BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pasar Modal 2.1.1.1 Pengertian Pasar Modal Pasar modal menurut UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 adalah: “Kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.” Pengertian pasar modal menurut Martalena dan Malinda (2011: 2) adalah: “Pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksadana, instrumen derivatif maupun instrumen lainnya.” Sedangkan pengertian pasar modal menurut Brigham dan Houston (2006:150) yaitu: “Pasar keuangan untuk saham dan utang jangka menengah dan jangka panjang (satu tahun atau lebih lama).” Pasar modal mirip dengan pasar-pasar lain, tempat bertemunya pihak yang berlebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana. Yang membedakan antara pasar modal dengan pasar-pasar yang lain adalah komoditi yang diperdagangkan, dimana yang diperjualbelikan adalah dana-dana jaka panjang. Jika ada orang yang ingin membeli jumlahnya lebih banyak daripada yang ingin menjual, harga akan menjadi lebih
13
tinggi, bila tidak ada seorang pun yang membeli dan banyak yang mau menjual, maka harga akan jatuh (Widiatmodjo, 2009:11). 2.1.1.2 Peranan Pasar Modal Pasar modal memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi. Dibanyak negara, terutama di negara-negara yang menganut sistem ekonomi pasar, pasar modal telah menjadi salah satu sumber kemajuan ekonomi, sebab pasar modal dapat menjadi sumber dana alternatif bagi perusahaan. Walaupun perusahaan-perusahaan tersebut merupakan salah satu agen produksi, yang secara rasional akan membentuk gross domestic product (GDP), tetapi dengan adanya pasar modal akan menunjang peningkatan GDP atau dengan kata lain, berkembangnya pasar modal akan mendorong pula kemajuan ekonomi suatu negara (Widiatmodjo, 2009:12). Menurut Rusdin (2006:2) menjelaskan bahwa pasar modal memiliki beberapa peran dan manfaat, yaitu: 1.
Pasar modal merupakan wahana pengalokasian dana secara efisien.
2.
Pasar modal sebagai alternatif investasi.
3.
Memungkinkan para investor untuk memiliki perusahaan yang sehat dan berprospek baik.
4.
Pelaksanaan manajemen perusahaan secara profesional dan transparan.
5.
Peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
14
2.1.1.3 Instrumen Pasar Modal Menurut Martalena dan Malinda (2011:12) menjelaskan instrumen-instrumen yang terdapat pada pasar modal sebagai berikut: 1.
Saham (Stock) Saham merupakan salah satu instumen pasar keuangan yang paling popoler. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi lain, saham merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik. Saham merupakan tanda penyertaan seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan dan berhak hadir dalam RUPS.
2.
Obligasi (Bond) Obligasi adalah efek yang bersifat hutang jangka panjang. Jenisjenis obligasi terdiri dari obligasi biasa dan obligasi konversi. a.
Obligasi Biasa Obligasi biasa merupakan suatu bentuk hutang jangka panjang yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pihak lain dengan kewajiban membayar bunga setiap periode tertentu dan pokok pinjaman pada akhir periode (jatuh tempo).
b.
Obligasi Konversi Obligasi konversi adalah obligasi yang dapat dikonversikan ke saham obligasi adalah surat berharga yang menunjukan bahwa penerbit obligasi meminjam sejumlah dana kepada masyarakat
15
dan memiliki kewajiban untuk membayar bunga secara berkala, dan kewajiban melunasi pokok hutang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut. 3.
Right Right adalah hak memesan saham terlebih dahulu dengan harga tertentu, diperdagangkan dalam waktu yang sangat singkat (2 minggu).
4.
Waran Waran adalah hak untuk membeli saham baru pada harga tertentu
di
masa
yang
akan
datang.
waran
dapat
diperdagangkan 6 bulan setelah diterbitkan dengan masa berlaku sekitar 3-5 tahun. 5.
Reksadana Reksadana adalah portofolio aset yang dibentuk oleh manajer investasi.
2.1.1.4 Pasar Perdana (Primary Market) Menurut Brigham dan Houston (2006:150) pasar perdana yaitu: “Pasar dimana perusahaan mendapatkan modalnya dengan menerbitkan sekuritas-sekuritas baru.” Sedangkan menurut Jones (2007: 83) pasar primer yaitu: “The market for new issues of securities, typically involving investment bankers.”
16
Pasar perdana merupakan tempat transaksi surat berharga diperjualbelikan pertama kalinya yang dilakukan investor atau tempat transaksi penjualan surat berharga pertama kalinya yang dilakukan perusahaan. Harga saham yang terbentuk di pasar perdana merupakan harga kesepakatan antara perusahaan dengan underwriter. Dengan kata lain investor tidak bisa melakukan penawaran di pasar perdana. Pada pasar ini investor melakukan transaksi pembelian langsung dengan emiten yang mengeluarkan saham melalui pialang sebagai perantara atau yang biasa disebut underwriter. Menurut Ross, Wasterfield dan Jaffe (2010:617) terdapat dua jenis pasar perdana dalam penerbitan sekuritas baru, yakni initial public offering (IPO) dan seasoned new issues atau seasoned equity offerings (SEO) (disebut juga right issue). IPO terjadi untuk perusahaan yang baru pertama kali menerbitkan dan menjual sekuritasnya ke publik atau belum mempunyai sekuritas yang beredar di pasar modal. Sedangkan SEO terjadi jika perusahaan sebelumnya telah menerbitkan sekuritas dan sekuritas itu masih beredar atau diperdagangkan di pasar modal. 2.1.1.5 Pasar Sekunder (Secondary Market) Pengertian pasar sekunder menurut Jones (2007:86) adalah: “Market
where existing
securities are
traded
among
investors.” Pengertian pasar sekunder menurut Brigham dan Houston (2006:150) adalah: “Pasar dimana sekuritas dan aktiva-aktiva keuangan lainnya diperdagangkan di antara para investor setelah diterbitkan oleh perusahaan.” Pasar sekunder merupakan pasar yang sudah tidak ada kaitannya lagi langsung dengan emiten yang sebelumnya ada di pasar
17
primer. Walaupun demikian, tetap saja emiten harus tetap menjaga harga saham di pasar sekunder karena jika kinerja suatu emiten merosot maka tentu saja harga saham di pasar sekunder juga akan menurun. 2.1.2 Penawaran Umum Perdana/Initial Public Offering (IPO) 2.1.2.1 Pengertian Penawaran Umum Perdana/Initial Public Offering (IPO) Menurut UU Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 penawaran umum perdana adalah: “Kegiatan penawaran Efek oleh Emiten kepada masyarakat pemodal berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undangundang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.” Penawaran umum menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:58) adalah: “Kegiatan penawaran saham atau efek lainnya yang dilakukan oleh emiten (perusahaan yang akan go public) untuk menjual saham atau efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang di atur oleh undang-undang yang mengatur tentang pasar modal dan peraturan pelaksanaannya.” Penawaran umum perdana merupakan kegiatan corporate action pertama kali yang dilakukan perusahaan untuk menjual saham kepemilikan ke publik atau masyarakat luas atau dalam hal ini disebut investor. Melalui penawaran umum perdana ini, status perusahaan berubah yang semula perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka. 2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Initial Public Offering Penawaran umum perdana merupakan kegiatan yang mudah dalam hal mendapatkan dana, namun penawaran umum juga melibatkan proses yang rumit dan memerlukan persiapan yang matang. Terlebih lagi adanya biaya yang harus dikeluarkan emiten, maka dari itu perlunya pertimbangan emiten sebelum melakukan penawaran umum perdana. 18
Terdapat kelebihan penawaran umum perdana menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:61) yaitu: 1.
Dapat memperoleh dana yang relatif besar dan diterima sekaligus (tidak dengan termin-termin).
2.
Biaya go public relatif murah.
3.
Proses relatif mudah.
4.
Pembagian dividen berdasarkan keuntungan.
5.
Penyertaan masyarakat biasanya tidak masuk dalam manajemen.
6.
Perusahaan dituntut lebih terbuka, sehingga hal ini dapat memacu perusahaan untuk meningkatkan profesionalisme.
7.
Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta memiliki
saham
perusahaan,
sehingga
dapat
mengurangi
kesenjangan sosial. 8.
Emiten akan lebih dikenal masyarakat (go public merupakan media promosi) secara gratis.
9.
Memberikan kesempatan bagi koperasi dan karyawan perusahaan untuk membeli saham. Sedangkan terdapat kerugian penawaran umum perdana menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:62), yaitu:
1.
Keharusan untuk melakukan keterbukaan (full disclosure).
2.
Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan Pasar Modal mengenai kewajiban pelaporan.
3.
Gaya manajemen perusahaan berubah dari informal menjadi formal.
4.
Kewajiban membayar dividen bila perusahaan mendapatkan laba.
5.
Senantiasa berusaha untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan perusahaan.
19
2.1.2.3 Prosedur Initial Public Offering Menurut
Martalena
dan
Malinda
(2011:22),
proses
penawaran umum saham dapat dikelompokkan menjadi empat tahapan berikut: 1.
Tahap Persiapan Tahapan
ini
merupakan
tahapan
awal
dalam
rangka
mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penawaran umum. Pada tahap yang paling awal, perusahaan yang akan menerbitkan saham terlebih dahulu melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk meminta persetujuan para pemegang saham dalam rangka penawaran umum saham. setelah mendapat persetujuan, selanjutnya emiten melakukan penunjukan penjamin emisi serta lembaga dan profesi penunjang pasar, yaitu: a.
Penjamin Emisi (underwriter), merupakan pihak yang paling banyak keterlibatannya dalam membantu emiten dalam rangka penerbitan saham. kegiatan yang dilakukan penjamin emisi, antara lain menyiapkan berbagai dokumen, membantu menyiapkan prospektus, dan memberikan penjaminan atas penerbitan.
b.
Akuntan Publik (auditor independen), bertugas melakukan audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan calon emiten.
c.
Konsultan Hukum untuk memberikan pendapat dari segi hukum (legal opinion).
d.
Notaris untuk membuat akta-akta perubahan anggaran dasar, akta perjanjian-perjanjian dalam rangka penawaran umum dan juga notulen-notulen rapat.
2.
Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran Pada tahap ini, dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung calon emiten menyampaikan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal hingga Bapepam menyatakan pernyataan pendaftaran menjadi efektif.
20
3.
Tahap Penawaran Saham Tahapan ini merupakan tahapan utama karena pada waktu inilah emiten menawarkan saham kepada masyarakat investor. Investor dapat membeli saham tersebut melalui agen-agen penjual yang telah ditunjuk. Masa penawaran sekurang-kurangnya 3 hari kerja. Perlu diingat pula bahwa tidak seluruh keinginan investor terpenuhi dalam tahapan ini.
4.
Tahap Pencatatan Saham di Bursa Efek Setelah selesai penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek. Di Indonesia, saham dapat dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham yang dicatatkan di BEI dibagi atas 2 papan pancatatan, yaitu Papan Utama dan Papan Pengembangan dimana penempatan dari emiten dan calon emiten yang di setujui pencatatannya didasarkan pada pemenuhan persyaratan pencatatan awal pada masing-masing papan pencatatan.
2.1.3 Saham 2.1.3.1 Pengertian Saham Saham adalah salah satu surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal. Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:5) saham yaitu: “Sebagai tanda pernyetaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut.” 2.1.3.2 Jenis-jenis Saham Menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:6) terdapat dua jenis saham, antara lain:
21
1.
Saham Biasa (Common Stock) Saham
biasa
yaitu
merupakan
saham
yang
mendapatkan
pemiliknya paling junior terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusahaan apabila perusahaan tersebut dilikuidasi. 2.
Saham Preferen (Preferred Stock) Saham preferen merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi dan saham biasa. Karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi), tetapi juga bisa mendatangkan hasil seperti yang dikehendaki investor.
2.1.3.3 Keuntungan dan Risiko Saham Menurut Martalena dan Malinda (2011:13) pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh investor dengan membeli atau memiliki saham, yaitu: 1.
Dividen Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan
dan
berasal
dari
keuntungan
yang
dihasilkan
perusahaan. Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama, yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. 2.
Capital Gain Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Sedangkan risiko dari saham menurut Martalena dan
Malinda (2011:14), antara lain:
22
1.
Capital Loss Merupakan kebalikan dari capital gain, yaitu suatu kondisi dimana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli.
2.
Risiko Likuidasi Perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh pengadilan atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini, hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut. Kondisi ini merupakan risiko terberat dari pemegang saham. Untuk itu, seorang pemegang saham
di
tuntut
untuk
secara
terus
menerus
mengikuti
perkembangan perusahaan. 2.1.4 Underpricing 2.1.4.1 Pengertian Underpricing Menurut Manurung (2013) underpricing yaitu: “Bila harga IPO saham lebih rendah dari harga penutupan saham pada hari pertama diperdagangkan maka harga IPO saham tersebut disebutkan underpricing.” =
−
Dimana: R
= Tingkat Underpricing = Harga saham pada penutupan hari pertama = Harga IPO
23
Saham pertama kali diperdagangkan melalui pasar perdana. Berbeda dengan pasar sekunder, harga penawaran di pasar perdana tidak
melalui
mekanisme penawaran dan
permintaan.
Karena
berlakunya mekanisme permintaan dan penawaran, maka biasanya akan terjadi penurunan atau bahkan kenaikan harga dari harga saham sebelumnya di pasar perdana. Jika kondisi harga di pasar sekunder lebih tinggi dibandingkan harga di masa penawaran umum, maka hal itu disebut dengan underpricing. namun jika sebaliknya maka fenomena tersebut disebut overpricing. Underpricing yang terjadi merupakan suatu kerugian untuk perusahaan, karena penghimpunan dana dari IPO tidak maksimal. Padahal tujuan dari penghimpunan dana dari IPO tersebut adalah untuk mendapatkan modal jangka panjang yang sangat berguna untuk mengembangkan perusahaan, membayar hutang dan tujuan lainnya (Wahyusari, 2013). 2.1.4.2 Tinjauan Literatur Underpricing Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa teori mengenai underpricing yaitu: 1.
Informasi Asimetris Kebanyakan teori yang menjelaskan Harga Penawaran Perdana (IPO) yang underpriced didasarkan pada asumsi bahwa terjadi perbedaan informasi antara berbagai pihak terhadap nilai saham yang baru tersebut. Salah satu dari teori tersebut menganggap bahwa underwriter secara signifikan mempunyai informasi yang lebih baik daripada issuer [(Baron dan Holmstrom, (1980) dalam Ronni 2003)]. Oleh karena itu underwriter memiliki informasi yang lebih lengkap, underwriter akan mampu meyakinkan issuer bahwa harga yang rendah lebih baik jika issuer tidak pasti terhadap nilai sahamnya sendiri. Perspektif ini didasarkan pada anggapan
24
bahwa meskipun issuer mengetahui lebih banyak karakteristik survei pasar, melakukan investigasi terhadap issuer, mendapatkan informasi dari issuer dan juga punya pengalaman dalam pengeluaran saham baru [(Ibbotson, Sindelar, Ritter, (1988) dalam Ronni (2003)]. 2.
Tulah Bagi Pemenang (Winner’s Curse) Penjelasan lain dari Underpricing dikembanglan oleh [Rock (1986) dalam Ronni (2003)], yang dikenal sebagai istilah “Winner’s Curse” ini menekankan adanya informasi asimetris diantara investor potensial. Menurut pandangan ini, beberapa investor (informed investor) mempunyai akses informasi mengetahui berapa sesungguhnya nilai saham yang akan dikeluarkan. Investor lainnya (uninformed investor) tidak mengetahui karena sangat sulit atau mahal untuk mendapatkan informasi tersebut. Underwriter diasumsikan tidak mengetahui dengan pasti nilai saham tersebut. Underwriter (sekaligus issuer) melakukan kesalahan acak (random error) dalam penetapan harga: beberapa saham ditetapkan overvalued dan lainnya undervalued. Investor yang punya informasi akan membeli saham yang tidak punya informasi sulit mendapatkan saham undervalued, karenanya akan mendapatkan return yang lebih kecil. Karena issuer harus terus menerus menarik investor yang tidak mendapatkan informasi seperti investor yang punya informasi, maka rata-rata harga saham baru tersebut harus underpriced agar investor yang tidak punya informasi tersebut mendapatkan return yang memadai [(Rock, 1986) dalam Ronni (2003)].
3.
Tradisional Selain teori underpricing IPO yang berdasarkan informasi asimetris ada juga penjelasan tradisional yang diberikan [Ibbotson (1975) dalam Ronni (2003)] antara lain:
25
a. Undang-undang membuat underwriter menetapkan harga perdana dibawah harga yang diharapkan (walaupun pada kenyataannya tidak semua negara secara eksplisit menetapkan ini). b. Terjadi kolusi diantara para underwriter dengan menetapkan kondisi underpriced, hal yang seharusnya tidak boleh terjadi, untuk mengeksplotasi issuer yang tidak berpengalaman dan menyenangkan investor. c. Saham yang underpriced meninggalkan kesan yang baik terhadap investor sehingga apada waktu berikutnya, saham baru yang dikeluarkan dapat dijual pada harga yang lebih menarik. d. “Firm
Commitment”
membuat
Underwriter
mencoba
mengurangi resiko dengan cara underpriced saham perdana untuk mengkompensasinya. Pada situasi ini, investor jelas akan mendapat keuntungan dn mau membeli saham tersebut untuk mendapatkan keuntungan. e. Proses underwriting biasanya memasukkan unsur underpricing dalam IPO, kondisi ini terjadi karena kebiasaan/tradisi atau berdasarkan perjanjian yang disepakati antara issuer dan underwriter. f. Perusahaan yang mengeluarkan saham (issuer) dan underwriter menganggap bahwa underpricing merupakan bentuk jaminan terhadap tuntutan hukum. SEC Act of 1993 memberlakukan Civil Liability Act pada situasi atau kasus misinformasi yang dilakukan issuer dan underwriter. 4.
Signalling Equilibrium Phenomenon Teori yang lainnya dalam menjelaskan underpricing IPO adalah sebagai Signaling Equilibrium Phenomenon [Allen dan Faulhaber (1989); Grinbalt dan Hwang (1989); dan Welch (1989) dalam Ronni (2003)]. Dasar fundamental dari teori ini adalah perusahaan yang baik atau bagus dapat memberikan signal (tanda) tentang tipe
26
atau kondisi perusahaannya yang jelek atau buruk tidak mau melakukan underpricing adalah asumsi bahwa keuntungan masa datang dari underpricing IPO lebih besar dari kerugiannya. 2.1.5 Penjamin Emisi Efek/Underwriter Perusahaan dapat saja menerbitkan efeknya tanpa menggunakan jasa penjaminan emisi (underwriter) namun demikian karena prosesnya begitu rumit dan untuk itu diperlukan pengetahuan yang sangat spesifik, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan tidak mungkin memasuki pasar modal tanpa bantuan penjamin emisi. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:49) underwriter adalah penjamin emisi bagi setiap perusahaan yang akan menerbitkan sahamnya di pasar modal. Perusahaan dalam menjalankan kegiatan penawaran umum ingin mendapatkan hasil yang maksimal agar tujuannya dapat terpenuhi. Banyak risiko yang mungkin akan dihadapi perusahaan seperti tidak terjualnya saham yang dijual, turunnya harga saham di bursa akibat harga di pasar perdana yang terlalu tinggi. Maka meskipun perusahaan memiliki tim yang terdiri dari pada konsultan ahli dengan keterampilan dan kemampuan untuk memberikan advice dalam proses penawaran umum perdana, namun tetap saja underwriter yang memiliki peran besar dalam proses penawaran umum. Menurut Sitompul (2000:72) mengemukakan terdapat keahlian yang setidaknya harus dimiliki underwriter, antara lain: 1. Pengalaman dalam pemasaran, hal ini diperlukan dalam menyusun struktur penawaran, dan membentuk sindikasi dengan para penjamin emisi dan para broker (agen penjualan) untuk mendukung penawaran efek perusahaan setelah proses pendaftaran. 2. Pengetahuan yang luas, underwriter diharuskan mempunyai pengetahuan yang luas tentang kondisi pasar dan berbagai tipe investor (pemodal).
27
3. Berpengalaman dalam penetapan harga penawaran efek, dengan demikian dapat membuat perusahaan menjadi kelihatan menarik (attractive) dan juga menghasilkan keuntungan yang cukup bagi investor. 4. Kemampuan memberi dukungan, underwriter yang baik harus mempunyai kemampuan untuk membantu perusahaan dalam penawaran efek selanjutnya. 5. Memiliki bagian riset dan pengembangan dengan ruang lingkup kerjanya untuk
menganalisis
perusahaan
kliennya,
pesaing
pasar
dan
juga
perekonomian secara mikro dan makro. Menurut Rusdin (2006:38) pada umumnya terdapat empat macam tipe penjamin emisi, yaitu: 1.
Kesanggupan Penuh (Full/Firm Commitment) Penjamin model ini mengambil risiko penuh. Penjamin emisi menyatakan kesanggupan penuh (full commitment). Dalam hal saham/ obligasi terjual sebagian maupun seluruhnya, penjamin emisi akan membeli seluruh saham/obligasi yang tidak laku itu dengan harga yang sama dengan harga penawaran kepada pemodal secara umum.
2.
Kesanggupan Terbaik (Best Efforts Commitment) Kesanggupan model ini hanya menuntut penjaminan emisi agar berusaha sebaik mungkin menjual banyak/semuanya laku saham/obligasi emiten. Bila pada akhir masa penjualan masih ada saham/obligasi yang tidak laku, saham/obligasi itu akan dikembalikan kepada emiten. Tidak ada kewajiban bagi penjamin emisi untuk membeli saham-saham yang tidak laku itu.
3.
Kesanggupan Siaga (Standby Commitment) Menurut kesanggupan siaga ini, bila ada saham/obligasi yang tidak laku sampai batas waktu penjualan yang telah ditentukan, penjamin emisi akan bersedia pula membeli saham/obligasi yang tidak laku itu. Hanya saja harga pembelian oleh penjamin emisi itu tidak sama dengan harga penawaran umum.
28
4.
Kesanggupan Semua atau Tidak Sama Sekali (All of None Commitment) Penjamin emisi akan berusaha menjual saham/obligasi emiten sampai laku semua. Bila saham/obligasi yang ditawarkan itu tidak laku semua, maka saham/obligasi yang telah dipesan oleh pemodal, transaksi dibatalkan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan data yang didapat dari IDX
Statistic yang mana sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ihsany (2013) dengan menggunakan data frekuensi perdagangan saham, melalui pehitungan:
=
penjualan penjualan keseluruhan
2.1.6 Return On Equity (ROE) Return on equity (ROE) merupakan salah satu ukuran profitabilitas yang digunakan investor dalam pembelian saham karena menujukkan laba setelah pajak yang dihasilkan dengan jumlah modal yang ditanamkan emiten. Pengertian ROE menurut Horne dan Wachowicz (2012) adalah: “Mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku pemegang saham.”
ROE =
Laba neto setelah pajak Ekuitas pemegang saham
Dengan demikian, semakin besar persentase ROE menunjukkan efektifitas kemampuan perusahaan dalam mengolah dana yang ditanam atau dalam hal ini modal sendiri baik sehingga menghasilkan laba yang tinggi.
29
2.1.7 Return On Assets (ROA) Return on assets (ROA) merupakan salah satu alat ukur profitabilitas lainnya
yang
digunakan
investor
dalam
pembelian
saham
karena
menunjukkan laba yang dihasilkan dengan jumlah aset yang dimiliki perusahaan. Menurut Wahyusari (2013) ROA adalah: “Rasio digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan
keuntungan
dengan
memanfaatkan
aktiva
yang
dimilikinya.” =
Laba Bersih Setelah Pajak Total Aktiva
Semakin tinggi persentase ROA suatu perusahaan mencerminkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam mengelola efektifitas pengelolaan operasional dan menghasilkan laba. 2.1.8 Ukuran Perusahaan (Firm Size) Menurut Yasa (2008) ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset perusahaan akan mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan tersebut. Ukuran perusahaan menunjukkan seberapa besar perusahaan dan dapat dikenal masyarakat. Ukuran Perusahaan = Log Total Assets 2.1.9 Hubungan Reputasi Underwriter terhadap Underpricing Underwriter adalah lembaga swasta atau BUMN yang menjembatani kepentingan emiten dan investor yakni menjadi penanggung jawab atas terjualnya efek emiten kepada investor. Masalah penetapan harga saham yang ditawarkan kepada calon pembeli merupakan perkerjaan yang tidak mudah karena rentannya kesalahan kecil yang terjadi saat IPO dapat menyebabkan
30
kegagalan IPO. Harga jual yang terlalu mahal akan menyebabkan sekuritas tidak laku. Sebaliknya, harga yang terlalu murah akan menyebabkan perusahaan mengalami oppurtunity loss (Hapsari dan Mahfud, 2012). Seringkali underwriter menekan harga saham perdana karena adanya risiko yang ditanggung apabila jumlah saham tidak terjual di pasar. 2.1.10 Hubungan Return On Equity (ROE) terhadap Underpricing Menurut Yolana dan Martani (2005) dalam Hapsari dan Mahfud (2012) Return on equity (ROE) merupakan rasio perbandingan antara net income dengan total equity. Pertimbangan menggunakan variabel ROE karena kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa mendatang merupakan indikator dan pemberian informasi kepada pihak luar mengenai keberhasilan efektifitas operasi perusahaan sehingga dapat mengurangi ketidakpastian terhadap perusahaan tersebut dan mengurangi underpricing. 2.1.11 Hubungan Return On Assets (ROA) terhadap Underpricing Return on Assets (ROA) merupakan suatu rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk mendapatkan laba. ROA juga merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dipergunakan investor dalam keputusan investasi (Saputra dan Wardoyo, 2008). ROA memberikan informasi mengenai efektifitas operasional perusahaan dalam mengelola aset yang dimiliki sehingga mengurangi ketidakpastian. 2.1.12 Hubungan Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing Ukuran perusahaan menggunakan proksi jumlah total aset sebagai penilaian. Perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang tinggi di anggap mampu bertahan dalam waktu yang lama. Kebanyakan investor lebih memilih untuk menginvestasikan modalnya di perusahaan yang memiliki ukuran perusahaan yang tinggi, karena investor menganggap perusahaan bisa
31
mengembalikan modalnya dan investor akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula.
2.2 Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya memiliki empat pilar utama yang harus diemban bersamaan agar tujuan perusahaan tercapai dengan efektif dan tepat. Salah satu pilar tersebut adalah manajemen keuangan. Menurut Harjito (2010:4) menjelaskan pengertian manajemen keuangan sebagai berikut: “Manajemen keuangan (financial management), atau dalam literatur lain disebut pembelanjaan adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunakan dana dan mengelola aset sesuai dengan tujuan perusahaan secara menyeluruh.” Manajemen keuangan memiliki tiga fungsi pokok yaitu keputusan investasi, dividen, dan pendanaan. Keputusan pendanaan merupakan fungsi utama yang harus diperhatikan perusahaan karena berkaitan dengan bagaimana perusahaan dapat memperoleh, mengalokasikan hingga mengolah dana sehingga kebutuhan modal kerja dapat terpenuhi. Menurut Kasmir (2010) keputusan pendanaan yaitu: “Manajer keuangan harus mampu berinteraksi dengan eksekutif lain dan bersama-sama merencanakan kegiatan apa saja yang harus dilakukan untuk ke depan.” Pendanaan tersebut dapat dipenuhi dengan dua alternatif yaitu sumber dana yang berasal dari sisi debt capital yakni hutang dan sumber dana yang berasal dari equity capital yakni modal sendiri. Hutang merupakan alternatif sumber dana yang biasa terpikirkan pertama kali oleh perusahaan dalam pendanaan. Dengan adanya hutang, perusahaan dapat memperkecil pembayaran biaya pajak akibat adanya pembayaran biaya bunga terlebih dahulu didalam laporan laba/rugi. Namun, menurut Arifin (2005) semakin besar beban tetap (biaya bunga) yang harus dikeluarkan perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang mengarah ke arah kebangkrutan. Ketika
32
perusahaan bangkrut maka manajer akan kehilangan pekerjaan dan prospek kariernya menjadi buruk sementara itu pemegang saham pada umumnya akan kehilangan seluruh uangnya yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Alternatif sumber dana lainnya adalah dengan modal sendiri. Pengertian modal sendiri menurut Wolk et. Al (1989:679) dalam Rusdin (2006:58) adalah: “Owners equity is defined as stockholders residual interest in the net assets of the firm.” Sebagai pemilik-pemilik sebelumnya (founders), tidak semua pemilik lama berkenan untuk menambah uangnya sebagai tambahan investasi yang akan digunakan untuk
kegiatan
perusahaan
dikarenakan
adanya
keterbatasan
kemampuan pemilik dalam pemenuhan dana. Maka dari keadaan tersebut muncul sebuah gagasan pendanaan modal dengan cara menerbitkan saham ke berbagai pihak (masyarakat) di pasar modal yang disebut go public. Kegiatan perusahaan melakukan penerbitan saham ke berbagai pihak (masyarakat) pertama kali disebut dengan Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO). IPO merupakan pendanaan yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah. Salah satu komoditi yang diperjualbelikan dalam kegiatan IPO adalah saham. Saham merupakan suatu bukti kepemilikan seseorang atau badan terhadap suatu perusahaan. Salah satu jenis saham tersebut adalah saham biasa. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:68) saham biasa yaitu: “Jenis Efek yang paling sering dipergunakan oleh emiten untuk memperoleh dana dar masyarakat dan juga merupakan jenis yang paling populer di Pasar Modal.” Namun, IPO juga bukan tanpa kelemahan menurut Darmadji dan Fakhruddin (2012:62), yaitu: (1) Keharusan untuk melakukan keterbukaan (full disclosure); (2) Keharusan untuk mengikuti peraturan-peraturan Pasar Modal mengenai kewajiban pelaporan; (3) Gaya manajemen perusahaan berubah dari
33
informal menjadi formal; (4) Kewajiban membayar dividen bila perusahaan mendapatkan laba; (5) Senantiasa berusaha untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan perusahaan. Pada kenyataannya tidak semua corporate action ini dapat membuahkan hasil yang diinginkan. Sebagai pihak yang membutuhkan dana, maka kesempatan IPO digunakan sebagai sarana penunjang untuk mendapatkan dana sebanyakbanyaknya melalui penawaran harga saham yang tinggi. Tetapi, sebagai pihak pembeli yaitu investor agar tertarik untuk melakukan pembelian saham, maka harga saham tersebut harus mencerminkan nilai perusahaan. Maka dari itu, perusahaan dituntut untuk memiliki kinerja keuangan yang baik sebagai cerminan apakah perusahaan tersebut mampu mengalokasi dan mengelola sumber dananya. Menurut Habib (2008:91): “Kinerja keuangan adalah suatu hasil yang dicapai oleh perusahaan atas berbagai aktivitas yang dilakukan dalam menggunakan sumber keuangan yang tersedia dan dapat dilihat dari laporan keuangan dan analisis rasio keuangan.” Faktor yang digunakan adalah reputasi underwriter, return on equity (ROE) return on assets (ROA), dan ukuran perusahaan dalam mengukur bagaimana pengaruh underpricing. Underpricing menurut Manurung (2013) yaitu: “Bila harga IPO saham lebih rendah dari harga penutupan saham pada hari pertama diperdagangkan maka harga IPO saham tersebut disebutkan underpricing.” Underwriter pihak yang digunakan perusahaan untuk membantu proses penawaran perdana agar berjalan dengan baik. Menurut Fahmi dan Hadi (2009: 49): “Underwriter adalah penjamin emisi bagi setiap perusahaan yang akan menerbitkan sahamnya di pasar modal.”
34
Penelitian yang dilakukan Kristiantari (2013), Risqi dan Harto (2013), Junaeni dan Agustian (2013), Yasa (2008), dan Yustisia dan Roza (2012) menyebutkan bahwa reputasi underwriter berpengaruh terhadap underpricing. Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi adalah return on equity (ROE). Menurut Horne dan Wachowicz (2012) ROE adalah: “Mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku pemegang saham.” Hasil penelitian yang dilakukan Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013), Hapsari dan Mahfud (2012) menunjukkan bahwa variabel ROE memiliki pengaruh terhadap underpricing. Profitabilitas lainnya yang diukur adalah return on assets (ROA). Menurut Wahyusari (2013) ROA adalah: “Rasio digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya.” Penelitian yang dilakukan oleh Yasa (2008), dan Saputra dan Wardoyo (2008) menunjukkan bahwa variabel ROA memiliki pengaruh terhadap underpricing. Ukuran perusahaan juga menentukan keberhasilan perusahaan dalam kegiatan IPO. Menurut Yasa (2008): “Ukuran perusahaan menunjukkan jumlah total aset yang dimiliki perusahaan.” Penelitian yang dilakukan oleh Kristiantari (2013), Retnowati (2013), Hapsari dan Mahfud (2012), Risqi dan Harto (2013), dan Putra dan Damayanthi (2013) menunjukkan hasil bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh terhadap underpricing.
35
Para pemilik perusahaan menginginkan agar meminimalisasikan situasi underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran dari pemilik kepada para investor [Beatty (1989) dalam Retnowati (2013)].
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Saat IPO No
Nama Peneliti
1
Judul Penelitian
Indita A. Analisis FaktorRisqi & Faktor
Tahun
Variabel yang
Terbit
Digunakan
2013
Yang
Underwriter, Auditor,
Hasil Penelitian Hanya
variabel
ROE, Underwriter dan Ukuran
Puji
Mempengaruhi
Leverage, Umur Perusahaan
Harto
Underpricing
Perusahaan,
mempengaruhi
Ketika IPO Di
Ukuran
Underpricing.
BEI
Perusahaan, Jenis
yang
Industri 2
Roni
Analisis Faktor-
Indra S. Faktor
Yang
2008
Underwriter,
Hanya
variabel
Auditor,
DER, yang
& Paulus Mempengaruhi
ROA,
Umur Underpricing.
Wardoyo
Perusahaan
Tingkat Underpricing Pada Perusahaan Yang Melakukan IPO
Periode
2003-2007
Di
BEI
36
ROA
mempengaruhi
No
Nama Peneliti
3
Venantia
Judul Penelitian Analisis Faktor-
Anitya H Faktor &
Tahun
Variabel yang
Terbit
Digunakan
2012
Yang
Underwriter,
Hasil Penelitian Hanya variabel Current
Auditor, Current Ratio dan EPS yang tidak
M. Mempengaruhi
Ratio, EPS, ROE, mempengaruhi
Kholiq
Underpricing
Ukuran
Mahfud
Saham
Perusahaan
Pada
Underpricing.
Penawaran Umum Di
Perdana
BEI
2008-
Made
Pengaruh
Size,
Agus
ROA
Mahendr
Financial
2010 4
2013
Dan
a P. & Leverage
Hanya variabel Ukuran
Perusahaan,
perusahaan
ROA, Leverage
mempengaruhi
Pada
Eka
Tingkat
Damaya
Underpricing
nthi
Penawaran Saham
Ukuran
yang
underpricing.
Perdana
Di BEI 5
Natali
Faktor-Faktor
Yutisia
Yang
Auditor,
&
Mempengaruhi
Skala Perusahaan, mempengaruhi
Mailana
Tingkat
Persentase
Roza
Underpricing
Penawaran
Saham
Saham
Perdana
2012
Underwriter,
Pada Perusahaan Non
Keuangan
Go Public
37
Hanya
variabel
ROE, perusahaan Underpricing.
Skala yang
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian
Perusahaan
Manajemen
Kinerja
Nilai Perusahaan
Keuangan
Financial
Investment
Modal
Dividend
IPO
Saham Biasa
Sendiri
Underpricing
Pinjaman Underwriter
ROE
ROA
Ukuran Perusahaan
Dari uraian di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: Ha
: Terdapat Pengaruh Reputasi Underwriter, ROE, ROA dan Ukuran Perusahaan terhadap Underpricing baik secara simultan maupun parsial
38