BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Teori Signal (Signalling Theory) Menurut Brigham dan Houston (2007) isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang diambil perusahaan untuk memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan merupakan hal yang penting, karena berpengaruh terhadap keputusan investasi bagi pihak luar perusahaan yang pada hakikatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran, baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup perusahaan dan bagaimana efeknya terhadap perusahaan. Signalling Theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai profil perusahaan dan prospek yang akan datang dibandingkan pihak luar (investor dan kreditur). Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Asimetri informasi perlu diminimalkan agar
10
11
informasi mengenai prospek perusahaan dapat disampaikan secara transparan kepada para investor (Septia, 2015). Tujuan dari teori signal adalah diharapkan akan memepengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi sehingga nantinya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Teori signal dalam penelitian ini menjelaskan bahwa manajemen perusahaan sebagai pihak yang memberikan sinyal berupa informasi mengenai profitabilitas, leverage, dan kebijakan dividen perusahaan kepada para investor. Signalling Theory menyatakan pengeluaran investasi memberikan sinyal positif tentang
pertumbuhan
perusahaan
dimasa
yang
akan
datang,
sehingga
meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Hasnawati, 2005). Perusahaan
dengan
prospek
yang
menguntungkan
akan
berusaha
meyakinkan investor dengan menunjukkan laba perusahaan yang tinggi yang berarti kemakmuran perusahaan bagus sehingga investor akan tertarik dan merespon positif dan harga saham perusahaan akan meningkat. Peningkatan hutang juga dapat diartikan pihak luar tentang kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya dimasa yang akan datang atau risiko bisnis yang rendah, sehingga penambahan hutang akan memberikan sinyal positif (Brigham dan Houston, 2007). Hal ini dikarenakan perusahaan yang meningkatkan hutang dapat dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Sehingga diharapkan investor dapat menangkap sinyal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian hutang merupakan tanda atau sinyal positif bagi investor. Semakin besar atau kecilnya hutang akan mempengaruhi nilai perusahaan dimasa mendatang.
12
Nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh pembayaran rasio yang tinggi karena investor menganggap bahwa risiko dividen tidak sebesar kenaikan nilai modal oleh karena itu investor lebih menyukai keuntungan dalam bentuk dividen daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan modal. 2.1.2 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan merupakan pandangan bagi para investor terhadap suatu perusahaan, yang sering dikaitkan dengan harga saham perusahaan. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Salvatore (2005) tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Husnan dan Pudjiastuti (2004:6) menyatakan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Sujoko dan Soebiantoro (2007) menyatakan bahwa nilai perusahaan merupakan persepsi para investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Semakin tinggi harga saham perusahaan maka nilai perusahaan menjadi tinggi pula. Nilai perusahaan yang tinggi akan meningkatkan kepercayaan pasar terhadap tidak hanya pada kinerja perusahaan namun juga pada prospek pandangan perusahaan dimasa yang akan datang. Wahyudi dan Pawestri (2006) nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dan saham perusahaan yang terbentuk dari pembeli dan penjual pada saat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga
13
pasar dianggap cerminan dari nilai asset perusahaan yang sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham yang sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa depan, sehingga akan meningkatkan harga saham, dengan harga saham yang meningkat maka nilai perusahaan pun akan ikut meningkat. Nilai perusahaan dapat diukur dengan market value ratio. Market value ratio adalah rasio yang menunjukkan hubungan antara harga saham perusahaan dengan laba dan nilai buku perusahaan, dimana melalui rasio ini manajemen dapat mengetahui bagaimana tanggapan investor terhadap kinerja dan prospek perusahaan (Bangun dan Wati, 2007). Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisi sebagai nilai pasar, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh nurlela dan Islahudin (2008), karena nilai perusahaan dapat memberi kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Dalam penilaian perusahaan terkandung unsur proyeksi, asuransi, perkiraan, dan judgment. Ada beberapa konsep dasar penelitian yaitu nilai ditentukan untuk suatu waktu atau periode tertentu, nilai harus ditentukan pada harga yang wajar, dan penilaian tidak dipengaruhi sekelompok pembeli tertentu (Nurlela dan Islahudin, 2008).
14
Besarnya nilai perusahaan dapat diukur diantaranya dengan: 1. PER (Price Earning Ratio) PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham. Laba per lembar saham adalah rasio antara laba dengan lembar saham yang beredar. Rasio ini memberikan gambaran kepada pemegang saham tentang keuntungan yang akan diperoleh. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi PER diantaranya adalah tingkat pertumbuhan laba, dividend payout ratio, tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal (Yustitianingrum, 2013). Bahagia (2008) hubungan faktor-faktor tersebut terhadap PER dapat dijelaskan sebagai berikut: a.
Semakin tinggi pertumbuhan laba semakin tinggi PER nya, dengan kata lain hubungan antara pertumbuhan laba dengan PER nya bersifat positif. Hal ini dikarenakan bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang dilihat dari pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang dikeluarkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning per share yang tinggi, yang berarti perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang baik. Dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dapat meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut sehingga sahamsaham
dari
perusahaan
yang
memiliki
tingkat
profitabilitas
dan
pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki PER yang tinggi pula, karena
15
saham saham akan lebih diminati di bursa sehingga kecenderungan harganya menigkat lebih besar. b.
Semakin tinggi Dividend Payout Ratio (DPR) maka semakin tinggi PERnya. DPR memiliki hubungan positif dengan PER, dimana DPR menentukan besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham dan besarnya dividen ini secara positif dapat mempengaruhi harga saham terutama pada pasar modal yang didominasi mempunyai strategi mengejar dividen sebagai target utama, maka semakin tinggi dividen semakin tinggi PERnya.
c.
Semakin tinggi required rate of return (r) semakin rendah PER, r merupakan tingkat keuntungan yang dianggap layak bagi investasi saham, atau disebut juga sebagai tingkat keuntungan yang disyaratkan. Jika keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut ternyata lebih kecil dari tingkat keuntungan yang disyaratkan, hal ini berarti menunjukkan investasi tersebut kurang menarik, sehingga dapat menyebabkan turunnya harga saham tersebut dan sebaliknya. Dengan begitu r memiliki hubungan yang negatif dengan PER, karena semakin tinggi tingkat keuntungan yang diisyaratkan maka semakin rendah nilai PERnya. PER adalah fungsi dan perubahan kemampuan laba yang diharapkan di masa yang akan datang. Semakin besar PER, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Rumus yang digunakan adalah : PER =
Harga Pasar per Lembar Saham Laba per Lembar Saham
16
2. PBV (Price Book Value) Nilai perusahaan diukur dengan Price Book Value (PBV). Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh. Tandelilin (2001) mengatakan bahwa hubungan antara harga pasar dan nilai buku per lembar saham bisa juga dipakai sebagai cara alternative untuk menentukan nilai suatu saham, karena secara teoritis nilai pasar suatu saham haruslah mencerminkan nilai bukunya. Dalam penelitian ini nilai perusahaan pasar diukur dengan rasio nilai pasar terhadap nilai buku. Rasio nilai pasar terhadap nilai buku adalah rasio dari nilai pasar per lembar saham biasa atas nilai buku per lembar ekuitas. Indikator ini menghubungkan nilai pasar sekarang atas dasar per lembar saham terhadap nilai buku modal pemilik yang dinyatakan dalam neraca. Nilai buku per lembar ekuitas mencerminkan nilai ekuitas pemilik yang tercatat pada neraca perusahaan, serta mencerminkan klaim pemilik yang tersisa atas suatu aktiva. Sedangkan nilai pasar per lembar saham mencerminkan kinerja perusahaan dimasyarakat umum, dimana nilai pasar pada suatu saat dapat dipengaruhi oleh pilihan dan tingkah laku dari mereka yang terlibat di dalam pasar,
suasana
psikologis
yang
ada
di
pasar,
sengitnya
persaingan
pengambilalihan, perubahan ekonomi, perkembangan industry, kondisi politik dan sebagainya (Helfert, 2003). Rumus yang digunakan adalah : PBV =
Harga Pasar per Lembar Saham Nilai Buku per Lembar Saham
17
2.1.3 Profitabilitas Rasio profitabilitas adalah rasio yang bertujuan untuk dapat mengetahui kemampuan perusahaan didalam menghasilkan laba selama periode tertentu serta memberikan gambaran mengenai tingkat efektifitas manajemen didalam melaksanakan kegiatan operasinya. Profitabilitas menggambarkan kemampuan badan usaha untuk menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Ukuran profitabilitas dapat dilihat dari berbagai macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi atau aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Septia (2015:13) profitabilitas adalah sejauh mana perusahaan menghasilkan laba dari penjualan dan investasi perusahaan. Analisis profitabilitas sangat penting bagi semua pengguna, khususnya investor ekuitas dan kreditor. Profitabilitas perusahaan adalah salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, rasio-rasio keuangan merupakan merupakan suatu alat analisis untuk bisa menilai kondisi tersebut. Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Menurut Sudana (2011:22-23) bahwa profitability ratio mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
dengan
menggunakan sumber-sumber
yang
dimiliki
perusahaan, seperti aktiva, modal atau penjualan perusahaan. Ada beberapa cara untuk mengukur besar kecilnya Profitabilitas, yaitu: 1. Return On Assets (ROA) =
Laba Setelah Pajak Total Aktiva
Menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROA berarti
18
semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain jumlah aktiva yang sama dapat menghasilkan laba yang lebih besar. 2. Return On Equity (ROE) =
Laba Setelah Pajak Modal Sendiri
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisien penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak perusahaan. 3. Profit Margin Ratio Profit margin rasio merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan penjualan yang dicapai perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin efisien dalam menjalankan operasinya. Profit Margin Rasio dibedakan menjadi 3 yaitu: a.
Net Profit Margin =
Laba Setelah Pajak Penjualan
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bersih dari penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. Rasio ini mencerminkan efisiensi seluruh bagian yaitu produksi, personalia, pemasaran, dan keuangan yang ada dalam perusahaan. b.
Operating Profit Margin =
Laba Sebelum Bungan dan Pajak Penjualan
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba sebelum bunga dan pajak dengan penjualan yang dicapai perusahaan. Rasio ini menunjukkan efisiensi bagian produksi, personalia, serta pemasaran dalam menghasilkan laba.
19
c.
Gross Profit Margin =
Laba Kotor Penjualan
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba kotor dengan penjualan yang dilakukan oleh perusahaan. Rasio ini menggambarkan efisiensi yang dicapai oleh bagian produksi perusahaan. 4. Earning Per Share =
Laba Bersih setelah Pajak −Deviden Saham Preferen Jumlah Saham Biasa Yang Beredar
Rasio per lembar saham atau disebut dengan rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah menunjukkan bahwa manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham dengan kinerja manajemen, sebaliknya dengan rasio yang tinggi kesejahteraan pemegang saham akan meningkat. Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah return on asset (ROA). Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan akan mengakibatkan profitabilitas perusahaan tinggi. ROA yang tinggi akan memberikan sinyal positif bagi investor bahwa perusahaan dapat menghasilkan dalam kondisi baik dan menguntungkan. Hal ini menjadi daya tarik bagi investor untuk memiliki saham perusahaan dan akan meningkatkan harga saham sehingga nilai perusahaan pun menjadi meningkat.
20
2.1.4 Leverage Menurut Weston dan Brigham (2005), Leverage merupakan suatu ukuran yang menunjukkan jumlah sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap (hutang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan. Tujuan dari penggunaan hutang (leverage) adalah untuk meningkatkan return bagi pemegang saham. Dengan memperbesar unsur leverage, Maka unsur ketidakpastian return makin tinggi, akan tetapi juga memperbesar kemungkinan pertambahan jumlah return yang akan diperoleh nantinya. Leverage merupakan salah satu faktor penting dalam unsur pendanaan. Solvabilitas (Leverage) digambarkan untuk melihat sejauh mana aset perusahaan dibiayai oleh hutang dibandingkan dengan modal sendiri (Analisa, 2011). Sedangkan Kusumawati dan Sudento (2005) menggambarkan leverage sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya dengan menggunakan ekuitas yang dimilikinya. Leverage dapat dipahami sebagai penaksir dari resiko yang melekat pada suatu perusahaan. Artinya, leverage yang semakin besar menunjukkan bahwa risiko investasi yang semakin besar pula. Perusahaan dengan rasio leverage yang rendah memiliki risiko leverage yang lebih kecil. Leverage merupakan rasio yang menghitung seberapa jauh dana yang disediakan oleh kreditur, juga sebagai rasio yang membandingkan total hutang terhadap keseluruhan aktiva perusahaan, oleh karena itu apabila investor melihat sebuah perusahaan dengan aset yang tinggi namun resiko leverage nya juga tinggi, maka akan berpikir dua kali untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut. Karena dikhawatirkan asset tinggi tersebut di dapat dari hutang yang
21
akan meningkatkan risiko investasi apabila perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya dengan tepat waktu. Tingginya rasio leverage menunjukkan bahwa perusahaan tidak solvable, dimana total hutangnya lebih besar dibandingkan dengan total asetnya (Analisa, 2011). Pada praktiknya dikenal 3(tiga) macam bentuk leverage dalam perusahaan, yaitu operating leverage, financial leverage, dan total leverage. 1. Operating Leverage Operating leverage adalah tingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi sebuah perusahaan (Brigham dan Houston, 2004). Operating leverage juga dapat diartikan sebagai penggunaan dana dengan biaya tetap dengan harapan pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut. Biaya tetap operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi, dan pemasaran yang bersifat tetap. Dengan menggunakan operating leverage perusahaan mengharapkan bahwa terjadi perubahan penjualan yang nantinya akan mengakibatkan perubahan laba sebelum bunga dan pajak yang lebih besar. 2. Financial Leverage Brigham dan Houston (2004), financial leverage adalah tingkat sampai sejauh mana sekuritas dengan laba atau pengembalian tetap (saham preferen dan utang) digunakan dalam struktur modal perusahaan. Riyanto (2001), menyatakan bahwa financial leverage adalah penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan untuk memperbesar pendapatan per lembar saham biasa (earning per share).
22
Penggunaan financial leverage yang semakin besar dapat memberikan dampak positif bila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada beban keuangan yang dikeluarkan. Sedangkan dampak negatifnya dari penggunaan financial leverage yang semakin besar akan menyebabkan hutang semakin besar yang ditanggung oleh perusahaan, yaitu beban tetap atau beban bunganya. Apabila perusahaan tidak mampu memenuhi kewajibannya yang berupa beban bunganya, maka perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menjalankan kegiatan usahanya. 3. Total Leverage/Combined Leverage Total leverage merupakan kombinasi dari operating leverage dengan financial leverage. leverage kombinasi ini terjadi apabila perusahaan memiliki baik operating leverage maupun financial leverage dalam usahanya untuk meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham biasa. Ada beberapa macam rasio yang umum digunakan adalah: a.
Debt to Assets Ratio (Debt Ratio)
b.
Debt To Equity Ratio
c.
Long Term Debt To Equity Ratio
d.
Time Interest Earned Ratio
e.
Fixed Charge Coverage Ratio Leverage merupakan proporsi total hutang terhadap ekuitas pemegang
saham. Rasio tersebut digunakan untuk memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat risiko tak tertagihnya suatu hutang. Keputusan manajemen untuk berusaha menjaga agar
23
rasio leverage tidak bertambah tinggi mengacu pada teori packing order teory yang menyatakan bahwa perusahaan lebih menyukai internal financing dan apabila pendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan maka perusahaan akan berusaha untuk menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu. Misalnya dengan menerbitkan obligasi terlebih dahulu kemudian diikuti dengan sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi) baru apabila belum mencukupi perusahaan pada akhirnya akan menerbitkan saham, karena biaya emisi obligasi lebih murah daripada biaya emisi saham baru. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan untuk mewakili leverage adalah Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini merupakan salah satu rasio leverage yang diperhatikan oleh investor, karena rasio ini mampu menunjukkan komposisi pendanaan dalam membiayai aktivitas operasional perusahaan atau mampu memanfaatkan hutang-hutangnya dan DER juga dapat menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang yang dipinjamkan oleh kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Hutang merupakan salah satu aspek yang menjadi dasar penilaian bagi para investor untuk mengukur kondisi keuangan perusahaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung DER adalah: Debt to Equity Ratio (DER) =
Total Hutang Modal Sendiri
2.1.5 Kebijakan Dividen Yustitianingrum (2013:28) menyatakan bahwa deviden merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan (retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan perusahaan. Apabila
24
perusahaan penerbit saham mampu menghasilkan laba yang besar maka ada kemungkinan pemegang saham juga akan menikmati keuntungan dalam bentuk dividen yang besar pula. Hanafi (2004), deviden merupakan kompensasi yang diterima oleh para pemegang saham, disamping capital gain. Deviden ini dibagikan kepada para pemegang saham sebagai bentuk keuntungan dari laba yang diperoleh oleh perusahaan. Pembagian deviden ditentukan berdasarkan dalam rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung dari kebijakan pimpinan. Analisa (2011) menyatakan bahwa Kebijakan pemberian dividen (Dividend Policy) tidak hanya membagikan keuntungan yang telah diperoleh perusahaan kepada para investor, tetapi kebijakan perusahaan membagikan dividen harus diikuti dengan pertimbangan adanya kesempatan. Ada dua asumsi yang mendasari kebijakan dividen. Pertama, kebijakan dividen pada perusahaan yang tidak sedang tumbuh (A Low Invesment Rate Plane) pada perusahaan-perusahaan kategori ini mampu membayarkan dividen yang lebih tinggi pada awal periode tetapi pertumbuhan dividen pada tahun-tahun berikutnya menjadi lebih rendah. Kedua, kebijakan dividen dalam perusahaan yang sedang tumbuh (A High Reinvestment Rate Plan). Pada perusahaan yang sedang tumbuh akan memberikan dividen relatif lebih rendah pada awalnya. Hal ini berkaitan denga adanya rencana reinvestasi dari sebagian laba yang diperoleh perusahaan. Rasio pembayaran dividen (Dividend Payout Ratio) menentukan jumlah laba yang dibagi dalam bentuk dividen kas dan laba yang ditahan sebagai sumber pendanaan. Rasio ini
25
merupakan indikasi atas persentase jumlah pendapatan yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemilik atau pemegang saham dalam bentuk kas. Dividend Payout Ratio ini ditentukan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham setiap tahun, penentuan dividend payout ratio berdasarkan besar kecilnya laba setelah pajak. Dalam kebijakan dividen terdapat trade off dan merupakan pilihan yang cukup sulit antara membagikan laba sebagai dividen atau diinvestasikan kembali. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai dividen maka tingkat pertumbuhan akan berkurang dan berdampak negatif terhadap saham. Disisi lain, apabila perusahaan tidak membagikan dividen maka pasar akan memberikan sinyal negatif terhadap prospek pertumbuhan perusahaan. Peningkatan dividen memberikan sinyal perubahan yang menguntungkan pada harapan manager dan penurunan dividen menunjukkan pandangan pesimis prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Besarnya dividen tergantung kebijakan dividen masing-masing perusahaan secara umum kebijakan dividen yang ditempuh perusahaan adalah salah satu dari kebijakan ini, yaitu: 1. Constant dividend payout ratio Terdapat beberapa cara mengatur dividend payot ratio yang dibagikan secara tetap dalam presentase atau rasio tertentu, yaitu: (a) membayar dengan jumlah presentase yang tetap dari pendapatan tahunan, (b) menentukan dividen yang akan diberikan dalam setahun sama dengan dalam jumlah presentase tetap
26
dari keuntungan tahun sebelumnya, dan (c) menentukan proyeksi payout ratio untuk jangka waktu panjang. 2. Stable per share dividend Kebijakan yang menetapkan besaran dividen dalam jumlah yang tetap. Kebijakan ini menunjukkan perusahaan untuk mempertahankan laba yang tinggi. Bagi perusahaan yang berbetuk korporasi, laba yang diperoleh akan dialokasikan pada dua komponen, yaitu dividen dan laba ditahan. Dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa (earning available for common stockholders) yang dibagikan kepada mereka dalam bentuk tunai. Laba ditahan (retained earning) adalah bagian dari laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa yang ditahan oleh perusahaan untuk diinvestasikan kembali dalam suatu proyek tertentu dengan tujuan untuk mengejar pertumbuhan perusahaan (Warsono, 2003:271). (Warsono, 2003:272) Kebijakan dividen mempunyai arti yang penting bagi perusahaan karena empat alasan berikut: 1.
Kebijakan dividen berpengaruh pada sikap investor, pemotongan dividen dapat dipandang negatif oleh para investor, karena pemotongan seperti itu sering dikaitkan dengan kesulitan keuangan yang dihadapi perusahaan.
2.
Kebijakan dividen berdampak pada program pendanaan dan anggaran modal perusahaan.
3.
Kebijakan dividen dapat mempengaruhi arus kas perusahaan. Perusahaan dengan likuiditas buruk dapat dipaksa untuk membatasi pembayaran dividennya.
27
4.
Kebijakan dividen menurunkan nilai ekuitas pemegang saham biasa karena besarnya dividen ditentukan oleh besarnya laba ditahan. Dividen juga dapat dikaitkan dengan Signalling Theory, dimana adanya
pengumuman pembagian dividen dapat menjadi sinyal yang baik terhadap investor untuk mendapatkan keuntungan, namun dapat pula menjadi sinyal buruk ketika dividen yang diumumkan menurun dari periode sebelumnya. Karena dividend payout ratio yang berkurang itu mencerminkan laba perusahaan yang semakin berkurang dan mengindikasi bahwa perusahaan telah kekurangan dana. Sehingga perusahaan akan selalu berupaya untuk mempertahankan dividend payout ratio meskipun telah terjadi penurunan jumlah laba yang diperolehnya. Walaupun sebenarnya yang terjadi tidak selalu demikian. Turunnya dividend payout ratio belum tentu karena keuntungan perusahaan juga menurun, tetapi tidak dibagikan dalam bentuk dividen melainkan menjadi laba ditahan oleh perusahaan. Namun demikian dividend payout ratio tetap menjadi sinyal bagi para investor yang mengharapkan keuntungan dalam bentuk dividen (Martono dan Harjito, 2005). Rumus Dividend Payout Ratio: DPR =
Dividen Tunai Per Sah am Laba Per Saham
2.1.6 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi bagi penulis untuk melakukan penelitian ini diantaranya, yaitu:
28
Tabel 1 Penelitian Terdahulu No. 1.
Penelitian Terdahulu Ika Yoana Yustitianingrum (2013)
Variabel Variabel dependen: Nilai Perusahaan. Variabel Independen: Dividen, kebijakan hutang, profitabilitas, dan ukuran perusahaan.
2.
Ade Winda Septia (2015)
Variabel dependen: Nilai perusahaan. Variabel independen: Profitabilitas, keputusan investasi, keputusan pendanaan, dan kebijakan dividen.
3.
Yangs Analisa (2011)
Hasil Secara parsial terdapat pengaruh positif kebijakan hutang (DER), profitabilitas (ROA), dan ukuran perusahaan (UP/SIZE) terhadap nilai perusahaan. Secara parsial tidak ada pengaruh antara dividen (DPR) terhadap nilai perusahan.
Secara parsial profitabilitas (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara parsial keputusan investasi (PER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara parsial keputusan pendanaan (DER) tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Secara parsial kebijakan dividen (DPR) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Secara parsial ukuran perusahaan dan profitabilitas mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Variabel Independen: Secara parsial leverage Ukuran Perusahaan, mempunyai pengaruh positif dan Leverage, tidak signifikan terhadap nilai Profitabilitas, dan perusahaan. Kebijakan Dividen Secara parsial kebijakan dividen mempunyai pengaruh negative tidak signifikan terhadap nilai perusahaan Variabel dependen: Nilai Perusahaan.
29
2.2
Rerangka Pemikiran Tujuan utama dari setiap perusahaan adalah memaksimalkan laba,
mengusahakan pertumbuhan dan menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Nilai kekayaan dapat dilihat melalui perkembangan harga saham dipasar. Dalam hal ini, nilai saham dapat merefleksikan investasi keuangan perusahaan dan kebijakan dividen. Oleh karena itu, dalam teori-teori keuangan, variabel yang sering digunakan dalam penelitian pasar modal untuk nilai perusahaan adalah harga saham dengan berbagai jenis indikator. Profitabilitas perusahaan adalah salah satu dasar penilaian kondisi suatu perusahaan, rasio-rasio keuangan merupakan merupakan suatu alat analisis untuk bisa menilai kondisi tersebut. Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang diperoleh dari penjualan dan investasi. Disisi lain, selain profitabilitas perusahaan leverage perusahaan juga dibutuhkan dengan asumsi struktur modal dalam kondisi batas-batas yang dimungkinkan untuk melakukan utang. Utamanya utang jangka panjang guna mendukung kegiatan investasi riil perusahaan dalam jangka panjang. Selain profitabilitas dan leverage perusahaan kebijakan dividen dalam manajemen juga merupakan indikator penting. Kebijakan dividen adalah persentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk dividen tunai, pembagian dividen saham, dan pembelian kembali saham. Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio), ikut menentukan besar jumlah laba yang ditahan harus dievaluasi dalam rangka pemaksimalan kekayaan para pemegang saham.
30
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas maka dapat disusun rerangka pemikiran penelitian sebagaimana gambar 1 berikut.
Pendanaan perusahaan
Pendanaan internal
Pendanaan Eksternal
Modal Sendiri
Utang
Profitabilitas (ROA)
Leverage (DER)
Nilai Perusahaan (PBV)
Gambar 1 Skema Rerangka Pemikiran
Kebijakan Dividen (DPR)
31
2.3
Perumusan Hipotesis Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan rerangka pemikiran
yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 2.3.1 Pengaruh Profitabilitas Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan Dalam penelitian ini rasio yang digunakan adalah return on asset (ROA). Rasio Menunjukkan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dan akan mengakibatkan profitabilitas perusahaan tinggi. Nilai ROA yang tinggi akan memberikan sinyal positif bagi para investor bahwa perusahaan dapat menghasilkan dalam kondisi yang menguntungkan. Hal ini menjadi daya tarik bagi investor untuk memiliki saham perusahaan dan akan meningkatkan harga saham sehingga nilai perusahaan pun menjadi menigkat. Maka, akan terjadi hubungan positif antara profitabilitas dengan harga saham dimana tingginya harga saham akan mempengaruhi nilai perusahaan. H1: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. 2.3.2 Pengaruh Leverage Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan Menurut Weston dan Brigham (2005), Leverage merupakan suatu ukuran yang menunjukkan jumlah sejauh mana sekuritas berpenghasilan tetap (hutang dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal perusahaan. Kusumawati dan Sudento (2005) menggambarkan leverage sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya dengan menggunakan ekuitas yang dimilikinya.
32
Artinya, leverage yang semakin besar menunjukkan bahwa risiko investasi yang semakin besar pula. Perusahaan dengan rasio leverage yang rendah memiliki risiko leverage yang lebih kecil. Analisa (2011) menyatakan bahwa Dengan tingginya rasio leverage menunjukkan bahwa perusahaan tidak solvable, dimana total hutangnya lebih besar dibandingkan dengan total asetnya. Penelitian Analisa (2011) mengatakan bahwa leverage memiliki hubungan yang negatif terhadap nilai perusahaan. Dari uraian diatas dapat diinformasikan hipotesis. H2 : Leverage berpengaruh negatif terhadap Nilai Perusahaan. 2.3.3 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Nilai Perusahaan Kebijakan pemberian dividen tidak hanya membagikan keuntungan yang telah diperoleh perusahaan kepada para investor, tetapi kebijakan perusahaan membagikan dividen harus diikuti dengan pertimbangan adanya kesempatan. Dividen juga dapat dikaitkan dengan Signalling Theory, dimana adanya pengumuman pembagian dividen dapat menjadi sinyal yang baik terhadap investor untuk mendapatkan keuntungan, namun dapat pula menjadi sinyal buruk ketika dividen yang diumumkan menurun dari periode sebelumnya. Karena dividend payout ratio yang berkurang itu mencerminkan laba perusahaan yang semakin berkurang dan mengindikasi bahwa perusahaan telah kekurangan dana. Maka hal ini dapat dikatakan perusahaan memiliki prospek yang baik jika melakukan pembayaran dividen, sebaliknya penurunan pembayaran dividen dianggap sebagai prospek perusahaan yang buruk. H3 : Kebijakan Dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.