa perusahaan menahan kas untuk kesempatan investasi yang akan dihadapi perusahaan sebagai bentuk antisipasi. Degryse dan Jong (2006) menemukan adanya asimetris informasi pada perusahaan dengan kesempatan investasi tinggi yang menyebabkan perusahaan menahan kas. Maka, pada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi yang menguntungkan dan menahan kas masalah yang dihadapi lebih dikarenakan adanya asimetris informasi sehingga masalah keagenan akan lebih lemah pengaruhnya. Kesempatan investasi adalah pilihan kesempatan investasi masa depan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan aktiva perusahaan atau proyek yang memiliki NPV positif Kallapur dan Trombley (2001). Kallapur dan Trombley menyatakan bahwa kesempatan investasi terdiri dari pilihan-pilihan investasi yang dapat diambil atau tidak diambil oleh perusahaan. Kallapur dan Trombley mengatakan bahwa rasio market-to-book yang paling bisa menangkap IOS dari perusahaan. Caroll dan Griffith (2001) berbeda dengan Kallapur dan Trombley, Tobin’s Q banyak digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan yang memiliki proyek dengan NPV positif. Masalah yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia adalah adanya asimetris informasi sebagai akibat dari pasar modal yang belum efisien. Konsekuensi dari adanya asimetris informasi ini akan membuat sumber pendanaan eksternal menjadi mahal (Myers dan Majluf, 1984). La Porta et.al. (1999) menyatakan bahwa ciri negara berkembang adalah adanya kepemilikan terkonsentrasi yang berpusat pada beberapa pemegang saham besar atau mayoritas
9
yang mengendalikan perusahaan. Kepemilikan tersebut biasa disebut dengan kepemilikan piramida (pyramidal structure). Konsekuensi dari adanya struktur kepemilikan yang terkonsentrasi adalah terbentuknya grup bisnis. Grup bisnis merupakan sekelompok perusahaan terdiri dari beberapa entitas legal yang saling terhubung satu dengan lainnya dengan pemegang saham yang saling terhubung (Gonenc, 2009). Bisnis grup dapat memberikan manfaat dengan adanya internal capital market tetapi grup bisnis juga dapat menyebabkan adanya masalah keagenan yang disebabkan oleh ekspropriasi pemegang saham pengendali terhadap pemegang saham minoritas. Grup bisnis dapat bertindak sebagai intermediari antara perusahaan dengan pasar dengan menggunakan internal capital market dan menghindari asimetris informasi, memperoleh skala dan cakupan ekonomi, dan meningkatkan kemampuan negosiasi (Cainelli dan Iacobucci, 2011). Internal capital market menyediakan sumber pendanaan bagi perusahaan afiliasi yang berada pada grup yang sama sehingga jika perusahaan afiliasi mengalami kesulitan keuangan atau pendanaan, grup bisnis dapat mendistribusikan modal (Basu dan Sen, 2014). Pendapat lain menyatakan bahwa grup bisnis dapat menyebabkan adanya masalah keagenan antara pemegang saham mayoritas dan minoritas (tipe keagenan II) (La Porta et.al., 1999). Pemegang saham pengendali atau mayoritas dapat melakukan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Ekspropriasi dapat terjadi ketika adanya transfer sumber daya dari anak perusahaan ke perusahaan induk yang akan digunakan untuk tujuan pribadi. Struktur grup bisnis
10
yang kompleks menyebabkan perusahaan yang lebih besar untuk melakukan ekspropriasi (La Porta et. al., 1999; Morck et. al., 2005 dalam He, et.al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Cai, et.al. (2016) menunjukkan bahwa grup bisnis menahan kas lebih sedikit dibandingkan perusahaan yang tidak dalam grup bisnis. Hasil serupa ditemukan oleh Locorotondo, et.al. (2014) bahwa perusahaan dalam grup bisnis menahan kas lebih rendah yang berarti perusahaan mempunyai akses terhadap internal capital market. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan yang berada pada grup bisnis tidak perlu menahan kas berlebih karena adanya internal capital market. Maka menjadi tidak relevan apabila perusahaan yang berada pada grup bisnis menahan excess cash. Hal ini diduga dapat mengakibatkan masalah keagenan yaitu kas yang dimiliki dapat digunakan untuk kepentingan pribadi. Adanya excess cash pada perusahaan yang berada pada grup bisnis dapat meningkatkan ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Hasil penelitian mengenai pengaruh grup bisnis masih belum jelas (Cai, et.al., 2016). Beberapa penelitian menunjukkan hasil bahwa grup bisnis dapat berpengaruh negatif terhadap kinerja karena adanya ekspropriasi (La Porta et al., 1999; Morck et al., 2005 dalam He, et.al., 2013; Carney, et.al., 2011; Baek, et.al., 2006). Sementara penelitian yang dilakukan oleh Cai, et.al. (2016); Locorotondo, et.al. (2014) mendukung pendapat internal capital market. Adanya masalah keagenan terkait kas dapat merusak nilai perusahaan karena pemegang saham akan menggunakan kas tersebut untuk kepentingan pribadi yang akan merugikan pemegang saham lainnya. Penelitian terdahulu mencoba mencari
11
cara untuk dapat mengurangi masalah keagenan yaitu salah satu caranya dengan utang (Jensen, 1986; Degryse dan Jong, 2006; Hernandez-Canovas, et.al., 2013). Utang dapat menjadi suatu alat untuk mendisiplinkan manajer agar tidak memboroskan kas yang ada. Adanya utang didalam perusahaan akan memaksa manajer untuk menghemat pengeluaran kas untuk membayar kewajiban yang akan jatuh tempo (Hendrawaty, 2015). Perbedaan hasil penelitian tentang pengaruh excess cash terhadap kinerja atau nilai perusahaan masih belum jelas. Hal ini yang mendorong peneliti untuk menguji pengaruh excess cash terhadap nilai perusahaan dengan menambahkan variabel pemoderasi yaitu kesempatan investasi yang diproksikan oleh Tobin’s Q. Variabel kesempatan investasi ditambahkan untuk menguji apakah masalah keagenan akan lebih kuat atau lemah pada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi tinggi (high Q) dengan adanya kas yang berlebih. Grup bisnis sebagai variabel pemoderasi dimasukkan untuk menguji apakah excess cash holdings akan menyebabkan masalah keagenan pada perusahaan grup bisnis yang kemudian akan mempengaruhi nilai perusahaan. Utang juga akan dijadikan variabel pemoderasi untuk menguji apakah utang bisa menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan.
1.2 Masalah Penelitian Hasil penelitian terdahulu menunjukkan rata-rata tingkat kas yang ditahan perusahaan seperti di Amerika tahun 2006 rata-rata cash holdings sebesar 23.2% (Bates, et.al., 2009), di lima negara ASEAN (Malaysia, Filipina, Indonesia,
12
Singapura dan Thailand) dari tahun 2001-2005 sebesar 12% (Lee dan Lee, 2009 dalam Hendrawaty, 2015). Sementara itu, penelitian Hendrawaty (2015) menunjukkan rata-rata kas perusahaan di Indonesia sebesar 9,8% - 13,1% selama tahun 2000 – 2011. Namun, yang menjadi permasalahan dalam penelitian mengenai cash holdings bukan terletak pada besar kecilnya kas yang dimiliki tetapi apakah kas yang ditahan perusahaan berlebihan atau tidak (Hendrawaty, 2015). Maka, penelitian mengenai cash holdings memfokuskan isu pada apakah kas yang ditahan perusahaan berlebihan atau tidak yang kemudian disebut sebagai excess cash holdings. Perbedaan hasil penelitian tentang pengaruh excess cash terhadap kinerja atau nilai perusahaan masih belum jelas. Riset yang dilakukan oleh Mikkelson dan Partch (2003) tidak menemukan masalah keagenan pada perusahaan yang cash holdings-nya tinggi. Namun, Simutin (2010) menemukan bahwa perusahaan yang menahan kas berlebih tidak menghasilkan profitabilitas lebih tinggi. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan berinvestasi lebih banyak tetapi tidak diikuti dengan peningkatan profitabilitas. Masalah keagenan juga ditemukan oleh Lee dan Powell (2011) bahwa nilai marjinal kas menurun seiring dengan semakin tingginya kas yang dimiliki perusahaan dan semakin lama perusahaan menahan kas. Chen, et.al. (2012) menemukan adanya efek negatif antara interaksi perusahaan kas dengan kas tahun sebelumnya terhadap excess return pada perusahaan di Amerika Serikat selama periode 1988-2009. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tambahan kas pada kas yang sudah berlebih dapat
13
menimbulkan masalah keagenan dalam perusahaan. Penelitian mengenai dampak excess cash holdings terhadap nilai perusahaan di Indonesia dilakukan oleh Hendrawaty (2015). Hasilnya menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif antara excess cash holdings dan nilai perusahaan. Ini mendukung pernyataan bahwa excess cash menimbulkan masalah keagenan. Hasil penelitian yang belum konsisten mendorong peneliti untuk menguji pengaruh excess cash terhadap nilai perusahaan dengan menambahkan variabel pemoderasi yaitu kesempatan investasi yang diproksikan oleh Tobin’s Q. Variabel kesempatan investasi ditambahkan untuk menguji masalah keagenan akan melemah pada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi tinggi (high Q). Penelitian mengenai grup bisnis juga belum menghasilkan temuan yang konsisten (Cai, et.al., 2016). Grup bisnis sebagai variabel pemoderasi dimasukkan untuk menguji apakah excess cash akan menyebabkan masalah keagenan pada perusahaan grup bisnis yang kemudian akan mempengaruhi nilai perusahaan. Utang juga akan dijadikan variabel pemoderasi untuk menguji apakah utang bisa menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan.
1.3 Pertanyaan penelitian Adanya masalah keagenan yang ditimbulkan dari adanya excess cash terhadap perusahaan menjadikan peneliti tertarik untuk menguji pengaruhnya. Kesempatan investasi, grup bisnis, dan utang diprediksi akan mempengaruhi hubungan antara excess cash dan nilai perusahaan.
14
Maka, pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah excess cash holdings berpengaruh terhadap nilai perusahaan? 2) Apakah pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan akan semakin kuat atau lemah pada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi tinggi? 3) Apakah pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan akan semakin kuat atau lemah pada perusahaan yang termasuk ke dalam grup bisnis? 4) Apakah pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan akan semakin kuat atau lemah pada perusahaan yang memiliki utang tinggi?
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan pentanyaan penelitian yang diajukan, tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1) Menguji pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan. 2) Menguji pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan akan semakin kuat atau lemah pada perusahaan yang memiliki kesempatan investasi tinggi. 3) Menguji pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan akan semakin kuat atau lemah pada perusahaan yang termasuk ke dalam grup bisnis. 4) Menguji pengaruh excess cash holdings terhadap nilai perusahaan semakin kuat atau lemah pada perusahaan dengan utang tinggi.
15
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat empiris penelitian adalah sebagai berikut: 1) Secara empiris: penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur pada topik excess cash holdings dengan hubungannya pada nilai perusahaan. Penelitian ini diharapkan berkontribusi pada topik penelitian yang mengaitkan antara excess cash hodings dan grup bisnis. 2) Secara praktis: perusahaan dapat mempertimbangkan tingkat kas yang dimiliki yang akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan untuk para investor dapat menambah referensi untuk menjadi suatu acuan dalam mengambil keputusan investasi dengan mempertimbangkan tingkat kas yang dimiliki perusahaan.