KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT, kami telah menyelesaikan Laporan Kinerja Tahun 2015 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Laporan kinerja merupakan perwujudan dari transparansi dan akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan good governance di PPATK yang merupakan lembaga sentral (focal point) dalam melaksanakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Oleh karena itu, Laporan kinerja merupakan salah satu media komunikasi kepada publik untuk menyampaikan informasi kinerja PPATK dalam memenuhi harapan akan terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas dan fungsi PPATK. Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK menyajikan informasi terkait capaian kinerja berdasarkan target kinerja tahun 2015 yang menjelaskan keberhasilan dan kendala yang dihadapi. Kinerja PPATK diukur atas dasar penilaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) yang merupakan indikator keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran strategis sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Strategis PPATK Tahun 2015-2019. Secara umum, capaian kinerja PPATK selama tahun 2015 telah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, walaupun masih terdapat beberapa IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja. Hasil evaluasi akuntabilitas kinerja selama tiga tahun terakhir (2013-2015) menempatkan PPATK sebagai instansi dengan akuntabilitas kinerja yang baik dengan predikat Sangat Baik. Hal ini mencerminkan komitmen dan kesungguhan PPATK dalam melaksanakan perbaikan kinerja dan melaksanakan tugas sesuai dengan amanat undang-undang. Melalui laporan kinerja ini diharapkan dapat tercipta optimalisasi dan peningkatan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kinerja para pimpinan dan seluruh pegawai PPATK, sehingga dapat mendukung kinerja PPATK dalam mewujudkan good governance. Kami berharap laporan kinerja ini juga memenuhi harapan para pemangku kepentingan, sehingga dapat menjadi media evaluasi dalam mengukur dan menilai kinerja PPATK dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Wassalamualaikum Wr. Wb. Jakarta, 29 Februari 2016
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PERNYATAAN TELAH DIREVIU RINGKASAN EKSEKUTIF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK D. Struktur Organisasi E. Dasar Hukum F. Sistematika Penyajian BAB II
BAB III
BAB IV
i ii iii v vi vii 1 4 6 9 12 13
PERENCANAAN KINERJA A. Perencanaan Strategis B. Perjanjian Kinerja
15 19
AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja Tahun 2015 C. Capaian Kinerja PPATK Tahun 2014 dan 2015 D. Realisasi Anggaran Tahun 2015 E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Berbasis Kinerja F. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Reformasi Birokrasi G. Kinerja dan Capaian Lainnya H. Rencana Pengembangan
23 24 103 105 109 111 113 115
PENUTUP
116
LAMPIRAN
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Jumlah Pegawai PPATK per 31 Desember 2015
12
Tabel 2.1
Misi PPATK
16
Tabel 2.2
Tujuan PPATK
16
Tabel 2.3
Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019
16
Tabel 2.4
Perjanijan Kinerja PPATK Tahun 2015
19
Tabel 3.1
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK Tahun 2015
30
Tabel 3.2
Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 dengan Target Tahun 2015-2019
30
Tabel 3.3
Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2015
32
Tabel 3.4
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2015
34
Tabel 3.5
Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 dengan Target Tahun 2015-2019
35
Tabel 3.6
37
Tabel 3.7
Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik Tahun 20072015 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK Tahun 2015
Tabel 3.8
Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 dengan Target Tahun 2015-2019
39
Tabel 3.9
Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2015
42
Tabel 3.10
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK Tahun 2015
44
Tabel 3.11
Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 dengan Target Tahun 2015-2019
44
Tabel 3.12
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK Tahun 2015
48
Tabel 3.13
Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 dengan Target Tahun 2015-2019
48
Tabel 3.14
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK Tahun 2015
54
Tabel 3.15
Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 dengan Target Tahun 2015-2019
55
Tabel 3.16
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2015
68
Tabel 3.17
Perbandingan Realisasi IKSS ke-7 dengan Target Tahun 2015-2019
68
Tabel 3.18
Jumlah HA dan informasi yang Ditindaklanjuti Tahun 2010-2015
70
Tabel 3.19
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK Tahun 2015
70
Tabel 3.20
Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 dengan Target Tahun 2015-2019
71
Tabel 3.21
Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2015
72
Tabel 3.22
73
Tabel 3.23
Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan Tahun 2015 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK Tahun 2015
Tabel 3.24
Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 dengan Target Tahun 2015-2019
73
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
38
73
iii
Tabel 3.25
Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor
75
Tabel 3.26
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK Tahun 2015
75
Tabel 3.27
Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 dengan Target Tahun 2015-2019
75
Tabel 3.28
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK Tahun 2015
79
Tabel 3.29
Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 dengan Target Tahun 2015-2019
79
Tabel 3.30
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK Tahun 2015
83
Tabel 3.31
Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 dengan Target Tahun 2015-2019
83
Tabel 3.32
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK Tahun 2015
85
Tabel 3.33
Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 dengan Target Tahun 2015-2019
86
Tabel 3.34
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK Tahun 2015
88
Tabel 3.35
Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 dengan Target Tahun 2015-2019
89
Tabel 3.36
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK Tahun 2015
90
Tabel 3.37
Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 dengan Target Tahun 2015-2019
92
Tabel 3.38
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK Tahun 2015
95
Tabel 3.39
Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 dengan Target Tahun 2015-2019
98
Tabel 3.40
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK Tahun 2015
100
Tabel 3.41
Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 dengan Target Tahun 2015-2019
101
Tabel 3.42
Capaian Kinerja PPATK Tahun 2014
103
Tabel 3.43
104
Tabel 3.44
Indikator Kinerja Sasaran Strategis, Target, Realisasi, dan Capaian Kinerja PPATK Tahun 2015 Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK Tahun 2014 dan 2015
Tabel 3.45
Realisasi Anggaran Terkait Pencapaian Kinerja PPATK Tahun 2015
107
Tabel 3.46
Sasaran, Indikator, dan Target Program Reformasi Birokrasi dalam RPJMN
111
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
106
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Struktur Organisasi PPATK
11
Gambar 2.1
Peta Strategis PPATK
18
Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
21
v
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
vi
RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban kepada publik atas kinerja PPATK dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019. Laporan kinerja ini merupakan salah satu parameter yang digunakan oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja dan Instansi Pemerintah. Untuk mendukung penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja pada lingkup internal PPATK, Kepala PPATK telah menetapkan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Hasil pengukuran kinerja selama tahun 2015 menunjukkan bahwa PPATK secara umum berhasil memenuhi target kinerja yang telah ditetapkan. Hal ini terlihat dari capaian kinerja tujuh belas Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) PPATK. Dari tujuh belas IKSS, satu IKSS berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan (100%) dan sepuluh IKSS berhasil melebihi target kinerja yang ditetapkan (>100%). Namun demikian, masih terdapat lima IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan (<100%) dan satu IKSS yang belum dilakukan pengukuran kinerja pada tahun ini. Capaian kinerja tersebut tidak lepas dari upaya PPATK untuk memperbaiki kinerjanya dengan menindaklanjuti rekomendasi Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dalam evaluasi sistem akuntabilitas kinerja PPATK tahun 2014 melalui pelaksanaan koordinasi, monitoring, evaluasi, dan pelaporan kinerja. Untuk mendukung pencapaian target kinerja tahun 2015, PPATK telah mengeluarkan anggaran sebesar Rp79.918.196.603,00 atau 93,73% dari pagu anggaran sebesar Rp85.266.896.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa PPATK telah menggunakan anggaran secara efisien untuk mencapai kinerja sebesar 132,65%. Efisiensi tersebut dilakukan dalam PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
vii
proses pengadaan barang/jasa, pembatasan dalam pelaksanaan kegiatan rapat konsinyering yang dilaksanakan di hotel, dan penghematan dalam pelaksanaan perjalanan dinas sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2015. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2015, PPATK berhasil mencapai target kinerja secara optimal dan menggunakan anggaran yang sesuai dengan yang telah direncanakan dalam proses penganggaran. Selain itu, PPATK berhasil dalam meraih capaian kinerja lainnya, antara lain: 1. Indonesia berhasil keluar dari FATF Public Statement atau “daftar hitam” negara-negara yang berisiko tinggi terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme yang ditetapkan dalam pertemuan International Cooperation Review Group (ICRG) pada Juni 2015 di Australia. Hal ini tidak terlepas dari upaya PPATK dalam berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lainnya yang menjadi anggota Komite Nasional TPPU. 2. PPATK berhasil meraih Opini WTP atas Laporan Keuangan Tahun 2014 PPATK. Penghargaan ini diraih selama sembilan kali berturut-turut. 3. PPATK berhasil meraih peringkat pertama Keterbukaan Informasi Publik yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat pada kategori Lembaga Non Struktural. 4. PPATK berhasil meraih peringkat ketiga dalam kategori Utilisasi Pengelolaan BMN untuk kelompok Kementerian/Lembaga dengan jumlah unit kuasa pengguna barang sampai dengan 10 satuan kerja. PPATK sebagian besar telah berhasil mencapai target kinerja yang termuat dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2015, tetapi dalam pelaksanaannya terdapat perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan internal dan eksternal PPATK. Perubahan tersebut telah menimbulkan kendala yang menghambat PPATK dalam mencapai target kinerja. Oleh karena itu, segenap jajaran pimpinan dan pegawai PPATK akan selalu berusaha untuk mengatasi kendala-kendala tersebut dalam upaya peningkatan kinerja tahun berikutnya. Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK ini diharapkan dapat menjadi media informasi kepada publik terkait dengan capaian kinerja PPATK selama tahun 2015. Laporan kinerja juga diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan kepada berbagai pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi PPATK, memberikan umpan balik guna peningkatan kinerja yang dapat mendukung pencapaian visi dan misi PPATK dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) memiliki kewenangan untuk melaksanakan upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia. Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara karena pencucian uang dilakukan terhadap uang hasil tindak kejahatan. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah memberikan banyak perubahan yang semakin memperkuat peran PPATK sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. Peran PPATK sebagai focal point dilakukan, antara lain melalui peningkatan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK, mempertegas pengaturan dan perluasan pihak pelapor (reporting parties), dan memperluas lembaga yang melakukan penyelidikan dan penyidikan TPPU. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan dasar hukum penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) bagi setiap kementerian/lembaga dalam upaya pertanggungjawaban kinerja terkait dengan penggunaan dana APBN yang dikelolanya. Dalam pelaksanaannya, Peraturan Pemerintah tersebut dilengkapi dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER05/1.01/PPATK/03/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sebagai acuan dalam penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja di PPATK. Pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja dimulai dengan penyusunan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
1
Rencana
Strategis
(Renstra)
PPATK
Tahun
2015-2019.
Untuk
memperkuat
penyelenggaraan akuntabilitas kinerja di PPATK, setiap tahun PPATK membentuk Tim Pengelolaan Kinerja PPATK melalui Keputusan Kepala PPATK. PPATK juga mengembangkan sistem aplikasi guna memantau capaian kinerja di PPATK. Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015. PPATK mengimplementasikan program reformasi birokrasi dan telah menyampaikan serangkaian dokumen usulan dan road map reformasi birokrasi. Dari hasil evaluasi program reformasi birokrasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2014, PPATK telah berhasil memperoleh nilai sebesar 61,06 yang berada dalam kategori baik. Isu strategis terkait upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia adalah PPATK telah melakukan Penilaian Risiko Nasional/National Risk Assessment (NRA) pada tahun 2015. Penilaian NRA merupakan suatu kegiatan terorganisasi dan sistemik untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi sumber dan metode pencucian uang dan pendanaan terorisme, kelemahan dalam sistem anti TPPU dan pendanaan terorisme, dan kerawanan lainnya yang dihadapi yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada negara tertentu yang melaksanakan penilaian. Pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional di Indonesia dilatarbelakangi oleh kebutuhan nasional dan internasional. Dalam skala internasional, Penilaian Risiko Nasional dilaksanakan untuk memenuhi Rekomendasi Nomor 1 FATF yang menyatakan bahwa setiap negara harus mengidentifikasi, menilai dan memahami risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme untuk negara dan harus mengambil tindakan, termasuk menentukan otoritas dan mekanisme untuk mengoordinasikan aksi untuk menilai risiko. Berdasarkan penilaian tersebut, Indonesia harus melaksanakan pendekatan berbasis risiko untuk meyakinkan bahwa langkah-langkah pencegahan atau penyelesaian kasus pencucian uang dan pendanaan terorisme sepadan dengan risiko yang teridentifikasi. Dalam skala nasional, Pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional dilatarbelakangi kebutuhan
penyusunan
strategi
nasional
dan
memberikan
rekomendasi
bagi
penyempurnaan regulasi, serta ketentuan terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
2
di Indonesia. Pada tingkat yang lebih mikro, pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional merupakan hal yang penting bagi setiap stakeholders rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT), misalnya pihak pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan instansi penegak hukum, khususnya dalam penyempurnaan kerentanan internal yang dimiliki dan penyusunan skala prioritas dalam pengalokasian sumber daya yang dimiliki pada area-area yang memiliki tingkat risiko TPPU yang lebih tinggi. Pada tahun 2015, PPATK telah merancang penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan Pendanaan Terorisme dengan melibatkan masyarakat selaku salah satu stakeholder rezim APUPPT. Tingkat keefektifan kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan maupun dari sisi pemberantasan diukur dengan menggunakan indikator persepsi tingkat pemahaman publik atas TPPU dan Pendanaan Terorisme (termasuk pemahaman atas risiko-risiko, regulasi, dan rezim APUPPT), dan indikator persepsi keefektifan kinerja stakeholders. Dengan diketahuinya tingkat pemahaman publik atas TPPU dan Pendanaan Terorisme tersebut, pemerintah diharapkan dapat melakukan program intervensi guna meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan masyarakat agar peduli dengan TPPU dan Pendanaan Terorisme. Isu strategis lainnya adalah penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur Pihak Pelapor baru yang berkewajiban menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa dan menyampaikan laporan ke PPATK, meliputi: a. Penyedia Jasa Keuangan (selain sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf a UU TPPU), yaitu perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan infrastruktur, lembaga keuangan mikro, dan lembaga pembiayaan ekspor. b. Profesi, yaitu advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan. Pertimbangan PPATK berinisiasi mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015, antara lain terdapat salah satu modus operandi TPPU, yaitu penggunaan jasa advokat dan notaris sebagai gatekeeper. Dalam Rekomendasi 22 huruf d FATF Recommendations juga mengharuskan setiap negara untuk mempunyai aturan PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
3
yang mewajibkan advokat dan notaris sebagai salah satu pihak yang wajib menyampaikan laporan. Isu strategis lainnya terkait dengan rencana pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang oleh PPATK. Pusat pendidikan dan pelatihan yang akan dibangun oleh PPATK bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia PPATK maupun para stakeholders sebagai upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam membangun rezim anti pencucian uang yang efektif di Indonesia. Pembangunan pusat pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang ini menuntut adanya ketersediaan sarana, prasarana, infrastruktur, kurikulum, dan kebutuhan sumber daya manusia yang kompeten dalam membangun rezim anti pencucian uang. Oleh karena itu, dalam Rencana Strategis PPATK Tahun 2015-2019, kegiatan tersebut menjadi salah satu isu utama yang strategis.
B. Profil dan Sejarah Singkat PPATK Keberadaan PPATK merupakan upaya pemenuhan standar internasional sebagaimana tertuang dalam rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Salah satu rekomendasi FATF adalah perlu dibentuknya suatu lembaga intelijen keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) yang bersifat permanen dan berperan sebagai focal point dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Diawali dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengamanatkan pendirian PPATK. PPATK merupakan focal point yang mengoordinasikan pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Pemerintah RI mengangkat Dr. Yunus Husein dan Dr. I Gde Made Sadguna sebagai Kepala dan Wakil Kepala PPATK pada Oktober 2002 berdasarkan Keputusan Presiden No. 201/M/2002. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 mengalami perubahan pada 13 Oktober 2003 dengan disahkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. Sejalan dengan berdirinya PPATK dan untuk PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
4
menunjang efektivitas pelaksanaan rezim anti pencucian uang di Indonesia, melalui Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004, Pemerintah RI membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang diketuai oleh Menko Politik, Hukum dan Keamanan dengan wakil Menko Perekonomian dan Kepala PPATK sebagai sekretaris komite. Anggota Komite TPPU lainnya adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN dan Gubernur Bank Indonesia. Komite ini bertugas, antara lain merumuskan arah kebijakan penanganan tindak pidana pencucian uang dan mengoordinasikan upaya penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Pada 25 Maret 2009, Komite TPPU menegaskan agar koordinasi yang dilakukan oleh komite mencakup pula perhatian dan kerja sama dalam menangani pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme. Komite TPPU menunjuk PPATK sebagai focal point untuk menangani counter-financing terrorism. Keputusan ini sejalan dengan best practices internasional bahwa ruang lingkup kewenangan suatu FIU meliputi antimoney laundering dan counter-financing terrorism. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menggantikan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 disahkan oleh Presiden RI pada 22 Oktober 2010. Keberadaan undang-undang ini diharapkan dapat membantu upaya penegakan hukum tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana lain, memberikan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, dan penelusuran dan pengembalian harta kekayaan hasil tindak pidana. Undang-undang ini juga mengakomodasi berbagai ketentuan dan standar internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sebagaimana tertuang dalam rekomendasi FATF dalam “FATF Revised 40+9 Recommendations”. Saat ini PPATK dipimpin oleh Dr.Muhammad Yusuf dibantu oleh Agus Santoso, S.H, LL.M yang diangkat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 160/M/2011. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat Dr. Muhammad Yusuf sebagai Kepala PPATK dan Agus Santoso, S.H, LL.M sebagai Wakil Kepala PPATK dan mengucapkan sumpah dihadapan Presiden RI pada 25 Oktober 2011 di Istana Negara. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
5
C. Tugas, Fungsi, dan Kewenangan PPATK PPATK merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk mencegah dan memberantas TPPU dan pendanaan terorisme. Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa PPATK dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan manapun. 1. Tugas PPATK Berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang. 2. Fungsi PPATK Berdasarkan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, PPATK memiliki fungsi sebagai berikut: a. Pencegahan dan pemberantasan TPPU; b. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; dan d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lain. Untuk memperkuat kewenangan PPATK, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Kewenangan-kewenangan PPATK dalam melaksanakan fungsinya, sebagai berikut: 1.
Dalam melaksanakan fungsi “Pencegahan dan pemberantasan TPPU”, PPATK berwenang: a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
6
termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan mencurigakan; c. Mengoordinasikan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dengan instansi terkait; d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU; e. Mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan TPPU; f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang; dan g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU. 2.
Dalam melaksanakan fungsi “Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK”, PPATK berwenang menyelenggarakan sistem informasi yang meliputi antara lain: a. Membangun, mengembangkan, dan memelihara sistem aplikasi; b. Membangun,
mengembangkan,
dan
memelihara
infrastruktur
jaringan
komputer dan basis data; c. Mengumpulkan, mengevaluasi data dan informasi yang diterima oleh PPATK secara manual dan elektronik; d. Menyimpan, memelihara data dan informasi ke dalam basis data; e. Menyajikan informasi untuk kebutuhan analisis; f. Memfasilitasi pertukaran informasi dengan instansi terkait, baik dalam negeri maupun luar negeri; dan g. Melakukan sosialisasi penggunaan sistem aplikasi kepada Pihak Pelapor. 3.
Dalam melaksanakan fungsi “Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor”, PPATK berwenang: a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi pihak pelapor; b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi melakukan TPPU; c. Melakukan audit kepatuhan dan audit khusus; PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
7
d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor; e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan; f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha pihak pelapor; dan g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur. 4.
Dalam melaksanakan fungsi “Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi TPPU dan/atau tindak pidana lainnya”, PPATK berwenang: a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari Pihak Pelapor; b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak terkait; c. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan hasil pengembangan analisis PPATK; d. Meminta informasi kepada Pihak Pelapor berdasarkan permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri; e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis kepada instansi peminta, baik di dalam maupun luar negeri; f. Menerima laporan dan/atau informasi dari masyarakat mengenai adanya dugaan TPPU; g. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak lain yang terkait dengan dugaan TPPU; h. Merekomendasikan kepada instansi penegak hukum mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. Meminta Penyedia Jasa Keuangan (PJK) untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
8
j. Meminta informasi perkembangan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal dan TPPU; k. Mengadakan kegiatan administratif lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawabnya; dan l. Meneruskan hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik.
D. Struktur Organisasi PPATK Dalam pasal 48 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dinyatakan bahwa susunan organisasi PPATK terdiri dari: a. Kepala; b. Wakil Kepala; c. Jabatan Struktural lain; dan d. Jabatan Fungsional. Susunan organisasi PPATK tersebut, kemudian diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, susunan organisasi PPATK terdiri dari: 1. Kepala PPATK; 2. Wakil Kepala PPATK; 3. Sekretariat Utama; 4. Deputi Bidang Pencegahan; 5. Deputi Bidang Pemberantasan; 6. Pusat Teknologi Informasi; 7. Inspektorat; 8. Jabatan Fungsional; dan 9. Tenaga Ahli. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tersebut telah ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-07/1.01/PPATK/08/12 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan setelah mendapat persetujuan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi berdasarkan surat nomor: B/2266/M.PAN-RB/8/2012 tanggal 2 Agustus 2012 perihal PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
9
Rancangan Peraturan Kepala PPATK tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja PPATK. Dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan kewenangannya, Kepala PPATK dibantu oleh Wakil Kepala PPATK dan didukung oleh unit-unit eselon I yang terdiri dari: 1. Sekretariat Utama; 2. Deputi Bidang Pencegahan; 3. Deputi Bidang Pemberantasan; serta unit-unit eselon II yang terdiri dari: 1.
Biro Umum;
2.
Biro Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Tata Laksana;
3.
Biro Perencanaan dan Keuangan;
4.
Direktorat Pengawasan Kepatuhan;
5.
Direktorat Pelaporan;
6.
Direktorat Hukum;
7.
Direktorat Pemeriksaan dan Riset;
8.
Direktorat Analisis Transaksi;
9.
Direktorat Kerja sama dan Hubungan Masyarakat;
10. Inspektorat; dan 11. Pusat Teknologi Informasi.
Struktur organisasi PPATK digambarkan sebagai berikut:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
10
Gambar 1.1 Struktur Organsiasi PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
11
Sistem kepegawaian PPATK mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian PPATK. Berdasarkan data kepegawaian PPATK hingga 31 Desember 2015, jumlah sumber daya manusia yang dimiliki oleh PPATK sebanyak 350 orang dengan rincian termuat dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Pegawai PPATK per 31 Desember 2015 No.
Jenis Pegawai
Jumlah
1.
Pegawai tetap
208 orang
2.
Pegawai dipekerjakan
51 orang
3.
Pegawai kontrak
91 orang
Jumlah
350 orang
E. Dasar Hukum Dasar hukum yang menjadi acuan dalam penyusunan Laporan Kinerja PPATK, antara lain: 1.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;
5.
Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
6.
Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
12
7.
Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2004 tentang Sistem Kepegawaian Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
8.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja;
9.
Peraturan
Kepala
PPATK
Nomor:
PER-07/1.01/PPATK/08/12
tentang
Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 10. Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019; 11. Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; 12. Keputusan Kepala PPATK Nomor: KEP-229/1.01/PPATK/12/15 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019.
F. Sistematika Penyajian BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan penjelasan umum organisasi dengan penekanan kepada aspek strategis organisasi dan permasalahan utama (isu strategis) yang sedang dihadapi oleh organisasi. BAB II PERENCANAAN KINERJA Bab ini menjelaskan ikhtisar Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK. BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Bab ini menjelaskan mengenai capaian kinerja tahun 2015, evaluasi, dan analisis atas capaian kinerja tersebut. Penjelasan kinerja tahun 2015 meliputi hal-hal yang telah dilaksanakan, realisasi kinerja, dan perbandingan capaian kinerja dengan target
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
13
jangka menengah yang terdapat dalam dokumen Renstra PPATK. Dalam bab ini juga dijelaskan mengenai realisasi anggaran yang digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi. BAB IV PENUTUP Bab ini menjelaskan mengenai simpulan umum atas pencapaian kinerja tahun 2015 dan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan bagi perbaikan kinerja pada tahun yang akan datang. LAMPIRAN Bagian ini berisi substansi-substansi yang mendukung penjelasan dalam laporan kinerja.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
14
BAB II PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis Rencana Strategis (Renstra) PPATK Tahun 2015-2019 merupakan dokumen perencanaan yang memuat visi, misi, tujuan dan sasaran strategis, arah kebijakan dan strategi, dan target kinerja, serta kebutuhan pendanaan yang akan dilaksanakan oleh PPATK pada tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun 2015-2019 merupakan pedoman dalam menyusun rencana kerja PPATK tahun 2015-2019 dan sebagai dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kinerja PPATK tahun 2015-2019. Renstra PPATK Tahun 2015-2019
ditetapkan
dengan
Peraturan
Kepala
PPATK
Nomor:
PER-
05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019.
1. Visi dan Misi PPATK Tahun 2015-2019 VISI ppatk “Menjadi lembaga intelejen keuangan independen yang independen dan terpercaya dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.” Visi tersebut memberikan makna bahwa PPATK berupaya mewujudkan Indonesia yang bebas dari tindak pidana pencucian uang dan sejalan dengan visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, yaitu Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur, serta dalam mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan sektor keuangan MISI ppatk Untuk mendukung pencapaian visi PPATK, dirumuskan upaya-upaya yang akan dilaksanakan melalui Misi PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut: PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
15
Tabel 2.1 Misi PPATK KODE M1
MISI Meningkatkan nilai guna hasil analisis dan hasil pemeriksaan PPATK.
M2
Meningkatkan peran dan dukungan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia.
M3
Meningkatkan efektivitas manajemen internal PPATK.
tujuan PPATK Untuk menjabarkan Visi PPATK dalam upaya mencapai sasaran program prioritas presiden, perlu dirumuskan tujuan dan sasaran strategis sebagai indikator yang lebih jelas dan terukur. Tujuan strategis tersebut dijelaskan, sebagai berikut: Tabel 2.2 Tujuan PPATK No
S
1
a 2 s
TUJUAN Meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan tindak pidana lainnya di Indonesia.
T1
Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang andal dalam mendukung pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang PPATK.
T2
SASaran strategis Sebagai bentuk penjabaran dari dua tujuan strategis yang hendak dicapai, PPATK menetapkan empat belas sasaran strategis sebagai berikut: Tabel 2.3 Sasaran Strategis PPATK Tahun 2015-2019 TUJUAN T1
SASARAN STRATEGIS
Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya tndak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya pengungkapan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme.
PPATK 01
PPATK 02
PPATK 03
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
16
TUJUAN
T2
SASARAN STRATEGIS
Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya kualitas hasil riset Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditndaklanjuti. Meningkatnya kepatuhan pelaporan.
PPATK 04
Meningkatnya kemampuan Pihak Pelapor dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan pendanaan terorisme. Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK. Meningkatnya kualitas SDM PPATK.
PPATK 08
Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK.
PPATK 12
Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif.
PPATK 13
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK
PPATK 14
PPATK 05 PPATK 06 PPATK 07
PPATK 09
PPATK 10 PPATK 11
Peta Strategis PPATK Empat belas sasaran strategis PPATK saling memiliki keterkaitan satu sama lain dan masing-masing memiliki peran dan kemampuan dalam mendukung pencapaian visi dan misi PPATK. Keterkaitan antarsasaran strategis beserta masing-masing Indikator Kinerja Sasaran Strategis dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK Tahun 2015-2019, sebagai berikut:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
17
Gambar 2.1 Peta Strategis PPATK Tahun 2015-2019
Peta strategi tersebut terbagi menjadi empat perspektif, yaitu perspektif stakeholder, internal business process, learning and growth, dan financial. Keempat perspektif tersebut menggambarkan pola hubungan sebab akibat dalam bentuk sebuah peta strategi yang terukur dan berkesinambungan. Perspektif stakeholder yang merupakan outcome PPATK dalam memenuhi harapan para pemangku kepentingan didukung oleh perspektif internal business process yang merupakan proses internal strategis yang dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsi PPATK, sedangkan perspektif learning and growth dan perspektif financial diperlukan dalam mewujudkan perspektif stakeholder dan internal business process melalui proses perbaikan, pemanfaatan sumber daya, dan penggunaan anggaran yang optimal.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
18
B. Perjanjian Kinerja Perjanjian kinerja merupakan lembar/dokumen yang berisi penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Pasal 7 ayat (1) Peraturan
Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyatakan bahwa entitas akuntabilitas kinerja PPATK harus menyusun perjanjian kinerja. Dalam upaya pengukuran kinerja tahun 2015, Kepala PPATK telah menetapkan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK pada 26 Maret 2015. Perjanjian kinerja tersebut disusun dengan mengacu pada dokumen anggaran yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Keuangan berdasarkan Surat Pengesahan DIPA Induk Tahun Anggaran 2015 PPATK Nomor: SP DIPA-078-01-1.453374/2015 tanggal 14 November 2014. Perjanjian Kinerja PPATK bertujuan untuk menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur dan merupakan dasar penilaian keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK dijelaskan dalam Tabel 2.4, sebagai berikut: Tabel 2.4 Perjanjian Kinerja PPATK Tahun 2015
Sasaran Strategis
PPATK. 01
PPATK. 02
Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
Indikator Kinerja Sasaran Strategis
S1.1
S2.1
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
Target
-
Indeks
Program
Pagu Anggaran Awal (Rp)
21.795.100.000,00 Pencegahan dan Pemberantasa n Tindak Pidana Pencucian Uang
Pagu Anggaran Revisi (Rp) 21.795.100.000,00
dan Pendanaan Terorisme
80
%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
19
PPATK. 03
PPATK. 04
PPATK. 05
PPATK. 06
S2.2
Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
80
%
S2.3
Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti.
20
%
S3.1
Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
10
%
S4.1
Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
100
%
S5.1
Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
3,0
Indeks
S6.1
Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
77
Laporan
S7.1
Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan.
95
%
S7.2
Indeks kepatuhan pihak pelapor.
4,0
Indeks
S8.1
Persentase kelulusan peserta pelatihan.
100
%
S9.1
Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme.
100
%
Meningkatnya keandalan sistem TI PPATK.
S10.1
Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK.
2,50
Indeks
Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK.
S11.1
Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi
90
%
Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
PPATK. 07
PPATK. 08
PPATK. 09
PPATK. 10 PPATK. 11
Meningkatnya kepatuhan pelaporan.
Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan penyidik TPPU dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
Dukungan Manajemen dan
50.162.968.000,00
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
58.946.796.000,00
20
kerja pegawai baik.
PPATK. 12 PPATK. 13 PPATK. 14
Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK.
S12.1
Nilai AKIP PPATK.
B
Nilai
Terwujudnya reformasi birokrasi yang efektif.
S13.1
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
65
Nilai
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK.
S14.1
Opini BPK.
WTP
Opini
Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK.
4.525.000.000,00
4.525.000.000,00
Anggaran yang tercantum dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK adalah alokasi pagu anggaran awal yang diterima oleh PPATK pada tahun 2015 sebesar Rp76.483.068.000,00 sebelum terjadi penambahan pagu anggaran pada tahun berjalan sesuai Surat Direktorat Jenderal Anggaran No.: S-2374/AG/2015 tanggal 16 Oktober 2015 perihal Penyampaian SP-SABA 999.08 Untuk Tambahan Alokasi Belanja PPATK TA 2015. Dengan adanya penambahan anggaran tersebut, maka pagu anggaran PPATK meningkat menjadi Rp85.266.896.000,00. Gambar 2.2 Penandatanganan Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK
Anggaran tersebut dialokasikan ke dalam tiga program, yaitu Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK, dan PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
21
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK. Dalam upaya pencapaian target kinerja sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK, pagu anggaran PPATK dialokasikan ke dalam program dan kegiatan, sebagai berikut: Tabel 2.5 Pagu Anggaran PPATK per Program dan Kegiatan Tahun 2015 Kode Program/Kegiatan 078.01.01
Nama Program/Kegiatan
Anggaran
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK
Rp
58.946.796.000,00
3374
-
Pengawasan Internal PPATK.
Rp
407.295.000,00
3375
-
Pengelolaan Perencanaan dan Keuangan PPATK.
Rp
41.878.334.000,00
3376
-
Pengelolan Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Ketatalaksanaan PPATK.
Rp
4.209.614.000,00
3377
-
Penyelenggaraan Ketatausahaan, Kerumahtanggaan, dan Perlengkapan PPATK. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK
Rp
12.451.553.000,00
Rp
4.525.000.000,00
Rp
4.525.000.000,00
Rp
21.795.100.000,00
078.01.02 3378 078.01.06
-
Pengadaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana PPATK. Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme
3379
-
Pengelolaan Bidang Hukum PPATK.
Rp
2.411.485.000,00
3380
-
Pelaksanaan kerja sama dan Hubungan Masyarakat PPATK.
Rp
3.659.087.000,00
3381
-
Pengelolaan Teknologi Informasi PPATK.
Rp
8.300.000.000,00
3382
-
Pengawasan Kepatuhan Pihak Pelapor.
Rp
1.206.955.000,00
3383
-
Pengawasan Kewajiban Pelaporan dan Pembinaan Pihak Pelapor.
Rp
1.357.826.000,00
3384
-
Analisis Transaksi dan Pengelolaan Laporan Masyarakat.
Rp
850.000.000,00
5232
-
Pemeriksaan dan Pengembangan Riset TPPU.
Rp
4.009.747.000,00
Jumlah
Rp
85.266.896.000,00
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
22
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Rata-rata capaian kinerja PPATK pada tahun 2015 sebesar 132,65%. Capaian kinerja ini dapat terwujud karena PPATK berusaha melaksanakan upaya perbaikan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sistem akuntabilitas kinerja yang dilakukan dengan cara
menindaklanjuti
rekomendasi-rekomendasi
hasil
evaluasi
Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi atas sistem akuntabilitas kinerja PPATK Tahun 2014. Selain itu, PPATK juga melakukan upaya-upaya, antara lain: a. Biro Perencanaan dan Keuangan selaku koordinator Tim Pengelolaan Kinerja PPATK mendorong seluruh unit kerja untuk melaksanakan analisis dan evaluasi mengenai capaian kinerjanya secara mandiri, serta berkoordinasi dalam pengukuran kinerjanya, termasuk kendala pencapaian kinerja dan melaporkan hal tersebut dalam laporan capaian kinerja triwulanan dan laporan kinerja tingkat unit eselon II. b. Inspektorat dengan berpedoman pada Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah melakukan evaluasi akuntabilitas kinerja pada PPATK. Hasil evaluasi tersebut telah disampaikan kepada seluruh unit kerja untuk menjadi bahan evaluasi dan perbaikan kinerja pada tahun berikutnya. c. PPATK menyempurnakan Renstra periode sebelumnya melalui penyusunan Renstra PPATK
Tahun
2015-2019.
Dalam
proses
penyusunan
Renstra
tersebut
memperhatikan hasil evaluasi dan capaian kinerja PPATK selama tahun 2010-2014 dan hasil evaluasi atas sistem akuntabilitas kinerja dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Renstra PPATK Tahun 2015-2019 telah memuat indikator kinerja sasaran strategis yang bersifat outcome.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
23
B. Analisis dan Evaluasi Capaian Kinerja Pada tahun 2015, PPATK memiliki empat belas sasaran strategis dan tujuh belas Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS). Berikut ini dijelaskan mengenai capaian kinerja PPATK tahun 2015 menurut masing-masing sasaran strategis yang telah ditetapkan. Sasaran Strategis 1: Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme Sasaran Strategis 1 dimaksudkan untuk mengetahui penilaian pemangku kepentingan dan masyarakat terkait dengan efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dilaksanakan oleh PPATK dan instansi yang terkait dalam periode tertentu (tahunan). Sasaran strategis 1 diukur melalui satu Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS), yaitu Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 1 tidak diukur pada tahun 2015. IKSS 1: Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) merupakan ancaman serius bagi suatu bangsa (extraordinary crime) karena tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam skala internasional yang berkaitan dengan implementasi rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme guna memitigasi risiko pencucian uang dan pendanan terorisme, Indonesia telah berhasil keluar dari “greylist” FATF sejak Juni 2015. Pencapaian ini tidak terlepas dari kerja keras PPATK sebagai focal point dan komitmen seluruh stakeholders untuk menjaga agar rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia dapat berjalan semakin efektif sesuai dengan 40 Rekomendasi FATF. Berkaitan dengan hal tersebut, PPATK secara khusus telah merancang penyusunan Indeks Persepsi Publik terhadap TPPU dan pendanaan terorisme dengan melibatkan PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
24
masyarakat sebagai salah satu stakeholders rezim Anti Pencucian Uang Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT) untuk menilai tingkat keefektifan kinerja rezim APUPPT dari sisi pencegahan dan pemberantasan. Salah satu indikator bahwa rezim APUPPT telah berjalan dengan baik adalah bahwa publik mengetahui rezim APUPPT dan stakeholders telah menjalankan fungsinya secara efektif. Hal tersebut diukur dengan indikator persepsi tingkat pemahaman publik atas TPPU dan pendanaan terorisme (termasuk pemahaman atas risiko-risiko, regulasi, dan rezim APUPPT) dan indikator persepsi keefektifan kinerja stakeholders. Dengan diketahuinya tingkat pemahaman publik atas TPPU dan pendanaan terorisme tersebut, pemerintah diharapkan dapat melakukan intervensi melalui programprogram kerja pemerintah guna meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap TPPU dan pendanaan terorisme. Dengan terukurnya indikator persepsi keefektifan kinerja stakeholders rezim APUPPT, pemerintah dapat memperoleh feedback guna meningkatkan kinerja. Indeks persepsi publik ini akan menjadi tolok ukur (monitoring tools) pemerintah Indonesia. Indeks ini sangat penting guna mengukur pencapaian seluruh stakeholders di Indonesia dalam mencegah dan memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), khususnya yang berkaitan dengan tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi FATF. Hal ini penting mengingat pada tahun 2017, FATF selaku standard setter rezim anti pencucian uang internasional akan melakukan Mutual Evaluation Review terhadap rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme Indonesia. Bagi dunia internasional, indeks persepsi publik ini merupakan suatu hal yang baru dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Indeks ini diharapkan dapat menjadi back up terhadap persepsi buruk internasional terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT di Indonesia. Berdasarkan persepsi internasional, Indonesia dipandang sebagai negara yang tidak ramah terhadap investasi karena berpotensi cukup tinggi terhadap risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme, sehingga memiliki tingkat risiko yang tinggi terhadap TPPU dan TPPT. Hal ini berpotensi menghambat masuknya investasi guna meningkatkan fundamental ekonomi Indonesia saat ini. Untuk itu, diperlukan re-measurement melalui indeks persepsi publik untuk mengonfirmasi hasil Index AML Basel. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
25
Pengukuran indeks persepsi TPPU dan TPPT akan dilaksanakan setiap tahun dan telah ditetapkan menjadi salah satu indikator kinerja sasaran strategis PPATK sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategis PPATK Tahun 2015-2019. Indeks persepsi akan diukur melalui metode survei dengan melibatkan seluruh stakeholders rezim anti pencucian dan pendanaan terorisme di Indonesia yang meliputi pihak pelapor (bank, non bank, dan PBJ), apgakum, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan masyarakat. Penyusunan indeks persepsi TPPU dan TPPT membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk para akademisi yang berasal dari perguruan tinggi untuk bersama-sama melakukan penyusunan metode survei. Untuk menjamin independensi, PPATK akan menggunakan pihak ketiga dalam pelaksanaan survei, baik dari lembaga survei, perguruan tinggi, maupun Badan Pusat Statistik. Pada tahun 2015, dalam upaya memperoleh baseline indeks dan sebagai learning point terkait dengan pencapaian dan pelaksanaan pembuatan indeks persepsi TPPU di Indonesia, PPATK bersama sebelas bank telah melaksanakan pilot study “Survei Persepsi Publik Indonesia atas TPPU”. Kegiatan ini dilaksanakan serempak pada 2-13 November 2015 di 600 kantor cabang bank di seluruh wilayah Indonesia dengan responden sebanyak 3000 orang nasabah bank yang dipilih dengan menggunakan pendekatan berbasis risiko terhadap terjadinya pencucian uang di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, persepsi masyarakat Indonesia yang direpresentasikan oleh nasabah bank dengan berbagai tingkat risiko terhadap pencucian uang, antara lain mengenai tingkat pemahaman dan subjektivitas atas perilaku pencucian uang, serta tingkat kepercayaan masyarakat atas keefektifan kinerja stakeholders rezim Anti Pencucian Uang di Indonesia, dapat diketahui bahwa: 1. Sebagian besar masyarakat Indonesia berpendapat bahwa pelaku pencucian uang cenderung menghindari industri keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan dana yang bersumber dari hasil kejahatan (ilegal). Masyarakat berpandangan bahwa terdapat lima modus operandi pencucian uang yang cenderung dilakukan oleh pelaku pencucian uang, yaitu: a. Membeli aset properti (14,9%). b. Membeli logam mulia (12,6%). c. Menempatkan dana dari/ke/di luar negeri (12,2%). PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
26
d. Menitipkan kepada anggota keluarga atau pihak lain (11,9%). e. Menyimpan tunai di rumah/suatu tempat (11,7%). 2. Sebagian besar masyarakat telah memahami bahwa tindakan pencucian uang dapat dikriminalisasi. Sebanyak 93,73% masyarakat setuju bahwa jika setiap orang yang melakukan transaksi dengan menggunakan dana yang berasal dari tindak pidana dapat dikenakan pidana pencucian uang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepedulian masyarakat secara umum atas TPPU sudah baik. 3. Berdasarkan jenis tindak pidana asalnya, masyarakat menilai bahwa sumber dana pencucian uang mayoritas berasal dari korupsi (50,87%), penipuan/penggelapan (39,19%), dan penyuapan (44,26%). Masyarakat belum menyadari bahwa hasil Tindak Pidana (TP) narkotika, TP perpajakan, TP kehutanan, TP perbankan, TP lingkungan hidup, TP perikanan, TP kepabeanan dan cukai, TP perdagangan orang, dan prostitusi juga berpotensi cukup tinggi menjadi sumber dana TPPU. 4. Dari skala 1-10, masyarakat berpendapat bahwa tingkat potensi terjadinya TPPU di Indonesia berada pada skala 4,21. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat potensi terjadinya TPPU di Indonesia menurut persepsi masyarakat berada pada kategori sedang. Meski demikian, masyarakat berpersepsi bahwa tingkat dampak yang dapat ditimbulkan bila TPPU terjadi berada pada level yang tinggi. Dari skala 1-5, tingkat dampak bila TPPU terjadi adalah 3,68. Secara keseluruhan, dilihat dari sisi tingkat risikonya, terdapat 63,78% masyarakat dapat merasakan dampak terjadinya TPPU di Indonesia, baik secara langsung (9,74%) maupun secara tidak langsung (54,04%). 5. Dilihat dari sisi profil pelaku, masyarakat Indonesia berpandangan bahwa pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki kecenderungan terbesar menjadi pelaku utama TPPU. Profil lain yang berisiko cukup tinggi menjadi pelaku TPPU adalah pengurus/anggota partai politik, organisasi masyarakat, yayasan (8,67%), PNS (termasuk pensiunan) (6,80%), dan pengusaha/wiraswasta (6,70%). Sementara itu, beberapa pihak terkait yang menurut masyarakat dapat terlibat melakukan TPPU adalah rekan kerja/relasi (42,19%) dan anggota keluarga/kerabat (41,49%). 6. Secara umum, masyarakat Indonesia setuju pada dua belas fakta-fakta makro yang menjadi simpul kerawanan, sehingga mendorong terjadinya TPPU di Indonesia.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
27
Berdasarkan fakta-fakta makro tersebut, masyarakat berpendapat bahwa sepuluh fakta makro yang paling berpengaruh mendorong terjadinya TPPU di Indonesia adalah: a. Minimnya teladan yang baik dari politisi dan pejabat pemerintah (73,95%). b. Lemahnya penegakan hukum (71,68%). c. Belum efektifnya pengawasan dalam pelaksanaan aturan (65,91%). d. Perumusan produk hukum yang member celah untuk terjadinya penyalahgunaan wewenang, sehingga menjadi sarana korupsi (59,44%). e. Transaksi perdagangan hasil eksploitasi sumber daya alam di daerah perbatasan belum banyak tersentuh oleh institusi hukum (52,60%). f. Rentannya kawasan terpencil terhadap penambangan liar (51,93%). g. Sulitnya mendeteksi pihak yang merupakan pemilik harta sesungguhnya (51%). h. Banyaknya ijin/keputusan pemerintah untuk melindungi aktivitas kejahatan di bidang lingkungan hidup (50,57%). i. Perkembangan teknologi yang rentan digunakan sebagai sarana TPPU, misalnya internet banking, e-payment, dan e-commerce (48,50%). j. Lemahnya regulasi dan pengawasan atas sistem pembayaran baru, khususnya mata uang virtual (39,46%) k. Maraknya pembangunan properti yang sumber dananya diduga merupakan hasil tindak pidana dari luar negeri (37,36%). l. Banyaknya transaksi jual beli data nasabah (33,42%). 7. Dari sisi pencegahan rezim APU, khususnya terkait dengan pengawasan dan pengaturan, masyarakat berpandangan bahwa Lembaga Pengawas dan Pengatur (LPP), seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan PPATK telah melaksanakan tugasnya dengan baik (47,03%). Namun demikian, sebanyak 36,72% masyarakat masih berpandangan bahwa LPP belum melaksanakan tugasnya dengan baik. 8. Sementara itu, dari sisi pemberantasan rezim APU, khususnya terkait dengan penanganan perkara TPPU oleh penegak hukum, masyarakat berpandangan bahwa apgakum, misalnya penyidik, penuntut, dan lembaga peradilan belum mampu melaksanakan tugasnya dengan baik (54,74%). Hanya sebanyak 25,05% masyarakat yang berpandangan bahwa apgakum telah melaksanakan tugasnya dengan baik dalam penanganan perkara TPPU.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
28
9.
Dari sisi koordinasi lintas stakeholders rezim APU, sebagian besar masyarakat atau sebanyak 53,54% berpersepsi bahwa koordinasi masih lemah dan ego sektoral lembaga masih cukup tinggi.
10. Berkaitan dengan penanganan perkara TPPU yang terjadi di luar yurisdiksi Indonesia, sebagian besar masyarakat juga berpandangan bahwa upaya koordinasi yang dilaksanakan oleh pemerintah belum berjalan secara optimal (62,81%). 11. Dengan demikian, berdasarkan persepsi masyarakat terhadap tingkat kinerja dan kepercayaan atas kinerja setiap stakeholders rezim APU, dapat disimpulkan bahwa fungsi pencegahan rezim APU cenderung berjalan lebih baik dibandingkan fungsi pemberantasan. 12. Berdasarkan penjumlahan indikator-indikator pembentuk indeks
pencegahan
diketahui bahwa nilai indeks persepsi pencegahan sebesar 5,64. Hal ini menunjukan bahwa aspek pencegahan TPPU di Indonesia menurut masyarakat sudah cenderung efektif, sedangkan untuk indeks pemberantasan diketahui bahwa nilai komposit indeks sebesar 4,51. Hal ini menunjukan bahwa aspek pemberantasan TPPU di Indonesia menurut masyarakat masih cenderung belum efektif. 13. Nilai rata-rata indeks pencegahan dan pemberantasan dapat diperoleh angka indeks persepsi TPPU Indonesia sebesar 5,08 indeks. Hal ini menunjukan bahwa secara keseluruhan sudah cenderung efektif, meskipun dari aspek pemberantasan masih memerlukan banyak perbaikan. Melalui penilaian persepsi terhadap TPPU dan TPPT di Indonesia, diharapkan pemerintah, dalam hal ini seluruh stakeholders rezim APUPPT di Indonesia, mendapatkan feedback yang baik untuk melakukan berbagai program intervensi. Hal ini dapat mereduksi peluang atau risiko terjadinya tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia. Pada tahun 2015, PPATK menempatkan kinerja indikator kinerja indeks persepsi TPPU dan Pendanaan Terorisme sebagai indepth study. Berdasarkan indepth study, diperoleh hasil pilot study indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 5,08 indeks. Pada tahun 2015, PPATK tidak memasukan indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme sebagai target kinerja dalam Renstra PPATK Tahun 2015-2019, sehingga tidak dilakukan pengukuran kinerja.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
29
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-1 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Tahun 2015 Indeks Persepsi TPPU dan Pendanaan Terorisme
Indepth study
Indepth study
Tidak diukur
Keberhasilan pelaksanaan pilot study indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme didukung oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Pemenuhan target responden survei dibantu oleh penyedia jasa keuangan (bank), sehingga respon rate dapat terpenuhi. 2. Penginputan dan pengolahan data survei indeks persepsi TPPU menggunakan aplikasi online, sehingga hasilnya dapat terpantau secara real time. 3. PPATK berkoordinasi dan melakukan pembahasan dengan pihak akademisi yang
berasal dari perguruan tinggi terkait metode penelitian dan penyusunan kuesioner. Tabel 3.2 Perbandingan Realisasi IKSS ke-1 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi 2015 2016 2017 2018 2019 2015 Dibanding Target Tahun 2019 Indeks Persepsi TPPU dan pendanaan terorisme
Indepth study
5,0 indeks
5,05 indeks
5,15 indeks
5,30 indeks
Indepth study
Tidak diukur
Capaian kinerja IKSS ini tidak dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019 karena tidak diukur pada tahun 2015. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah: 1. Tim Indeks persepsi TPPU-PPT PPATK melakukan Focus Group Discussion (FGD) secara intensif dengan melibatkan para akademisi dalam penyusunan metode survei. 2. PPATK akan mengadakan lelang pengadaan jasa untuk menentukan pihak yang melakukan survei indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. 3. PPATK menggunakan aplikasi berbasis web dalam seluruh rangkaian kegiatan indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
30
Kendala yang dihadapi: 1. Refocusing capaian kegiatan pengukuran Indeks Persepsi TPPU dan pendanaan terorisme yang terbatas pada penyusunan metode penelitian dan pilot project penyusunan indeks persepsi TPPU yang disebabkan keterbatasan anggaran dalam memenuhi usulan biaya dari pihak akademisi sebagai pelaksana survei. 2. Muncul kesalahpahaman dari salah satu stakeholders karena pemberitaan yang cenderung provokatif. Berdasarkan hasil survei indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme, stakeholder tersebut memperoleh persepsi kinerja yang dinilai kurang efektif dari masyarakat. 3. Terbatasnya informasi awal terhadap metode penyusunan indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme dalam periode jangka menengah (lima tahun). 4. Belum terdapat kajian sejenis di dalam negeri maupun di luar negeri yang bertujuan untuk mengukur efektivitas kinerja rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di suatu negara melalui pendekatan survei persepsi. 5. Muncul kekhawatiran dari para stakeholder atas hasil pilot study pengukuran indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Upaya yang ditempuh untuk menyelesaikan kendala yang dihadapi: 1. PPATK berkoordinasi untuk mengklarifikasi kesalahpahaman dengan salah satu stakeholder. 2. Tim Indeks persepsi TPPU-PPT PPATK selalu berkoordinasi dengan pimpinan PPATK. 3. PPATK melakukan Focus Group Discussion (FGD) secara intensif dengan akademisi dan beberapa narasumber dari instansi/lembaga yang pernah menyelenggarakan survei. 4. Penyelenggaraan survei bersama-sama dengan pihak ketiga (perbankan), penyusunan metode penelitian yang dilakukan bersama-sama dengan para akademisi, dan penggunaan aplikasi berbasis web dalam seluruh rangkaian kegiatan indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. 5. Optimalisasi anggaran PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
31
Sasaran Strategis 2: Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
pencegahan
dan
Sasaran Strategis 2 dimaksudkan untuk mengetahui kualitas rekomendasi PPATK yang disampaikan kepada pemerintah di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Pencapaian sasaran strategis 2 diukur melalui tiga IKSS, yaitu: 1. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. 2. Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. 3. Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA). Pada tahun 2015, rata-rata pencapaian kinerja SS 2 adalah 125,59%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa capaian kinerja SS 2 sudah relatif baik. Tabel 3.3 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2015 NO.
INDIKATOR KINERJA SASARAN STRATEGIS
TARGET TAHUN 2015
REALISASI TAHUN 2015
CAPAIAN TAHUN 2015
1
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. Persentase rekomendasi NRA.
80%
100%
125%
80%
59,18%
73,98%
20%
35,56%
178%
2 3
Rata-rata capaian kinerja
125,59%
IKSS 2: Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti Pada tahun 2015, PPATK merencanakan target kinerja indikator kinerja persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti sebesar 80% dengan realisasi kinerja sebesar 100%. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
32
PPATK telah berhasil menyampaikan seluruh rekomendasi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme dan telah ditindaklanjuti kepada para pemangku kepentingan, dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 125%. Sepuluh rekomendasi yang telah disampaikan selama tahun 2015 kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia, meliputi: 1.
Rekomendasi pencantuman individu dalam daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme
yang
disampaikan
melalui
Surat
Kepala
PPATK
nomor:
S-
53/1.03.3/PPATK/11/15/R tanggal 16 November 2015. 2.
Rekomendasi penghapusan pencantuman identitas individu dari daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: S-50/1.03.3/PPATK/10/15/R tanggal 9 Oktober 2015.
3.
Rekomendasi penghapusan pencantuman identitas individu dari daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: S-52/1.03.3/PPATK/11/15/R tanggal 6 November 2015.
4.
Rekomendasi pembekuan aset terhadap individu dan entitas/lembaga yang tercantum dalam al-Qaeda Sanctions List yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: S-51/1.03.3/PPATK/PPATK/10/15/R tanggal 23 Oktober 2015.
5.
Rekomendasi penghapusan atas individu dari daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme dewan keamanan PBB yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: S-54/1.03.3/PPATK/11/15/R tanggal 19 November 2015.
6.
Rekomendasi pemutakhiran identitas individu dan entitas dalam daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: S-48/1.03.3/PPATK/08/15/R tanggal 28 Agustus 2015.
7.
Rekomendasi penghapusan identitas individu dari daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: S47/1.03.3/PPATK/08/15/R tanggal 5 Agustus 2015.
8.
Rekomendasi pembekuan aset terhadap individu dan entitas/lembaga yang tercantum dalam al-Qaeda Sanctions List yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: S-397/1.03.3/PPATK/09/15 tanggal 10 September 2015. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
33
9.
Rekomendasi penghapusan individu dari daftar terduga terorisme yang disampaikan melalui Surat Kepala PPATK nomor: S-451/1.03.3/PPATK/09/15 tanggal 28 September 2015.
10. Rekomendasi pencantuman individu dalam daftar terduga terorisme dan organisasi terorisme
yang
disampaikan
melalui
Surat
Kepala
PPATK
nomor:
S-
49/1.03.3/PPATK/10/15/R tanggal 1 Oktober 2015. PPATK telah menyampaikan sepuluh rekomendasi dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Rekomendasi yang disampaikan adalah rekomendasi pengajuan pencantuman identitas individu dan korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris, termasuk perpanjangan dan penghapusan identitas individu dan korporasi tersebut. Kesepuluh rekomendasi tersebut telah ditindaklanjuti oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan mencantumkan identitas individu dan korporasi dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris. Tabel 3.4 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-2 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti.
80%
Capaian Tahun 2015
100%
125%
Berdasarkan Tabel 3.4, diketahui bahwa PPATK berhasil mencapai kinerja yang ditargetkan. Keberhasilan ini disebabkan koordinasi yang efektif antara PPATK dengan pemangku kepentingan, dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga tujuan penyampaian rekomendasi tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
34
Tabel 3.5 Perbandingan Realisasi IKSS ke-2 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi 2015 2016 2017 2018 2019 IKSS 2015 Dibanding Target Tahun 2019 Persentase 80% 85% 90% 95% 100% 100% 100% rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah berhasil mencapai 100%. Pencapaian yang berhasil menyamai target jangka menengah disebabkan koordinasi yang efektif dengan pemangku kepentingan, dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga tujuan penyampaian rekomendasi tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK akan meningkatkan jumlah rekomendasi PPATK yang ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Peningkatan tersebut dilakukan melalui optimalisasi kegiatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan yang menjadi objek rekomendasi. Kendala yang dihadapi: Kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti adalah masih terdapat perbedaan persepsi antara PPATK dengan para pemangku kepentingan, baik dari aparat penegak hukum, lembaga pengawas dan pengatur, dan pihak pelapor terkait dengan pemblokiran dana.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
35
Upaya penyelesaian kendala yang dihadapi: PPATK akan melakukan optimalisasi kegiatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan yang menjadi objek rekomendasi, sehingga rekomendasi-rekomendasi PPATK dapat segera ditindaklanjuti oleh stakeholders PPATK.
IKSS 3: Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
Rekomendasi Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) terdiri dari 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations. Pada tahun 2015, rekomendasi-rekomendasi FATF tersebut belum seluruhnya dapat diadopsi dalam kebijakan domestik. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PPATK untuk memenuhi rekomendasi FATF tersebut adalah mengoordinasikan delegasi Indonesia untuk menghadiri pertemuan organisasi internasional terkait dengan FATF, antara lain: 1) Regional Review Group (RRG) di Sydney pada Januari 2015; 2) FATF Plenary di Paris pada Februari 2015; 3) FATF Plenary di Brisbane pada Juni 2015; 4) RRG on site visit di Jakarta pada Mei 2015; dan 5) Asia-Pacific Group on Money Laundering (APG) Annual Meeting di Auckland, New Zealand pada Juli 2015. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dibahas mengenai kemajuan Indonesia dalam penerapan Rekomendasi FATF. PPATK telah menyusun laporan periodik Indonesia terkait perkembangan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme yang dibahas pada pertemuan RRG, FATF, maupun APG. Selain serangkaian pertemuan internasional, PPATK juga melaksanakan serangkaian pertemuan antar-instansi dalam negeri untuk mengefektifkan penerapan FATF Special Recommendations (SR) III mengenai pembekuan aset milik terduga teroris sebagaimana diatur dalam UNSCR 1267. Merujuk pada 40+9 FATF Recommendations, Indonesia telah memenuhi 29 Rekomendasi FATF. Pemenuhan Rekomendasi FATF oleh Indonesia terdiri dari 25 rekomendasi yang berstatus Largely Compliant (LC) dan 4 rekomendasi yang berstatus PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
36
Compliant (C). Dengan demikian, capaian kinerja persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik adalah 59,18%. Rekomendasi-rekomendasi FATF yang berhasil diadopsi dalam kebijakan pemerintah Indonesia sampai dengan tahun 2015 dijelaskan sebagai berikut: Tabel 3.6 Rekomendasi FATF yang Diadopsi dalam Kebijakan Domestik Tahun 2007-2015 Hasil Evaluasi Kondisi Recommendations APG Tahun 2007 per 31 Desember 2015 Legal systems 1. ML offence 2. ML offence – mental element and corporate liability 3. Confiscation and provisional measures Preventive measures 4. Secrecy laws consistent with the Recommendations 5. Customer due diligence 6. Politically exposed persons 7. Correspondent banking 8. New technologies and non face-to-face business 9. Third parties and introducers 10. Record keeping 13. Suspicious transaction reporting 14. Protection and no tipping-off 15. Internal controls, compliance and audit 17. Sanctions 18. Shell banks 19. Other forms of reporting 20. Other NFBP and secure transaction techniques 22. Foreign branches and subsidiaries 23. Regulation, supervision and monitoring 25. Guidelines and Feedback Institutional and other measures 26. The FIU 28. Powers of competent authorities International Co-operation 35. Conventions
PC
LC
PC
LC
PC
LC
LC
LC
PC NC NC
LC LC LC
LC
LC
NC LC PC C PC PC LC C
LC LC LC C LC LC LC C
C
C
NC PC PC
LC LC LC
LC C
LC C
PC
LC
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
37
Recommendations 36. Mutual Legal Assistance (MLA) 37. Dual criminality 39. Extradition 40. Other forms of co-operation Special Recommendations SR.II Criminalise terrorist financing SR.V International co-operation
Hasil Evaluasi APG Tahun 2007 PC LC LC LC
Kondisi per 31 Desember 2015 LC LC LC LC
PC PC
LC LC
Tabel 3.7
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-3 PPATK Tahun 2015
Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Target Tahun 2015
Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
80%
Realisasi Tahun 2015
Capaian Tahun 2015
59,18%
73,98%
Berdasarkan Tabel 3.7, diketahui bahwa capaian indikator kinerja sebesar 73,98%. Realisasi kinerja IKSS tahun 2015 sebesar 59,18% merupakan capaian kinerja yang relatif baik. Namun, realisasi kinerja tersebut belum berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan. Hal ini disebabkan masih terdapat 20 Rekomendasi FATF yang belum dapat dipenuhi yang terdiri dari tujuh belas rekomendasi yang masih berstatus Partially Compliant (PC), dua rekomendasi yang berstatus Non-Compliant (NC), dan satu rekomendasi yang berstatus Not Applicable (NA). Selama tahun 2015, pihak FATF/APG menekankan pada penerapan core/key recommendation oleh Indonesia, terutama Special Recommendation (SR) III mengenai pembekuan aset milik terduga teroris, sedangkan rekomendasi lain yang tidak termasuk dalam core recommendation tidak ditekankan oleh pihak FATF/APG. Hal ini menyebabkan PPATK mengalami kesulitan dalam mengukur usaha pemenuhan Rekomendasi FATF yang tidak termasuk core recommendation. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penerapan rekomendasi FATF tidak mencapai target kinerja karena pelaksanaan kegiatan lebih terfokus pada pemenuhan core recommendation, khususnya SR III.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
38
Tabel 3.8 Perbandingan Realisasi IKSS ke-3 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi 2015 2016 2017 2018 2019 2015 Dibanding Target Tahun 2019 Persentase 80% 40% 50% 60% 70% 59,18% 84,5% rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 84,5%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Kendala-kendala yang dihadapi: Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian IKSS ini, antara lain: 1. Pemenuhan
seluruh
Rekomendasi
FATF
memerlukan
koordinasi
dengan
Kementerian/Lembaga (K/L) yang cukup banyak, yaitu dengan 23 K/L. 2. Keberadaan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU (Komite
TPPU)
dinilai
kementerian/Lembaga
belum
stakeholders
cukup
efektif
menjadi
karena
anggota
belum Komite
semua TPPU.
Kementerian/Lembaga yang belum menjadi anggota Komite TPPU, antara lain Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Bapeten, dan lain-lain. 3. Banyak kementerian/Lembaga stakeholders yang belum memahami pentingnya Indonesia melaksanakan pemenuhan Rekomendasi FATF, sehingga diperlukan koordinasi yang lebih intensif lagi. Upaya penyelesaian kendala yang dihadapi: Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, maka PPATK melakukan upaya-upaya yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya. Upaya-upaya tersebut, sebagai berikut: 1. PPATK melakukan koordinasi teknis pemenuhan Rekomendasi FATF dalam upaya persiapan Indonesia menghadapi FATF Mutual Evaluation Review (MER) tahun 2017. Sejak tahun 2015, MER mulai dibahas secara intensif dalam empat pertemuan PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
39
Komite TPPU yang terdiri dari dua kali Rapat Komite TPPU tingkat menteri, satu kali Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU, dan satu kali Rapat Kelompok Kerja Komite TPPU. 2. Sejak November 2015, telah dilaksanakan pembahasan rencana pembentukan Tim Persiapan Mutual Evaluation yang beranggotakan seluruh K/L stakeholders terkait. Tim tersebut akan dibentuk dan mulai bekerja secara intensif pada tahun 2016. Dengan demikian, tim tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah pemenuhan rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik.
IKSS 4: Persentase rekomendasi National Risk Asssessment (NRA) yang ditindaklanjuti. Penilaian NRA merupakan suatu kegiatan terorganisasi dan sistemik untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi sumber dan metode pencucian uang dan pendanaan terorisme, kelemahan dalam sistem anti TPPU dan pendanaan terorisme, dan kerawanan lainnya yang dihadapi yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung pada negara tertentu yang melaksanakan penilaian. Dalam skala nasional, pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional dilatarbelakangi oleh kebutuhan penyusunan strategi nasional dan memberikan rekomendasi bagi penyempurnaan regulasi, serta ketentuan terkait pencegahan dan pemberantasan TPPU di Indonesia. Pada tingkat yang lebih mikro, pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional merupakan hal yang penting bagi setiap stakeholders rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT), misalnya pihak pelapor, Lembaga Pengawas dan Pengatur, dan instansi penegak hukum, khususnya dalam penyempurnaan kerentanan internal dan penyusunan skala prioritas dalam pengalokasian sumber daya yang dimiliki pada area-area yang memiliki tingkat risiko TPPU yang lebih tinggi. Selanjutnya, dalam skala internasional, Indonesia wajib memenuhi Rekomendasi Nomor 1 FATF yang menyatakan bahwa setiap negara harus mengidentifikasi, menganalisis dan mengevaluasi risiko tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme agar risiko tersebut dapat dicegah, dimitigasi maupun diterima. Selain itu, berdasarkan hasil self assessment Indonesia atas pemenuhan rekomendasi FATF tahun PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
40
2012 yang dilakukan pada Agustus 2015, diketahui bahwa efektivitas sistem pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia masih berada pada tingkat yang rendah, terutama karena lemahnya koordinasi antarlembaga dan nihilnya kebijakan nasional berbasis risiko. Berdasarkan kebutuhan tersebut, pelaksanaan Penilaian Risiko Nasional (National Risk Assessment) sangat diperlukan, sehingga hasil NRA dapat dijadikan sebagai pijakan bagi para stakeholders untuk membuat kebijakan terkait anti pencucian uang dan pendanaan terorisme yang berbasis risiko. Oleh karena itu, hasil NRA tersebut diharapkan dapat mendukung Indonesia agar terhindar dari blacklist. Penyusunan NRA di Indonesia dimulai sejak September 2013 sampai dengan September 2015. Kegiatan tersebut didukung seluruh stakeholders terkait yang terdiri dari Pihak Pelapor (PJK bank dan nonbank), aparat penegak hukum, dan pihak regulator (Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan). Pengambilan data dan informasi dilakukan melalui penyebaran 600 kuesioner kepada aparat penegak hukum, 400 kuesioner kepada industri keuangan dan penyedia barang dan jasa, dan melakukan indepth study ke lima wilayah Indonesia, yaitu Makassar, Maluku Utara, Medan, Denpasar, Banjarmasin, dan Ternate sebagai leading region untuk wilayah di sekitarnya. Selain itu, penyusunan NRA juga turut melibatkan para ahli dalam bidang Politik, Ekonomi, Sosial, Tekonologi, Lingkungan, dan Legislatif (PESTEL). Penilaian risiko nasional atas TPPU menghasilkan beberapa pemetaan risiko, di antaranya tindak pidana asal yang berisiko tinggi, yaitu narkotika, korupsi, dan perpajakan. Pihak Pelapor yang berisiko tinggi, yaitu Pasar Modal, Bank dan Properti. Hasil NRA juga mengidentifikasi adanya emerging threat penggunaan virtual currency berupa Bitcoin dalam melakukan transaksi. Penilaian risiko nasional atas TPPT menghasilkan beberapa pemetaan risiko di antaranya modus pendanaan terorisme yang berisiko tinggi, yaitu menggunakan pendanaan dalam negeri melalui sumbangan kepada yayasan, penyalahgunaan yayasan, berdagang/kegiatan usaha, dan melalui kegiatan kriminal. Profil pelaku yang berisiko tinggi dari perorangan, yaitu pelajar/mahasiswa dan untuk pelaku korporasi/entitas, yaitu yayasan/organisasi nirlaba (Non Profit Organization/NPO). Terdapat sembilan wilayah yang berisiko tinggi terjadinya tindak pidana pendanaan terorisme, yaitu DKI Jakarta, PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
41
Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sulawesi Selatan, dan NTB. Untuk pemindahan dana terorisme yang berisiko tinggi, yaitu melalui sistem pembayaran elektronik, sistem pembayaran online, dan New Payment Method. Instrumen transaksi yang berisiko tinggi, yaitu tarik/setor tunai. Rekomendasi yang diperoleh dari kegiatan NRA, yaitu aparat penegak hukum diharapkan dapat lebih fokus kepada tiga tindak pidana asal yang berisiko tinggi (narkotika, korupsi, dan perpajakan) dan pihak regulator diharapkan dapat lebih fokus kepada kebijakan dan pengawasan pelaksanaan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme pada industri pasar modal, serta perlunya peranan para stakeholders lainnya untuk mendukung integrasi dan akses data. Beberapa rekomendasi-rekomendasi NRA tersebut pada saat ini sudah mulai ditindaklanjuti oleh stakeholders terkait. Berkenaan dengan peningkatan kompetensi dan penanganan terpadu TPPU, PPATK sedang melaksanakan kegiatan Program Mentoring Berbasis Risiko (Promensisko) bersama-sama dengan apgakum di wilayah-wilayah yang berisiko tinggi terjadinya TPPU. Pada kegiatan ini, beberapa personil terbaik dari setiap apgakum yang memiliki pengalaman dalam menangani perkara TPPU ditugaskan untuk menjadi mentor untuk membimbing para apgakum di wilayah Indonesia yang memiliki risiko tinggi. Selain itu, diskusi teknis bersama stakeholders terkait secara intensif telah dilaksanakan guna mempersiapkan Mutual Evaluation FATF pada tahun 2017. Berdasarkan Hasil NRA, diperoleh 45 rekomendasi yang terdiri dari 14 rekomendasi terkait TPPU dan 31 rekomendasi terkait TPPT. Selama tahun 2015, telah dilakukan tindak lanjut atas sembilan rekomendasi terkait TPPU dan tujuh rekomendasi terkait TPPT. Tabel 3.9 Rekomendasi NRA yang Ditindaklanjuti Tahun 2015
1
Kode Rekomendasi R.ML.1
2
R.ML.2
3
R.ML.5
No.
Rekomendasi NRA on Money Laundering and Terorrist Financing Penyempurnaan tata kelola legislasi dan regulasi secara berkala, khususnya yang berpotensi mendorong terjadinya TPPU. Penyelamatan aset hasil tindak pidana dengan mendorong Undang-Undang Perampasan Aset. Mendorong percepatan regulasi (RPP) terkait pembatasan transaksi tunai,
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
42
No.
Kode
Rekomendasi NRA on Money Laundering and Terorrist Financing pembawaan uang lintas batas, dan Non Profit Organization (NPO) mengingat rentannya hal-hal tersebut menjadi modus operandi TPPU. Peningkatan kepedulian masyarakat terhadap ancaman TPPU di Indonesia dan risiko atas pola hidup yang cenderung hedonis yang menjadi salah satu pemicu terjadinya TPPU.
4
R.ML.6
5
R.ML.7
Peningkatan cakupan Pihak Pelapor guna menjadi pelapor aktif dan meningkatkan kapabilititas Pihak Pelapor yang meliputi kepedulian, pemahaman, dan kompetensi dalam mengidentifikasi transaksi keuangan mencurigakan berbasis risiko.
6
R.ML.8
7
R.ML.9
Peningkatan kepedulian, pemahaman, dan kompetensi Lembaga Pengawas Pengatur guna melakukan pengawasan dan pengaturan berbasis risiko terhadap industri yang menjadi kewenangannya. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas penegak hukum baik penyidik, penuntut maupun hakim di seluruh tingkatan yang mencakup kepedulian, pemahaman, dan kompetensi guna melakukan upaya penegakan hukum TPPU berbasis risiko.
8
R.ML.10
Pola penanganan tindak pidana pencucian uang secara terpadu.
9
R.ML.11
Perlunya adanya program pendampingan dan pengawasan berbasis risiko oleh penegak hukum pada level pusat terhadap upaya pemberantasan TPPU pada level regional.
10
R.TF.2
Perlu adanya aturan kewajiban orang atau masyarakat untuk menginformasikan mengenai aktivitas para terorisme atau pendanaan terorisme yang diketahuinya melalui yayasan/organisasi tertentu di lingkungannya.
11
R.TF.7
Perlunya aturan yang efektif dalam penetapan individu atau entitas ke dalam daftar terduga teroris.
13
R.TF.10
Perlunya pihak pelapor untuk memantau dan memperbaharui DTTOT secara rutin dan adanya mekanisme penyampaian DTTOT yang lebih memudahkan bagi pihak pelapor.
13
R.TF.13
Perlu didorongnya penyelesaian RUU pembatasan penggunaan transaksi uang kartal.
14
R.TF.19
15
R.TF.28
Perlunya adanya tata cara pemblokiran dana yang penetapannya dilakukan oleh hakim dan tata cara pengajuan keberatan pemblokiran dana yang dapat disampaikan kepada Densus 88, PPATK, dan hakim. Perlu adanya koordinasi antarinstansi untuk sharing database mengenai kasuskasus terorisme dan pendanaan terorisme yang sedang ditangani untuk keperluan early warning atau redflag dalam tahapan identifikasi dan monitoring TF oleh pihak pelapor.
16
R.TF.29
Perlu adanya koordinasi intensif antarinstansi (BNPT, Densus 88 Anti Teror Polri, satgas kejaksaan, dan PPATK) dalam penanganan pendanaan terorisme agar proses penelusuran aset terorisme dan para pihak terkait bisa dilakukan lebih cepat dan efektif.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
43
Pada tahun 2015, target kinerja indikator kinerja Persentase rekomendasi National Risk Assessment (NRA) yang ditindaklanjuti adalah sebanyak 20% dan realisasi kinerja indikator kinerja adalah sebanyak 35,56%. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut adalah 178%. Tabel 3.10 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-4 PPATK Tahun 2015
Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Persentase rekomendasi Risk Assessment (NRA)
National
Target Tahun 2015
20%
Realisasi Tahun 2015
Capaian Tahun 2015
35,56%
178%
Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS didukung oleh hal-hal, sebagai berikut: 1. Rekomendasi NRA yang telah ditindaklanjuti lebih banyak mengenai rekomendasi yang berkaitan kewenangan PPATK. 2. PPATK berkoordinasi secara intensif dengan komite TPPU. 3. PPATK melakukan sosialisasi dan koordinasi terkait hasil rekomendasi NRA kepada seluruh stakeholder terkait. Tabel 3.11 Perbandingan Realisasi IKSS ke-4 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi 2015 2016 2017 2018 2019 IKSS 2015 Dibanding Target Tahun 2019 Persentase 20% 40% 60% 80% 100% 35,56% 35,56% rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 35,56%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upayaupaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah: 1. PPATK berkoordinasi secara intensif dengan Tim Teknis Komite TPPU. 2. PPATK berkoordinasi dengan stakeholders terkait. 3. PPATK melakukan monitoring tindak lanjut rekomendasi NRA yang kewenangannya terdapat pada stakeholder terkait. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
44
Kendala yang dihadapi Beberapa kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan monitoring pelaksanaan rekomendasi NRA adalah: a. Respond rate responden masih rendah, yaitu sekitar 60%; b. Lemahnya koordinasi
antar-stakeholders
dalam
tindak
lanjut
implementasi
rekomendasi NRA on Money Laundering and Terorrist Financing; c. Rekomendasi yang dihasilkan lebih bersifat jangka panjang atau multi years, sehingga setiap tahunnya implementasi yang dihasilkan tidak dapat terselesaikan seluruhnya. Penyelesaian kendala yang dihadapi PPATK melakukan monitoring secara berkala dan meningkatkan koordinasi antarstakeholders terkait.
Sasaran Strategis 3 Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran strategis 3 dimaksudkan untuk mengetahui kualitas hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi PPATK yang disampaikan kepada penyidik terkait terdapat dugaan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 3 diukur melalui satu IKSS, yaitu Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Pencapaian kinerja SS 3 tahun 2015 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 160%.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
45
IKSS 5: Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia Pada tahun 2015, capaian kinerja sasaran strategis ketiga diukur melalui satu IKSS, yaitu Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Target kinerja adalah 10% dengan realisasi kinerja sebesar 16%. Dengan demikian, capaian kinerja tersebut adalah 160%. Pencapaian kinerja IKSS tersebut dapat tercapai melalui pelaksanaan kegiatankegiatan, sebagai berikut: 1. Asistensi penanganan perkara TPPU sebanyak tujuh kali dengan rincian, sebagai berikut: a. Asistensi ke Polda Jawa Timur pada 2-3 April 2015. Satu perkara yang telah diberikan asistensi oleh PPATK telah meningkat statusnya dari tingkat penyidikan ke tahap P.21; b. Asistensi ke Polda Sumatera Selatan pada 1-3 Juli 2015. Satu perkara yang telah diberikan asistensi oleh PPATK telah meningkat statusnya dari belum terdapat tersangka ketika asistensi dilakukan menjadi penetapan tiga orang tersangka; c. Asistensi ke Polda Kalimantan Barat pada 12-14 Agustus 2015. Satu perkara yang telah memperoleh HA dan diberikan asistensi oleh PPATK telah meningkat statusnya dari tingkat penyidikan ke tahap P.21 dengan dugaan TP penggelapan dan penipuan diakumulasikan dengan dugaan pasal 3, 4, dan 5 UU TPPU; d. Asistensi ke Jawa Tengah pada 11-12 November 2015. Satu perkara yang diberikan asistensi oleh PPATK telah meningkat statusnya dari belum terdapat tersangka sebelum dilakukan asistensi menjadi terdapat penetapan tersangka setelah asistensi; e. Asistensi ke Polda Sulawesi Tenggara pada 17-20 November 2015. Satu perkara yang diberikan asistensi oleh PPATK belum terdapat peningkatan status perkara; f. Asistensi ke Maluku Utara pada 23-25 November 2015. Satu perkara yang diberikan asistensi oleh PPATK belum terdapat peningkatan status perkara; dan g. Asistensi ke Jawa Timur pada 21-22 Desember 2015. Satu perkara yang diberikan asistensi oleh PPATK belum terdapat peningkatan status perkara. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
46
2.
Rapat koordinasi dengan apgakum. Dari pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut diperoleh informasi bahwa jumlah
kasus TPPU dan pendanaan terorisme yang terdapat kontribusi HA, HP, dan informasi yang telah sampai tahap penuntutan dan/atau pemeriksaan di pengadilan adalah: a. Tahun 2014: enam kasus dengan rincian lima kasus HA dan satu kasus HP. b. Tahun 2015: tujuh kasus dengan rincian empat kasus HA dan tiga kasus HP. Terdapat beberapa catatan dalam upaya realisasi IKSS tersebut, yaitu: 1.
Berdasarkan hasil pemantauan, diperoleh informasi bahwa selama tahun 2015 terdapat tujuh pengungkapan kasus yang terdapat kontribusi HA, HP, dan informasi PPATK, sebagai berikut a. Vonis tindak pidana perbankan dan TPPU di provinsi Aceh pada 20 Mei 2015 terdapat kontribusi HA PPATK. Tahap penuntutan di pengadilan dalam kasus ini mulai dilakukan pada tahun 2015. b. Vonis tipikor di provinsi Sumatera Selatan pada 15 Desember 2015 terdapat kontribusi HA PPATK. Tahap penuntutan di pengadilan dalam kasus ini mulai dilakukan pada tahun 2015. c. Vonis tipikor di provinsi Kalimantan Selatan pada 22 September 2015 terdapat kontribusi HA PPATK. Tahap penuntutan di pengadilan dalam kasus ini mulai dilakukan pada tahun 2015. d. Tahap dimulainya pemeriksaan di pengadilan dalam kasus tipikor di provinsi Maluku Utara pada 1 Desember 2015 terdapat kontribusi HA PPATK. e. Tahap penuntutan pada kasus tipikor di provinsi Kepulauan Riau pada 10 Juni 2015 terdapat kontribusi HP PPATK. Vonis pada kasus ini di tingkat pengadilan negeri dijatuhkan pada 18 Juni 2015. f. Tahap penuntutan pada kasus tipikor di provinsi Riau pada 11 Agustus 2015 terdapat kontribusi HP PPATK. g. Tahap penuntutan pada kasus tipikor di provinsi Bali pada 10 Juni 2015 terdapat kontribusi HP PPATK. Vonis pada kasus ini di pengadilan tipikor dijatuhkan pada 24 Juni 2015.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
47
2.
Sebagian besar hasil pemantauan yang disampaikan oleh penyidik adalah kasus yang masih pada tahap penyelidikan, penyidikan, penetapan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP), penetapan tersangka, dan P.21. Bahkan terdapat kasus yang masih pada tahap prapenyelidikan (pencarian bukti awal). Dengan demikian, kasus tersebut belum sampai pada tahap penuntutan dan/atau pemeriksaan di pengadilan. Tabel 3.12 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-5 PPATK Tahun 2015
Indikator Kinerja Sasaran Strategis Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia.
Target Tahun 2015 10%
Realisasi Tahun 2015
Capaian Tahun 2015
16%
160%
Berdasarkan Tabel 3.12, diketahui bahwa realisasi kinerja IKSS Tahun 2015 sebesar 16% merupakan capaian kinerja yang sangat baik dan telah berhasil melampaui target kinerja yang ditetapkan, yaitu 10%. Secara persentase, capaian kinerja IKSS ini sebesar 160%. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS didukung oleh hal-hal, sebagai berikut: 1. Koordinasi yang intensif antara PPATK dengan instansi penyidik TPPU sebagai penerima HA dan HP PPATK. 2. Koordinasi di internal PPATK, yaitu antara Direktorat Kerjasama dan Humas, Direktorat Analisis Transaksi, dan Direktorat Pemeriksaan dan Riset terkait mekanisme pertukaran data dan informasi, serta pemantauan tindak lanjut. Tabel 3.13 Perbandingan Realisasi IKSS ke-5 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi 2015 2016 2017 2018 2019 2015 Dibanding Target Tahun 2019 Persentase 10% 10% 15% 20% 20% 16% 80% peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
48
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 80%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Kendala-kendala yang dihadapi: Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian IKSS Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia adalah lamanya waktu yang dibutuhkan oleh penyidik untuk meningkatkan status perkara sampai dengan tahap penuntutan atau pemeriksaan di pengadilan selama tahun berjalan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan kendala: PPATK melakukan upaya-upaya yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain: 1. PPATK menyelenggarakan asistensi penanganan perkara TPPU di daerah, sehingga dapat membantu penyidik dalam menindaklanjuti informasi dan HA PPATK dan pemahaman hukum dalam proses penanganan perkara. Dengan demikian, waktu yang dibutuhkan penyidik dalam meningkatkan status perkara dapat dipercepat. 2. PPATK melaksanakan komunikasi secara informal dengan penyidik melalui email dan telepon dalam upaya menggali kebutuhan penyidik dalam menindaklanjuti Hasil Analisis PPATK. Hasil komunikasi tersebut berupa pelaksanaan rapat koordinasi penanganan kasus tanpa hambatan birokrasi berupa pengiriman surat formal terlebih dahulu. Bahkan, terdapat sejumlah permintaan rapat koordinasi dari penyidik yang dilakukan secara mendadak dan dapat dipenuhi oleh PPATK agar proses penanganan perkara dapat dipercepat.
Sasaran Strategis 4 Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran strategis 4 dimaksudkan agar PPATK mengetahui tingkat efektivitas pelaksanaan kerja sama dengan stakeholders PPATK dalam upaya pencegahan dan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
49
pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 4 diukur melalui satu IKSS, yaitu Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Pencapaian kinerja SS 4 tahun 2015 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 94%. IKSS 6: Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
Pada tahun 2015, kinerja sasaran strategis keempat diukur melalui satu IKSS, yaitu Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Target kinerja sebesar 100% dengan realisasi kinerja sebesar 94%. Dengan demikian, capaian kinerja sebesar 94%. Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti dilaksanakan melalui kegiatankegiatan, meliputi: 1. Penandatanganan dua belas dokumen kerja sama (berupa Nota Kesepahaman/MoU maupun Perjanjian Kerja Sama/PKS) dengan Kementerian/Lembaga/Instansi (K/L/I), sebagai berikut: a. Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta pada 5 Januari 2015; b. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Jakarta pada 21 Januari 2015; c. Bank Indonesia (Perjanjian Kerja Sama/PKS) di Jakarta pada 5 Maret 2015; d. Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur di Balikpapan pada 12 Maret 2015; e. Kementerian Pemuda dan Olahraga di Jakarta pada 25 Maret 2015; f. PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Surya Citra Televisi/SCTV, Indosiar Visual Mandiri, dan Liputan6.com) di Jakarta pada 17 April 2015; g. Kementerian Kesehatan di Jakarta pada 30 April 2015; h. Badan SAR Nasional (Basarnas) di Jakarta pada 12 Mei 2015; i. Kementerian PPN/Bappenas di Jakarta pada 3 Juli 2015; j. Lembaga Sandi Negara di Jakarta pada 9 November 2015; k. Lembaga Sandi Negara (Perjanjian Kerja Sama/PKS) di Jakarta pada 9 November 2015; dan l. MoU antara PPATK dengan FIU Kamboja (CAFIU) di Jakarta pada 22 September 2015.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
50
PPATK juga telah melaksanakan perpanjangan enam MoU dengan enam lembaga, meliputi: a. Bank Indonesia di Jakarta pada 5 Maret 2015; b. Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta pada 12 Februari 2015; c. Badan Pemeriksa Keuangan di Jakarta pada 24 Februari 2015; d. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta pada 16 Juni 2015; e. Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta pada 16 November 2015; dan f. Universitas Negeri Jember di Jember pada 20 November 2015 2.
Lima kali pertemuan Rapat Komite TPPU dan organ Komite TPPU dengan rincian sebagai berikut: a. Rapat Komite TPPU tingkat menteri yang dipimpin langsung oleh Menko Polhukam selaku Ketua Komite TPPU di PPATK pada 1 Oktober 2015 dengan agenda pembahasan empat isu strategis yang meliputi Hasil NRA on Money Laundering and Terorrism Financing tahun 2015, strategi Indonesia menghadapi FATF Mutual Evaluation Review tahun 2017, ketentuan sanksi administratif bagi Pihak Pelapor, dan implementasi Aplikasi Sistem Informasi Pelaporan dan Pemantauan Strategi Nasional Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (SIPPENAS). b. Rapat Komite TPPU tingkat menteri yang dipimpin langsung oleh Menko Polhukam selaku Ketua Komite TPPU di Kemenkopolhukam pada 17 Desember 2015 dengan agenda pembahasan tiga isu strategis meliputi laporan pelaksanaan Counter-Terrorism Financing (CTF) Summit tahun 2015 dan rencana CTF Summit tahun 2016, persiapan Mutual Evaluation tahun 2017, dan implementasi aplikasi SIPPENAS. c. Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU yang dipimpin oleh Wakil Kepala PPATK di PPATK pada 15 Oktober 2015 dengan agenda pembahasan tiga isu strategis meliputi Hasil Money Laundering and Terorrist Financing tahun 2015, Strategi Indonesia menghadapi FATF Mutual Evaluation Review tahun 2017, dan implementasi aplikasi SIPPENAS.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
51
d. Rapat Tim Pelaksana Komite TPPU yang dipimpin oleh Kepala PPATK di PPATK pada 10 November 2015 dengan agenda pembahasan capaian strategi VII pengungkapan kasus TPPU dan kejahatan terorganisasi lainnya. e. Rapat Tim Kelompok Kerja Komite TPPU yang dipimpin oleh Wakil Kepala PPATK di PPATK pada 30 Oktober 2015 dengan agenda pembahasan hal-hal yang perlu dilakukan oleh masing-masing K/L anggota komite dalam upaya persiapan Indonesia menghadapi FATF Mutual Evaluation Review tahun 2017 dan pelatihan teknis aplikasi SIPPENAS. 3. Tiga kali pelatihan bersama penanganan perkara TPPU yang melibatkan peserta dari Polda, Kejati, Kanwil Ditjen Pajak, Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, BNNP, Pengadilan Tinggi, dan Penyedia Jasa Keuangan (Perbankan), yaitu: a. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU di Mataram, Nusa Tenggara Barat pada 18-20 Mei 2015 yang melibatkan 100 peserta; b. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU di Manado, Sulawesi Utara pada 7-9 Oktober 2015 yang melibatkan 100 peserta; dan c. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU di Tangerang, Banten pada 16-17 Desember 2015 yang melibatkan 80 peserta. 4. Melaksanakan koordinasi tindak lanjut kerja sama dengan instansi-instansi dalam negeri yang telah memiliki dokumen kerja sama dengan PPATK dengan cara mengundang dan menghadiri undangan rapat koordinasi, sosialisasi, seminar, pelatihan, dan/atau workshop dengan agenda pembahasan isu-isu mutakhir dan rancangan peraturan. Sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2015, PPATK telah menandatangani 92 dokumen kerja sama dalam negeri (berupa MoU maupun PKS) dengan 85 K/L/I dalam negeri. Namun, terdapat dua lembaga yang menjalin MoU telah dibubarkan, yaitu Bapepam dan Ditjen Lembaga Keuangan. Selain itu, terdapat dua instansi yang telah berakhir masa tugasnya, yaitu: 1) Satgas REDD telah berakhir pada 30 Juni 2013 karena pemerintah membentuk Badan Pengelola REDD (sesuai Keppres Nomor 5 Tahun 2013); dan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
52
2) Gugus Tugas Pengawasan Pemilu yang berakhir pada 2014, yaitu tiga bulan setelah selesainya semua tahapan Pemilu tahun 2014. Selain itu, terdapat perubahan nomenklatur terhadap dua mitra MoU, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat yang digabung menjadi satu kementerian. Dengan demikian, PPATK telah menjalin 92 dokumen kerja sama dengan 80 K/L/I dalam negeri. Dari 92 dokumen kerja sama tersebut, terdapat 64 dokumen kerja sama yang masih berlaku sampai dengan tahun 2015 dan telah ditindaklanjuti selama tahun 2003 sampai dengan tahun 2015. Dari 64 dokumen kerja sama tersebut, PPATK telah menindaklanjuti satu atau lebih ruang lingkup kerja sama dalam 60 dokumen kerja sama pada tahun 2015. Dengan demikian, realisasi kinerja IKSS adalah 94%. Rincian mengenai bentuk kerja sama PPATK yang telah ditindaklanjuti termuat dalam Lampiran. Dampak positif capaian IKSS Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti terhadap sasaran strategi meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU adalah: 1.
Tindak lanjut kerja sama melalui Komite TPPU telah mendorong efektivitas persiapan Indonesia dalam menghadapi FATF Mutual Evaluation Review (MER) tahun 2017. Hal ini dalam upaya pemenuhan rekomendasi FATF agar Indonesia tidak masuk kembali ke dalam daftar hitam sebagai negara yang rawan pencucian uang (blacklist/FATF Public Statement) yang harus berkoordinasi dengan berbagai instansi terkait. Melalui Komite TPPU, telah disepakati bahwa Indonesia akan membentuk Tim Teknis Persiapan MER pada tahun 2016 yang anggotanya berasal dari berbagai instansi.
2.
Tindak lanjut kerja sama melalui Komite TPPU telah mendorong Indonesia (Menko Polhukam) dapat meluncurkan National Risk Assessment on Money Laundering and Terrorist Financing yang telah disusun oleh PPATK pada tahun 2015.
3.
Efektivitas kerja sama dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU juga ditingkatkan dengan diluncurkannya sistem aplikasi SIPPENAS dalam upaya pelaporan Strategi Nasional PP TPPU oleh setiap anggota komite TPPU.
4.
Efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme dapat ditingkatkan melalui Rapat Komite TPPU pada 17 Desember 2015 yang membahas PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
53
mengenai laporan pelaksanaan Counter-Terrorist Financing (CTF) Summit 2015 di Australia dan rencana pelaksanaan CTF Summit 2016 di Bali. 5.
Tindak lanjut kerja sama melalui penyelenggaraan pelatihan telah dapat meningkatkan efektivitas pencegahan dan pemberantasan TPPU. Tiga kali pelatihan bersama penanganan perkara TPPU di daerah (luar Jakarta) telah mampu meningkatkan pemahaman dan sinergi kerja sama dalam upaya PP TPPU kepada 280 peserta pelatihan yang terdiri dari Polda, Kejati, Kanwil Ditjen Pajak, Kanwil Ditjen Bea dan Cukai, BNNP, Pengadilan Tinggi, dan Penyedia Jasa Keuangan. Tabel 3.14 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-6 PPATK Tahun 2015
Indikator Kinerja Sasaran Strategis Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti.
Target Tahun 2015
Realisasi Tahun 2015
100%
94%
Capaian Tahun 2015 94%
Berdasarkan Tabel 3.14, diketahui bahwa realisasi kinerja IKSS sebesar 94% merupakan capaian kinerja yang baik, tetapi belum berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan, yaitu sebesar 100%. Secara persentase, capaian kinerja IKSS ini sebesar 94%. Faktor penyebab ketidakberhasilan pencapaian kinerja IKSS, antara lain: 1. Terdapat empat MoU dengan lembaga/instansi yang masih berlaku sampai tahun 2015, tetapi tidak dilakukan tindak lanjut dalam satu atau lebih ruang lingkup kerja sama oleh PPATK selama tahun 2015 yang meliputi: a. MoU dengan Centre for International Forestry Research (CIFOR) pada tahun 2004; b. MoU dengan pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2007; c. MoU dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tahun 2010; dan d. MoU dengan Universitas Udayana pada tahun 2011. 2. Penetapan kategori masih berlaku adalah berdasarkan frase “peninjauan kembali apabila diperlukan” dalam klausul mengenai masa berlaku MoU. Selama tahun 2015, PPATK tidak berkomunikasi dengan empat lembaga/instansi tersebut mengenai
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
54
perlunya peninjauan kembali terhadap MoU, sehingga tidak dapat diketahui apakah MoU tersebut perlu dilanjutkan atau tidak dilanjutkan. Tabel 3.15 Perbandingan Realisasi IKSS ke-6 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi 2015 2016 2017 2018 2019 2015 Dibanding Target Tahun 2019 Persentase kerja 100% 100% 100% 100% 100% 94% 94% sama yang ditindaklanjuti
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 94%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah baik. Kendala-kendala yang dihadapi: Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian IKSS Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti, antara lain: 1. Belum terdapat kriteria dalam menentukan kelayakan pihak dalam negeri dan melaksanakan identifikasi kebutuhan kerja sama dengan calon mitra kerja sama dalam negeri, sehingga berdampak pada masih terdapat dokumen kerja sama yang sulit untuk ditindaklanjuti. 2. Belum terdapat petunjuk teknis atau Standard Operating Procedures (SOP) dalam proses penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi kerja sama. 3. Belum terdapat inventarisasi secara rinci dan menyeluruh terhadap semua dokumen perjanjian dalam bentuk MoU maupun Perjanjian Kerja Sama teknis sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2015. Upaya-upaya penyelesaian kendala: Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, PPATK melakukan upaya-upaya yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya. Upaya-upaya tersebut adalah: 1. PPATK menyusun SOP pelaksanaan kerja sama dengan pihak dalam dan luar negeri. Hasil pembahasan tersebut adalah finalisasi konsep Peraturan Kepala PPATK tentang Pedoman Penyusunan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Perjanjian dalam Pencegahan dan PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
55
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme. Peraturan Kepala yang akan disahkan pada tahun 2016 tersebut mengatur pedoman yang dapat menyelesaikan kendala dalam hal-hal strategis, sebagai berikut: a. Pedoman analisis kriteria kelayakan pihak dalam dan luar negeri dan identifikasi kebutuhan kerja sama dalam proses penyusunan perjanjian. b. Pedoman dalam proses penyusunan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi perjanjian. 2. PPATK akan membuat database seluruh dokumen kerja sama dalam bentuk MoU dan Perjanjian Kerja Sama yang memuat inventarisasi ketentuan-ketentuan perjanjian yang strategis yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a.
Masa berlaku.
b.
Waktu diperlukannya peninjauan kembali.
c.
Ruang lingkup kerja sama.
d.
Keterangan terkait masa berlakunya kerja sama.
e.
Bentuk tindak lanjut kerja sama pada tahun berjalan.
Sasaran Strategis 5 Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran strategis 5 dimaksudkan agar PPATK dapat mengukur kualitas hasil riset yang dilakukan PPATK, sehingga diketahui manfaat hasil riset bagi pihak eksternal dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 5 dipantau melalui satu IKSS, yaitu Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 5 tahun 2015 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 115%.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
56
IKSS 7: Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme
Tingkat kualitas Hasil Riset TPPU dan Pendanaan Terorisme adalah hasil penilaian oleh pengguna Laporan Hasil Riset (LHR) untuk mengukur kualitas LHR melalui kuesioner kepada pengguna LHR, sehingga diketahui manfaat LHR bagi pihak eksternal dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU. Pada tahun 2015, kuesioner yang terkait dengan LHR dikirimkan kepada 61 responden, yaitu instansi yang terkait dengan PPATK maupun yang memiliki MoU dengan PPATK, antara lain perbankan, aparat penegak hukum, dan regulator. Aspek yang dinilai dalam tingkat kualitas LHR adalah (1) aspek penyajian; (2) aspek kekinian; dan (3) aspek manfaat. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner, diperoleh nilai sebesar 3,46 indeks. Selama tahun 2015, PPATK telah melakukan kajian tipologi terhadap tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme dan melakukan analisis strategis terhadap beberapa isu strategis nasional dalam enam topik riset, sebagai berikut: 1. Riset Tipologi: “Tipologi Terkait Kasus-Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang Sudah Menjadi Putusan Pengadilan”. 2. Riset Analisis Strategis: “Pre dan Post Factum terkait Penanganan Laporan Hasil Analisis (LHA) dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh Penegak Hukum”. 3. Riset Analisis Strategis: “Pengukuran Tingkat Risiko TPPU dan TPPT pada PJK Pasar Modal Berdasarkan Potensi LTKM yang Patut Dilaporkan (Kajian pada Periode: Tahun 2012 s.d. Tahun 2014)”. 4. Riset Analisis Strategis: “Potensi Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dari Kejahatan Tumbuhan dan Satwa Liar”. 5. Riset Analisis Strategis: “Risiko Dana Kampaye Menjadi Sarana Pencucian Uang”. 6. Riset Analisis Strategis: “Potensi Jasa Profesi Notaris untuk Melakukan Tindak Pidana Khususnya Pencucian Uang”. Berikut ini resume setiap laporan hasil riset PPATK tersebut: 1.
Riset Tipologi: “Tipologi Terkait Kasus-Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang yang telah Menjadi Putusan Pengadilan”
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
57
Riset ini dilaksanakan dengan menggunakan basis data dari putusan pengadilan yang terkait dengan TPPU selama periode 2014 dalam upaya menyusun tipologi atau modus operandi terkait kasus-kasus TPPU dengan perspektif yang utuh, sehingga dapat memberikan pemahaman dan
gambaran
yang lebih jelas terhadap
modus/tipologi TPPU dengan konstruksi hukum yang lengkap karena kasus-kasus yang diangkat sudah mendapatkan putusan pengadilan. Berdasarkan data salinan putusan yang telah dikumpulkan selama pelaksanaan wawancara dapat diperoleh sebanyak 61 putusan terkait dengan 65 orang terdakwa TPPU dan/atau tindak pidana asal yang berkaitan dengan TPPU. 65 orang terdakwa tersebut dapat diklasifikasikan, sebagai berikut: a.
Profil paling dominan dari terdakwa terkait kasus TPPU selama tahun 2014 adalah swasta, yaitu sebesar 66,15% diikuti dengan PNS sebesar 13,85%, dan ibu rumah tangga sebesar 7,69%.
b.
Usia paling dominan dari terdakwa terkait kasus TPPU selama tahun 2014 adalah di atas 40 tahun, yaitu sebesar 52,3% diikuti dengan usia di antara 30-40 tahun sebesar 35,38%.
c.
Jenis kelamin paling dominan dari terdakwa terkait kasus TPPU selama tahun 2014 adalah pria, yaitu sebesar 80% dan wanita sebesar 20%.
d.
DKI Jakarta adalah wilayah yang paling dominan dalam sebaran wilayah pengadilan kasus TPPU, yaitu 44,6% diikuti dengan wilayah Jawa Barat sebesar 18,46%, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan masing-masing 6,15%.
e.
Korupsi adalah tindak pidana asal yang paling dominan, yaitu 34,43% dari 61 putusan terkait TPPU selama tahun 2014 diikuti dengan yang tidak disebutkan tindak pidana asalnya sebesar 16,39%.
f.
Jumlah nama terdakwa yang terbukti TPPU sebanyak 61 orang (94%), sedangkan jumlah nama terdakwa yang tidak terbukti TPPU sebanyak 4 orang (6%).
g.
Jumlah hukuman/vonis di bawah lima tahun penjara adalah
jumlah
hukuman/vonis yang paling dominan, yaitu 49,2%. Dari beberapa kasus TPPU yang sudah diputus pengadilan selama periode 2014, dibuat gambaran tipologi, antara lain gambaran tipologi kasus TPPU dengan PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
58
tindak pidana asal korupsi, pemalsuan, narkotika, penggelapan, perbankan, penipuan, perjudian, dan kasus TPPU tanpa tindak pidana asal (pelaku pasif). Putusan pengadilan yang dibuat gambaran tipologi adalah yang memenuhi kriteria dari tujuh variabel pembentuk tipologi, yaitu profil terlapor, pola transaksi, instrumen transaksi, pihak pelapor, sumber dana, pihak terkait, dan aset/harta kekayaan yang disita. Tren penggunaan pola transaksi dengan pemindahbukuan masih berlanjut sejak periode 2013 sampai dengan periode 2014. Begitu pula dengan penggunaan rekening tabungan. Namun, terdapat peningkatan tren pada penggunaan valuta asing pada periode 2014. Hal ini diiringi dengan tren peningkatan penggunaan money changer pada periode 2014 dan tren penggunaan perbankan yang masih berlanjut sejak periode 2013 ke periode 2014. Untuk sumber dana, tren sejak periode 2013 sampai dengan periode 2014 masih berlanjut menggunakan sumber dana dari dalam negeri. Namun, pada periode 2014 terdapat penggunan sumber dana dari luar negeri. Untuk pihak terkait tren sejak periode 2013 sampai dengan periode 2014 penggunaan pihak lain/perantara dan keluarga, khususnya istri, masih berlanjut. Tren untuk aset yang disita juga sejak periode 2013 sampai dengan periode 2014 masih berlanjut di seputar mobil, uang tunai, tanah, dan rumah. Indikator yang mencurigakan (red flag) yang didapatkan dari putusan pengadilan selama periode 2014 dan hasil wawancara dengan kejaksaan (jaksa) dan pengadilan (hakim) sebagai bahan masukan kepada PJK untuk mengidentifikasi TKM, antara lain pengguna jasa yang diketahui mengalami peningkatan gaya hidup/status sosial secara signifikan dapat dianalisis lebih lanjut untuk dilaporkan sebagai TKM, hasil validasi kebenaran identitas dan pekerjaan nasabah yang dilakukan oleh PJK, ketidaksesuaian antara jumlah transaksi dalam rekening dengan profil dan pendapatan nasabah, adanya transaksi debit dan transaksi kredit yang terus menerus berulang-ulang pada rekening nasabah tanpa underlying transaksi yang jelas, status sosial seseorang seperti PEPs, nasabah memiliki rekening bank lebih dari satu yang menggunakan identitas yang berbeda, rekening yang dibuka oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menampung dana hibah, kemudian ditarik tunai dan ditutup rekeningnya, sumber dana dari luar negeri harus dipantau jika di luar profil nasabah, penggunaan nominee sebagai tujuan penerima dana dari luar negeri PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
59
dengan
profil
yang
tidak
relevan,
setoran
tunai
yang
tidak
jelas underlying transaksinya, dan pembelian dengan uang tunai dalam jumlah besar melalui PJK. 2.
Riset Analisis Strategis: “Pre dan Post Factum terkait Penanganan Laporan Hasil Analisis (LHA) dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh Penegak Hukum” Riset ini dilatarbelakangi oleh belum optimalnya tindak lanjut LHA dan/atau LHP PPATK yang ditangani oleh pihak aparat penegak hukum dan selama proses tindak lanjut LHA dan/atau LHP PPATK seringkali dengan status "Henti" dalam penanganan proses hukumnya. Hal tersebut disebabkan terdapat berbagai fakta-fakta setelah kejadian (post factum) yang disampaikan oleh pihak terlapor guna mementahkan berbagai fakta-fakta sebelum kejadian (ante factum) yang tercantum dalam Laporan Hasil Analisis (LHA) dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) PPATK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik LHA dan/atau LHP PPATK yang "Henti" dalam penanganan proses hukumnya dan mengetahui potensi dan karakteristik dari munculnya fakta-fakta setelah kejadian (post factum) pada saat tindak lanjut LHA dan/atau LHP PPATK oleh aparat penegak hukum. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi. Penelitian ini dilakukan dengan analisis data melalui pendekatan induktif, yaitu dimulai dengan mereduksi data, pengkategorisasian, sintesisasi, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini memberikan beberapa temuan, meliputi: 1. Belum optimalnya penanganan LHA PPATK, yaitu sebesar 44,74% LHA PPATK yang memiliki feedback tindak lanjut dari aparat penegak hukum. 2. LHA PPATK lebih dominan berstatus "Henti" pada tahap proses penyelidikan. 3. Keterangan
atas
status
"Henti"
proses
tindak
lanjut
LHA
PPATK
dikarenakan "Transaksi yang dilakukan dinilai wajar dan belum ditemukannya adanya indikasi tindak pidana atau penyimpangan TPPU dan tidak cukup bukti". 4. Terdapat kuadran blindspot area yang akan dihadapi oleh pihak aparat penegak hukum dengan pihak terlapor dan pihak ketiga, sehingga menjadi potensi hentinya proses tindak lanjut LHA PPATK. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
60
5. Terdapat 25 jenis post factum yang digunakan oleh pihak terlapor untuk mementahkan fakta-fakta sebelum kejadian (ante factum) pada tahap proses penyelidikan maupun penyidikan. 6. Post factum yang disampaikan oleh pihak terlapor lebih dominan untuk mementahkan ante factum yang masuk ke dalam kategori unsur asal usul harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. 3.
Riset Analisis Strategis: “Pengukuran Tingkat Risiko TPPU dan TPPT pada PJK Pasar Modal Berdasarkan Potensi LTKM yang Patut Dilaporkan (Kajian Pada Periode: Tahun 2012 s.d. Tahun 2014)” Berdasarkan data PPATK, diketahui hanya 62 Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di bidang pasar modal dari 116 PJK pasar modal yang telah melaporkan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) kepada PPATK sejak tahun 2002 s.d. tahun 2013. Jumlah LTKM yang telah dilaporkan sejumlah 887 selama tahun 2013. Padahal, frekuensi transaksi pasar modal pada tahun 2013 sebanyak 37 juta kali. Hal ini menunjukkan kerentanan sektor pasar modal digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Berdasarkan hasil riset PPATK periode sebelumnya, diketahui bahwa sektor pasar modal sebagai sektor paling rentan di antara industri keuangan nonbank. Nilai transaksi dan frekuensi transaksi sektor pasar modal yang cukup tinggi, ketimpangan antara jumlah pelapor terhadap jumlah PJK, dan jumlah LTKM yang dilaporkan membuat PPATK perlu melakukan riset mengenai pelaporan LTKM di sektor pasar modal. Tujuan riset ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pelaporan LTKM PJK di bidang pasar modal, intensitas pelaporan LTKM dan tingkat pelaporan PJK di bidang pasar modal, dan potensi pelaporan LTKM PJK di bidang pasar modal. Selain itu, juga untuk memetakan kecenderungan risiko Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU dan PT) untuk PJK di bidang pasar modal dan memberikan rekomendasi terhadap regulator untuk mendorong tingkat pelaporan. Riset mengambil sampel sebanyak 30 PJK pasar modal yang melaporkan LTKM selama periode 2012 s.d. 2014 yang juga termasuk 50 besar peringkat nilai transaksi menurut IDX Statistics selama tiga tahun berturut-turut. Dengan variabel PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
61
jumlah nasabah, nilai transaksi, frekuensi transaksi, nilai transaksi LTKM, dan frekuensi LTKM, dilakukan analisis terhadap jumlah LTKM yang seharusnya dilaporkan. Dengan pertimbangan bahwa transaksi nasabah ritel (perorangan) berbeda dengan nasabah nonritel, maka dilakukan pemisahan analisis untuk LTKM ritel dan nonritel. Dari sampel sebanyak 30 PJK, dapat disimpulkan bahwa secara rata-rata, PJK pasar modal memiliki tingkat pelaporan sebesar 1,92% dari potensi pelaporan LTKM terkait nasabah ritel dan 5,08% potensi pelaporan LTKM terkait nasabah nonritel. Risiko sektor pasar modal secara rata-rata terletak pada tingkat risiko menengah. Rata-rata kecenderungan adalah 3,79 (rendah) dan rata-rata dampak adalah 4,81 (menengah). Di antara PJK yang menjadi sampel penelitian, PJK yang dianggap paling berisiko adalah Mandiri Sekuritas (CC) dengan nilai kecenderungan 5,90 (menengah) dan nilai dampak 7,06 (tinggi). Hasil pemetaan ini mengonfirmasi hasil riset PPATK sebelumnya yang menunjukkan sektor pasar modal berada pada kategori dampak tinggi. Hasil riset ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi regulator untuk mendorong PJK di bidang pasar modal untuk meningkatkan pelaporan LTKM, terutama yang sudah menjadi anggota bursa. Hal ini dapat didukung dari internal PPATK, yaitu dengan melakukan sosialisasi dan audit khusus kepada PJK pasar modal yang telah maupun belum terdaftar sebagai pihak pelapor di PPATK. 4.
Riset Analisis Strategis: “Potensi Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dari Kejahatan Tumbuhan dan Satwa Liar” Riset ini membahas mengenai kejahatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di Indonesia dan potensinya sebagai tindak pidana asal (TPA) dari Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU-PT). Riset ini dilaksanakan karena kejahatan TSL adalah sebuah kejahatan yang semakin menjadi perhatian internasional karena selain mengancam keanekaragaman hayati dan ekosistem, kejahatan ini juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Global Financial Integrity (GFI) pada tahun 2011 menyebutkan bahwa kejahatan ini bernilai sekitar Rp89 triliun. Kejahatan TSL ini juga belum disebutkan secara eksplisit dalam Undang-
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
62
Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai salah satu TPA dari TPPU. Riset dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif dengan sumber data dari pihak internal dan eksternal PPATK. Dalam pengumpulan data awal, diadakan In-House Training (IHT) mengenai potensi TPPU-PT dari kejahatan TSL untuk memperoleh gambaran umum mengenai kejahatan TSL di Indonesia. PPATK juga mengirimkan kuesioner penelitian dan melakukan wawancara kepada berbagai NonGovernmental Organization dan aparat penegak hukum yang menangani kasus kejahatan TSL di wilayah Jawa, Bali, dan Sumatera. Berikut ini beberapa fakta yang ditemukan berdasarkan hasil indepth study yang dilakukan pada semester I tahun 2015, antara lain: 1. Wilayah yang paling rentan kejahatan TSL menurut responden adalah Sumatera; 2. Faktor utama penyebab kejahatan TSL menurut responden adalah faktor ekonomi; 3. Profil yang paling rentan menjadi pelaku kejahatan TSL menurut responden adalah pria, usia 25-35 tahun, dan pekerjaan wiraswata; 4. Jenis TSL yang umumnya digunakan dalam kejahatan TSL di dalam negeri adalah harimau dan di luar negeri adalah trenggiling; dan 5. Modus kejahatan paling umum dari pelaku adalah pembawaan/penyelundupan. Berdasarkan hasil indepth study juga diketahui bahwa cukup sulit mengukur nilai ekonomis, apalagi potensi TPPU-PT dari kejahatan TSL di Indonesia. Kejahatan TSL merupakan kejahatan yang berdampak terhadap banyak aspek selain aspek ekonomi, sehingga para responden menganggap kejahatan TSL tidak dapat dinilai dengan uang. Menurut responden, perkiraan nilai kejahatan TSL dapat mencapai antara Rp500 juta hingga Rp9 triliun, sedangkan potensi TPPU mencapai miliaran rupiah. Belum diperoleh data dari responden mengenai potensi TPPT dari kejahatan TSL di Indonesia. PPATK menemukan beberapa hasil riset terkait dengan kasus pencucian uang yang berasal dari kejahatan TSL di luar negeri, misalnya kasus Groenewald (Amerika Serikat) dan kasus Sia Tang dari Thailand. Pelaku terorisme pun sudah mulai melaksanakan pendanaan dengan menjual gading gajah, seperti yang dilakukan oleh Al-Shabaab (teroris Somalia). PPATK belum dapat menemukan kasus TSL yang juga PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
63
didakwa pencucian uang dari putusan pengadilan di Indonesia. Namun, dari empat contoh kasus yang dibahas, yaitu perdagangan trenggiling, perdagangan menjangan, penyalahgunaan wewenang pegawai negeri sipil, dan G Pet Shop, PPATK dapat menyimpulkan bahwa terdapat potensi pencucian uang dari kejahatan TSL di Indonesia. Hasil riset ini diharapkan dapat menjadi pendorong bagi PPATK dan penyidik kejahatan TSL untuk dapat lebih mengidentifikasi aktor intelektual dari kejahatan TSL dengan pendekatan follow the money. Riset ini diharapkan dapat mendorong timbulnya pendakwaan TPPU kepada pelaku. Selain untuk memaksimalkan penyitaan aset dan juga untuk memberikan efek jera dan memiskinkan pelaku kejahatan TSL. Riset ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu pendorong kajian revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 5.
Riset Analisis Strategis: “Risiko Dana Kampaye Menjadi Sarana Pencucian Uang” Sistem pemilihan umum (Pemilu) langsung yang diterapkan di Indonesia menimbulkan beberapa persoalan sendiri, yaitu besarnya biaya politik dalam kampanye Pemilu yang dikeluarkan oleh para peserta Pemilu, baik partai politik (Pemilu Legislatif) atau kandidat Presiden dan Wakil Presiden (Pemilu presiden dan wakil presiden) tidak diimbangi dengan aturan yang tegas untuk mengontrol transparansi dan akuntabilitas sumber pendanaan kampanye. Pada Pemilu tahun 2014, menurut Bawaslu, penggunaan dana kampanye pilpres tidak dilakukan secara transparan, sedangkan untuk Pemilu legislatif meskipun laporan dana kampanye parpol telah transparan, tetapi belum dapat dikatakan akuntabel. Beberapa persoalan di antaranya adalah peserta Pemilu masih menerima dana kampanye dari sumber yang tidak jelas identitasnya dan tidak jujur pada saat pelaporan kepada publik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kondisi demikian berpotensi besar untuk masuknya dana-dana ilegal atau harta hasil tindak pidana
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
64
dalam pendanaan kampanye yang dapat dikategorikan sebagai aktivitas pencucian uang melalui mekanisme pendanaan kampanye Pemilu. Fakta menunjukan bahwa dana kampanye berperan besar dalam pemenangan suara Pemilu. Pada umumnya, peserta Pemilu dengan dana yang besar cenderung lebih berpotensi untuk mendapatkan suara terbanyak melalui berbagai kemudahan dalam kegiatan kampanye yang dilakukan. Dengan dana ilegal yang masuk ke dalam dana kampanye akan membuat persaingan yang tidak sehat dalam kampanye Pemilu. Riset yang dilakukan pada tahun 2015 bertujuan untuk menilai potensi risiko dana kampanye menjadi sarana pencucian uang pada 33 wilayah/provinsi di Indonesia pada saat kegiatan kampanye Pemilu tahun 2014. Riset ini diharapkan akan dapat memberikan petunjuk kepada pihak LPP Pemilu untuk lebih meningkatkan pengawasan di daerah-daerah yang memiliki tingkat risiko tinggi pada saat pelaksanaan Pemilu dengan mengupayakan tindakan pencegahan. Selain itu, riset ini juga menilai perilaku para peserta Pemilu yang menjadi pemicu tidak transparannya pendanaan kampanye Pemilu di Indonesia dan juga untuk mengetahui tingkat kepatuhan dan kesadaran para peserta Pemilu untuk membuka dan menggunakan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) di bank dan bagaimana pihak bank mengelola dan mengawasi RKDK para peserta Pemilu. Beberapa poin utama dari hasil penelitian ini di antaranya adalah: a. Berdasarkan penilaian atas aspek kerentanan, ancaman, dan dampak terhadap pencucian uang melalui dana kampanye Pemilu pada 33 provinsi di Indonesia pada Pemilu tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat provinsi di Indonesia yang berisiko tinggi dana kampanye Pemilunya bercampur dengan dana ilegal hasil tindak pidana. Dengan kata lain, dana kampanye menjadi sarana pencucian uang. Keempat provinsi tersebut adalah DKI Jakarta (rata-rata risiko 8,95), Jawa Timur (rata-rata risiko 8,81), Jawa Barat (rata-rata risiko 7,63), dan Jawa Tengah (rata-rata risiko 6,51) dengan skala interval 1-10. b. Berdasarkan penilaian terhadap tingkat kepatuhan atau kesadaran peserta Pemilu terhadap penggunaan RKDK, diketahui bahwa masih rendahnya tingkat kepatuhan dan kesadaran para peserta Pemilu terhadap ketentuan RKDK. Rendahnya kepatuhan ditandai dengan masih minimnya jumlah RKDK yang ditemukan, PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
65
sedangkan rendahnya kesadaran terlihat dari adanya beberapa rekening yang dilaporkan ke KPU tidak dapat diindentifikasi oleh pihak bank. c. Berdasarkan hasil penelitian terhadap jenis pendanaan kampanye yang mayoritas dilakukan oleh peserta Pemilu, ditemukan bahwa jenis sumbangan pendanaan kampanye dalam bentuk barang/jasa merupakan bentuk sumbangan pendanaan yang paling banyak ditemukan pada saat pelaksanaan musim kampanye berlangsung. Sumbangan dalam bentuk barang/jasa artinya pelayanan terhadap kebutuhan pendanaan kampanye yang diperlukan oleh peserta Pemilu akan difasilitasi oleh pihak ketiga yang umumnya lemah dalam pelaksanaan transparansi. d. Berdasarkan hasil penelitian terhadap pengelolaan RKDK oleh pihak perbankan dan pengawasan oleh LPP, diperoleh kesimpulan bahwa pihak bank tidak memiliki pedoman yang jelas dalam mengimplementasikan ketentuan RKDK, sedangkan pihak LPP Pemilu (KPU dan Bawaslu) mengalami kendala dalam kewenangan verifikasi kebenaran RKDK dan transaksinya. Agar ketentuan RKDK dapat berjalan efektif, diperlukan koordinasi antara LPP Pemilu, OJK, dan pihak perbankan. Pemilu yang yang jujur, adil, dan bersih dari kecurangan dapat dilakukan melalui pengelolaan dana kampanye yang efektif dan transparan melalui mekanisme pencatatan yang akuntabel, diawasi, dan diverifikasi. Ketentuan mengenai RKDK yang tertuang dalam Undang-Undnag Pemilu merupakan terobosan untuk menciptakan pelaksanaan Pemilu yang sesuai dengan harapan para stakeholders, meskipun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa hambatan. Dengan adanya aturan yang jelas, konsisten, dan sanksi yang tegas dalam penerapan ketentuan yang berlaku mengenai pengelolaan dana kampanye tersebut, masih terdapat harapan terhadap pelaksanaan Pemilu di Indonesia yang jujur, adil, dan bersih dapat terwujud. 6.
Riset Analisis Strategis: “Potensi Jasa Profesi Notaris untuk Melakukan Tindak Pidana Khususnya Pencucian Uang” Sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya, notaris sangat berpotensi menjadi salah satu pelaku
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
66
“gatekeeper” bagi aktivitas TPPU. Hingga April 2015, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, khususnya Bidang Kenotariatan telah mencatat sejumlah 11.825 notaris yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah notaris terbanyak di antaranya berada di wilayah Jawa Barat (2.828 notaris), Jawa Tengah (1.622 notaris), Jawa Timur (1.523 notaris), Banten (947 notaris), dan Sumatera Utara (478 notaris). Apabila pengaturan formasi notaris tidak dilakukan dengan proses identifikasi kebutuhan yang baik, maka akan menyebabkan terjadinya penumpukan jumlah notaris di suatu daerah/wilayah tertentu. Hal tersebut akan berdampak terhadap persaingan usaha jasa profesi notaris itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan praktik-praktik
penyalahgunaan
kewenangan
dan
pelanggaran
kode
etik.
Berdasarkan fungsi dan kewenangannya beberapa potensi tindak pidana yang dapat dilakukan oleh jasa profesi notaris di antaranya adalah korupsi, pemalsuan dokumen, penggelapan, di bidang perbankan, di bidang perpajakan, dan pencucian uang. Berdasarkan analisis inferensia dengan menggunakan tools regresi logistik bivariat, diketahui bahwa: 1. Seorang notaris wanita berpeluang terindikasi tindak pidana lebih besar dibandingkan dengan seorang notaris berjenis kelamin laki-laki. 2. Seorang notaris yang berdomisili di Jawa dan Bali berpotensi lebih besar terindikasi tindak pidana daripada seorang notaris yang berdomisili di luar Jawa dan Bali. 3. Seorang notaris yang memiliki laporan dari aparat penegak hukum dan media berpeluang terindikasi tindak pidana jauh lebih besar daripada seorang notaris yang tidak terdapat laporan dari aparat penegak hukum dan media. 4. Secara keseluruhan, variabel yang paling mempengaruhi seorang profesi notaris terindikasi tindak pidana adalah laporan dari aparat penegak hukum dan media. Hasil riset ini turut berkontribusi pada penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Notaris menjadi salah satu lembaga profesi yang berkewajiban untuk melaporkan transaksi keuangan mencurigakan. Pencapaian ini bertujuan untuk melindungi lembaga profesi dari aktivitas TPPU dan TPPT, serta
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
67
menunjukkan bahwa Indonesia telah memiliki legal framework dalam upaya mencegah dan memberantas TPPU dan tindak pidana pendanaan terorisme. Tabel 3.16 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2015
Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
Target Tahun 2015
Realisasi Tahun 2015
3,0 indeks
3,46 indeks
Capaian Tahun 2015 115%
Berdasarkan Tabel 3.16 diketahui bahwa target kinerja indikator kinerja Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 3,0 indeks dengan realisasi sebesar 3,46 indeks dari skala 5 indeks. Secara persentase, capaian kinerja IKSS ini sebesar 115%. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut: 1. PPATK berkoordinasi dengan Penyedia Jasa Keuangan. 2. PPATK berkoordinasi dengan aparat penegak hukum. 3. PPATK berkoordinasi dengan instansi/kementerian lain yang terkait. Tabel 3.17 Perbandingan Realisasi IKSS ke- 7 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS Target Tahun Realisasi Persentase Tahun Realisasi 2015 2016 2017 2018 2019 2015 Dibanding Target Tahun 2019 Tingkat kualitas 3,0 3,25 3,50 3,75 4,0 3,46 86,5% hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme.
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 86,5%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah: 1. PPATK melakukan koordinasi dengan stakeholder pengguna hasil riset. 2. PPATK meningkatkan kemampuan periset terkait metodologi, teknik pengumpulan data, dan analisis data dalam penelitian.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
68
Kendala yang dihadapi Kendala yang dihadapi adalah terkait waktu pengisian dan pengiriman kembali jawaban kuesioner oleh responden. Namun demikian, dengan komunikasi dan kerja sama yang baik kendala ini dapat teratasi. Penyelesaian kendala yang dihadapi PPATK berkoordinasi dengan responden dalam pengembalian jawaban kuesioner, sehingga jawaban kuesioner dapat diterima dengan tepat waktu.
Sasaran Strategis 6: Meningkatnya Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
Sasaran strategis 6 dimaksudkan agar PPATK dapat mengukur kualitas hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang disampaikan ke penyidik, sehingga diketahui manfaat hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi bagi pihak eksternal dalam upaya mendorong usaha pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 6 diukur melalui IKSS, yaitu Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. Pencapaian kinerja SS 6 tahun 2015 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 435%.
IKSS 8: Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti Selama tahun 2015, total HA dan Informasi PPATK yang telah ditindaklanjuti sebanyak 332 laporan atau sebesar 442,67% dari target awal sebanyak 75 laporan. 332 HA dan Informasi yang ditindaklanjuti tersebut merupakan rekapitulasi dari HA dan Informasi yang telah diserahkan kepada penyidik sejak tahun 2010, tetapi baru ditindaklanjuti pada tahun 2015. Rincian HA dan Informasi yang ditindaklanjuti pada tahun 2015, sebagai berikut:
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
69
No 1 2 3 4 5 6 Total
Tabel 3.18 Jumlah HA dan Informasi yang ditindaklanjuti Tahun 2010-2015 HA dan Informasi Tahun Penyampaian Laporan yang ditindaklanjuti Tahun 2015 2010 19 Laporan 2011 30 Laporan 2012 16 Laporan 2013 22 Laporan 2014 151 Laporan 2015 94 Laporan 332 Laporan
Laporan Hasil Pemeriksaan yang ditindaklanjuti sampai tahap penuntutan selama 2015 sebanyak tiga LHP dari target sebanyak dua LHP. Secara keseluruhan, total HA, HP, dan Informasi yang ditindaklanjuti sebanyak 335 laporan. Tabel 3.19 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-8 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Jumlah HA, HP, dan informasi yang ditindaklanjuti.
77 laporan
Capaian Tahun 2015
335 laporan
435%
Berdasarkan Tabel 3.19 diketahui bahwa capaian kinerja indikator kinerja sebesar 435%. Keberhasilan pencapaian kinerja IKSS ini didukung oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Koordinasi internal yang dilakukan secara rutin antara Direktorat Analisis Transaksi, Direktorat Pemeriksaan dan Riset, dan Direktorat Kerjasama dan Hubungan Masyarakat mengenai pembuatan sharing folder tentang penyampaian HA, HP, dan Informasi kepada penyidik; 2. PPATK berkoordinasi dengan pihak pelapor terkait peningkatan kualitas LTKM dan laporan lainnya, sehingga kualitas HA, HP dan Informasi meningkat; 3. PPATK berkoordinasi dengan penyidik dan atau instansi terkait terkait pemenuhan persyaratan permintaan informasi kepada PPATK; 4. PPATK berkoordinasi dengan penyidik dan atau instansi terkait sehubungan dengan peningkatan kualitas Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan Informasi PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
70
Tabel 3.20 Perbandingan Realisasi IKSS ke-8 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Jumlah HA, HP, dan informasi yang ditindaklanjuti
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
77 laporan
91 laporan
109 laporan
130 laporan
134 laporan
335 laporan
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
250%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 250%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah sangat baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah: 1. PPATK meningkatkan pemahaman pihak pelapor atas kewajiban pelaporan dan kualitas LTKM dan laporan lainnya. 2. PPATK meningkatkan koordinasi dengan penyidik dan/atau instansi terkait sehubungan dengan peningkatan kualitas Hasil Analisis dan Informasi PPATK. 3. PPATK meningkatkan kualitas SDM analis melalui sharing knowledge yang dilakukan secara internal maupun dengan instansi lain yang berada di dalam dan luar negeri. Kendala yang dihadapi Kendala yang dihadapi dalam mencapai target indikator kinerja Jumlah HA, HP, dan Informasi yang ditindaklanjuti, antara lain: 1. Sebagian besar HA, HP, dan Informasi yang disampaikan oleh PPATK baru ditindaklanjuti pada tahun berikutnya; 2. PPATK meningkatkan koordinasi yang masih belum optimal dengan stakeholders. Penyelesaian kendala yang dihadapi 1. Meningkatkan koordinasi dengan pihak penyidik dan instansi lainnya terkait progress tindak lanjut atas HA, HP, dan Informasi PPATK yang telah dikirimkan. 2. Melaksanakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan para pengguna HA dan Informasi.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
71
Sasaran Strategis 7: Meningkatnya kepatuhan pelaporan
Sasaran strategis 7 dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh PPATK kepada pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sasaran strategis 7 diukur dengan dua IKSS, yaitu Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan dan Indeks kepatuhan pihak pelapor. Pencapaian kinerja SS 7 tahun 2015 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 111,46%. Tabel 3.21 Capaian Kinerja Sasaran Strategis ke-7 PPATK Tahun 2015 NO.
INDIKATOR KINERJA SASARAN STRATEGIS
TARGET TAHUN 2015
REALISASI TAHUN 2015
CAPAIAN TAHUN 2015
1
Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan. Indeks kepatuhan pihak pelapor.
95%
93,03%
97,92%
4,00 indeks
5,00 indeks
125%
2
Rata-rata capaian kinerja
111,46%
IKSS 9: Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan Laporan yang memenuhi standar pelaporan adalah laporan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala PPATK yang mengatur mengenai tata cara pelaporan. Jenis-jenis laporan adalah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT), Laporan Transfer Dana dari dan ke Luar Negeri (LTKL), dan Laporan Transaksi (LT), serta laporan yang memenuhi standar pelaporan yang diperoleh dari aplikasi GRIPS (Gathering Report Information in Reporting System) untuk melihat field mandatory yang terisi dan penyampaian dari Pihak Pelapor yang tepat waktu.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
72
Tabel 3.22 Jumlah Laporan dari Pihak Pelapor yang Memenuhi Standar Pelaporan Tahun 2015 Jenis Laporan Laporan yang Diterima Laporan yang Memenuhi oleh PPATK Standar Pelaporan LTKM LTKT LT LTKL Jumlah
57.759 2.235.446 36.871 25.391.167 27.721.243
54.823 2.196.448 18.438 23.518.400 25.788.109
Pada tahun 2015 target laporan dari Pihak Pelapor yang memenuhi standar pelaporan, yaitu 95%. Realiasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 93,03% dengan penjelasan, yaitu jumlah laporan yang diterima oleh PPATK pada tahun 2015 sebanyak 27.721.243 laporan dan jumlah laporan yang memenuhi standar pelaporan pada tahun 2015 sebanyak 25.788.109 laporan. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 97,92%. Belum tercapainya target kinerja ini disebabkan terjadi peningkatan jumlah keterlambatan pelaporan LTKL dan LTKT dari pihak pelapor selama tahun 2015. Tabel 3.23 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-9 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan.
95%
93,03%
Capaian Tahun 2015 97,92%
Tabel 3.24 Perbandingan Realisasi IKSS ke-9 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
95%
95%
95%
95%
95%
93,03%
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
97,92%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
73
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 97,92%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upayaupaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah melakukan pembinaan yang intensif kepada Pihak Pelapor untuk menyampaikan laporan sesuai ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala PPATK yang mengatur tentang tata cara pelaporan. Kendala yang dihadapi: Penurunan realisasi kinerja IKSS ini terjadi pada triwulan IV tahun 2015 yang disebabkan terjadi peningkatan keterlambatan pelaporan Laporan Transaksi Keuangan Transfer Dana dari dan ke Luar Negeri (LTKL) dan Laporan Traksaksi Keuangan Tunai (LTKT) dari pihak pelapor pada periode tersebut. Upaya penyelesaian kendala yang dihadapi: Perlu dilakukan pembinaan yang intensif dan maksimal kepada Pihak Pelapor untuk menyampaikan laporan sesuai ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala PPATK yang mengatur mengenai tata cara pelaporan. IKSS 10: Indeks kepatuhan pihak pelapor
Kepatuhan Pihak Pelapor mencakup kepatuhan pihak pelapor dalam memenuhi ketentuan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) dan kewajiban pelaporan yang meliputi penilaian dari komponen: 1) Tingkat kepatuhan pihak pelapor; 2) Tercapainya sasaran audit khusus; 3) Pemantauan tindak lanjut hasil audit; dan 4) Hasil koordinasi yang ditindaklanjuti oleh LPP.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
74
Tabel 3.25 Interval Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor No 1 2 3 4 5
Interval
Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor
0%-20% >20%-40% >40%-60% >60%-80% >80%-100%
Indeks 1 (Sangat tidak baik) Indeks 2 (Tidak baik) Indeks 3 (Cukup baik) Indeks 4 (Baik) Indeks 5 (Sangat baik)
Pada tahun 2015, target kinerja Indeks kepatuhan Pihak Pelapor, yaitu 4,00 indeks. Realiasi kinerja yang berhasil dicapai adalah 5,00 indeks. Dari keempat komponen penilaian indeks tersebut, terdapat satu komponen yang belum berhasil mencapai target kinerja, yakni tingkat kepatuhan pihak pelapor. Ketiga komponen lainnya berhasil melebihi target kinerja yang ditetapkan. Pada tahun 2015, target kinerja Indeks kepatuhan Pihak Pelapor, yaitu 4,00 indeks. Nilai rata-rata indeks kepatuhan pihak pelapor yang berhasil dicapai oleh PPATK sebesar 88,05%. Berdasarkan Tabel 3.25, nilai rata-rata kinerja tersebut berada dalam kategori 5,00 indeks yang berarti kepatuhan pihak pelapor sangat baik. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 125%. Tabel 3.26 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-10 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Tahun 2015 Tahun 2015 Strategis Indeks kepatuhan pihak pelapor.
4,0 indeks
Capaian Tahun 2015
5,0 indeks
125%
Tabel 3.27 Perbandingan Realisasi IKSS ke-10 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Indeks Kepatuhan Pihak Pelapor
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
4,00
4,00
4,00
5,00
5,00
5,00
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
75
yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan Indeks kepatuhan pihak pelapor pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah PPATK dalam melakukan pengawasan kepatuhan akan lebih menitikberatkan kepada Pihak Pelapor yang sudah melakukan registrasi pelaporan, menetapkan tujuan audit khusus yang sesuai dengan kewenangan
PPATK,
memperbaiki
prosedur
pemantauan
hasil
audit,
dan
memaksimalkan koordinasi dengan Lembaga Pengawas dan Pengatur. Kendala yang dihadapi: Selama pelaksanaan audit tahun 2015, masih banyak pihak pelapor yang dilakukan audit kepatuhan belum memahami kewajiban pelaporan terhadap PPATK, sehingga hasil audit kepatuhan yang didapatkan tidak maksimal dan sebagian besar hasil pengukuran kepatuhan menjadi kurang baik . Upaya penyelesaian kendala yang dihadapi: PPATK melakukan sosialisasi yang intensif dan maksimal kepada Pihak Pelapor agar menyampaikan laporan sesuai dengan aturan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Kepala PPATK yang mengatur tentang tata cara pelaporan dan agar lebih selektif dalam penetapan Pihak Pelapor yang akan diaudit kepatuhan.
Sasaran Strategis 8: Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran strategis 8 dimaksudkan agar PPATK berupaya untuk meningkatkan kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk memudahkan pelaksanaan serangkaian tugas dan fungsi analisis, pelaporan, penyidikan dan penyelidikan dalam upaya membangun rezim Anti Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
76
Sasaran strategis 8 memiliki satu IKSS, yaitu Persentase kelulusan peserta diklat. Pencapaian kinerja SS 8 tahun 2015 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 96,59%. IKSS 11: Persentase kelulusan peserta diklat Pelatihan Anti Money Laundering (AML) bertujuan agar setiap pelaku usaha, baik PJK, Penyedia Barang dan Jasa, dan para penegak hukum dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan pekerjaannya dalam upaya membangun rezim anti money laundering. Pelatihan AML juga bertujuan untuk menyiapkan kaderisasi bagi pelaku usaha dan penegak hukum dalam memahami AML. Dengan pelatihan yang baik, maka dapat tercipta sumber daya manusia yang profesional yang memiliki keahlian AML. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pasal 41 ayat (1) huruf f dan g, dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, PPATK berwenang untuk menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan anti pencucian uang, serta menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Kewenangan yang dimiliki oleh PPATK tersebut bermakna bahwa PPATK memiliki tanggung jawab moral untuk menyelenggarakan pengembangan sumber daya manusia yang berperan dalam menegakkan rezim anti pencucian yang di Indonesia. Pengembangan sumber daya manusia yang dilaksanakan oleh PPATK meliputi dua jenis ruang lingkup, yaitu ruang lingkup internal dan eksternal. Ruang lingkup internal dengan target meningkatkan pengetahuan kompetensi pegawai PPATK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan ruang lingkup eksternal dengan target untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi pemangku kepentingan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Dalam upaya mencapai tujuan membentuk sumber daya manusia anti pencucian uang yang andal, PPATK akan menyelenggarakan seluruh kegiatan pengembangan PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
77
kompetensi dan pengetahuan pegawai PPATK dan pemangku kepentingan melalui pembentukan pusat pendidikan dan pelatihan di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang terintegrasi. Diharapkan melalui wadah tersebut, PPATK dapat mengoptimalkan kinerja seluruh pihak yang merupakan bagian dari rezim anti pencucian uang di Indonesia sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di PPATK, terutama selama lima tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hasil yang dicapai mampu memberikan peningkatan kompetensi secara signifikan kepada para pegawai PPATK dalam melakukan tugas dan fungsinya. Materi pelatihan yang diberikan sangat beragam yang disesuaikan dengan kebutuhan PPATK. Berikut beberapa jenis pelatihan yang telah diselenggarakan oleh PPATK: a. Program pembekalan, yakni pendidikan yang ditujukan bagi pegawai baru (CPNS) PPATK sebagai pembekalan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan saat bekerja. b. Program peningkatan kompetensi dan sertifikasi, yaitu pelatihan yang diberikan kepada pegawai untuk meningkatkan kemampuan teknis, sehingga dapat membantu pelaksanaan tugas dan jabatan. Selama tahun 2015, jumlah pegawai PPATK yang mengikuti diklat sebanyak 93 pegawai. Dari jumlah tersebut, pegawai yang berhasil lulus diklat sebanyak 91 pegawai. Diklat yang diikuti oleh pegawai PPATK selama tahun 2015, meliputi: 1.
Diklat prajabatan golongan II di Bogor pada 25 November-19 Desember 2015.
2.
Diklat prajabatan golongan III di Bogor pada 19 April-5 Juni 2015.
3.
Pelatihan mental, fisik, dan disiplin CPNS PPATK di Batujajar pada 30 Maret-10 April 2015.
4.
Diklat kepemimpinan II di Jakarta pada 3 Agustus-26 November 2015.
5.
Diklat kepemimpinan II di Jakarta pada 18 Agustus-4 Desember 2015.
6.
Diklat kepemimpinan III di Jakarta pada 21 Juni-5 November 2015.
7.
Sertifikasi Certified Fraud Examiner (CFE) di Bandung pada 5-10 Oktober 2015.
8.
Brevet Pajak A dan B di Jakarta pada 11 Agustus-15 Desember 2015.
9.
Diklat pembentukan auditor ahli di Bogor pada 22 Juni-9 November 2015. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
78
10. In house training business English di Jakarta pada 24 Agustus-9 November 2015. Tabel 3.28 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-11 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Persentase kelulusan peserta diklat
100%
96,59%
Capaian Tahun 2015 96,59%
Tabel 3.28 menunjukkan bahwa selama tahun 2015, PPATK berupaya optimal dalam mewujudkan indikator kinerja “persentase kelulusan peserta diklat” sesuai target kinerja yang telah ditetapkan melalui berbagai pendidikan dan pelatihan kepada para pegawai PPATK. Pendidikan dan pelatihan tersebut dilaksanakan melalui in house training dan mengikutsertakan pegawai PPATK pada public training. PPATK belum berhasil mencapai kinerja yang ditargetkan. Namun demikian, halhal yang mendukung pencapaian kinerja tersebut, sebagai berikut: 1. Minat dan partisipasi yang tinggi dari pegawai PPATK untuk mengikuti diklat. 2. Tersedianya alternatif jenis dan materi diklat yang beragam. 3. Meningkatnya peluang dan kesempatan keikutsertaan pegawai dalam beragam kegiatan diklat. 4. Meningkatnya upaya pemenuhan kompetensi pegawai yang sesuai dengan kebutuhan pegawai dalam pelaksanaan tugas. Tabel 3.29 Perbandingan Realisasi IKSS ke-11 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Persentase kelulusan peserta diklat.
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
100%
100%
100%
100%
100%
96,59%
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
96,59%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS yang diselenggarakan di PPATK telah mencapai 96,59%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik, meski terkendala oleh ketersediaan infrastruktur Pusdiklat PPATK yang masih dalam proses pembangunan. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
79
untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah melakukan langkah perbaikan secara terus-menerus dalam berbagai aspek pembangunan pusdiklat dan memanfaatkan aplikasi teknologi informasi secara optimal. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja: Formalisasi struktur organisasi Pusat Pendidikan dan Pelatihan APUPPT yang masih dalam proses penyusunan kajian restrukturisasi organisasi, sehingga berpotensi menghambat penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai maupun para stakeholder dalam rezim AML. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala: PPATK melakukan koordinasi secara intensif dalam upaya pembahasan konsep Perubahan Struktur Organisasi PPATK secara internal maupun bersama-sama dengan pihak terkait, antara lain dengan Kementerian PAN dan RB, Kementerian Hukum dan HAM, dan Sekretariat Negara.
Sasaran Strategis 9: Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
Sasaran strategis 9 dimaksudkan agar PPATK lebih mengoptimalkan upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme melalui penyusunan peraturan pelaksana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sasaran strategis 9 ini diukur melalui satu IKSS, yaitu Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme. Pencapaian kinerja SS 9 tahun 2015 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 77,78%.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
80
IKSS 12: Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme Pada tahun 2015, PPATK merencanakan target kinerja indikator kinerja Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme sebesar 100%. PPATK telah menyusun tiga puluh enam rancangan produk hukum di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme, serta manajemen internal PPATK yang telah ditetapkan dalam road map regulasi PPATK. Dengan demikian, capaian kinerja indikator kinerja tersebut sebesar 77,78%. Selama tahun 2015, PPATK telah menyusun 36 rancangan produk hukum yang berupa peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan Kepala PPATK, keputusan Kepala PPATK, dan Surat Edaran (SE) Kepala PPATK. Dari 36 produk hukum tersebut, PPATK telah menetapkan 28 jenis produk hukum. Produk hukum yang telah ditetapkan tersebut, meliputi: 1.
Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada PPATK;
2.
Perubahan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012 tentang Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU;
3.
Peraturan Kepala PPATK tentang Kategori Penguna Jasa yang Berpotensi Melakukan TPPU;
4.
Peraturan Kepala PPATK tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada PPATK;
5.
Peraturan Kepala PPATK tentang Rencana Strategis pada PPATK;
6.
Keputusan Kepala PPATK tentang Standar Kompetensi Teknis;
7.
Peraturan Kepala PPATK tentang Piagam Audit;
8.
Peraturan Kepala PPATK tentang pedoman pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat pengawasan eksternal dan hasil pengawasan inspektorat pada PPATK;
9.
Peraturan Kepala PPATK tentang Pedoman Tata Naskah Dinas pada PPATK;
10. Peraturan Bersama tentang Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi Dalam DTTOT dan Pemblokiran Serta Merta;
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
81
11. Peraturan Kepala PPATK tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor PER-11/1.01/PPATK/08/14 tentang Klasifikasi dan Pengelolaan Informasi pada PPATK; 12. Peraturan Kepala PPATK tentang Pedoman Penyelenggaraan Kearsipan pada PPATK; 13. SE tentang Indikator Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan; 14. Peraturan Pemerintah tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU; 15. Peraturan Kepala PPATK tentang Strategi Pengelolaan Teknologi Informasi pada PPATK; 16. Peraturan Kepala PPATK tentang SOP pada PPATK; 17. Peraturan Kepala PPATK tentang LHKASN dan LHKPN pada PPATK; 18. Peraturan Kepala PPATK mengenai PPID; 19. Peraturan Kepala PPATK tentang Pedoman Penyusunan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Kerja sama dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU; 20. Peraturan Kepala PPATK tentang Penyetaraan Jenjang Kepangkatan dan Pemberian Tunjangan Khusus Bagi Pegawai PPATK; 21. Peraturan Presiden tentang Tunjangan Khusus Bagi Pegawai PPATK; 22. Peraturan Pemerintah tentang Perubahab Atas PP Nomor 38 Tahun 2012 tentang Penghasilan dan Fasilitas Kepala dan Wakil Kepala; 23. Peraturan Kepala PPATK tentang Tunjangan Khusus Deputi dan Sestama; 24. Peraturan Kepala PPATK tentang Pendidikan dan Pelatihan; 25. Peraturan Kepala PPATK tentang Tata Cara Pengawasan Pelaksanaan Kegiatan Pertemuan atau Rapat di Luar Kantor pada PPATK; 26. Peraturan Kepala PPATK tentang Perjalanan Dinas Luar Negeri pada PPATK; 27. Peraturan Kepala PPATK tentang Penyetaraan Jenjang Kepangkatan dan Pemberian Tunjangan Khusus Bagi Pegawai Tetap dan Pegawai yang Dipekerjakan pada PPATK; dan 28. Peraturan Kepala PPATK tentang Perubahan atas Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-13/1.1/PPATK/11/15
tentang
Penyetaraan
Jenjang
Kepangkatan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
82
dan
Pemberian Tunjangan Khusus Bagi Pegawai Tetap dan Pegawai yang Dipekerjakan pada PPATK. Tabel 3.30 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-12 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme.
100%
Capaian Tahun 2015
77,78%
77,78%
PPATK belum berhasil mencapai target kinerja IKSS Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme. Namun demikian, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh PPATK untuk mencapai target kinerja tersebut, antara lain: 1. PPATK melakukan koordinasi yang efektif dalam proses penyusunan produk hukum, sehingga tujuan penyusunan produk hukum sesuai dengan yang diharapkan; dan 2. Dalam melaksanakan layanan penyelesaian penyusunan produk hukum, PPATK mengutamakan asas keadilan, kemandirian, profesionalisme, dan tanggung jawab. Tabel 3.31 Perbandingan Realisasi IKSS ke-12 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
100%
100%
100%
100%
100%
77,78%
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
77,78%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian IKSS ini telah mencapai 77,78%. Secara persentase, capaian kinerja ini relatif baik. Pencapaian ini belum berhasil memenuhi target kinerja disebabkan prosedur persyaratan pelayanan produk hukum belum tersosialisasi secara menyeluruh kepada unit kerja dan penyelesaian produk hukum belum sesuai dengan skala prioritas. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan persentase pemenuhan produk hukum
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
83
TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti pada periode pengukuran kinerja selanjutnya
adalah
peningkatan
kualitas
penyampaian
persyaratan
pelayanan
penyelesaian produk hukum dan penyelesaian produk hukum berdasarkan skala prioritas. Kendala yang dihadapi: Kendala yang dihadapi dalam melaksanakan layanan penyelesaian produk hukum adalah prosedur persyaratan pelayanan produk hukum belum tersosialisasi secara menyeluruh kepada unit kerja dan penyelesaian produk hukum belum sesuai dengan skala prioritas. Upaya penyelesaian kendala yang dihadapi: PPATK, dalam hal ini Direktorat Hukum, akan menyampaikan informasi atas Standar Operasional Prosedur penyusunan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan dengan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-06/1.01/PPATK/04/15 tentang Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan akan melakukan inventarisasi dan identifikasi rencana penyusunan ketentuan internal dari seluruh unit kerja di PPATK.
Sasaran Strategis 10: Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK
Sasaran strategis 10 dimaksudkan agar PPATK dapat mengetahui kualitas manajemen kinerja dan risikonya yang mendukung keberlangsungan bisnis proses PPATK. Sasaran strategis 10 diukur melalui satu IKSS, yaitu Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK. Pencapaian kinerja SS 10 tahun 2015 adalah relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 110%.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
84
IKSS 13: Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK.
Pada tahun 2015, Pusat Teknologi Informasi melakukan penilaian terhadap tata kelola teknologi informasi terkait pengelolaan teknologi informasi yang dijalankan, termasuk dasar hukum, pedoman, dan standar baku dalam pelaksanaan pengelolaan teknologi informasi. Untuk menjaga independensi dalam proses penilaian, maka PPATK menunjuk pihak ketiga yang memiliki kompetensi yang terkait dengan penilaian tata kelola teknologi informasi. Berdasarkan hasil penilaian yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, diperoleh hasil realisasi terhadap IKSS ini sebesar 2,76 indeks dari target kinerja 2,5 indeks, sehingga capaian kinerja sebesar 110%. Tabel 3.32 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-13 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK
2,5 indeks
2,76 indeks
Capaian Tahun 2015 110%
Dari tabel tersebut diketahui bahwa PPATK berhasil mencapai kinerja yang ditargetkan. Keberhasilan ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1. PPATK
telah
menerbitkan
Peraturan
Kepala
PPATK
Nomor:
PER-
07/1.04/PPATK/04/15 tentang Strategi Pengelolaan Teknologi Informasi pada PPATK dan Cetak Biru TI PPATK Tahun 2015-2019; 2. PPATK melakukan sosialisasi terkait kebijakan dan prosedur Tata Kelola TI kepada para pegawai PPATK; 3. PPATK telah menyusun dokumen manajemen risiko TI yang berisi strategi mitigasi dan risiko residual dalam pengelolaan TI PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
85
Tabel 3.33 Perbandingan Realisasi IKSS ke-13 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
2,5 indeks
2,75 indeks
3,0 indeks
3,25 indeks
3,5 indeks
2,76 indeks
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
79%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 79%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Namun, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi dan upaya yang akan ditempuh oleh PTI untuk meningkatkan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya, antara lain: Kendala yang dihadapi: 1. Belum maksimalnya pelaksanaan pedoman yang telah dimiliki oleh PPATK. 2. Pemantauan terhadap kinerja perangkat TI belum dilaporkan secara konsisten. 3. Pelaksanaan pengujian terhadap dokumen BCP/DRP dan simulasi masih dilakukan sesuai kebutuhan dan belum dilakukan secara konsisten. 4. Dalam pendidikan dan pelatihan bagi staf TI dalam mengembangkan pengetahuan dan kemampuan belum dapat dilakukan secara menyeluruh sesuai kebutuhan TI. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala: 1. PPATK melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pedoman TI yang telah dimiliki oleh PPATK. 2. Pemantauan kinerja perangkat TI akan dilaporkan secara konsisten. 3. Pelaksanaan pengujian terhadap dokumen BCP/DRP dan simulasi akan dilakukan secara konsisten oleh unit kerja yang membidangi manajemen risiko. 4. Pendidikan dan pelatihan bagi staf TI akan dilakukan secara konsisten.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
86
Sasaran strategis 11: Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK
Sasaran strategis 11 dimaksudkan agar PPATK dapat menyelenggarakan sistem manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) yang berbasis kompetensi yang sejalan dengan kebijakan nasional melalui program reformasi birokrasi yang mengamanatkan pembangunan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional, serta mampu bersaing secara global. Guna mendukung komitmen tersebut, PPATK menetapkan IKSS berupa penilaian kompetensi SDM PPATK sebagai tolok ukur keberhasilan PPATK. Penetapan IKSS tersebut merepresentasikan program penataan sistem manajemen SDM aparatur melalui pengembangan model kompetensi dan pengembangan Standar Kompetensi Jabatan. Sasaran strategis 11 ditunjukkan melalui satu IKSS, yaitu Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja yang baik. Pencapaian kinerja SS 11 relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 111,11%.
IKSS 14: Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja yang baik Berdasarkan pasal 18 Peraturan Kepala PPATK Nomor: 16-1.01/PPATK/11/12 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai PPATK, pegawai yang berprestasi baik adalah pegawai yang memenuhi batas penilaian prestasi kinerja “Baik” atau di atas nilai 75, berdasarkan dua komponen penilaian yaitu SKP (60%) dan perilaku kerja (40%). Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja pegawai akan dapat diketahui terjadinya gap antara tingkat kesesuaian kemampuan, baik dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku SDM yang menempati suatu jabatan tertentu dengan kinerja minimal yang harus dipenuhi, sehingga langkah tindak lanjut (feedback) dalam melakukan pengembangan kompetensi SDM PPATK dapat dilakukan dengan tepat. Indikator keberhasilan dari sasaran strategis tersebut beserta target dan realisasi kinerja, sebagai berikut: PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
87
Tabel 3.34 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-14 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Persentase pegawai PPATK yang memiliki prestasi kerja pegawai baik
90%
100%
Capaian Tahun 2015 111,11%
Dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Peraturan Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019, PPATK harus didukung oleh pegawai PPATK yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kompetensi, dan mampu menghasilkan kinerja yang optimal. Arah kebijakan reformasi sejak tahun 2010 telah mencanangkan sistem manajemen aparatur sipil negara yang berbasis kompetensi. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan oleh setiap pegawai agar dapat menyelesaikan pekerjaan secara optimal. Kompetensi dibagi menjadi dua kategori, yaitu hard competency dan soft competency. Kompetensi merupakan gambaran potensi yang dimiliki oleh pegawai. Hasil tersebut akan dibuktikan dengan kinerja pegawai yang bersangkutan pada tahun berjalan untuk dijadikan sebagai bahan pengembangan diri dan karir para pegawai. Pengukuran prestasi kerja para pegawai telah dilakukan selaras dengan target perjanjian kinerja pada unit kerja. Setiap awal tahun, seluruh pegawai PPATK diwajibkan untuk melakukan penyusunan SKP (Sasaran Kerja Pegawai) yang merupakan turunan dari indikator kinerja program unit eselon II. Sebagai komponen tambahan penilaian prestasi kerja, perilaku pegawai juga tidak luput dari penilaian. Penyusunan SKP dan penyampaian penilaian perilaku kurja tersebut telah dilakukan melalui sistem aplikasi Sistem Informasi Aplikasi Penilaian Kinerja (SIAPIK), sehingga meminimalkan peluang pegawai yang melakukan tugas atau pekerjaan yang tidak selaras dengan sasaran unit eselon II yang diembannya. Pada tahun 2015, PPATK menetapkan target kinerja Persentase Pegawai PPATK yang memiliki prestasi kerja baik sebesar 90% dengan target kinerja pada akhir tahun
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
88
2019 akan mencapai 95%. Sampai dengan tanggal 23 Februari 2016, data dalam aplikasi SIAPIK menunjukkan bahwa pencapaian kinerja yang diraih selama tahun 2015 adalah baik, yaitu 100%. Berdasarkan data yang diperoleh sampai dengan tanggal 23 Februari 2016, 146 pegawai telah melakukan input data SKP ke dalam aplikasi SIAPIK. Dari data SIAPIK diperoleh hasil, yaitu 146 pegawai tersebut memiliki rata-rata prestasi kerja sebesar 89,5 dan berada pada kategori (baik). Realisasi nilai SKP pegawai selama tahun 2015 menunjukkan bahwa hampir seluruh pegawai memperoleh nilai baik dan tidak sedikit pula pegawai yang memperoleh nilai kerja sangat baik (>91). Tabel 3.35 Perbandingan Realisasi IKSS ke-14 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Persentase pegawai PPATK yang memiliki prestasi kerja Baik.
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
90%
92%
93%
94%
95%
100%
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
105,26%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah melebihi 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan prestasi kerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah melakukan langkah perbaikan secara terusmenerus dalam membangun infrastruktur yang mendukung kinerja dan proses bekerja para pegawai, serta mengoptimalkan aplikasi teknologi informasi. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja: 1. Ketidakstabilan infrastruktur aplikasi yang terkadang menyulitkan dalam proses pelaporan penilaian prestasi kerja. 2. Penyampaian penilaian prestasi kerja pegawai yang masih mengalami keterlambatan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala: 1. PPATK melakukan perbaikan terhadap infrastruktur aplikasi SIAPIK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
89
2. PPATK menegakkan tertib administrasi untuk para pegawai yang terlambat menyampaikan formulir Penilaian Prestasi Kerja Pegawai (SKP). Sasaran strategis 12: Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK.
Melalui sasaran strategis 12, PPATK bertujuan untuk menjamin agar seluruh kegiatan yang direncanakan dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, manajemen kinerja adalah cara mengelola kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Sasaran strategis 12 dicapai melalui satu IKSS, yakni Nilai AKIP PPATK. Persentase capaian kinerja SS 12 relatif baik dengan nilai capaian kinerja sebesar 118,44%. IKSS 15: Nilai AKIP PPATK
Nilai AKIP PPATK adalah nilai hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terhadap pelaksanaan sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) PPATK. Nilai AKIP PPATK diukur melalui penerapan dan pengelolaan sistem AKIP di PPATK. Target dan realisasi kinerja indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK, sebagai berikut: Tabel 3.36 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-15 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015
Nilai AKIP PPATK
Nilai B
Nilai BB
Capaian Tahun 2015
118,44%
Pada tahun 2015, PPATK menargetkan kinerja nilai AKIP PPATK, yaitu nilai B. PPATK telah menyusun Laporan Kinerja PPATK Tahun 2014. Laporan kinerja tahun 2014 tersebut telah disusun dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
90
tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja. Laporan kinerja tersebut telah memuat profil PPATK, rencana dan target kinerja yang ditetapkan, pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis kinerja untuk setiap sasaran strategis atau hasil program/kegiatan dan kondisi terakhir yang seharusnya terwujud, termasuk penggunaan sumber daya. Dengan memperhatikan rekomendasi hasil evaluasi sistem AKIP PPATK dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan sebagai upaya untuk mencapai target kinerja yang telah ditentukan, maka selama tahun 2015, PPATK telah melakukan berbagai upaya, antara lain: 1. Pembentukan Tim Pengelolaan Kinerja PPATK Tahun Anggaran 2015 dengan Keputusan Kepala PPATK No.: KEP-22/1.01/PPATK/01/2015. 2. Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK telah disusun dan ditandatangani oleh Kepala PPATK pada 26 Maret 2015. 3. Pengembangan aplikasi Sistem Monitoring dan Pelaporan Kinerja (SIMONA) guna mendukung penyelenggaraan sistem AKIP PPATK yang berbasis teknologi informasi. 4. Pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja melalui monitoring dan evaluasi kinerja melalui penyusunan laporan capaian kinerja secara triwulanan dan menyampaikan laporan tersebut kepada Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran. Laporan kinerja disusun untuk memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja yang telah dan seharusnya dicapai. Laporan kinerja juga sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi PPATK untuk meningkatkan kinerjanya. Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK telah disusun dan disampaikan kepada Presiden melalui Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi dengan surat Kepala PPATK No.: S-117/1.01.2/PPATK/02/15 pada 26 Februari 2015. Berdasarkan hasil evaluasi dari Tim Evaluasi SAKIP Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi yang tercantum dalam Surat Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi No.: B/3989/M.PAN-RB/12/2015 tanggal 11 Desember 2015 tentang Hasil Evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, PPATK mendapat nilai hasil evaluasi AKIP sebesar 72,25 dengan predikat BB (Sangat Baik). Nilai AKIP PPATK tersebut
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
91
mencerminkan bahwa PPATK telah berhasil melampaui target kinerja. Keberhasilan tersebut disebabkan dukungan dan kepedulian dari seluruh unit kerja dalam melakukan perbaikan berkesinambungan dalam aspek-aspek rencana strategis, perjanjian kinerja, pengukuran kinerja, pengelolaan data kinerja, pelaporan kinerja, dan reviu dan evaluasi kinerja untuk menjamin efektivitas kerja PPATK. Tabel 3.37 Perbandingan Realisasi IKSS ke-15 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Nilai AKIP PPATK
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
B Nilai
A Nilai
A Nilai
A Nilai
A Nilai
BB Nilai
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
89,19%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 89,19%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah sangat baik. Upayaupaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk meningkatkan capaian kinerja nilai AKIP PPATK pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah dengan meningkatkan koordinasi dengan pengelola kinerja seluruh unit kerja terkait dengan penerapan sistem akuntabilitas kinerja di PPATK, penggunaan sistem informasi dalam pengelolaan kinerja, dan melaksanakan evaluasi, monitoring dan pelaporan capaian kinerja secara berkala kepada Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran. Kendala-kendala dalam pencapaian kinerja. Kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja nilai AKIP PPATK, antara lain kurangnya pemahaman pengelola kinerja dalam melakukan pengukuran indikator kinerja pada unit kerjanya dan terdapat rumusan penghitungan kinerja yang kurang sesuai dengan indikator kinerja. Penyelesaian kendala-kendala dalam upaya pencapaian kinerja. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka PPATK melakukan upaya-upaya, antara lain menyempurnakan metode pengukuran indikator kinerja, perbaikan Renstra PPATK, dan lebih mengintensifkan pelaksanaan kegiatan pendampingan terhadap pengelola kinerja seluruh unit kerja dalam menyusun dokumen perencanaan, pelaksanaan evaluasi dan monitoring capaian kinerja triwulanan, dan penyusunan laporan kinerja dan PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
92
melaksanakan perbaikan rumusan penghitungan kinerja yang kurang sesuai dengan indikator kinerja melalui kegiatan reviu Renstra PPATK Tahun 2015-2019. Pada tahun 2016, PPATK akan melakukan pengintegrasian sistem informasi kinerja dengan pengembangan aplikasi E-RKA dengan memanfaatkan database yang tersedia dalam aplikasi E-RKA yang dioptimalkan dalam upaya pemantauan dan pengukuran capaian kinerja. Dengan demikian, aplikasi E-RKA ini merupakan sistem aplikasi pengelolaan kinerja yang terintegrasi yang dimulai dari perencanaan sampai dengan monitoring capaian kinerja di PPATK.
Sasaran strategis 13: Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif
Melalui sasaran strategis 13, PPATK ingin mewujudkan reformasi birokrasi PPATK yang efektif untuk menghasilkan tata kelola pemerintahan yang baik yang mencakup seluruh sasaran area perubahan reformasi birokrasi dengan indikator di antaranya adalah bebas korupsi, bebas pelanggaran, komunikasi publik yang baik, penggunaan jam kerja yang produktif dan efektif, serta penerapan reward dan punishment secara konsisten dan berkelanjutan. Sasaran strategis 13 dicapai melalui satu IKSS, yakni Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK. Persentase capaian kinerja SS 13 adalah 104%. IKSS 16: Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK
Reformasi birokrasi merupakan kebutuhan bagi setiap aparatur pemerintahan. Reformasi birokrasi bukan hanya dalam tataran ketersediaan dokumentasi, prosedur dan laporan, melainkan perubahannya harus mampu dirasakan dan dinikmati oleh masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan tersebut juga harus dapat diukur secara akuntabel dan transparan, serta dapat disajikan secara objektif.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
93
Pemerintah telah mencanangkan Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015. Road map tersebut dalam proses penyusunannya telah memperhatikan berbagai hal yang tertuang dalam RPJMN 20152019, nawacita pemerintahan, akademisi, dan praktisi masalah birokrasi, serta mempertimbangkan berbagai capaian perkembangan reformasi birokrasi birokrasi pada periode 2010-2014. Dalam upaya mewujudnya penyelenggaraan reformasi birokrasi yang efektif di PPATK sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, PPATK sejak tahun 2014 telah secara konsisten dan berkesinambungan melakukan pembenahan diri melalui penerapan seperangkat infrastruktur reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah. Proses tersebut wajib dilakukan oleh PPATK sebagai lembaga independen yang mengemban tugas strategis pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme dalam upaya mewujudkan PPATK menjadi lembaga yang bersih dan transparan dalam birokrasi, serta memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, berintegritas, dan profesional. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menetapkan Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015. Dengan telah terbitnya Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2015-2019 tersebut, PPATK dituntut untuk melakukan perubahan dan penyempurnaan terhadap program mikro reformasi birokrasi PPATK. Sasaran reformasi birokrasi yang ingin dicapai selama periode lima tahun tersebut adalah (1) birokrasi yang bersih dan akuntabel; (2) birokrasi yang efektif dan efisien; dan (3) birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas. Guna memperoleh pemahaman dan pengetahuan terkait kebijakan Road Map Reformasi Birokrasi Nasional periode 2015-2019, PPATK telah berkoordinasi dengan Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi untuk memperoleh pendalaman sebagai dasar dan pertimbangan dalam menetapkan langkah-langkah konkret yang akan ditempuh selama periode lima
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
94
tahun mendatang, serta berupaya lebih baik lagi dalam memperbaiki kualitas penyelenggaraan PPATK yang sejalan dengan nawacita pemerintah. Penilaian mandiri terhadap pelaksanaan Reformasi Birokrasi di PPATK pada tahun 2015 dilakukan berdasarkan Road Map Reformasi Birokrasi PPATK tahun 20132014 yang meliputi sembilan program, yaitu Manajemen Perubahan, Penataan Peraturan Perundang-undangan, Penataan dan Penguatan Organisasi, Penataan Tata Laksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, dan Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan. Tim dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi bekerja sama dengan tim dari BPKP melaksanakan evaluasi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK selama tahun 2015. Berdasarkan surat dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi nomor: B/33/D.I.PANRB-UPRBN/1/2016 perihal Hasil Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, PPATK memperoleh nilai evaluasi pelaksanaan reformasi sebesar 67,60. Hasil ini meningkat apabila dibandingkan dengan hasil penilaian pada tahun 2014, yaitu 61,06. Berdasarkan hasil penilaian program reformasi birokrasi PPAK tahun 2015 terhadap komponen pengungkit, terdapat komponen yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2014, yaitu (1) penataan dan penguatan organisasi; (2) penataan sistem manajemen SDM; dan (3) penguatan pengawasan. Dalam komponen hasil, PPATK meraih capaian yang meningkat dalam komponen, yaitu (1) kapasitas dan akuntabilitas kinerja organisasi; dan (2) pemerintah yang bersih dan bebas KKN. Pada periode selanjutnya, PPATK akan melakukan perbaikan dalam komponen pengungkit dan komponen hasil yang belum memperoleh capaian kinerja seperti yang diharapkan. Tabel 3.38 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-16 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi
Nilai 65
Nilai 67,60
Capaian Tahun 2015
104%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
95
Pada tahun 2015, PPATK menargetkan kinerja nilai pelaksanaan reformasi birokrasi, yaitu nilai 65. Realisasi kinerja IKSS ini adalah nilai 67,60. Dengan demikian, capaian kinerjanya adalah 104%. Gambaran keberhasilan pelaksanaan program reformasi birokrasi di PPATK disebabkan oleh dukungan dan kepedulian dari seluruh elemen pimpinan dan pegawai yang merepresentasikan unit kerjanya masing-masing dalam melakukan perbaikan berkesinambungan dalam setiap pilar reformasi birokrasi. Selain itu, dukungan aparat pengawas internal dalam melakukan monitoring dan evaluasi berkelanjutan untuk memberikan feedback terhadap kinerja pimpinan dan pegawai dalam menjamin efektivitas kerja PPATK juga telah dilaksanakan secara berkala. Terhadap kelemahan yang telah menjadi rekomendasi tahun sebelumnya, yaitu tahun 2014, PPATK telah melakukan hal-hal, sebagai berikut (1) pengusulan dan pembahasan kebijakan pengaturan gratifikasi; (2) penataan proses bisnis fungsi pengaduan masyarakat agar lebih responsif; (3) optimalisasi aplikasi whistleblowing system; dan (4) identifikasi dan pembahasan penanganan benturan kepentingan di PPATK. Pada tahun 2015, PPATK telah melakukan pencanangan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani yang dihadiri oleh Menteri PAN dan RB, KPK, dan Ombudsman. Output pelaksanaan reformasi birokrasi yang dihasilkan selama tahun 2015, sebagai berikut: 1) Program 1: Manajemen Perubahan Koordinasi penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi PPATK Tahun 20152019. 2) Program 2: Penataan Peraturan Perundang-undangan Pelaksanaan harmonisasi peraturan perundang-undangan secara berkala; 3) Program 3: Penataan dan Penguatan Organisasi Pelaksanaan wawancara dengan seluruh unit kerja di PPATK dalam upaya evaluasi organisasi PPATK. Pembentukan tim kajian evaluasi organisasi yang beranggotakan para Pejabat Eselon II, III, dan IV di PPATK. Rapat koordinasi evaluasi organisasi PPATK. PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
96
4) Program 4: Penataan Tata Laksana Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Standar Operasional Prosedur PPATK; Diluncurkannya
Sistem
Informasi
Publik-PPID
PPATK
dengan
alamat
http://ppid.ppatk.go.id untuk menjamin keterbukaan informasi publik PPATK kepada masyarakat dan pihak yang membutuhkan; 5) Program 5: Penataan Sistem Manajemen SDM Penyusunan dokumen Analisis Jabatan PPATK. Penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan pegawai dan organisasi. Penyempurnaan dokumen Standar Kompetensi Manajerial dan Teknis. Implementasi Sistem Penilaian Kinerja secara online melalui aplikasi SIAPIK. Penyusunan dokumen evaluasi jabatan PPATK. Pelaksanaan Assessment Centre di PPATK. Tersedianya Sistem Aplikasi Kepegawaian (SIMPEG) PPATK. 6) Program 6: Penguatan Pengawasan Pelaksanaan sosialisasi LHKASN di PPATK. Penetapan rerangka kerja manajemen risiko PPATK. Pencanangan Zona Integritas di PPATK. 7) Program 7: Penguatan Akuntabilitas Penetapan dokumen Rencana Strategis PPATK melalui Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-05/1.01/PPATK/03/15 tentang Rencana Strategis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Tahun 2015-2019. Penetapan Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER-10/1.01/PPATK/07/15 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. 8) Program 8: Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Penetapan SOP Layanan di PPATK 9) Program 9: Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan Pelaksanaan PMPRB oleh PPATK tahun 2015.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
97
Tabel 3.39 Perbandingan Realisasi IKSS ke-16 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK.
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
65 Nilai
70 Nilai
75 Nilai
80 Nilai
85 Nilai
67,60 Nilai
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
79,53%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini sebesar 79,53%. Capaian kinerja ini relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK dalam upaya mempercepat pelaksanaan dan penyesuaian program kegiatan reformasi birokrasi PPATK adalah melalui langkah-langkah perbaikan secara terusmenerus dalam upaya penyelenggaraan pilar-pilar reformasi birokrasi. Kendala-kendala dalam pencapaian kinerja. Kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK, antara lain: 1. Terjadi perbedaan persepsi dan pemahaman dalam menerjemahkan kebijakan reformasi birokrasi yang dituangkan dalam Road Map Reformasi Birokrasi Nasional ke dalam langkah-langkah kerja yang konkret di PPATK; 2. Kompetensi sumber daya manusia yang menangani reformasi birokrasi yang masih rendah. Penyelesaian kendala-kendala dalam upaya pencapaian kinerja. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka PPATK melakukan upaya-upaya, antara lain: 1. PPATK melakukan sosialisasi dan internalisasi secara berkala dalam upaya mencapai kesepakatan dan keseragaman dalam persepsi, dan pemahaman terhadap kebijakan reformasi birokrasi. 2. PPATK melakukan koordinasi secara intensif mengenai program dan kegiatan yang dicanangkan dalam upaya pelaksanaan reformasi birokrasi kepada seluruh jajaran pimpinan dan pegawai PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
98
3. PPATK melakukan pengembangan kapasitas untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia yang menangani reformasi birokrasi.
Sasaran strategis 14: Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK
Sasaran strategis 14 dimaksudkan agar PPATK mendorong terwujudnya tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan di PPATK. Sasaran strategis 14 ditunjukkan melalui satu IKSS, yaitu Opini BPK. Pencapaian kinerja SS 14 relatif baik dengan capaian kinerja sebesar 100%. IKSS 17: Opini BPK
Reformasi pengelolaan keuangan negara telah dilaksanakan melalui paket undangundang yang terdiri dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. Reformasi tersebut telah menghasilkan berbagai perbaikan dalam sistem, prosedur, dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dari reformasi tersebut adalah penggunaan sistem anggaran berbasis kinerja. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara menyatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Tahun 2014 PPATK dengan tujuan untuk memberikan pendapat atas kewajaran penyajian angka-angka dalam laporan keuangan. Opini BPK adalah opini yang diberikan setelah BPK melakukan penilaian terhadap kinerja pengelolaan keuangan PPATK melalui pemeriksaan laporan keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya. Target dan realisasi kinerja indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan sasaran strategis meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK, sebagai berikut: PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
99
Tabel 3.40 Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis ke-17 PPATK Tahun 2015 Target Realisasi Indikator Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2015 Tahun 2015 Opini BPK
Opini WTP
Capaian Tahun 2015
Opini WTP
100%
Tabel 3.40 menunjukkan bahwa selama tahun 2015, Sekretariat Utama berupaya optimal dalam mempertahankan indikator kinerja program “Opini BPK” sesuai target kinerja, yaitu “Wajar Tanpa pengecualian”. Keberhasilan ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: 1. PPATK menyusun Laporan Keuangan Tahun 2015 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan
Keuangan
Kementerian
Negara/Lembaga
dan
Sistem
Akuntansi
Pemerintahan. 2. PPATK selalu berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait dengan penerapan sistem akuntansi akrual di PPATK. 3. PPATK selalu melaksanakan rekonsiliasi realisasi belanja bulanan dengan KPPN Jakarta VI. 4. PPATK selalu melaksanakan rekonsiliasi tingkat UAPA dengan Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan DJPB-Kementerian Keuangan. Pada tahun 2015, PPATK menargetkan Opini BPK adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). PPATK telah menyusun Laporan Keuangan Tahun 2014 PPATK. Laporan keuangan tersebut terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) yang telah disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Mulai tahun 2015, PPATK menerapkan Sistem Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010. Dengan demikian, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.05/2015 tentang Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, Laporan keuangan berbasis akrual tersebut terdiri atas Neraca, LRA, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
100
Laporan Keuangan Tahun 2014 PPATK Unaudited telah disusun dan disampaikan kepada
Kementerian
Keuangan
melalui
surat
Kepala
PPATK
nomor:
S-
8A/01.2/PPATK/02/2015 tanggal 27 Februari 2015 dan disampaikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan
(BPK)
melalui
surat
Kepala
PPATK
nomor:
S-
126/1.01.2/PPATK/03/2015 tanggal 10 Maret 2015. Laporan Keuangan Tahun 2014 PPATK Audited telah disampaikan kepada BPK melalui surat Kepala PPATK nomor: S202/1.01.2/PPATK/04/2014 tanggal 29 April 2015 perihal Surat Representasi Manajemen. Berdasarkan surat BPK nomor: S-48/S/IV-XV/05/2015 tanggal 27 Mei 2015 perihal Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan PPATK Tahun 2014, Opini BPK atas Laporan Keuangan PPATK Tahun 2014 adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Opini WTP ini merupakan penghargaan yang berhasil dicapai oleh PPATK selama sembilan kali berturut-turut. Tabel 3.41 Perbandingan Realisasi IKSS ke-17 Tahun 2015 dengan Target Tahun 2015-2019 IKSS
Opini BPK
Target Tahun 2015
2016
2017
2018
2019
Realisasi Tahun 2015
WTP
WTP
WTP
WTP
WTP
WTP
Persentase Realisasi Dibanding Target Tahun 2019
100%
Jika dibandingkan dengan target kinerja tahun 2019, capaian kinerja IKSS ini telah mencapai 100%. Secara persentase, capaian kinerja ini sudah relatif baik. Upaya-upaya yang akan ditempuh oleh PPATK untuk mempertahankan kinerja pada periode pengukuran kinerja selanjutnya adalah dengan perbaikan pengelolaan keuangan negara, termasuk pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), perbaikan dalam penyajian laporan keuangan, dan meminimalkan pelaksanaan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Kendala-kendala dalam pencapaian kinerja Kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaian kinerja Opini BPK, antara lain: 1. Perbedaan sumber data dalam pencatatan persediaan dalam aplikasi persediaan.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
101
2. Belum terdapat petuntuk teknis atau SOP untuk mengklasifikasikan barang persediaan ke dalam kategori barang konsumsi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, barang persediaan lainnya untuk diserahkan ke masyarakat, bahan baku, pita cukai, materai, dan persediaan lainnya. 3. Terdapat belanja barang untuk persediaan yang tidak menggunakan akun belanja barang yang membentuk persediaan. 4. Pencatatan BMN pada aplikasi SIMAK BMN dapat menggunakan dokumen sumber BAST, tetapi setelah SP2D terbit harus diganti dengan nomor SP2D. Pada aplikasi SAIBA, pencatatan masih bersumber dari SP2D yang sudah terbit, sehingga perlu dilakukan jurnal penyesuaian terkait Belanja Modal yang Masih Harus Dibayar. 5. Belanja Barang yang Masih Harus Dibayar, misalnya biaya listrik, telepon, air, dan layanan internet. Berdasarkan hasil komunikasi dengan tim pembimbing K/L, pengakuan utang hanya dilakukan pada saat penyusunan laporan keuangan tahunan. Penyelesaian kendala-kendala dalam upaya pencapaian kinerja Untuk mengatasi kendala tersebut, maka PPATK melakukan upaya-upaya sebagai berikut: 1. PPATK melakukan monitoring terkait pencatatan persediaan, antara lain dengan mencocokkan belanja barang yang menghasilkan persediaan dengan pengakuan sebagai barang persediaan definitif. 2. PPATK menyusun petunjuk teknis dalam pengklasifikasian barang persediaan. 3. Seluruh transaksi yang mengakibatkan timbulnya barang persediaan dicatat ke dalam aplikasi Persediaan, walaupun bersumber dari belanja barang yang tidak menghasilkan persediaan, misalnya belanja bahan, dan belanja pemeliharaan. Pencatatan persediaan yang bukan berasal dari akun pembentuk persediaan akan direkonsiliasi dengan petugas SAIBA secara rutin. 4. PPATK menyusun buku manual yang definitif untuk memantau pencatatan Barang Milik Negara (BMN). 5. Untuk lebih memudahkan pengendalian utang, pencatatan utang (belanja yang masih harus dibayar) dilakukan secara periodik (bulanan).
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
102
C. Capaian Kinerja PPATK Tahun 2014 dan 2015 Perjanjian Kinerja PPATK Tahun 2014 meliputi sepuluh Sasaran Strategis dengan dua puluh delapan Indikator Kinerja Sasaran Strategis, sedangkan Perjanjian Kinerja PPATK Tahun 2015 meliputi empat belas Sasaran Strategis dengan tujuh belas Indikator Kinerja Sasaran Strategis. Perbedaan ini terjadi karena perubahan periode Renstra PPATK Tahun 2015-2019. Perubahan tersebut menyangkut perubahan visi, misi, tujuan, sasaran strategis, pengukuran kinerja, dan outcome yang ingin dicapai oleh PPATK. Tabel capaian kinerja tahun 2014 dan 2015 dapat dilihat dalam Tabel 3.42 dan 3.43. Tabel 3.42 Capaian Kinerja PPATK Tahun 2014 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Indikator Kinerja Sasaran Strategis Jumlah LHA yang berindikasi TPPU dan tindak pidana lain. Jumlah LHP yang berindikasi TPPU dan tindak pidana lain. Jumlah issue strategis PPATK yang disampaikan kepada Komite TPPU. Jumlah rekomendasi PPATK yang disampaikan kepada pemerintah. Jumlah pelapor aktif. Indeks kualitas laporan. Indeks kepatuhan pelapor. Jumlah pelapor yang diaudit per tahun. Jumlah LHA yang dihasilkan. Indeks kualitas LHA. Jumlah LHP yang dihasilkan. Indeks kualitas LHP. Jumlah LHR yang dihasilkan. Indeks kualitas LHR. Persentase LHA dan LHP yang ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Efektivitas kerja sama dalam dan luar negeri Tingkat pemahaman aparat penegak hukum. Persentase pemenuhan layanan hukum. Ketersediaan infrastruktur dan aplikasi TI PPATK. Tingkat kepuasan layanan TI. Persentase SDM PPATK yang kurang kompeten. Ketersediaan SOP PPATK. Nilai AKIP PPATK.
Tahun 2014 Target
Realisasi
Capaian
Satuan
120
435
363%
LHA
12
17
141,7%
LHP
7
12
171,4%
Issue strategis
10
12
120%
Rekomendasi
650 2,5 25 90 160 3 16 4 18 4 60
951 4,0 2,2 96 471 3,28 19 3,49 20 3,3 110,29
146,31% 160% 88% 106,67% 294% 109% 118,8% 87,3% 111,1% 82,5% 183,8%
Pelapor Indeks Indeks Pelapor LHA Indeks LHP Indeks LHR Indeks %
3,5 3,5 80 80
3,83 2,0 100 83,33
109,33% 57,14% 125% 104,17%
Indeks Indeks % %
3,2 30
2,96 0
92,5% 200%
Indeks %
80 4
90 4
113% 100%
% Indeks
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
103
No. 24 25 26 27 28
Indikator Kinerja Sasaran Strategis
Tahun 2014 Target
Realisasi
Capaian
Satuan
3,2 4
3,2 4
100% 100%
Indeks Indeks
80 80
95,95 75
119,94% 94%
% %
100
111,97
111,97%
%
Tingkat layanan operasional perkantoran. Opini BPK atas kewajaran pelaporan dan pengelolaan keuangan PPATK. Tingkat penyerapan anggaran PPATK. Persentase rekomendasi hasil pengawasan yang ditindaklanjuti. Ketersediaan sarana dan prasarana PPATK.
Tabel 3.43 Indikator Kinerja Sasaran Strategis, Target, Realisasi, dan Capaian Kinerja PPATK Tahun 2015 Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS)
PPATK 01
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme. Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. Persentase rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti. Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Persentase kerja sama yang ditindaklanjuti. Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi
PPATK 02
PPATK 03
PPATK 04 PPATK 05 PPATK 06 PPATK 07
Tahun 2015 Satuan
Capaian Target
Realisasi
Indeks
-
-
%
80%
100%
%
80%
59,18%
73,98%
%
20%
35,56%
178%
%
10%
16%
160%
%
100%
94%
94%
Indeks
3,00
3,46
115%
Laporan
77
335
435%
%
95%
93,03%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
125%
97,92%
104
Sasaran Strategis
PPATK 08 PPATK 09 PPATK 10 PPATK 11 PPATK 12 PPATK 13 PPATK 14
Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) standar pelaporan. Indeks kepatuhan pihak pelapor. Persentase kelulusan peserta diklat. Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme. Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK. Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja pegawai baik. Nilai AKIP PPATK Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK. Opini BPK.
Tahun 2015 Satuan
Capaian Target
Realisasi
Indeks
4,00
5,00
%
100%
96,59%
96,59%
%
100%
77,78%
77,78%
Indeks
2,50
2,76
110%
%
90%
100%
111,11%
Nilai
B
BB
118,44%
Nilai
65
67,60
104%
Opini
WTP
WTP
100%
125%
D. Realisasi Anggaran Tahun 2015 Realisasi anggaran PPATK adalah sebesar Rp79.918.196.603,00 atau 93,73% dari total pagu anggaran sebesar Rp85.266.896.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa PPATK melakukan efisiensi/penghematan dalam penggunaan anggaran apabila dibandingkan dengan rata-rata capaian kinerja sebesar 132,65%. Efisiensi tersebut berasal dari pengadaan barang/jasa, penghematan dalam pelaksanaan kegiatan, contohnya melalui pengurangan biaya perjalanan dinas, pengurangan rapat konsinyering yang dilaksanakan di hotel mengurangi rapat konsinyering yang dilaksanakan di hotel sesuai dengan amanat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Langkah-langkah Penghematan Anggaran Pendapatan Belanja Perjalanan Dinas dan Meeting/Konsinyering Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015, dan sinergi dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama tahun 2015, PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
105
PPATK berhasil mencapai target kinerja secara optimal dan mencapai realisasi anggaran yang relatif tinggi. Perbandingan realisasi anggaran tahun 2014 dan 2015 PPATK dapat dilihat dalam Tabel 3.44. Realisasi anggaran terkait capaian kinerja tahun anggaran 2015 dapat dilihat dalam Tabel 3.45, sebagai berikut.
Kode Program/Keg iatan 01
01.3374 01.3375 01.3376
01.3377
02
02.3378
06 06.3379 06.3380 06.3381 06.3382 06.3383
Tabel 3.44 Perbandingan Realisasi Anggaran PPATK Tahun 2014 dan 2015 Nama Program/Kegiatan Realisasi Realisasi Tahun 2015 Tahun 2014 (Rp) (Rp) Program Dukungan Manajemen dan 57.340.381.408,00 47.602.358.768,00 Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK Pengawasan Internal 373.027.373,00 309.649.855,00 PPATK Pengelolaan Perencanaan 41.206.660.675,00 33.838.860.640,00 dan Keuangan PPATK Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan 4.030.057.631,00 2.558.502.674,00 Ketatalaksanaan PPATK Penyelenggaraan ketatausahaan, 11.730.635.729,00 10.895.345.599,00 kerumahtanggan, dan Perlengkapan PPATK Program Peningkatan Sarana dan Prasarana 2.753.335.299,00 2.974.540.956,00 Aparatur PPATK Pengadaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana 2.753.335.299,00 2.974.540.956,00 PPATK Program Pencegahan dan 19.824.479.896,00 16.726.567.637,00 Pemberantasan Pengelolaan Bidang 2.293.471.516,00 2.104.295.997,00 Hukum PPATK Pelaksanaan Kerjasama dan 3.301.587.515,00 2.763.504.919,00 Humas PPATK Pengelolaan Teknologi 7.013.156.621,00 7.397.990.310,00 Informasi PPATK Pengawasan Kepatuhan 1.158.357.136,00 1.020.585.318,00 Pihak Pelapor Pengawasan Kewajiban Pelaporan dan Pembinaan 1.350.359.276,00 823.771.087,00 Pihak Pelapor
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
% Naik (Turun)
20,46%
20,47% 21,77% 57,52%
7,67%
(7,44%)
(7,44%) 18,52% 8,99% 19,47% (5,2%) 13,5% 63,92%
106
Kode Program/Keg iatan 06.3384
06.5232
Nama Program/Kegiatan
Analisis Transaksi dan Pengelolaan Laporan Masyarakat Pemeriksaan dan Pengembangan Riset TPPU Jumlah
Realisasi Tahun 2015 (Rp)
Realisasi Tahun 2014 (Rp)
% Naik (Turun)
816.146.298,00
638.709.512,00
30,25%
3.891.401.534,00
1.977.710.494,00
101,02%
79.918.196.603,00
67.303.467.361,00
19,30%
Tabel 3.45 Realisasi Anggaran Terkait Pencapaian Kinerja PPATK Tahun 2015 No
Sasaran Strategis
IKSS
Target Tahun 2015
1
Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme.
Indeks persepsi TPPU dan pendanaan terorisme.
-
Persentase rekomendasi PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme yang ditindaklanjuti. Persentase rekomendasi FATF yang diadopsi dalam kebijakan domestik. Persentase rekomendasi NRA yang ditindaklanjuti. Persentase peningkatan pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme di Indonesia. Persentase kerja sama yang
80%
2
3
Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme.
4
Meningkatnya efektivitas kerja sama
Program Program pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme
Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp)
Persent ase
21.795.100.000,00
19.824.479.896,00
90,96%
80%
20%
10%
100%
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
107
No
5
6
7
8
9
10
11
12
Sasaran Strategis
IKSS
pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti. Meningkatnya kepatuhan pelaporan.
ditindaklanjuti.
Terpenuhinya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya keandalan sistem TI PPATK. Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan penyidik TPPU dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK.
Meningkatnya kualitas
Target Tahun 2015
Tingkat kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme. Jumlah Hasil Analisis, Hasil Pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti.
3,00 indeks
Persentase laporan dari pihak pelapor yang memenuhi standar pelaporan. Indeks kepatuhan pihak pelapor. Persentase pemenuhan produk hukum TPPU dan pendanaan terorisme.
95%
Program
Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp)
Persent ase
58.946.796.000,000
57.340.381.408,00
97,27%
77 laporan
4,00 indeks
100%
Indeks tata kelola teknologi informasi PPATK. Persentase kelulusan peserta diklat.
2,50 indeks
Persentase pegawai PPATK yang memiliki penilaian prestasi kerja pegawai baik. Nilai AKIP PPATK
90%
100%
Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya PPATK
B
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
108
No
Sasaran Strategis
IKSS
Target Tahun 2015
Program
Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp)
Persent ase
Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur PPATK
4.525.000.000,00
2.753.335.299
60,85%
Total
85.266.896.000,00
79.918.196.603,00
93,73%
manajemen kinerja PPATK. 13
Terwujudnya reformasi birokrasi yang efektif.
14
Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK.
Nilai pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK. Opini BPK.
65
WTP
E. Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Berbasis Kinerja Proses penganggaran di PPATK telah terintegrasi dengan perencanaan strategis PPATK. Hal ini menunjukkan bahwa program-program penganggaran PPATK yang terdiri dari satu Program Teknis (PT) dan dua Program Generik (PG) telah selaras dengan implementasi perencanaan strategis yang dijabarkan dalam sasaran strategis dan indikator kinerja sasaran strategis. Pencapaian kinerja program penganggaran PPATK tahun 2015, sebagai berikut: 1. Program Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (PT 1) Program ini diukur melalui Sasaran Strategis (SS) 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, dan 10. Capaian kinerjanya, sebagai berikut: a. Nilai kinerja SS 1 (Meningkatnya persepsi publik terhadap pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) belum ditargetkan pada tahun 2015. b. Nilai kinerja SS 2 (Meningkatnya tindak lanjut atas rekomendasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 125,59%. c. Nilai kinerja SS 3 (Meningkatnya pengungkapan kasus TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 160%.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
109
d. Nilai kinerja SS 4 (Meningkatnya efektivitas kerja sama pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 94%. e. Nilai kinerja SS 5 (Meningkatnya kualitas hasil riset TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 115%. f. Nilai kinerja SS 6 (Meningkatnya hasil analisis, hasil pemeriksaan, dan informasi yang ditindaklanjuti) sebesar 435%. g. Nilai kinerja SS 7 (Meningkatnya kepatuhan pelaporan) sebesar 111,46%. h. Nilai kinerja SS 9 (Meningkatnya produk hukum pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 77,78%. i. Nilai kinerja SS 10 (Meningkatnya keandalan sistem teknologi informasi PPATK) sebesar 110%. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran terkait Program Teknis 1 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan anggaran sebesar Rp19.824.479.896,00 atau 90,96% dari pagu anggaran sebesar Rp21.795.100.000,00. 2. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya PPATK (PG 1). Program ini diukur melalui SS 8, 11, 12, dan 13. Capaian kinerjanya adalah sebagai berikut: a. Nilai kinerja SS 8 (Meningkatnya kemampuan pihak pelapor dan aparat penegak hukum dan pencegahan dan pemberantasan TPPU dan pendanaan terorisme) sebesar 96,59%. b. Nilai kinerja SS 11 (Meningkatnya kualitas sumber daya manusia PPATK) sebesar 111,11%. c. Nilai kinerja SS 12 (Meningkatnya kualitas manajemen kinerja PPATK) sebesar 118,44%. d. Nilai kinerja SS 13 (Terwujudnya reformasi birokrasi PPATK yang efektif) sebesar 104%. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran terkait Program Generik 1 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
110
anggaran sebesar Rp57.340.381.408,00 atau 97,27% dari pagu anggaran sebesar Rp58.946.796.000,00. 3. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur PPATK (PG 2). Program ini diukur melalui SS 14. Capaian kinerjanya adalah sebagai berikut: a. Nilai kinerja SS 14 (Meningkatnya akuntabilitas pengelolaan keuangan PPATK) sebesar 100%. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa program penganggaran terkait Program Generik 2 telah dicapai dengan baik dengan tingkat penyerapan anggaran sebesar Rp2.753.335.299,00 atau 60,85% dari pagu anggaran sebesar Rp4.525.000.000,00. Secara keseluruhan, pencapaian program-program penganggaran di PPATK sudah relatif baik. Hal ini terlihat dari tingkat pencapaian kinerja sasaran strategis yang mendukung pencapaian masing-masing program. Namun demikian, upayaupaya perbaikan untuk penguatan akuntabilitas kinerja akan terus-menerus dilaksanakan, sehingga capaian tujuan strategis dan program penganggaran pada tahun yang akan datang akan lebih meningkat.
F.
Hubungan Capaian Kinerja dengan Program Reformasi Birokrasi Program reformasi birokrasi merupakan salah satu program prioritas pemerintah yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2015. Adapun sasaran, indikator, dan target keberhasilan program reformasi birokrasi dalam RPJMN tahun 2010-2015 dijelaskan dalam Tabel 3.46, sebagai berikut: Tabel 3.46 Sasaran, Indikator, dan Target Program Reformasi Birokrasi dalam RPJMN Indikator
Baseline (Tahun 2009)
Target (Tahun 2015)
Indeks Persepsi Korupsi (IPK)
2,8
5,0
Sasaran Terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Terwujudnya peningkatan
Opini BPK (WTP)
Pusat
42,17%
100%
Daerah
2,73%
60%
Integritas
Pusat
6,64
8,0
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
111
Sasaran kualitas pelayanan publik kepada masyarakat
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
Baseline (Tahun 2009)
Target (Tahun 2015)
6,64
8,0
Peringkat Kemudahan Berusaha
122
75
Indeks Efektivitas Pemerintahan
-0,29
0,5
Instansi pemerintah yang akuntabel
24%
80%
Indikator Pelayanan Publik
Daerah
Hasil evaluasi atas pelaksanaan reformasi birokrasi PPATK yang dilaksanakan oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2015, yaitu nilai 67,60 dengan predikat B (Baik) yang meningkat dari nilai tahun sebelumnya sebesar 61,60. Hasil evaluasi tersebut menunjukkan keberhasilan upaya dan program pelaksanaan reformasi birokrasi yang telah dilaksanakan di PPATK dalam delapan area perubahan (komponen pengungkit) maupun dalam sasaran reformasi birokrasi nasional (komponen hasil). Atas hasil yang dicapai tersebut, PPATK akan terus meningkatkan kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi dalam mendukung upaya pemerintah untuk mencapai target Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Dalam mendukung upaya pencapaian target program reformasi birokrasi, PPATK secara aktif mendorong pencapaian dua indikator, yaitu Opini BPK (WTP) dan instansi pemerintah yang akuntabel. Pada tahun 2015, PPATK berhasil mendorong terwujudnya tata kelola keuangan PPATK yang akuntabel dan transparan. PPATK berhasil mempertahankan opini WTP atas Laporan Keuangan Tahun 2014 PPATK. Keberhasilan ini merupakan capaian selama sembilan kali berturut-turut. Terkait dengan indikator instansi pemerintah yang akuntabel, setiap tahunnya, PPATK dievaluasi pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerjanya oleh Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi. Berdasarkan hasil penilaian dari Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, nilai akuntabilitas kinerja PPATK terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2015, PPATK memperoleh nilai sebesar 72,25 dengan predikat BB (sangat baik) yang meningkat dari nilai tahun sebelumnya sebesar 66,52 dengan predikat B (baik).
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
112
G. Kinerja dan Capaian Lainnya Selama tahun 2015, PPATK meraih beberapa capaian kinerja dan prestasi, meliputi: 1. Indonesia berhasil keluar dari FATF Public Statement atau “daftar hitam” negaranegara yang berisiko tinggi terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme yang ditetapkan dalam pertemuan International Cooperation Review Group (ICRG) pada Juni 2015 di Australia. Pencapaian ini merupakan hasil kerja keras dan komitmen seluruh stakeholders untuk menjaga agar rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di Indonesia berjalan semakin efektif sesuai dengan 40 Rekomendasi FATF. 2. PPATK berhasil meraih peringkat pertama Keterbukaan Informasi Publik yang diselenggarakan oleh Komisi Informasi Pusat pada kategori Lembaga Non Struktural. 3. PPATK berhasil meraih peringkat ketiga dalam kategori Utilisasi Pengelolaan BMN untuk kelompok Kementerian/Lembaga dengan jumlah unit kuasa pengguna barang sampai dengan 10 satuan kerja. 4. Dalam upaya melaksanakan hasil evaluasi FATF mengenai pembekuan seketika aset terduga teroris dan menindaklanjuti Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Luar Negeri, Kepala Kepolisian, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan Kepala PPATK Nomor: 01/PB/MA/II/2015, 03 Tahun 2015, 1 Tahun 2015, B.66/K.BNPT/2/2015, PER-01/1.02/PPATK/02/15 tentang Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi Dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dan Pemblokiran secara Serta Merta atas Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum Dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris, serta pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, PPATK membangun aplikasi DTTOT yang berisi Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris untuk memudahkan koordinasi antara PPATK dengan aparat penegak hukum sebagai wujud penguatan fungsi PPATK dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. 5. Aplikasi SIPESAT dikembangkan menggunakan sistem pelaporan online berbasis web yang dapat diakses oleh pihak pelapor. Aplikasi SIPESAT digunakan untuk PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
113
melakukan penelusuran aliran dana terhadap para pelaku tindak pidana yang menyamarkan hasil tindak pidana dalam berbagai produk jasa keuangan, 6. Pengembangan Sistem Informasi Keterbukaan Informasi Publik/Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) dilaksanakan oleh PPATK dengan mengacu pada Peraturan Kepala PPATK mengenai Klasifikasi Informasi. Penggunaan aplikasi berbasis web memudahkan PPATK dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Situs PPID dapat diakses pada alamat berikut: http://ppid.ppatk.go.id. 7. Aplikasi e-learning disusun untuk memudahkan pihak berkepentingan dalam mempelajari dan memahami seluk beluk pencucian uang dan pendanaan terorisme dan ikut serta dalam upaya pencegahan dan pemberantasan. Aplikasi ini memiliki empat modul dengan target stakeholders yang berbeda. Situs e-learning dapat diakses pada alamat berikut: http://elearning.ppatk.go.id. 8. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional (JDIH) dibangun untuk penyediaan informasi peraturan berbasis web. PPATK melakukan pengembangan JDIH dengan versi aplikasi berbasis android yang dapat diunduh dalam website JDIH dan pengembangan sistem informasi hukum internal untuk pegawai PPATK yang dapat diakses menggunakan identitas pegawai. Situs JDIH dapat diakses pada alamat berikut: http://jdih.ppatk.go.id. 9. PPATK membangun Sistem Informasi Pelaporan dan Pemantauan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang untuk memudahkan Sekretariat Komite TPPU, yaitu PPATK dan pihak eksekutif, yaitu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dalam memantau perkembangan yang dilakukan oleh instansi terkait sebagai pelapor. Instansi-instansi tersebut, meliputi Bank Indonesia, Badan Intelijen Negara, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, dan Kepolisian Republik Indonesia.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
114
H. Rencana Pengembangan Berdasarkan hasil pengukuran, pemantauan, pelaporan, dan evaluasi pencapaian kinerja tahun 2015, PPATK berupaya untuk meningkatkan kinerja dengan menyusun rencana pengembangan dalam bidang manajemen kinerja, pengembangan infrastruktur dan aplikasi yang meliputi: 1. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan dalam bidang manajemen kinerja bagi Tim Pengelolaan Kinerja PPATK. 2. PPATK akan membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Anti Pencucian Uang pada tahun 2016. PPATK harus menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung terselenggaranya pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. 3. Pengintegrasian sistem informasi kinerja dengan pengembangan aplikasi E-RKA dengan memanfaatkan database yang tersedia dalam E-RKA yang dioptimalkan dalam upaya pemantauan dan pengukuran capaian kinerja. Dengan demikian, aplikasi E-RKA ini merupakan sistem aplikasi pengelolaan kinerja yang terintegrasi yang dimulai dari perencanaan sampai dengan monitoring capaian kinerja di PPATK. 4. Penyempurnaan aplikasi Gathering Report Information in Reporting System (GRIPS) dalam upaya persiapan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 5. Pengembangan aplikasi assessment center yang akan digunakan oleh Biro SDM, Organisasi dan Tata Laksana dalam mendukung pengelolaan SDM di PPATK.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
115
BAB IV PENUTUP Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK menyajikan berbagai keberhasilan maupun kegagalan dalam upaya mencapai visi dan misi PPATK. Laporan kinerja ini menyajikan setiap pencapaian kinerja yang dijabarkan ke dalam empat belas sasaran strategis dan tujuh belas Indikator Kinerja Sasaran Strategis. Laporan kinerja ini diharapkan dapat memberikan gambaran pelaksanaan setiap program dan kegiatan yang meliputi kendala, upaya yang telah dilakukan, dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam implementasi Renstra PPATK Tahun 2015-2019. Berdasarkan hasil pengukuran kinerja, capaian kinerja PPATK tahun 2015 menunjukkan hasil yang sangat baik. Rata-rata capaian kinerja PPATK tahun 2015 adalah 132,65%. Realisasi anggaran PPATK sebesar Rp79.918.196.603,00 atau 93,73% dari total pagu anggaran yang dialokasikan sebesar Rp85.266.896.000,00. Pencapaian kinerja PPATK sebesar 132,65% adalah sangat baik seiring dengan terealisasinya anggaran tahun 2015 sebesar 93,73%. Hasil pengukuran kinerja selama tahun 2015 menunjukkan bahwa PPATK secara umum berhasil memenuhi target kinerja yang telah ditetapkan. Dari tujuh belas IKSS, satu IKSS berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan (100%) dan sembilan IKSS berhasil melebihi target kinerja yang ditetapkan (>100%). Namun demikian, masih terdapat enam IKSS yang belum berhasil mencapai target kinerja yang ditetapkan (<100%) dan satu IKSS yang belum dilakukan pengukuran kinerja pada tahun ini, sehingga harus dilakukan upayaupaya perbaikan untuk meningkatkan kinerja. Dengan tercapainya sebagian besar target kinerja dan sasaran strategis PPATK tahun 2015, maka diharapkan dapat mendukung pencapaian visi dan misi PPATK. Namun, pencapaian kinerja tersebut masih perlu ditingkatkan mengingat masih terdapat beberapa kendala yang perlu diatasi demi perbaikan kinerja pada tahun mendatang. Langkah-langkah yang perlu diambil oleh PPATK dalam upaya memperbaiki kinerja, meliputi: 1. PPATK meningkatkan koordinasi dan konsolidasi antar-unit kerja dalam penyusunan program/kegiatan
dan
anggaran,
merencanakan
program
dan
kegiatan
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
yang 117
komprehensif yang mengacu pada Renstra dan Rencana Kerja PPATK, meningkatkan sinergi dengan pihak-pihak terkait, penjadwalan kegiatan berdasarkan prioritas kegiatan, dan melakukan pengawasan untuk mengukur capaian kinerja secara berkala. 2. PPATK mengembangkan sistem AKIP dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi secara lebih optimal guna meningkatkan kualitas kinerja dan pelaporan agar terwujud transparansi dan akuntabilitas, khususnya dalam upaya mendukung pencapaian misi, sasaran strategis, dan kinerja PPATK. 3. PPATK meningkatkan proses otomatisasi manajemen kepegawaian PPATK melalui penerapan sistem aplikasi manajemen kepegawaian PPATK yang terintegrasi dan penyempurnaan kebijakan dalam bidang manajemen sumber daya manusia aparatur, penataan organisasi dan ketatalaksanaan, dan penataan sumber daya manusia. 4. PPATK melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan pihak asosiasi atau Lembaga Pengawas dan Pengatur terkait hak dan kewajiban pihak pelapor untuk dikoordinasikan dengan para anggotanya. 5. PPATK
melakukan
penyempurnaan
aplikasi
GRIPS
dalam
upaya
persiapan
pengimplementasian Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; PPATK diharapkan dapat memberikan informasi yang transparan dan akuntabel kepada seluruh stakeholders PPATK melalui Laporan Kinerja Tahun 2015, sehingga diperoleh umpan balik guna peningkatan kinerja pada periode berikutnya. Laporan Kinerja Tahun 2015 PPATK diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai keselarasan antara strategi yang dirumuskan oleh Pimpinan PPATK dengan pelaksanaan strateginya, sehingga dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan maupun penetapan kebijakan oleh Pimpinan PPATK. Capaian kinerja tahun 2015 harus menjadi motivasi bagi para pegawai PPATK untuk lebih meningkatkan kinerja organisasi dengan selalu menyesuaikan target kinerja dengan perkembangan kebutuhan para stakeholders. Dengan demikian, eksistensi dan manfaat PPATK dapat semakin dirasakan oleh seluruh masyarakat dalam upaya penegakan rezim anti pencucian uang di Indonesia.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
118
LAMPIRAN A.
Perjanjian Kinerja Tahun 2015 PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
B. Piagam WTP atas Laporan Keuangan Tahun 2014 PPATK
C.
Piagam AKIP Tahun 2015 PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
D. Piagam Penghargaan sebagai Peringkat I Kategori Lembaga Non Struktural dari Komisi Informasi Pusat
E. Piagam Penghargaan sebagai Juara III Kategori Utilisasi Barang Milik Negara untuk Kelompok Kementerian/Lembaga dengan Jumlah Unit Kuasa Pengguna Barang sampai dengan 10 Satuan Kerja
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
F. On Site Visit Regional Review Group Evaluator Team Financial Action Task Force (FATF) pada 11-12 Mei 2015 di PPATK
G. Kegiatan Peluncuran Buku NRA di PPATK pada 1 Oktober 2015
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
H. Kegiatan Promensisko di Jawa Barat
I.
Rapat Koordinasi dengan LPP Pihak Pelapor PJK dan Asosiasi Pihak Pelapor PBJ pada Desember 2015
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
J.
Pelatihan PPATK kepada Pihak Pelapor
K. Diseminasi Peraturan Kepala PPATK Nomor: PER02/1.01/PPATK/02/15 tentang Kategori Pengguna Jasa yang Berpotensi Melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang di Jakarta pada 17 Februari 2015
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
L.
Daftar Lembaga/Organisasi Domestik yang Menjalin MoU dengan PPATK No.
Lembaga/Organisasi
1
Ditjen Pajak
2
Ditjen Bea & Cukai
3 4
Center For International Forestry Research (CIFOR) Departemen Kehutanan
5
Itjen Departemen Keuangan
6
Ditjen Administrasi Hukum Umum
7
Ditjen Imigrasi
8 9
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Badan Narkotika Nasional
10
Pemerintah Daerah Nangroe Aceh
Tindak Lanjut Tahun 2015 1. Pertukaran informasi; 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU; 3. Tiga Tim Satgas; 4. Komite TPPU; 5. Pertukaran informasi melalui SOC; 6. Pengembangan SOC; 7. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF; 8. Rapat koordinasi penanganan perkara. 1. Pertukaran informasi; 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU; 3. Komite TPPU; 4. Pertukaran informasi melalui SOC; 5. Pengembangan SOC; 6. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF; 7. Rapat koordinasi penanganan perkara. Tidak Ada 1. Pertukaran informasi; 2. Kerja sama Penyusunan Buku “Pedoman Penyampaian Informasi TPPU dan TP di Bidang Kehutanan” 3. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU; 4. Rapat koordinasi penanganan perkara; 5. Sosialisasi rezim TPPU. 1. Pertukaran informasi; 2. Rapat koordinasi penanganan perkara; 3. Sosialisasi. 1. Pertukaran informasi; 2. Kerja sama Akses Data PPATK ke Sisminbakum; 3. Komite TPPU. 1. Pertukaran informasi; 2. Rapat koordinasi pengembangan akses data ke Imigrasi. Pertukaran informasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pertukaran informasi; Pelatihan Bersama Penanganan Perkara TPPU; Komite TPPU; Instalasi SOC; Rapat koordinasi penanganan perkara; Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF; Rapat koordinasi dalam upaya penyusunan Rencana Aksi P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) Tidak Ada
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
No.
Lembaga/Organisasi
11
Darussalam STIE Perbanas Surabaya
12
Badan Pengawas Pemilu
13
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Komisi Pengawasan Persaingan Usaha Universitas Padjadjaran
14 15 16 17 18
Setjen BPK RI Itjen Kementerian Perhubungan RI Kepolisian Negara RI
19
Kejaksaan Agung RI
20
Universitas Pattimura
21
22 23 24 25
Universitas Indonesia & Bank Indonesia (terkait pendirian Pusat Kajian APU di UI) Ombudsman RI Universitas Udayana PT Pertamina (Persero) Universitas Bina Nusantara
26
Universitas Esa Unggul
27
Universitas Sumatera Utara
28 29
Universitas Airlangga Itjen Kementerian Pekerjaan Umum RI
Tindak Lanjut Tahun 2015
1. 2. 1. 2.
Penelitian; Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. Pertukaran informasi; Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015; 3. Sosialisasi. Pertukaran informasi. Tidak ada. 1. Penelitian; 2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. Pertukaran informasi. Pertukaran informasi. 1. Pelatihan Bersama Penanganan Perkara TPPU; 2. Komite TPPU; 3. Pengembangan SOC; 4. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF; 5. Rapat koordinasi penanganan perkara; 6. Pertukaran informasi. 1. Pertukaran informasi; 2. Pelatihan bersama penanganan perkara TPPU; 3. Komite TPPU; 4. Pengembangan SOC; 5. Rapat koordinasi dalam upaya persiapan MER FATF; 6. Rapat koordinasi penanganan perkara. Penelitian 1. Penelitian; 2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi.
Pertukaran informasi. Tidak ada. Pertukaran informasi. 1. Penelitian; 2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. 1. Penelitian; 2. Kunjungan mahasiswa dalam upaya sosialisasi. 1. Penelitian; 2. Penelitian indeks Persepsi TPPU. Penelitian Pertukaran informasi.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
No.
Lembaga/Organisasi
30
Itjen Kementerian Hukum dan HAM RI Universitas Lambung Mangkurat Universitas Cendrawasih Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Divisi Hubungan Internasional [NCB-INTERPOL] (terkait tindak lanjut turunan dari Nota Kesepahaman dengan POLRI) Itjen Kementerian Agama RI Setjen Mahkamah Konstitusi RI Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kementerian Keuangan RI Sistem Administasi Badan Hukum (Sisminbakum) DJ AHU Kementerian Hukum & HAM RI Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
31 32 33 34
35 36 37
38
39
Tindak Lanjut Tahun 2015 Pertukaran informasi Penelitian Penelitian Penelitian 1. Pertukaran informasi; 2. Rapat koordinasi penanganan perkara.
Pertukaran informasi. Pertukaran informasi. Pertukaran informasi.
Pertukaran informasi.
1. 2. 1. 2. 3.
Pertukaran informasi; Koordinasi dalam upaya pemeriksaan PPATK. Pertukaran informasi, Pengembangan sistem teknologi informasi; Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada serentak 2015; 4. Komite TPPU Sosialisasi.
40
Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI
41
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Itjen Kementerian Pendidikan dan Pertukaran informasi. Kebudayaan RI Pertukaran informasi. Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Perjanjian Kerja Sama) 1. Pertukaran informasi; Komisi Pemilihan Umum 2. Rapat koordinasi dalam upaya antisipasi pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015. Pertukaran informasi. Badan Pengawasan Obat Makanan Pertukaran informasi. PT Indonesia Power Pertukaran informasi. PT PLN (persero) Pertukaran informasi. Kementerian Komunikasi dan Informatika 1. Pertukaran informasi; Kementerian Kelautan dan 2. Satgas Illegal Fishing; Perikanan
42 43
44
45 46 47 48 49
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
No.
Lembaga/Organisasi
50
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
51
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
52
Bank Indonesia (Pembaruan MoU)
53
Bank Indonesia (Perjanjian Kerja Sama / PKS) Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Kementerian Pemuda dan Olahraga
54 55
56
57
58 59 60
61 62
63 64
PT Elang Mahkota Teknologi (Media SCTV, Indosiar dan Liputan6.com) Kementerian Kesehatan
Badan SAR Nasional (BASARNAS) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Perpanjangan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) (MoU) Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) (Perjanjian Kerja Sama) Universitas Gadjah Mada Perpanjangan Universitas Jember (UNEJ) Perpanjangan
Tindak Lanjut Tahun 2015 3. Rapat koordinasi penangan perkara. 1. Pertukaran informasi; 2. Rapat koordinasi penanganan tindak lanjut informasi. 1. Pertukaran informasi melalui SOC; 2. Pengembangan SOC; 3. Rapat koordinasi penanganan perkara. 1. Pertukaran informasi; 2. Perumusan produk hokum; 3. Komite TPPU. Pertukaran informasi Sosialisasi 1. Pertukaran informasi; 2. Rapat koordinasi dalam membantu Tim Sembilan Kemenpora. Iklan layanan masyarakat dan sosialisasi.
1. 2. 3. 1. 2.
Pertukaran informasi; Sosialisasi; Rapat koordinasi penanganan tindak lanjut informasi. Pertukaran informasi; Sosialisasi
Pertukaran informasi. 1. Pertukaran informasi; 2. Rapat koordinasi dalam upaya RAN PPK.
1. Pengembangan aplikasi mobile DTTOT; 2. Sosialisasi. Pengembangan aplikasi mobile DTTOT.
Penelitian dalam upaya penyusunan Indeks Persepsi TPPU. Penelitian dalam upaya penyusunan Indeks Persepsi TPPU.
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
M. Pengembangan Aplikasi Sistem Monitoring dan Pelaporan Kinerja (SIMONA) PPATK
N.
Aplikasi Sistem Informasi Pengguna Jasa Terpadu (SIPESAT) PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15
O. Aplikasi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) PPATK
PPATK |LAPORAN KINERJA TAHUN 2O15